ANAK TUNAGRAHITA
(Studi quasi Eksperimen Mengenai Pengaruh Program Bina Diri di SLB Abc Argasari
Yayasan Lestari Tasikmalaya terhadap Kemandirian anak Tunagrahita Kategori Ringan)
Emil Kurniawan
Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas dari penerapan program
Bina Diri di SLB Abc Argasari Yayasan Lestari Tasikmalaya terhadap kemandirian
anak tunagrahita (kategori Ringan). Metode penelitian yang digunakan adalah
quasi-eksperimen dengan rancangan single subject research dengan pola multiple
baseline design. Instrument pengumpulan data menggunakan alat ukur observasi
dengan metode Rating Scale dan pedoman wawancara. Hasil analisis menunjukan
adanya peningkatan skor pada fase treatment. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh program bina diri di SLB Abc Argasari Yayasan Lestari
Tasikmalaya terhadap kemandirian anak tunagrahita (Kategori Ringan).
Abstrak
potensi tersebut hanya saja kadar dari diperhatikan agar tidak timbul interprestasi
setiap masing-masing individu dan yang salah terhadap mereka yang normal
bagaimana individu tersebut menggunakan bila mereka bersikap lain dari masyarakat
potensi tersebut. Hal ini sesuai dengan sekelilingnya.
hadist Nabi SAW : “setiap anak Anak pada umumnya akan dapat
dilahirkan dalam keadaan fitrah”. melakukan cara memegang sendok dan
Diluar semua itu sebenarnya labih memasukannya ke mulut untuk makan
tepat lagi jika arti kata “Fitrah” lebih sesuai dengan umurnya. Mereka tidak
dimaknai sebuah “Potensi”. Sehingga perlu ada bantuan untuk melakukan
makna hadits Nabi “setiap anak dilahirkan sesuatu yang berhubungan dengan
dalam keadaan suci” secara lebih luas perawatan diri. Namun bagi anak
dimaknai sebagai “Semua Anak Lahir di tunagrahita dalam perkembangannya akan
Dunia lahir dalam keadaan Membawa mengalami keterlambatan dalam
Potensi”. Setelah dimaknai seperti inilah melakukan tugas-tugas kehidupan, bahkan
baru kita bisa menentukan perjalanan sampai dewasapun.
hidup manusia di masa berikutnya. Tidak hanya itu anak yang
Anak berkebutuhan khusus yang mengalami ketunagrahitaan juga dari segi
telah diartikan sebagai anak yang kapasitas belajarnya sangat terbatas
mengalami kelainan baik secara phisik, terutama untuk hal-hal yang abstrak.
intelektual, sosial, dan emosional dalam Mereka lebih banyak belajar dengan cara
pertumbuhannya sehingga mereka membeo (rote learning) bukan dengan
memerlukan pendidikan khusus. Anak- pengertian. Dalam pergaulan mereka tidak
anak yang termasuk dalam golongan anak dapat mengurus, memelihara dan
berkebutuhan khusus saat ini semakin memimpin diri. Mereka bermain dengan
banyak jenisnya antara lain anak tunanetra, teman-teman yang lebih muda, tidak dapat
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa bersaing dengan teman sebaya.
tunalaras, anak berbakat, anak berkesulitan Tunagrahita sendiri dibagi menjadi
belajar spesifik, anak indigo, anak tunagrahita ringan, sedang, dan berat.
berpenyakit kronis, autisme, dan anak Dengan kenyataan yang dialami oleh
gangguan komunikasi. Adapun jumlah anak tunagrahita dengan
anak berkebutuhan khusus yang telah ketidaksempurnaanya, maka selaku sesama
tertangani di lembaga pendidikan adalah umat manusia timbul adanya suatu
81.434 anak.( Dit.PSLB 2006). kesadaran untuk berusaha membantu dan
Anak tunagrahita sebagai salah satu menangani anak tunagrahita tersebut,
anak berkebutuhan khusus memiliki karena sudah sepatutnya kita harus
berbagai kekurangan. Kekurangan tersebut menolong antara satu sama lain.
salah satunya dalam kemampuan merawat Pola pelayanan dan penanganan yang
dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena diberikan pada anak-anak berkebutuhan
rendahnya kecerdasan yang dimiliki. khusus semakin lama semakin berkembang
Dengan keterbatasan kecerdasan ini anak seiring dengan perkembangan tehnologi
tunagrahita tidak dapat melakukan dan kemajuan berpikir sumber daya
tindakan yang dapat menolong dirinya- manusia. Pola penanganan yang masih
sendiri. bersifat tradisional mulai menuju pada pola
Sebagaimana kita ketahui bersama, penanganan yang bersifat modern sehingga
tingkah laku anak tunagrahita bila berada untuk pelayanan anak semakin baik. Dari
di dalam lingkungan masyarakat normal, pola penanganan yang berbasis pada anak
akan berlainan dengan anak-anak pada minded sekarang sudah menuju pada pola
umumnya. Pada anak cacat mental terdapat penanganan yang berbasis community,
beberapa sifat khusus yang harus sehingga peran masyarakat akan semakin
617
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)
618
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628
sering kali keesokan harinya atau perkembangan. Dalam penelitian ini yang
pertemuan berikutnya si anak tidak dapat dijadikan subjek adalah anak tunagrahita
mengulang apa yang diajarkan oleh yang termasuk dalam kategori ringan.
gurunya. Dengan pemaparan di atas,
Tidak hanya itu saja ketika anak di sebagaimana diketahui bahwa anak
suruh sesuatu oleh gurunya anak kesulitan mempunyai potensi untuk didik, walaupun
untuk melakukannnya, misalkan ketika kenyataannya anak tunagrahita dalam
anak di suruh untuk membuang sampah bertingkah laku berbeda dengan kebiasaan
pada tempatnya, anak tersebut suka lupa anak normal lainnya, tetapi masih bisa
kemana sampah tersebut harus di buang. memaksimalkan potensi tersebut dan
Hal ini menunjukan bahwa dalam sebagai tindak lanjut adanya program Bina
menjalankan program Bina Diri ini Diri yang menjanjikan dan sudah ada yang
tidaklah mudah dengan melihat factor bisa merasakan dan membuktikan
pendidik dan factor anak dengan kata lain mampaatnya sesuai yang di katakan oleh
kedua-duanya. pendidik yang peneliti wawancarai.
Tidak mudahnya dalam menjalankan Namun kenyataannya untuk menjalankan
program Bina Diri ini, juga di ketahui program Bina diri tersebut tenaga pendidik
peneliti berdasarkan hasil wawancara merasa mengalami kesulitan dan terkadang
peneliti dengan salah satu guru di Sekolah suka merasa jengkel dalam menghadapi
Luar Biasa abc argasari yayasan lestari anak tunagrahita. maka peneliti tertarik
tersebut menyatakan bahwa memang untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
dalam penerapan program tersebut efektifitas dari program Bina diri yang di
seringkali merasa jengkel karena susahnya jalankan di Sekolah Luar Biasa abc
anak dalam menyerap apa yang mereka argasari yayasan lestari dalam
ajarkan, tetapi hal tersebut bukanlah meningkatkan kemandirian anak
sebuah alasan untuk menghentikan mereka tunagrahita.
dalam mendidik anak tersebut, justru Berdasarkan latar belakang diatas
karena hal tersebut menjadikan motivasi maka identifikasi masalah pada penelitian
lebih bagi mereka untuk terus mengasah ini yakni : “ Apakah Program Binadiri
keterampilan dan kesabaran dalam Dapat Berpengaruh Tehadap
menghadapi anak. Kemandiriani Anak Tunagrahita (kategori
Dengan kondisi yang demikan ringan) di SLB Abc Argasari Yayasan
tentunya pemahaman yang jelas tentang Lestari” ?
siapa Anak Tunagrahita merupakan dasar Maksud dari penelitian ini yaitu guna
yang penting untuk dapat memperolah data yang akurat mengenai
menyelenggarakan layanan pendidikan variabel-variabel yang terkait dengan
dan pengajaran yang tepat bagi mereka. penelitian ini dengan tujuan untuk
Anak Tunagrahita terdapat di kota dan di mengetahui efektifitas dari penerapan
desa dilakangan atas dan di kalangan program Bina Diri terhadap kemandirian
rakyat jelata, dalam keluarga kurang anak tunagrahita (kategori sedang )
terpelajar dan keluarga kurang terdidik, Sekolah Luar Biasa abc argasari yayasan
baik dalam keluarga kaya maupun miskin. lestari.Kegunaan teoritis yang ingin
Definisi dari American Association peneliti peroleh diharapkan :Untuk
on Mental Deficiency (AAMD) adalah menambah wawasan dalam bidang kajian
bahwa Tunagrahita mengacu pada fungsi Psikologi Klinis yang berkaitan dengan
intelektual umum yang nyata berada di masalah kemandirian Anak
bawah rata-rata bersamaan dengan Tunagrahita.Kegunaan praktis yang ingin
kekurangan dalam adaptasi tingkah laku penelilti peroleh diharapkan : Dapat
dan berlangsung dalam masa dijadikan alternatif bagi para Anak
619
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)
620
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628
621
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)
Terlihat ada peningkatan skor yang program binadiri, subjek hanya hadir ke
signifikan antara fase baseline dan fase sekolah dan bermain dengan teman-
treatment. Pada fase baseline kemampuan temannya. Pada pertemuan ke-empat
subjek berada pada skor 10, skor ini subjek sudah mulai menerima kegiatan
menunjukan kemandirian subjek masuk program binadiri namun subjek terlihat
dalam kriteria rendah sedangkan pada fase harus banyak dibantu dalam
treatment skor meningkat secara bertahap. menyelesaikan tugas. Pertemuan kelima
Pada fase treatment ke-1 dan ke-2 skor subjek mulai bisa menyelesaikan tugas
kemandirian subjek masih masuk dalam dengan sedikit bantuan dan pada
kriteria sedang dan pada fase treatment ke- pertemuan ke-enam dan ke-tujuh subjek
3 dan ke-4, skor kemandirian subjek sudah mulai memperlihatkan perubahan
meningkat selama mengikuti program binadiri hal
Terlihat ada peningkatan skor yang tersebut terlihat dari kemampuan subjek
signifikan antara fase baseline dan fase dalam menyelesaikan tugas yang
treatment. Pada fase baseline kemampuan diberikan.
subjek berada pada skor 8, skor ini 2. Wawancara Pihak Terkait
menunjukan kemandirian subjek masuk Melalui wawancara dengan
dalam kriteria rendah sedangkan pada fase pendidik dan orang yang mengasuh S
treatment skor meningkat secara bertahap. diperoleh data tambahan mengenai anak
Pada fase treatment ke-1 dan ke-2 skor bina sebagai berikut :
kemandirian subjek masih masuk dalam S adalah anak dengan kondisi
kriteria sedang dan pada fase treatment ke- orang tua yang kurang
3 dan ke-4, skor kemandirian subjek memperhatikannya karena sejak S
meningkat tinggi. berusia kurang dari satu tahun kedua
Terlihat ada peningkatan skor yang orang tuanya sudah bercerai sehingga S
signifikan antara fase baseline dan fase diasuh oleh neneknya. Kemudian
treatment. Pada fase baseline kemampuan setelah S berusia 2 tahun S diasuh oleh
subjek berada pada skor 6, skor ini paman dan tantenya karena paman dan
menunjukan kemandirian subjek masuk tantenya ingin merawat seorang anak
dalam kriteria rendah sedangkan pada fase yang kebetulan paman dan tantenya
treatment skor meningkat secara bertahap. belum dikaruniai seorang anak. Selama
Pada fase treatment ke-1 dan ke-2 dan ke-3 pengasuhan paman dan tantenya, S
skor kemandirian subjek masih masuk sedikit lebih diperhatikan karena paman
dalam kriteria sedang dan pada fase dan tantenya sangat menyayanginya dan
treatment ke-4, skor kemandirian subjek sudah dianggap seperti anak kandung
meningkat tinggi. mereka. Pada awal paman dan tantenya
Kesimpulan : membawa S yakni pada usia dua tahun,
Berdasarkan atas hasil perhitungan tante S sudah mengetahui keaadaan
skor aspek pada kemandirian subjek, fisik S yang tidak normal yakni bagian
diperoleh hasil bahwa aspek kemandirian kaki bagian kiri S ukurannya lebih kecil
yang proses peningkatannya paling tinggi daripada kaki bagian kanan, S pun baru
adalah aspek mengurus diri. bisa berjalan ketika sudah berusia 3
tahun. Tante S sering mengeluh dengan
Hasil Pengolahan Data Penunjang
kondisi S karena prilaku-prilaku S tidak
1. Hasil Observasi Selama Terapi sama dengan anak seusia lainnya, tante
Pada pertemuan pertama, kedua S mengatakan walaupun sudah berusia
dan ketiga subjek masih beradaptasi, 6 tahun tetapi prilaku S masih tetap saja
subjek hadir di tempat tanpa kaya anak yang masih berusia 4 tahun,
mendapatkan serangkain kegiatan diantara prilaku tersebut, kalau S mau
622
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628
makan atau mau pergi ke WC untuk harus operasi caesar dengan kondisi
buang air kecil maupun BAB masih saja fisik yang tidak normal, yakni bagian
harus dibantu dan tidak mampu kaki S sebelah kiri ukurannya lebih
melakukannya secara sendiri. Dari hal kecil dari pada bagian kanan. S lahir
itu kebetulan tetangga S adalah seorang dengan berat badan 3.5 kg dan
pendidik salah satu SLB setempat dan panjang sekitar 50cm. Selama masa
merujuknya untuk bersekolah disana. S kehamilan pada usia kandungan
dimasukan ke Slb ketika berusia 8 Sembilan bulan, ibu S sempat jatuh
tahun atas kemauan paman dan sehingga mengharuskan ibu S untuk
tantenya, pada awalnya S tidak mau di rawat di rumah sakit.
sekolah namun paman dan tantenya Perkembangan motorik S
memaksanya dan akhirnya S mau untuk berkembang agak lambat dari
bersekolah. Setiap pergi ke sekolah S kebanyakan anak yang lainnya, S
selalu dianter oleh tantenya. Respon mulai bisa berjalan sekitar usia 3
pertama S masuk Slb terlihat riang dan tahun, karena menurut teori pada
gembira, karena disana S bisa bertemu usia 18 hingga 24 bulan, anak-anak
dengan banyak teman dan bisa bermain yang baru berjalan dapat berjalan
sambil belajar dengan mereka. cepat atau berlari dengan susah-
3. Auto Anamnesa payah untuk suatu jarak yang
Status Praesans pendek, menyeimbangkan kaki
Ketika selama pemberian program mereka dalam posisi berjongkok
binadiri dan melakukan wawancara, sambil bermain dengan benda-benda
S selalu memakai seragam SD di atas lantai, berjalan mundur tanpa
dengan kemeja warna putih berdasi kehilangan keseimbangan, berdiri
merah, kebawahan celana pendek dan menendang bola tanpa jatuh,
selutut warna merah dan sepatu berdiri dan melemparkan bola, dan
hitam. Warna kulit S hitam manis melompat di tempat
dan bermata sipit. Potongan rambut (Schirmer,1974).
S sedikit agak botak. Selama Kedua orang tuanya sudah
melakukan wawancara, S tidak bercerai dan sudah lama
banyak bicara panjang hanya meninggalkan S, sehingga S
memberikan jawaban yang singkat. sekarang diasuh oleh paman dan
Anamnesa tantenya. S lebih banyak
S adalah seorang siswa menghabiskan waktu bermain di
Sekolah Luar Biasa kelas 1, usianya rumah bersama paman dan tantenya.
8 tahun. Ia anak kedua dari dua Di sekolah S bermain dengan
bersaudara. Adapun urutan dalam semua teman, baik laki-laki maupun
keluarganya yaitu sebagai berikut : perempuan akan tetapi lebih dekat
dengan anak laki-laki. Ketika berada
No Jenis Usia Pendidikan di rumah, S sering belajar dengan
kelamin terakhir tantenya sedangkan paman S kurang
1 Laki- 17 SMA begitu membantunya dalam belajar.
laki tahun S lebih dekat dengan tantenya
2 Laki- 8 Pelajar daripada dengan pamannya, dalam
laki tahun kelas I SLB hal pendidikan tantenya yang lebih
banyak mengarahkan dan tantenya
S dilahirkan dalam usia juga selalu menjalin komunikasi
kandungan Sembilan bulan. S dengan guru-guru untuk menanyakan
dilahirkan secara tidak normal yakni perkembangan S selama di sekolah.
623
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)
624
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628
625
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)
merupakan kreativitas yang harus dimiliki latihan atau tugas-tugas oleh tantenya yang
oleh guru, karena dengan mengola kelas berkaitan dengan kemandirian, seperti
akan dapat menimbulkan suasana yang cara memakai baju, memakai sepatu,
selalu berubah sehingga semangat belajar mandi dll. Tidak hanya itu saja yang
anak meningkat. dilakukan oleh tante S, bahkan ketika S
Kerjasama antara orang tua dengan mengalami kesulitan dalam menerima
pendidik juga merupakan salah satu faktor materi program binadiri disekolah, tante S
yang sangat penting dalam meningkatkan suka membantunya.
kemandirian anak tunagrahita untuk Faktor lainnya yang mempengaruhi
menguasai materi yang diberikan selama peningkatan kemandirian anak tunagrahita
program binadiri. Pengulangan anak untuk adalah frekuensi kehadiran dalam program
menguasai materi diperlukan pengulangan binadiri. Faktor ini terkait dengan waktu
dan generalisasi dalam setting yang lebih dan kesempatan anak tunagrahita untuk
luas dan keluarga dapat melakukan mendapatkan materi, juga terkait dengan
aktivitas itu di rumah dengan waktu yang kontinunitas program binadiri untuk
lebih lama. Hal ini akan berpengaruh mengkondisikan anak tunagrahita supaya
kepada anak tunagrahita dalam menyerap terbiasa dalam suasana belajar.
informasi untuk menguasai materi karena Kategori anak tunagrahita juga
menurut Santrock (2009:255) “reterdasi sangat mempengaruhi dalam peningkatan
mental adalah kondisi yang dimulai kemandirian anak tunagrahita. Berdasarkan
sebelum usia 18 tahun yang melibatkan kalsifikasi yang digunakan di indonesia
intelegensi rendah (biasanya dibawah 70 saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991
dalam tes intelegensi tradisional yang adalah sebagai berikut :
dilakukan sendiri) dan kesulitan dalam 1) Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70
menyesuaikan diri dengan kehidupan 2) Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50
sehari-hari”. Tentunya ketika anak 3) Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan nya kurang dari 30
diri dengan kehidupan sehari-hari akan Anak dengan kategori ringan dalam
sulit juga untuk anak dalam memahami berbicaranya banyak yang lancar, tetapi
dan menguasai materi yang diberikan perbendaharan katanya minim, Mereka
selama program berjalan. Dengan kesulitan mengalami kesulitan dalam berpikir
yang dialami oleh anak tunagrahita, faktor abstrak, tetapi mereka masih mampu
kerjasama antara orang tua dengan mengikuti pelajaran yang bersifat
pendidik dalam usaha membantu anak akademik atau tool subject, baik di sekolah
tunagrahita dalam rangka meningkatkan biasa maupun di sekolah luar biasa (SLB).
kemandirian sangatlah penting. Karena Umur kecerdasannya apabila sudah dewasa
berdasarkan adaptasi dari James D. Page sama dengan anak normal yang berusia 12
(Suhaeri, HN: 1979) bahwa anak tahun. Dengan demikian anak tunagrahita
tunagrahita tidak dapat mengurus, yang termasuk kategori ringan dilihat dari
memelihara dan memimpin diri, sehingga IQ dan karakteristiknya akan sedikit lebih
mereka harus dibantu terus karena mereka cepat dalam meyerap informasi dan
mudah terperosok kedalam tingkah laku penanganan yang dilakukan di sekolah luar
yang kurang baik. biasa dibanding dengan anak yang
Berdasarkan hasil observasi dan termasuk dalam kategori sedang dan berat.
wawancara yang telah dilakukan, tante S Namun terlepas dari faktor-faktor
sering kali menjalin komunikasi dengan tersebut, bahwa hasil penelitian
pendidik untuk memantau perkembangan S menunjukan terjadinya peningkatan
selama berada di sekolah. Selain di sekolah, kemandirian anak tunagrahita setelah
di rumahnya pun S sering diajarkan melakukan program binadiri. Rosulullah
626
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2012, Vol. V, No.2: 616 – 628
627
Pengaruh Program Bina Diri Terhadap Kemandirian Anak Tunagrahita (Emil Kurniawan)
628