Anda di halaman 1dari 18

Reviu Artikel Penelitian I

Topik Fanatisme

Penulis Robby Putra Dwi Lesmana, Muhammad Syafiq


Tahun 2022
Judul Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial
Jurnal Penelitian Psikologi
Volume & Volume 9 Nomor 3
Hal.
Website https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/download/461
46/38902
Diakses Tgl 18 April 2023

Problem Keragaman pengguna media sosial pada era ini memunculkan


(inti masalah) beberapa dampak dari para pengguna media sosial yang salah
satunya adalah masalah terkait dengan isu dan sikap keagamaan
intoleransi. Indonesia merupkaan negara yang beragama, ada
beberapa orang yang menyikapi bentuk dari kecintaan terhadap
agama yang dianutnya secara berlebih (fanatik). Dengan menjadikan
media sosial sebagai wadah untuk menyebarkan bentuk dari
informasi-informasi agama yang menurut beberapa orang tersebut
merupakan hal yang benar.

1
Metode Pendekatan:
Kualitatif (non eksperimen)

Subjek:
Pemilik akun media sosial yang memiliki aktifitas penyebaran isu
agama yang bersifat sensitif fan kontroversi serta memicu kearah
intoleransi. Terdapat 6 subyek dengan usia diatas 18 tahun dengan
latar belakang yang berbeda-beda baik pekerja maupun mahasiswa. 6
subyek tersebut diantaranya, MY (26 tahun), SN (21 tahun), ER (21
tahun), MW (29 tahun), LH (31 tahun), AS (33 tahun). Subyek
dipilih berdasarkan orinisalitas akun yang dimiliki dengan
kekonsistensian yang dilakukan oleh para subyek dengan
memposting konten-konten baik yang sensitif ataupun intoleransi.

Prosedur:
Penelitian ini diambil menggunakan jenis fenomenologi dengan
strategi penelitin yang mengidentifikasi pengalaman seseorang
terhadap suatu fenomena atau pengalaman tertentu dengan tujuan
untuk mengklarifikasi situasi atau fenomena yang dialami oleh
seseorang dalam kehidupan sehari-harinyanya.

Alat ukur:
Uji kredibilitas dengan menggunakan teknik triangulasi sumber data
dan member checking (Creswell, 2016). Triangulasi sumber data
yang dilakukan adalah, mengklarifikasi hasil wawancara dengan
postingan atau tulisan di sosial media. Sedangkan member checking
dilakukan dengan mengecek akurasi transkrip hasil wawancara
dengan cara memberikan kembali transi tersebut pada subyek.

Analisis Data:
Teknik analisi data menggunakan Interpretative Phenomenological
Analysis (IPA). Pendekatan IPA memiliki tujuan untuk menjelajahi

2
pemaknaan subyek terhadap keidupan pribadi sosialnya (Tindall,
2009). Proses analisis data dengan IPA ini menempatkan peneliti
sebagai instrumen penelitian yang aktf untuk memahami dunia
pengalaman subyek melalui proses interpretasi.

Hasil dan Hasil pengujian hipotesis:


interpretasi Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tiga tema uama yaitu
 Tujuan dan motivasi menyebarkan konten agama di
media sosial
Partisipan mengkonfirmasi secara gamblang maksud dan tujuan
menyebarkan konten agama di media sosial tak lain bukan untuk
memberikan informasi terkait agama yang menurut mereka
benar. Dengan dalih banyaknya terjadi penyimpangan di media
sosial yang dilakukan oleh khalayak banyak. Mereka
beranggapan dengan sikap antisipasi menyebarkan konten
beragama dapat dijadikan sebagai pengingat bagi mereka yang
sudah terlanjur jauh dari agama.
 Sudut pandang tentang fanatisme dan intoleransi dalam
beragama
Partisipan beranggapan bahwasannya sikap fanatisme bagi
mereka yang beragama adalah hal positif dan justru harus
mempunya rasa fanatisme terhadap agama sebagai bentuk rasa

3
cinta. Pun mengenai fanatisme ini, subyek beranggapan lebih
baik fanatik terhadap agama dibanding fanatik terhadap dunia.
Mengenai sikap toleransi, Mayoritas dari partisipan berpendapat
bahwa toleransi itu dilakukan bukan dalam ranah agama dan
aqidah akan tetapi dalam urusan sesama warnga negara saja.
 Persepsi atas dampak penyebarajn konten agama
Semua partisipan menyampaikan bahwa dampak yang terjadi
setiap kali memposting konten agama terutama konten yang
sensitive di masyarakat maka akan terjadi sebuah perbedaan
pandangan dalam melihat sebuah kebenaran di satu agama.
Partisipan mengatakan bahwa terbentuknya kelompok yang tidak
setuju bahkan bukan hanya berkomentar akan tetapi sudah
membuat postingan dan mengirim pesan melalui sosial media.
Hal itulah yang menjadikan polarisasi dampak dari penyebaran
konten agama yang berbeda dalam menilai kebenaran dan saling
klaim kebenaran satu sama lain.

Kritik - Subyek tidak di informasikan secara detail mengenai gender


- Fanatik dalam jurnal ini diarahkan pada agama islam saja
sebagai bentuk mayoritas di indonesia, tak dipungkiri bentuk
fanatikpun dapat terjadi di agama yang lain
Yang Perlu - Partisipan yang ditambah
Ditambahkan - Pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara bisa lebih
mendalam

4
Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial

FANATISME AGAMA DAN INTOLERANSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIAL

Robby Putra Dwi Lesmana


Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
robby.18069@mhs.unesa.ac.id

Muhammad Syafiq
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
muhammadsyafiq@unesa.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana pengguna media sosial memaknai sikap fanatik
kelompoknya dan intoleran terhadap kelompok lain dari sudut pandang mereka. Memahami sikap fanatik dan
intoleransi dengan mengacu pada sudut pandang pelaku penting dilakukan agar dapat diungkap motivasi dan
tujuan pelaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi. Enam pemilik
akun media sosial instagram yang aktif dalam penyebaran isu bermuatan fanatisme agama dan intoleransi
terlibat dalam penelitian ini. Mereka dipilih berdasarkan konsistesi dan keaslian postingan. Data diperoleh
melalui wawancara semiterstruktur. Analisis data menggunakan teknik Interpretative Phenomenological
Analysis. Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi partisipan dalam penyebaran konten bermuatan
fanatisme agama dan intoleransi adalah agar sikap keagamaannya diikuti orang lain. Mereka juga mamandang
bahwa pemikiran keagamaan yang berbeda adalah sesuatu yang salah dan berusaha untuk membenarkan
kesalahan tersebut. Partisipan memahami fanatisme adalah hal positif dalam menjalani sebuah praktik agama.
Para partisipan juga memandang fanatisme sebagai bentuk rasa cinta dan ketaatan pada agamanya. Selain itu,
para partisipan juga memaknai bahwa toleransi memiliki batasan, dan tidak bisa masuk dalam ranah agama.
Toleransi hanya berlaku dalam ranah menjani kehidupan sebagai warga negara.

Kata Kunci : Fanatisme agama, intoleransi, media sosial

Abstract

This study aims to explore how social media users who show their group's fanatical attitudes and intolerance
towards other groups and interpret these attitudes and behaviors from their point of view. Understanding
fanaticism and intolerance by referring to the perpetrator's point of view is important so that the motivation
and goals of the perpetrators can be revealed. This study uses a qualitative approach with phenomenological
methods. The participants in this study are six Instagram social media account owners who have activities to
spread issues regarding religious fanaticism that are more directed towards intolerance which were selected
purposively based on the consistency and authenticity of the posts. Data were obtained through semi-
structured interviews. Data analysis using Interpretative Phenomenological Analysis technique. The results
showed that the motivation of participants in disseminating religious content was to spread understanding so
that other people would follow and see that different thoughts were wrong and trying to justify these mistakes.
Participants understood fanaticism was a positive thing in undergoing a religious practice. Apart from that,
the participants considered that fanaticism was a form of love and obedience to the religion they believed in.
Participants also revealed that tolerance has limits and cannot enter the realm of religion. Tolerance is only in
the realm of living as a citizen.

Keywords: religious fanaticism, intolerance, social media

masyarakat Indonesia sebanyak 274,9 juta orang,


PENDAHULUAN persentase pengguna internet Indonesia jangkau 73,7
persen. Sementara untuk pengguna media sosial di
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki Indonesia, laporan mencatat ada 170 juta orang hingga
banyak sekali jumlah pengguna internet. Hootsuite & We Januari 2021. Angka ini naik 10 juta orang atau 6,3 persen
Are Sosial (2021) melaporkan jumlah pengguna internet dari tahun lalu. Hal tersebut menjadikan kemunculan
di Indonesia capai 202,6 juta orang hingga Januari 2021. media sosial sangat memudahkan seseorang untuk
Angka ini tumbuh 15,5 persen dari tahun sebelumnya berinteraksi dengan seseorang lainya bakan dengan
dengan kenaikan 27 juta orang. Dari total keseluruhan kelompok. Tingginya angka pengguna media sosialdi

36
Volume 9 Nomor 3 (2022). Character : Jurnal Penelitian Psikologi

Indonesia dan juga peningkatan setiap tahunnya tersebut dikarenakan komentar ataupun postingan dari
menjadikan media sosial memiliki dampak yang cukup pengguna media sosial yang mengandung unsur
besar. kebencian bahkan menimbulkan perpecahan. Salah
Salah satu dampak yang muncul dari peggunaan satunya adalah fenomena anonimitas di dunia digital
media sosial adalah masalah terkait dengan isu sikap menunjukkan sikap yangbertentangan dengan nilai sosial
keagamaan dan intoleransi (Ulya, 2016). Belakangan ini masyarakat seperti penyebaran ujaran kebencian (hate
media sosial di Indonesia disibukkan dengan berbabagi speech), produksi dan penyebaran informasi palsu (hoaks)
postingan seputar isu agama, diskriminasi kaum minoritas dan berbagai model penipuan online, serta kriminalitas.
dan hal-hal sejenis yang menyangkut fanatisme dan Anonimitas digital dikaji dari sebuah studi ilmu sosial
intoleransi dalam beragama. Meskipun platform online ini menunjukkan bahwa seseorang dapat bertindak lebih
membantu untuk terhubung secara global dan instan, agresif ketika ia yakin tidak akan dikenali atau diketahui
platform ini juga dapat bermanifestasi sebagai media (Citron & Norton, 2011)
intoleran dan ekspresi radikal (Agussalaim Burhanuddin Konflik keagamaan saat ini bisa dibilang merupakan
et al., 2021). Dalam media sosial terjadinya berbagai ancaman nyata bagi bangsa Indonesia. Ancaman ini tidak
konflik dan pertikaian yang mengatas namakan agama hanya ada di dunia nyata tetapi juga di dunia maya. Saat
sudah menjadi hal yang sering terlihat di masyarakat, ini, media sosial ditengarai menjadi sarana penyebaran
saling klaim kebenaran dan kurangnya pemahaman dalam paham intoleran yang menjadikan masyarakat sebagai
keberagaman menjadi titik awal munculnya perbedaan aktor sekaligus target dalam waktu bersamaan (Agussalim
persepsi yang berujung konflik antar agama maupun Burhanuddin et al., 2020). Intoleransi beragama muncul
dalam satu agama (Saraswati, 2013). dari sikap seorang individu yang terlalu fanatik terhadap
Hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat sebuah agama yang dianutnya Dan menganggap agama
UIN Jakarta di tahun 2017 menemukan ada 34,3% anut oleh orang lain itu salah. Hal tersebut tidak menjadi
responden setuju bahwa jihad adalah gerak-an melawan sebuah permasalahan besar jika tidak diungkapkan di
non-Muslim. Sedangkan tindakan kekerasaan agama sebuah media sosial yang luas akan tetapi jika
dipicu salah satunya oleh intoleransi dan dapat berubah diungkapkan di media sosial yang luas akan menimbulkan
menjadi terorisme sebagai bentuk paling akhir (Perkasa, berbagai aksi dan reaksi dari pengguna lainnya. Karena
2016). Hal ini dapat dilihat dengan berbagai postingan disebarkan di media sosial dan dilihat oleh ribuan bahkan
media sosial munculnya isu tentang seruan indonesia jutaan orang maka ini yang menyebabkan seseorang
menerapkan sistem negara islam atau khilafah dan bereaksi. Berbagai macam reaksi yang ditimbulkan yaitu
menerapkan aturan aturan islam didalamnya. Selain itu perdebatan antara orang yang setuju dan orang yang tidak
wacana pengkerdilan terhadap minoritas juga sering setuju. Agama yang harusnya mempunyai tujuan
digencarkan dan bertujuanya agar di Indonesia tidak ada meredam konflik kini berbalik benjadi faktor terjadinya
yang berhak berkuasa di dalamnya kecuali Islam. konflik (Widiat, 2017). Selain itu juga seseorang yang dia
Fenomena inilah yang melahirkan tuduhan seperti sesat, tidak mempunyai pendirian yang kuat akan Mudah
kafir, liberal dan lain-lain yang diniatkan untuk terpengaruh oleh isi dari postingan media sosial yang
membunuh karakter orang atau kelompok yang diserang. berisi konten fanatisme agama. Inilah yang diwaspadai
Supaya masyakat tidak lagi percaya dengan segala yang karena banyak pengguna media sosial dari berbagai
disampaikan dari orang atau kelompok tersebut. Berbagai kalangan yang sebelumnya tidak mempunyai pandangan
wacana dan isu keagamaan yang demikianlah yang apapun menjadi mempunyai sikap fanatisme terhadap
seringkali memenuhi dinding media sosial dan agama dan menimbulkan intoleransi karena terpengaruh
menjadikan titik awal munculnya sikap intoleran terhadap oleh postingan di media sosial.
kelompok lain. Jika dilihat dari pengertianya dalam Kamus Besar
Munculnya berbagai konflik horizontal akhir-akhir Bahasa Indonesia fanatisme dijelaskan sebagai keyakinan
ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang terancam. atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran seperti
Sebenarnya, keragaman agama dapat menjadi energi politik, agama, dan lain sebagainya. Chung et al., (2008)
positif dalam mengaktualisasi dan memelihara toleransi mengartikan fanatisme sebagai pengabdian luar biasa
antar umat beragama (Handayani, 2010). Sikap-sikap ini untuk sebuah objek, di mana pengabdian terdiri dari
muncul dan kita lihat di berbagai komentar media sosial gairah, keintiman, dan dedikasi terhadap suatu objek yang
ataupun di berbagai postingan dari akun media sosial mengacu pada merek, produk, orang (misalnya selebriti),
dapat berupa aksi maupun reaksi dari pengguna media acara televisi, atau kegiatan konsumsi lainya. Fanatik
sosial. Tidak jarang perilaku yang terjadi di dalam media cenderung bersikeras terhadap ide-ide mereka yang
sosial berujung kepada tindakan melanggar hukum, hal menganggap diri sendiri atau kelompok mereka benar dan

37
Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial

mengabaikan semua fakta atau argumen yang mungkin saling membenci dan menimbulkan fitnah antar umat
bertentangan dengan pikiran atau keyakinan. beragama dan timbulnya rasa intoleransi (Sahfutra, 2014).
Herlambang (2018) fanatisme adalah antusiasme Jika dilihat dari penjelasan dan bagaimana ciri ciri
yang diwujudkan melalui taraf emosi yang sifatnya fanatisme yang tidak bisa menerima pandangan yang
ekstrim. Ciri-ciri fanatisme yakni Kurang rasional, berbeda dan memaksakan kehendak yang dianggapnya
seseorang dalam bertindak atau mengambil keputusan benar terhadap orang lain menyebabkan dampak yang
tidak disertai pemikiran-pemikiran yang rasional dan sangat besar salah satunya yaitu tindakan intoleransi.
cenderung bertindakdengan mengedepankan emosi, Tindakan intoleransi saat ini sudah semakin besar dan
Pandangan yang sempit, seseorang lebih mementingkan marak di masyarakat, hal tersebut dibuktikan dengan
kelompoknya dan menganggap apapun yang ada dalam survei dari Wahid Institute tahun 2020 menggambarkan
kelompoknya sebagai sesuatu yang paling benar, bahwa sikap intoleransi di Indonesia cenderungmeningkat
akibatnya cenderung menyalahkan kelompok lain, dari 46% hingga sekarang menjadi 54%. Kecenderungan
Bersemangat untuk mengejar tujuan tertentu, adanya meningkat ini di pengaruhi oleh beberapa faktor di
tujuan-tujuan yang sangat ingin diraih, sehingga antaranyakontestasi politik, ceramah yang bermuatan
mempunyai perasaan menggebu-gebu guna mencapai ujar-an kebencian, dan unggahan bermuatan ujaran
tujuan tersebut. Fanatisme muncul akibat dari perbedaan kebencian di media sosial (Kartawidjaja, 2020).
agama baik dalam internal maupun eksternal agama itu Meningkatnya sikap intoleransi berakibat kepada
sendiri. Hal tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tindakan merusak atau berdampak kepada kelompok
kelompok yang memiliki pandangan sendiri-sendiri dan lainnya di tengah kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
penafsiran yang berbeda terhadap agama yang dianutnya. Hal tersebut tidak lepas dari derasnya gelombang aktivis
Wijaya, (2012) mengemukakan orang fanatik Islamis yang terus-menerus mensosialisasikan
kadang-kadang sangat mengagumkan dalam menjalankan keberadaanya, mensosialisasikan eksklusivitas hingga
ibadah. Mereka sangat aktif dan setia. Sangat tekun dalam pada sikap intoleransi baik di sekolah maupuan tingkat
mendalami kitab suci. Dalam hal bersaksi mereka tidak universitas (Iswanto, 2018). Sebenarnya hal yang wajar
pernah ketinggalan. Begitu juga saat memberi ketika seorang penganut agama mempecayai dan
persembahan, mereka tidak tanggung-tanggung. Namun, meyakini agama yang dianutnya yang paling benar, akan
kita sering dikejutkan oleh tindakan orang-orang fanatik, tetapi tidak bisa menjadikan penganut agama tersebut
karena mereka dapat tiba-tiba berubah wajah menjadi memiliki rasa eksklusifitas atas kebenaran tersebut dan
garang, menuduh dan menghukum orang yang tidak seharusnya menyadari adanya sebuah persamaan dan
setuju dengan pendapat mereka. Selain hal tersebut perbedaan dalam sebuah agama. Sayangnya hal tersebut
dampak dari fanatisme bisa dilihat dari tidak bisa yang jarang ditemukan dalam masyarakat khususnya di
menerima pandangan yang berbeda dan memaksakan media sosial. (Zulkarnain, 2011)
kehendak Yang dianggapnya benar terhadap orang lain Intoreransi menjadi tidak terkendali disebabkan
Hal inilah yang menjadikan masalah karena setiap semakin besarnya media sosial dan susah untuk
seseorang yang dirasa tidak sesuai dengan pandangannya dibendung. Kenyataan yang ada di media sosial sangat
akan disalahkan dan menjadi permasalahan terhadap memprihatinkan karena banyak yang belum menyadari
kedua belah pihak. bagaimana besikap menjunjung hak demokratis dalam
Nurhayati (2020) mengungkapkan Pembelajaran beragama yang dibuktikan dengan sikap eksklusifitas
agama mempengaruhi dan menentukan sikap yang dibenarkan memalui doktrin agama. (Faqih, 2011).
pemeluknya. Sebuah agama yang terutama mengajarkan Hal tersebut menjadikan seorang individu yang mudah
untuk menjaga hubungan damai dan harmonis antara terpengaruh dan mudah percaya terhadap berita yang
orang-orang dalam masyarakat kadang-kadang berbau agama akan lebih sensitif diterima seseorang jika
menciptakan intoleransi dan digunakan sebagai mempunyai pribadi dan sifat fanatik. Dapat dilihat ketika
pembenaran atas sikap yang diambil. Permasalahan menanggapi sebuah postingan yang memiliki kontroversi
tersebut menjadi semakin besar karena munculnya media dan memiliki sebuah persoalan yang tidak sesuai dengan
sosial yang dapat secara bebas seseorang mengungkapkan sudut pandang akan diperdebatkan. Semakin besarnya
dan menuliskan apa yang menjadi pemikirannya dan pergerakan seperti ini menjadikan agama yang seharusnya
pandangannya, menyebabkan permasalahan ini menjadi mampu menjadi dasar acuan manusia dalam menjalani
besar disebabkan tidak adanya rambu-rambu secara jelas, kehidupan bermasyarakat yang baik disalah gunakan
dapat menciptakan kecemasan dan kecemburuan pengikutnya dan berdampak menjadikan semakin
kelompok agama lain dan pada gilirannya bisa melahirkan besarnya potensi perpecahan di masyarakat Indonesia
konflik. Hal ini adalah gesekan yang paling efektif untuk (Ulya, 2016).

38
Volume 9 Nomor 3 (2022). Character : Jurnal Penelitian Psikologi

Indonesia merupakan negara yang memiliki bangsa pemeluk agama dapat mengedepankan bentuk-bentuk
yang majemuk dan multikultural. Pemaknaan majemuk di pluralisme dan menghormati perbedaan. Peran sosial
sini yaitu bangsa dari kelompok masyarakat yang media sangat besar sekali terhadap intoleransi yang terjadi
memiliki latar belakang adat istiadat, budaya, agama, dan tergantung Bagaimana pengguna sosial media
kepentingan atau masyarakat yang terdiri dari dua atau menggunakan dengan baik dan memanfaatkan kelebihan
lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri dalam suatu yang ada. Jika konflik yang mengatas namakan agama
kesatuan politik (Suryana & Rusdiana, 2015). terus terjadi disebabkan oleh penganut agama tidak
Keberagaman yang dimiliki sangatlah besar. Namun mampu menerima adanya keberagaman, maka sangat sulit
keragaman tersebut bisa menjadi ancaman jika tidak untuk diselesaikankarena keberagaman sesuatu yang tidak
dibina dan dijadikan modal sosial untuk membangun mungkin dihilangkan (Saraswati, 2013)
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena Peneliti sebelumnya (Sulistiana, 2017) menjelaskan
itu pentingnya sikap toleransi yang dimiliki oleh tentang bagaimana media sosial akhir-akhir ini dipenuhi
masyarakat Indonesia agar tetap menjaga persatuan dan oleh berita ataupun postingan seputar intoleransi agama
kesatuan bangsa dari perpecahan ataudisintegrasi. meliputi kekerasan dan diskriminasi agama. Hal ini tidak
(Muhid, 2020). lepas dari akibat penggunaan sosial media yang selalu
Sikap tidak toleran dan fanatik agama memang menginformasikan setiap waktu dan tanpa disadari
merupakan faktor penyebab konflik sosial, termasuk semakin besar media sosial memberitakan
manifestasi kekerasan terorisme. Meskipun kebebasan danmemunculkan postingan mengenai intoleransi agama
beragama dijelaskan dalam konstitusi Indonesia, praktik maka hal tersebut juga akan semakin menyebar luas.
sosial dan peraturan pemerintah tidak menjamin adanya Peneliti mencoba menemukan bagaimana efek yang
toleransi antar umat beragama (Fenton, 2016). Tindakan ditimbulkan media sosial terhadap penyebaran intoleransi
intoleransi yang dilakukan oleh individu dan kelompok agama serta Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat
akhir-akhir ini yang merasa sangat berhubungan dengan dalam menyikapi isu tersebut. Hasilnya menunjukkan
beberapa atau cita-cita agama telah menggarisbawahi bahwa media sosialsaat ini memegang peranan penting di
pentingnya penanaman toleransi beragama sejak dini dalam penyebaran intoleransi agama. Oleh karenanya
demi hidup berdampingan secara damai dalam komunitas perlu peranan pemerintah dalam mengkontrol fenomena
yang semakin beragam dan pluralistik (Van der Walt, ini. Selain itu peran masyarakat juga penting yakni
2016). Toleransi muncul ketika seseorang dapat dengan tidak mudah terprovokasi dan tidak terkesan
menghormati dan menghargai terhadap perilaku dan memihak pada satu golongan tertentu.
pandangan seseorang. Karena Indonesia memiliki Selain itu Nafi (2015) Membahas tentang bagaimana
berbagai macam agama ras dan suku maka toleransi yang banyak sekali munculnya gerakan radikalisme Islam yang
baik adalah dapat menghargai perbedaan yang ada dalam muncul di berbagai media sosial seperti Facebook
masyarakat Indonesia. YouTube Twitter dan aplikasi lainnya Digunakan sebagai
Sahfutra (2016) Kemajemukan suatu bangsa alat untuk melakukan persuasif. Strategi kekinian yang
memiliki dampak positif dalam memperkaya terus dipraktikkan “para pembela Islam” tersebut
keanekaragaman, akan tetapi hal tersebut dapat mempengruhi cara berfikir masyarakat Muslim. Mereka
menjadikan boomerang sebagai jurang pemisah jika tidak secara aktif menggunakan media sosial dengan menarget
didampingi rasa toleransi di dalamnya. Terjadinya anak-anak muda sebagai mayoritas warga di jejaring
Intoleransi disebabkan karena dampak kemajemukan akan sosial (netizen). Penelitian ini fokus pada kelompok
tetapi kurang referensi pengetahuan dan juga kurangnya radikalisme Islam, termasuk beberapa organisasi
referensi pertemanan atau hubungan dengan seseorang fundamentalisme Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia
yang berbeda mengakibatkan mereka memiliki pandangan (HTI), Harakah Tarbiyah dan Jamaah Salafi.
tidak bisa menerima. Dalam perbedaan adalah hal yang Latip (2019) Menjelaskan tentang bagaimana sosial
wajar ketika menganggap dirinya benar tetapi tetap media dapat berperan sebagai alat untuk membangun
menghargai pandangan orang lain tanpa menyalahkan kerukunan umat beragama karena besarnya
menjadi sebuah permasalahan dan solusi agar tidak akan perkembangan era teknologi memungkinkan Semua orang
menjadi pemicu konflik antar masyarakat. Konflik dapat menyampaikan informasi mengenai isu tentang
intoleran dipicu ketika seseorang sudah mengungkapkan agama. Penggunaan media sosial dapat berdampak baik
jika pemikiran dan pandangan yang dianutnya itu benar media sosial tersebut dimaknai sebagai media untuk
dan yang dianut oleh orang lain salah bahkan cenderung pemersatu bangsa namun tidak dipungkiri media sosial
menghakimi orang yang berbeda. Byrne, (2011) toleransi juga bisamenjadi penyebab perpecahan antar umat
beragama dapat eksis dalam keadaan pluralistik selama beragama. Untuk itu media sosial sebagai salah satu

39
Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial

produk dari pradaban harus digunakan secara beradab akun media sosial lebih tepatnya instagram yang memiliki
sehingga kebermanfaatannya bisa dirasakan oleh seluruh aktifitas penyebaran isu agama yang bersifat sensitif dan
masyarakat terutama antar umat beragama. Kemajuan kontroversi serta lebih mengarah ke intoleransi. subjek
teknologi semestinya menjadi solusi terhadap kesulitan penelitian ini melibatkan 6 pemilik akun media sosial
mendapatkan informasi, sehingga bisa menjadi media cek instagram yang berjenis kelamin laki-laki diantaranya MY
and blance terhadap berbagai persoalan dalam kerukunan (26 tahun), SN (21 tahun), ER (21 tahun), MW (29
umat beragama. tahun), LH (31 tahun), dan AS (33 tahun) yang dapat
Jika dilihat dari penelitian sebelumnya isu mengenai diakses melalui whatsapp dan direct message instagram
intoleransi antar umat beragama banyak sekali tersebar serta diwawancarai melalui voice call. Subjek yang
luas dalam media sosial dan media sosial memiliki diambil semuanya berusia 18 tahun keatas serta memiliki
dampak yang sangat besar terhadap penyebaran latar belakang berbeda baik mahasiswa maupun pekerja.
intoleransi. Karena itu dalam penelitian ini ingin Dalam pengambilan subjek dilihat dari keaslian akun
mengungkap apa motif serta proses bagaiman pengguna subjek serta konsistensi subjek dalam memposting di
sosial media bisa terpengaruh ataupun mempengaruhi sosial media yang berisi konten konten mengenai isu
pengguna media sosial lainya. agama yang bersifat sensitif dan kontroversi serta lebih
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi mengarah ke intoleransi. Media sosial instagram dipilih
bagaimana pengguna media sosial yang menunjukkan karena merupakan salah satu media sosial terbesar di
sikap fanatik kelompoknya dan intoleran terhadap indonesia dan memiliki pengguna cukup banyak.
kelompok lain serta memaknai sikap dan perilakunya
tersebut dari sudut pandang mereka. Memahami sikap Teknik Pengumpulan Data
fanatik dan intoleransidilakukan agar dapat diungkap Teknik pengumpulan data yang digunakan
motivasi dan tujuan pelaku. Penelitian ini maka ialahmelalui wawancara dan dokumen, dimana
diharapkan dapat mengetahui bagaimana seorang individu pengumpulan data yang utama adalah wawancara semi
terpengaruh oleh konten yang ada di sosial media terstruktur yang menggunakan beberapa pertanyaan yang
mengenai agama yang dibalut dengan fanatisme dan bersifat terbuka dan dibatasi oleh suatu tema dan alur.
intoleransi agar tidak terjadi konflik dalam masyarakat Teknik ini dilakukan agar partisipan dapat berbicara dan
serta dapat berkurang individu yang Mudah terpengaruh menyampaikan infomasi melalui proses wawancara
oleh isi dari media sosial yang mengandung unsur secara lebih bebas dan terbuka serta memudahkan
intoleransi dan kebencian. partisipan untuk memahami pertanyaan peneliti. Adapun
batasan tema dan alur digunakan dalam wawancara akan
METODE tersusun dalam suatu pedoman wawancara yang tidak
mengikat. Wawancara meliputi latar belakang subjek,
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. motivasi subjek, serta pemahaman subjek mengenai
Menurut Creswell, (2016) penelitian kualitatif adalah fanatisme agama dan intoleransi dan persepsi subjek
jenis penelitian yang mengeksplorasi dan memahami elihat dampak yang ditimbukan. Proses wawancara
makna di sejumlah individu atau sekelompok orang. dilakukan secara daring denganmenggunakan media
Penelitian ini menggunakan jenis fenomenologi. Creswell sosial whatsApp dan voice call. Proses wawancara tidak
(2016), menyatakan bahwa fenomenologi adalah strategi dilakukan secara tatap muka karena keterbatasan lokasi
penelitian yang mengidentifikasi pengalaman seseorang dan situasi pandemi COVID-19. Berkas data hasil
terhadap suatu fenomena atau pengalaman tertentu. wawancara kemudian disusun dalam bentuk transkrip
Pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk deskriptif lalu dilanjutkan dengan proses verbatim dan
mengklarifikasi situasi atau fenomena yang dialami oleh analisa data.
seseorang pada kehidupan sehari-harinya. Metode
Fenomenologi digunakan karena memungkinkan peneliti Teknik Analisis Data
untuk dapat mengeksplorasi lebih mendalam bagaimana Teknik analisis data menggunakan Interpretative
pengguna media sosial mengekspresikan sikap fanatik Phenomenological Analysis (IPA). Pendekatan IPA
terhadap kelompok sendiri dan intoleran terhadap sendiri bertujuan untuk menjelajahi pemaknaan subjek
kelompok agama lain dengan mengambil sudut pandang terhadap kehidupan pribadi dan sosialnya (Tindall, 2009).
para subjek sendiri. Menjaga perspektif subjek ini penting Proses analisis data dalam pendekatan IPA menempatkan
peneliti sebagai instrumen penelitian yang aktif untuk
Subjek memahami dunia pengalaman subjek melalui proses
Subjek penelitian yang digunakan yaitu pemilik interpretasi. Langkah-langkah analisis meliputi membaca

40
Volume 9 Nomor 3 (2022). Character : Jurnal Penelitian Psikologi

transkrip berulang-ulang, pencatatan awal (initial noting),


mengembangkan tema yang muncul (Emergent Themes), “saya rasa media sosial tempat yang sangat luas
mengembangkan tema super-ordinat, beralih ke transkrip untuk kita bisa melakukan apa saya dan semua
subjek berikutnya, menemukan pola antarsubjek, dan orang saya rasa punya media sosial, jadi konten
terakhir mendeskripsikan tema induk. saya tersebut lebih mudah tersebar luas di media
Uji keabsahan data yang digunakan peneliti ialah sosial dan menjadi pengetahuan untuk orang
uji kredibilitas yakni teknik triangulasi sumber data dan yang ingin belajar agama dan dapat diterapkan
member checking (Creswell, 2016). Triangulasi sumber di kehidupan sehari hari” (MW, 28 Desember
data yang dilakukan adalah, yaitu dengan mengklarifikasi 2021)
hasil wawancara dengan postingan atau tulisan di sosial
media. Sedangkan member checking dilakukan dengan MW mengungkapkan media sosial adalah wadah bagi
mengecek akurasi transkrip hasil wawancara dengan cara seseorang karena merupakan tempat yang luas dan semua
memberikan kembali transkrip tersebut pada subjek orang mempunyai media sosial. Hal ini sependapat
penelitian pemberi data untuk diperiksa. dengan pernyataan dari partisipan AS yang menyatakan

HASIL “saya ingin menjadikan media sosial saya


sebagai wadah dakwah untuk menyebarkan
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi tiga tema kebenaran dalam agama islam dan dipahami
utama yaitu tujuan dan motivasi menyebarkan konten banyak orang” (AS, 27 Desember 2021)
agama di media sosial, sudut pandang tentang fanatisme
dan intoleransi dalam beragama, persepsi atas dampak Partisipan AS berpendapat bahwa ingin memanfaatkan
penyebaran konten agama. media sosial yang dimiliki untuk menyebarkan sebuah
kebenaran yang dipahami. Partisipan LH menganggap
Tujuan dan Motivasi Menyebarkan Konten bahwa media sosial saat ini banyak konten negatif seperti
yang diungkapkan
Mayoritas dari semua partisipan mengungkapkan
tujuan dan motivasi membagikan postingan konten agama “karena di media sosial saat ini banyak sekali
yang sensitive dan menimbulkan perdebatan adalah untuk konten yang negatif karena itu saya mencoba
menyebarkan apa yang dianggapnya sebuah nilai untuk memberikan sebuah hal yangbermanfaat
kebenaran agama agar dapat diikuti oleh orang lain. Hal bagi orang lain dan penambah wawasan agama
tersebut sesuai dengan pernyataan dari partisipan ER yang seseorang” (LH, 23 Desember 2021)
mengatakan
Dengan banyaknya konten negatif di media sosial LH
“karena sebagi seorang muslim kita harus saling berusaha memberikan hal yang postif untuk disebarkan
mengingatkan terhadap suudara kita terutama dan memberikan wawasan agama bagi orang lain.
sesama muslim untuk menyampaikam sebuah
kebenaran. dan agar orang lain bisa termotivasi Selain menyebarkan pemahaman agar diikuti orang lain,
dan mengikuti apa yang saya sampaikan di tujuan dan motivasi partisipan dalam menyebarkan konten
postingan tersebut” (ER, 23 Desember 2021) agama di media sosial adalah berfikir bahwa pemahaman
yang berbeda dengan sudut pandang partisipan adalah hal
Selain untuk menyebarkan kebenaran dan orang lain yang salah dan berusaha memberikan sebuah pembenaran
dapat termotivasi ER juga berpendapat dengan atas hal itu memalui postingan media sosial. Hal itu sesuai
menyebarkan konten tersebut dapat memotivasi orang dengan yang diungkapkan partisipan SN yang
meninggalkan kebiasaan yang tidak baik mengungkapkan

“[…] lebih utamanya lagi dapat memotivasi “ […] kebiasaan yang sudah dijalankan di
seseoarng untuk meninggalkan kebiasan yang masyarakat dan banyak yang membenarkan hal
dilarang oleh agama” (ER, 23 Desember 2021) tersebut seakan akan itu adalah hal baik yang
sebenarnya adalah kegiatan yang dilarang atau
Tidak jauh berbeda dengan partisipan MW yang dibenci oleh agama. itu juga salah satu motivasi
mengungkapkan bahwa menyebarkan konten agama di dalam berdakwah di media sosial” (SN, 28
media sosial bertujuan agar apa yang disampaikan dapat Desember 2021)
terapkan orang lain di kehidupan sehari hari

41
Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial

Pandangan Terhadap Fanatisme dan Intoleransi


SN menyebutkan bahwa banyak kebiasaan yang ada di
kehidupan masyarakat adalah hal yang salah di agama dan Partisipan penelitian hampir semua beranggapan
itu merupakan salah satu bentuk motivasi dalam fanatisme dalam beragama adalah hal positif dan justru
berdakwah. Tidak begitu jauh dengan SN, partisipan LH harus mempunyai rasa fanatisme terhadap agama yang
juga berpendapat yang sama terkait hal tersebut. diyakini seperti halnya yang disampaikan MY berikut :

“saya lihat di media sosial dan kedidupan “setiap orang beragama harus mempunyai rasa
bermasyarakat terlalu banyak pelanggaran fanatisme karena kecintaan dan keyakinan yang
terhadap syariat agama yang mengatas namakan kuat terhadap agama yang kita jalani, karena
toleransi ataupin tradisi budaya dan saya disini saya beragama islam saya harus cinta dan
berusaha memyampaikan sesuai apa yang ada di membela agama saya jika saya rasa agama saya
agama” (LH, 23 Desember 2021) dihina” (MY, 27 Desember 2021)

Partisipan LH berpendapat bahwa banyak pelanggaran Hal yang sama juga diungkapkan oleh partisipan SN yang
syariaat agama di kehidupan masyarakat terutama dalam menjelaskan mengenai arti fanatisme dan menyatakan
tradisi dan berusaha menyampaikan kebenaran menurut bahwa pernyataan jangan terlalu fanatik adalah
sudut pandangnya. Begitu juga dengan partisipan ER pernyataan yang salah
yang memiliki pandangan tidak jauh berbeda
“karena makna fanatik itu adalah keyakinan
“setiaphal yang tidak sesuai dengan syariat yang kuat dan bukankah dalam agama harus
islam dan sunah nabi harus ditegakan. dan saya diajarkan yakin terhadap keyakinan kita sendiri?
melihat banyak di media sosial yang masi belum justru menurut saya statemen jangan terlalu
memahami karena itu saya berusaha untuk fanatik adalah statmen yang salah” (SN, 28
menyampaikan” (ER, 23 Desember 2021) Desember 2021)

ER berpendapat bahwa di media sosial banyak yang Selain itu pernyataan yang sependapat juga dingkapkan
belum memahi terkait syariat islam dan sunnah nabi oleh ER yang mengatakan bahwa seseorang yang
karena itu dengan memposting di media sosial adalah beragama tapi tidak mempunyai rasa fanatisme harus
usahanya dalam menegagkan kebenaran. Disisi lain patut dipertanyakan
partisipan MY menyadari terlau banyak perbedaan
pemahaman mengenai agama dan berusaha “jika seseoranh beragama tapi tidak ada rasa
menyampaikan apa yang benar menurut sudut pandang fanatisme di dalamnya mungkin harusnya patut
pribadinya. dipertanyakan. karena fanatisme bukan sebuah
hal yang negatif dan wajar bahwa seseorang
“[…] terlalu banyak pemahaman yang berbeda yakin terhadap agamanya” (ER, 23 Desember
mengenai pemahaman agama. dan saya ingin 2021)
menyampaikan kebenaran yang sesuai dengan
syariat islam terkait hal itu” (MY, 27 Desember Pernyataan yang sama dan tidak jauh berbeda juga
2021) diungkapkan oleh partisipan MW yang mengungkapkan
bawa lebih baik fanatik terhadapagama daripada fanatik
Mayoritas dari semua partisipan berpendapat bahwa terhadap dunia.
motivasi lain dalam menyebarkan postingan agama di
media sosial selain ingin menyebarkan pemahaman agar “[…] dan saya rasa juga tidak ada masalah
diikuti orang lain juga memiliki tujuan untuk fanatik terhadap agama dan mungkin bentuk
membenarkan sebuah perilaku ataupun kebiasaan yang ketaatan terhadap agama, daripa kita fanatik
ada di masyarakat yang menurut sudut pandang partisipan terhadap dunia” (MW, 28 Desember 2021)
adalah hal yang salah sesuai dengan syariat dan
pemahaman agama mereka dan ingin membenarkan Sebagian besar dari partsipan mengungkapkan bahwa
perilaku tersebut sesui sudut pandang nilai kebenaran dari setiap orang yang beragama harus memiliki rasa fanatik
partisipan. terhadap agamanya karena sebagai bukti bahwa rasa cinta
dan kepercayaan yang tinggi. Justru sebagian partisipan

42
Volume 9 Nomor 3 (2022). Character : Jurnal Penelitian Psikologi

berpendapat bahwa seseorang yang tidak memiliki rasa partisipan dalam penyebaran konten agama, hal tersebut
fanatik patut dipertanyakan. Selain itu partisipan pasti memiliki dampak yang terjadi di dalam
mengungkap lebih baik fanatik terhadap agama daripada keberagaman masyarakat Indonesia. Dalam hal ini ingin
fanatik terhadap dunia melihat bagaiman persepsi partispan atas dampak yang
muncul dan terlihat akibat dari penyebaran konten agama
Selain pemaknaan terhadap fanatisme agama partisipan yang dilakukanya. Partisipab mengungkap terjadinya
juga berpendapat mengenai makna toleransi dalam perbedaan dalam melihat sudut pandang agama di tengah
menjalankan agama. Makna toleransi diungkapkan oleh masyarakat. Hal tersebut terlihat dari apa yang
MY yang mengungkapkan bahwa toleransi itu dalam disampaikan oleh partisipan
kehidupan warga negara bukan dalam urusan agama
“muncul dan terbentuknya kelompok yang tidak
“bagi saya toleransi itu ada dalam hal setuju dengan apa yang saya sampaikan dan
kehidupan sesama warga negara saja, jika sudah kelompok yang tidak setuju tersebut
masuk dalam ranah akidah agama sudah bukan mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok
toleransi. itu sudah menyalahi aturan yang toleran yang sudah keluar dari nilai nilai
agama”(MY, 27 Desember 2021) agama” (AS, 27 Desember 2021)

Makna toleransi yang disampaikan MY mengenai bukan Partisipan AS mengatakan bahwa terbentuknya juga
dalam urusan agama juga sependapat dengan partisipan kelompok yang tidak setuju dengan apa yang partisipan
LH yang mengungkapkan toleransi tidak boleh sampaikan. Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang
menyangkut aqidah agama diungkapkan partisipan ER

”[…] toleransi itu ada batasanya, tidak semua “saya menyadari banyak juga kelompok yang
hal bisa ditolerasikan apalagi menyangkut tidak sependapat dengan saya bahkan mereka
agama apalagi menyangkut aqidah” (LH, 23 juga membuat postingan untuk menyerang
Desember 2021) argumen saya” (ER, 23 Desember 2021)

Pemaknaan toleransi dengan artian sempit diperjelas lagi ER mengungkapkan yang tidak setuju dengan yang
oleh pernyataan dari SN yang mengungkapkan disampaikan juga membuat postingan dan menyampaikan
kebenaran sesuai sudut pandangnya. Hal itu sejalan
“[…] kalau saya tidak toleransi saya sudah dengan apa yang dismapikan oleh partisipan MW
melarang orang agama lain menjalankan
ibadah, buktinya kan tidak” (SN, 28 Desember “banyak yang sependapat dengan apa yang saya
2021) posting dan ada juga yang tidak, dan hal itu
menjadikan sebuah perdebatan argumen di
SN memaknai bahwa arti kata toleransi adalah yaitu kolom komentar serta dan banyak juga pesan
dengan membiarkan dan tidak melarang orang agama lain masuk di media sosial saya” (MW, 28 Desember
menjalakan ibadah sesuai dengan keyakinyanya. Begitu 2021)
juga dengan partisipan AS yang mengungkapkan bahwa
toleransi tidak untuk ranah agama “[…] bebera bahkan menyampaikannya melalui
postingan juga bukan hanya dikolom komentar
“agamaku untukku, agamamu untukmu. toleransi saya” (MW, 28 Desember 2021)
itu harus asal bukan ikut ikutan urusan agama
orang” (AS, 27 Desember 2021) MW mengungkapkan seseorang atau kelompok yang
tidak setuju bahkan bahkan sampai mengirimkan pesan
Mayoritas dari partisipan berpendapat bahwa toleransi itu kepada dirinya. Dilain sisi partisipan LH mengungkapkan
dilakukan bukan dalam ranah agama dan aqidah akan bahwa ketidak setujuan tersebut adalah sebuah tantangan
tetapi dalam urusan sesama warnga negara saja. dalam menyampaikan kebenaran

Persepsi Atas Dampak Penyebaran Konten Agama “saya rasa tidak sedikit yang tidak setuju dengan
saya dan saya menganggap itu adalah sebuah
Setelah menggali bagimana motivasi dan tujuan tantangan dalam menyampaikan kebenaran

43
Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial

agama yang sayapercayai. apalagi kepada pemahaman yang hampir sama dalam memaknai tujuan
sesama sudara muslim kan harus saling dan motivasi partisipan dalam menyebarkan konten
mengingatkan” (LH, 23 Desember 2021) agama yang bersifat sensitif dan kontroversial adalah
untuk menyampaikan kebenaran yang diyakini menurut
Berkaitan dengan apa yang disampaikan LH mengenai sudut pandang partisipan serta bertujuanagar orang lain
kepada sudara muslim saling mengingatkan hal itu juga dan pembaca dapat mengikuti apa yang partisipan yakini.
dilakukan oleh partisipan SN dalam sebuah postingan selain itu partisipan memandang bahwa sebuah perbedaan
yang disampaikanya pemahaman adalah hal yang salah dan mencoba untuk
membenarkan sesuai sudut pandangnya. Partisipan juga
“terjadi perdebatan argumen terutama ketika memahami makna fanatisme dan intolransi dalam
mebahas mengenai adat istiadat di masyarakat menjalankan agama. Fanatisme dianggap sebagai hal
yang sebenarnya dilarang di agama islam yang postif dan harus ada dalam diri seseorang yang
misalnya adat yang ada di masyarakat jawa. meyakini agamanya. hal itu yang berdapak terjadinya
pasti banyak yang menyerang postingan saya, perbedaan pandangan kelompok agama dan tindakan
padahal saya menyampaikan kebenaran yang intoleransi di masayarakat karena perbedaan sudut
ada dalam agama islam” (SN, 28 Desember pandang dalam melihat kebenaran di satu agama yang
2021) sama.
Dilihat dari apa yang dilaporkan partisipan
SN berpendapat bahwa setiap kali membahas hal sensitive terkait tujuan dan motivasi dalam menyebarkan konten
terkait adat istiadat yang menurut sudut pandangnya itu agama di media sosial, Partisipan mengungkapkan bahwa
dilarang di agamanya pasti akan terjadi perdebatan tujuanya adalah untuk menyebarkan pemahaman dan
argumen. Sama halnya seperti MY yang juga ketika kebenaran agar diikuti orang lain serta melihat bahwa hal
membahas hal sensitive di postinganya yang berbeda dari sudut pandangnya adalah salah dan
sesuatu yang harus dipebaiki. Hal tersebut sesuai dengan
“[…] contohnya saja kemarin ini di waktu natal apa yang diungkapkan partisipan ER yang mengatakan
saya menyampaikan bagaimana hukum bahwa agar orang lain bisa termotivasi dan mengikuti apa
mengucapakan natal itu menjadi perdebatan. yang ia sampaikan. Dan lebih utamanya dapat memotivasi
padahal yang saya sampaikan hukum dan seseorang untuk meninggalkan kebiasaan yang dilarang
pandangan ulama bukan argumen pribadi saya” oleh agama. Dari ungkapan tersebut terlihat bahwa ER
(MY, 27 Desember 2021) berusaha agar orang lain dapat mengikuti pemahaman
kebenaran sesuai sudut pandang dirinya dan hal tersebut
Semua partisipan menyampaikan bahwa dampak yang belum tentu dapat diterima karena sudut pandang setiap
terjadi setiap kali memposting konten agama terutama orang dalam melihat kebenran tidak bisa disamakan.
konten yang sensitive di masyarakat maka akan terjadi Karena tercapainya kerukunan antar umat beragama
sebuah perbedaan pandangan dalam melihat sebuah terwujud ketika mengakui adanya keberagaman dan juga
kebenaran di satu agama. Partisipan mengatakan bahwa memahami adanya persamaan ataupun perbedaan
terbentuknya kelompok yang tidak setuju bahkan bukan (Subkhan, 2007)
hanya berkomentar akan tetapi sudah membuat postingan Tidak jauh berbeda denga ER partisipan lain juga
dan mengirim pesan melalui sosial media. Hal itulah yang mengungkapkan tujuan yang sama. MW mengatakan
menjadikan polarisasi dampak dari penyebaran konten media sosial tempat yang sangat luas untuk bisa
agama yang berbeda dalam menilai kebenaran dan saling melakukan apa saja dan memudahkan menyebarkan
klaim kebenaran satu sama lain. konten di media sosial untuk menjadi pengetahuan orang
yang ingin belajar agama dan dapat diterapkan di
PEMBAHASAN kehidupan sehari hari. Selain itu Tujuan ingin
Hasil penelitian berhasil mengidentifikasi tiga menyebarkan pemahaman dan diikuti orang lain juga
tema utama yaitu mtujuan dan motivasi menyebarkan terungkap dari pernyataan partisipan AS yang
konten agama yang bersifat sensitif dan kontroversi, mengatakan bahwa ingin menjadikan media sosial
memahami sudut pandang fanatisme dan makna toleransi miliknya sebagai tempat dakwah dalam memberikan
dalam beragama, dan melihat persepsi partisipan terhadap pengetahuan dan kebenaran dalam agama. Tujuan
dampak yang terjadi akibat penyebaran konten agama tersebut belum tentu diterima di masyrakat luas apalagi di
tersebut dari sudut pandang partisipan. dari tiga tema sampaikan di media sosial yang sifatnya umum dan
utama tersebut menunjukan bahwa partisipan memiliki terbuka bisa berpotensi memicu konflik karena terletak

44
Volume 9 Nomor 3 (2022). Character : Jurnal Penelitian Psikologi

pada sifat dari agama dari yang ekspansif, khususnya (Zulkarnain, 2011).
agama yang sama-sama mengklaim sebagai agama misi Tidak berbeda jauh dengan apa yang disampaikan
dan dakwah (Sahfutra, 2014) LH mengenai tujuan dalam penyebaran konten agama, ER
Terkait dengan apa yang disampaikan oleh partispan juga mengungkapkan hal yang sama yang mengatakan
lainya, Partisipan LH mengungkapkan bahwa media bahwa tindakan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan
sosial saat ini dipenuhi dengan konten yang negatif dan syariat agama harus diperbaiki dan tidak bisa dibenarkan
tidak mendidik karena itu partisipan LH ingin tindakanya, dan ER berusaha menyampaikan hal tersebut
memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat dalam karena menganggap bahwa banyak dari pengguna media
menambah wawasan pengetahuan agama. Motivasi sosial yang tidak memahami. Tujuan ER tidak terlalu
tersebut menjadi hal positif ketika tidakdikuti dengan sifat menjadi permasalahan jika di sampaikan di forum
memaksakan kebenaran yang dipercayai kepada orang tertutup, akan tetapi berbeda jika di sampaikan di media
lain karena perbedaan adalah konsekuensi dalam sosial. Sebagai media yang memiliki kemajemukan dan
menjalani kehidupan di negara yang multicultural ini keberagaman pengguna, kita boleh mengabaikan adanya
(Ulya, 2016) perbedaan keyakinan, tapi harus saling menghormati (Ali,
Motivasi lain dari penyebaran konten agama di 2012).
media sosial yang dilakukan oleh partisipan adalah Setelah mengetahui bagaimana tujuan dan
menganggap sesuatu hal yang berbeda dari sudut motifasi partisipan dalam menyebarkan konten agama di
pandangnya adalah salah dan merupakan sesuatu yang media sosial, selanjutnya ingin melihat bagaimana sudut
harus diperbaiki. Hal tersebut kembali lagi pada ciri ciri pandang partisipan dalam memaknai fanatisme dan
fanatisme yang menganggap bahwa kelompoknya paling intoleransi dalam menjalani sebuah agama. Mayoritas dari
benar dan kelompok lain salah. Karena berlandaskan atas partisipan mengungkapkan bahwa fanatisme dalam
dasar agama partisipan menganggap bahwa hal tersebut menjalankan praktik agama adalah hal yang perlu ada
bisa menjadi sebuah pembenaran terhadap sesuatu yang dalam diri seseorang untuk membuktikan bahwa
berbeda dengan dirinya. Nurhayati (2020) keyakinan dan kecintaan terhadap agamanya. Rasa
mengungkapkan ajaran agama mempengaruhi dan fanatisme tersebut dapat diungkapkan ketika merasa
menentukan sikap pemeluknya. Sebuah agama yang agama yang diyakini dihina dan tidak akan diam saja, hal
terutama mengajarkan untuk menjaga hubungan damai tersebut sesuai apa yang diungkapkan oleh partisipan MY.
dan harmonis antara orang-orang dalam masyarakat Dari semua partisipan tidak ada yang melaporkan bahwa
kadang-kadang menciptakan intoleransi dan digunakan fanatisme agama adalah sebuah hal yang negatif dan tidak
sebagai pembenaran atas sikap yang diambil. Pernyataan harus dimiliki seseorang dalam beragama. Semua
tersebut terlihat dari yang diungkapkan mayoritas partisipan berpendapat bahwa fanatisme dalam beragama
partisipan. Contohnya SN, mengungkapkan bahwa adalah hal yang postif dan menurut partisipan SN
banyak kegaiatan dan kebiasaan yang ada di masyarakat mengungkapan jangan terlalu fanatik adalah hal yang
yang dilarang menurut syariat agama dan hal tersebut salah dan patut dipertanyakan. Dari pernyataan partisipan
harus diperbaiki. SN tidak menyadari Perbedaan agama terlihat bahwa jika seseorang tidak punya rasa fanatisme
dalam masyarakat Indonesia yang multikultural adalah terhadap agamanya merupakan perilaku yang salah dan
sebuah keniscayaan, seharusnya ini pengetahuan dasar diragukan dalam meyakini sebuah agama.
yang wajib dipahami masyarakat Indonesia (Ulya, 2016) Partisipan tidak menyampaikan dan tidak
Pernyataan lainya diungkapkan oleh LH yang menyadari apa dampak negatif yang terjadi akibat rasa
mengatakan di kehidupan masyarakat terlalu banyak fanatisme yang berlebihan dan meyakini menurut sudut
pelanggaran terhadap syariat agama yang mengatas pandangnya fanatisme adalah sebuah tindakan yang
namakan tradisi budaya. Pernyataan dari pasrtisipan LH positif. pernyataan dari MW yang mengungkapkan bahwa
mencerminkan pembenaran atas sikap yang diambil lebih baik fanatik terhadap agama daripada fanatik
karena atas dasar pengetahuan agama dari sudut terhadap dunia menunjukan bahwa pemaknaan kata
pandangnya. Makna toleransi yang artinya mengharagi fanatisme memahami dengan makna hitam putih.
sebuah perbedaan tidak terlihat dalam pernyataan Partispipan menganggap bahwa jika seseorang fanatik
pasrtisipan. Partisipan tidak dapat menerima sebuah terhadap dunia maka pasti tidak fanatik terhadap agama
perbedaan pandangan yang tidak sesuai dengan sudut begitupun sebaliknya. Pemaknaan kata fanatisme juga
pandangnya berkaitan dengan agama. Fakatanya, Jaminan tidak dijelaskan bagaiama porsinya dalam menjalani
akan eksistensi masing-masing agama dan kepercayaan sebuah agama dan tidak menjelaskan seperti apa
yang hidup di Indonesia dijamin oleh Negara untuk implemantasi dari kata fanatik dalam menjalani praktik
menjalanjan ajaran agama sesuai yang diyaini agama, hanya partisipan MY yang mengungkapkan

45
Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial

bahwa bentuk dari fanatiknya adalah akan membela kehidupan warga negara jika sudah masuk dalam ranah
agama jika dirasa ada yang menghina atau menistakan agama sudah bukan disebut toleransi dan malah
agama yang diyakininya. Dilihat dari apa yang menyalahi aturan agama. Makna toleransi dalam sudut
disampaikan, partisipan memahami dan menjalani agama pandang partisipan memiliki batasan dalam ranah agama.
secara eksklusif dan fanatik yang memungkinkan dapat Ungkapan mengejutkan mengenai makna toleransi
terjadinya konflik atas dasar pembelaan terhadap tuhan diungkapkan oleh partisipan SN yang mengatakan jika
dan agama (Saraswati, 2013). dirinya tidak toleransi maka dia pasti sudah melarang
Jika mengutip makna fanatik terhadap agama agama lain menjalankan ibadah. Pernyataan tersebut
menurut Wijaya, (2012) mengemukakan orang fanatik menjelaskan makna toleransi dalam artian sempit dan
kadang-kadang sangat mengagumkan dalam menjalankan hanya sebatas kewajiban sebagai warga negara yang
ibadah. Mereka sangat aktif dan setia. Sangat tekun dalam saling menghormatai antar sesama umat beragama. Suka
mendalami kitab suci. Dalam hal bersaksi mereka tidak ataupun tidak, siapapun tidak dapat membantah fakta
pernah ketinggalan. Begitu juga saat memberi tentang puralitas agama, tidak masuk akal hanya
persembahan, mereka tidak tanggung-tanggung. Namun, agamanya saja yang dapat hidup dan berkembang di dunia
kita sering dikejutkan oleh tindakan orang-orang fanatik, ini yang dimana semua manusia juga berhak hidup
karena mereka dapat tiba-tiba berubah wajah menjadi (Sahfutra, 2014)
garang, menuduh dan menghukum orang yang tidak Byrne (2011) menjelaskan mengenai toleransi
setuju dengan pendapat mereka. Ungkapan dan makna beragama dapat eksis dalam keadaan pluralistik selama
fanatik yang seperti itu tidak disadari dan bahkantidak pemeluk agama dapat mengedepankan bentuk-bentuk
disetujui oleh partisipan. Partisipan melihat makna fanatik pluralisme dan menghormati perbedaan. Pemaknaan
adalah hal postif karena dilihat dari sudut pandangnya toleransi yang lebih luas tersebut tidak terlihat dari
dalam menjalankan agama. ungkapan partisipan. Bentuk bentuk pluralisme dan
Herlambang (2018) menjelaskan bagaimana ciri- menghormati perbedaan tersebut memiliki maknaterbatas
ciri fanatisme yakni Kurang rasional, seseorang dalam jika dilihat dari ungkapan partisipan LH yang mengatakan
bertindak atau mengambil keputusan tidak disertai tolerasnsi itu ada batasanya tidak semua hal dapat
pemikiran-pemikiran yang rasional dan cenderung ditoleransikan jika menyangkut agama. Jika dilhat dari
bertindak dengan mengedepankan emosi, Pandangan yang pernyataan dan sudut pandang partisipan terhadap makna
sempit, seseorang lebih mementingkan kelompoknya dan toleransi, maka partisipan tidak bisa bersikap toleransi
menganggap apapun yang ada dalam kelompoknya terhadap sesuatu hal yang berhubungan dengan agama
sebagai sesuatu yang paling benar, akibatnya cenderung dan hal tersebut tersebut merupakan dampak dari sikap
menyalahkan kelompok lain, Bersemangat untuk fanatisme.
mengejar tujuan tertentu, adanya tujuan-tujuan yang Menguatkat pernyataan dari Wijaya (2012) kita
sangat ingin diraih, sehingga mempunyai perasaan sering dikejutkan oleh tindakan orang-orang fanatik,
menggebu-gebu guna mencapai tujuan tersebut. Hal karena mereka dapat tiba-tiba berubah wajah menjadi
tersebut tidak sepenuhnya ada dan tidak sepenuhnya garang, menuduh dan menghukum orang yang tidak
mencerminkan partisipan. Akan tetapi dalam beberapa setuju dengan pendapat mereka. Dalam hal ini terlihat
poin seperti bersemangat untuk mengejar tujuan tertentu bahwa sikap fanatisme seseorang saling berkaitan dengan
dan menganggap apapun yang ada dalam kelompoknya tingkat toleransi yang dimiliki. Seseorang yang memiliki
sebagai sesuatu yang paling benar serta cenderung sikap fanatisme tinggi maka akan lebih sulit untuk melihat
menyalahkan kelompok lain. Hal tersebut yang makna toleransi yang lebih luas. Merasa tidak senang
menjadikan tercipatnya peran ganda agama karena terhadap kepercayaan atau agama lain salah satu sikap
munculnya sikap fanatik. Agama yang seharusnya yang melanggar makna toleransi, keberagaman agama
membawa pesan damai menjadi sebuah penyebab konflik dan kepercayaan merupakan ketetapan atas Tuhan
karena kesal pamaham dalam menjalani (Widiat, 2017). (Sahfutra, 2014)
Selain melihat bagaiman partisipan memaknai Dari sebuah aksi penyebaran konten agama di media
fanatisme dalam sudut pandangnya, partisipan juga sosial yang dilakukan partisipan dengan tujuan dan
mengungkapkan bagaimana arti kata toleransi dalam motivasi tersebut dan melihat bagaimana partisipan
menjalani praktik agama. Hampir semua partisipan memahami makna fanatisme dan intolera dalam menjalani
berpendapat bahwa toleransi adalah hal bisa dilakukan agama, pastinya menimbulakan dampak yang terjadi di
diluar agama dan tidak boleh masuk dalam ranah agama. tengah masyarakat dan dampak tersebut juga dirasakan
Hal tersebut terlihat dari apa yang diungkapkan partisipan bahkan disadari oleh partisipan sendiri. Melihat dari sudut
MY yang mengungkapkan bahwa toleransi ada dalam pandang atau persepsi partisipan bagaimanan danmpak

46
Volume 9 Nomor 3 (2022). Character : Jurnal Penelitian Psikologi

yang terjadi akibat penyebaran konten agama yang natal akan menjadi sebuah perdebatan. MY juga tidak
dilakukanya di media sosial, partisipan AS mengatakan menyadari kemajukan bangsa indoensia yang melihat
muncul dan terbentuknya kelompok yang tidak setuju kebenaran hanya dari sudut pandang dirinya dan
dengan apa yang ia sampaikan. Pernyataan lain juga menganggap hal yang berbeda adalah salah. Sikap
diungkapkan oleh partisipan ER yang menyadari banyak tersebut terjadi dampak dari rasa fanatik terhadap apa
kelompok yang tidak sependapat dengan dirinya bahkan yang diyakini. Sikap tidak toleran dan fanatik agama
sampai membuat postingan untuk menyerang argument memang merupakan faktor penyebab konflik sosial,.
partisipan ER. Tindakan tersebut merupakan bentuk Meskipun kebebasan beragama dijelaskan dalam
reaksi dari postingan ER yang menganggap bahwa konstitusi Indonesia, praktik sosial dan peraturan
perbedaan yang tidak sesuai sudut pandangya harus pemerintah tidak menjamin adanya toleransi antar umat
dibenarkan. Ungkapan partisipan mempertegas beragama (Fenton, 2016)
kemunculan aliran-aliran pemahaman agama, seperti
radikalisme, fundamentalisme, liberalisme, turut SIMPULAN
menambah panjang daftar kecurigaan antaragama, Penelitian ini menyimpukan bahwa tujuan
sehingga sangat memungkinkan menjadi sumber konflik partisipan menyebarkan konten sikap keberagamaan
antarumat beragama (Saraswati, 2013) adalah agar bisa diikuti oran lain dan memahami
Tidak jauh berbeda dampak yang dilihat oleh perbedaan adalah hal yang harus dibenarkan. partisipan
partisipan MW, Bahkan MW mengalami hal yang sama berusaha menyapiakan apa yang dianggapnya benar bisa
sampai menyerang argumen melaluai pesan pribadinya. memotivasi oaring lain dan dapat diterapkan dalam
Perilaku tersebut ditanggapi partisipan LH dengan sikap kehidupan sehari hari. Selain itu partisipan melihat
yang lebih santai, menurutnya perdebatan tersebut adalah banyak perbedaan dari segi pemahaman agama yang
sebuah tantangan untuk menyampaikan kebenaan agama. berbeda dari sudut pandangya dan merasa berkewajiban
Dampak tersebut semakin jelas ketika partisipan untuk membenrakan hal tersebut
memposting sesuatu yang sensitif dan kontroversial. Pemahaman mengenai makna fanatisme dan
Partisipan memposting mengenai bagaimana hukumnya intolransi yang disikapi oleh partisipan menujukan bahwa
adat istiadat budaya dalam agama islam. Partisipan hanya fanatisme dalam menjalankan praktik agama dinilai
melihat dari sudut pandang apa yang dipercayainya. menjadi sebuah hal yang postif, partisipan memaknai
Partisipan tidak menyadari bahwa Indonesia merupakan bahwa fanatisme adalah bentuk kecintaan dan ketaantanya
negara yang memiliki bangsa yang majemuk dan dalam menjalani sebuah agama. Partisipan menilai dan
multikultural. Pemaknaan majemuk disini yaitu bangsa melihat sikap fanatisme hanya dari sudut pandang
dari kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang kebenaran dalam agama yang diyakininya. Selain
adat istiadat, budaya, agama, dan kepentingan atau fanatisme, pemaknaan toleransi jika dilihat dari sudut
masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang pandang partisipan memiliki sebuah batasan. Toleransi
hidup sendiri-sendiri (Suryana & Rusdiana, 2015) dinilai bisa dilakukandalam ranah yang meliputi
Persepsi partisipan terhadap dampak penyebaran kepentingan sebagai sesama warga negara, tidak bisa
konten agama yang tidak menyadari kemajemukan bangsa masuk kedalam ranah agama dan meyakini jika toleransi
indonesia disampaikan oleh SN yang mengatakan bahwa sudah masuk dalam ranah agama hal tersebut sudah
terjadi perdebatan ketika dirinya menyampaikan sebuah menyalahi aturan agama yang diyakininya.
potingan agama yang membahas mengenai adat di Tujuan dan motivasi partisipan serta pemahaman
masyarakat contohnya di masyarakat jawa yang mengenai makna fanatisme dan intoleransi memiliki
sebenarnya beberapa tindakan dilarang oleh agama. SN sebuah dampak yang terajadi. Melihat dari sudut pandang
hanya melihat dari sudut pandang kebenaran dari dirinya dan persepsi partisipan atas dampak yang terjadi,
dan disampaikan di sosial media yang sifatnya luas semua partisipan merasa terdapat perbedaan kelompok agama
orang dapat melihat dan tentunya menimbulakan dampak dan banyak yang menyerang pendapatnya. Fenomena ini
perdebatan. Mengakui keberadaan dan hak agama lain, menjadikan terbaginya pandangan dalam melihat suatu
dan tiap pemeluk berusaha memahami persamaan dan kebenaran di agama yang sama karena sikap merasa
juga perbedaan, guna terciptanya kerukunan kebhinekaan kelompoknya paling benar dan meyalahkan kelompok
(Subkhan, 2007). lainya akibat dari fanatisme yang berujung intoleransi.
Sama halnya dengan partisipan MY menyampaikan DAFTAR PUSTAKA
bahwa ketika dirinya memposting sesuatu yang sensitif
contohnya ketika pada saat natal menyampaikan Ali, Y. (2012). Sufisme dan Pluralisme: Memahami
bagaimana larangan dan hukum mengucapkan selamat Hakikat Agama-Agama dan Relasi Agama-Agama.

47
Fanatisme Agama dan Intoleransi pada Pengguna Media Sosial

PT. Elex Media Komputindo. Iswanto, A. (2018). MEMBACA KECENDERUNGAN


Burhanuddin, Agussalaim, Yani, A. A., Hans, A., PEMIKIRAN ISLAM GENERASI MILENIAL
Hidayat, A. R., & Pudai, M. (2021). Socio- INDONESIA. Harmoni, 17(1).
Religious Preferences of the Indonesian Youths in https://doi.org/10.32488/harmoni.v17i1.299
Digital and Everyday Life. Journal of Southwest Kartawidjaja, J. (2020). Survei Wahid Institute:
Jiaotong University, 56(3). Intoleransi-Radikalisme Cenderung Naik. Media
https://doi.org/10.35741/issn.0258-2724.56.3.2 Indonesia, 21(1).
Burhanuddin, Agussalim, Yani, A., Hans, A., Hidayat, A., https://m.mediaindonesia.com/politik-dan-
& Pudail, M. (2020). Mapping Youth Radicalism hukum/284269/survei-wahid-institute-intoleransi-
and Socio-Religious Intolerance in Social Media. radikalisme-cenderung-naik.
https://doi.org/10.4108/eai.21-10-2019.2291531 Muhid, A. (2020). Religious tolerance among college
Byrne, P. (2011). Religious Tolerance, Diversity, and students: How it’s influenced by religious
Pluralism. Royal Institute of Philosophy orientation and personality traits? HUMANITAS:
Supplement, 68. Indonesian Psychological Journal, 17(1).
https://doi.org/10.1017/s1358246111000014 https://doi.org/10.26555/humanitas.v17i1.12222
Chung, E., Beverland, M. B., Farrelly, F., & Quester, P. Nurhayati, C. (2020). Religious Learning, Social Media,
(2008). Exploring consumer fanaticism: and the Emergence of Religious Intolerance in
Extraordinary devotion in the consumption context. Social Relations.
Advances in Consumer Research, 35 https://doi.org/10.5220/0009932315821589
https://research.monash.edu/en/publications/explori Perkasa, A. (2016). Kekerasan agama, 2,498 pelanggaran
ng-consumer-fanaticism-extraordinary-devotion-in- belum dituntaskan. Kabar24.
the-consu. Rambe, T. (2016). Pemikiran A. Mukti Ali dan
Citron, D. K., & Norton, H. (2011). Intermediaries and Kontribusinya terhadap Kerukunan Antarumat
hate speech: Fostering digital citizenship for our Beragama. Al-Lubb, 1(1).
information age. Boston University Law Review, https://www.google.com/amp/s/fdokumen.com/amp
91(4). /document/pemikiran-a-mukti-ali-dan-
https://digitalcommons.law.umaryland.edu/fac_pub kontribusinya-terhadap-antarumat-beragama-
s/1056/. baik.html
Creswell, J. W. (2016). Research Design (Pendekatan Sahfutra, S. A. (2014). Gagasan Pluralisme Agama Gus
Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran). In Dur Untuk Kesetaraan dan Kerukunan. Religi
Terjemahan Bahasa Indonesia (Issue 150). Jurnal Studi Agama-Agama, 10(1), 89–113.
Faqih, M. (2011). Menegakkan Hak Beragama di tengah https://doi.org/10.14421/rejusta.2014.1001-06
Pluralisme. Konstitusi, 8(4), 438, Saraswati, Destriana (2013) "Pluralisme Agama Menurut
https://doi.org/10.31078/jk%25x Karen Armstrong." Jurnal Filsafat, vol. 23, no. 3,
Fenton, A. J. (2016). Faith, intolerance, violence and 2013, pp. 186-198, doi:10.22146/jf.32964.
bigotry: Legal and constitutional issues of freedom Subkhan, I. (2007). Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di
of religion in Indonesia. Journal of Indonesian Yogya. Kanisius.
Islam, 10(2). Suryana, Y., & Rusdiana. (2015). Pendidikan
https://doi.org/10.15642/JIIS.2016.10.2.181-212 Multikultural: Suatu Upaya Penguatan Jati Diri
Handayani, F. (2010). TOLERANSI BERAGAMA Bangsa,Konsep-Prinsip-Implementasi. CV. Pustaka
DALAM PERSPEKTIF HAM DI INDONESIA. Setia.http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/29403
Toleransi, 2(1). Tindall, L. (2009). J.A. Smith, P. Flower and M. Larkin
https://doi.org/10.24014/trs.v2i1.426 (2009), Interpretative Phenomenological Analysis:
Herlambang, B. (2018). Hubungan Antara Kesepian Theory, Method and Research . . Qualitative
(Loneliness) Dengan Kecenderungan Fanatik Research in Psychology, 6(4).
Terhadap Hewan Pada Komunitas Pecinta Hewan. https://doi.org/10.1080/14780880903340091
Journal of Chemical Information and Modeling, Ulya, Inayatul (2016). "Pendidikan Islam Multikultural
53(9). http://repository.untag-sby.ac.id/563/ Sebagai Resolusi Konflik Agama Di Indonesia."
Hootsuite & We Are Social (2021) Digital Data Indonesia Fikrah, vol. 4, no. 1, 2016, pp. 20-35.
2021. In Data Reportal. Retrieved From doi.org/10.21043/fikrah.v4i1.1663
https://datareportal.com/reports/digital-2021- Van der Walt, J. L. (2016). Religious tolerance and
Indonesia. intolerance: ‘Engravings’ on the soul. In Die

48
Volume 9 Nomor 3 (2022). Character : Jurnal Penelitian Psikologi

Skriflig/In Luce Verbi, 50(1).


https://doi.org/10.4102/ids.v50i1.2016j
Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut
Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam Konteks
Keindonesiaan. Madina-Te, 16(1).
doi.org/10.19109/intelektualita.v6i1.1301
Wijaya, Y. (2012). Iman atau Fanatisme. Gunung Mulia.
Zulkarnain, I. (2011). Hubungan Antarkomunitas Agama
di Indonesia: Masalah dan Penanganannya. Jurnal
Kajian, 16(4), 681–705.

49

Anda mungkin juga menyukai