Anda di halaman 1dari 18

Nama: Salwa Salsabila Ramadini

NPM: 11521312
Kelas: 2PA29
Review Artikel Penelitian I

Topik Representasi Sosial

Penulis Ira Retnaningsih, Rahmat Hidayat


Tahun 2012
Judul Representasi Sosial tentang Disabilitas Intelektual pada Kelompok
Teman Sebaya
Jurnal Jurnal Psikologi
Volume & Hal. Volume 39 Nomor 1 Halaman 13-24
Website https://www.neliti.com/id/publications/129820/representasi-sosial-
tentang-disabilitas-intelektual-pada-kelompok-teman-sebaya
Diakses Tgl 18 April 2023

Problem Meskipun hak anak penyandang Disabilitas Inteligensi (DI) telah


(inti masalah) dijamin oleh hukum untuk mendapatkan perlakuan yang sama
dengan individu normal dalam setiap aspek kehidupan, nyatanya
masih terdapat kesenjangan antara anak normal dan juga anak DI,
dimana anak normal seringkali melakukan diskriminasi yang dapat
menghambat perkembangan anak DI pada segi dukungan dari teman
sebaya. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui pandangan
anak-anak pada kelompok teman sebaya mengenai fungsi intelektual
(cara berpikir dan berperilaku, perasaan, dan juga tindakan) yang
dimiliki oleh anak dengan Disabilitas Intelektual (DI)

1
Metode Pendekatan:
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan metode focus group interview dengan
menggunakan vignettes sebagai stimulus.

Subjek:
Subjek dalam penelitian ini diambil dari dua desa yang terletak di
Yogyakarta, dimana desa pertama akan digunakan sebagai penelitian
I, dan desa kedua digunakan sebagai penelitian II.
Pada penelitian I didapatkan subjek sebanyak 8 orang berusia 8
tahun yang memiliki karakteristik bahwa anak tersebut telah
mengetahui atau mengenal anak dengan DI (dengan intensitas
interaksi yang rendah).
Sedangkan pada penelitian II didapatkan subjek sebanyak 8 orang
anak dengan usia 11 tahun yang memiliki intensitas interaksi yang
lebih tinggi dengan anak DI, dimana subjek tidak hanya sekedar
tahu atau kenal dengan anak DI, namun pernah melakukan interaksi
dengan mereka.

Prosedur:
Pengambilan data pada masing-masing penelitian dilakukan
sebanyak dua kali dengan bantuan alat perekam suara dan juga
menggunakan observasi partisipan sebagai pendukung hasil
wawancara kelompok.
Peneliti memberikan stimulus berupa tujuh vignettes kepada subjek
yang dapat menggambarkan representasi sosial teman sebaya
terhadap tujuh inteligensi yang dimiliki oleh anak DI.
1. Linguistic Intelligence, peneliti menyajikan stimulus dengan
setting situasi kelas dimana kelompok teman sebaya diminta oleh
guru untuk membagi kelas menjadi dua kelompok untuk
membuat dan membacakan dongeng di depan kelas pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Pada kelas tersebut terdiri dari 8

2
orang, yaitu 7 anak merupakan subjek atau kelompok teman
sebaya, dan satu anak lainnya adalah anak dengan DI. Subjek
diminta untuk merespon mengenai perasaan dan pendapat subjek
mengenai kemampuan linguistic intelligence yang dimiliki oleh
anak dengan DI.
2. Bodily Intelligence, peneliti memberikan stimulus berupa
permainan kasti, dimana subjek diminta untuk membayangkan
bahwa mereka akan bermain kasti dan kemudian anak dengan DI
juga ingin ikut bermain kasti. Subjek diminta untuk berpendapat
mengenai kemampuan anak DI pada permainan kasti tersebut.
3. Intrapersonal Intelligence, dimana peneliti akan memberikan
stimulus berupa perandaian dimana subjek sedang menyaksikan
pertandingan sepak bola, lalu anak dengan DI kehilangan
uangnya. Setelah itu subjek diminta untuk menggambarkan
perasaan serta tindakan yang akan dilakukan oleh anak dengan
DI terhadap kejadian tersebut.
4. Interpersonal Intelligence, dimana peneliti meminta subjek
untuk membayangkan bahwa dirinya atau kelompok teman
sebaya sedang menonton pertandingan bola, namun satu diantara
mereka kehilangan uang. Subjek diminta untuk memberikan
pendapat atas respon anak DI terhadap subjek yang kehilangan
uangnya.

Alat ukur:
Pada penelitian ini tidak menggunakan alat ukur berupa instrument,
namun lebih menggunakan stimulus vignettes berupa tujuh cerita
imajinatif sesuai dengan tujuh inteligensi yang diungkapkan pada
multiple intelligence, serta menggunakan dua boneka kertas yang
dapat mempermudah subjek dalam mengekspresikan dirinya dengan
anggapan bahwa setiap boneka kertas tersebut menggambarkan
dirinya serta anak DI.
Analisis Data:

3
Terdapat beberapa tahapan analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini, dimulai dari (1) transkripsi, dimana data yang telah
dikumpulkan melalui tape recorder akan ditulis atau ditranskrip
dalam bentuk verbatim; (2) partisipan membaca transkrip hasil
wawancara untuk klarifikasi data yang berguna untuk menguji
validitas data; (3) pengkodean atau kategorisasi, dimana data yang
telah diperoleh diberikan kode sesuai dengan topik penelitian. Kode
dilakukan dengan cara open coding yang kemudian akan dicari
kaitan atau hubungannya antar kategori; (4) data disajikan dalam
bentuk narasi (teks), tabel, dan gambar; (5) memaknai data
berdasarkan kriteria tertentu yang diacu oleh peneliti dalam Langkah
mengkategorisasikan data; (6) menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam pengujian validitas, peneliti melakukan triangulasi waktu


dimana penelitian dilakukan sebanyak dua kali tatap muka pada
waktu yang berbeda pada setiap penelitian. Peneliti juga
menggunakan wawancara serta observasi dalam melengkapi data.
Pada validitas isi, peneliti melakukan professional judgement.

Sedangkan untuk menguji reliabilitas, peneliti melakukan penelitian


ganda untuk menguji reliabilitas internal; sedangkan pada reliabilitas
eksternal, peneliti membuat batasan karakteristik setting,
menetapkan prosedur, dan mendeskripsikan kerangka konsep.
Hasil dan Hasil pengujian hipotesis:
interpretasi Hasil penelitian ini mengonfirmasi hipotesis bahwa terdapat
diskriminasi atau representasi sosial yang buruk terhadap anak
dengan DI yang dimiliki oleh kelompok teman sebayanya.
a. Linguistic Intelligence. Pada penelitian I maupun II, subjek
menganggap bahwa kemampuan anak DI dalam menerima atau
menghasilkan bahasa lisan maupun tulisan secara akademis
(fungsi kognitif) masih di bawah rata-rata dibandingkan dengan
anak-anak pada umumnya. Dimana subjek menganggap anak DI

4
tidak dapat membedakan mana yang baik dan buruk, suka
menhina, tidak dapat membaca, berbohong, dsb.
b. Bodily Intelligence. Pada penelitian I, subjek menganggap anak
dengan DI tidak dapat mengontrol sebagian maupun seluruh
tubuhnnya sehingga ia tidak dapat menangkap, memukul, dan
menghindari bola. Sedangkan pada penelitian II subjek
berpendapat bahwa kemampuan kinestetik maksimal serta
minimal yang dimiliki oleh anak DI adalah berlari.
c. Intrapersonal Intelligence. Pada penelitian I maupun II, subjek
menganggap bahwa anak DI dapat mengenali emosi yang
sedang dirasakannya, sehingga dalam implikasinya anak DI akan
mencari uang yang hilang tersebut.
d. Interpersonal Intelligence. Pada penelitian I dan II, keduanya
mengungkapkan bahwa subjek memiliki pandangan bahwa anak
DI dapat mengenali emosi orang lain dan dapat memberikan
respon pada suatu kejadian yang dialami oleh orang lain, entah
itu akan membantu orang tersebut mencari uang yang hilang,
maupun akan menyembunyikan uang tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa representasi sosial kelompok teman


sebaya terhadap anak DI mengangap bahwa terdapat gangguan
perilaku yang dimiliki oleh anak DI; anak DI tidak dapat
mengetahui mana yang benar dan salah; terdapat hambatan pada
perkembangan linguistic serta bodily intelligence; namun tidak
terdapat hambatan perkembangan pada intrapersonal maupun
interpersonal intelligence yang dimiliki oleh anak dengan DI.

Kritik a. Prosedur pada penelitian ini tidak dirincikan secara


komprehensif mengenai tahapan-tahapan yang dilakukan baik
pada penelitian I maupun penelitian II.
b. Hanya terdapat empat dari tujuh inteligensi yang dapat
menggambarkan representasi sosial yang dimiliki oleh kelompok

5
teman sebaya terhadap anak dengan DI secara maksimal.
Yang Perlu a. Batasan atau limitasi pada penelitian ini seperti apa.
Ditambahkan

6
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

JURNAL PSIKOLOGI
VOLUME 39, NO. 1, JUNI 2012: 13 – 24
Representasi Sosial tentang Disabilitas Intelektual pada
Kelompok Teman Sebaya
Ira Retnaningsih1
Rahmat Hidayat2
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Abstract
The purpose of this study was to examine the social representations of intellectual
disability among children of 7 and 11 years old. The qualitative differences on social
representations among children from villages of high- and low-prevalence of intellectual
disabilities were examined. The study utilized a modified focused-group discussion with
children in which participants responded to a set of vignettes depicting hypothetical
situations normally confronted by children with intellectual disability. The results of
analysis indicated that the peer groups hold beliefs with regards to intellectual disability
as a form of mental or behavioral disorder. They showed understanding that children with
intellectual disability are capable of demonstrating well-functioned intrapersonal and
interpersonal skills. Nevertheless, respondents reflected their beliefs that intellectually
disabled children are restricted in terms of linguistic and bodily/kinesthetic intelligence.
Differences between children from the low and high prevalence areas of intellectual
disability were identified, in which the latter showed more refined understanding of
intellectual disability. Direct interaction and socialization from the parents are the likely
sources for the observed differences.
Keywords: social representations, intellectual disability, peer group

1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat melalui: ira.retnaningsih080@gmail.com


2 Atau melalui: r.hidayat@ugm.ac.id

JURNAL PSIKOLOGI 7
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

Hasil1 survei yang dilakukan Departemen dan kekekalan, dapat mengklasifikasi dan
Sosial bersama BPS pada tahun 1995 mengidentifikasi sesuatu, tidak lagi
menunjukan bahwa jumlah orang dengan egosentris, masih terbatas pada hal-hal
disabilitas diperkirakan lebih dari 6 juta konkret, serta belum dapat memecahkan
jiwa. Hal ini sama dengan 3,2% dari jumlah persoalan yang abstrak. Pada periode
penduduk Indonesia saat itu, yaitu operasional formal, anak-anak mempunyai
194.754,808 (BPS-SUSENAS 1995 dalam pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif.
Statistik Kesehatan). Data Kementerian Tahapantahapan perkembangan kognitif ini
Sosial pada tahun 2010 menyebutkan bahwa mempengaruhi anak-anak dalam memahami
jumlah penyandang disabilitas mencapai konsep inteligensi sesuai dengan tahapan
11.580.117 orang namun mayoritas dari usia mereka (Miller, 2010).
mereka tidak bekerja karena peluang kerja Gardner (dalam Flanagan, Genshaft, &
bagi para penyandang disabilitas sangat Harrison, 1997) mendefinisikan inteligensi
terbatas, terutama untuk pekerjaan di sektor sebagai kemampuan untuk menyelesaikan
formal (Antaranews, 2012). masalah atau menciptakan produk yang
bernilai dalam berbagai situasi budaya.
Menurut Sternberg (1996), Gardner
Data statistik kesehatan tahun 1995, mengajukan tujuh inteligensi yang masing-
penduduk Indonesia yang mengalami masing inteligensi berdiri sendiri yang
disabilitas intelektual (DI) berjumlah memandang inteligensi bukan sebagai suatu
779,019 jiwa. Jika diasumsikan bahwa setiap kesatuan tunggal. Gardner dalam Gregory
satu keluarga memiliki seorang anggota (2007), dan Flanagan, et al., (1997)
dengan DI maka ada sekitar 700 ribu mengajukan tujuh inteligensi yang meliputi
keluarga di Indonesia yang memiliki linguistic, logical-mathematical, spatial,
anggota dengan DI. Anak dengan DI musical, bodily-kinesthetic, interpersonal,
merupakan anak yang memiliki hambatan dan intrapersonal.
dalam kognitif, afektif, psikomotorik, Multiple intelligence dapat digunakan untuk
maupun sosial. Secara kognitif, anak dengan melengkapi profil kelemahan dan kelebihan
DI memiliki fungsi intelektual di bawah yang dimiliki seseorang melalui tujuh
rata-rata (Albrecht, Seelman, & Bury, 2001). inteligensi yang masing-masing berdiri
Piaget membagi tahap perkembangan sendiri dan bukan sebagai suatu kesatuan.
kognitif anak menjadi empat periode, yaitu Selama ini psikolog hanya sibuk dengan
periode sensorimotorik (0-2 tahun), angka-angka, dan guru sibuk melakukan
praoperasional (2-7 tahun), operasional remidi terhadap siswa-siswanya, bukannya
konkret (7-11 tahun), dan operasional formal menjembatani kelemahan dan kelebihan
(usia 11 tahun sampai dewasa). yang dimiliki. Melalui pengukuran dengan
Perkembangan mental pada periode menggunakan multiple intelligence, asesor
sensorimotorik ditandai oleh kemajuan yang dapat memberikan umpan balik yang
pesat dalam kemampuan bayi membantu siswa, dan memberi saran bagi
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan siswa untuk belajar atau bekerja sesuai hasil
sensasi melalui gerakan-gerakan dan pengukuran (Gardner dalam Flanagan, et al.,
tindakantindakan fisik. Periode 1997).
praoperasional dicirikan dengan adanya Cleland dan Rago (1992) menyebutkan
fungsi semiotik (simbol) dan bahwa profesional di bidang pendidikan
berkembangnya pemikiran intuitif. Dalam biasa menggolongkan penyandang DI
periode operasional konkret, anak-anak telah dalam tiga kategori, yaitu mampu didik,
memiliki logika tentang sifat reversibilitas mampu latih dan mampu rawat. Selain itu

JURNAL PSIKOLOGI 8
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

individu dengan disabilitas khususnya DI sebuah masyarakat, bagian tertentu dari


juga mengalami perlakuan diskriminatif masyarakat, atau beberapa anggotanya
dari lingkungan sekitarnya. berperilaku dan merespon, berfikir,
Di Indonesia, Undang-Undang Negara merefleksikan dan berbicara tentang isu
Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1997 spesifik, topik, atau proses.
dan Undang-Undang Negara Republik Representasi sosial sudah dimulai dari masa
Indonesia Nomor 19 tahun 2011 tentang kanak-kanak pada periode perkembangan
Pengesahan Konvesi Mengenai Hak-hak operasional konkret Piaget, yang memiliki
Penyandang Disabilitas menjelaskan ciri berupa penggunaan logika yang
bahwa setiap penyandang cacat memadai. Anak-anak dalam usia 711 tahun
mempunyai hak, kewajiban, dan ini mampu mengklasifikasi, yaitu memberi
kesempatan yang sama seperti individu nama dan mengidentifikasi serangkaian
normal dalam segala aspek kehidupan dan benda menurut tampilannya, ukurannya,
penghidupan. atau karakteristik lain benda tersebut. Selain
Adanya undang-undang tersebut itu, anak-anak juga mulai
seharusnya memberi dampak positif bagi mempertimbangkan beberapa aspek dari
penyandang disabilitas. Namun demikian suatu permasalahan untuk bisa
penerapannya masih lemah meskipun memecahkannya. Namun demikian, anak-
pemerintah sudah memiliki berbagai anak pada tahap ini masih menggunakan
produk hukum. Hasil wawancara dan katakata yang konkret untuk menilai sesuatu
pengamatan yang dilakukan peneliti serta melihat segala sesuatu hanya dalam
selama mengikuti KKN-PPM di sebuah bentuk hitam dan putih sehingga melahirkan
desa yang memiliki angka prevalensi DI representasi sosial yang jelas dan apa
tinggi menunjukkan bahwa pergaulan adanya.
anak-anak normal dengan anak-anak Representasi sosial tentang fungsi
berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak intelektual pada kelompok teman sebaya
DI kurang baik. Anak-anak normal anak dengan DI adalah konsep (pengetahuan
mengejek dan enggan berkomunikasi awam) yang dimiliki teman sebaya tentang
dengan anak DI. Anak DI jarang diterima DI yang meliputi konsep tentang deskripsi
atau sering ditolak oleh kelompoknya karakter (cara berpikir dan berperilaku),
(Somantri, 2007). Diskriminasi perasaan, dan tindakan anak dengan DI yang
masyarakat ini merupakan hasil dari ditinjau melalui deskripsi kemampuan
representasi sosial masyarakat yang optimal pada individu dengan DI. Peneliti
negatif terhadap mereka. meninjau konsep ini berdasarkan teori
multiple intelligence, dan proses
Representasi sosial didefinisikan sebagai terbentuknya pemahaman tersebut pada
pengetahuan awam (commonsense) tentang kelompok teman sebaya.
topik-topik umum yang fokus pada Teman sebaya (peers) ialah anak-anak yang
percakapan sehari-hari (Brewer & tingkat usia dan tingkat kematangannya
Hewstone, 2004). Menurut Willig dan kurang lebih sama (Santrock, 2002). Mönks,
Rogers (2008) representasi sosial berkaitan Knoers, dan Haditono (2006)
dengan model tentang gambaran, mendefinisikan peer sebagai teman
kepercayaan, dan perilaku simbolik yang seperkembangan yang sering seusia tapi
tepat dan menyeluruh. Secara statis, belum tentu demikian. Interaksi teman
representasi mengacu pada teori tentang sebaya yang usianya sama mengisi suatu
tema yang mengangkat suatu benda atau peran yang unik dalam kebudayaan kita
orangorang, deskripsi karakter mereka, (Hartup dalam Santrock, 2002). Menurut
perasaan, dan tindakan. Representasi sosial Santrock (2002) penggolongan usia akan
fokus pada pemahaman pada bagaimana terjadi walaupun sekolah tidak

JURNAL PSIKOLOGI 9
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

menggolongkan usia dan anak-anak Subjek yang diteliti pada penelitian I adalah
dibiarkan menentukan sendiri komposisi delapan anak berusia delapan tahun, dengan
masyarakat mereka sendiri. karakteristik bahwa mereka telah
Adanya kesenjangan antara peran penting mengetahui atau mengenal anak dengan DI
teman sebaya pada perkembangan individu, (intensitas interaksi rendah). Subjek pada
diskriminasi kelompok teman sebaya penelitian II adalah delapan anak berusia 11
terhadap anak DI, pentingnya pendidikan tahun dengan intensitas interaksi antara
inklusi, perlunya program intervensi subjek dengan anak DI lebih tinggi daripada
komunitas dan penelitian tentang subjek pada penelitian I di mana subjek
representasi sosial, sedikitnya jumlah tidak hanya sekedar tahu atau kenal anak
penelitian tentang representasi sosial dengan DI, namun pernah berinteraksi
inteligensi, dan pandangan kaku yang dengan anak
melihat kemampuan intelektual anak dengan DI.
DI hanya berdasarkan tes inteligensi Subjek pada penelitian I memiliki usia lebih
terstandar yang dijadikan kriteria untuk muda daripada subjek penelitian II karena
menyebut apakah seseorang mengalami DI penelitian ini menggunakan instrumen
atau tidak inilah yang membawa peneliti vignettes, yang menggunakan cerita
pada pertanyaan “bagaimana representasi imajinatif sebagai stimulus untuk
sosial anak-anak, dalam hal ini teman sebaya mengungkap konsepsi teman sebaya tentang
tentang fungsi intelektual anak dengan DI”? fungsi intelektual anak dengan DI, sehingga
Representasi sosial tentang DI pada stimulus yang dapat digunakan pada
kelompok teman sebaya penting untuk penelitian I akan digunakan pada penelitian
diteliti karena dapat memberikan hasil II. Sebaliknya, stimulus yang tidak dapat
pengetahuan yang dapat dijadikan referensi digunakan pada penelitian I tidak akan
untuk melakukan digunakan pada penelitian II.
pengembanganpengembangan kelompok Dengan kata lain, efektifitas stimulus akan
teman sebaya maupun anak DI. dapat terlihat melalui penelitian ganda ini.
Penelitian ini menggunakan teknik focus
group interview dengan vignettes sebagai
Metode
stimulus.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Stimulus yang digunakan peneliti dalam
kualitatif dengan menggunakan instrumen vignettes dalam focus group
nonprobability sampling, yakni dengan interview adalah tujuh cerita imajinatif
teknik purposive sampling. Purposive yang disusun berdasarkan tujuh inteligensi
sampling adalah teknik pengambilan subjek yang ada dalam teori multiple intelligence
dengan cara memilih subjek yang relevan dan boneka kertas untuk mempermudah
dengan penelitian atau tujuan penelitian subjek mengekspresikan dirinya. Boneka
(Sarantakos, 2005). kertas digunakan seakanakan sebagai
Penelitian dilakukan sebanyak dua kali pada subjek, dan salah satunya adalah anak
dua wilayah yang berbeda dengan dengan DI. Peneliti melampirkan
karakteristik wilayah yang berbeda agar stimulus-stimulus, di mana peneliti
hasil dapat diperbandingkan. Pengambilan mencantumkan landasan teori pada setiap
subjek dalam penelitian kualitatif. Subjek stimulus agar proses pengambilan data
diambil dari dua desa di Yogyakarta, desa dapat fokus pada tujuan penelitian.
pertama yang akan digunakan sebagai Peneliti juga menggunakan teknik
penelitian I, dan desa kedua yang digunakan observasi partisipan sebagai data
sebagai penelitian pendukung hasil wawancara kelompok
II. terarah. Peneliti menjadi partisipan dan
meningkatkan akses di lapangan atau

JURNAL PSIKOLOGI 10
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

orang. Observasi fokus pada esensi penilaian pembaca lain, mendeskripsikan


pertanyaan penelitian. Menurut Denzim, kerangka konsep khusus yang digunakan
observasi partisipan didefinisikan sebagai dalam desain dan analisis, dan menetapkan
strategi yang merupakan kombinasi prosedur pengumpulan data dan analisis.
observasi langsung dengan wawancara Teknik perekaman juga dilakukan untuk
responden dan subjek menghindari bias pewawancara dan menjaga
(Flick, 2002). validitas internal serta reliabilitasnya.
Pengumpulan data dilakukan sebanyak Penelitian ini menggunakan beberapa
dua kali pada masing-masing penelitian I tahapan dalam menganalisis data.
dan penelitian II dengan perekaman Prosedur yang dilakukan peneliti dalam
menggunakan alat perekam suara. menganalisis data adalah; (1)
Pertama, penelitian dilakukan di desa transcription, data yang sudah
pertama, yang disebut dengan penelitian I. dikumpulkaan dengan tape recorder,
Pada penelitian I tahap satu, tujuh kemudian ditulis dalam bentuk transkrip
stimulus digunakan pada delapan subjek atau verbatim; (2) partisipan membaca
berusia delapan tahun dalam focus group transkrip hasil wawancara untuk
interview. Data hasil penelitian I tahap klarifikasi data, tahapan ini berguna
satu diuji validitas isi, dengan melakukan untuk menguji validitas data; (3) coding
professional judgement terhadap data atau kategorisasi, data yang diperoleh
hasil tujuh stimulus, hanya empat diberi kode-kode berdasarkan topik
stimulus yakni stimulus linguistic penelitian, yang dikodekan berdasarkan
intelligence, bodily/kinesthetic baris kata dari transkrip, kode yang
intelligence, intrapersonal intelligence, dilakukan adalah open koding, yang
dan interpersonal intelligence yang kemudian dicari kaitan atau hubungan
mampu menggali representasi sosial antar kategori (axial coding); (4)
secara maksimal. Tiga stimulus lainnya menyajikan data dalam bentuk teks
tidak dapat menggali representasi sosial (narasi), tabel, dan gambar; (5) transkrip
secara maksimal sehingga tidak atau data dimaknai berdasarkan kriteria
digunakan untuk pendalaman wawancara tertentu yang diacu peneliti, di mana
pada penelitian I tahap dua dan penelitian tahapan ini merupakan tahapan untuk
II. mengkategorisasikan data; (6)
menyimpulkan hasil penelitian.
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan
dengan cara triangulasi. Triangulasi
Hasil
mengacu pada penggunaan beberapa alat
penelitian dalam desain penelitian yang Hasil penelitian representasi sosial fungsi
sama. Penelitian ini menggunakan intelektual DI pada kelompok teman sebaya
triangulasi waktu, di mana penelitian berdasarkan teori multiple intelligence yang
dilakukan sebanyak dua kali tatap muka dilakukan pada dua tempat yang berbeda
pada waktu yang berbeda di masing-masing atau dengan kata lain disebut sebagai
penelitian, baik penelitian I maupun penelitian ganda (penelitian I dan II) ini
penelitian II. Peneliti juga melengkapi data menunjukkan dua hal, yang pertama adalah
wawancara dengan tipe data lainnya, yaitu representasi sosial tentang fungsi DI pada
observasi. kelompok teman sebaya anak dengan DI
Reliabilitas internal dilakukan peneliti berdasarkan teori multiple intelligence. Hal
dengan cara melakukan penelitian ganda, kedua meliputi temuan umum representasi
dan reliabilitas eksternal dilakukan dengan sosial pada teman sebaya tentang DI.
cara menggambarkan batasan atau
karakteristik seting agar dapat menjadi

JURNAL PSIKOLOGI 11
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

Representasi Sosial Fungsi Intelektual mana anak melakukan ocehan yang


Berdasarkan Teori Multiple Intelligence memiliki sifat komunikatif dan
pada Teman Sebaya Anak dengan DI menghasilkan kalimat yang terdiri dari dua
kata. Hal ini dapat dilihat dari pernyatan
Linguistic Intelligence subjek bahwa subjek menganggap cara
berbicara anak DI aneh, seperti orang
Peneliti menyajikan stimulus yang dapat
linglung, bahkan subjek menyebutnya
menggali representasi sosial linguistic
sebagai bisu karena hanya mampu
intelligence anak DI pada kelompok teman
mengucapkan huruf vokal dan cara
sebaya dengan menyajikan cerita situasi
berbicaranya terbalik-balik, misalnya “nama
kelas. Kelompok teman sebaya diminta
saya Fajar”, hanya kata “Ajar nama” yang
bahwa seakan-akan guru mereka meminta
dapat dihasilkan. Subjek menganggap bahwa
kelas dibagi menjadi dua kelompok untuk
anak DI juga tidak mampu mengekspresikan
membuat dongeng kemudian
bahasanya dengan tepat sesuai situasi yang
membacakannya di depan kelas sebagai
sedang dialami, di mana anak DI berbicara
bagian dari mata pelajaran Bahasa
dan tertawa sendiri. Temuan pada penelitian
Indonesia. Jumlah siswa delapan anak yang
II kontrol diri anak DI dalam berbahasa juga
terdiri dari satu anak dengan DI, dan tujuh
tidak seperti anak normal. Di kelas yang
anak normal dalam hal ini adalah subjek
sudah dikondisikan melalui aturan-aturan,
atau kelompok teman sebaya. Subjek
anak DI tidak bisa diam dan berbicara terus
diminta merespon tentang perasaan dan
menerus (gojek). Anak DI juga tidak mampu
pendapat subjek terhadap kemampuan anak
mengekspresikan bahasanya dalam situasi
dengan DI tentang linguistic intelligence
yang tepat, dimana anak DI selalu berbicara
yang mereka miliki.
dengan nada tinggi (njerit-njerit, mbengok-
Pada penelitian I dan II, subjek
mbengok).
menganggap bahwa kemampuan anak DI
dalam menerima atau menghasilkan bahasa
lisan maupun tulisan secara akademis, Bodily/Kinesthetic Intelligence
fungsi kognitif anak DI di bawah rata-rata Peneliti menggunakan stimulus permainan
anak-anak pada umumnya, di mana menurut kasti, di mana subjek diminta
subjek, anak DI bodoh, tidak bisa menulis, membayangkan bahwa mereka akan
tidak bisa membuat dongeng, tidak dapat bermain kasti, kemudian ada satu anak
membaca, dan tidak mengerti perintah guru. dengan DI ingin ikut permainan untuk
Secara moral baik pada penelitian I maupun menggali representasi sosial
penelitian II, subjek menganggap anak DI bodily/kinesthetic intelligence anak DI
tidak mampu membedakan mana yang baik pada kelompok teman sebaya. Subjek
dan mana yang buruk. Menurut subjek, anak diminta merespon tentang kemampuan
DI suka berkata kotor, mencontek, suka anak DI dalam permainan tersebut.
menghina, dan berbohong. Subjek juga Pada penelitian I, subjek menganggap
menganggap bahwa anak DI membangkang anak DI tidak dapat melakukan
perintah guru dalam mengerjakan tugas. pengontrolan sebagian atau seluruh tubuh
Perilakuperilaku tersebut merupakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan,
perilaku yang menunjukkan bahwa anak DI sehingga dapat dikatakan bahwa potensi
tidak mampu membedakan hal yang baik dalam bodily kinesthetic intelligence tidak
dan buruk. tampak pada anak DI karena subjek
Temuan pada penelitian I jika dilihat dari menganggap bahwa anak DI tidak
segi perkembangan anak pada umumnya, mendapatkan pelatihan dalam
perkembangan bahasa yang dihasilkan anak pengontrolan bagianbagian tubuh
DI setara dengan anak usia 8-20 bulan di sehingga anak DI tidak dapat memukul

JURNAL PSIKOLOGI 12
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

bola, menangkap bola, menghindari bola, sebaya. Peneliti meminta subjek untuk
dan berlari yang biasa terlihat dalam membayangkan bahwa mereka sedang
permainan kasti. Pada penelitian II, subjek menyaksikan pertandingan sepak bola, dan
menganggap bahwa berlari merupakan kemudian ada satu di antara mereka
kemampuan maksimal sekaligus minimal kehilangan uang. Anak DI juga menonton
pada bodily/kinesthetic intelligence bagi pertandingan tersebut. Subjek diminta
anak DI. Pengontrolan tubuh sebagai merespon tentang bagaimana respon anak DI
aktivitas motorik dapat dilakukan anak DI terhadap subjek yang kehilangan uang.
melalui berlari. Menurut subjek anak DI Temuan pada analisis yang dilakukan pada
hanya bisa berlari, tidak dapat memukul penelitian I dan penelitian II menunjukkan
bola dan melempar bola sehingga anak DI hasil yang sama. Subjek menganggap bahwa
tidak dapat bermain kasti yang umumnya anak DI mampu memahami perasaan orang
dapat dilakukan anak-anak normal. lain dan dapat memberikan respon pada
suatu kejadian yang sedang dialami orang
Intrapersonal Intelligence lain. Hal ini merupakan indikasi bahwa
interpersonal intelligence yang dimiliki
Stimulus berbentuk cerita tentang hubungan
dapat berkembang dengan baik. Menurut
anak DI dengan objek yang dimilikinya
subjek pada penelitian I, anak DI merasa
digunakan peneliti untuk menggali
sedih ketika ada subjek yang kehilangan
representasi sosial intrapersonal intelligence
uangnya dan kemudian membantu mencari
anak DI pada kelompok teman sebaya.
uang yang hilang. Kelompok teman sebaya
Subjek diminta membayangkan bahwa
pada penelitian II menganggap anak DI
mereka sedang menyaksikan pertandingan
merasa senang, bangga, dan gembira ketika
sepak bola di lapangan, kemudian anak DI
melihat anak normal kehilangan uangnya
kehilangan uangnya. Subjek diminta
dan tidak membantu anak normal untuk
merespon tentang bagaimana perasaan dan
mencari uang yang hilang. Anak DI
tindakan yang akan dilakukan anak DI
mencoba mencari uang kemudian uang yang
terhadap kejadian yang dialaminya.
telah ditemukan diambil dan tidak
Analisis pada data penelitian I dan
dikembalikan kepada anak nomal. Hal ini
penelitian II menunjukkan hasil temuan
merupakan bentuk balas dendam yang
yang sama. Penelitian I maupun penelitian II
dilakukan anak DI terhadap anak normal
menunjukkan bahwa subjek menganggap
karena telah memperlakukan anak DI
anak DI mampu mengenali emosi yang
dengan tidak baik. Hal ini menunjukkan
sedang dirasakannya dan melakukan
bahwa anak DI memperlihatkan adanya
tindakan sebagai respon dari emosi yang
potensi interpersonal intelligence yang baik
sedang dirasakannya. Hal ini terlihat dari
yang dapat digunakan untuk berkomunikasi
pernyataan subjek bahwa anak DI sedih
secara efektif dalam berinteraksi dengan
ketika uangnya hilang kemudian mencari
orang lain.
uangnya yang hilang. Subjek berpendapat
Temuan umum tentang representasi sosial
bahwa anak DI tidak akan pulang ke rumah
pada teman sebaya terhadap anak dengan DI
dan masih di lapangan untuk mencari
uangnya yang hilang. Subjek menganggap Temuan umum merupakan hasil
ada hubungan emosi antara anak DI dan analisis data yang tidak dapat
objek yang dimilikinya, sehingga anak DI dikategorisasikan berdasarkan teori multiple
mencari objek yang hilang tersebut. intelligence. Peneliti menemukan dua hal
Interpersonal Intelligence pada temuan umum, yakni perilaku anak DI
Cerita yang dapat menggali representasi menurut subjek, dan respon subjek terhadap
sosial kelompok kemampuan berinteraksi perilaku anak DI. Pada penelitian I, secara
anak DI digunakan pada kelompok teman umum moral anak DI tidak seperti anak

JURNAL PSIKOLOGI 13
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

normal pada umumnya. Subjek menganggap kelompok dengan anak DI. Selain karena
bahwa anak DI tidak dapat membedakan perilaku anak DI, subjek tidak mau satu
mana yang baik dan mana yang buruk. kelompok dengan anak DI karena subjek
Menurut subjek, anak DI suka mencuri malu dan takut tertular cara berbicara
barang orang lain dan bugil di jalan sehingga anak DI yang hanya bisa mengucapkan
subjek menganggap anak DI seperti orang huruf vokal saja.
gila dan nakal. Anak DI juga tidak memiliki Pada penelitian I maupun penelitian II,
kontrol perilaku yang baik dimana anak DI subjek secara moral masih labil. Pada
suka jalan-jalan tanpa henti. Pada penelitian penelitian I awalnya subjek tidak mau
II, subjek melihat bahwa anak DI memiliki bergaul dengan anak DI karena merasa
beberapa penyimpangan perilaku seperti jijik dan takut tertular, tapi kemudian
suka melempari batu ke orang lain, subjek mau bermain dan mengajari
mencubit, memukul, mencakar wajah orang berbagai macam permainan kepada anak
lain, mencolek-colek, menarik-narik rambut DI. Pada penelitian II, subjek awalnya
orang lain, menjeweri telinga orang lain, dan juga tidak mau membantu dan ingin
suka menghadang orang dengan kaki. menyakiti anak DI dengan cara memarahi,
Secara moral, subjek menganggap bahwa memukuli, melempari dengan batu, dan
anak DI tidak dapat membedakan mana mengeroyok. Akan tetapi, ketika salah
yang baik dan mana yang buruk di mana satu subjek mengasihani anak DI, subjek
menurut subjek, anak DI suka mencuri dan lain kemudian ingin membantu anak DI
menuduh orang lain mencuri uangnya, dan dengan mencari uangnya yang hilang.
bolos sekolah. Perilaku-perilaku yang Pada penelitian II awalnya subjek berniat
ditunjukkan anak DI tersebut menyebabkan untuk melakukan balas dendam, akan
subjek menganggap bahwa anak DI nakal, tetapi ketika ada satu subjek yang
jahat, suka jahil, usil, iseng, dan mengasihani anak DI, subjek lainnya
menyebalkan. Pengalaman negatif dengan kemudian mengasihani anak DI meskipun
DI menyebabkan subjek melakukan suatu masih ada niat untuk balas dendam
sikap sebagai bentuk penolakan yang terhadap anak DI.
merupakan respon dari perilaku anak DI Hasil observasi menunjukkan adanya
terhadap diri mereka dengan cara bolos kesamaan pada subjek penelitian I dan
sekolah agar tidak satu kelompok dengan subjek penelitian II, di mana subjek saling
anak DI dalam mengerjakan tugas, tidak mendukung jawaban yang dilontarkan
mau bermain kemudian menyuruh anak DI subjek lainnya dengan cara mengulangi
pergi, dan tidak mau belajar dengan anak DI. jawaban subjek lain, meneruskan jawaban
Subjek pada penelitian II tidak mau ikut subjek lain, atau menjawab secara
membantu mencari uang, anak DI yang bersamaan dengan jawaban yang sama.
hilang, dan merasa senang ketika uang anak Subjek juga menolak ketika diposisikan
DI hilang. Subjek juga ingin memarahi, sekelompok dengan DI dengan
memukuli, melempari dengan batu, dan menunjukkan ekspresi wajah sedih dan
mengeroyok sebagai upaya balas dendam mengeluh seperti berkata “hah”, “huh”.
terhadap perilaku anak DI. Dinamika representasi sosial ini dapat
Subjek mencoba melakukan negosiasi dilihat pada Gambar 1.
dengan guru jika satu kelompok dengan
anak DI agar tidak satu kelompok dengan
Diskusi
anak DI dengan melakukan protes jika
satu kelompok dengan anak DI. Subjek Ada perubahan dinamika antara dinamika
menjauhi, tidak mau bermain dengan cara awal yang peneliti susun dengan dinamika
mendiamkan anak DI, tidak suka, tidak yang peneliti temukan setelah proses
senang, malas, sebal, dan sedih jika satu penggalian data. Peneliti menemukan faktor-

JURNAL PSIKOLOGI 14
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

faktor yang mempengaruhi representasi teori belajar sosial. Bila model yang
sosial pada teman sebaya (perkembangan berperilaku secara moral diberikan,
kognitif dan pengalaman dalam berinteraksi) anakanak akan meniru tindakan sang model
dan respon kelompok teman sebaya terhadap tersebut. Dewasa ini, teoritisi belajar sosial
anak dengan DI yang berupa penolakan. yakin bahwa faktor-faktor kognitif penting
Sikap kelompok teman sebaya yang dalam perkembangan kendali diri anak
merupakan respon terhadap DI berupa (Santrock, 2002). Tingkatan ini menjelaskan
penolakan tidak hanya dikarenakan karakter tentang perlakuan teman sebaya terhadap DI
dan sikap yang ditunjukkan anak dengan DI yang disetujui oleh teman lainnya, di mana
di mana mereka menunjukkan ketika seorang anak mendiskriminasikan DI,
perkembangan individu yang terhambat, maka anak lainnya akan bersikap sesuai
akan tetapi juga dipengaruhi pengalaman dengan teman sepermainannya atau teman
negatif kelompok teman sebaya dengan DI sebayanya sehingga peneliti menganggap
seperti perilaku yang ditunjukkan anak bahwa sikap yang dilakukan subjek atau
dengan DI pada dua wilayah dalam kelompok teman sebaya terhadap anak
penelitian ini. Perkembangan kognitif pada dengan DI wajar jika berubah, dari yang
kelompok teman sebaya usia 8-11 tahun awalnya ada penolakan, kemudian berubah
yang digunakan sebagai subjek juga untuk membantu anak dengan DI. Hal ini
mempengaruhi proses terbentuknya menunjukkan bahwa perkembangan kognitif
representasi sosial. Menurut Piaget, anak pada kelompok teman sebaya
usia 7-11 tahun berada dalam stadium mempengaruhi terbentuknya representasi
operasional konkret menunjukkan bahwa sosial yang menjadi dasar bagi mereka untuk
anak-anak pada stadium ini mampu merespon anak dengan DI dengan
memperhatikan lebih dari satu dimensi dan menunjukkan sikap tertentu berupa
menghubungkan dimensi-dimensi ini satu penolakan.
sama lain. Pada stadium ini, anak mampu Sikap terhadap individu dengan DI terdiri
memperhatikan hal-hal yang kongkrit dan dari tiga komponen utama yang meliputi
menghubungkan dengan hal lainnya. kognitif, afektif yang merupakan perasaan
Kelompok teman sebaya atau subjek emosional yaitu keinginan, suka atau tidak
memperhatikan apa yang dia lihat pada anak suka, dan setuju atau tidak setuju terhadap
dengan DI, dalam hal ini perilaku yang objek tertentu, dan konatif yang merupakan
ditunjukkan anak dengan DI, kemudian aspek perilaku yang sebenarnya merupakan
menghubungkannya dengan kemampuan kehendak seseorang terhadap suatu objek
yang dimiliki anak dengan DI. atau bagaimana orang akan bertindak dalam
Anak pada usia ini juga berada pada konteks sosial (Wrightsman, 1981). Sikap
tingkatan perkembangan moral konvensional yang ditunjukkan kelompok teman sebaya
di mana suatu hal akan dinilai baik jika berupa penolakan meliputi konatif, di mana
dapat menyenangkan dan disetujui orang kelompok teman sebaya tidak mau satu
lain dan buruk jika ditolak orang lain kelompok dan tidak mau bermain dengan
(Kohlberg dalam Mönks, et al., 2006). Studi anak DI, dan afektif, di mana kelompok
tentang perilaku moral dipengaruhi oleh teman sebaya merasa tidak senang dan tidak

JURNAL PSIKOLOGI 15

Gambar 1. Perubahan Dinamika Representasi Sosial tentang Fungsi Intelektual Anak dengan Disabilitas
Intelektual pada Kelompok Teman Sebaya
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

nyaman ketika satu kelompok dan bermain kognitif stadium operasional konkret dan
dengan anak DI. Bagaimanapun juga, tahapan moral konvensional dimana anak
representasi sosial adalah cara orangorang di akan bersikap atau berperilaku yang
mana secara kognitif merepresentasikan dinilai baik jika diterima orang lain, dan
nilai-nilai budaya, kepercayaan atau dinilai buruk jika ditolak orang lain,
keyakinan, dan norma-norma sehingga kelompok teman sebaya akan
(Pennington, 2000) sehingga tidak dapat berperilaku menolak jika teman-temannya
dipungkiri jika perkembangan kognitif menolak, dan sebaliknya, bersikap
teman sebaya mempengaruhi representasi menerima jika teman-temannya menerima
sosial tentang fungsi intelektual anak (respon konatif). Kelompok teman
dengan DI. sebaya juga tidak suka dengan anak DI
karena perilaku-perilaku yang
Kesimpulan ditunjukkan mereka (respon afektif).
Representasi sosial terdiri dari isi Pendidikan mengenai pelatihan-pelatihan
(content) dan proses (process). Isi dasar untuk peningkatan kemampuan
(content) representasi sosial tentang motorik dan linguistik anak DI perlu
fungsi intelektual DI pada kelompok dilakukan mengingat perkembangan
teman sebaya anak dengan DI meliputi motorik dan linguistik anak DI tidak
dua hal yakni pertama, kelompok teman sesuai dengan perkembangan anak
sebaya menganggap anak dengan DI normal seusianya. Pendidikan inklusi
memiliki permasalahan perilaku di mana juga dapat menjadi salah satu pilihan
anak DI tidak mampu membedakan yang tepat untuk pengembangan anak
perilaku mana yang dinilai benar atau dengan DI. Menurut O’Brien, Shevlin,
salah, dan kedua, berdasarkan teori O’Keefe, Fitzgerald, Curtis, dan Kenny,
multiple intelligence kelompok teman (2009), melalui pendidikan inklusi, anak
sebaya menganggap anak dengan DI dengan DI merasa lebih diterima, lebih
memiliki intrapersonal dan interpersonal berkompeten, dan lebih dapat
intelligencence yang dapat berfungsi berinteraksi.
secara optimal, sedangkan linguistic Pendidikan moral dan sains juga perlu
intelligence dan bodily/kinesthetic dilakukan pada teman sebaya mengingat
intelligence tidak berkembang sesuai pentingnya hubungan teman sebaya
dengan anak-anak normal seusianya atau dengan anak DI memiliki pengaruh besar
mengalami perkembangan yang dalam perkembangan individu. Program
terhambat. pelatihan kesadaran pada perawat dapat
Proses terbentuknya representasi sosial ini mengurangi pembatasan fisik dalam
terjadi karena adanya pemikiran sosial merawat individu dengan DI yang
yang mengarahkan sikap anak. Anak menunjukkan perilaku agresif dan
normal memiliki konsep tersendiri tentang merugikan. Pelatihan ini melibatkan
anak dengan DI yang tidak sesuai dengan interaksi yang padat antara perawat
aturan moral yang ada di lingkungan dengan individu dengan DI (Singh,
masyarakat dan kemampuan anak dengan Lancioni, Winton, Singh, Adkins, &
DI yang tidak setara dengan kemampuan Singh, 2009). Penelitian ini dapat
anak-anak normal pada umumnya. memberikan referensi bahwa pelatihan
Representasi sosial ini juga terbentuk yang melibatkan interaksi antara teman
karena subjek yang merupakan teman sebaya dan anak dengan DI dapat
sebaya memiliki pengalaman negatif dilakukan untuk meningkatkan kesadaran
dalam berinteraksi, dan secara moral pertemanan anak normal dan anak
masih labil, yakni berada dalam tingkatan dengan
DI.

JURNAL PSIKOLOGI 16
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

Teori multiple intelligence terdiri dari Gardner, M., Kornhaber, M.L., & Wake, W.
tujuh jenis inteligensi, dan peneliti baru (1996). Intelligence: Multiple
menggunakan empat jenis inteligensi Perspective. United State of America:
yang dijadikan dasar untuk penelitian Thomson.
representasi sosial. Oleh karena itu, Gates, B. (2007). Learning Disabilities.
peneliti selanjutnya dapat menggunakan China: Elsevier.
inteligensi lainnya yang dapat digunakan Gilbert, N. (1999). The Use of Vignettes in
sebagai dasar penelitian. Peneliti lain juga Qualitative Research. Social Research
dapat mengembangkan penelitian ini Update. Issue: 25.
dengan menggunakan stimulus yang Gregory, R.J. (2007). Psychological Testing.
sama, berbeda subjek, atau stimulus History, Principles, and applications
berbeda dengan subjek yang sama. Hasil fifth edition. Boston: Pearson.
yang didapatkan dapat dijadikan referensi Hatton, C., & Emerson, E. (2007). Health
program intervensi komunitas dan inequalities Socioeconomic
kebijakan pemerintah dalam pendidikan disadvantage, social participation and
inklusi yang melibatkan teman sebaya dan networks and the self-rated health of
anak dengan DI. English men and women with mild and
moderate intellectual disabilities: cross
Kepustakaan sectional survey. European Journal of
Public Health, 18(1) 31–37.
Albrecht, G.L., Seelman, K.D., & Bury, K. Helman, C.G. (2000). Culture, health, and
(2001). Handbook of Disability Studies. Illness. London: Arnold.
London: Sage Publications. Hutt, M.L., & Gibby, R.G. (1976). The
Anderson, M. (1999). The Development of Mentally Retarded Child Development,
Intelligence. United Kingdom: Education, and Treatment. Boston: Allyn
Psychology Press Ltd. and Bacon Inc.
Antaranews.com (2012). Penyandang Kesempatan-kerja-bagi-penyandang-
disabilitas Spanyol protes penghematan cacatharus-diperluas (2011). Diunduh
anggaran. Diunduh dari: http:// dari:
www.antaranews.com/print/346542/pe http://www.antaranews.com/berita/334
nyandang-disabilitas-spanyol- 063/tanggal 11 Maret 2011.
protespenghematan-anggaran Miller, P.H. (2010). “Piaget’s theory”.
Biro Pusat Statistik (1995). Statistik Handbook of Childhood Cognitive
Kesehatan-SUSENAS, 1995. Development. New York: Wiley-
Brewer, M.B., & Hewstone, M. (2004). Blackwell.
Social Cognition. USA: Blackwell Mönks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono,
Publishing. S.R. (2006). Psikologi Perkembangan
Cleland, C., & Rago, W. (1992). Mental Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Retardation. Walker, E., & Roberts, Yogyakarta: Gadjah Mada University
M. (Eds): Handbook of Clinical Press.
Child Psychology 2nd ed. USA: John O’Brien, P., Shevlin, M., O’Keefe, M.,
Wiley & Sons, Inc. Fitzgerald, S., Curtis, S., & Kenny, M.,
Flanagan, D.P., Genshaft, J.L., & Harrison, (2009). Opening Up A Whole New World
P.L. (1997). Contemporary Intellectual for Students with Intellectual Disabilities
Assesment. New York: Guilford Press. within A Third Level
Flick, U. (2002). An Introduction to Setting. British Journal of Learning
Qualitative Research Second Edition. Disabilities, 37, 285–292.
London: Sage Publication.

JURNAL PSIKOLOGI 17
REPRESENTASI SOSIAL, DISABILITAS INTELEKTUAL

Pennington, D.C. (2000). Social Cognition. Sarantakos, S. (2005). Social Research. New
London: Routledge. York: Palgrave Macmillan.
Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan Singh, N.N., Lancioni, G.E., Winton,
Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. A.S.W., Singh, A.N., Adkins, A.D., &
Jakarta: LPSP3 UI. Singh, J. (2009). Mindful Staff Can
Santrock, J.W. (2002). Life-Span
Development. 8 Edition. New York:
th

The McGraw-Hill Companies, Inc.


Reduce the Use of Physical Restraints Walsh, P.N., Kerr, M., & Lantman-
When providing Care to Individuals deValk, H.M.J.V.S. (2003). Health
with Intellectual Disabilities. Journal Indicators for People with Intellectual
of Applied Research in Intellectual Disabilities A European Perspective.
Disabilities, 22, 194–202. European Journal Of Public Mental
Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Health, 13(3) 47–50.
Biasa. Bandung: Refika Aditama. Willig, C., & Rogers, W.S. (2008).
Sternberg, R.J. (1996). How Practical and Qualitative Research in Psychology.
Creative Intelligence Determine Los Angeles: Sage.
Success in Life Successful Intelligence.
New York: A Plume Book.
Wrightsman, L.S. (1981). Social psychology
in the 80s. 3rd Edition. California:
Brooks/Cole Pub.Co.

JURNAL PSIKOLOGI 18

Anda mungkin juga menyukai