Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PROGRAM BINA DIRI TERHADAP KEMANDIRIAN

ANAK TUNAGRAHITA
(Studi quasi Eksperimen Mengenai Pengaruh Program Bina Diri di SLB Abc Argasari
Yayasan Lestari Tasikmalaya terhadap Kemandirian anak Tunagrahita Kategori Ringan)

Emil Kurniawan
Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas dari penerapan program
Bina Diri di SLB Abc Argasari Yayasan Lestari Tasikmalaya terhadap kemandirian
anak tunagrahita (kategori Ringan). Metode penelitian yang digunakan adalah
quasi-eksperimen dengan rancangan single subject research dengan pola multiple
baseline design. Instrument pengumpulan data menggunakan alat ukur observasi
dengan metode Rating Scale dan pedoman wawancara. Hasil analisis menunjukan
adanya peningkatan skor pada fase treatment. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh program bina diri di SLB Abc Argasari Yayasan Lestari
Tasikmalaya terhadap kemandirian anak tunagrahita (Kategori Ringan).

Kata Kunci : Program Bina Diri, Kemandirian Anak Tunagrahita

Abstrak

This research aims to know the effectiveness of self-improvement application


toward autonomy of mentally disabled children (medium category) at school of
special needs students (SLB) Abc Argasari Yayasan Lestari Tasikmalaya. Quasi-
experiment using single subject research design and multiple baseline design is
used. Collecting data used observation with Rating Scale instrument and interview.
Result shows that there is an increasing score in treatment phases. It ca be
concluded that self-improvement program effect the autonomy of mentally disabled
children at School of special needs students (SLB) Abc Argasari Yayasan Lestari
Tasikmalaya.

Keywords: Self-improvement program, autonomy of mentally disabled child

PENDAHULUAN dimuka bumi ini. Kesempurnaan ini


ternyata tidaklah seluruhnya bagi manusia
Manusia telah diciptakan Alloh SWT
karena masih ada yang diciptakan oleh
sebagai makhluk yang sempurna dalam
Tuhan yang memiliki kekurangsempurna-
segala hal dibanding dengan makhluk yang
an baik dalam segi fisik maupun dalam
lain. Kesempurnaan manusia dari segi fisik
segi mental atau yang sering kita sebut
memiliki daya tarik terhadap suatu
dengan anak berkelainan/anak.
keindahan dan kekuatan tubuh sedangkan
Sejak lahir manusia dibekali potensi
dari segi rohani manusia diberikan akal
yang positif, dengan begitu manusia
dan pikiran untuk mengembangkan diri
dipandang sama-sama mempunyai potensi-
sehingga manusia menjadi yang beradab
616
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628

potensi tersebut hanya saja kadar dari diperhatikan agar tidak timbul interprestasi
setiap masing-masing individu dan yang salah terhadap mereka yang normal
bagaimana individu tersebut menggunakan bila mereka bersikap lain dari masyarakat
potensi tersebut. Hal ini sesuai dengan sekelilingnya.
hadist Nabi SAW : “setiap anak Anak pada umumnya akan dapat
dilahirkan dalam keadaan fitrah”. melakukan cara memegang sendok dan
Diluar semua itu sebenarnya labih memasukannya ke mulut untuk makan
tepat lagi jika arti kata “Fitrah” lebih sesuai dengan umurnya. Mereka tidak
dimaknai sebuah “Potensi”. Sehingga perlu ada bantuan untuk melakukan
makna hadits Nabi “setiap anak dilahirkan sesuatu yang berhubungan dengan
dalam keadaan suci” secara lebih luas perawatan diri. Namun bagi anak
dimaknai sebagai “Semua Anak Lahir di tunagrahita dalam perkembangannya akan
Dunia lahir dalam keadaan Membawa mengalami keterlambatan dalam
Potensi”. Setelah dimaknai seperti inilah melakukan tugas-tugas kehidupan, bahkan
baru kita bisa menentukan perjalanan sampai dewasapun.
hidup manusia di masa berikutnya. Tidak hanya itu anak yang
Anak berkebutuhan khusus yang mengalami ketunagrahitaan juga dari segi
telah diartikan sebagai anak yang kapasitas belajarnya sangat terbatas
mengalami kelainan baik secara phisik, terutama untuk hal-hal yang abstrak.
intelektual, sosial, dan emosional dalam Mereka lebih banyak belajar dengan cara
pertumbuhannya sehingga mereka membeo (rote learning) bukan dengan
memerlukan pendidikan khusus. Anak- pengertian. Dalam pergaulan mereka tidak
anak yang termasuk dalam golongan anak dapat mengurus, memelihara dan
berkebutuhan khusus saat ini semakin memimpin diri. Mereka bermain dengan
banyak jenisnya antara lain anak tunanetra, teman-teman yang lebih muda, tidak dapat
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa bersaing dengan teman sebaya.
tunalaras, anak berbakat, anak berkesulitan Tunagrahita sendiri dibagi menjadi
belajar spesifik, anak indigo, anak tunagrahita ringan, sedang, dan berat.
berpenyakit kronis, autisme, dan anak Dengan kenyataan yang dialami oleh
gangguan komunikasi. Adapun jumlah anak tunagrahita dengan
anak berkebutuhan khusus yang telah ketidaksempurnaanya, maka selaku sesama
tertangani di lembaga pendidikan adalah umat manusia timbul adanya suatu
81.434 anak.( Dit.PSLB 2006). kesadaran untuk berusaha membantu dan
Anak tunagrahita sebagai salah satu menangani anak tunagrahita tersebut,
anak berkebutuhan khusus memiliki karena sudah sepatutnya kita harus
berbagai kekurangan. Kekurangan tersebut menolong antara satu sama lain.
salah satunya dalam kemampuan merawat Pola pelayanan dan penanganan yang
dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena diberikan pada anak-anak berkebutuhan
rendahnya kecerdasan yang dimiliki. khusus semakin lama semakin berkembang
Dengan keterbatasan kecerdasan ini anak seiring dengan perkembangan tehnologi
tunagrahita tidak dapat melakukan dan kemajuan berpikir sumber daya
tindakan yang dapat menolong dirinya- manusia. Pola penanganan yang masih
sendiri. bersifat tradisional mulai menuju pada pola
Sebagaimana kita ketahui bersama, penanganan yang bersifat modern sehingga
tingkah laku anak tunagrahita bila berada untuk pelayanan anak semakin baik. Dari
di dalam lingkungan masyarakat normal, pola penanganan yang berbasis pada anak
akan berlainan dengan anak-anak pada minded sekarang sudah menuju pada pola
umumnya. Pada anak cacat mental terdapat penanganan yang berbasis community,
beberapa sifat khusus yang harus sehingga peran masyarakat akan semakin

617
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)

besar dalam ikut berpartispasi dalam berkontribusi dengan pembelajaran yang


peningkatan pelayanan anak berkebutuhan lain, misalnya kebutuhan komunikasi
khusus. sangat erat kaitannya dengan program
Seiring dengan lahirnya Undang- pembelajaran bahasa.
undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Dalam Program Bina Diri ini
sistem Pendidikan Nasional RI dan terdapat berbagai aspek yang harus dikuasi
Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun dan dimiliki anak tunagrahita, sehingga
2005, telah memberikan dampak langsung setiap anak dapat hidup wajar sesuai
pada perubahan kurikulum pendidikan dengan fungsi-fungsi kemandirian, antara
yang ditetapkan dengan Permendiknas lain : merawat diri, mengurus diri,
nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi menolong diri, komunikasi,
satuan Pendidikan dasar dan menengah, sosialisasi/adaptasi, keterampilan hidup,
Permendiknas Nomor 2006 tentang mengisi waktu luang.
standar kompetensi Lulusan untuk satuan Adapun materi bina diri yang
pendidikan dasar dan menengah dan diberikan meliputi 1) usaha membersihkan
Permendiknas nomor 24 tentang dan merapikan diri, 2) berbusana, 3)
pelaksanaan Peraturan Menteri minum dan makan, 4) menghindari bahaya.
Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 Ruang lingkup program bina diri menurut
tahu 2006. Inderajati Sidi (2002: 1) mencakup
Berdasarkan Permendiknas di atas komponen dan kemampuan sebagai
telah memberikan perubahan yang berikut :
signifikan bagi program khusus untuk 1. Merawat diri : makan, minum dan
pendidikan tunagrahita ringan dan sedang, kebersihan
dimana menurut kurikulum 1994 dan 2. Mengurus diri : berpakaian dan berhias
KBK sebagai mata pelajaran Kemampuan 3. Menolong diri : menjaga keselamatan
Diri (KMD), sedangkan saat ini diperluas dan mengatasi bahaya.
menjadi mata pelajaran Bina Diri. Secara 4. Berkomunikasi : berkomunikasi lisan,
konsep Bina Diri memberikan makna tulisan, isyarat dan gambar.
lebih luas dari kemampuan Merawat Diri 5. Adaptasi seperti : adaptasi dengan
(KMD), karena secara langsung KMD lingkungan keluarga. Sekolah,
menjadi bagian dari pembelajaran Bina masyarakat, dan bermain/bekerja sama.
Diri. Meskipun secara konsep Program
Program Bina Diri memiliki peran Binadiri ini bisa di kategorikan sebagai
sentral dalam mengantarkan peserta didik program yang sangat menjanjikan dan
dalam melakukan bina diri untuk dirinya berdasarkan hasil wawancara awal yang
sendiri, seperti merawat dan mengurus diri, peneliti lakukan pada pihak pengajar
menjaga keselamatan diri, komunikasi dimana peneliti melakukan penelitiannya,
serta adaptasi lingkungan sesuai dengan mereka mengakui bahwa memang
kemampuannya. Pembelajaran bina diri program Bina diri ini bisa di lihat hasilnya
diarahkan untuk mengaktualisasikan dan dengan meningkatnya kemandirian anak.
mengembangkan kemampuan peserta didik Namun pada kenyataannya,
dalam melakukan bina diri untuk fenomena yang terjadi dalam penerapan
kebutuhan dirinya sendiri sehingga tidak program Bina diri tersebut, sering kali
sepenuhnya membebani orang lain. seorang guru kesulitan dalam membantu
Ruang lingkup program Bina Diri anak tunagrahita dalam melakukan satu
tidak dapat terlepas dari program aktifitas bahkan lebih. Ketika anak sudah
pembelajaran yang lainnya pada satu di ajarkan dalam satu aktifitas misalkan
satuan pendidikan, dalam pengertian aktifitas dalam berpakaian, ketika sudah
pembelajaran Bina diri dapat saling diajarkan dan di bantu dalam berpakaian

618
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628

sering kali keesokan harinya atau perkembangan. Dalam penelitian ini yang
pertemuan berikutnya si anak tidak dapat dijadikan subjek adalah anak tunagrahita
mengulang apa yang diajarkan oleh yang termasuk dalam kategori ringan.
gurunya. Dengan pemaparan di atas,
Tidak hanya itu saja ketika anak di sebagaimana diketahui bahwa anak
suruh sesuatu oleh gurunya anak kesulitan mempunyai potensi untuk didik, walaupun
untuk melakukannnya, misalkan ketika kenyataannya anak tunagrahita dalam
anak di suruh untuk membuang sampah bertingkah laku berbeda dengan kebiasaan
pada tempatnya, anak tersebut suka lupa anak normal lainnya, tetapi masih bisa
kemana sampah tersebut harus di buang. memaksimalkan potensi tersebut dan
Hal ini menunjukan bahwa dalam sebagai tindak lanjut adanya program Bina
menjalankan program Bina Diri ini Diri yang menjanjikan dan sudah ada yang
tidaklah mudah dengan melihat factor bisa merasakan dan membuktikan
pendidik dan factor anak dengan kata lain mampaatnya sesuai yang di katakan oleh
kedua-duanya. pendidik yang peneliti wawancarai.
Tidak mudahnya dalam menjalankan Namun kenyataannya untuk menjalankan
program Bina Diri ini, juga di ketahui program Bina diri tersebut tenaga pendidik
peneliti berdasarkan hasil wawancara merasa mengalami kesulitan dan terkadang
peneliti dengan salah satu guru di Sekolah suka merasa jengkel dalam menghadapi
Luar Biasa abc argasari yayasan lestari anak tunagrahita. maka peneliti tertarik
tersebut menyatakan bahwa memang untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
dalam penerapan program tersebut efektifitas dari program Bina diri yang di
seringkali merasa jengkel karena susahnya jalankan di Sekolah Luar Biasa abc
anak dalam menyerap apa yang mereka argasari yayasan lestari dalam
ajarkan, tetapi hal tersebut bukanlah meningkatkan kemandirian anak
sebuah alasan untuk menghentikan mereka tunagrahita.
dalam mendidik anak tersebut, justru Berdasarkan latar belakang diatas
karena hal tersebut menjadikan motivasi maka identifikasi masalah pada penelitian
lebih bagi mereka untuk terus mengasah ini yakni : “ Apakah Program Binadiri
keterampilan dan kesabaran dalam Dapat Berpengaruh Tehadap
menghadapi anak. Kemandiriani Anak Tunagrahita (kategori
Dengan kondisi yang demikan ringan) di SLB Abc Argasari Yayasan
tentunya pemahaman yang jelas tentang Lestari” ?
siapa Anak Tunagrahita merupakan dasar Maksud dari penelitian ini yaitu guna
yang penting untuk dapat memperolah data yang akurat mengenai
menyelenggarakan layanan pendidikan variabel-variabel yang terkait dengan
dan pengajaran yang tepat bagi mereka. penelitian ini dengan tujuan untuk
Anak Tunagrahita terdapat di kota dan di mengetahui efektifitas dari penerapan
desa dilakangan atas dan di kalangan program Bina Diri terhadap kemandirian
rakyat jelata, dalam keluarga kurang anak tunagrahita (kategori sedang )
terpelajar dan keluarga kurang terdidik, Sekolah Luar Biasa abc argasari yayasan
baik dalam keluarga kaya maupun miskin. lestari.Kegunaan teoritis yang ingin
Definisi dari American Association peneliti peroleh diharapkan :Untuk
on Mental Deficiency (AAMD) adalah menambah wawasan dalam bidang kajian
bahwa Tunagrahita mengacu pada fungsi Psikologi Klinis yang berkaitan dengan
intelektual umum yang nyata berada di masalah kemandirian Anak
bawah rata-rata bersamaan dengan Tunagrahita.Kegunaan praktis yang ingin
kekurangan dalam adaptasi tingkah laku penelilti peroleh diharapkan : Dapat
dan berlangsung dalam masa dijadikan alternatif bagi para Anak

619
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)

Tunagrahita dalam meningkatkan baseline dengan sekurang-kurangnya satu


kemandirian melalui Program Bina fase intervensi. (sunanto et.al;2005: 56).
Diri.Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi Desain single subjek research
perkembangan ilmu pengetahuan pada menggabungkan unsur-unsur studi kasus
umumnya dan lembaga pendidikan luar dan time series. Penggunaan subjek
biasa pada khususnya. Untuk menambah tunggal dan memberikan gambaran
wawasan ilmu bagi guru dalam menangani observasi yang rinci merupakan unsure
permasalahan yang berkaitan dengan studi kasus, sedangkan serangkain
kemandirian anak tunagrahita pengukuran yang dilakukan secara
Rancangan quasi eksperimen yang stimultan dalam periode waktu tertentu
digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan unsure time series design.
Single Subjek Research (SSR) atau Single Rancangan ini terdiri dari fase baseline dan
Case (Frederick J. Graveter, dkk, 2006 : fase treatment. Fase baseline adalah
351), menyatakan bahwa single subjek serangkaian pengukuran yang dilakukan
research atau single case design adalah sebelum treatment diberikan, sedangkan
desain penelitian yang menggunakan data fase treatment adalah serangkain
dari partisipan atau subjek tunggal untuk pengukuran yang dilakukan selama
membuktikan adanya hubungan sebab treatment diberikan.
akibat dari suatu fenomena, akan tetapi Pola rancangan yang digunakan
bias juga digunakan untuk penelitian adalah multiple baseline design, yaitu
dengan subjek lebih dari satu. Meskipun rancangan single subject research yang
subjek lebih dari, analisis data untuk menunjukan kondisi treatment
masing-masing subjek dilakukan terpisah. dilaksanakan secara berturut-turut pada
Pendekatan dalam penelitian ini satu perilaku yang sama dari dua/lebih
adalah pendekatan kuantitatif dengan subjek, dua/lebih perilaku yang berbeda
metode quasi eksperimen. Desain dari satu subjek yang sama atau satu
penelitian quasi eksperimen yang dipakai perilaku yang sama dalam situasi yang
dalam penelitian ini adalah desain subjek berbeda(Frederick Graveter & Lori Ann B
tunggal (single subject research). Pada Forzano,2006:371). Pada penelitian ini,
desain subjek tunggal pengukuran variable multiple baseline design digunakan pada
terikat atau target behavior dilakukan dua/lebih perilaku yang berbeda dari satu
berulang-ulang dengan periode waktu subjek yang sama. Pola ini dimulai dengan
tertertu misalnya perminggu, perhari atau dua fase baseline yang simultan. Fase
perjam. Perbandingan ini tidak dilakukan treatment diberikan pada perilaku 1 dan
antar individu maupun kelompok tetapi fase baseline berlanjut pada perilaku 2.
dibandingkan dengan subjek yang sama Beberapa waktu kemudian treatment
dalam kondisi yang berbeda.yang diberikan pada perilaku 2.
dimaksud kondisi di sini adalah kondisi Secara operasional yang dimaksud
baseline dan kondisi eksperimen dengan kemandirian dalam peneliitian ini
(intervensi). Baseline adalah kondisi adalah suatu sikap yang di tunjukan oleh
dimana kondisi target behavior dilakukan anak tunagrahita dimana sikap tersebut
pada kondisi natural sebelum diberikan menunjukan anak mampu :
intervensi apapun. Kondisi eksperimen 1. Merawat diri : kebersihan badan
adalah kondisi dimana intervensi telah 2. Mengurus diri : makan dan minum,
diberikan dan target behavior diukur di makan/minum bersama, membuat
bawah kondisi tersebut. Pada penelitian minum, berpakaian dan berhias diri.
dengan desain subjek tunggal selalu 3. Menolong diri : memelihara alat rumah
dilakukan perbandingan antara fase tangga.
4. Berkomunikasi

620
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628

5. Sosialisasi dan Adaptasi anak tunagrahita di Slb Abc Argasari


6. keterampilan hidup Yayasan Lestari Tasikmalaya.
Oleh sendiri tanpa bantuan oleh orang
Hasil Pengukuran Aspek Kemandirian
lain.
Pada Subjek
Variable tidak terkontrol adalah
variable yang munculnya tidak dapat Grafik skor dibuat berdasarkan skor
diduga dan mempengaruhi jalannya kemandirian setiap sub Aspek dari
penelitian dan variable tersebut tidak dapat kemandirian subjek yang terdiri dari skor
dikontrol oleh peneliti. Variable tidak sebelum diberikan treatment sebanyak 3
terkontrol ini sekaligus menjadi hipotesis kali pengukuran dan skor selama treatmen
tandingan ( rival hypothesis ). sebanyak 4 kali pengukuran.
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang Hasil terlihat ada peningkatan skor
siswa kelas 2 SLB abc Argasari Yayasan yang signifikan antara fase baseline dan
Lestari berjenis kelamin laki-laki. fase treatment. Pada fase baseline
Penelitian dilakukan di SLB abc Argasari kemampuan subjek berada pada skor 11,
Yayasan Lestari Cieunteung – skor ini menunjukan kemandirian subjek
Tasikmalaya. masuk dalam kriteria rendah sedangkan
pada fase treatment skor meningkat secara
Hasil Pengukuran Kemandirian Pada bertahap. Pada fase treatment ke-1,ke-2
Fase Baseline Dan Treatment dan ke-3 skor kemandirian subjek
Hasil ini akan dilihat berdasarkan meningkat dari rendah ke sedang dan pada
skor kemandirian pada subjek yang berasal fase treatment ke-4, skor kemandirian
dari pengukuran yang dilakukan tiga kali subjek meningkat tinggi.
pada fase baseline dan empat kali pada Skor yang signifikan antara fase
fase treatment, hasil ini akan dilihat baseline dan fase treatment. Pada fase
berdasarkan grafik skor kemandirian pada baseline kemampuan subjek berada pada
subjek. Berikut adalah identitas subjek. skor 21, skor ini menunjukan kemandirian
subjek masuk dalam kriteria rendah
sedangkan pada fase treatment skor
Subjek meningkat secara bertahap. Pada fase
Nama : R.I.S treatment ke-1, ke-2 da ke-3 skor
Tempat dan tanggal lahir: kemandirian subjek secara bertahap
Tasikmalaya, 20 Februari 2003 meningkat dari rendah ke sedang dan pada
Jenis kelamin : Laki-laki fase treatmentn ke-4, skor kemandirian
Kelas :1C subjek meningkat tinggi.
Perolehan Skor Aspek Menolong Diri
Berdasarkan hasil skor yang
diperoleh, dapat disimpulkan bahwa skor Terlihat ada peningkatan skor yang
kemandirian pada subjek terjadi perubahan signifikan antara fase baseline dan fase
yakni dari skor yang tadinya rendah treatment. Pada fase baseline kemampuan
sebelum diberikan program binadiri subjek berada pada skor 16, skor ini
berubah menjadi tinggi setelah diberikan menunjukan kemandirian subjek masuk
program binadiri atau terjadi peningkatan dalam kriteria rendah sedangkan pada fase
yang signifikan dari fase baseline (fase treatment skor meningkat secara bertahap.
sebelum diberikan program binadiri) ke Pada fase treatment ke-1 dan ke-2 skor
fase treatment (setelah diberikan program kemandirian subjek masih berada pada
binadiri), hal ini berarti bahwa program skor sedang dan pada fase treatment ke-3
binadiri berpengaruh terhadap kemandirian dan ke-4, skor kemandirian subjek
meningkat tinggi.

621
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)

Terlihat ada peningkatan skor yang program binadiri, subjek hanya hadir ke
signifikan antara fase baseline dan fase sekolah dan bermain dengan teman-
treatment. Pada fase baseline kemampuan temannya. Pada pertemuan ke-empat
subjek berada pada skor 10, skor ini subjek sudah mulai menerima kegiatan
menunjukan kemandirian subjek masuk program binadiri namun subjek terlihat
dalam kriteria rendah sedangkan pada fase harus banyak dibantu dalam
treatment skor meningkat secara bertahap. menyelesaikan tugas. Pertemuan kelima
Pada fase treatment ke-1 dan ke-2 skor subjek mulai bisa menyelesaikan tugas
kemandirian subjek masih masuk dalam dengan sedikit bantuan dan pada
kriteria sedang dan pada fase treatment ke- pertemuan ke-enam dan ke-tujuh subjek
3 dan ke-4, skor kemandirian subjek sudah mulai memperlihatkan perubahan
meningkat selama mengikuti program binadiri hal
Terlihat ada peningkatan skor yang tersebut terlihat dari kemampuan subjek
signifikan antara fase baseline dan fase dalam menyelesaikan tugas yang
treatment. Pada fase baseline kemampuan diberikan.
subjek berada pada skor 8, skor ini 2. Wawancara Pihak Terkait
menunjukan kemandirian subjek masuk Melalui wawancara dengan
dalam kriteria rendah sedangkan pada fase pendidik dan orang yang mengasuh S
treatment skor meningkat secara bertahap. diperoleh data tambahan mengenai anak
Pada fase treatment ke-1 dan ke-2 skor bina sebagai berikut :
kemandirian subjek masih masuk dalam S adalah anak dengan kondisi
kriteria sedang dan pada fase treatment ke- orang tua yang kurang
3 dan ke-4, skor kemandirian subjek memperhatikannya karena sejak S
meningkat tinggi. berusia kurang dari satu tahun kedua
Terlihat ada peningkatan skor yang orang tuanya sudah bercerai sehingga S
signifikan antara fase baseline dan fase diasuh oleh neneknya. Kemudian
treatment. Pada fase baseline kemampuan setelah S berusia 2 tahun S diasuh oleh
subjek berada pada skor 6, skor ini paman dan tantenya karena paman dan
menunjukan kemandirian subjek masuk tantenya ingin merawat seorang anak
dalam kriteria rendah sedangkan pada fase yang kebetulan paman dan tantenya
treatment skor meningkat secara bertahap. belum dikaruniai seorang anak. Selama
Pada fase treatment ke-1 dan ke-2 dan ke-3 pengasuhan paman dan tantenya, S
skor kemandirian subjek masih masuk sedikit lebih diperhatikan karena paman
dalam kriteria sedang dan pada fase dan tantenya sangat menyayanginya dan
treatment ke-4, skor kemandirian subjek sudah dianggap seperti anak kandung
meningkat tinggi. mereka. Pada awal paman dan tantenya
Kesimpulan : membawa S yakni pada usia dua tahun,
Berdasarkan atas hasil perhitungan tante S sudah mengetahui keaadaan
skor aspek pada kemandirian subjek, fisik S yang tidak normal yakni bagian
diperoleh hasil bahwa aspek kemandirian kaki bagian kiri S ukurannya lebih kecil
yang proses peningkatannya paling tinggi daripada kaki bagian kanan, S pun baru
adalah aspek mengurus diri. bisa berjalan ketika sudah berusia 3
tahun. Tante S sering mengeluh dengan
Hasil Pengolahan Data Penunjang
kondisi S karena prilaku-prilaku S tidak
1. Hasil Observasi Selama Terapi sama dengan anak seusia lainnya, tante
Pada pertemuan pertama, kedua S mengatakan walaupun sudah berusia
dan ketiga subjek masih beradaptasi, 6 tahun tetapi prilaku S masih tetap saja
subjek hadir di tempat tanpa kaya anak yang masih berusia 4 tahun,
mendapatkan serangkain kegiatan diantara prilaku tersebut, kalau S mau

622
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628

makan atau mau pergi ke WC untuk harus operasi caesar dengan kondisi
buang air kecil maupun BAB masih saja fisik yang tidak normal, yakni bagian
harus dibantu dan tidak mampu kaki S sebelah kiri ukurannya lebih
melakukannya secara sendiri. Dari hal kecil dari pada bagian kanan. S lahir
itu kebetulan tetangga S adalah seorang dengan berat badan 3.5 kg dan
pendidik salah satu SLB setempat dan panjang sekitar 50cm. Selama masa
merujuknya untuk bersekolah disana. S kehamilan pada usia kandungan
dimasukan ke Slb ketika berusia 8 Sembilan bulan, ibu S sempat jatuh
tahun atas kemauan paman dan sehingga mengharuskan ibu S untuk
tantenya, pada awalnya S tidak mau di rawat di rumah sakit.
sekolah namun paman dan tantenya Perkembangan motorik S
memaksanya dan akhirnya S mau untuk berkembang agak lambat dari
bersekolah. Setiap pergi ke sekolah S kebanyakan anak yang lainnya, S
selalu dianter oleh tantenya. Respon mulai bisa berjalan sekitar usia 3
pertama S masuk Slb terlihat riang dan tahun, karena menurut teori pada
gembira, karena disana S bisa bertemu usia 18 hingga 24 bulan, anak-anak
dengan banyak teman dan bisa bermain yang baru berjalan dapat berjalan
sambil belajar dengan mereka. cepat atau berlari dengan susah-
3. Auto Anamnesa payah untuk suatu jarak yang
 Status Praesans pendek, menyeimbangkan kaki
Ketika selama pemberian program mereka dalam posisi berjongkok
binadiri dan melakukan wawancara, sambil bermain dengan benda-benda
S selalu memakai seragam SD di atas lantai, berjalan mundur tanpa
dengan kemeja warna putih berdasi kehilangan keseimbangan, berdiri
merah, kebawahan celana pendek dan menendang bola tanpa jatuh,
selutut warna merah dan sepatu berdiri dan melemparkan bola, dan
hitam. Warna kulit S hitam manis melompat di tempat
dan bermata sipit. Potongan rambut (Schirmer,1974).
S sedikit agak botak. Selama Kedua orang tuanya sudah
melakukan wawancara, S tidak bercerai dan sudah lama
banyak bicara panjang hanya meninggalkan S, sehingga S
memberikan jawaban yang singkat. sekarang diasuh oleh paman dan
 Anamnesa tantenya. S lebih banyak
S adalah seorang siswa menghabiskan waktu bermain di
Sekolah Luar Biasa kelas 1, usianya rumah bersama paman dan tantenya.
8 tahun. Ia anak kedua dari dua Di sekolah S bermain dengan
bersaudara. Adapun urutan dalam semua teman, baik laki-laki maupun
keluarganya yaitu sebagai berikut : perempuan akan tetapi lebih dekat
dengan anak laki-laki. Ketika berada
No Jenis Usia Pendidikan di rumah, S sering belajar dengan
kelamin terakhir tantenya sedangkan paman S kurang
1 Laki- 17 SMA begitu membantunya dalam belajar.
laki tahun S lebih dekat dengan tantenya
2 Laki- 8 Pelajar daripada dengan pamannya, dalam
laki tahun kelas I SLB hal pendidikan tantenya yang lebih
banyak mengarahkan dan tantenya
S dilahirkan dalam usia juga selalu menjalin komunikasi
kandungan Sembilan bulan. S dengan guru-guru untuk menanyakan
dilahirkan secara tidak normal yakni perkembangan S selama di sekolah.

623
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)

Dalam melakukan aktivitas sehari- tunagrahita di Slb Abc Argasari Yayasan


hari, S masih belum bisa melakukan Lestari Tasikmalaya selama kurang lebih 3
dengan sendiri dan sering dibantu bulan memberikan dampak meningkatnya
oleh tantenya, dari mulai makan, kemandirian pada anak tunagrahita selama
mandi, sampai memakai baju program binadiri dilaksanakan.
sebelum berangkat ke sekolah. Setiap Program Bina Diri merupakan
pulang dari sekolah tante S sering program yang khusus diberikan kepada
kali menanyakan kepada S mengenai anak tunagrahita yaitu mencakup suatu
materi yang telah didapatkan di usaha yang dilakukan SLB untuk
sekolah dan juga sering membantu S mengembangkan kemampuan diri anak
ketika mengalami kesulitan dalam tunagrahita yaitu berupa latihan-latihan
belajar. yang disesuaikan dengan keadaan anak
tersebut. Program Bina Diri memiliki
Hasil Pengujian Hipotesis Tandingan
peran sentral dalam mengantarkan peserta
(Rival Hypotesis)
didik dalam melakukan bina diri untuk
Kecepatan atau keterlambatan dirinya sendiri, seperti merawat dan
peningkatan kemandirian pada anak mengurus diri, menjaga keselamatan diri,
tunagrahita dalam penelitian ini komunikasi serta adaptasi lingkungan
dipengaruhi juga oleh factor-faktor sesuai dengan kemampuannya.
dibawah ini : Pembelajaran bina diri diarahkan untuk
1. History, hal ini tidak dapat dikontrol mengaktualisasikan dan mengembangkan
karena dapat terjadi diantara kemampuan peserta didik dalam
pengukuran pertama dan kedua, melakukan bina diri untuk kebutuhan
sehingga kejadian yang terjadi dapat dirinya sendiri sehingga tidak sepenuhnya
mempengaruhi pengukuran kedua, membebani orang lain.
yakni berkaitan dengan factor Dalam penerapan program binadiri,
kerjasama anak bina dengan pendidik terdapat proses yang dilalui sehingga dari
2. Maturation, hal ini tidak dapat dikontrol proses tersebut menyentuh beberapa aspek
karena dapat muncul atau terjadi pada psikologis dari anak tunagrahita. Proses
responden selama waktu pengukuran, awal yang dilakukan adalah pemberian
hal ini berkaitan dengan faktor materi yang berkaitan dengan materi
kelelahan dan kejenuhan. kemandirian, disini anak tunagrahita akan
PEMBAHASAN diberikan materi atau informasi seperti
layaknya proses belajar mengajar.
Berdasarkan atas hasil perhitungan Proses pemberian materi merupakan
kemandirian yang telah dilakukan pada langkah awal proses belajar, dimana pada
subjek, diperoleh hasil terjadinya tahap ini anak tungrahita mulai menerima
perubahan atau peningkatan skor informasi sebagai stimulus dan melakukan
kemandirian yang signifikan pada anak respons terhadapnya, sehingga
tunagrahita antara fase baseline dan fase menimbulkan pemahaman dan perilaku
treatment. Hal ini menunjukan bahwa hasil baru. Pada tahap ini terjadi pula asimilasi
penelitian terdapat pengaruh program antara pemahaman dan perilaku baru
binadiri terhadap kemandirian anak dalam keseluruhan perilakunya. Seringkali
tunagrahita Slb Abc Argasari Yayasan dalam pemberian materi, anak tunagrahita
Lestari Tasikmalaya. disuruh untuk mencatat materi yang telah
Terdapatnya pengaruh program diberikan agar anak tunagrahita mampu
binadiri terhadap kemandirian anak mengingat materi yang telah diberikan dan
tunagrahita, membuktikan bahwa program juga terkadang pendidik memberikan
binadiri yang dilaksanakan oleh anak

624
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628

beberapa pertanyaan sederhana kepada hasil pengamatan penelitian adalah


anak tunagrahita sebagai bahan evaluasi. motivasi yang tinggi dan minat dari anak.
Hal ini sesuai dengan apa yang Ada beberapa kemungkinan munculnya
dikatakan Wittig (1981) dalam bukunya motivasi dari anak yaitu pembelajaran bina
Psychology of Learning, setiap proses diri yang mengaktifkan anak sehingga
belajar selalu berlangsung dalam tiga lebih menarik tidak mudah bosan. Karena
tahapan : menurut Menurut Abdul Gafur (2003: 32)
a. Acquisition (tahap perolehan / bahwa salah satu faktor yang
penerimanaan informasi). mempengaruhi kemandirian adalah factor
b. Storage (tahap penyimpanan informasi). dari dalam individu yakni kondisi psikis,
c. Retrieval (tahap mendapatkan kembali yaitu kondisi kejiawaan dari individu.
informasi. Kondisi kejiwaan yang mempengaruhi
Proses selanjutnya adalah anak kemandirian adalah intelegensi, motivasi
tunagrahita dilatih secara khusus dan sikap.
melakukan tingkah laku yang berkaitan Adapun faktor yang mendukung dari
dengan binadiri, dengan metode sebagai luar anak sehingga kemandirian anak
berikut : meningkat adalah lingkungan kelas dan
a. Prompting, yaitu menyuruh anak untuk guru sebagai faktor utama. Penerapan
melakukan tingkah laku yang dimaksud pembelajaran bina diri bila hanya
dengan kata-kata, dengan mimik, disampaikan secara monoton dan
dengan bantuan tangan. konvensional maka akan berpengaruh pada
b. Modeling, menyuruh anak untuk minat belajar siswa. Namun bila dalam
melakukan sesuatu dengan mencontoh pembelajaran itu di kombinasikan dengan
tingkah laku yang diperagakan guru. lingkungan maka hasilnya akan
c. Role playing, menyuruh anak untuk berpengaruh pada diri anak. Penciptaan
melakukan sesuatu sesuai dengan peran lingkungan kelas sangat perlu karena hal
yang ditugaskannya. ini mengurangi kejenuhan anak dalam
d. Learning center, anak dapat melakukan belajar. Dari pelaksanaan penelitian yang
sesuatu sesuai dengan tugas-tugasnya telah dilakukan bahwa dalam setiap
yang ada pada pusat/sudut belajar. pertemuan harus mengubah posisi belajar
Menurut Barlow (1985), sebagai anak memang memberikan dampak yang
besar dari yang dipelajari manusia terjadi positif pada anak. Karena berdasarkan
melalui peniruan (imitation) dan penyajian adaptasi dari Kirk & Gallagher, 1986:125)
contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini, namun dibalik keterbatasan yang dimiliki
anak tunagrahita belajar mengubah anak tunagrahita, mereka menunjukan
perilakunya sendiri melalui penyaksian ketekunan dan rasa empati yang baik
cara orang atau sekelompok orang asalkan mereka mendapatkan layanan atau
mereaksi atau merespons sebuah stimulus perlakuan dari lingkungan yang kondusif.
tertentu. Anak tunagrahita ini juga dapat Pengaruh keberhasilan penerapan
mempelajari respons-respons baru dengan pembelajaran bina diri yang sangat
cara pengamatan terhadap perilaku contoh berperan dalam pembalajaran dikelas
dari orang lain, misalnya guru atau orang adalah guru. Inilah yang akan memberikan
tuanya. kunci utama dalam keberhasilan
Keberhasilan penerapan pembelajar- pembelajaran. Guru harus memiliki
an bina diri pada anak tunagrahita ada kemampuan kreatifitas yang cukup,
beberapa faktor yang berpengaruh, baik motivasi yang tinggi. Karena dalam
pengaruh dari dalam individu maupun mengelola anak-anak berkebutuhan khusus
pengaruh dari luar individu.. Pengaruh dari tidak hanya mengandalkan kasih sayang
dalam individu yang dapat dikemukan dari pada anak. Seni mengolah kelas

625
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)

merupakan kreativitas yang harus dimiliki latihan atau tugas-tugas oleh tantenya yang
oleh guru, karena dengan mengola kelas berkaitan dengan kemandirian, seperti
akan dapat menimbulkan suasana yang cara memakai baju, memakai sepatu,
selalu berubah sehingga semangat belajar mandi dll. Tidak hanya itu saja yang
anak meningkat. dilakukan oleh tante S, bahkan ketika S
Kerjasama antara orang tua dengan mengalami kesulitan dalam menerima
pendidik juga merupakan salah satu faktor materi program binadiri disekolah, tante S
yang sangat penting dalam meningkatkan suka membantunya.
kemandirian anak tunagrahita untuk Faktor lainnya yang mempengaruhi
menguasai materi yang diberikan selama peningkatan kemandirian anak tunagrahita
program binadiri. Pengulangan anak untuk adalah frekuensi kehadiran dalam program
menguasai materi diperlukan pengulangan binadiri. Faktor ini terkait dengan waktu
dan generalisasi dalam setting yang lebih dan kesempatan anak tunagrahita untuk
luas dan keluarga dapat melakukan mendapatkan materi, juga terkait dengan
aktivitas itu di rumah dengan waktu yang kontinunitas program binadiri untuk
lebih lama. Hal ini akan berpengaruh mengkondisikan anak tunagrahita supaya
kepada anak tunagrahita dalam menyerap terbiasa dalam suasana belajar.
informasi untuk menguasai materi karena Kategori anak tunagrahita juga
menurut Santrock (2009:255) “reterdasi sangat mempengaruhi dalam peningkatan
mental adalah kondisi yang dimulai kemandirian anak tunagrahita. Berdasarkan
sebelum usia 18 tahun yang melibatkan kalsifikasi yang digunakan di indonesia
intelegensi rendah (biasanya dibawah 70 saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991
dalam tes intelegensi tradisional yang adalah sebagai berikut :
dilakukan sendiri) dan kesulitan dalam 1) Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70
menyesuaikan diri dengan kehidupan 2) Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50
sehari-hari”. Tentunya ketika anak 3) Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan nya kurang dari 30
diri dengan kehidupan sehari-hari akan Anak dengan kategori ringan dalam
sulit juga untuk anak dalam memahami berbicaranya banyak yang lancar, tetapi
dan menguasai materi yang diberikan perbendaharan katanya minim, Mereka
selama program berjalan. Dengan kesulitan mengalami kesulitan dalam berpikir
yang dialami oleh anak tunagrahita, faktor abstrak, tetapi mereka masih mampu
kerjasama antara orang tua dengan mengikuti pelajaran yang bersifat
pendidik dalam usaha membantu anak akademik atau tool subject, baik di sekolah
tunagrahita dalam rangka meningkatkan biasa maupun di sekolah luar biasa (SLB).
kemandirian sangatlah penting. Karena Umur kecerdasannya apabila sudah dewasa
berdasarkan adaptasi dari James D. Page sama dengan anak normal yang berusia 12
(Suhaeri, HN: 1979) bahwa anak tahun. Dengan demikian anak tunagrahita
tunagrahita tidak dapat mengurus, yang termasuk kategori ringan dilihat dari
memelihara dan memimpin diri, sehingga IQ dan karakteristiknya akan sedikit lebih
mereka harus dibantu terus karena mereka cepat dalam meyerap informasi dan
mudah terperosok kedalam tingkah laku penanganan yang dilakukan di sekolah luar
yang kurang baik. biasa dibanding dengan anak yang
Berdasarkan hasil observasi dan termasuk dalam kategori sedang dan berat.
wawancara yang telah dilakukan, tante S Namun terlepas dari faktor-faktor
sering kali menjalin komunikasi dengan tersebut, bahwa hasil penelitian
pendidik untuk memantau perkembangan S menunjukan terjadinya peningkatan
selama berada di sekolah. Selain di sekolah, kemandirian anak tunagrahita setelah
di rumahnya pun S sering diajarkan melakukan program binadiri. Rosulullah

626
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628

SAW telah memberikan contoh SARAN


begaimana seharusnya mempersiapkan Berdasarkan hasil penelitian yang
seorang agar mendiri dan memiliki diperoleh ada beberapa saran yang peneliti
kemampuan-kemampuan untuk menjalani coba sampaikan kepada pihak-pihak yang
kehidupan sebagai seorang hamba, salah terkait, yaitu:
satunya yang disebutkan oleh Pihak pendidik Slb :
Abdurahman (2002), yakni memberi 1. Adanya dukungan orang dari para orang
semangat untuk mandiri dan bekerja keras, tua selama dalam proses program bina
Rosulullah saw sangat memperhatikan diri, agar ketika anak berada di
pengembangan bakat anak di bidang lingkungan anak merasa nyaman berada
social dan ekonomi dalam rangka dalam lingkungan keluarganya sehingga
membangun rasa percaya diri dan anak mempunyai motivasi untuk terus
kemandirian. Sehingga anak dapat mempertahankan kemampuan
berinteraksi dengan berbagai unsur di kemandiriannya.
dalam masyarakat dan menjalani hidupnya 2. Adanya kerjasama yang lebih efektif
dengan penuh kesungguhan dan tidak ada lagi antara anak tunagrahita dengan
unsure kemanjaan di dalam dirinya. pendidik selama dalam proses program
Begitu dengan dukungan yang diberikan bina diri agar anak terhindar dari rasa
oleh tante S selama ini, di sekolah maupun jenuh.
di rumah, tante S selalu ada
disampingnnya dan berusaha untuk DAFTAR PUSTAKA
memberi semangat untuk mandiri dan Astati. 2010. Binadiri untuk anak
mau bekerja keras. tunagrahit. Bandung: CV.Catur
SIMPULAN Karya Mandiri
Casmini, Mimin.2007. Pengajaran Bina Diri
Berdasarkan hasil dan pembahasan
Dan Bina Gerak (Bdbg).
penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut: Davison, G. Neale, J & Kring, A. 2006.
1. Pemberian program binadiri Psikologi Abnormal Edisi Ke-9.
berpengaruh terhadap kemandirian pada Jakarta: RajaGrasindo Persada
anak tunagrahita (kategori ringan) Slb Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak
Abc Argasari Yayasan Lestari Berkebutuhan Khusus.Bandung:
Tasikmalaya. Hal ini ditunjukan dengan PT.Refika Aditama
adanya peningkatan skor kemandirian Departemen pendidikan nasional. 2009.
pada fase setelah treatment. Bahan Ajar Pembelajaran Bina Diri
2. Aspek kemandirian yang paling untuk peserta didik tunagrahita
meningkat tinggi pada anak tunagrahita tingkat SDLB (Pedoman Guru).
(kategori ringan) adalah aspek Bandung : Pemerintah Provinsi Jawa
mengurus diri. Barat Bidang Pendidikan Luar Biasa
3. Jika terdapat aspek kemandirian yang Kegiatan Pengembangan Kurikulum
kurang meningkat, kemungkinan Pembelajaran Dan System Penilaian
dipengaruhi oleh kurangnya kerjasama PK-PLK
antara anak tunagrahita dengan dengan Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
pendidik, kurangnya motivasi baik dari Program Khusus Bina Diri Bisakah
dalam maupun dari luar, serta adanya Anakku Mandiri. Jakarta: Direktorat
kelelahan dan kejenuhan selama Pendidikan Dasar dan Menengah
mengikuti program binadiri. &Direktorat Pendidikan Luar Biasa.

627
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)

Feist, Jess, Gregory J.Feist. 2008. Theories Senjaya,S.2010.http://sutisna.com/artikel/a


of Personality Edisi keenam. rtikelkependidikan/pengertiankeman
Yogyakarta : Pustaka Belajar dirian/ ( di unduh tanggal 7 mei 2011)
Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Sudjana, 1995, Desain Dan Analisis
Bandung : PT Refika Aditama Eksperimen Edisi IV.Bandung :
Hadi, Sutrisno.1995. Metodelogi Research. Tarsito
Yogyaakarta : Andi Offset Sudjana. 1992. Metoda Statistika.
Harini, Sri. Ririen Kusumawati. 2007. Bandung : Tarsito
Metode Statistika. Jakarta: Prestasi Sunanto, Juang, Koji Takeuchi (2005).
Pustakaraya Pengantar Penelitian Dengan
Hurlock. 1998. Perkembangan anak. Subyek Tunggal. Tsukuba : CRICED
Jakarta: Erlangga. University of Tsukuba,
Mangunson, Frida 2011. Psikologi dan Syah, Muhibin. 2008. Psikologi
pendidikan anak berkebutuhan Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
khusus jilid kedua. Jakarta : LPSP3 Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Muhammad541d, 2009. Steinberg, Laurence. (2002). Adolescene :
http://muhammad541d.wordpress.co McGraw-Hill Inc.
m/2009/03/10/fitrah-manusia/ (di Zainun Mu’tadin. (2002). KIemandirian
unduh tanggal 14 mei 2011) sebagai Kebutuhan Psikologis pada
Nurce,C. 2011. Remaja. National Computational
http://dyanmalida.blogspot.com/201 Information
1/05/hubungan-peran-orang-tua- CoordinatingCommittee,http://www.
dengan-tingkat.html (di unduh uncg.edu : 80/ericcas
tanggal 11 mei 2011) 2/assessment/html.
Papalia Diane E., et. al. 2008. Human Zimmer-Gembeck, M.J. (2001). Autonomy
Development (Psikologi in adolescence. In J. V. Lerner & R.
Perkembangan). M. Lerner (Eds.), Adolescence in
Alih Bahasa: A.K. Anwar. Jakarta: America: An Encyclopedia. Denver,
Prenada Media Group CO: ABC CLIO.
Santrock, John W. 2002. Life Span
Development: Perkembangan
Sepanjang Masa
Hidup. Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga

628

Anda mungkin juga menyukai