Anda di halaman 1dari 5

Angeline Tarigan, Pemahaman Nilai Sosial Dan Prestasi Belajar Siswa SD

Analitika, Vol. 8 (1) Juni (2016) p-ISSN : 2085-6601 e-ISSN : 2502-4590

ANALITIKA

Available online http:/ojs.uma.ac.id/index.php/analitika

Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Indulgent


Dan Interaksi Sosial Dengan Kematangan Emosi

The Relationship Between Permissive Indulgent Parenting


And Social Interaction With Emotional Maturity

Meutia Fajar Sari Nasution


Universitas Medan Area
analitika.jurnal.uma@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh permissive indulgent dan interaksi sosial dengan
kematangan emosi pada siswa SMA Negeri 2 Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 2 Medan
berjumlah 88 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan screening tes. Alat ukur penelitian ini mengunakan skala
permissive indulgent, interaksi sosial dan kematangan emosi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan permissive indulgent dan interaksi
sosial dengan kematangan emosi.
Kata Kunci : kematangan emosi; pola asuh permissive indulgent; interaksi sosial

Abstract
This study aims to determine the relationship between permissive indulgent parenting and social interaction with
emotional maturity in Public Senior High School 2 Medan students. Sample in this study were 88 student, tested with
screening test. Measuring instruments used permissive indulgent scale, social interaction and emotional maturity. Data
were analyzed using multiple regression analysis. The data show there is significance relationship between permissive
indulgent and social interaction with emotional maturity.
Key words: emotional maturity; permissive indulgent parenting; social interaction

How to cite: Nasution, Meutia. 2016, Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Indulgent Dan Interaksi Sosial Dengan
Kematangan Emosi, Jurnal Analitika Magister Psikologi UMA, 8 (1): 30 - 34

30
Meutia Fajar Sari Nasution, Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Indulgent Dan Interaksi Sosial

Pendahuluan remaja adalah usia yang labil, oleh


Kematangan emosi merupakan karenanya peran keluarga khususnya
keadaan seseorang yang tidak cepat orang tua sangat dibutuhkan dalam
terganggu rangsang yang bersifat proses perkembangan seorang anak.
emosional, baik dari dalam maupun dari Adanya interaksi sosial yang baik,
luar dirinya. Selain itu dengan kemampuan untuk berfungsi sebagai
matangnya emosi maka individu dapat manusia yang dapat bergantung pada
bertindak tepat dan wajar sesuai dengan diri sendiri, dan didukung dengan orang
situasi dan kondisi dengan tetap lain, mengharuskan individu untuk
mengedepankan tugas dan tanggung mampu berinteraksi dengan orang lain,
jawabnya. Seseorang yang telah matang kemampuan ini harus dikembangkan
emosinya berarti pula dapat secara bertahap dan terus menerus
mengendalikan luapan emosi dan nafsu, seiring dengan bertambahnya umur
sehingga individu tersebut dapat serta kedewasaannya. Setiap pribadi
mengelolanya dengan baik. Kematangan dalam kehidupannya selalu mengalami
emosi adalah kemampuan menerima hal- perubahan secara terus menerus oleh
hal negatif dari lingkungan tanpa karena itu diperlukan adanya
membalasnya dengan sikap yang negatif, kemampuan untuk menjalin interaksi
melainkan dengan kebijakan (Martin, dengan orang lain, dan dengan
2003). lingkungan yang ada disekitarnya,
Pola asuh Permissive Indulgent SMA Negeri 2 Medan merupakan
merupakan gaya pengasuhan orang tua salah satu sekolah favorit yang ada di
sangat terlibat dalam kehidupan anak- wilayah kota Medan, memiliki jumlah
anaknya tetapi hanya menetapkan siswa 1380 orang dan memiliki 41
sedikit tuntutan dan kendali atas ruangan kelas. Siswa-siswi datang dari
tindakan-tindakan mereka serta berbagai kalangan baik dari suku, budaya
menerima keputusan yang diambil oleh dan status sosial ekonomi. Kemudian
anak, sehingga mengakibatkan anak mengapa penelitian ini dilakukan dengan
tidak disiplin, cenderung kurang dasar pertimbangan kondisi internal
bertanggung jawab, agresif, kurang sekolah, dengan timbulnya beberapa
menghargai orangtuanya dan orang pelanggaran-pelanggaran dan kenakalan
sekitar siswa, munculnya persoalan yang di
Selain faktor pola asuh, faktor hadapi orang tua dan guru dalam
interaksi sosial juga berpengaruh mendidik siswa-siswi yang berada pada
terhadap kematangan emosi seorang masa remaja agar mampu menghadapi
anak. Interaksi sosial merupakan suatu masa transisi dengan baik.
keterampilan sosial yang menjadi modal
dalam mengarahkan seseorang untuk METODE PENELITIAN
mencapai kematangan emosi. Dalam Populasi penelitian ini adalah siswa
periode remaja interaksi sosial dalam SMA Negeri 2 Medan. Penentuan sampel
keluarga sangat dibutuhkan untuk dapat dalam penelitian ini adalah dengan
melewati fase-fase sulit remaja. Usia menggunakan screening test. Prosedur

31
Meutia Fajar Sari Nasution, Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Indulgent Dan Interaksi Sosial

dalam screening test adalah seluruh kematangan. Parental


populasi diberikan skala permissive responsiveness memiliki indikator
indulgent. untuk mengukur pola asuh sebagai berikut: orang tua selalu
permissive indulgent yang didapatkan menerima impuls, keinginan dan
dari orang tua. Bagi siswa yang mendapat perbuatan anaknya, inkonsistensi
nilai pola asuh permissive indulgent dalam displin. Parental
tinggi, maka siswa tersebut menjadi demandingness memiliki
sampel dalam penelitian ini. indikator sebagai berikut : anak
Pengumpulan data dilakukan tidak dituntut untuk belajar
dengan menggunakan instrumen skala, bertanggung jawab dan diberi
yaitu : kebebasan yang seluas-luasnya
1. Skala Kematangan Emosi : untuk mengatur diri sendiri,
disusun menggunakan aspek- orang tua tidak banyak mengatur
aspek kematangan emosi dan mengontrol. Setelah melalui
menurut Overstreet (dalam ujicoba, skala ini diketahui
Puspitasari dan Nuryoto, 2002) memiliki 19 butir aitem yang valid
yaitu sikap untuk belajar, dan reliabel.
memiliki rasa tanggung jawab, 3. Skala interaksi sosial disusun
memiliki kemampuan untuk berdasarkan aspek-aspek
berkomunikasi dengan efektif, interaksi sosial menurut Papalia
memiliki kemampuan untuk (2009), yaitu : komunikasi antara
menjalin hubungan sosial, melihat teman sebaya, penyesuaian diri
kebutuhan orang lain dan terhadap teman (adaptasi), dan
bersedia tuntutan konformitas. Setelah
memenuhi/membantunya melalui ujicoba, skala ini
sebagai ekspresi cinta/kasih diketahui memiliki 43 butir aitem
sayang. Setelah melalui ujicoba, yang valid dan reliabel.
skala ini diketahui memiliki 51
butir aitem yang valid dan HASIL DAN PEMBAHASAN
reliabel. Hasil Analisis Regresi Berganda
2. Skala Permissive Indulgent : menunjukkan bahwa terdapat hubungan
disusun berdasarkan teori yang signifikan antara pola asuh
Baumrind, ada dua aspek yaitu: permissive indulgent (X1) dan interaksi
parental responsiveness merujuk sosial (X2) dengan kematangan emosi
pada sejauh mana orang tua (Y). Dengan nilai koefisien Freg = 48,756
mampu menanggapi kebutuhan- dimana p sebesar 0,000 < 0,05. Dengan
kebutuhan anak dalam bentuk nilai signifikasi dibawah 0,05
menerima dan mendukung, menunjukkan bahwa secara bersama-
sedangkan parental sama pola asuh permissive indulgent dan
demandingness merujuk pada interaksi sosial mempunyai hubungan
sejauh mana orang tua menaruh yang signifikan terhadap kematangan
harapan terhadap remaja untuk emosi. Sebagai kriterianya jika Fhitung >
bertanggung jawab memiliki Ftabel maka hipotesis yang dinyatakan

32
Meutia Fajar Sari Nasution, Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Indulgent Dan Interaksi Sosial

dalam penelitian ini dinyatakan diterima dengan kematangan emosi. besarnya


(Azwar, 1999). Berdasarkan kriteria nilai korelasi (R) antara pola asuh
tersebut maka diketahui bahwa hipotesis permissive indulgent (X1) dan interaksi
penelitian ini dinyatakan diterima, sosial (X2) dengan kematangan emosi
dengan kata lain bahwa ada hubungan (Y) pada yaitu sebesar 0,653 dan dari
antara pola asuh permissive indulgent output diperoleh koefisien determinasi
dan interaksi sosial dengan kematangan (R2) sebesar 0,534. Hal ini berarti
emosi pada siswa, dengan asumsi bahwa besarnya kontribusi pola asuh permissive
semakin tinggi pola asuh permissive indulgent dan interaksi sosial terhadap
indulgent dan semakin tinggi interaksi kematangan emosi adalah sebesar
sosialnya, maka semakin tinggi 53,4%.
kematangan emosi siswa, dan sebaliknya
DAFTAR PUSTAKA
semakin rendah pola asuh permissive
Abubakar Baradja. (2005). Psikologi
indulgent dan semakin tinggi interaksi Perkembangan : Tahapan-tahapan
sosialnya, maka semakin tinggi dan Aspek-aspeknya. Jakarta :
Studia Press.
kematangan emosi siswa.
Agustiani, H., (2006). Psikologi perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian pendekatan ekologi kaitannya
diketahui bahwa ada hubungan negatif dengan konsep diri dan
penyesuaian diri pada remaja.
yang signifikan pola asuh permissive Bandung : Refika aditama.
indulgent dan interaksi sosial dengan Ari, B. W., Andayani, T. R., & Sawitri, D. R. (tt).
kematangan emosi (F hitung = 48,756 , p < Hubungan konsep diri dengan
interaksi sosial siswa kelas
0,00). Dari penelitian ini juga diketahui akselerasi di SMP Negri 2 dan SMP
bahwa pola asuh permissive indulgent PL Domenico
Arikunto, S. (1992). Prosedur penelitian (Suatu
dan interaksi sosial memiliki kontribusi pendekatan praktik). Jakarta:
terhadap kematangan emosi pada siswa Rineka Cipta.
SMA Negeri 2 Medan sebesar 53,4% dan Astuti,2000.KematanganEmosi.Http://pertuobo
ys.blogspot.com/2010/01/emosi.h
sebesar 46,6% dipengaruhi oleh faktor tml. (23 April 2011)
lain. Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas.
Secara parsial pola asuh permissive Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Baumrind, D. (1991). The Influence of
indulgent membentuk hubungan negatif Parenting Style on Adolescent
yang signifikan terhadap kematangan Competence and Substance use.
Journal of Early Adolescence,
emosi pada siswa. Dalam penelitian ini 11(1), 56- 95.
diketahui pola asuh permissive indulgent Chaplin, J. P. (2008). Kamus Lengkap Psikologi.
memberi kontirbusi sebesar 49,8%. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Cobb, N.J. (1992). Adolescence. San Fransisco, CA
Sumbangan efektif tersebut : Mayfield.
menunjukkan bahwa, pola asuh Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan.
permissive indulgent yang tinggi akan Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hadi, S. (2002). Metodologi research. Jilid
membuat kematangan emosi rendah 1.Yogyakarta: Andi Offset.
pada siswa SMA Negeri 2 Medan. Heider, K. (1997). Theoretical
introduction.Emosi, ekspresi wajah
dan budaya.
SIMPULAN Hurlock, E. B. (2007).Psikologi perkembangan
Ada hubungan yang signifikan pola asuh suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta:
permissive indulgent dan interaksi sosial Erlangga.

33
Meutia Fajar Sari Nasution, Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Indulgent Dan Interaksi Sosial

Edwards,Drew,2006. Ketika Anak Sulit Santrock, J. W. (2003). Adolescence


Diatur.Bandung : Mizan Pustaka (Perkembangan remaja).Jakarta :
Endah Puspita Sari & Sartini Nuryoto. (2002). Erlangga.
Penerimaan Diri Pada Lanjut Usia di Santrock, J.W. (1998). Child Development. 8th
Tinjau dari Kematangan Emosi. edition. Boston : McGraw-Hill.
Jurnal Psikologi. Universitas Gajah Savio Semarang. 1-12. Di akses pada tanggal 5
Mada. September 2014 dari
Goleman, D. (2004). Emotional Intelligence. http//www.eprints.undip.ac.id..Skr
Terjemahan. Jakarta : Gramedia. ipsi.pdf.
Gordon, Amn Milles and Kathryn Williams Sarlito Wirawan Sarwono (2005). Psikologi
Browne. 1985. Beginning and Remaja. Edisi revisi. Jakarta : Raja
Beyond: Foundations in Early Garfindo Perkasa.
Childhood Education. New York : Shaffer, D.R. (1985). Developmental Psychology
Delmar publising Inc. Theory, Research and Applications.
Mappiare, A. (1992). Psikologi remaja. Surabaya: University of Georgia.
Usaha Nasional. Sharma, D. (2011). Emotional maturity of ICDS
Matsumoto, D. (1993). Ethnic differencesin affect and Non-ICDS children: a
intensity, emotion judgments, comparative study. Journal of
display rule attitudes, and self- research in peace, gender and
reportedemotional expression in an development, 11, 1, 320-323.
Americansample. Journal of Singgih D. Gunarsa dan Yulia, S. Gunarsa (2003).
Motivation & Emotion,17, 107–123. Psikologi Perkembangan Anak dan
Matsumoto, D. (1994). People: Psychologyfrom a Remaja. Jakarta : BPK Gunung
cultural perspective. Mulia.
California:Brooks/Cole. Soesilowindradini. (2008). Psikologi
Mulyana, D. (1999). Nuansa-nuansa perkembangan masa remaja.
komunikasi.Meneropong politik & Surabaya : Usaha Nasional.
budaya komunikasimasyarakat Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Bisnis, Edisi
kontemporer. Bandung: Remaja Kedelapan, CV. Alfabeta, Bandung
Rosda Karya. Sprinthall, N.A. & Collins, W.A. (1995). Adolescent
Martin, A. D. (2003). Emotional quality Psychology : A Development View. 3th
management. Jakarta : Arga. edition. New York : McGraw-Hill.
Mussen, P.H., Conger J.J.& Kagan .J. (1994). Child Steinberg, L. (2002). Adolescence, 6th edition.
Development and Personality. Boston : McGraw-Hill.
Terjemahan edisi keenam. Jakarta : Suseno, F.M. (2001). Etika Jawa: Sebuahanalisa
Arcan falsafi tentang kebijaksanaan
Murray, J. (2003). Are You Emotionally Mature? : hidup Jawa. Jakarta: Gramedia PustakaUtama
Characteristics of Emotional Turner, J.S. & Helms, D.B. (1995). Lifespan
Maturity. Di akses pada tanggal 26 Development. 5th edition. Fort
oktober 2014 dari Worth: Holt, Rinehart & Winston.
http://www.betteryou.com. Yaumil C.A. Achir. (1996). Pedoman Pelaksanaan
M. Tairas. (1990). When a Person Mature?. Media Pola Asuh Anak Dalam Keluarga
Psikologi Indonesia 5-6. Jakarta. Sejahtera. Kantor Menteri Negara
Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional Kependudukan/Badan Koordinasi
terhadap penyesuaian sosial siswa Keluarga Berencana. Jakarta.
di sekolah. Administrasi Yusuf, S. (2011). Psikologi perkembangan anak
pendidikan,IX, 1, 86-108. Di akses dan remaja. Bandung : Remaja
pada tanggal 5 September 2014 dari Rosdakarya.
http//www.file.upi.edu/Direktori/
FIP/JUR.../Karya_Ilmiah_8.pdf.
Prawitasari, J.E. (1995). Mengenal emosimelalui
komunikasi non-verbal. Buletin
Psikologi. Yogyakarta: Fakultas PsikologiUGM.
Tahun III. No. 1, 27–43.
Rogers, K., Calvert, E., Malek, R., & Smith, D.,
(2010). Guidelines for eveloping an
academic acceleration policy.
Journal of advanced academics, 21,
2, 180-203.

34

Anda mungkin juga menyukai