This research aims to improve speaking skills through watching videos kids children stories of children aged 5-6
years in kindergarten Islam Al-Fattah, Wanasari Village, Bekasi regency.The methodology uses a classroom action
research which conduct through two cycle consists of planning, action, observation, and reflection. Subjects are 10
children in group B who have problems with aspects of speech. Data collection techniques use non-test consists of
observation, interview, and documentation. The analysis techniques use two paradigms that is mean, medium,
modus, proportion study with a minimum percentage increase to 71% for quantitative paradigm, and data reduction,
data display, conclusion/verification for qualitative paradigm.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak melalui menonton video
cerita anak pada anak usia 5-6 tahun di TK Islam Al-Fattah, Desa Wanasari, Kabupaten Bekasi. Metodologi
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan melalui dua siklus, dan setiap siklusnya
terdiri atas perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah anak kelompok B
sebanyak 10 orang yang mempunyai masalah pada aspek kemampuan berbicara. Teknik pengumpulan
data menggunakan nontes melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data
penelitian menggunakan dua paradigma yaitu paradigma kuantitatif seperti mean, median, modus, dan
studi proporsi dengan minimum presentasi kenaikan 71 % dan paradigma kualitatif seperti reduksi
data, display data dan verifikasi.
oleh Novianti (2008). Novianti melaporkan bahwa di mana berbagai hubungan berkembang lebih luas.
umumnya remaja enggan berperilaku asertif karena Salah satunya adalah bersikap terhadap
takut dijauhi oleh teman-temannya ataupun demi perilaku asertif. Upaya untuk membangun sikap
menghindar dari hukuman yang diberikan oleh terhadap perilaku asertif merupakan hal yang penting.
orangtuanya. Walau sebenarnya anak-anak mampu Hal ini erat kaitannya dengan keberhasilan anak
bersikap asertif namun dalam penerapannya jarang dalam menjalin hubungan intrapersonal maupun
sekali yang dapat mewujudkan perilaku tersebut. interpersonal yang telah disinggung sebelumnya.
Penelitian Novianti didukung oleh data dari penelitian Ketika perilaku asertif dipelajari secara kontekstual
survey yang dilakukan oleh Rinawati (2009). Pada maupun operasional maka dapat menjadi stimulus
penelitiannya di SMAN 9 Malang, Rinawati yang memungkinkan berkembangnya perilaku anak
melaporkan bahwa banyak sekali (81,58%) siswa yang menjadi lebih baik.
memiliki perilaku asertif tinggi dan sedikit sekali Bagi sekolah berasrama seperti Sekolah Luar
(18,42%) siswa yang memiliki perilaku asertif cukup Biasa bagian E (tunalaras) Handayani, berbagai sikap
tinggi. Dari kedua penelitian di atas menyatakan anak dapat diamati dengan lebih cermat. Alasannya
bahwa anak mampu bertindak secara asertif. Akan karena di sekolah ini, anak dengan gangguan emosi
tetapi, banyak pengaruh yang mengintervensi anak dan tingkah laku tidak hanya mendapat pengawasan
sehingga perilaku tersebut tidak muncul. Kendati dari guru namun juga oleh pekerja sosial. Di sekolah
demikian perilaku asertif perlu dipelajari sejak dini. ini terdapat banyak interaksi yang bersinggungan
Perilaku asertif tidak hanya butuh dipelajari dengan perilaku asertif, baik di antara anak maupun
oleh anak-anak dan remaja yang “normal” dalam dengan guru dan masyarakat. Interaksi berupa saling
perilaku. Namun keterampilan ini perlu dikuasai oleh menghormati sesama hingga saling mengintimidasi
anak dengan gangguan emosi dan tingkah laku. Anak kerap terjadi.
dengan penyimpangan emosi dan perilaku dikenal Peristiwa tersebut merupakan segelintir
dengan anak yang antisosial. Umumnya anak yang gambaran sikap anak terhadap perilaku asertif.
antisosial gagal untuk membangun komunikasi Sekalipun demikian, berbagai fakta yang ditampilkan
maupun menjalin hubungan yang baik dengan pribadi belumlah memberikan informasi secara empiris
(intrapersonal) dan dengan individu yang lain tentang sikap anak. Oleh karena itu, diperlukan
(interpersonal). penelitian mengenai sikap anak dengan gangguan
Ketidakmampuan yang ditampilkan dalam emosi dan tingkah laku terhadap perilaku asertif di
membangun komunikasi intrapersonal ditunjukkan Sekolah Luar Biasa bagian E (SLB-E) Handayani
dengan rendahnya harga diri (self esteem), konsep diri, Jakarta Timur.
rasa percaya diri (self confident), dan bertindak impulsif.
Sedangkan kegagalan membangun hubungan KAJIAN PUSTAKA
interpersonal diwujudkan dengan cenderung
berbicara kasar, berintonasi tinggi, mengganggap Ahmadi (2002) menyatakan sikap sebagai suatu
remeh orang lain, bersikap agresif, maupun terlalu hal yang menentukan sikap sifat, hakikat, baik
pasif. Dengan penyimpangan perilaku ini maka anak- perbuatan sekarang maupun perbuatan yang akan
anak tersebut termajinalkan dari lingkungan datang. Oleh karena itu sikap erat kaitannya dengan
masyarakat. Tersisihnya anak dari masyarakat reaksi subjek beserta karakter atas reaksi tersebut yang
disebabkan oleh perilakunya yang tidak sesuai dengan sifatnya menetap. Pengertian ini sejalan dengan
harapan dan norma-norma yang ada. pendapat Gerungan (2008) yang menjabarkan sikap
Hambatan emosi dan perilaku yang dialami sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu
anak membuatnya sulit untuk mempelajari berbagai hal. Atau menurut Notoatmodjo dalam Arif (2008),
perilaku baik. Kendati di sekolah telah diajarkan yang menggambarkan sikap sebagai reaksi atau respon
bermacam perilaku, norma, dan aturan dalam yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
masyarakat. Harapannya adalah ketika anak stimulasi atau objek, sikap secara nyata menunjukkan
mempelajari satu perilaku, maka anak akan dapat konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
mengambil sikap atas perilaku tersebut dengan tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari,
pertimbangan yang matang. Karena disadari bahwa merupakan suatu reaksi yang bersifat emosional
anak dengan gangguan emosi dan tingkah laku tidak terhadap stimulus sosial. Dalam definisi yang
selalu berada dalam lingkungan yang homogen. dikemukakan Notoatmodjo, sikap belum dinyatakan
Namun dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat sebagai respon yang nampak atas berbagai stimulus
Pendapat selanjutnya adalah dari Cawood pernyataan positif maka pilihan SS (sangat setuju)
(1997) yang membagi keterampilan berperilaku asertif memiliki skor 5, S (setuju) memiliki skor 4, R (ragu-
menjadi dua yaitu keterampilan memberi dalam ragu) memiliki skor 3, TS (tidak setuju) memiliki skor
perilaku asertif dan keterampilan menerima dalam 2, dan STS (sangat tidak setuju) memiliki skor 1.
perilaku asertif. Keterampilan memberi meliputi enam Sedangkan untuk pernyataan negatif maka
hal yaitu memberikan informasi, memberikan pilihan SS (sangat setuju) memiliki skor 1, S (setuju)
pendapat atau opini, menyatakan kebutuhan dan memiliki skor 2, R (ragu-ragu) memiliki skor 3, TS (tidak
harapan, berbagi perasaan, memberikan keputusan, setuju) memiliki skor 4, dan STS (sangat tidak setuju)
dan menyampaikan kritik atau pujian. memiliki skor 5. Untuk penyusunan instrumen
Telah disebutkan selain keterampilan memberi penelitian adalah melalui beberapa tahapan yaitu
juga ada keterampilan menerima dalam perilaku asertif menentukan definisi konseptual dan operasional,
yang mencakup enam perilaku yaitu mencari menyusun kisi-kisi berdasarkan acuan teori yang berisi
informasi, merefleksikan isi pesan, merefleksikan variabel, dimensi, dan indikator.
perasaan, menerima kritik, menerima pujian, dan Definisi konseptual variabel yaitu sikap anak
meneladani fleksibilitas atau bersikap luwes. adalah penilaian berupa respon menerima atau
menolak terhadap perilaku asertif. Definisi
METODOLOGI PENELITIAN operasional variabel adalah sikap anak adalah skor
yang diperoleh dari anak setelah mengisi instrumen
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh penelitian dengan menerima atau menolak perilaku
gambaran sikap anak dengan gangguan emosi dan asertif yaitu memberikan keputusan; pengungkapan
tingkah laku terhadap perilaku asertif di Sekolah Luar diri; mengemukakan harapan, pikiran, dan kebutuhan;
Biasa Bagian E (SLB-E) Handayani Jakarta Timur. mencari informasi; membangun hubungan (interaksi);
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Bagian serta berbagi perasaan yang meliputi penilaian
E (tunalaras) Handayani, Cipayung, Jakarta Timur. kognitif, afektif, dan konatif.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2009 Instrumen sikap anak dengan gangguan emosi
hingga Juni 2010. Metode yang digunakan dalam dan tingkah laku terhadap perilaku asertif disusun
penelitian ini adalah survei dengan teknik deskriptif. menggunakan validitas konstruk atau validitas
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak bangun yang berdasarkan pada kerangka teoretis.
dengan gangguan emosi dan tingkah laku yang Sebelum instrumen digunakan untuk penelitian,
bersekolah di Sekolah Luar Biasa Bagian E (tunalaras) diujicobakan dahulu terhadap 17 siswa SMP istimewa
Handayani, Jakarta Timur tingkat sekolah menengah di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang.
pertama dengan jumlah 44 anak yang duduk di kelas Pengujian reliabilitas untuk mengetahui
VII hingga IX tingkat sekolah menengah pertama. ketetapan tes sebagai instrumen penelitian maka
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan digunakan rumus Alpa Cronbach. Berdasarkan hasil
teknik total sampling (sampel total/sensus) sehingga perhitungan diperoleh hasil r 11 = 0, 970. Dengan
sampel dalam penelitian ini berjumlah 44 anak pada demikian, instrumen ini memiliki reliabilitas yang
tingkat sekolah menengah pertama. sangat tinggi sehingga layak digunakan dan
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi syarat untuk mengumpulkan data dalam
adalah dengan satu variabel yaitu sikap anak dengan penelitian ini.
gangguan emosi dan tingkah laku terhadap perilaku Berdasarkan hasil uji coba instrumen baik
asertif di Sekolah Luar Biasa Bagian E (SLB-E) validitas dan reliabilitas diperoleh instrumen yang
Handayani, Jakarta Timur. Instrumen penelitian yang valid sebanyak 35 butir dengan koefisien reliabilitas
dikembangkan untuk memperoleh gambaran tentang instrumen sebesar 0, 970. Setelah diketahui sebanyak
sikap anak dengan gangguan emosi dan tingkah laku 35 butir pernyataan valid, kemudian dirujuk kembali
terhadap perilaku asertif di Sekolah Luar Biasa Bagian ke dalam tiap aspek, maka pada aspek kognitif
E (SLB-E) Handayani, Jakarta Timur adalah diperoleh 8 butir instrumen valid. Pada aspek afektif
menggunakan angket skala sikap model Likert. sebanyak 10 butir instrumen valid dan sedangkan
Responden akan menyatakan kesetujuannya atau aspek konatif sebanyak 17 butir instrumen valid.
ketidaksetujuannya dengan alternatif pilihan SS Kemudian guna keseimbangan butir instrumen pada
(sangat setuju), S (setuju), R (ragu-ragu), TS (tidak penelitian, 5 butir yang paling rendah pada aspek
setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Rentang skor konatif digugurkan sehingga didapat 12 butir
yang digunakan adalah satu sampai lima. Jika instrumen pada aspek konatif. Dengan demikian, butir
yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebanyak Selanjutnya, kontribusi jawaban responden
30, maka secara teori, skor maksimal yang dapat pada tiap komponen sikap. Berdasarkan jawaban dari
diperoleh adalah 150 dan skor minimal 30. seluruh responden yang berjumlah 44 anak pada tiap
Data yang terkumpul kemudian diteliti dan komponen sikap yang terdiri dari kognitif, afektif, dan
diperiksa apakah semua pertanyaan sudah dijawab konatif maka didapat skor rata-rata tertinggi yaitu
untuk mengetahui kelengkapan jawaban. Setelah data pada aspek kognitif. Kemudian tertinggi kedua adalah
diperiksa kemudian dianalisis dengan menggunakan aspek konatif dan terakhir adalah aspek afektif.
analisis statistik deskriptif baik yang berkenaan Berdasarkan data dari keseluruhan responden
dengan persentase maupun penggunaan diagram yaitu sebesar 44 anak dengan 30 pernyataan, diperoleh
meliputi penyajian data dalam bentuk tabel, nilai tertinggi sebesar 138 atau 92% dari skor maksimal
histogram, perhitungan modus, median, dan standar yaitu 150 adalah responden nomor 44. Nilai tertinggi
deviasi secara keseluruhan maupun tiap kelas. Sikap ini hanya berselisih 12 poin dari skor maksimal.
siswa dikatakan positif apabila skor sikap siswa > skor Perolehan skor sebesar 138 menunjukkan indikasi
rata-rata ideal, sedangkan dikatakan negatif apabila yang sangat baik karena meskipun anak-anak ini
skor sikap siswa < skor rata-rata ideal. mengalami penyimpangan dalam emosi dan tingkah
lakunya, namun masih dapat memihak pada perilaku
HASIL DAN PEMBAHASAN asertif. Kemudian skor tertinggi tersebut juga ditunjang
oleh nilai terendah sebesar 88 atau 58,7% dari skor
minimal 30 yaitu responden nomor 37 yang tidak
Berdasarkan analisis data, hasil penelitian
terlalu rendah. Bahkan berselisih cukup jauh dari skor
mengenai sikap anak dengan gangguan emosi dan
minimal yaitu 58 poin.
tingkah laku terhadap perilaku asertif, diperoleh hasil
Dari seluruh responden diketahui nilai rata-rata
sebagai berikut.
sebesar 105,8 atau 70,5%. Persentase ini cukup tinggi
dengan skala perbandingan hingga 100%. Setelah
Tabel 1. Hasil Penelitian Secara Keseluruhan
hasil diperoleh, ditentukan nilai rata-rata ideal atau
Responden
batas lulus ideal yaitu 81,25. Dengan demikian, maka
Statistik Dasar Data Keseluruhan perolehan rata-rata responden keseluruhan yaitu
Rata-rata 105.8 105,8 lebih besar dari rata-rata ideal sebesar 81,25.
Standar Deviasi 95.9 Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
Median 106.6 semua responden menunjukkan sikap positif terhadap
Modus 106 dan 108 perilaku asertif. Hal ini berarti seluruh responden
Skor Maksimum 138 mendukung, menyukai, atau menerima perilaku
Skor Minimun 88
asertif. Dengan kata lain, tidak ada responden yang
bersikap negatif terhadap perilaku asertif.
Dari seluruh responden diketahui nilai rata-rata
Perolehan rata-rata sebesar 105,8 dibandingkan
sebesar 105,8 atau 70,5%. Setelah hasil diperoleh, dengan batas lulus ideal sebesar 81,25 memang tidak
ditentukan nilai rata-rata ideal atau batas lulus ideal terpaut jauh. Selisih dari keduanya diperoleh 24,55
yaitu 81,25. Dengan demikian, maka perolehan rata- poin atau masih berada dalam kategori rendah.
rata responden keseluruhan yaitu 105,8 lebih besar Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi dari dalam dan
dari rata-rata ideal sebesar 81,25. Berdasarkan data luar diri anak. Kondisi dari dalam sudah tentu karena
tersebut dapat disimpulkan bahwa semua responden anak mengalami masalah dan hambatan dalam hal
menunjukkan sikap positif terhadap perilaku asertif. emosi dan tingkah laku. Keadaan ini merupakan
manifestasi dari karakteristik anak yaitu sulit
Tabel 2. Jawaban Responden Berdasarkan Aspek mengendalikan diri, tidak matang, maupun
Sikap
mengalami kelainan kepribadian.
No. Aspek Jumlah Rata- Prosentase Selanjutnya, kondisi dari luar anak antara lain
rata adalah informasi yang didapat ataupun interaksi yang
1. Kognitif 1234 155,38 34% selama ini dijalani oleh anak. Seringkali informasi yang
2. Afektif 1538 153,80 33% didapat keliru karena karakteristik anak yang
3. Konatif 1847 153,92 33% cenderung menutup diri dari apapun termasuk dari
jumlah 4628 100,00 100% berbagai informasi yang disampaikan padanya.
Serupa dengan cara berinteraksi, anak dengan antar aspek-aspek sikap. Namun demikian, ada aspek
gangguan emosi dan tingkah laku menunjukkan cara yang lebih berpengaruh ketika anak dengan gangguan
bersosialisasi yang berkelompok ataupun menyendiri. emosi dan tingkah laku bersikap terhadap perilaku
Dengan interaksi yang terbatas, maka sangat asertif. Hal ini ditunjukkan dari perolehan skor
mempengaruhi cara anak dalam bersikap terhadap tertinggi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa
objek sikap. kecenderungan anak bersikap adalah berdasarkan
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa anak aspek kognitif tentunya dengan tidak mengabaikan
dengan gangguan emosi dan tingkah laku bersikap aspek lain. Hal ini berarti kepercayaan, keyakinan, ide,
positif terhadap perilaku asertif. Meskipun perolehan dan konsep anak terhadap perilaku asertif lebih
skor rata-rata tidak terpaut jauh dari batas lulus ideal. mempengaruhinya dalam bersikap. Dengan kata lain,
Kenyataan ini mencerminkan bahwa dalam diri anak anak-anak ini lebih mengedepankan logika dalam
masih menyukai ataupun mendukung perilaku asertif. menyikapi objek sikap dibanding dengan perasaan
Di mana komponen pembentuk perilaku ini tidak atau kecenderungan perilaku.
hanya perkataan yang langsung, jujur, dan tepat,
namun juga dibentuk oleh intonasi bicara, mimik muka, PENUTUP
maupun ekspresi tubuh yang selaras dengan
perkataan. Anak dengan gangguan emosi dan tingkah laku
Dengan demikian, terdapat kaitan antara memberikan respon positif terhadap perilaku asertif.
karakteristik anak dan perilaku asertif. Hubungannya Hal ini menunjukkan bahwa dengan bersikap men-
antara lain adalah walaupun anak suka berbohong dukung perilaku asertif, maka subjek paham bahwa
namun sebenarnya menyukai kejujuran dan setiap orang termasuk dirinya memiliki hak untuk
diperlakukan secara jujur. Meskipun anak bertindak dihargai.
impulsif dan agresif akan tetapi mendukung perlakuan Sikap positif anak menyatakan bahwa
yang bersahabat serta ekspresi wajah yang ramah. meskipun anak memiliki penyimpangan tingkah laku
Penerimaan anak terhadap perilaku asertif diharapkan dan hambatan emosi dalam diri, pada dasarnya anak-
berimplikasi pada kehidupan sehari-hari misalnya anak ini mendukung, menyukai, memihak pada
anak dapat menolak dengan tegas ajakan untuk perilaku yang tegas, jujur, serta saling menghormati
mencoba merokok, meminum minuman keras, ataupun hak pribadi yang dikenal dengan perilaku asertif.
tawuran hingga narkoba. Membatasi dominasi kakak Sedangkan sikap negatif terhadap perilaku asertif
kelas maupun orang lain terhadap dirinya dengan tidak ditunjukkan sama sekali. Dengan memihak pada
berkata secara jujur. Positifnya sikap anak dengan perilaku asertif membuka peluang bagi anak untuk
gangguan emosi dan tingkah laku terhadap perilaku membangun hubungan yang sehat dengan ling-
asertif menyumbang fakta bahwa memang anak masih kungan sekitar. Kemudian terdapat kecenderungan
mau dan dapat dididik untuk dapat berperilaku sesuai lebih tinggi pada salah satu aspek sikap yaitu aspek
dengan norma masyarakat dan menyenangkan secara kognitif. Kenyataan ini menggambarkan bahwa anak
pribadi. dengan gangguan emosi dan tingkah laku mengu-
Kemudian kontribusi jawaban responden pada tamakan logika dalam menyikapi objek sikap.
tiap komponen sikap. Berdasarkan jawaban dari Terkait dengan hasil yang diperoleh dari
seluruh responden yang berjumlah 44 anak, pada tiap penelitian ini maka bagi anak dengan gangguan emosi
komponen sikap yang terdiri dari kognitif, afektif, dan dan tingkah laku disarankan untuk berlatih sejak dini
konatif maka didapat skor rata-rata tertinggi yaitu untuk bersikap jujur, terbuka, namun tegas, dan
155,83 atau sebesar 33,55% pada aspek kognitif. menghormati hak pribadi dan orang lain. Latihan
Kemudian tertinggi kedua adalah aspek konatif sebesar perilaku asertif dapat dilakukan dengan teman sebaya
153,92 atau 33,24% dan terakhir adalah aspek afektif di keseharian atau dengan guru pada pelajaran bina
sebesar 153,80 atau 33,21%. Meski selisih rata-rata pribadi dan sosial serta secara khusus dengan
pada setiap aspek sangat tipis namun aspek kognitif psikolog. Dengan keterampilan bersikap asertif maka
tetap menduduki peringkat tertinggi. Dari perolehan anak mampu menolak dengan tegas berbagai ajakan
data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa aspek negatif seperti mencuri, merokok, maupun mengon-
yang cenderung mempengaruhi anak dengan sumsi narkoba. Selain itu juga, dapat terhindar dari
gangguan emosi dan tingkah laku terhadap perilaku intimidasi dan dominasi kakak kelas maupun orang
asertif adalah aspek kognitif. lain terhadap dirinya karena anak mampu bersikap
Lahirnya sikap merupakan pengorganisasian secara asertif.