Anda di halaman 1dari 18

IX

TEORI KECEDASAN MAJEMUK

9.1 Memahami Pentingnya Keterampilan Hidup


Selain kecerdasan, dibutuhkan juga kecerdasan hidup (life skill) sebagai bekal
yang harus dimiliki anak sejak dini. Di masa periode emas, yaitu di usia 1 – 3 tahun
(Suyadi, 2010: 6), anak sangat mudah menyerap segala informasi, termasuk belajar
tentang segala sesuatu (Hainstock, 2002). Maka dari itu, gunakan masa-masa tersebut
untuk memberikan bekal, seperti kecerdasan kepada anak. Pemberian bekal sejak dini
sangat baik dilakukan untuk meraih sukses di masa depannya.
Cerdas berarti mampu menjelaskan sesuatu yang rumit secara sederhana kepada
orang lain. Sedangkan, kecerdasan adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan
menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan,
menggunakan bahasa, dan belajar (Thobroni, 2015: 191). Kecerdasan erat kaitannya
dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu untuk meraih sukses. Namun,
dalam meraih sukses, banyak yang harus disiapkan selain kecerdasan, yaitu keterampilan
hidup. Keterampilan hidup adalah seperangkat keterampilan manusia yang diperoleh
melalui pengajaran atau pengalaman langsung yang digunakan untuk menangani
masalah dan pertanyaan yang bisa ditemui dalam kehidupan sehari-hari (Arief Rahman,
KNI untuk UNESCO).
Dalam membekali keterampilan hidup, ada beberapa hal yang harus
dipersiapkan. Persiapan yang harus dilakukan, di antaranya dengan memerhatikan
kebutuhan berupa asupan giji yang baik, memantau tumbuh kembang anak, memeriksa
kesehatan anak secara rutin, pemenuhan kebutuhan sandang, dan penyediaan
pemukiman yang sehat dan layak bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Saat membekali keterampilan anak, harus diperhatikan juga kebutuhan emosi
atau kasih sayang kepada anak. Kebutuhan emosi tersebut di antaranya dengan
menghadirkan cinta (seperti perhatian, kesediaan berbagi, dan bersikap adil atau sportif),
menciptakan hubungan yang erat dan hangat, menumbuhkan rasa aman dan rasa percaya
diri, menumbuhkan kecerdasan spiritual termasuk bersikap demokratis.
Jika orangtua bersikap demikian, anak akan merasa dihargai sehingga
termotivasi untuk berkreasi dan berprestasi. Jika anak sudah mendapatkan kepastian
untuk mendapatkan sukses atau saat anak masuk ke jenjang lebih tinggi menjadi lebih
mudah. Hal tersebut dikarenakan pembekalan keterampilan hidup yang dimilikinya akan
diberdayakan dan dioptimalkan.
Pembekalan keterampilan hidup juga dapat menjadikan kecerdasan majemuk
yang dimiliki anak berkembang dengan baik. Kecerdasan majemuk tersebut meliputi,
kecerdasan linguistic (linguistic intelligence), kecerdasan emosional (emotional
intelligence), kecerdasan intrapersonal (self-intelligence), kecerdasan musikal (music

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 110


intelligence), kecerdasan antarpersonal (people intelligence), kecerdasan naturalis
(natural intelligence) (Gardner, 1983). Memberikan pengajaran tentang problem solving
(memecahkan masalah) pada anak, juga merupakan salah satu cara memberikan
keterampilan hidup pada anak (Seto Mulyadi dalam Utami, 2001). Jika anak sudah
memiliki bekal keterampilan hidup, kemampuan anak dalam bersosialisasi pun akan
menjadi lebih baik. Oleh karena itu, bagi orangtua yang menginginkan anaknya sukses,
cerdas, bukan saja salah satu caranya, melainkan juga pembekalan akan keterampilan
hidup (http://lifestyle.okezone.com/read/2010/08/18/196/363960/bekali-anak-dengan-
keterampilan-hidup).

9.2 Mengenal Teori Kecerdasan Hidup


Kecerdasan atau inteligensi seseorang dibawa pertama kali ia dilahirkan. Akan
tetapi, perkembangan kecerdasan atau inteligensi itu didapatkan seseorang seiring
perkembangannya dalam kehidupan. Kecerdasan terbagi-bagi menjadi tiga bagian, yaitu
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan emosional (EQ)
(Thobroni, 2015: 193). Ketiga bentuk kecerdasan ini tidak dapat dipisahkan antara satu
dan yang lain. Agar terjadi keseimbangan, ketiganya harus diasah dengan baik melalui
suatu proses pembelajaran dan pengalaman-pengalaman tersendiri.
Menurut Piaget, perkembangan inteligensi atau kecerdasan anak itu terbagi
menjadi empat tahap, tahap sensori motorik antara umur 0-2 tahun, tahap pra operasional
(2-7 tahun), tahap operasional konkrit (7-12 tahun), dan tahap operasional formal (12
tahun-seterusnya). Tahapan-tahapan ini pasti dilalui oleh anak dalam perkembangannya
dari lahir sampai ia dewasa. Menurut Piaget, apabila satu tahap saja tidak dilalui oleh
seorang anak, hal itu akan berakibat pada kecerdasan (www.ridhotha.wordpress.
com/2010/.../teori-kecerdasan-majemuk).
Inteligensi atau kecerdasan penting bagi kehidupan seseorang karena tanpa
inteligensi, seseorang tidak dapat membedakan sesuatu, baik itu hal yang nyata ataupun
hal yang tidak nyata. Inteligensi berkembang dan didapatkan melalui proses
pembelajaran. Jika inteligensi tidak diasah, tidak akan berkembang dan tidak akan ada
perubahan. Daya pikir seseorang yang telah mendapat didikan dari sekolah
(pembelajaran), menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada anak yang tidak
bersekolah. Inteligensi atau kecerdasan tidak hanya terpaut pada kecerdasan individual,
tetapi ada pula kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Melalui teori kecerdasan
majemuk, adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut inteligensi akan terhindar.
Pendidikan atau pembelajaran kecerdasan ganda berorientasi pada pengembangan
potensi anak, bukan berorientasi pada idealisme guru atau orangtua.

9.3 Pengertian Inteligensi

Orang berpikir menggunakan pikiran atau inteleknya. Cepat tidaknya dan


terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung kepada kemampuan inteligensinya.

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 111


Jika dilihat dari inteligensinya, seseorang dapat dikatakan pandai atau bodoh. Inteligensi
adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat
sesuatu dengan cara tertentu (Thobroni, 2015: 193).
William Stern1 mengemukakan batasan sebagai berikut, inteligensi ialah
kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan
alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa
inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan. Pendidikan atau
lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang. Juga Prof. Waterink
seorang Mahaguru di Amsterdam, menyatakan bahwa menurut penyelidikannya belum
dapat dibuktikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau dilatih. Belajar berpikir hanya
diartikannya bahwa banyaknya pengetahuan bertambah akan tetapi tidak berarti bahwa
kekuatan berpikir bertambah baik (www.ridhotha.wordpress.com/2010/.../teori-
kecerdasan-majemuk).
Pendapat-pendapat baru membuktikan bahwa inteligensi pada anak-anak yang
lemah pikiran dapat juga dididik dengan cara yang lebih tepat (Frohn dalam Suryabrata,
2007: 60). Juga kenyataan membuktikan bahwa daya pikir anak-anak yang telah
mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik daripada anak
yang tidak bersekolah. Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa:
a. Inteligensi itu ialah faktor total, berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di
dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, minat dan sebagainya turut mempengaruhi
seseorang).
b. Kita hanya dapat mengetahui inteligensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang
tampak. Inteligensinya dapat diketahui secara tidak langsung melalui kelakuan
inteligensinya.
c. Bagi suatu perbuatan inteligensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir
saja yang penting. Faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan.
d. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan
yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan
mencapai tujuan itu.

9.4 Ciri-ciri Perbuatan Inteligensi


Suatu perbuatan dapat dianggap inteligensi bila memenuhi beberapa syarat
antara lain:
a. Banyak atau sedikitnya masalah yang dihadapi merupakan masalah yang baru bagi
yang bersangkutan. Umpamanya ada soal: “Mengapa api jika ditutup dengan sehelai
karung bisa padam? Ditanyakan kepada anak yang baru bersekolah dapat menjawab
dengan betul maka jawaban itu inteleginsi. Tetapi jika pertanyaan itu dijawab oleh

1
William Stern (29 April 1871 - 27 Maret 1938), lahir dengan nama asli Wilhelm Louis Stern, adalah
seorang psikolog dan filsuf dari Jerman dan tercatat sebagai pelopor dalam bidang psikologi kepribadian dan
kecerdasan. Dia adalah penemu konsep intelligence quotient, atau IQ (https://id.wikipedia.org/wiki/william_
stern_(psikologis)#cite_ref-a_1-0)

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 112


anak yang baru saja mendapat pelajaran Ilmu Alam tentang api, hal itu tidak dapat
dikatakan inteligensi.
b. Perbuatan inteligensi sifatnya serasi tujuan dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan
yang hendak diselesaikannya, dicari jalan yang dapat menghemat waktu dan tenaga.
Saudara kehilangan pulpen di suatu lapangan. Bagaimana cara mencarinya?
Bagaimana menebang pohon-pohon di rimba raya, agar dalam waktu singkat dapat
merobohkan banyak pohon? Mengapa cara mengambil kelapa di Lampung dengan
memakai galah yang panjang, sedangkan di daerah Jawa pada umumnya dengan
memanjat batangnya satu-satu?
c. Masalah yang dihadapi, harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang
bersangkutan. Ada suatu masalah yang bagi orang dewasa mudah memecahkan/
menjawabnya, hampir tiada berpikir, sedang bagi anak-anak harus dijawabnya
dengan otak, tetapi dapat. Jawaban anak itu inteligensi.
d. Keterangan pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat. Apa yang harus
anda perbuat jika anda lapar? Kalau jawabannya: saya harus mencuri makanan.
Tentu saja jawaban itu tidak inteligensi.
e. Dalam berbuat inteligensi seringkali menggunakan daya mengabstraksi. Pada waktu
berpikir, tanggapan-tanggapan dan ingatan-ingatan yang tidak perlu harus
disingkirkan. Apakah persamaan antara jendela dan daun? Jawaban yang benar
memerlukan daya mengabstraksi.
f. Perbuatan inteligensi bercirikan kecepatan. Proses pemecahannya relatif cepat,
sesuai dengan masalah yang dihadapi.
g. Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu
jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Apa yang akan saudara perbuat
jika sewaktu-waktu saudara melihat orang yang tertubruk mobil dan pertolongan
saudara sangat diperlukan? (Thobroni, 2015: 195), (www.ridhotha.wordpress.com/
2010/.../teori-kecerdasan-majemuk).

9.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Inteligensi


Purwanto (2004: 55-56) dan Suryabrata (2006: 125) menegaskan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi yang mengakibatkan terjadinya
perbedaan antara inteligensi seseorang dengan yang lain. Adapun faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat inteligensi seseorang, di antaranya:
a) Pembawaan: pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak
lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat dan tidaknya memecahkan suatu soal atau
masalah, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar
dan ada pula yang bodoh, meskipun sama-sama menerima latihan dan pelajaran yang
sama, tetapi perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
b) Kematangan: Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, tiap organ (fisik dan psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 113


c) Pembentukan: pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan inteligensi.
d) Minat dan pembawaan yang khas: minat mengarahkan pembuatan kepada suatu
tujuan dan merupakan dan dorongan bagi pembawaan itu. Dorongan-dorongan
(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
e) Kebebasan: kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode
yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan
memilih metode juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi inteligensi individu menurut


Bayley (dalam Slamento, 2003: 129) yaitu:
a. Keturunan
Studi korelasi nilai-nilai tes inteligensi di antara anak dan orangtua atau dengan
kakek neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap
tingkat kemampuan mental seseorang sampai kepada tingkat tertentu.
b. Latar belakang sosial ekonomi
Pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua dan faktor-faktor sosial ekonomi
lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu
mulai usia 3 tahun sampai remaja.
c. Lingkungan hidup
Lingkungan yang baik akan menghasilkan inteligensi yang baik, sedang
lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan inteligensi yang kurang baik
pula.
d. Kondisi fisik
Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang
lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah.
e. Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental
individu yang bersangkutan.

9.6 Peranan Otak dalam Kecerdasan


Menurut teori The Triune Brain Model yang diperkenalkan oleh Dr Paul
MacLean dinyatakan bahwa lapisan otak manusia sebenarnya merupakan perkembangan
evolusi tiga tingkat kehidupan yaitu reptilian brain, limbic brain dan neokorteks (the
thinking brain). Neokorteks merupakan lapisan paling muda dan berada paling luar dari
kedua lapisan tersebut (Amin R., 2003: 1-10), (http://www.mareshbrainswork.com/B2B/
sb7.html).
Bagian reptilian brain bertanggung jawab terhadap fungsi sensorik dan
pengontrol fungsi organ vital. Limbic brain bertanggung jawab terhadap hal yang
bersifat kognitif dan emosional, dan tempat untuk menyimpan perasaan kita,
pengalaman manusia yang menyenangkan, memori manusia, kemampuan belajar
manusia, dan juga mengatur bioritme manusia. Neokorteks membentuk 80% dari seluruh
masa otak dan terbungkus di bagian atas dan sisi sistem limbik. Menurut Dr Roger

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 114


Sperry dikutip dari Pangalila (2002: 1-14), kedua belahan korteks merupakan lokasi dari
fungsi intelektual tertentu. Neokorteks mengatur pesan yang diterima melalui
penglihatan, pendengaran dan sensasi tubuh serta mengatur penalaran, berfikir secara
intelektual, pembuatan keputusan, perilaku waras, bahasa, kendali motorik sadar dan
penciptaan gagasan non-verbal (Amin R., 2003: 1-10), (http://www.mareshbrainswork.
com/B2B/sb7.html), (Meacham M: Using multiple intelligence theory in the virtual
classroom dalam http://www.learningcircuits.org/2003/jun2003/elearn.html).
Neokorteks dibagi menjadi belahan hemisfer kiri dan kanan. Belahan otak kiri
mengatur badan, mata, dan telinga bagian kanan. Bagian ini berperan dominan dalam
berfikir logika dan rasional, menganalisis, berbicara (bahasa) serta berorientasi pada
waktu dan hal-hal yang terinci. Belahan otak kanan mengontrol badan, mata dan telinga
bagian kiri. Otak kanan mengendalikan pikiran bawah sadar dan emosi, dan hal-hal yang
intuitif (imajinasi) berupa lamunan maupun visualisasi, kesadaran spasial seperti
dimensi atau gambaran global, warna, merasakan, bermusik (irama), menari, melakukan
hal-hal reaktif, dan sebagainya (Amin R., 2003: 1-10), (Pangalila, 2002: 1-14), (http://
www.balitacerdas.com/kembang/fd.html).
Orang yang memanfaatkan kedua belahan otak ini cenderung seimbang dalam
setiap aspek kehidupannya. Persambungan antar sel-sel otak (neuron) sangat penting
bagi perkembangan mental seseorang, karena merupakan kekuatan dasar utama dari
terjaminnya pengembangan proses belajar dan pengembangan potensi mental seluruh
hidup pemiliknya. Makin banyak dan luas neuron yang saling berhubungan maka
semakin banyak asosiasi yang dapat dibentuk dan kombinasi yang dibentuk. Ini
membuat anak semakin cerdas dan kreatif.

9.7 Konsep Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)


Kecerdasan Majemuk adalah suatu kemampuan ganda untuk memecahkan suatu
masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Konsep kecerdasan jamak (Multiple
Intelligences) berawal dari karya Howard Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun
1983 didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa tahun tentang kapasitas kognitf
manusia (Human Cognitif Capacities). Gardner menolak asumsi bahwa kognisi manusia
merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meski
sebagian besar individu menunjukkan penguasaan yang berbeda. Individu memiliki
beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan
pribadi yang cukup tinggi. Howard Garnerd memperkenalkan sekaligus
mempromosikan hasil penelitian Projecct Zero di Amerika yang berkaitan dengan
kecerdasan ganda (multiple intelligences). Teorinya menghilangkan anggapan yang
selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak
ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan,
melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 macam kecerdasan, dan
pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3 macam kecerdasan. Semua kecerdasan ini
bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya
tentu saja berbeda-beda pada masing-masing budaya. Namun secara keseluruhan semua

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 115


kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol
akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan pada teori Gardner, David G. Lazear memberikan petunjuk untuk
mengubah dan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan tersebut lengkap dengan
instrumentasinya dalam pembelajaran. Ia mengembangkan proses pembelajaran di kelas
yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan ganda anak, dengan harapan dapat
digunakan anak diluar kelas dalam mengenali dan memahami realitas kehidupan.
Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan Garnerd adalah:
a. Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya.
b. Kecerdasan selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain.
c. Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang
berbeda pada sistem otak atau pikiran manusia.
d. Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh. Artinya
dalam memecahkan masalah atau tugas tertentu, seluruh macam kecerdasan manusia
bekerja bersama-sama, kompak dan terpadu.
e. Kecerdasan yang terkuat cenderung “memimpin”/”melatih” kecerdasan lainnya
yang lebih lemah. Dikatakan juga bahwa manusia mempunyai berbagai cara untuk
mendekati suatu masalah dan hampir semuanya dipelajari secra alami.
f. Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau
menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Rentang
masalah atau sesuatu yang dihasilkan mulai dari yang sederhana sampai yang
kompleks (www.ridhotha.wordpress.com/2010/.../teori-kecerdasan-majemuk).

Howard Gardner mengembangkan konsep penilaian kecerdasan melalui


kecerdasan majemuk dengan memandang manusia tidak hanya berdasarkan skor standar
semata melainkan dengan ukuran (1) kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
terjadi dalam kehidupan manusia, (2) kemampuan untuk menghasilkan persoalan baru
untuk diselesaikan, (3) kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau memberikan
penghargaan dalam budaya seseorang (Gardner, 2003: 235-66).
Penelitian Gardner mengidentifikasi delapan macam kecerdasan manusia dalam
memahami dunia nyata, kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh lain dengan menambahkan
dua kecerdasan lagi sehingga menjadi sepuluh macam kecerdasan, sebagai berikut.
1) Kecerdasan Linguistik/Bahasa (Verbal-Linguistic Intelligence)
Adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif (Armstrong, 2003: 16-
53). Pandai berbicara, gemar bercerita dan dengan tekun mendengarkan cerita atau
membaca merupakan tanda anak yang memiliki kecerdasan linguistik yang
menonjol. Potensi kecerdasan berbahasa yang dimiliki seorang anak hanya akan
tinggal potensi bila tidak dilatih atau dikembangkan. Pola asuh sangat berpengaruh
dalam hal ini. Anak yang tidak diberi kesempatan berbicara atau selalu dikritik saat
mengemukakan pendapatnya akan kehilangan kemampuan dan ketrampilannya
dalam mengungkapkan ide dan perasaannya. Rangsangan dan latihan yang dilakukan

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 116


terus menerus oleh orangtua dapat mengembangkan ketrampilan berbahasa anak
sekalipun ia tidak memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi, walaupun hasilnya
tidak sebesar bila anak memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menstimulasi seperti misalnya mengajak
anak berbicara, membacakan cerita, bermain huruf dan angka, merangkai cerita,
berdiskusi, bermain peran, memperdengarkan lagu anak-anak dan sebagainya. Hal-
hal yang mungkin didapatkan pada anak dengan kecerdasan linguistik di antaranya
seperti suka menulis kreatif di rumah, mengarang kisah khayal atau menuturkan
lelucon dan cerita, sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, menikmati
membaca buku di waktu senggang, mengeja kata-kata dengan tepat dan mudah,
menyukai pantun lucu dan permainan dengan kata-kata, menikmati mendengar kata-
kata lisan, mempunyai kosa kata yang luas untuk anak seusianya, unggul dalam
pelajaran sekolah yang melibatkan membaca atau menulis (Armstrong, 2003: 16-
53), (http://www.teacher-vision.fen.com/lesson-plans-4933.tml?detoured=1).
2) Kecerdasan Logika Matematika (Logical-Mathematic Intelligence)
Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan kemampuan untuk
menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan rumus-rumus atau
pola matematika dan menyelidiki sesuatu secara alamiah. Ada juga yang secara
awam menjabarkan kecerdasan ini sebagai kecerdasan ilmiah karena berkaitan
dengan kegiatan berfikir atau berargumentasi secara induktif dan deduktif, berfikir
dengan bilangan dan kesadaran terhadap pola-pola abstrak. Anak yang memiliki nilai
tinggi untuk kategori kecerdasan ini suka melakukan eksperimen untuk
membuktikan rasa penasarannya antara lain dengan pertanyaan atau aksi
eksperimental. Anak yang seperti ini adalah anak yang selalu yakin bahwa semua
pertanyaaan memiliki suatu penjelasan rasional yang masuk akal sehingga sering
lebih merasa nyaman berhadapan dengan sesuatu yang dapat dikategorisasi, diukur,
dianalisa dan ditilik kuantitasnya dalam berbagai cara. Kecerdasan logika
matematika juga terkait erat dengan kecerdasan linguistik terutama dalam kaitannya
dengan penjelasan alasan-alasan logika.
Menurut Jean Piaget dikutip dari majalah Ayah Bunda (2003), proses berfikir
seseorang dengan tipe kecerdasan logika matematika di atas rata-rata ini sangat
didukung oleh kriteria empiris. Bagian otak tertentu menjadi lebih dominan bekerja
saat melakukan kalkulasi matematis dibandingkan dengan bagian otak lainnya.
Semakin tinggi tingkat usia seseorang maka kegiatan yang mereka geluti semakin
bersifat abstrak, sehingga anak yang memiliki kecerdasan logika matematika yang
tinggi biasanya memilih profesi yang mengandalkan abstraksi dan logis simbolis
seperti peneliti, pemikir, atau insinyur.
Beberapa kegiatan yang dapat dengan mudah dilakukan pada anak untuk
stimulasi kecerdasan ini misalnya menyelesaikan puzzle, mengenal bentuk geometri,
memperkenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu, eksplorasi pikiran
melalui diskusi dan olah pikir ringan, pengenalan pola, eksperimen di alam,

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 117


memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika, menggambar dan
membaca dan lainnya.
3) Kecerdasan Ruang (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan Visual Spasial Kecerdasan visual-spasial memungkinkan orang
membayangkan bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih mudah karena ia
mampu mengamati dunia spasial secara akurat dan mentransformasikan persepsi ini
termasuk di dalamnya adalah kapasitas untuk memvisualisasi, menghadirkan visual
dengan grafik atau ide spasial, dan untuk mengarahkan diri sendiri dalam ruang
secara tepat. Kecerdasan ini juga membuat individu mampu menghadirkan dunia
ruang secara internal dalam fikirannya. Cara inilah yang digunakan pelaut atau pilot
pesawat terbang ketika mengarungi ruang dunia. Begitu pula bagi seorang pemain
catur yang menghadirkan sebuah dunia spasial yang terbatas (Anonimus dalam Seri
Ayahbunda 2003).
Anak-anak ini tampaknya mengetahui letak semua barang di dalam rumah.
Mereka berfikir dalam bentuk visualisasi dan gambar. Merekalah yang paling
pertama dapat menemukan barang-barang hilang atau salah taruh. Anak-anak seperti
ini akan peka terhadap perubahan interior rumah dengan memberikan reaksi suka
atau tidak suka. Banyak di antara mereka mengagumi aneka mesin dan peralatan
aneh. Mereka mungkin bisa menjadi arsitek, seniman, montir, insinyur atau
perancang kota. Ketrampilan atau kelebihan yang mungkin dimiliki seperti menonjol
dalam kelas seni di sekolah, memberikan gambaran visual yang jelas ketika sedang
memikirkan sesuatu, mudah membaca peta, grafik dan diagram, menggambar sosok
orang atau benda yang persis aslinya, senang melihat film, slide atau foto, menikmati
melakukan teka-teki jigsaw, maze atau kegiatan visual lain, sering melamun,
membangun konstruksi tiga dimensi yang menarik, mencorat-coret di atas secarik
kertas atau di buku tugas sekolah, lebih banyak memahami lewat gambar daripada
kata-kata ketika sedang membaca (Armstrong, 2003: 16-53).
4) Kecerdasan Gerak Tubuh (Kinesthetic Intelligence)
Anak dengan kecerdasan gerakan tubuh di atas rata-rata senang bergerak dan
menyentuh. Mereka memiliki kontrol pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan dan
keanggunan dalam bergerak, dan mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya.
Menurut Laurel Schmidt dikutip Armstrong (2003: 16-53), setiap orang
memiliki kemampuan gerak tubuh dan beberapa orang berpendapat bahwa
kemampuan mengontrol fisik bukanlah suatu bentuk dari kecerdasan. Namun
Gardner dan peneliti lain dalam bidang kecerdasan majemuk mempertahankan
pendapatnya. Individu dengan kecerdasan gerakan tubuh secara alamiah memiliki
tubuh yang atletis, memiliki ketrampilan fisik, kemampuan dan merasakan
bagaimana seharusnya tubuh membentuknya sehingga mahir menggunakan seluruh
tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Kecerdasan ini juga termasuk
ketrampilan koordinasi, keseimbangan, kelenturan, kekuatan, fleksibilitas dan
kecepatan.

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 118


Peran otak kanan dan kiri ternyata dapat diaktifkan melalui gerakan tangan
dan kaki dalam senam otak. Dengan mengaktifkan kedua belahan otak, integrasi atau
kerjasama antar keduanya akan terjadi. Hal ini dimungkinkan, mengingat kedua
belahan otak dihubungkan dengan corpus collusum yakni simpul saraf komplek
tempat terjadinya transmisi informasi antar belahan otak. Bila sirkuit-sirkuit belahan
otak tersebut cepat menyilang maka kemampuan belajar anak bisa dibangkitkan.
Keterampilan yang dapat dilihat pada anak dengan kecerdasan gerak tubuh
antara lain berprestasi dalam bidang olah raga kompetitif, bergerak-gerak ketika
sedang duduk, terlibat dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, mendaki
dan lain-lain. Mereka perlu menyentuh sesuatu yang ingin dipelajari, menikmati
melompat, lari, gulat atau yang serupa lainnya. Anak dengan kecerdasan gerak tubuh
juga memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan, pandai
menirukan gerakan, kebiasaan, atau perilaku orang lain, sering “merasakan” jawaban
masalah yang dihadapi di rumah atau di sekolah, menikmati bekerja dengan tanah
liat, melukis dengan jari atau kegiatan kotor lainnya, sangat suka membongkar
berbagai benda dan kemudian menyusunnya lagi (Armstrong, 2003: 16-53).
5. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)
Anak dengan kecerdasan musikal mudah mengenali dan mengingat nada-
nada. Ia juga dapat mentransformasi kata-kata menjadi lagu dan menciptakan
berbagai permainan musik. Merekapun pintar melantunkan bait lagu dengan baik
dan benar, menggunakan kosa kata musikal, dan peka terhadap ritme, ketukan,
melodi atau warna suara dalam sebuah potongan komposisi musik.
Dalam bukunya, Gardner berpendapat bahwa konsep kecerdasan sebagai
potensi biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat diaktivasi dalam
sebuah budaya untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk-produk yang
merupakan nilai dalam sebuah budaya (Gardner, 2003: 235-66). Kecerdasan musikal
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir atau mencerna musik, untuk
mampu menyimak pola-pola, mengenalinya dan mungkin mengubah komposisi atau
memanipulasinya. Apabila seorang anak tumbuh dan dididik dalam sebuah budaya
yang mengagungkan keterampilan atau kemampuan musik, besar kemungkinan
potensi musik anak terasah dan berkembang.
Dengan pemahaman teori Gardner, maka kecerdasan itu tidak hanya
dipengaruhi oleh sesuatu yang dibawa sejak lahir namun kecerdasan inipun dapat
diasah. Seringkali anak-anak dengan kecerdasan musikal yang sangat menonjol
dinilai pendidik dan orangtua sebagai anak yang diberi karunia atau kelebihan sejak
lahir; sedangkan bakat membutuhkan latihan serta stimulasi. Namun perlu disadari
bahwa talenta atau bakat maupun karunia tidak ada artinya tanpa stimulasi.
Meskipun setelah ada stimulasi karunia kemudian membawa pengaruh cukup besar
pada prestasi yang dicapai anak. Keterampilan yang mungkin bisa didapat pada
kecerdasan musikal seperti memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, ingat
melodi lagu, berprestasi sangat bagus di kelas musik di sekolah, lebih bisa belajar

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 119


dengan iringan musik, mengoleksi CD atau kaset, bernyanyi untuk diri sendiri atau
orang lain, bisa mengikuti irama musik, mempunyai suara yang bagus untuk
menyanyi, peka terhadap suara-suara di lingkungannya, dan memberikan reaksi yang
kuat terhadap berbagai jenis musik.
6. Kecerdasan Interpersonal atau Hubungan Sosial (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk bisa memahami dan
berkomunikasi dengan orang lain, serta mampu membentuk dan menjaga hubungan,
dan mengetahui berbagai peran yang terdapat dalam suatu lingkungan sosial.
Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pintar menjalin hubungan sosial,
serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi, adalah
ciri-ciri kecerdasan interpersonal yang menonjol.
Pada dasarnya, anak-anak akan belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan
sosial dan menjadi pribadi yang mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,
hal ini bergantung pada empat faktor. Pertama, faktor kesempatan bersosialisasi.
Kedua, mampu menampilkan topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang
lain tapi pembicaraan yang bersifat sosial, tidak bersifat egosentrik dan dapat
diterima oleh lingkungan sosialnya. Ketiga, anak harus mampunyai motivasi,
bergantung pada tingkat kepuasan yang diperoleh dari aktivitas sosial anak. Jika ia
memperoleh kesenangan melalui hubungan sosial dengan orang maka iapun akan
mengulangi perilaku tersebut. Keempat, metode belajar saat berinteraksi sosial
dengan orang lain yang efektif, adalah melalui teladan yang diberi oleh orang tua
ataupun pendidik di rumah dan di sekolah.
Salah seorang psikolog dari Inggris, NK Humphrey dikutip dari Armstrong
(2003: 16-53), mengatakan kecerdasan interpersonal yang merupakan bagian dari
kemampuan sosial ini, merupakan hal penting dari kecerdasan manusia karena
manfaat terbesar dari pikiran manusia adalah untuk mempertahankan kehidupan
sosial dengan cara yang efektif.
Dengan memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan aspek
kecerdasan ini melalui berbagai kegiatan interpersonal, tentunya akan memberi
manfaat sangat besar bagi proses tumbuh kembang anak. Apalagi jika hal ini juga
ditunjang oleh rangsangan yang diberikan oleh orang tua maupun guru. Anak akan
memiliki efek penerimaan sosial yang baik dengan kecerdasan interpersonal yang
baik pula; sehingga anak merasa senang dan aman saat berinteraksi di lingkungan
sosialnya. Ia lebih mampu mengembangkan konsep diri yang menyenangkan, karena
orang lain mengakui keberadaannya.
7. Kecerdasan Intrapersonal atau Diri (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk
memahami diri sendiri, mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat dilakukan, apa
yang ingin ia lakukan, bagaimana reaksi diri terhadap suatu situasi dan memahami

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 120


situasi seperti apa yang sebaiknya ia hindari serta mengarahkan dan mengintrospeksi
diri (Gardner, 2003: 235-66).
Ada kalanya individu sebagai sosok mahluk sosial memiliki keinginan untuk
memahami apa yang tengah terjadi pada dirinya, apa yang sedang dirasakan saat itu,
atau memahami apa yang dapat ataupun yang ingin dikerjakan pada suatu saat.
Dampak dari kegiatan dalam diri ini akan menghasilkan motivasi, empati, etika dan
sikap altruisme, mementingkan orang lain, pada diri individu yang bersangkutan
(Armstrong, 2003: 16-53). Tanpa sumber-sumber batin ini akan sulit bagi seseorang
individu untuk membangkitkan kehidupan yang produktif dan bahagia. Sebagian
besar peneliti meyakini ketika seorang individu lahir ke dunia, kepandaian
intrapersonal telah berkembang dari sebuah kombinasi antara keturunan, lingkungan
dan pengalaman.
Untuk mengembangkan potensi intrapersonal, lingkungan sekolah
dipersiapkan untuk dapat mengorganisasi dan mempertinggi kebanggaan diri pada
masing-masing anak. Sekolah diharapkan dapat memotivasi siswa yang memiliki
masalah kemampuan pemahaman diri, percaya diri atau penghargaan terhadap diri
sendiri dengan memberikan pengajaran berdasarkan program 4A yaitu attention,
acceptance, appreciation, affection (http://www.mareshbrainswork.com/B2B/sb7.
html), (http://www.balitacerdas.com/kembang/iq.html), (Armstrong, 2003: 16-53).
Para pendidik dapat memberikan rangsangan untuk mengembangkan potensi
intrapersonal anak dengan cara menciptakan citra diri positif, menciptakan suasana
sekolah yang mendukung pengembangan kemampuan intrapersonal dan
penghargaan diri anak, menuangkan isi hati dalam sebuah buku harian,
memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat anak, memberi kesempatan
untuk menggambar diri sendiri dari sudut pandang anak, membayangkan diri di masa
akan datang, dan mengajak berimajinasi menjadi satu tokoh dari sebuah cerita.
8. Kecerdasan Natural
Anak dengan kecerdasan naturalis yang tinggi pada usia sangat dini telah
memiliki daya tarik yang besar terhadap lingkungan alam sekitar termasuk pada
binatang. Di usia yang lebih besar, anak-anak tersebut sangat berminat pada biologi,
botani, ilmu hewan, geologi, meteorologi, palentologi atau astronomi.
Ide Gardner tentang kecerdasan naturalis ini baru muncul tahun 1995 dan
dipublikasikan tahun 1997. Uraian tentang kecerdasan ini sangat sederhana bahkan
hingga sekarang teori tentang cerdas alam ini masih terus dalam proses
penyempurnaan (Gardner, 2003: 235-66), (http://www.pz.harvard.edu/sumit/
misumit.htm), (http://www.balitacerdas.com/kembang/iq.html), (Armstrong, 2003:
16-53). Kecerdasan naturalis ini pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan
merasakan bentuk-bentuk serta menghubungkan elemen yang ada di alam.
Di katakan bahwa kecerdasan naturalis tidak ada korelasi langsung yang
berhubungan dengan saraf. Namun Leslie Owen Wilson dalam tulisannya The eigth

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 121


intelligence: naturalistic intelligence (dikutip dari majalah Ayah Bunda 2003),
mengatakan bahwa cerdas alam berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap
sensori persepsi, serta bagian otak yang berkaitan dalam membedakan dan
mengklasifikasi sesuatu, yaitu otak bagian kiri.
Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan yang dimiliki semua orang pada
awal kehidupannya. Anak kecil memiliki kecerdasan naturalis lebih baik daripada
orang dewasa, karena anak pada umumnya dapat menikmati lingkungan alam secara
mendalam dan tidak menganggap lingkungan sekitarnya hanyalah latar belakang
dari setiap peristiwa yang ia alami. Para ahli sepakat bahwa kecerdasan dapat
berubah, tetapi perubahan kecerdasan sangat dipengaruhi oleh waktu dan akan
semakin terasah apabila anak tersebut tetap tinggal di lingkungan yang terus menerus
memberinya rangsangan. Anak yang hidup dalam budaya agraris, petani, pemburu,
dan nelayan umumnya memiliki kecerdasan naturalis yang menonjol dan kecerdasan
ini bertahan hingga mereka dewasa.
9. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniawan. Kecerdasan ini berkaitan
dengan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya. Kecerdasan ini dapat
dikembangkan pada setiap orang melalui pendidikan agama, kontemplasi
kepercayaan, dan refleksi teologis.
10. Kecerdasan Eksistensial (exsistensialist intelligence)
Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para filsuf. Mereka mampu
menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya di dunia ini dan apa
tujuan hidupnya. Melalui kontemplasi dan refleksi diri kecerdasan ini dapat
berkembang.

9.8 Strategi Dasar Pembelajaran Kecerdasan Ganda

Ada beberapa strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran untuk


mengembangkan kecerdasan ganda, yaitu antara lain:
a. Membangunkan /memicu kecerdasan , yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan
menghidupkan kerja otak.
b. Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara member latihan dan memperkuat
kemampuan membangunkan kecerdasan.
c. Mengajarkan dengan /untuk kecerdasan ,yaitu upaya-upaya mengembangkan
struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda.
d. Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha memanfaatkan berbagai cara yang telah
dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pada lingkungan nyata.
Di dalam bukunya yang berjudul “Seven ways of knowing: Teaching for multiple
intelligences” Lazear secara lengkap menjelaskan cara pengelolaan masing-masing
kecerdasan dengan urutan seperti pada strategi dasar di atas, lengkap dengan tujuan dan

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 122


proses, teori dan penjelasan bagian otak yang berkaitan dengan kerja kecerdasan
masing-masing.

9.9 Aplikasi Kecerdasan Ganda dalam Kegiatan Pembelajaran

Pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan pada kemampuan logika


(matematika) dan bahasa yang disampaikan dalam bentuk ceramah mungkin
membosankan siswa. Teori Multiple Intelligences menyarankan beberapa cara yang
memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar yang lebih
efektif. Cara-cara penyampaian materi pelajaran yang dapat digunakan oleh guru sebagai
berikut:
- Kata-kata (Linguistic Intelligence)
- Angka atau logika (Logical -Mathematical Intelligence)
- Gambar (Visual-Spatial Intelligence)
- Musik (Musical Intelligence)
- Pengalaman fisik (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
- Pengalaman sosial (Interpersonal Intelligence)
- Refleksi diri (Intrapersonal Intelligence)
- Pengalaman di lapangan (Naturalist Intelligence)
- Peristiwa (Existence Intelligence)

Sebagai contoh, jika Anda mengajarkan ekonomi tentang Hukum permintaan


pasar (Law of Supply and Demand), maka siswa diharapkan membaca materi yang akan
disampaikan (Linguistic), mempelajari formula matematika untuk mengetahui
perhitungan tentang banyaknya permintaan atau supply (Logical-Mathematical),
membuat grafik yang mengilustrasikan hukum permintaan tersebut (Visual – Spatial),
mengamati/mengobservasi secara langsung di pasar (Naturalist), mengamati sistem
perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang pada umumnya (Interpersonal) (Susanto,
2005: 67-75).
Pengajaran satu materi tidak perlu harus menggunakan ke sembilan kecerdasan
secara serentak. Pilihlah kecerdasan yang sesuai dengan konteks pembelajaran itu
sendiri. Sebenarnya dalam melaksanakan proses belajar yang menggunakan kerangka
Multiple Intelligences tidaklah sesulit yang dibayangkan. Yang dibutuhkan hanyalah
kreativitas dan kepekaan guru. Artinya setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka
yaitu keluar dari paradigma pengajaran tradisional, mau menerima perubahan, serta
harus memiliki kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan
sekitar dalam menunjang proses belajar. Pendidikan tidaklah harus di dalam kelas. Tidak
harus menggunakan peralatan yang canggih. Siswa bisa diajak keluar kelas untuk
mengamati setiap fenomena yang terjadi di dunia nyata, sehingga mereka tidak hanya
dijejali oleh teori semata. Mereka dihadapkan dengan kenyataan bahwa teori yang
mereka terima memang dapat ditemui di dalam kehidupan nyata dan dapat mereka alami
sendiri sehingga mereka memiliki kesan yang mendalam.

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 123


Vernon A. Magnesen (1983), (DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; Mourie, Sarah
Singer, 2000) menjelaskan bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa
yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar,
70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Artinya
seseorang bisa menyerap informasi paling banyak pada saat dia melakukan atau
mempraktekkan materi yang diterimanya.
Di dalam menerapkan Multiple Intelligences di dalam proses pengajaran dapat
dilakukan melalui beberapa cara, di antaranya dengan menggunakan musik untuk
mengembangkan Musical Intelligence, belajar kelompok untuk mengembangkan
Interpersonal Intelligence, aktivitas seni untuk mengembangkan Visual-Spatial
Intelligence, role play untuk mengembangkan Bodily-Kinesthetic Intelligence,
perjalanan ke lapangan (Field Trips) untuk mengembangkan nature Intelligence,
menggunakan Multimedia, refleksi diri untuk mengembangkan Intrapersonal
Intelligence, dan lain-lain.
Keluar dari pola kebiasaan mengajar yang lama yaitu pengajaran yang hanya
menekankan pada metoda ceramah sangatlah sulit, karena manusia cenderung tidak mau
keluar dari zona nyaman sebagaimana yang diungkapkan oleh DePorter, Bobbi;
Reardon, Mark; Mourie, Sarah Singer, 2000 di dalam bukunya yang berjudul Quantum
Teaching. Manusia cenderung akan tetap mempertahankan kebiasaannya dan tidak mau
mengambil risiko, karena untuk berubah berarti mereka dihadapkan pada resiko dari
perubahan itu sendiri yang seringkali ‘menakutkan’.
Penerapan multiple intelligences di dalam proses belajar mengajar tidak harus
menunggu perintah dari atasan. Guru yang mencoba menerapkan multiple intelligences,
berinisiatif untuk mencoba keluar dari zona nyaman agar pengajaran dapat dilakukan
seefektif mungkin dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini didasari oleh pemikiran
bahwa guru adalah orang yang langsung terlibat di lapangan yang mengetahui secara
jelas kebutuhan dan keunikan dari setiap siswa.
Kenyataan, saat ini adalah kurangnya guru-guru yang memiliki inisiatif untuk
mencoba keluar dari pola pengajaran tradisional, meskipun dari pihak atasan
menfasilitasi dan mengadakan pembinaan bagi setiap guru agar dapat mengembangkan
diri agar dapat menyampaikan materi pelajaran seefektif mungkin.
Upaya menerapkan mulitiple intelligences bukan hanya tanggung jawab guru dan
kepala sekolah saja, tetapi pihak orang tua pun perlu dilibatkan. Masih banyak orang tua
yang memiliki pola pikir tradisional dalam memandang kemampuan yang harus dicapai
oleh anaknya. Mereka masih memandang anaknya bodoh, jika anaknya tidak pandai
dalam matematika atau bahasa. Ini harus diubah, sekolah perlu menjelaskan bahwa
kecerdasan anak bukan hanya dipandang dari kemampuan matematika dan bahasa,
melainkan masih banyak kemampuan lainnya yang dapat dikembangkan sesuai dengan
keunikan anak.
Salah satu bentuk peran serta orang tua dalam pengembangan multiple
intelligences adalah dengan tidak memaksakan anak untuk hanya menguasai

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 124


kemampuan matematika dan bahasa, tetapi mereka pun dapat membimbing dan
mengarahkan anaknya sesuai dengan keunikannya masing-masing. Kerja sama pihak
sekolah dengan orang tua agar tetap terpelihara dalam upaya untuk memantau setiap
perkembangan anak dan mengamati keunikan setiap anak, sehingga pendidikan bisa
diberikan sesuai dengan kebutuhan dan keunikannya masing-masing (Susanto, 2005: 71-
73).

9.10 Manfaat Penerapan Multiple Intelligences

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bila menerapkan multiple


intelligence di dalam proses pendidikan yang dilaksanakan (Susanto, 2005: 74).
a. Kita dapat menggunakan kerangka multiple intelligences dalam melaksanakan
proses pengajaran secara luas. Aktivitas yang bisa dilakukan seperti menggambar,
menciptakan lagu, mendengarkan musik, melihat suatu pertunjukan. Dapat menjadi
‘pintu masuk’ yang vital ke dalam proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya
kurang baik pada saat proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan
bahasa dan logika), jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka
untuk belajar.
b. Dengan menggunakan Multiple intelligences. Anda menyediakan kesempatan bagi
siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan talentanya.
c. Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat di dalam mendukung
proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap aktivitas siswa di dalam
proses belajar akan melibatkan anggota masyarakat.
d. Siswa akan mampu menunjukkan dan ‘berbagi’ tentang kelebihan yang dimilikinya.
Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu motivasi untuk
menjadikan siswa sebagai seorang ‘spesialis’.
e. Pada saat Anda ‘mengajar untuk memahami’ , siswa akan mendapatkan pengalaman
belajar yang positif dan meningkatkan kemampuan untuk mencari solusi dalam
memecahkan persoalan yang dihadapinya.

Daftar Soal (Pertanyaan)

1. Menurut pendapat Anda bagaimana pentingnya keterampilan hidup dalam menunjang


kecerdasan seseorang?
2. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan majemuk?
3. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat inteligensi!
4. Sebutkan ciri-ciri perbuatan yang dianggap inteligensi!
5. Sebutkan factor-faktor yang mempengaruhi inteligensi!
6. Sebutkan jelaskan bagian-bagian dari dari kecerdasan!
7. Sebutkan dan jelaskan macam-macam kecerdasan majemuk menurut Gardner!

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 125


8. Uraikan strategi dasar dalam mengembangkan kecerdasan majemuk dalam kegiatan
pembelajaran!
9. Bagaimana aplikasi kecerdasan ganda dalam kegiatan pembelajaran?
10. Sebutkan manfaat penerapan kecerasan majemuk!

Daftar Pustaka

Anonimus. Multiple intelligences: mengenali dan merangsang potensi kecerdasan anak.


Seri Ayahbunda Mei 2003; edisi khusus: 6-116
Anonimus. Theory of multiple intelligences.
http://www.pz.harvard.edu/sumit/misumit.htm
Armstrong T. (2003). in their own way: discovering and encouragingyour child’s multiple
intelligences. (alih bahasa). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Armstrong, T. (2019). The multiple intelligences in reading and writing making the words
come alive. Psychological Bulletin. https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78
Brualdi, Amy C. Multiple intelligences: Gardner’s theory. ERIC Digest.
http://www.ericdigest.org/1998-1/multiple.htm
Gardner, H. (1987). The theory of multiple intelligences. Annals of Dyslexia.
https://doi.org/10.1007/BF02648057
Gardner, H. (2003). Kecerdasan Majemuk: Teori dalam Praktek. Alih bahasa: Arvin
Saputra. Batam: Interaksara.
Gardner, H., & Hatch, T. (1989). Multiple Intelligences Go to School: Educational
Implications of the Theory of Multiple Intelligences. Educational Research.
Hainstock, E. G. (2002). Montessori untuk Anak Prasekolah. Jakarta: Pustaka
Delaprasta.
https://lifestyle.okezone.com/read/2010/08/18/196/363960/bekali-anak-dengan-
keterampilan-hidup
https://studylibid.com/doc/1145474/model-pembelajaran-berbasis-kecerdasan-majemuk
https://www.academia.edu/11716738/konsep_kecerdasan_majemuk_menurut_gardner
Meacham M. Using multiple intelligence theory in the virtual classroom.
http://www.learningcircuits.org/2003/jun2003/elearn.html
Pangalila, PEA. Mulailah dini. Dalam: Setiabudhhi T, Hardywinoto, editor. Anak unggul
berotak prima. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Pearson EDG. Using multiple intelligences in testing and assessment.
https://www.teachervision.com/using-multiple-intelligences-testing-assessment
Purwanto, Ngalim. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung:Rosda Karya

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 126


Ridhota, “Teori Kecerdasan Majemuk,” (www.ridhotha.wordpress.com/2010/.../teori-
kecerdasan-majemuk), diakses tanggal 15 April 2019.
Slameto (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Cetakan IV.
Stern, W. (1949). The Intelligence Quotient. In W. Dennis & W. Dennis (Ed) (Eds.),
Readings in general psychology. (pp. 338–341). New York, NY, US: Prentice-Hall,
Inc. https://doi.org/10.1037/11352-048
Surana T. Bagaimana flashcards dan dotcards mampu meningkatkan kecerdasan anak.
http://www.mareshbrainswork.com/B2B/sb7.html.
Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008).
Susanto, H. (2005). Penerapan Multiple Intelligences dalam Sistem Pembelajaran. Jurnal
Pendidikan Penabur.
Suyadi. (2010). Psikologi Belajar PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Pedagogia.
Utami, Munandar. (2001). Mengembangkan Kreativitas: Pengalaman Hidup 10 Tokoh
Kreativitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Program Studi S1 PAK STT BNKP Sundermann 127

Anda mungkin juga menyukai