Anda di halaman 1dari 11

E- ISSN : 2580-7226

P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

Psikologi Perkembangan Anak Dengan Hambatan Intelektual


Sedang di Sekolah Luar Biasa
Dwi Setianingsih
dwisetianingsih@upy.ac.id
Universitas PGRI Yogyakarta

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui psikologi perkembangan anak dengan hambatan intelektual
sedang di sekolah luar biasa. Penelitian ini mcnggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak dengan hambatan intelektual sedang menunjukkan masalah
perkembangan pada semua perkembangan, yaitu fisik, kognitif, emosi, social, motoric dan Bahasa.
Adapun upaya guru kelas dan keluarga untuk meningkatkan kemandirian anak terutama untuk
kehidupan sehari-harinya yaitu melalui pembiasaan kemandirian , baik di sekolah maupun di rumah.
Kata Kunci: psikologi perkembangan, hambatan intelektual sedang, sekolah luar biasa

PENDAHULUAN sesuai agar anak tunagrahita tersebut


Anak tunagrahita adalah bagian dapat berkembang secara optimal
dari anak berkebutuhan khusus, anak sehingga dapat menjadi bekal kelak di
berkebutuhan khusus yaitu anak yang masa depan.
mempunyai hambatan atau gangguan Perkembangan anak meliputi
fisik, intelektual, maupun perilaku dan perkembangan fisik, kognisi, emosi,
emosi dari anak pada umumnya. Anak motorik, dan bahasa. Fungsi-fungsi
tunagrahita adalah anak yang perkembangan yang dihadapi anak
mengalami hambatan atau hambatan tunagrahita sedang jauh tertinggal jauh
dari segi mental intelektualnya di dengan anak normal, akan tetapi
bawah rata-rata normal, sehingga mereka juga merupakan bagian dari
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas masyarakat Indonesia yang
akademik, komunikasi, mapun sosial, mempunyai hak dan kewajiban serta
dan memerlukan layanan khusus sesuai peran yang sama dengan masyarakat
dengan kebutuhannya. Indonesia lainnya.
Anak tunagrahita memiliki Dalam proses pembelajaran
kemampuan dalam memenuhi perlu kerjasama yang baik antara guru,
kebutuhan sehari-hari yang disesuaikan orang tua serta masyarakat. Untuk itu
dengan tingkat gangguan yang dalam proses pembelajaran pada anak
dialaminya. Namun, pada pemenuhan tunagrahita diperlukan pengetahuan
hal-hal tersebut mengalami hambatan guru, orang tua, maupun masyarakat
karena keterbatasan intelektual yang mengenai karaketisitik kebutuhan
berada di bawah usia kronologisnya. perkembangan anak tunagrahita, yang
Anak tunagrahita mempunyai meliputi perkembangan fisik, kognisi,
permasalahan dan kebutuhan yang emosi, motorik maaupun bahasa

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 88
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

sehingga kebutuhan anak tunagrahita 5. Status Anak : Anak kandung


dapat terpenuhi dengan maksimal. 6. Anak ke : 3 dari 3
bersaudara
METODE 7. Nama Sekolah : SLB
Desain penelitian yang Bina Siwi
digunakan dalam penelitian ini adalah 8. Alamat :
pendekatan kualitatif. Peneliti Watugedug, Guwosari,
menggunakan pendekatan kualitatif Pajangan, Bantul, DIY
karena penelitian ini merupakan B. Perkembangan Anak
penelitian lapangan untuk Berdasarkan hasil observasi yang
mendeskripsikan dan menganalisis kami lakukan anak tersebut memiliki
fenomena, peristiwa, aktifitas suatu IQ 40, menurut kelompok IQ anak
kelompok dalam hal ini adalah tersebut masuk ke dalam Skala
mengetahui perkembangan anak Weschler (WISC) yaitu antara 54-40
dengan hambatan intelektual sedang di berarti anak termasuk ke dalam
sekolah luar biasa. kategori anak tunagrahita sedang.
Sejalan dengan tujuan dan Anak tersebut tidak dapat berpikir
rumusan masalah penelitian, penelitian secara abstrak, terbatas yang
ini menggunakan pendekatan kualitatif kemampuan belajar, berhitung,
dengan menggunakan metode menulis dan membaca seperti anak
penelitian kualitatif deskriptif dengan tersebut tidak dapat membaca kalimat
desain studi kasus. Langkah-langkah tunggal dan mengalami kesulitan
yang dilakukan dalam analisis data dalam berhitung sekalipun sederhana.
yaitu melalui reduksi data, penyajian Dalam perilaku adaptifnya
data atau display data dan penarikan perkembangan interaksi dan
kesimpulan (konklusi) dan verifikasi komunikasinya terlambat. Mengalami
(Creswell, 2008, hlm. 244), dengan kesulitan untuk beradaptasi dengan
partisipan penelitian adalah peserta lingkungan yang baru (penyesuaian
didik gengan hambatan intelektual diri), anak hanya mampu mengadakan
sedang kelas 2 SLB Bina Siwi Daerah hubungan sosial dengan keluarga.
Istimewa Yogyakarta. Anak kurang mampu mengurus diri
sendiri, ketika dia membutuhkan atau
HASIL DAN PEMBAHASAN menginginkan sesuatu anak belum
Hasil dapat mengungkapkan keinginannya
A. Identitas Anak secara langsung seperti ketika ia lapar
1. Nama : Galuh Angga ia hanya mengambil alat makan
2. TTL/Umur : 6 Februari kemudian diberikan kepada ibunya dan
2011/ 8 tahun ketika ia akan mandi ia hanya melepas
3. Jenis Kelamin : Laki- pakaian kemudian mendekati ibunya.
laki
4. Agama : Islam

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 89
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

Pembahasan normal pada umur yang sama ada


A. Perkembangan fisik dalam kategori kurang(Martasuta,
Kondisi secara factual/kenyataan 1984). Dengan demikian tingkat
anak tersebut mengalami masalah atau kesegaran jasmani anak tunagrahita
terlambat dalam perkembangan setingkat lebih rendah dibandingkan
fisiknya. Anak tunagahita tersebut di dengan anak normal pada umur yang
atas pada usia balita anak tunagrahita sama. (Sutjihati Soemantri, 2006, hlm.
tersebut mengalami gizi buruk, riwayat 108-109).
kesehatan anak juga kurang baik. Anak Berdasarkan hasil observasi
terlambat dalam kemampuan berdiri menunjukkan bahwa perbandingan
dan berjalan, ia dapat berdiri dan perkembangan fisik anak tunagrahita
berjalan ketika sudah berusia 4 tahun. tersebut setingkat lebih rendahdengan
Anak tunagrahita sedang adalah anak normal seusianya. Anak
anak yang mampu latih, dimana anak tuangrahita tersebut di atas dapat
dapat dilatih untuk beberapa berdiri dan berjalan pada usia 4 tahun,
keterampilan tertentu. Anak sedangkan anak normal seusianya
tunagrahita sedang memiliki beberapa sudah dapat berdiri dan berjalan kurang
keterampilan tertentu. Anak lebih usia 1 tahun. Jika dibandingkan,
tunagrahita sedang memiliki beberapa perkembangan jasmani dan motorik
kekurangan dalam kemampuan anak tunagrhita tersebut di atas tidak
mengingat, menggeneralisasi, bahsa, secepat perkembangan anak normal
konseptual, perseptual, dan seuisanya.
kreativitas(Hanson dan Aller, 1992, B. Perkembangan kognisi
hlm. 165). Anak tunagrahita sedang Kondisi secara factual/kenyataan
juga memiliki kelainan fisik, memiliki anak tersebut memiliki IQ 40 itu berarti
koordinasi fisik yang buruk, anak termasuk ke dalam kategori anak
mengalami masalah sosial, memiliki tunagrahita sedang. Anak mengalami
keseimbangan yang buruk (Lyen,2002, kesulitan dalam perkembangan
hlm. 50). (Dalam Jurnal Ilmu akademiknya, pada usia saat ini anak
Keolahragaan Edisi 1 Tahun 2018). belum bisa membaca, berhitung,
Perkembangan jasmani dan maupun menulis sederhana.
motorik anak tunagrahita tidak secepat Tunagrahita sedang disebut juga
perkembangan anak normal imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-
sebagaimana banyak ditulis orang. 36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Skala Weschler (WISC). Anak
tingkat kesegaran jasmani anak tunagrahita sedang sangat sulit untuk
keterbelakang mental atau anak belajar secara akademik, seperti belajar
tunagrahita yang memiliki MA 2 tahun menulis, membaca, dan berhitung
sampai dengan 12 tahun ada dalam walaupun mereka bisa belajar menulis
kategori kurang sekali. Sedang anak secara sosial. Misalnya, menulis

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 90
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

namanya sendiri. Dalam kehidupan proses, yaitu: (1) persepsi, (2) memori,
sehari-hari, anak tunagrahita sedang (3) pemunculan ide-ide, (4) evaluasi,
sangat membutuhkan pengawasan (5) penalaran. Proses-proses itu
yang terus-menerus agar mampu terus meliputi sejumlah unit yaitu skema,
berkesinambungan akan kebiasaan- gambaran, simbol, konsep, dan kaidah-
kebiasaan yang akan terus teringat dan kaidah. Para peneliti bidang ini tertarik
mampu mengerjakan suatu hal yang pada perubahan urutan proses kognitif
sering dilakukannya (Atmaja, 2018, yang dihubungkan dengan umur dan
hlm. 102) pengalaman. Ahli-ahli psikolog
Tunagrahita sedang yang disebut perkembangan berusaha untuk
mampu latih (imbesil), siswa tungrahita memahami mekanisme perubahan
sedang hanya mampu dilatih oleh kogniti pada berbagai perkembangan
tenaga pendidik dalam mengasuh kognitif.(Somantri, 206, hlm. 110)
kemampuannya, siswa tersebut sulit Dalam kecepatan belajar
dalam hal akademik, tetapi mampu
(learning rate), anak tunagrahita jauh
dalam mengusrus dirinya dan selalu
ketinggalan oleh anak normal. Untuk
membutuhkan pengawasan secara terus
mencapai kriteria-kriteria yang dicapai
menerus. (Hidayah, 2014, hlm. 21)
oleh anak normal, anak tunagrahita
Kapasitas belajar anak
lebih banyak memerlukan ulangan
tunagrahita sangat terbatas, terlebih
tentang bahan tersebut. (Somantri, 206,
kapasitasnya mengenai hal yang
hlm. 111)
abstrak. Mereka lebih banyak belajar
dengan membeo (rate learning) Berkenaan dengan memori, anak
danpada dengan pengeman. Dengan tunagrahita berbeda dengan anak
membuat kesalahan yang sama, mereka normal pada short term memory. Anak
cenderung menghindar dari perbuatan tunagrahita tampaknya tidak berbeda
berplkir. Mereka mengalami kesulitan dengan anak normal dalam long term
memusatkan perhatian, dan lapang memory, daya ingatnya sama dengan
minatnya sedikit. Mereka juga anak normal. Akan tetapi bukti-bukti
cenderung cepat lupa, sulit untuk menunjukkan anak tunagrahita berbeda
membuat kreasi baru, serta rentang dengan anak normal dalam hal
perhatiannya pendek (Atmaja, 2018, mengingat yang segera (immediate
hlm. 112) memory). (Somantri, 206, hlm. 112)
Suppes (1974) menjelaskan Beberapa penjelasan tentang
bahwa kognisi merupakan bidang yang kekurangan anak tunagrahita pada
luas yang meliputi semua keterampilan ingatan jangka pendek dipahami
akademik yang berhubungan dengan dengan pendekatan konsep neuro-
wilayah persepsi. Messen, Conger, dan biologis. Spitz (1963) menetapkan teori
Kagan (1974) menjelaskan bahwa kejenuhan cortical (Cortical Satiation
kognisi paling sedikit terdiri dari lima Theory) terhadap anak tunagrahita.

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 91
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

Spitz mengajukan sebuah hipotesis orang yang baru dikenal atau asing.
bahwa sel cortical (cortical cells) anak Pada saat observasi anak tersebut di
tunagrahita lebih lambat dalam atas hanya duduk di pangkuan ibunya
perubahan kimia, listrik, dan perubahan dan terus menagis meminta pulang.
fisik. Perubahan-perubahan temporer
yang terjadi pada se| cortical lebih sulit. Faktor utama yang menjadikan
(Somantri, 206, hlm. 112) siswa tunagrahita sulit melakukan
penyesuaian social dalam lingkungan
Fleksibilitas mental yang kurang
kegiatan tertentu atau pekerjaan adalah
pada anak tunagrahita mengakibatkan
faktor sosio-emosional. Depatement of
kesulitan dalam pengorganisasian
Health, Education and Welfare USA
bahan yang akan dipelajari. Oleh
dalm buku Delphine menungkapkan
karena itu sukar bagi anak tunagrahita
‘Faktor sosio-emosional meliputi:
untuk menangkap informasi yang
perasaan takut (anxiety), perasaan
kompleks. (Somantri, 206, hlm. 111)
ketidakpuasan disebabkan orang lain
Berdasarkan hasil observasi (envy), agresi (aggression), dan sikap
menunjukkan bahwa perbandingan negatif terhadap suatu kewenangan
perkembangan kognisi anak (attitude toward authority)’. (Rosse,
tunagrahita tersebut dengan anak dkk, 2014, hlm. 22)
normal seusianya sangat jauh berbeda. Perkembangan dorongan (drive)
Tingkat kecerdasan anak tunagrahita dan emosi berkaitan dengan derajat
sedang tersebut sangat jelas di bawah ketunagrahitaan seorang anak. Pada
rata-rata anak normal seuisanya, anak tunagrahita sedang, dorongan
kapasitas belajarnya sangat terbatas berkembang lebih baik tetapi
terutama, untuk hal-hal yang abstrak. kehidupan emosinya terbatas pada
Pada seusianya, anak normal sudah emosi-emosi yang sederhana.
dapat membaca kalimat, berhitung, (Somantri, 2006, hlm. 115)
maupun menulis. Namun ketika anak
Kanak-kanak dan penyesuaian
tunagrahitadibandingkan dengan anak
sosial merupakan proses yang saling
seuisanya anak tersebut di atas sangat
berkaitan. Kepribadian social
jauh tertinggal, pada usia saat ini anak
mencerminkan cara orang tersebut
tunagrahita tersebut belum mampu
berinteraksi dengan lingkungan.
membaca, menulis, maupun berhitung
Sebaliknya, pengalaman-pengalaman
sekalipun sederhana.
penyesuaian diri sangat besar
C. Perkembangan emosi pengaruhnya terhadap kepribadian.
Kondisi secara factual/kenyataan (Somantri, 2006, hlm. 116)
anak tersebut secara emosi anak tidak
Dalam kepribadian tercakup
dapat mengungkapkan apa yang
susunan fisik, karakter emosi, serta
diinginkannyadan anak merasa malu
karakteristik sosial seseorang.
danketakutan saat bertemu dengan
Didalamnya juga tercakup cara-cara

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 92
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

memberikan respon terhadap Anak terbelakang yang masih muda


rangsangan yang datangnya dari dalam akan merasa takut terhadap hal-hal
maupun dari luar, baik rangsangan fisik yang berkenaan dengan hubungan
maupun rangsangan social.( Somantri, sosial. (Somantri, 2006, hlm. 116)
2006, hlm. 116)
Tunagrahita mengalami
Dari penelitian yang dilakukan kelemahan dalam fungsi ego. Ego yang
oleh Mc Iver dengan menggunakan normal berfungsi untuk menggali dan
Children’s Personality Questionare mempelajari realitas, memahami akibat
ternyata anak-anak tunagrahita dari sebuah tindakan, dan belajar untuk
mempunyai beberapa kekurangan. menahan keinginan serta yang secara
Anak tunagrahita pria memiliki sosial dapat diterima. Tunagrahita
kekurangan berupa tidak matangnya mengalami kelemahan dalam proses
emosi, depresi, bersikap dingin, seoerti itu. Artinya tunagrahita
menyendiri, tidak dapat dipercaya, mengalami tidak mampu untuk
impulsive, lancang, dan merusak. Anak mengontrol impuls-impuls. Oleh
tunagrahita wanita mudah dipengaruhi, karena itu emosinya mudah sekali
kurang tabah, ceroboh, kurang meledak. (Kemis & ati Rosnawati,
menahan diri, dan cenderung 2013, hlm. 40)
melanggar ketentuan. Dalam hal lain,
Kelemahan fungsi ego
anak tunagrahita sama dengan anak
menyebabkan anak tunagrahita tidak
normal. Kekurangan-kekurangan
mampu menyalurkan ketegangan
dalam kepribadian akan berakibat pada
insting dalam bentuk perilaku yang
proses penyesuaian diri. (Somantri,
dapat diterima, penyaluran ketegangan
2006, hlm. 116)
dalam mengontrol kecemasan lebih
Penyesuaian diri merupakan banyak didasarkan pada mekanisme
proses psikologis yang terjadi ketika pertahanan diri yang lebih bersifat
kita menghadapi berbagai situasi. primitif. Semakin primitif mekanisme
Seperti anak normal, anak tunagrahita pertahanan diri, semaikin tidak efektif
akan menghayati suatu emosi, jika dalam mereduksi kecemasan. Semakin
kebutuhannya terhalangi. Emosi-emosi canggih mekanisme pertahanan diri
yang positif adalah cinta, girang dan (yang secara sosial dapat diterima),
simpatik. Emosi-emosi ini tampak pada semakin efektif dalam mereduksi
anak tunagrahita yang masih muda kecemasan. Oleh sebab itu perilaku
terhadap peristiwa-peristiwa yang tunagrahita ditandai oleh reaksi
bersifat konkret. Jika lingkungan irasional dan kecemasan yang
bersifat positif terhadapnya maka berlebihan. (Kemis & Rosnawati,
mereka akan lebih mampu 2013, hlm. 41)
menunjukkan emosi-emosi positif itu.
Berdasarkan hasil observasi
Emosi-emosi yang negative adalah
perkembangan emosi anak tunagrahita
perasaan takut, giris, marah dan benci.

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 93
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

menunjukkan mengalami Martasuta, 1984). Dengan demikian


permasalahan. Pada seusianya, anak tingkat kesegaran jasmani anak
normal sudah dapat mengunkapkan apa tunagrahita setingkat lebih rendah
yang diinginkannya dan juga pada dibandingkan dengan anak normal
seusianya, anak normal sudah pada umur yang sama. (Sutjihati
mempunyai keinginan untuk Soemantri, 2006, hlm. 108-109).
bersosialisasi dan menunjukkan rasa
Berdasarkan hasil observasi
penasaran ketika bertemu dengan orang
menunjukkan bahwa perkembangan
yang baru. Namun, jika dibandingkan
motorik anak tunagrahita tersebut
dengan anak normal seuisanya, anak
terhambat dibandingkan dengan anak
tersebut pada usia ini belum bisa
normal seusianya. Perkembangan
menunjukkan emosi dan belum bisa
motorik halusnya, terlihat sangat
menujukkan rasa empati terhadap
berbeda dengan anak normal
orang lain.
seusianya, anak tersebut sering
D. Perkembangan motoric menampakkan kurangnya koordinasi
Kondisi secara factual/kenyataan mata dan tangan serta mata dan kaki
anak tersebut mengalami masalah dan
E. Perkembangan Bahasa
keterlambatan dalam perkembangan
Kondisi secarafactual anak
motoriknya. Motorik terbagi menjadi
tersebutbelum mampu dalam
dua, yaitu mororik halus dan motorik
penguasaan bahasa. Anak tersebut
kasar. Anak tersebut di atas kurang
mampu berceloteh pada usia 4 tahun
dapat koordinasi antara mata dan
dan dapat mengucapkan kata kata yang
tangan serta mata dan kaki. Namun
sederhana pada usia 7 tahun, dan
untuk perkembangan motorik kasar,
bahasa yang digunakannya pun bahasa
anak tersebut tidak terlalu menujukkan
sehar-hari yaitu bahasa jawa. Dalam
masalah. Contohnya anak tersebut
pelafalan bahasa anak sudah jelas
dapat menaiki sepeda roda dua pada
hanya saja saat anak mengutarakan
usia 7 tahun.
kata sedikit kaku, itupun yang
Perkembangan jasmani dan diucapkannya hanya dua atau tiga kata.
motorik anak tunagrahita tidak secepat
Bahasa didefinisikan oleh
perkembangan anak normal
Myklebust (1955) sebagai perilaku
sebagaimana banyak ditulis orang. simbolik mancakup kemampuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengikhtisarkan, mengikatkan kata-
tingkat kesegaran jasmani anak kata dengan arti, dan menggunakannya
keterbelakang mental atau anak sebagai simbol untuk berpikir dan
tunagrahita yang memiliki Ma 2 tahun mengekspresikan ide, maksud, dan
sampai dengan 12 tahun ada dalam perasaan. Myklebust (1960)
kategori kurang sekali. Sedang anak mengemukakan lima tahapan abstraksi:
normal pada umur yang sama ada sensori, persepsi, perumpamaan,
dalam kategori kurang(Umardjani

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 94
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

simbolisasi, dan konseptualisasi. Setelah inner language


Kapasitas-apasitas tersebut saling berkembang, maka tahap berikutnya
melengkapi dan dipandang sebagai adalah recep. tive language. Anak pada
tahap perkembangan yang usia kira-kira 8 bulan mulai mengerti
berhubungan secara langsung dengan sedikit. sedikit tentang apa yang
pengalaman. (Soemantri, 2006, hlm. dikatakan orang lain kepadanya. Anak
113) mulai merespon apabila namanya
dipanggil dan mulai sedikit mengerti
Secara umum perkembangan
perintah_ Menjelang kira-kira umur 4
bahasa digambarkan oleh Myklebust
tahun, anak lebih menguasai kemahiran
(1960) meliputi lima tahap
mendengar dan setelah itu proses
perkembangan, antara lain visual
penerimaan (receptive process)
receptive language reading, auditory
memberikan perluasan kepada sistem
expressive language speaking, auditory
bahasa verbal. Terdapat hubungan
receptive language comprehending
timbal balik antara inner language
spoken word, inner language auditory
dengan receptive language.
symbol and experiwnce, experience.
Perkembangan inner language
(Soemantri, 2006, hlm. 113)
melewati fase pembentukan konsep-
1. Inner language
konsep sederhana menjadi tergantung
Inner language adalah aspek kepada pemahaman dan receptive
bahasa yang pertama berkembang. language.( Soemantri, 2006, hlm. 114)
Muncul kira-kira pada usia 6 bulan.
Karakteristik perilaku yang muncul 3. Expressive language
pada tahap ini adalah pembentukan Aspek terakhir dari
konsep-konsep sederhana, seperti anak perkembangan bahasa adalah bahasa
mendemonstrasikan pengetahuannya ekspresif (expressive language).
tentang hubungan sederhana antara Menurut Myklebust expressive
satu objek dengan objek lainnya. Tahap language berkembang setelah
berikut dari perkembangan inner pemantapan pemahaman. Bahasa
language adalah anak dapat memahami ekspresif anak muncul pada usia kira-
hubungan-hubungan yang lebih kira satu tahun. Perkembangan bahasa
kompleks dan dapat bermain dengan erat kaitannya dengan perkembangan
mainan dalam situasi yang bermakna. kognisi, keduanya mempunyai
Contohnya menyusun perabot di dalam hubungan timbal balik. Perkembangan
rumah-rumahan. Bentuk yang lebih kognisi anak tunagrahita mengalami
kompleks dari perkembangan inner hambatan, karenanya perkembangan
language ini adalah mentransformasika bahasanya juga akan terhambat.(
pengalaman ke dalam simbol bahasa.( Soemantri, 2006, hlm. 114-115)
Soemantri, 2006, hlm. 113) Anak tunagrahita pada umumnya
2. Receptive language tidak bisa menggunakan kalimat

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 95
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

majemuk, dalam percakapan sehari- Hasilnya menunjukkan bahwa anak


hari banyak menggunakan kalimat tunagrahita lebih lambat daripada anak
tunggal. Ketika anak tunagrahita normal (kata per menit), lebih banyak
dibandingkan dengan anak normal menggunakan kata-kata positif, lebih
pada CA yang sama, anak tunagrahita sering menggunakan kata-kata yang
pada umumnya mengalami gangguan lebih umum, hampir tidak pernah
artikulasi, kualitas suara, dan ritme. menggunakan kata-kata yang bersifat
Selain itu anak tunagrahita mengalami khusus, tidak pernah menggunakan
kelambatan dalam perkembangan kata ganti, lebih sering menggunakan
bicara (expressive auditory language).( kata-kata bentuk tunggal, dan anak
Soemantri, 2006, hlm. 115) tunagrahita dapat menggunakan kata-
kata yang bervariasi. (Soemantri, 2006,
Dalam perkembangan morfologi,
hlm. 115)
anak normal menguasai peningkalan
Sejumlah morfem sejalan dengan Anak tunagrahita yang
perkembangan umur, demikian juga mengalami gangguan bahasa lebih
anak tunagrahita.Anak tunagrahita dan banyak dibandingkan dengan yang
anak normal yang memiliki MA yang mengalami gangguan bicara. Hasil
sama memperlihatkan level yang sama penelitian Robert Ingall (1987)
dalam perkembangan morfologi. Akan tentangkemampuan berbahasa anak
tetapi anak tunagrahita yang memiliki tunagrahita dengan menggunakan
CA yang sama dengan anak normal, ITPA (Illinoins Test of
anak tunagrahita memiliki tahap lebih Psycholinguistic Abilities)
rendah dalam perkembangan menunjukkan bahwa; (1) anak
morfologinya.(Soemantri, 2006, hlm. tunagrahita memperoleh keterampilan
115) berbahasa pada dasarnya sama seperti
anak normal, (2) kecepatan anak
Hal terakhir dari perkembangan
bahasa berkaitan dengan kemampuan tunagrahita dalam memperoleh
keterampilan berbahasa jauh lebih
bahasa yang disebut semantik. Anak-
anak memperlihatkan perkembangan rendah daripada anak normal, (3)
kebanyakan anak tunagrahita tidak
semantik sama seperti pada komponen
lainnya. Anak terbelakang dapat mencapai keterampilan bahasa
yang sempurna, (4) perkembangan
menunjukkan perkembangan semantik
bahasa anak tunagrahita sangat
yang lebih lambat daripada anak
normal. Tetapi tidak ada bukti bahwa terlambat dibandingkan dengan anak
normal, sekalipun pada MA yang sama.
mereka memi|iki perbedaan pola
perkembangan sintaksis. (Soemantri, Dengan kata lain anak tunagrahita
mengalami defisit dalam keterampilan
2006, hlm. 115)
berbahasa, (5) anak tunagrahita
Perkembangan vacabulary anak mengalami kesulitan tertentu dalam
tunagrahita telah diteliti secara luas. menguasai gramatikal, (6) anak

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 96
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

tunagrahita tidak dapat menggunakan 3. Perkembangan emosi


kalimat majemuk, ia akan banyak 4. Perkembangan motorik
menggunakan kalimat tunggal. (Kemis 5. Perkembangan bahasa
& Rosnawati, 2013, hlm. 30-31)
Saran
Perbandingan bahasa anak Berdasarkan hasil temuan dan
normal dengan anak tunagrahita pembahasan penelitian ini, peneliti
menunjukkan bahwa, perkembangan merumuskan beberapa rekomendasi
bahasa anak tunagrahita mengalami sebagai berikut:
hambatan itu sebagai wujud dari Perlu ditingkatkannya pengetahuan dan
terhambatnya perkembangan kognisi pemahaman guru atau pendidik
anak tunagrahita. Jika anak normal terhadap anak tunagrahita mengenai
hamper semua pada usia 4 tahun sudah kebutuhan perkembangan anak
dapat menguasai aturan dasar bahasa tunagrahita yang meliputi
dan pada usia 8 tahun sudah dapat perkembangan fisik, perkembangan
berbicara dengan jelas dan dapat kognisi, perkembangan emosi,
memahami suatu kata atau kalimat perkembangan motoric dan
majemuk. Namun ketika anak perkembanhgan bahasa sehingga guru
tunagrahita yang kami observasi dapat menerapkan strategi dan metode
tersebut mengalami kelambatan dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan
perkembangan bicara, anak tersebut kebutuhan anak tunagrahita agar dapat
pada usia 8 tahun masih mengalami tercapainya proses pembelajaran yang
gangguan artikulasi,kualitas suara dan maksimal. Kerja sama antara guru,
ritme. Selain itu, ia juga belum bisa orangtua, dan masyarakat juga sangat
mengucapkan kata yang mengandung berpengaruh terhadap keberhasialan
makna sekalipun sederhana. proses pembelajaran., untuk itu kerja
sama antara guru, orang tua dan
PENUTUP
masyarakat juga perlu ditingkatkan.
Simpulan
Berdasarkan hasil observasi yang Pembiasaan kemandirian menjadi
kami lakukan anak tersebut memiliki solusi untuk meingkatkan kualitas diri
IQ 40, menurut kelompok IQ anak anak dengan hambatab intelektual
tersebut masuk ke dalam Skala sedang ini. pembiasaan ini harus
Weschler (WISC) yaitu antara 54-40 konsisten baik di sekolah maupun di
berarti anak termasuk ke dalam rumah.
kategori anak tunagrahita sedang.
Anak tersebut mengalami Daftar Pustaka
beberapa masalah perkembangan, yang
Atmaja, Jati Rinarki. (2018).
meliputi:
Pendidikan dan Bimbingan Anak
1. Perkembangan fisik Berkebutuhan Khusus. Bandung:
2. Perkembangan kognisi PT Remaja Rosdakarya.

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 97
E- ISSN : 2580-7226
P-ISSN : 2580-6041 Vol.6 No.2

Hidayah, Muhlishotul, dkk (2014), Khusus Tunagrahita. Jakarta: PT


Proses Berpikir Siswa Luxima Metro Media.
Tunagrahita Ringan dalam Rosse, dkk (2014), Keterampilan
Memecahkan Masalah Sosial Anak Tunagrahita Ringan
Matematika Bentuk Soal Cerita di Sekolah Inklusif.
pada Operasi Hitung Campuran. JASSI_Anakku, Vol.13, No.1,
Journal of Mathematics and hlm.22.
Mathematics Education, Vol.4,
No.1, hlm.21. Somantri, T Sutjihati. (2006). Psikologi
Anak Luar Biasa. Bandung: PT
Kemis dan Ati Rosnawati. (2013). Refika Aditama.
Pendidikan Anak Berkebutuhan

DOI: 10.31537/speed.v6i2.958 98

Anda mungkin juga menyukai