Anda di halaman 1dari 13

2020. Vol. 6, No.

2, 119-131

Keterampilan Berpikir Kritis dan Perannya terhadap Toleransi Beragama Murid


SMA
Indra Nugraha(1), Sri Maslihah(2), Ifa Hanifah Misbach(3)
((1),(2),(3)
Jurusan Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
The goal of this research was to test the idea that critical thinking skills are related to religious
tolerance, which has been understudied within existing psychological studies. To verify this
idea, we conducted a correlational survey among a sample of 400 high school students in
Bandung who were recruited based on multistage cluster sampling. The results showed as
hypothesized that critical thinking skills were significantly and positively correlated with
religious tolerance. High critical thinking skills were hence associated with high religious
tolerance and vice versa, low critical thinking skills were associated with low religious
tolerance. We also additionally examined the extent to which critical thinking skills and
religious tolerance varied depending on participants’ gender, ethnicity, and religion. We close
by explaining the theoretical and practical implications of those empirical findings, as well as
some shortcomings in this research and recommendations for further studies to overcome the
shortcomings.

Keywords: critical thinking skill, high school students, religious tolerance

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ide bahwa keterampilan berpikir kritis berhubungan
dengan toleransi beragama, yang masih jarang diinvestigasi pada studi-studi psikologi
sebelumnya. Untuk memverifikasi ide ini, kami melakukan survei korelasional dengan
melibatkan 400 murid SMA di Kota Bandung sebagai partisipan, yang diperoleh atas dasar
multistage cluster sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sesuai hipotesis yang
diajukan, keterampilan berpikir kritis berkorelasi signifikan ke arah positif dengan toleransi
beragama. Dengan demikian, tingginya keterampilan berpikir kritis berhubungan dengan
tingginya toleransi beragama dan sebaliknya, rendahnya keterampilan berpikir kritis
berhubungan dengan rendahnya toleransi beragama. Analisis tambahan dalam penelitian ini
juga menguji peran variabel demografis jenis kelamin, suku bangsa, dan agama dalam
menjelaskan keterampilan berpikir kritis dan toleransi beragama. Di bagian akhir tulisan ini,
kami menjelaskan implikasi teoritis dan praktis temuan temuan empiris tersebut, sekaligus
sejumlah kekurangan penelitian dan rekomendasi studi lanjutan untuk memperbaiki kekurangan
tersebut.

Kata kunci: keterampilan berpikir kritis, murid SMA, toleransi beragama


.
MEDIAPSI, 2020, Vol. 6(2), 119-131, DOI: https://doi.org/10.21776/ub.mps.2020.006.02.6
Received: 10-07-2020. Revised: 19-10-2020. Accepted: 128-11-2020. Published online: 07-12-2020
Handling Editor: Halimatus Sakdiah, UIN Antasari, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia
*Corresponding author: Indra Nugraha, Jurusan Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia.
E-mail: nuggrahaindra@gmail.com

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.

How to cite this article in accordance with the American Psychological Association (APA) 6 th guidelines:
Nugraha, I., Maslihah, S., & Misbach, I. H. (2020). Keterampilan berpikir kritis dan perannya terhadap toleransi beragama
murid SMA. MEDIAPSI, 6(2), 119-131. https://doi.org/10.21776/ub.mps.2020.006.02.6

Pendahuluan belakang agama, suku, budaya, dan adat istiadat


Indonesia adalah sebuah bangsa plural yang yang berbeda-beda. Kemajemukan yang
masyarakat di dalamnya memiliki latar- dimiliki oleh bangsa Indonesia, di satu sisi,

119
MEDIAPSI
2020. Vol.6, No. 2, 119˗131
BERPIKIR KRITIS DAN TOLERANSI BERAGAMA

merupakan suatu keuntungan dan modal periode 2014 - 2017, skor toleransi beragama di
kekayaan budaya (Nisvilyah & Lely, 2013). Indonesia berada pada titik terendah (Herlina,
Namun di sisi lain, kemajemukan berpotensi 2018). Menurut temuan Komnas HAM (Satrio,
memunculkan konflik sosial yang dapat 2017), dari tahun ke tahun, jumlah kasus
merusak kesatuan bangsa, terutama bila intoleransi di Indonesia terus meningkat. Pada
kemajemukan tersebut tidak disikapi dan tahun 2014, kasus intoleransi tercatat
dikelola secara baik (Hisyam, 2006). sebannyak 74. Di tahun 2015, kasus intoleransi
Variasi agama merupakan salah satu meningkat sebanyak 87, dan di tahun 2016
pemicu konflik sosial yang sangat mungkin kasus tersebut terus meningkat menjadi 100.
timbul di masyarakat yang majemuk Kasus-kasus tersebut misalnya adalah
(Hermawati, Paskarina, & Runiawati, 2017). pelarangan terhadap kegiatan keagamaan
Untuk mengelola perbedaan agama di tertentu, vandalism terhadap rumah ibadah,
Indonesia, diperlukan adanya rasa saling perlakuan tidak adil terhadap penganut agama
hormat serta saling toleransi antar umat tertentu, intimidasi, dan pemaksaan keyakinan
beragama (Nisa’ & Tualeka, 2017). Dengan (Satrio, 2017).
demikian, hal penting bagi individu atau Fenomena intoleransi terhadap kelompok
kelompok dalam suatu lingkungan memiliki agama atau etnik masih kerap terjadi di
rasa toleransi yang tinggi agar menghindari atau beberapa daerah. Beberapa kasus intoleransi
mencegah konflik-konflik yang akan muncul dan kekerasan beragama terjadi sepanjang
karena kemajemukan. tahun 2018. Menurut Rochmanudin (2018),
Istilah toleransi merujuk pada usaha kasus-kasus tersebut di antaranya adalah
menjaga hubungan baik dengan orang lain, perusakan pura di Lumajang oleh orang tidak
yang terejawantah dalam bentuk kesadaran dikenal, penyerangan terhadap ulama di
penuh untuk menerima segala perbedaan Lamongan, perusakan masjid di Tuban,
(Patnani, 2020). Sementara itu, toleransi ancaman bom di kelenteng Kwan Tee Koen
beragama mempunyai arti perilaku saling Karawang, serangan di gereja Santa Lidwina
hormat, menerima, dan menghargai nilai-nilai, Sleman, persekusi terhadap biksu di Tangerang,
prinsip, atau keyakinan yang dianut individu penganiayaan terhadap tokoh agama, dan lain-
atau kelompok lain (Wolhuter dkk., 2014). lain.
Seseorang harus diberikan kebebasan untuk Ironisnya, murid yang duduk di bangku
meyakini dan memeluk agama yang dipilih dan sekolah menengah atas (SMA) rentan terhadap
diyakininya (Cassanova, 2008). Nisa’ dan intoleransi beragama. Potensi keterlibatan anak-
Tualeka (2016) menjelaskan bahwa toleransi anak muda yang duduk di bangku SMA dalam
sangat penting karena keberadaan toleransi kasus-kasus intoleran di Indonesia masih cukup
dapat menciptakan kerukunan hidup antar umat tinggi (Cholilurrohman, 2016). Penelitian yang
beragama. Munculnya kesadaran antar umat dilakukan oleh The Wahid Institute kepada 500
beragama yang diwujudkan dalam toleransi bisa murid sekolah menengah negeri di Jabodetabek
menekan atau meminimalisir bentrokan. dengan menggunakan metode kuesioner
Toleransi beragama yang dilakukan dengan menunjukkan bahwa responden penelitian
penuh kesadaran akan melahirkan pandangan memiliki kecenderungan yang kuat untuk
bahwa agama sendiri benar dan juga agama lain mendukung atau melakukan tindakan intoleran
sebagaimana diyakini oleh pemeluknya (Bakar, (Dja’far, 2015).
2016). Selain itu, penelitian yang dilakukan
Perilaku toleransi beragama di Indonesia Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)
masih terbilang rendah. Berdasarkan survei UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (―Survei
yang dilakukan oleh Social Progress Index dari PPIM: Potret keberagamaan guru Indonesia‖,

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 120


NUGRAHA, MASLIHAH, & MISBACH

2018) mengungkapkan bahwa pelajar di kritis (Potter, 2010). Berpikir kritis diartikan
Indonesia saat ini telah terjangkit virus sebagai upaya seseorang untuk memeriksa
intoleran. Penelitian tersebut dilakukan pada kebenaran dari suatu informasi dengan
rentang waktu antara 1 September sampai 7 menggunakan ketersediaan bukti, logika, dan
Oktober 2017 dan dilakukan di 34 provinsi di kesadaran terhadap bias yang didalamnya
Indonesia dengan responden terdiri dari 1522 memuat aspek elementary clarification, basic
murid serta 337 mahamurid. Hasilnya support, inference, advanced clarification,
menunjukan bahwa murid dan mahamurid strategies, dan tactics (Ennis & Weir, 1985;
cenderung memiliki pandangan keagamaan Halpern, 1998; Larsson, 2017).
yang radikal dengan persentase 58.5 persen dan Berpikir kritis sangat diperlukan dalam
pandangan keagamaan yang intoleran dengan proses mencerna dan memilah suatu informasi
prosentase 51.1 persen. Sementara itu, dari sisi yang diperoleh (Sulaiman & Syakarofath,
aksi, murid dan mahamurid memiliki perilaku 2018). Terlebih di zaman sekarang ini,
keagamaan yang cenderung moderat. Dukunagn informasi bisa diakses dari banyak sumber,
terhadap aksi radikal hanya sebesar 7.0 persen, seperti media sosial atau internet (Qodir,
tetapi dukungan terhadap aksi intoleran 2018). Berbagai informasi dapat diakses
sebanyak 34.1 persen. dengan mudah melalui internet, dan tidak ada
Terbentuknya toleransi merupakan jaminan bahwa informasi yang kita lihat atau
sebuah proses dan tahapan seseorang menerima baca tersebut adalah benar adanya.
informasi dari lingkungan sosialnya (Widhayat Menjamurnya sumber informasi dan
& Jatiningsih, 2018). Ketika seseorang berada kemudahan untuk mengaksesnya di internet
dalam lingkungan sosial tertentu, mereka akan membuat sumber informasi yang diperoleh bisa
mempelajari dan mengamati secara sistematis menjadi kurang lengkap dan tidak kredibel
perilaku orang lain, sebuah proses pengamatan (Digdoyo, 2018).
yang disebut sebagai observational learning Kemajuan teknologi dalam pertukaran
(Greer, Dudek-Singer, & Gautreaux, 2006). arus informasi juga kerap kali disalahgunakan
Setelah mengamati perilaku orang lain, individu oleh oknum tertentu untuk melakukan
akan berasimilasi dan meniru perilaku tersebut penyebaran berita bohong, ujaran kebencian,
(Fryling, Johnston, & Hayes, 2011). Dalam dan hoax. Informasi-informasi yang tidak valid
proses ini terjadi hubungan timbal balik yang tersebut bisa menjadi propaganda seseorang
saling berkesinambungan antara kognisi, untuk memperkeruh suasana, mengadu domba,
perilaku, dan lingkungan (Widhayat & dan merusak tatanan kerukunan antar umat
Jatiningsih, 2018). Dalam lingkungan sosial, beragama, yang mengancam toleransi. Selain
individu juga akan menerima berbagai macam itu, ditengah kondisi sosial yang semakin
informasi. Informasi ini selanjutnya diproses kompleks, berita hoax dapat dengan mudah
secara kognitif, yang memuat proses dibuat dan disebarkan ke seluruh lapisan
mengingat, menyaring, dan memilah informasi masyarakat tanpa memandang strata sosialnya
mana yang sesuai untuk diri individu tersebut sehingga siapa saja dengan mudah terjebak dan
(Greer dkk., 2006). terpedaya oleh hoax (Baihaki, 2020). Hal
Keterampilan berpikir kritis diperlukan tersebut terjadi karena pesatnya arus informasi
untuk memfasilitasi individu mampu bersikap dapat mendorong derasnya pertukaran
kritis, selektif, dan evaluatif dalam menyaring informasi yang belum terverifikasi
dan menggunakan informasi. Kemampuan kebenarannya. Tidak terverifikasinya
dalam mengevaluasi dan selanjutnya pertukaran informasi berdampak terhadap
memutuskan untuk menggunakan informasi munculnya berbagai persoalan (Sulaiman &
yang benar memerlukan keterampilan berpikir Syakarofath, 2018). Ketidakmampuan

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 121


BERPIKIR KRITIS DAN TOLERANSI BERAGAMA

masyarakat untuk mengkritisi kebenaran isu tersebut, yaitu berpikir kritis dan toleransi,
informasi yang diperoleh berdampak terhadap menjadi menarik untuk dibahas di zaman
problematika sosial yang terjadi, salah satunya sekarang. Mengacu pada latar belakang ini,
intoleransi keagamaan (Orlando, 2015). peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
Untuk mencegah perilaku intolerasi tujuan menguji peran berpikir kritis terhadap
keagamaan tersebut, perlu adanya kemampuan toleransi beragama pada murid SMA di Kota
seseorang dalam menafsirkan, menyimpulkan, Bandung. Hipotesis yang diajukan dalam
menganalisis, mengevaluasi, serta mencari penelitian ini adalah bahwa keterampilan
informasi yang valid dan relevan terkait berpikir kritis berkorelasi ke arah positif dengan
informasi-informasi yang masih simpang siur toleransi beragama, dimana semakin tinggi
atau berita hoax (Mathson & Lorenzen, 2008). keterampilan berpikir kritis maka semakin
Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan tinggi juga toleransi beragama. Sebaliknya,
bagian dari aspek-aspek keterampilan berpikir semakin rendah keterampilan berpikir kritis
kritis (Ennis & Weir, 1985). maka semakin rendah juga toleransi beragama.
Oleh sebab itu, keterampilan berpikir
kritis harus dilatih dan dikembangkan kepada Metode
murid. Urgensi berpikir kritis ini berlandaskan Partisipan dan desain penelitian
pada argumentasi bahwa orang yang memiliki Partisipan atau subjek dalam penelitian
pemikiran kritis dapat lebih toleran dalam ini adalah 400 murid dari beberapa sekolah
menghargai perbedaan ras, etnik, dan agama SMA di Kota Bandung. Sebagaimana bisa
(Davies, 2015). Dengan mengajarkan atau dilihat pada Tabel 1, mayoritas responden
mengembangkan keterampilan berpikir kritis di berusia 17 tahun, beretnis Sunda, dan
sekolah, pendidik dapat mengajarkan dan beragama Islam.
meningkatkan toleransi kepada peserta didik.
Toleransi tentunya snagat diperlukan di setiap Tabel 1. Data Demografis Partisipan
masyarakat yang memiliki keragaman budaya,
suku, dan agama (Ernst & Monroe, 2004). Karakteristik Frekuensi Persentase

Sebagai generasi penerus bangsa, murid perlu Jenis Kelamin


Laki-laki 166 41.5%
memiliki toleransi yang tinggi. Mereka harus
Perempuan 234 58.5%
dapat mengaplikasikan bentuk toleransi Usia
beragama dalam kehidupan bermasyarakat, 15 Tahun 24 6%
16 Tahun 130 32.5%
seperti tidak membedakan ketika menolong,
17 Tahun 180 45%
menjenguk teman yang berbeda keyakinan 18 Tahun 61 15.3%
ketika sakit, bergotong royong, dan tidak 19 Tahun 5 1.3%
Suku Bangsa
mengejek ibadah satu dengan yang lain
Sunda 250 62.5%
(Rahmawati dkk., 2016). Jawa 32 8%
Penelitian mengenai keterkaitan Batak 27 6.8%
Tionghoa 35 8.8%
keterampilan berpikir kritis dengan toleransi
Melayu 6 1.5%
beragama belum pernah peneliti temukan lainnya 50 12.5%
sebelumnya, baik di Indonesia atau di luar Agama
Islam 290 72.5%
negeri. Dengan demikian, penelitian ini
Kristen 76 19%
diharapkan bisa menjadi topik baru dan gerbang Katolik 32 8%
pembuka bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, Hindu 1 0.3%
Budha 1 0.3%
pesatnya arus pertukaran informasi yang
semakin mudah dan sulit terbendung di tengah
Teknik sampling yang digunakan untuk
masyarakat yang multikultural membuat kedua
merekrut partisipan adalah multistages cluster
MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 122
NUGRAHA, MASLIHAH, & MISBACH

random sampling, yaitu teknik yang digunakan kesimpulan dengan mengacu pada deskripsi dan
untuk mengambil sampel dari pembagian analisis data sesuai dengan teori yang diajukan.
populasi menjadi kelompok, kemudian dipilih Instrumen yang digunakan dalam
secara acak sebagai wakil dari populasi. penelitian ini terdiri dari dua skala pengukuran.
Multistages cluster random sampling Instrumen yang digunakan untuk mengukur
merupakan salah bentuk dari probability keterampilan berpikir kritis didasarkan pada
sampling, sebagai teknik pengambilan sampel Critical Thinking Scale (CTS) yang
yang menjamin semua anggota populasi dikembangkan berdasarkan teori Ennis (1985).
memiliki probabilitas yang sama untuk bisa Reliabilitas Cronbach apha untuk instrumen ini
terseleksi sebagai anggota sampel (Creswell, adalah α = .85 (contoh aitem: ―Saya cenderung
2015). mempertimbangkan dampak terlebih dahulu
Pendekatan yang digunakan dalam sebelum menyebarkan suatu berita‖). Pengisian
penelitian ini adalah kuantitatif korelasional kuesioner keterampilan berpikir kritis dilakukan
dengan mengukur keterampilan berpikir kritis oleh respoden dengan memilih dan memberikan
sebagai variabel independen (X) dan toleransi tanda ceklis pada salah satu dari lima pilihan
beragama sebagai variabel dependen (Y). skala, yang bervariasi dari 1 (Sangat Tidak
Mencerminkan Saya) sampai dengan 5 (Sangat
Prosedur dan pengukuran Mencerminkan Saya).
Sejumlah tahapan ditempuh dalam Instrumen yang digunakan untuk
penelitian ini. Pertama adalah melakukan mengukur toleransi agama didasarkan pada
persiapan penelitian, kedua adalah mengambil Religious Tolerance Scale (RTS) yang
data sesuai target, dan ketiga adalah dikembangkan berdasarkan teori Broer,
menganalisis data yang diperoleh. Dalam tahap Muynck, Potgieter, Wolhuter, & Van der Walt
persiapan, peneliti menentukan rumusan (2014). Reliabilitas untuk instrumen ini adalah
masalah penelitian, yang dilanjutkan dengan α = .78 (contoh aitem: ―Tidak masalah bagi
mereview pustaka untuk mengggali dan saya mengucapkan selamat hari raya pada
menemukan landasan teori dan temuan-temuan teman yang agamanya berbeda dari saya‖).
empiris berkaitan dengan hubungan antara Pengisian kuesioner toleransi agama dilakukan
variabel dalam penelitian ini. Selanjutnya oleh respoden dengan memilih dan memberikan
peneliti menentukan desain dan metode tanda ceklis pada salah satu dari lima pilihan
penelitian yang tepat sesuai dengan topik skala, yang bervariasi dari 1 (Sangat Tidak
penelitian. Tahap berikutnya dilanjutkan Setuju) sampai dengan 5 (Sangat Setuju).
dengan membuat dan menyusun instrumen
penelitian, melakukan expert judgemnet, dan Hasil
melakukan uji coba (try out) kepada 360 Teknik analisis data yang digunakan
responden murid SMA. Langkah ini bertujuan dalam penelitian ini adalah Pearson roduct
memperoleh informasi mengenai sejauh mana moment untuk mengetahui hubungan
instumen dalam penelitian ini secara keterampilan berpikir kritis (X) dengan
psikometris valid dan reliabel. toleransi agama (Y). Sebelum melakukan uji
Pada tahap pengambilan data, peneliti kolerasi, peneliti melakukan transformasi data
menggunakan metode kuesioner yang dari data ordinal menjadi interval menggunakan
disebarkan secara online dengan link online Rash model melalui aplikasi Winstep (Boone,
form melalui media sosial, dan secara offline 2016). Setelah data interval didapatkan, peneliti
dengan mendatangi sekolah-sekolah, kemudian menggunakan aplikasi SPSS untuk menguji
menyebarkannya di dalam kelas secara paper- hipotesis penelitian.
and-pencil. Tahap ketiga, peneliti memberikan

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 123


BERPIKIR KRITIS DAN TOLERANSI BERAGAMA

Tabel 2 di bawah ini menampilkan nilai Sebagaimana bisa dilihat pada Tabel 2,
korelasi antara keterampilan berpikir kritis dan variabel demografi suku bangsa berpengaruh
toleransi beragama. Sebagaimana bisa dicermati secara signifikan terhadap keterampilan
pada Tabel 1, mendukung Hipotesis yang berpikir kritis maupun toleransi beragama. Jenis
ditetapkan, keterampilan berpikir kritis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan
berkorelasi signifikan ke arah positif dengan terhadap kedua variabel. Terakhir, variabel
toleransi beragama. Artinya, semakin tinggi demografi agama berpengaruh signifikan
keterampilan kritis maka semakin tinggi juga terhadap toleransi beragama, tetapi tidak
toleransi beragama. Berlaku sebaliknya, berpengaruh signifikan terhadap keterampilan
semakin rendah keterampilan berpikir kritis berpikir kritis.
maka semakin rendah juga toleransi beragama.
Diskusi
Tabel 2. Korelasi antara Berpikir Kritis dan Toleransi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Beragama (N = 400) hubungan antara keterampilan berpikir kritis
dengan toleransi beragama pada murid SMA di
Variabel (1) (2) Kota Bandung. Hasil analisis uji hipotesis
menunjukan bahwa keterampilan berpikir kritis
(1) Keterampilan berpikir kritis .39**
memiliki hubungan yang signifikan dengan
(2) Toleransi beragama toleransi beragama. Temuan ini sesuai dengan
Keterangan: **p < .01. teori yang dikemukakan oleh Davies (2015),
Tabel 2. Perbedaan Keterampilan Berpikir Kritis dan Toleransi
yang melaporkan bahwa murid dengan
Beragama Berdasarkan Jenis Kelamin, Suku, dan Agama keterampilan berpikir kritis yang tinggi
bersikap lebih toleran terhadap perbedaan yang
Berpikir kritis
Toleransi dimiliki individu lain, baik perbedaan atas dasar
Demografi beragama
etnik, ras, maupun agama.
M p M p
Hasil dalam penelitian ini menegaskan
Jenis Kelamin
Laki-laki 119 96 pentingnya mengembangkan keterampilan
.070 .866
Perempuan 118 94 berpikir kritis di kalangan anak SMA,
Suku Bangsa
mengingat perannya dalam meningkatkan
Sunda 117 95
Jawa 122 93 toleransi beragama. Salah satu hal yang
Batak 117
.012
97
< .001 berkontribusi dalam mengembangkan
Tionghoa 122 95
keterampilan berpikir kritis tersebut
Melayu 137 93
lainnya 117 dimungkinkan adalah penerapan kurikulum
Agama 99 2013 di Kota Bandung. Salah satu aspek yang
Islam 118 99
dikembangkan dalam kurikulum tersebut adalah
Kristen 118 99
Katolik 119 .941 102 < .001 meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang
Hindu 111 97 dimiliki murid (Hayati, 2018). Kurikulum
Budha 127 94
tersebut juga mengharuskan guru untuk
Keterangan: M = skor rata-rata, p = signifkansi.
meningkatkan keterampilan berpikir kritis
Analisis tambahan dalam penelitian ini murid melalui pembelajaran yang
menguji pengaruh variabel demografis jenis memfasilitasi murid secara langsung untuk
kelamin, suku, dan agama terhadap berlatih keterampilan berpikir kritis
keterampilan berpikir kritis dan toleransi (Kurniawati, Zubaidah, & Mahanal, 2016).
beragama. Hasil analisis tambahan ini bisa Bentuk pembelajaran ini dilakukan dengan
dicermati dalam Tabel 2 di atas. membiasakan murid SMA untuk bertanya dan
berpendapat, bersikap dan berperilaku

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 124


NUGRAHA, MASLIHAH, & MISBACH

kooperatif, serta berfokus pada pemecahan materi yang sesuai dengan kurikulum 2013.
masalah (Hashemi, 2011; Istianah, 2013; Selama proses pembelajaran, semua murid baik
Lassig, 2009). Pengembangan keterampilan laki-laki maupun perempuan dikondisikan
berpikir kritis memerlukan peran pihak sekolah untuk saling bekerja sama mengembangkan
untuk mampu membangun dan kemampuan berpikirnya (Pambudiono dkk.,
mengembangkan keterampilan berpikir kritis 2013). Dengan demikian, semua murid
yang dimiliki murid SMA. Dalam hal ini, guru memiliki peluang yang sama dalam
harus bisa membuat metode pembelajaran yang pengembangan kemampuan berpikir kritis dan
dapat membuat siswa aktif dan menstimulus peningkatan hasil belajarnya.
keterampilan berpikir kritis mereka. Keterampilan berpikir kritis merupakan
Implikasinya, penerapan kurikulum 2013 akan keterampilan hidup yang penting pada saat ini
semakin tepat dalam mengembangkan dan perlu dikembangkan pada murid SMA
keterampilan berpikir ini. Selain itu, tingkat (Kurniawati dkk., 2016). Penelitian terdahulu
keterampilan berpikir kritis juga berkaitan menyebutkan bahwa keterampilan berpikir
dengan hasil demografis dalam penelitian ini. kritis memudahkan murid untuk membedakan
Analisis tambahan dalam penelitian ini antara fakta dan opini, mengidentifikasi
menemukan bahwa keterampilan berpikir kritis informasi yang relevan, memecahkan masalah,
berbeda secara signfiikan dilihat dari segi suku mampu menyimpulkan informasi yang telah
bangsa. Temuan ini sejalan dengan penelitian dianalisis, membedakan ide atau gagasan secara
yang dilakukan oleh Bustami (2016) yang jelas, beragumen dengan baik, mampu
melaporkan bahwa perbedaan nilai-nilai mengkonstruksi penjelasan, mampu
karakter pada setiap suku bangsa berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks
mempengaruhi perbedaan keterampilan berpikir menjadi lebih jelas (Newmann & Wehlage,
kritis pada setiap individu. Implikasinya, tenaga 1990; Woolfolk, 2008; Widodo & Kadarwati,
pendidik (guru) perlu untuk menanamkan nilai- 2013). Hal-hal tersebut menjadikan murid SMA
nilai karakter pada setiap suku bangsa melalui menjadi individu yang educated people bukan
berbagai strategi pembelajaran inovatif dan ordiniary people dalam memandang perbedaan
kooperatif. Salah satu strategi pembelajaran agama (Casram, 2016).
yang dapat diterapkan adalah tipe Jigsaw, Lebih lanjut, Casram (2016) menjelaskan
Reading, Questioning, Answering (JiRQA) bahwa educated people berkecenderungan lebih
(Maasawet, 2010). rasional dan bukannya intuitif serta simbolik
Variabel jenis kelamin tidak berpengaruh dalam meresapi ajaran agama. Mereka
terhadap tingkat keterampilan berpikir kritis menunjukkan toleransi lebih besar dalam
murid SMA di Kota Bandung. Hasil ini sesuai menyikapi dan berperilaku terhadap agama lain
dengan penelitian-penelitian sebelumnya dan pemeluknya. Secara kontras, ordiniary
(Afsahi, 2017; Bagheri & Ghanizadeh, 2016; people lebih mengandalkan symbol-simbol dan
Heong dkk., 2011; Pambudiono, Zubaidah, & intuisi, dan bukannya rasio atau nalar dalam
Mahanal, 2013; Reese, Lee, Cohen, & Puckett, memahami ajaran agama. Ordinary people lebih
2001) yang menunjukkan bahwa tingkat emosional dalam memahami perbeddaan agama
berpikir kritis laki-laki tidak berbeda secara dan, sebagai dampak ikutannya, menunjukkan
signifikan dibandingkan dengan tingkat berpikir toleransi rendah terhadap agama dan pemeluk
kritis perempuan. agama lain (Casram, 2016). Argumentasi ini
Kemampuan berpikir kritis yang sama bermakna bahwa individu yang memiliki
pada laki-laki maupun perempuan dapat keterampilan berpikir kritis lebih terbuka dan
disebabkan oleh pengalaman belajar yang sama, toleran terhadap pandangan atau agama yang
dalam artian mereka sama-sama mendapatkan berbeda.

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 125


BERPIKIR KRITIS DAN TOLERANSI BERAGAMA

Tingginya keterampilan berpikir kritis 2020). Suku bangsa merupakan hal yang
yang dimiliki murid SMA di Kota Bandung diwariskan dari keluarga asal dan erat kaitannya
membuat nilai toleransi agama mereka juga dengan lingkungan terdekat, dalam hal ini
menjadi tinggi. Hasil penelitian ini adalah keluarga. Dalam lingkungan keluarga,
menunjukkan bahwa toleransi agama murid orang tua memainkan peran yang sangat
SMA di Kota Bandung berada dalam kategori penting dalam membantu perkembangan
tinggi. Mendukung teori yang dikemukakan toleransi pada anak. Pola asuh dan pengetahuan
oleh ilmuwan sebelumnya (Âsiek, 2019), tentang agama yang didapat dari orang tua juga
keterampilan berpikir kritis pada murid bisa bisa mempengaruhi tingkat toleransi agama
berkontribusi pada pengembangan toleransi. Ini seseorang (Suleeman, 2018). Anak-anak yang
terjadi karena berpikir kritis membutuhkan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
keahlian dalam mendengarkan orang lain, harmonis, penuh cinta, dan rasa saling hormat
memiliki sikap terbuka dalam dialog dan akan menjadikan mereka memiliki sikap
diskusi, mengembangkan empati, mengevaluasi toleransi kepada orang lain (Redse, 2007).
peristiwa dan fakta dari berbagai sudut Anak-anak akan mengobservasi sikap dan
pandang. Sikap-sikap demikian rupa ini bisa perilaku orang tua mereka ketika bereaksi
menumbuhkan kesadaran akan perbedaan yang terhadap individu di luar kelompoknya. Jika
dimiliki individu lain. orangtua menunjukkan sikap toleran maka
Penelitian ini juga mengungkap adanya anak-anak mereka cenderung menjadi toleran,
perbedaan tingkat toleransi beragama begitupun sebaliknya (Sumadi, Yetti, Yufiarti,
berdasarkan varibel demografi agama. Hasil ini & Wuryani, 2019).
sejalan dengan penelitian Kasmo, Usman, Taha, Sementara itu, jenis kelamin ditemukan
Salleh, dan Alias (2015) yang menunjukkan tidak berperan signifikan dalam mempengaruhi
adanya perbedaan respon tingkat toleransi tingkat toleransi beragama. Temuan ini berbeda
berdasarkan agama responden. Casram (2016) dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
menjelaskan bahwa perbedaan tersebut oleh Maimanah (2013), yang melaporkan
mungkin bersumber dari eksklusivisme, sebuah bahwa perempuan memiliki tingkat toleransi
pandangan yang menganggap bahwa ajaran yang lebih tinggi daripada laki-laki. Perempuan
yang paling benar hanya lah ajaran agama sendiri, memiliki sifat dasar atau basic instink yang
sedangkan agama lain adalah keliru. terbentuk dari pengalamannya. Pengalaman-
Eksklusivisme tidak selamanya salah. Hal ini pengalaman tersebut membentuk kemampuan
bisa terjadi jika eksklusivisme tersebut tidak wanita dalam memikirkan ―Aku-Lain‖ atau
diikuti dengan sikap merendahkan agama lain memposisikan diri di posisi orang lain, yang
(Merino, 2010). Kombinasi ini mencerminkan membuat mereka tidak egosentris, tidak suka
pandangan bahwa meskipun agama sendiri mendominasi, penuh kasih sayang, menyukai
diyakini benar, keberadaan agama lain harus perdamaian, dan bersikap toleran (Maimanah,
tetap dihargai (Bakar, 2016). 2013).
Selain agama, suku bangsa juga Penelitian ini mengandung sejumlah
berpengaruh signifikan terhadap toleransi kekurangan, yang bisa disempurnakan dalam
beragama. Hasil ini selaras dengan penelitian studi-studi lanjutan. Kelemahan pertama
Damisma dkk. (2018) yang melaporkan bahwa berkaitan dengan nilai korelasi antara
suku bangsa memengaruhi tingkat toleransi keterampilan berpikir kritis dan toleransi
agama yang dimiliki individu. Latar belakang beragama yang berkategori cukup, yaitu sebesar
individu dapat memberi pengaruh pada .39. Nilai kuadrat koefisien korelasi ini adalah
penilaian individu terhadap sesuatu yang .15. Artinya, prosentase kemampuan
berbeda dari dirinya (Wang & Froese, keterampilan berpikit kritis dalam menjelaskan

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 126


NUGRAHA, MASLIHAH, & MISBACH

variansi toleransi beragama adalah sebesar Diakses dari


15%. Implikasinya, selain keterampilan berpikir http://www.jallr.com/index.php/JALLR/art
kritis, toleransi agama dapat dipengaruhi oleh icle/view/304
faktor-faktor lain. Studi lanjutan dengan Baihaki, E. S. (2020). Islam dalam merespons
demikian bisa melibatkan atau mengukur era digital: Tantangan menjaga
faktor-faktor tersebut, misalnya komunikasi umat beragama di Indonesia.
fundamentalisme, identitas sosial, lingkungan Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, 3(2),
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan 185–208.
masyarakat (Bukhori, 2010; Muhid & Fadeli, https://doi.org/10.20414/sangkep.v2i2.p-
2018). ISSN
Kelemahan kedua berkaitan dengan Bakar, A. (2016). Argumen Al-Quran tentang
kurang meratanya jumlah demografi suku eksklusivisme, inklusivisme dan
bangsa. Hal ini berdampak pada sulitnya pluralisme. Toleransi, 8(1), 43–60.
peneliti dalam mendeskripsikan secara lebih https://doi.org/10.24014/trs.v8i1.2470
mendalam dan lebih bervariasi keterampilan Boone, W. J. (2016). Rasch analysis for
berpikir kritis maupun toleransi beragama atas instrument development: Why, when, and
dasar kategorisasi suku bangsa. Untuk how?. CBE—Life Sciences
menutupi kekurangan ini, studi lanjutan bisa Education, 15(4), rm4.
menerapkan mixed method dengan https://doi.org/10.1187/cbe.16-04-0148
mengkombinasikan metode kuantitatif dan Broer, N. A., Muynck, B., Potgieter, F. J.,
kualitatif. Hal ini memungkinkan peneliti untuk Wolhuter, C. C., & Van der Walt, J. L.
menemukan temuan baru dan mendapatkan (2014). Measuring religious tolerance
informasi yang lebih mendalam dibandingkan among fnal year education students.
dengan metode kuantitatif semata. International Journal of Religious
Freedom, 7(1/2), 77–96. Diakses dari
Daftar Pustaka https://www.researchgate.net/publication/3
Afsahi, S. E. dan A. (2017). The relationship 33540202_Measuring_religious_tolerance
between mother tongue, age, gender and _among_final_year_education_students_T
critical thinking level. Journal of Applied he_birth_of_a_questionnaire
Linguistics and Language Research, 4(1), Bukhori, B. (2010). Prasangka terhadap
116–124. Diakses dari pemeluk agama lain dalam perspektif teori
http://jallr.com/~jallrir/index.php/JALLR/a belajar sosial dari Albert Bandura. Jurnal
rticle/view/479/pdf479 Psikologi, 3(1), 29-36.
Âsik. EV. H. (2019). Critical thinking Bustami, Y. (2016). Potensi nilai-nilai karakter
disposition levels of the religious culture mahasiswa multietnis dalam
and ethics teacher candidates (The sample mempengaruhi keterampilan berpikir kritis
of Manisa Celal Bayar University, Faculty pada pembelajaran biologi. Jurnal Biologi
of Theology Last Year Students). Journal dan Pembelajarannya, 3(1), 3–7.
of International Social Research, 12(62), https://doi.org/10.29407/jbp.v3i1.441
942–967. Casram, C. (2016). Membangun sikap toleransi
https://doi.org/10.17719/jisr.2019.3109 beragama dalam masyarakat plural.
Bagheri, F., & Ghanizadeh, A. (2016). Critical Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan
thinking and gender differences in Sosial Budaya, 1(2),187–198.
academic self-regulation in higher https://doi.org/10.15575/jw.v1i2.588
education. Journal of Applied Linguistics
and Language Research, 3(3), 133–145.

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 127


BERPIKIR KRITIS DAN TOLERANSI BERAGAMA

Cassanova, J. (2008). Public religions in the critical thinking skills and disposition
modern world. Chicago: Chicago toward critical thinking. Environmental
University Press. Education Research, 10(4), 507–522.
Cholilurrohman, M. (2016). Perbedaan https://doi.org/10.1080/135046204200029
toleransi antarumat beragama pada 1038
remaja di sma negeri, sma yayasan agama Fryling, M. J., Johnston, C., & Hayes, L. J.
dan sma asrama (pondok pesantren) di (2011). Understanding observational
Kabupaten Pati (Skipsi, Jurusan Psikologi, learning: An interbehavioral approach. The
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Analysis of Verbal Behavior, 27(1), 191-
Negeri Semarang, Semarang, Indonesia). 203. https://doi.org/10.1007/BF03393102
Diakses dari Greer, R. D., Dudek-Singer, J., & Gautreaux,
http://lib.unnes.ac.id/28673/1/1511412049. G. (2006). Observational learning.
pdf International Journal of Psychology,
Creswell W. J. (2013). Research design 41(6), 486–499.
pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan https://doi.org/10.1080/002075905004924
mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 35
Damisma, B. P., Pitoewas, B., & Nurmalisa, Y. Halpern, D. F. (1998). Teaching critical
(2018). Pengaruh pola komunikasi antar thinking for transfer across domains.
suku terhadap pembentukan sikap American Psychologist, 53(4), 449–455.
toleransi peserta didik. Jurnal Kultur https://doi.org/10.1037//0003-
Demokrasi, 7(3), 1-15. Diakses dari 066x.53.4.449
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JK Hashemi, S. A. (2011). The use of critical
D/article/view/16430/11803 thinking in social science textbooks of
Davies, M. (2015). A model of critical thinking high school: A field study of fars province
in higher education. In M. B. Paulsen in Iran. International Journal of
(ed.), Higher education: Handbook of Instruction, 4(1), 63–78. Diakses dari
theory and research (pp. 41-92). New https://eric.ed.gov/?id=ED522910
York, Dordrecht, London: Springer, Hayati, C. (2018). Penerapan kemampuan
https://doi.org/10.1007/978-3-319- berpikir kritis dalam pembelajaran menulis
12835-1_2 teks anekdot berorientasi sense of humor
Digdoyo, E. (2018). Kajian isu toleransi melalui media karikatur pada siswa Smk
beragama, budaya, dan tanggung jawab Kelas X. Wistara: Jurnal Pendidikan
sosial media. Jurnal Pancasila Dan Bahasa dan Sastra, 1(2), 199-209. Diakses
Kewarganegaraan, 3(1), 42–59. dari
https://doi.org/10.24269/jpk.v3.n1.2018.pp https://www.journal.unpas.ac.id/index.php/
42-59 wistara/article/view/2310
Dja’far M. A. (2015). Intoleransi kaum pelajar. Heong, Y. M., Othman, W. B., Yunos, J. B. M.,
Wahidinstitute.org. Diakses dari Kiong, T. T., Hassan, R. Bin, & Mohamad,
http://www.wahidinstitute.org/wi- M. M. B. (2011). The level of marzano
id/indeks-opini/280-intoleransi-kaum- higher order thinking skillsamong
pelajar.html technical education students. International
Ennis, R.H. and Weir, E. (1985). The Ennis- Journal of Social Science and Humanity,
Weir critical thinking essay test. Pacific 1(2), 121–125.
Grove, CA: Midwest Publications. https://doi.org/10.7763/ijssh.2011.v1.20
Ernst, J., & Monroe, M. (2004). The effects of Herlina, L. (2018). Disintegrasi sosial dalam
environment-based education on students’ konten media sosial facebook. TEMALI :

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 128


NUGRAHA, MASLIHAH, & MISBACH

Jurnal Pembangunan Sosial, 1(2), 232– Maasawet, E. T. (2010). Pengaruh strategi


258. https://doi.org/10.15575/jt.v1i2.3046 pembelajaran kooperatif snowballing pada
Hermawati, R., Paskarina, C., & Runiawati, N. sekolah multietnis terhadap kemampuan
(2017). Toleransi antar umat beragama di berpikir kritis sains biologi siswa smp
Kota Bandung. Indonesian Journal of Samarinda. BIOEDUKASI (Jurnal
Anthropology, 1(2), 105-124. Pendidikan Biologi), 1(1), 1-11.
https://doi.org/10.24198/umbara.v1i2.1034 https://doi.org/10.24127/bioedukasi.v1i1.1
1 81
Hisyam, M. (2006). Budaya kewarganegaraan Maimanah, M. (2013). Wanita dan toleransi
komunitas Islam di daerah rentan konflik. beragama (Analisis
Jakarta: LIPI Press. psikologis). Mu'adalah; Jurnal Studi
Istianah, E. (2013). Meningkatkan kemampuan Gender dan Anak, 1(1), 51-58.
berpikir kritis dan kreatif matematik https://dx.doi.org/10.18592/jsga.v1i1.666
dengan pendekatan model eliciting Mathson, S. M., & Lorenzen, M. G. (2008). We
activities (meas) pada siswa sma. Infinity won't be fooled again: Teaching critical
Journal, 2(1), 43. thinking via evaluation of hoax and
https://doi.org/10.22460/infinity.v2i1.23 historical revisionist websites in a library
Kasmo, M. A., Usman, A. H., Taha, M., Salleh, credit course. College & Undergraduate
A. R., & Alias, J. (2015). Religious Libraries, 15(1-2), 211-230.
tolerance in Malaysia: A comparative https://doi.org/10.1080/106913108021772
study between the different religious 26
groups. Review of European Studies, 7(3), Merino, S. M. (2010). Religious diversity in a
184–191. ―Christian nation‖: The effects of
https://doi.org/10.5539/res.v7n3p184 theological exclusivity and interreligious
Kurniawati, Z. L., Zubaidah, S., & Mahanal, S. contact on the acceptance of religious
(2016). Model pembelajaran remap cs diversity. Journal for the Scientific Study
(Reading concept map cooperative script ) of Religion, 49(2), 231–246.
untuk pemberdayaan keterampilan berpikir https://doi.org/10.1111/j.1468-
kreatif. Proceeding Biology Education 5906.2010.01506.x
Conference, 13(1), 399–403. Diakses dari Muhid, A., & Fadeli, M. I. (2018). Korelasi
https://jurnal.uns.ac.id/prosbi/article/view/ antara prasangka sosial dan toleransi
5760 beragama pada mahasiswa aktivis
Larsson, K. (2017). Understanding and teaching organisasi kemahasiswaan di perguruan
critical thinking—A new approach. tinggi umum. Al Qodiri: Jurnal
International Journal of Educational Pendidikan, Sosial dan Keagamaan, 15(2),
Research, 84, 32–42. 124-136.
https://doi.org/10.1016/j.ijer.2017.05.004 https://doi.org/10.1234/al%20qodiri.v15i2.
Lassig, C. J. (2009). Promoting creativity in 3191
education: From policy to practice – An Newmann, F. M., & Wehlage, G. G. (1993).
Australian perspective. Proceedings the Five standards of authentic
7th ACM Conference on Creativity and instruction. Educational Leadership, 50, 8-
Cognition: Everyday Creativity, 229-238. 8. Diakses dari
The Association for Computing https://eric.ed.gov/?id=EJ461121
Machinary, University of California: Nisa’, A. K., & Tualeka, M. W. N. (2017).
Berkeley, USA. Kajian kritis tentang toleransi beragama
https://doi.org/10.1145/1640233.1640269 dalam Islam. Al-Hikmah, 2(2), 1-12.

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 129


BERPIKIR KRITIS DAN TOLERANSI BERAGAMA

Diakses dari http://journal.um- 37127


surabaya.ac.id/index.php/Ah/article/view/1 Rahmawati, I., Hidayat, A., & Rahayu, S.
104 (2016). Analisis keterampilan berpikir
Nisvilyah, & Lely. (2013). Toleransi antarumat kritis siswa SMP Pada materi gaya dan
beragama dalam memperkokoh persatuan penerapannya. Pros. Semnas Pend. IPA
dan kesatuan bangsa (Studi kasus umat Pascasarjana UM, 1, 1112–1119. Diakses
Islam dan Kristen Dusun Segaran dari http://pasca.um.ac.id/wp-
Kecamatan Dlanggu Kabupaten content/uploads/2017/02/Ika-Rahmawati-
Mojokerto). Kajian Moral Dan 1112-1119.pdf
Kewarganegaraan, 2(1), 382–396. Redse, A. (2007). Freedom of religion,
Diakses dari religious tolerance, and the future of
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index. Christian mission in the light of Samuel P.
php/jurnal-pendidikan- Huntington's thesis on the clash of
kewarganegaraa/article/view/2657 civilizations and the remaking of the world
Orlando V.H. (2015). Konstruksi sosial atas order. Norwegian Journal of
sikap dan cara hidup bertoleransi antar Missiology, 61(4), 259-278. Diakses dari
umat beragama. Jurnal Mahasiswa https://journals.mf.no/ntm/article/view/417
Sosiologi, 2(4), 1-21. Diakses dari 2
http://jmsos.studentjournal.ub.ac.id/index. Reese, H. W., Lee, L. J., Cohen, S. H., &
php/jmsos/article/view/93/112 Puckett, J. M. (2001). Effects intellectual
Pambudiono, A., Zubaidah, S., & Mahanal, S. variables, ages, and gender on divergent
(2013). Perbedaan kemampuan berpikir thinking in adulthood. International
dan hasil belajar biologi siswa kelas X Journal of Behavioral Development, 25(6),
SMA Negeri 7 Malang berdasarkan jender 491–500.
dengan penerapan strategi jigsaw. Jurnal https://doi.org/10.1080/016502500420004
Pendidikan Hayati, 1(1). 1–10. Diakses 83
dari Rochmanudin. (2018, Februari19). Kasus
https://www.researchgate.net/publication/3 intoleransi dan kekerasan beragama
22467313_PERBEDAAN_KEMAMPUA sepanjang 2018. Idntimes.com Diambil
N_BERPIKIR_DAN_HASIL_BELAJAR_ dari
BIOLOGI_SISWA_KELAS_X_SMA_NE https://www.idntimes.com/news/indone
GERI_7_MALANG_BERDASARKAN_J sia/rochmanudin-wijaya/linimasa-kasus-
ENDER_DENGAN_PENERAPAN_STR intoleransi-dan-kekerasan-beragama-
ATEGI_JIGSAW sepanjang-2
Patnani, M. (2020). Pengajaran nilai toleransi Satrio, F. A. (2017, Januari 11). Komnas HAM:
usia 4-6 tahun. Jurnal Psikologi Ulayat, Kasus intoleransi terus meningkat.
1(1), 131–138. TimesIndonesia.co.id. Diakses dari
https://doi.org/10.24854/jpu28 https://www.timesindonesia.co.id/read/ne
Potter, M. Lane. (2010). From search to ws/140290/komnas-ham-kasus-
research: Developing critical thinking intoleransi-terus-meningkat
through web research skills© 2010. Sulaiman, A., & Syakarofath, N. A. (2018).
Washington: Microsoft Corporation. Berpikir kritis: Mendorong introduksi dan
Qodir, Z. (2018). Kaum muda, intoleransi, dan reformulasi konsep dalam psikologi Islam.
radikalisme agama. Jurnal Studi Pemuda, Buletin Psikologi, 26(2), 86-96..
5(1), 429. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.3
https://doi.org/10.22146/studipemudaugm. 8660

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 130


NUGRAHA, MASLIHAH, & MISBACH

Suleeman, E. (2018). Religious tolerance values le/10394/20717/Screen-


among students of Christian senior high enduser_IJRF_Vol7-
schools. KnE Social Sciences, 215-229. 1BroerMeasuringreligious.pdf?sequence=
https://doi.org/10.18502/kss.v3i10.2913 1
Sumadi, T., Yetti, E., Yufiarti, Y., & Wuryani, Woolfolk, A. 2008. Educational psychology
W. (2019). Transformation of tolerance active earning edition (10th ed.). London,
values (in religion) in early childhood UK: Pearson Education, Inc.
education. Jurnal Pendidikan Usia
Dini, 13(2), 386-400.
https://doi.org/10.21009/JPUD.132.13
Survei PPIM: Potret keberagamaan guru
Indonesia. (2018, Oktober 18).
ConveyIndonesia.com. Diakses dari
https://conveyindonesia.com/survei-ppim-
potret-keberagamaan-guru-di-indonesia/
Wang, X., & Froese, P. (2020). Attitudes
toward religion and believers in China:
How education increases tolerance of
individual religious differences and
intolerance of religious influence in
politics. Religion & Education, 47(1), 98-
117.
https://doi.org/10.1080/15507394.2019.16
26211
Widhayat, W., & Jatiningsih, O. (2018). (2018).
Sikap toleransi antarumat beragama pada
siswa Sma Muhammadiyah 4 Porong.
Kajian Moral dan Kewarganegaraan,
6(2), 596–610. Diakses dari
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.
php/jurnal-pendidikan-
kewarganegaraa/article/view/24925/22832
Widodo, T & Kadarwati, S. (2013). High order
thinking berbasis pemecahan masalah
untuk meningkatkan hasil belajar
berorientasi pembentukan karakter murid.
Cakrawala Pendidikan. 32(1), 161-171.
https://doi.org/10.21831/cp.v5i1.1269
Wolhuter, C. C., Van der Walt, J. L., Potgieter,
F. J., De Muynck, B., & Broer, N. A.
(2014). Measuring religious tolerance
among final year education students-the
birth of a questionnaire. International
Journal for Religious Freedom, 7(1-2), 77-
96. Diakses dari
https://repository.nwu.ac.za/bitstream/hand

MEDIAPSI │ 2020. Vol. 6, No. 2, 119˗131 131

Anda mungkin juga menyukai