Si
OLEH :
KELIMPOK 4
Kelas: D
FAKULTAS PSIKOLOGI
2020/2021
BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN INTELIGENSI
Istilah intelegensi atau dalam bahasa inggris “intellegence” berasal dari kata
inteliligere yang memiliki arti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain.
Menurut Thorndike Intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan
respon yang baik berdasarkan beberapa fakta atau kebenaran. Intelegensi juga dapat
diartikan sebagai:
Menurut Elkind (dalam Jahja, Y., 2011) seorang remaja memiliko bentuk
berpikir yang egoentrisme yaitu pemikiran akan percyaa atau kesadaran diri yang
tinggi. Pemikiran egosentrisme memiliki 2 komponen, yaitu:
1. Informasi yang diterima akan diproses secara otomatis dan cepat yang
kemudian dapat dimanfaatkan untuk hal-hal lainnya
2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman lebih luas dalam berbagai bidang
3. Meningkatnya kemampuan untuk menggabungkan atau
mengkolaborasikan seatu hal baru yang didapatkan
4. Menggunakan strategi perencanaan atau cara-cara yang lebih luas dan
spontan dalam memperoleh atau untuk mendapatkan sesuatu
Remaja dapat dikatakan matang secara kognitif jika memiliki keempat ciri berikut
(Jahja, Y., 2011):
Menurut Raymond Bernard Cattel (dalam Azwar, 2004:33) ada dua macam
kecerdasan yaitu: 1) Intelegensi Fluid, yang merupakan faktor bawaan biologis.
(Intelegensi Fluid adalah intelegensi yang mengacu pada kemampuan untuk bernalar
dan untuk memecahkan masalah baru secara independen dari pengetahuan yang
diperoleh sebelumnya). 2) Intelegensi Crystallized, yang merefleksikan adanya
pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang.
Jadi, secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi intelegensi manusia,
yaitu:
1. Faktor bawaan
Karena intelegensi dipengaruhi faktor bawaan, maka anak harus diberi asupan
yang baik sejak awal agar meminimalkan hambatan yang kemungkinan akan
terjadi di saat dirinya masuk di usia remaja hingga dewasa.
2. Lingkungan
Keluarga merupakan tahap awal setiap anak mengenal dunia. Anak yang
diberikan stimulus yang baik dari keluarga akan membentuknya sebagai pribadi
yang sehat. Gerber dan Ware menyimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas
lingkungan rumah, cenderung semakin tinggi inteligensi yang dimiliki anak. Tiga
hal yang mempengaruhi perkembangan inteligensi anak dari lingkungan keluarga;
(1) Frekuensi jam membaca, (2) Reward dari orang tua, (3) Hope dan Spirit orang
tua akan prestasi anaknya.
D. PENGUKURAN INTELIGENSI
Pengukuran inteligensi merupakan sebuah prosedur pengukuran dimana
peserta diminta untuk menunjukkan penampilan maksimum, sehingga pengukuran
inteligensi ini dilakukan menggunakan sebuah tes yang dikenal atau biasa disebut
dengan tes inteligensi. Tes intelegensi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tes
individual dan kelompok. Adapun tes yang termasuk kedalam tes individual adalah
skala Stanford-Binet dan skala Wechler. Dan untuk tes kelompok dilakukan pada
banyak orang sekaligus pada satu waktu atau waktu yang sama dengan jawaban
tertulis.
Tes Binet
Pada tahun 1904 Alfred Binet - Simon pertama kali membuat tes untuk
mengidentifikasi anak-anak berkebutuhan khusus. Binet menyatakan bahwa
kemampuan intelektual anak dapat meningkat seiring bertambahnya usia. Pada tahun
1912, tes Binet ini kemudian dimodifikasi oleh Lewis Terman. Ia menerapkan sebuah
konsep yang diciptakan oleh William Stern yang dikenal dengan istilah Intelligent
quotient (IQ), yaitu skor yang ditetapkan untuk mengukur intelegensi.
Pengukuran IQ adalah rasio antar usia mental seseorang atau mental age
(MA) dibagi dengan usia kronologis atau chronological age (CA) dikalikan dengan
100.
MA
IQ= × 100
CA
Apabila usia mental (MA) seseorang diatas usia kronologisnya (CA) maka
dapat dikatakan skor IQ individu tersebut diatas 100, sedangkan jika usia mental
(MA) seseorang dibawah usia kronologis (CA) maka skor IQ individu tersebut
kurang dari 100. Untuk Sistem skoring tersebut sudah tidak lagi digunakan saat ini,
akan tetapi istilah IQ masih tetap digunakan untuk merujuk pada skor intelegensi
yang standar.
Skala Wechsler
Wechler menyusun tes intelegensi karena adanya pandangan dan keraguan
melalui tes Binet. Tes Binet tersebut memiliki keterbatasan dalam penggunaanya,
khususnya dalam pengukuran intelegensi untuk orang dewasa dalam hal ini perlu
adanya perluasan dalam pengukuran intelegensi dan juga perlu disediakan item yang
dapat diberikan tidak hanya pada kelompok anak namun juga pada orang dewasa.
Wechler menyusun tes intelegensi yaitu:
1. WPPSI (Wechler Preschool and Primary Scale of Intelligence)
Wechler Preschool and Primary Scale of Intelligence-Revised (WPPSI-R)
merupakan test yang digunakan untuk usia 3 - 7 tahun dan berfungsi untuk mengukur
intelegensi. WPPSI-R ini mengandung 12 sub tes, 6 skala non-verbal dan juga 6 skala
verbal.
WISC (Wechler Intelligence Scale for Children) diterbitkan pada tahun 1949
merupakan tes intelegensi yang digunakan untuk usia 8 – 15 tahun. Tes ini terdiri atas
12 sub test tetapi karena atas dasar pertimbangan waktu maka hanya menggunakan 10
subtest saja. Test ini dapat dikelompokkan menjadi kelompok subtest Verbal:
Information, Comprehension, Similareties, Arithmetical, Vocabulary dan
Performance: Picture Arrangement, Picture Completion, Block Design, Object
Assembly, Coding atau Mazes.
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Remaja merupakan proses dimana seseorang melalui masa transisi dari kanak-
kanak ke masa dewasa. Perkembangan di masa remaja tentu juga sangat
mempengaruhi seperti apa seorang individu kelak, terutama dalam perkembangan
inteligensi. Perkembangan inteligensi adalah kemampuan atau kapasitas seseorang
untuk belajar, mengorganisasikan, mengelola, menginterpretasikan, memecahkan
masalah serta menyatukan berbagai masalah kemudian menyimpulkannya.
Kemampuan inteligensi berkembang dari Kerjasama antara program genetik otak dan
keadaan lingkungan, yang terus berpengaruh selama masa pendewasaan. Tahapan
perkembangan inteligensi remaja akan berubabah dari Menyenagi prinsip-prinsip
umum dan jawaban yang final menjadi Membutuhkan penjelasan tentang fakta dan
teori, Menerima kebenaran dari sumber otoritas menjadi Memerlukan bukti sebelum
menerima, Memiliki banyak minat dan perhatian menjadi Memiliki sedikit minat atau
perhatian terhadap jenis kelamin yang berbeda dan bergaul dengannya, serta dari
Bersikap subjektif dalam menafsirkan sesuatu menjadi Bersikap objektif dalam
menafsirkan sesuatu. Terdapat 2 faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan
inteigensi, yaitu faktor lingkungan dan faktor keturunan. Selain itu, inteligensi
seseorang dapat diukur dengan melakukan beberapa tes inteligensi seperti Tes Binet,
WPPSI, WISC, dan WAIS.
Daftar Pustaka
Andriani, F., Hadi, C., & Paramita, P.P. (2016). Development and Validity of
Fluid Intelligence Test Based on Cattle-Horn-Carrol Theory: A Pilot Project. Jurnal
Psikologi dan Kesehatan Mental. Vol.1, 76-84.
Dewi, E., M., P., & Permatasari, N. (2019). Pengantar Psikodiagnostik.
Makasssar: UPT Unhas Press.
Lely, O., Soetjiningsih. (2000). Aspek Kognitif dan Psikososial pada Anak
Dengan Palsi Serebra;. Sari Pediatri. Vol.2(2). 109-112.
https://dx.doi.org/10.14238/sp2.2.2000.109-12
Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Peaget. Intelektualita.
Vol.3(1). 27-38
Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan (Edisi Pertama). Jakarta:
Prenadamedia Group
Volkova, E.V. (2014). Age Dynamics of Inteligence in Adolescence and Early
Adulhood. Elsevier. Vol.140. 440-446. doi:10.1016/j.sbspro.2014.04.450
Santrock, J.W. (1997). Life-Spand Development:Perkembangan Masa-Hidup
(Edisi Ketigabelas, Jilid 1). Penerjemah: Widyasinta, B. 2011. Jakarta: Erlangga
Santrock, J. W. (2007). Remaja. Edisi 11. Jakarta: Erlangga.
Purwanto. (2010). Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, 16(4). Doi: 10.24832/jpnk.v16i4.479
Dewi, E.M.P., & Permatasari, N. (2019). Pengantar Psikodiagnostik. Makassar:
UPT Unhas Pres.
Fellasari, F., & Lestari, Y. I. (2017). Hubungan antara pola asuh orangtua
dengan kematangan emosi remaja. Jurnal Psikologi, 12(2), 84-90.
Gea, A. A. (2011). Enculturation Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap
Pembentukan Perilaku Budaya Individu. Humaniora, 2(1), 139-150.
Jaeggi, S. M., Buschkuehl, M., Jonides, J., & Perrig, W. J. (2008). Improving
fluid intelligence with training on working memory. Proceedings of the National
Academy of Sciences, 105(19), 6829-6833.
Maftuh, M. (2017). Intelegensi Sebagai Faktor Belajar. MIYAH: Jurnal Studi
Islam, 11(2), 168-179.
Muslih, M. (2016). Pengaruh Lingkungan Keluarga Dan Lingkungan Sekolah
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 6 SDN Limbangan. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 1(4), 41-50.
Tikollah, M. R., Triyuwono, I., & Ludigdo, U. (2006). Pengaruh kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap sikap etis
mahasiswa akuntansi (Studi pada Perguruan Tinggi Negeri di Kota Makassar Provinsi
Sulawesi Selatan). Simposium Nasional Akuntansi, 9, 23-26.