Asbabun Nuzul
Sebab turunnya Surat Al A’la adalah sebagai berikut :
Dalam suatu riwayat yang dikemukakan bahwa apabila datang Malaikat Jibril, membawa
wahyu kepada Nabi Shalallahu alaihi wa salam, beliau mengulang bacaannya kembali wahyu
itu, sebelum Jibril selesai menyampaikannya karna takut lupa lagi. Berkenaan dengan hal
tersebut, maka Allah menurunkan (QS. Al A’la: 6) sebagai jaminan bahwa Rasulullah
Shalallahu alaihi wa salam. Tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan.
QS. Al A’la ayat 44 turun karena Allah menjelaskan dan menegaskan bahwa beruntung orang
orang yang membersihkan diri dengan beriman. Sedangkan QS. Al-A’la ayat 15 turun karena
Allah mengingatkan makhluknya agar senantiasa berdzikir mengingat Allah dan menyembah
Allah dengan ketaatan.
• Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri dengan beriman kepada Allah secara
hakiki, membersihkan duri dari
• Senantiasa mengingat nama tuhannya setiap waktu, baik lapang maupun sempit, lalu dia
menunaikan salat dengan khusyuk dan sempurna sebagai tanda penghambaanya kepada
Allah.
Penjelasan Ayat
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa orang yang disebut dalam ayat adalah orang yang
membersihkan dirinya dari akhlak yang buruk dan mengikuti apa yang diturunkan Allah
kepada Rasul Nya.
Asy-Syaukani juga menafsirkan ayat ini: orang yang membersihkan diri dari syirik seraya
mengimani Allah Shalallahu alaihi wa salam dan mengamalkan syariah Nya.
Secara keseluruhan, ayat ini menurut Ibnu Jarir ath-Thabari mengandung pengertian,
“Sungguh telah berhasil dan memperoleh apa yang dinginkan, orang yang membersihkan diri
dari kekufuran dan maksiat kepada Allah, mengamalkan apa yang diperintahkan Allah dan
menunaikan berbagai kewajiban”
Nilai-nilai Pendidikan
• Senantiasa mensucikan diri dari akhlak tercela seperti sifat kikir dan L lain-lain dengan
membangun akhlak terpuji.
• Belajar membiasakan banyak berdzikir mengingat Allah.
• Senantiasa berusaha meningkatkan amal saleh dan ketaatan kepada Allah sebagai wujud
keimanan.
• Banyak bertobat dan tidak mengulangi dosa yang pernah dilakukan.
Makna Fitri
Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru arab: (Ujlaiy — asi) yang artinya berbuka atau
tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan
keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadan.
Kata Fitri terdapat dalam hadis Abu Hurairah Radiallahu Anhu, Rasulullah Shalallahu alaihi
wa salam. Bersabda:
“Hari mulai berpuasa (tanggal 1 ramadan) adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Hari
berbuka (hari raya 1 syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka” (HR. Turmudzi 697,
Abu Daud 2324, dan dishahihkan Al Albani).
Makna Fitrah
Makna fitrah adalah “Kondisi awal penciptaan, dimana manusia diciptakan pada kondisi
tersebut,” (Zadul Masir, 3/422). Ringkasnya, bahwa makna fitrah adalah keadaan suci tanpa
dosa dan kesalahan.
Kata fitrah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an,
Hadapkanlah wajahmu dengan Turus kepada agama Allah: (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada Perubahan pada fitrah Allah. (QS.
Ar-Rum: 30).
• Menurut Tafsir Al Qutrubi dimaknai dengan makna “orang yang berzakat, spesifik
dengan makna “Zakat fitrah”.
• Menurut Tafsir Ibnu Katsir kata tersebut dimaknai dengan “Tazkiyatun Nafsi” yaitu
mensucikan diri/jiwa. Dalam kitab tersebut yang disebut mensuukan diri itu yaitu
“membersihkan/ menjauhi diri dari segala akhlak atau sifat buruk, serta mengikuti segala
apa yang diturunkan oleh Allah Shalallahu alaihi wa salam kepada Rasul-Nya.”
Kedua, cara mencapai keberuntung itu wa dzakaros ma rabbihi fashalla dari Ayat ini
setidaknya memiliki dua Penafsiran, yaitu :
• Merupakan keberlanjutan dari tafsir Al Qurtubi yang telah dijelaskan diatas, yang mana
makna dari wadzakarosmarabbihi mengandung arti senantiasa menyebut nama Allah
SWT salah satunya bertakbir di malam idul Fitri. Sedangkan kata fashalla mengandung
makna “mengerjakan sholat Sunnah Idul fitri pada pagi hari.”
• Kata ajaaa na) wadzakarosmarabbihi menurut Tafsir Ibnu Katsir, dimaknai dengan
“senantiasa mengerjakan salat lima waktu pada sesuai waktunya, dibarengi dengan
mengharap keridaan Allah Subhanahuwa ta'ala dan tentunya dengan mengerjakan apa
yang diperintahkannya yaitu syari’atnya.
Menjadi orang yang sukses dan beruntung, maka kita harus menempuh jalan yang telah
disebut sebelumnya di: dalam Qs Al-Ala yaitu :