Anda di halaman 1dari 18

Hubungan Antara Perilaku Narsistik di Media Sosial

Pada Kalangan Remaja

Dosen pengampu:
Sawi Sujarwo, S.Psi., M.A.

Disusun Oleh:
Nama : Putri Amanda Astri
NIM : 221810028
Kelas : Ps2A

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS SOCIAL HUMANIORA
UNIVERSITAS BINA DARMA
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan Penelitian
C. Manfaat penelitian
D. Keaslian Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Remaja, Media Sosial dan Narsistik
B. Teori Yang Menjelaskan Tentang Gangguan Kepribadian Narsistik
C. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Remaja Menjadi Narsis di Media sosial
D. Dampak Kecenderungan Narsistik
E. Aspek-askpek Gangguan Kepribadian Narsistik
F. Ciri-ciri Kecenderungan Kepribadian Narsistik

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA


A. Metode Penelitian
B. Pembahasan

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di zaman sekarang sudah ramai yang menggunakan media sosial baik untuk kegunaan
umum maupun pribadi. Media sosial dijadikan tempat untuk mengeksplorisari apa saja.
Tujuan penggunaan media sosial sendiri bermacam-macam, ada yang digunakan untuk
berbisnis, berkomunikasi,saling berkirim pesan(chatting), saling berbagi cerita maupun
berita,dan membangun jaringan internet(networking). Sekarang di kalangan remaja maupun
orang dewasa setiap orang pasti mempunyai yang namanya media sosial seperti Instagram,
Facebook,Whats Up,Tik Tok,Twitter,dll.
Masa remaja ialah individu yang berada pada masa peralihan dari periode kanak-kanak ke
periode meuju kedewasaaan. Menurut Santrock (2012) masa remaja (adolescence) merupakan
masa transisi perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang sedang
berproses untuk mencari dan menemukan identitas diri, biasanya dimulai pada usia 10-12
tahun dan diakhiri pada usia 18-22 tahun. Pada masa remaja ini ditandai dengan adanya
perubahan fisik,psikis,dan psikososial.Masa remaja biasa dikenal sebagai masa krisis untuk
menemukan jati diri seseorang. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini remaja akan
cenderung ingin menunjukkan identitas dirinya.
Pada tahap ini remaja dihadapkan pada upaya untuk mencari, menemukan, dan
menentukan kepribadian,citra diri,identitas diri,dll. Pada masa remaja,seseorang
membutuhkan pengakuan dan aktualisasi diri.Cara aktualisasi dirinya bisa diwujudkan
dengan meningkatkan penampilan diri secara berlebihan,sehingga cenderung menarik
perhatian orang lain.Remaja sering menggunakan media sosial sebagai salah satu cara
merreka untuk menarik perhatian semua orang dengan cara mengunggah penampilan diri
mereka bahkan segala aktivitas yamg mereka lakukan juga di unggah di media sosial.
Perilaku mencintai diri sendiri dan ingin menarik perhatian orang lain terhadap diri sendiri
sudah termasuk perilaku narsistik.
Narsistik merupakan suatu keadaan cinta diri yang berlebihlebihan (Reber & Reber ,
2010) . Selain itu Feldman (2012) menggambarkan perilaku narsistik sebagai perilaku
individu yang cenderung suka meminta pengaguman, pujian, dan pemujaan diri tentang
kebutuhan akan keunikan, kelebihan, kesuksesan, kemampuan yang lebih tinggi
dibandingkan orang lain, serta meminta perhatian yang lebih dari orang lain sebagai bentuk
penilaian atas dirinya. Narsisme mengacu pada pendekatan yang berpusat pada diri sendiri
dan lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Biasanya orang yang berperilaku
narsistik tidak menyadari keadaan aktual yang sedang dialami dan bagaimana pandangan
orang sekitar terhadap perilaku yang ditampilkan di lingkungan sosialnya (Santrock, 2012).
Sejatinya setiap orang memiliki perilaku narsis tertapi hanya berbeda tingkatan setiap
individu.
Remaja menyalurkan rasa cinta dirinya,rasa superiornya yang ingin mendapatkan
perhatian orang lain melaui media sosial.Dengan media sosial mereka mengunggah foto atau
kegiatan mereka hanya untuk mendapatkan komentar yang positif atau tanda suka (like) di
setiap kegiatan yang mereka unggah di media sosial. Perilaku remaja yang ingin
mendapatkan perhatian dari orang lain sering mengubah penampilan dirinya semakin menarik
dan nyentrik, dengan berpenampilan menarik dan nyentrik mereka sering mendapatkan
komentar yang berbeda-beda dari setiap orang. Perilaku narsistik erat kaitannya dengan
individu yang berusaha untuk menunjukkan kelebihan dan pencapaian diri di media sosial
untuk mendapatkan pujian dan pengagungan dari orang lain. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi individu untuk selalu aktif menggunakan media sosial dikarenakan adanya
perasaan ketakutan yang berlebihan apabila tidak dapat mengikuti perkembangan informasi,
trend, ataupun berita terbaru yang ada di lingkungan sekitarnya.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian kualitatif ini yaitu :

• Untuk mengetahui perilaku narsis remaja di media sosial


• Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan gangguan kepribadian narsistik

C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitiannya yaitu ada 2 yaitu :

1) Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini dari segi pendidikan yaitu untuk menambah ilmu
pengetahuan tentang remaja yang mempunyai sifat narsis dan hal-hal yang berkaitan
dengan gangguan kepribadian narsistik.
2) Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang didapat dari penelitian ini yaitu :
• Bagi Penulis
Contoh manfaat praktis yang didapat penulis dari penelitian ini yaitu dapat
menambah wawasan tentang gangguan kepribadian narsistik.
• Bagi Masyarakat
Contoh manfaat praktis yang didapat masyarakat yaitu dapat menambah wawasan
akan perilaku remaja yang narsis dan hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian
narsistik.

D. Keaslian Penelitian

• Jurnal Dalam Negeri

1) Jurnal ke 1

Judul : “Are Fear Of Missing Out and Loneliness A Sympton Of Narcissistic


Behavior”
Nama Peneliti : Imelda Pristaliona, Diana Savitri Hidayati, dan Susanti
Prasetyaningrum.
Metode :
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian regresi
berganda. Penelitian kuantitatif merupakan data penelitian yang berupa angka-angka dan
yang dianalisis menggunakan statistik. Sedangkan desain penelitian regresi berganda
merupakan prediksi perubahan nilai pada variabel dependen yang dipengaruhi oleh naik
atau turunnya nilai pada variabel independen (Sugiyono, 2018).
Populasi subjek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan remaja dengan jumlah
responden sebanyak 164 orang yang memenuhi kriteria. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan teknik accidental sampling yaitu teknik pengambilan data yang
dilakukan oleh peneliti berdasarkan suatu kebetulan dan dapat dilakukan pada siapa saja
yang memenuhi kriteria penelitian dan dapat dijadikan sebagai sumber data (Sugiyono,
2018). Adapun untuk kriteria responden yang diperlukan dalam penelitian ini ialah sebagai
berikut: (a) Remaja berusia 12-22 tahun, (b) Memiliki akun media sosial instagram, (c)
Menggunakan media sosial instagram, (d) Tidak memiliki online shop yang dipromosikan
di instagram, (e) Tidak dalam rangka mengerjakan tugas di instagram, (f) Mengakses
instagram minimal selama 1 jam sehari.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen yang terdiri dari X1
fear of missing out dan X1 kesepian, serta 1 variabel dependen yakni Y perilaku narsistik.
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan mengadaptasi skala
narsisme yang dikembangkan oleh Raskin dan Terry (Anestia, 2019), memodifikasi skala
fomo dari Przybylski et al. (2013), dan memodifikasi dari skala kesepian dari Gierveld &
Tilburg (2006) yang tersaji pada Tabel 1.
Hasil Penelitian :
Berdasarkan proses penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat diketahui
bahwa responden dalam penelitian ini berjumlah 164 orang remaja pengguna aktif media
sosial instagram dengan pembagian 42 orang berjenis kelamin laki-laki dan 122 lainnya
berjenis kelamin perempuan. Sangat beragam durasi yang digunakan oleh para remaja
ketika berselancar di instagram. Namun untuk durasi menggunakan instagram terbanyak
didominasi oleh durasi dalam rentang waktu 1-2 jam dengan jumlah responden sebanyak 89
orang.Sedangkan untuk aktivitas yang sering dilakukan oleh remaja di instagram
didominasi oleh aktivitas berupa menjelajahi beranda dengan jumlah responden sebanyak
93 orang dengan minimal waktu menggunakan instagram selama satu tahun terakhir.

Berdasarkan perhitungan uji normalitas yang dilakukan melalui uji one sample
kolmogorov smirnov diketahui nilai sigma 2 tailed sebesar 0.200 atau yang berarti > 0.05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai residual data penelitian berdistribusi normal.
Selain itu berdasarkan uji multikolinearitas diketahui bahwa nilai tolerance pada variabel
bebas terkait fomo maupun kesepian sebesar 0.606 dengan nilai VIF sebesar 1.651.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadinya multikolinearitas atau tidak terjadi
korelasi antar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.Hal tersebut dapat dilihat
dari nilai tolerance yang lebih besar dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari 10.
Berdasarkan hasil kategorisasi variabel penelitian dapat diketahui bahwa dalam variabel
dependen terkait perilaku narsistik terdapat 29 orang dengan persentase 17.7% responden
yang memiliki tingkat perilaku narsistik rendah,92 orang dengan persentase 56.1% dalam
kategori sedang, dan 43 orang dengan persentase 26.2% dalam kategori tinggi.Adapun
untuk variabel fear of missing out terdapat 19 orang dengan persentase 11.6% responden
dalam kategori rendah,98 orang dengan persentase 59.8% dalam kategori sedang,dan 47
orang dengan persentase 28.7% dalam kategori tinggi.Sedangkan untuk variabel kesepian
terdapat 17 orang dengan persentase 10.4% responden dalam kategori rendah, 101 orang
dengan persentase 61.68% dalam kategori sedang,dan 46 orang dengan persentase 28%
dalam kategori tinggi.
Berdasarkan Tabel 2 terkait skor koefisien regresi yang diperoleh dari perhitungan SPSS
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara fear of missing out dan kesepian
terhadap perilaku narsistik remaja pengguna instagram dengan tingkat signifikansi sebesar
5%. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0.000 atau
yang berarti lebih kecil dari taraf acuan kesukaran yang digunakan yaitu 0.05. Selain itu dari
hasil penelitian juga diperoleh nilai Fhitung sebesar 99.741 > Ftabel 3.05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara fear of missing out dan
kesepian terhadap perilaku narsistik remaja pengguna instagram. Untuk lebih jelasnya maka
dapat dilihat pada nilai koefisiensi determinan (r 2) variabel fear of missing out dan
kesepian terhadap perilaku narsistik yaitu sebesar 0.553. Sehingga dapat diketahui bahwa
pengaruh dari fear of missing out dan kesepian terhadap perilaku narsistik sebesar 55.3%
dan 44.7% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
Sedangkan berdasarkan hasil uji F yang dilihat dari besaran sigma dalam model regresi
berganda maka dapat diketahui bahwa nilai signifikansi uji F sebesar 0.000 atau yang
berarti lebih kecil dari 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas terkait fear
of missing out dan kesepian secara simultan atau secara bersamaan dapat memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat terkait perilaku narsistik.
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai B pada constant sebesar 2.980, lalu
pada variabel fear of missing out sebesar 1.028, dan pada variabel kesepian sebesar 0.133.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui persamaan garis regresi yaitu Y = 1.028
(X1). Sehingga besaran nilai konstanta sebesar 2.980 memiliki arti apabila tidak ada fear of
missing out dan kesepian maka perilaku narsistik sebesar 2.980.
Selanjutnya hasil uji t yang dilihat dari besaran sigma dalam model regresi berganda
yang telah dijelaskan dalam Tabel 3, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel fear
of missing out sebesar 0.000 atau yang berarti lebih kecil dari 0.05. Berdasarkan hasil
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fear of missing out terbukti dapat mempengaruhi
individu untuk berperilaku narsistik. Sedangkan nilai signifikansi variabel kesepian sebesar
0.232 atau yang berarti lebih besar dari 0.05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesepian tidak mempengaruhi individu untuk berperilaku narsistik.

2) Jurnal ke 2
Judul : “Intensitas Mengunggah Konten Media Sosial Instagram dengan
Perilaku Narsistik pada Remaja Awal”
Nama Peneliti : Resta Nurina Fauziah
Metode :
a. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode kuantitatif dengan jenis penelitian korelasi antara variable intensitas dengan
perilaku narsistik.
b. Subjek Penelitian
Pengambilan subjek menggunakan Teknik Purposive sampling. Subjek yang terlibat
dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia remaja awal yaitu dalam rentang usia dari
12 – 15 tahun (Hurlock, 2011) di kota Samarinda yang berjumlah 70 sampel subjek.
c. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
psikologi. Selain sebagai alat ukur, skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari berbagai bentuk instrument pengumpulan data yang lain seperti
angket, daftar isian, inventori, dan lain-lainnya (Azwar, 2013).
d. Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan untuk pengolahan data penelitian adalah dengan
menggunakan analisis korelasi product moment. Keseluruhan teknik analisis data
menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 25.0 for window.

Hasil Penelitian :
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan sangat
signifikan antara intensitas mengunggah konten ke media sosial instagram dengan perilaku
narsistik pada remaja awal di kota Samarinda. Hal ini ditunjukan dari hasil uji korelasi
product moment dengan nilai hasil R Hitung = 0.898 > R Tabel = 0.235 dan P = 0.000.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas mengunggah konten
ke media sosial instagram, akan berpengaruh pula perilaku narsistik pada remaja di kota
Samarinda. Sebaliknya, semakin rendah intensitas mengunggah konten ke media sosial
instagram, maka semakin rendah perilaku narsistik pada remaja tersebut.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa frekuensi
penggunaan internet yang dijabarkan melalui penggunaan media sosial menjadi salah satu
agen yang dapat menyebarkan nilai materialism (Ahluwalia & Sanan, 2015). Hasil analisa
data diatas juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sorokowski (2015) yang
menyatakan bahwa individu yang memiliki narasisme tinggi akan cenderung memposting
foto selfie-nya di media sosial dibandingkan dengan individu yang memiliki narasisme
rendah.
Dan diperkuat lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan Buffardi & Campbell (2010)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara narsisme dan pengguna media
sosial. Artinya pengguna yang memiliki perilaku narsistik tinggi akan lebih sering mem-
posting fotonya ke media sosial dibandingan dengan pengguna yang memiliki perilaku
narsistik yang rendah. Jadi salah satu penyebab perilaku mem-posting foto selfie ke media
sosial yaitu karena adanya narsisme yang berperan pada diri seseorang.
3) Jurnal ke 3
Judul : “Perilaku Narsisme pada Remaja Pengguna Media Sosial”
Nama Peneliti : Kimmy Katkar,Dian Wishnu Brata,dan Anna Dian Savitri.
Metode :
Tipe penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang
bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku narsisme pada remaja pengguna media sosial. Metode
yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah dengan menggunakan metode wawancara dan
dokumentasi yang disusun berdasarkan ciri-ciri narsisme dari DSM-V (APA, 2012). Teknik analisis
data yang digunakan adalah pengkodean deskriptif di mana peneliti hanya meringkas pesan dari
sebuah bagian kecil data kualitatif dalam sebuah kata atau frasa pendek (Saldana, 2009). Sedangkan
untuk kredibilitas data dengan memakai triangulasi. Peneliti hanya menggunakan dua cara yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian, dua cara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang lain dengan apa yang dikatakan subjek secara pribadi.

Hasil Penelitian :
Bagi kedua subjek media sosial adalah tempat yang bisa digunakan untuk
memperkenalkan diri kepada masyarakat luas dengan harapan mendapat banyak pujian
lewat postingan atau unggahan di media sosial. Dengan media sosial subjek bebas
mengekspresikan segala perasaan yang sedang dialami dan dengan mudahnya bisa
mengakses beragam informasi dan hiburan dari berbagai belahan di dunia. Merasa dirinya
berbeda dari orang lain karena kemampuan yang dimiliki membuat subjek AV merasa
bangga dan sering kali menunjukkan kemampuannya kepada teman-teman lewat unggahan
status di WhatsApp dan Facebook (KB/S1/W3/B.120-123).Tujuannya adalah agar teman-
temannya tahu akan kelebihan yang dimiliki subjek AV (KB/S1/W3/B.146-155). Begitu
pula dengan subjek SD yang sering kali memperlihatkan kelebihan-kelebihannya dengan
mengunggah status di WhatsApp dan story di Instagram. Tujuan dari menunjukkan
kemampuan yang dimiliki adalah ingin membuat orang lain termotivasi agar bisa meniru
hal-hal positif yang ada pada dirinya (KB/S2/W2/B.250-257).
Subjek AV mempunyai kelebihan masing-masing yang tidak semua temannya
mempunyainya begitu pula dengan kekurangan (KB/S1/W3/B.277-293). Hal yang sama
dinyatakan oleh subjek SD di mana dirinya menyadari bahwa setiap orang mempunyai
kelebihan dan kekurangannya masing-masing di mana kekurangan tersebut hanya orang
terdekatnya saja yang tahu (KB/S2/W2/B.356-366). Kedua subjek meminimalisasi akan
kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya dengan jarang sekali memperlihatkan
kekurangannya dengan menonjolkan kelebihan yang dimiliki.
Pada subjek AV, merasa dirinya tampan sehingga membuat subjek merasa percaya diri
untuk selalu posting foto atau membuat status di Instagram, Facebook, maupun WhatsApp
tentang dirinya dalam berbagai momen. Termasuk ketika berada di tempat yang bagus dan
sering dikunjungi (KB/S2/W2/B.360-361). Sedangkan pada subjek SD, lebih sering
membuat status di WhatsApp, Instagram dan membuat quote di Twitter terkait
keberhasilan-keberhasilan akademik yang sudah tercapai (KB/S2/W2/B.410-420). Ketika
menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya, subjek AV lebih memilih bergaul
dengan teman yang tidak suka memanfaatkan orang lain dan bisa diajak tukar pendapat
demi kemajuan bersama (KB/S1/W3/B.433-436). Sedangkan pada subjek SD lebih memilih
bergaul dengan teman yang memiliki hobi dan minat yang sama (KB/S2/W2/B.512-520).
Kedua subjek sering memperlihatkan suatu hal atau situasi yang mendorong agar orang
lain memiliki kesan yang baik-baik dengan meminimalkan hal-hal yang negatif atau kurang
baik untuk dirinya sendiri. Tujuan dari perilaku narsisme ini adalah agar mendapatkan
pujian, perhatian dari orang lain, menunjukkan status sosial, mendapatkan citra yang baik
dan menunjukkan berbagai macam kelebihan yang dimiliki. Seperti merasa paling tahu akan
suatu hal dan paling terbaik di antara teman-temannya.
4) Jurnal ke 4
Judul : “PERILAKU NARSIS PADA MEDIA SOSIAL DI KALANGAN
REMAJA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA”
Nama Peneliti : Engkus, Hikmat, Karso Saminnurahmat.
Metode :
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei dengan explanatory
research, Singarimbun & Effendi (1994) mengemukakan bahwa penelitian survei adalah
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpul data pokok.
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil data kuantitatif secara akurat. Sugiyono (2016) menjelaskan
bahwa angket sebagai teknik pengumpulan data sangat cocok untuk mengumpulkan data
dalam jumlah besar. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah angket
mengenai narsisme yang diturunkan dari aspek-aspek yang dikembangkan oleh Vaknin
dalam Widiyanti, Solehuddin & Saomah (2017) yang selanjutnya diturunkan menjadi
indikator untuk kemudian dijabarkan menjadi butir pernyataan. Berikut merupakan kisi-kisi
intrumen yang telah dirancang sebelum uji kelayakan. Hasil uji kelayakan instrumen pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 45 item yang memenuhi untuk dijadikan sebagai item
dalam intrumen dan 13 item dengan pertimbangan pada penggunaan kelayakan bahasa yang
perlu direvisi dan tidak ada item yang perlu dibuang.
Hasil Penelitian :
Profil narsisme merupakan gambaran tingkat narsisme yang terdiri dari setiap indikator
yang diungkap. Pada indikator narsisme, terdapat sebanyak 21 indikator. Profil narsisme
remaja sekolah yang berada di kawasan Bandung Timur dapat dilihat pada Grafik 1. Grafik
di atas mendeskripsikan bahwa perolehan hasil yang didapatkan adalah tidak terdapat
indikator yang termasuk ke dalam kategori tinggi, namun sebagian besar indikator termasuk
ke dalam kategori sedang. Terdapat 15 indikator yang berada pada kategori sedang yakni
indikator 1, indikator 2, indikator 3, indikator 4, indikator 5, indikator 8, indikator 11,
indikator 12, indikator 14, indikator 15, indikator 18, indikator 19, indikator 20, dan
indikator 21. Sementara sisanya adalah 6 indikator yang termasuk ke dalam kategori rendah,
yakni indikator 6, indikator 7, indikator 10, indikator 13, indikator 16, indikator 17, dan
indikator 18.
Dari ketiga kategori berikut ini akan peneliti uraikan secara berurutan bahwa yang
termasuk kategori tinggi (tidak ada) adalah perilaku selain sensasional, kebanggaan untuk
diekspos, dan berlebihan; kategori sedang (indikator 2, 3, 4, 5, 8, 11, 12, 14, 15, 18, 19, 20,
dan 21) yakni ciri utamanya sensasional, tidak ada rasa bangga untuk diekspos; dan kategori
rendah (indikator 6, 7, 10, 13, 16, 17, dan 18) yakni ciri utama perilakunya masih ikut-
ikutan, asal-asalan mengikuti trend.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku narsisme remaja di kalangan
remaja yang berada di kawasan Bandung Timur berada pada katagori sedang. Namun
keadaan itu bukan berarti remaja dalam posisi aman, sebab perilaku mereka cenderung
meningkat seiring dengan pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Hasil penelitian juga mengungkap bahwa kebijakan (policy) penanggulangannya belum
dilaksanakan secara komprehensif dan berkelanjutan yang melibatkan berbagai pihak antara
lain: pihak sekolah, orangtua, peserta didik, tokoh ulama, tokoh masyarakat serta pimpinan
formal lainnya.
5) Jurnal ke 5
Judul : “PROBLEMATIKA PRILAKU NARSISTIK PADA REMAJA
DALAM BERMEDIA SOSIAL”
Nama Peneliti : Saudah Isyraq Zaeni
Metode :
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah dengan metode studi
literatur. Metode studi literatur merupakan rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengelola bahan
penelitian. Studi literatur atau kepustakaan merupakan kegiatan yang diperlukan dalam
penelitian, khususnya penelitian akademik, yang tujuan utamanya adalah untuk
mengembangkan aspek teoritis dan praktis.
Studi literatur dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama menemukan
landasan/landasan untuk mempertahankan dan membangun landasan teori, keadaan pikiran
dan untuk menetapkan dugaan awal atau bahkan hipotesis penelitian. Memungkinkan
peneliti untuk mengelompokkan, menyusun, mengatur, dan memanfaatkan berbagai literatur
di bidangnya. Dengan melakukan kajian literatur, peneliti memiliki pemahaman yang lebih
luas dan mendalam tentang masalah yang diteliti. Data yang digunakan pada artikel ini
bersumber dari jurnal, artikel ilmiah, hasil penelitian berupa skripsi serta literatur lain yang
memuat tentang perilaku narsistik pada remaja.
Hasil Penelitian :
Fenomena narsistik telah banyak ditemukan. Salah satunya yakni di Jakarta, seorang
siswa SMA bernama Agus Firmansyah (12) meninggal setelah jatuh dari lantai lima (lima)
sebuah gedung kosong di Koja, Jakarta Utara. Agus terjatuh setelah terpeleset saat selfie
bersama teman- temannya. Peristiwa itu terjadi pada Rabu malam (4/5/2016) di Kantor
Imigrasi Jakarta Utara, Koja, Jakarta Utara. Kantor imigrasi sepi karena pekerjaan
konstruksi sudah lama berhenti. "Jadi anak-anak pergi ke gedung imigrasi bersama teman-
teman mereka dan berfoto selfie. Dia terpeleset lalu jatuh," kata Kapolsek Koja Kompol
Supriatno.
Adapun lainnya, penelitian yang dilakukan oleh Engkus dkk (2017) dengan judul
“Perilaku Narsis Pada Media Sosial Di Kalangan Remaja dan Upaya Penanggulangannya”
perilaku narsistik pada remaja kelas VIII SMPN 3 Kota Serang, Banten, hasil menunjukkan
bahwa bentuk perilaku narsistik pada beberapa siswa kelas VIII antara lain adalah memiliki
perasaan megah dan self-important, penuh fantasi, kebutuhan ekpresif untuk dikagumi,
eksploitasi hubungan ineterpersonal, tidak memiliki empati, sikap iri, perilaku arogan dan
angkuh serta merasa dirinya adalah individu yang spesial.
Tingkat narsistik dapat dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Secara umum
tingkat narsistik pada remaja berada di tingkat sedang mendekati rendah. Hasil penelitian
pada siswa kelas VIII menunjukkan bahwa narsistik pada remaja diklasifikasikan menjadi 3
yaitu kategori tinggi yang menganggap dirinya sebagai seseorang yang berharga, keinginan
untuk dikagumi dan dipuji serta mementingkan diri sendiri. Lalu pada kategori sedang yaitu
memiliki kecenderungan fokus pada diri sendiri. Dan dikategori rendah peserta didik remaja
adalah memiliki penghargaan diri dimana ini tidak kecenderungan untuk berperilaku
narsistik. Munculnya perilaku narsistik pada remaja ketika mereka merasa tidak nyaman
dan memiliki harga diri yang rendah, sehingga mereka melakukan perilaku narsis untuk
mendapatkan kenyamanan dan penghargaan dari orang lain.
Narsistik yang terjadi pada remaja muncul ketika mereka merasa tidak nyamanpada diri
sendiri, mencari perhatian, kebutuhan untuk dikagumi dan beberapa faktor lain. Jika jika
dibiarkan berlarut-larut, tentu akan membuat individu tidak bahagia dan semakin bingung
karena segala macam emosi berkecamuk di dalam dirinya. Orang-orang di sekitar Anda
tentu tidak akan merasa senang dan nyaman. Akibat terburuknya adalah korban merasa jika
korban dihindari maka kebutuhannya untuk berinteraksi dengan orang lain tidak akan
terpenuhi. Di saat-saat seperti ini, narsistik perlu dirawat melalui perawatan psikologis.

BAB II
TINJAUAN PUSTKA
A. Pengertian Remaja, Media Sosial dan Narsistik
Masa remaja merupakan usia peralihan yang menjembatani antara masa anak-anak
menuju masa dewasa. Menurut Santrock (2012) masa remaja adolescence merupakan masa
transisi perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang sedang berproses
untuk mencari dan menemukan identitas diri, biasanya dimulai pada usia 10-12 tahun dan
diakhiri pada usia 18-22 tahun. Ketika individu mulai memasuki masa remaja, maka akan
terjadi perubahan yang sangat pesat baik dalam hal fisiologis, psikologis, maupun
sosioemosi. Masa remaja biasa dikenal sebagai masa krisis untuk menemukan jati diri
seseorang. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini remaja akan cenderung ingin
menunjukkan identitas dirinya.
Pada tahap ini remaja dihadapkan pada upaya untuk mencari, menemukan, dan
menentukan jati dirinya. Apabila seorang remaja tidak mampu menentukan sikap ataupun
peran dalam kehidupannya, maka remaja tersebut akan mengalami kebingungan identitas
(Yuniardi, 2017). Masa remaja dirasakan sebagai masa krisis, karena seorang individu
cenderung belum memiliki pegangan hidup sedangkan kepribadiannya masih dalam masa
pembentukan.Kebutuhan intimasi akan mulai meningkat di masa remaja awal, dan hal
tersebut mampu memotivasi remaja untuk menemukan sahabat. Apabila remaja gagal untuk
menjalin kelekatan dengan sahabat, maka remaja itu akan mengalami kesepian dan juga
mengalami rendahnya martabat diri remaja (Santrock, 2012).
Di era kemajuan teknologi seperti saat ini mampu memicu remaja untuk memperbanyak
relasi sosial baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Hal tersebut mampu memicu remaja
untuk menunjukkan identitas dirinya dengan cara membagikan peristiwa apa saja yang
sedang dirasakan dan yang sedang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari di media sosial.
Menurut Nasrullah (2015) media sosial adalah medium di inetrnet yang memungkinkan
pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi,bekerja sama,berkomunikasi
dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual. Demi mendapatkan sebuah
komentar atau tanda suka (like) pada foto atau vidio yang para remaja unggah di media
sosial,mereka bahkan tidak segan untuk berpenampilan nyentrik atau menarik agar dapat
menarik perhatian orang lain. Rasa akan ingin diperhatikan itu sudah termasuk tanda-tanda
narsistik. Narsistik merupakan gangguan kepribadian yang ditandai dengan sikap yang terlalu
mencintai dirinya sendiri. Orang-orang yang narsis meyakini bahwa mereka adalah orang-
orang yang lebih unggul daripada orang lain dan kurang bisa menghargai perasaan orang lain.
Namun di balik rasa percaya dirinya yang teramat kuat, sebenarnya orang narsis memiliki
penghargaan terhadap diri sendiri yang lemah, mudah tersinggung meskipun terhadap
kritikan kecil. (Engkus, dkk, 2017).

B. Teori Yang Menjelaskan Tentang Gangguan Kepribadian Narsistik

Narsistik merupakan suatu keadaan cinta diri yang berlebih-lebihan (Reber & Reber,
2010) .Selain itu Feldman (2012) menggambarkan perilaku narsistik sebagai perilaku
individu yang cenderung suka meminta pengaguman,pujian,dan pemujaan diri tentang
kebutuhan akan keunikan,kelebihan,kesuksesan,kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan
orang lain, serta meminta perhatian yang lebih dari orang lain sebagai bentuk penilaian atas
dirinya. Narsisme mengacu pada pendekatan yang berpusat pada diri sendiri dan lebih
mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Biasanya orang yang berperilaku narsistik
tidak menyadari keadaan aktual yang sedang dialami dan bagaimana pandangan orang
sekitar terhadap perilaku yang ditampilkan di lingkungan sosialnya (Santrock, 2012).
Sejatinya setiap individu memiliki perbedaan tingkatan di setiap individunya. Individu
yang berperilaku narsistik memiliki intensitas yang lebih tinggi dalam memperbarui dan
membagikan terkait aktivitas maupun kegiatan yang sedang dilakukan dalam bentuk foto,
video, maupun status di media sosial untuk memenuhi keinginannya dalam mempromosikan
diri dengan harapan mendapatkan pujian ataupun pengaguman dari orang lain (Casale et ak.,
2016).
Orang dengan kecenderungan narsistik akan merasa senang apabila dirinya dipuji
dikagumi, dan dianggap hebat. Orang yang berperilaku narsistik cenderung dicirikan dengan
rendahnya rasa empati, suka mencari ketenaran, dan sangat sulit untuk menerima kritik
maupun saran (Ardani & Hadjam, 2011). Usia remaja merupakan usia krisis untuk
menunjukkan identitas diri yang dimiliki. Hurlock et al. (1991) menyampaikan bahwa remaja
akan cenderung menggunakan media sosial untuk menunjukkan keberadaan atau identitas
dirinya kepada orang lain. Remaja akan lebih rentan untuk berperilaku narsistik dengan cara
lebih sering menunjukkan kemampuan, potensi, bakat, ataupun minat yang dimiliki dan
menyembunyikan kekurangan diri untuk dapat diterima di lingkungan sekitar dan untuk
mendapatkan pujian dari orang lain. Pada era perkembangan teknologi seperti saat ini, hal
tersebut sangat mudah dilakukan oleh remaja dengan memanfaatkan penggunaan media
sosial.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Remaja Menjadi Narsistik


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku remaja menjadi narsis di media
sosial yaitu dikarenakan adanya perasaan ketakutan yang berlebihan apabila tidak dapat
mengikuti perkembangan informasi, trend, ataupun berita terbaru yang ada di lingkungan
sekitarnya, adanya rasa pencapaian bila foto atau vidio kegiatan mereka mendapatkan banyak
komentak atau suka (like).

Adi (2009) memaparkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi narsistik antara lain
sebagai berikut:
1) Harga diri, merupakan gambaran sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai
orang yang memiliki kekuatan untuk mengontrol perilakunya, keberartian dan memiliki
kompetensi untuk mencapai cita-cita yang diharapakan.
2) Konsep diri, merupakan gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan
tentang diri.
3) Kesepian, sebuah kondisi perasaan sepi atau sendiri, dimana individu menemui individu
lain tidak sebagai dirinya melainkan sebagai bentukan dari tugas-tugas atau kewajiban
dalam masyarakat saja. Baron & Byrne (2004) menyatakan bahwa kesepian muncul
ketika terjadi kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan dalam
kehidupan interpersonal individu.
4) Cemburu atau iri hati, merupakan suatu keadaan ketakutan yang diliputi kemarahan.
Perasaan ini muncul didasarkan perasaan tidak aman dan takut status posisi yang berarti
akan digantikan oleh orang lain.

Lubis (dalam Apsari, 2015) menyebutkan penyebab narsistik yaitu faktor biologis,
psikologis dan sosiologis.

1. Faktor biologis,
Secara biologis, gangguan narsistik lebih banyak dialami oleh individu yang
orangtuanya memiliki kepribadian narsistik. Selain itu jenis kelamin, usia, fungsi
hormonal dan struktur-struktur fisik lainnya ternyata berhubungan dengan narsistik
2. Faktor psikologis,
Narsistik terjadi karena tingkat aspirasi yang tidak realistis atau berkurangnya
penerimaan terhadap diri sendiri.
3. Faktor sosiologis,
Narsistik dialami oleh semua orang dengan berbagai lapisan golongan terhadap
perbedaan nyata antara kelompok budaya tertentu dan reaksi narsistik yang dialaminya..

D. Dampak Kecenderungan Narsistik


Terdapat beberapa dampak apabila seoraang individu memiliki kecenderungan narsistik
menurut Yaqin (2016),diantaranya:

a. Mempunyai obsesi yang besar untuk tampil sempurna.


b. Dapat memecah konsentrasi saat belajar atau sedang melakukan aktivitas.
c. Respon negatif dari lingkungan sekitar sehingga menimbulkan kejahatan.
d. Menimbulkan rasa iri.
e. Krisis percaya diri.
f. Narsis berlebihan.
g. Banyak yang membenci

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku narsis mempunyai dampak
yang begitu signifikan bagi pelakunya dan itu dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang
lain. Para pelaku narsis biasanya ingin mendapatkan perhatian dan pujian dari orang lain
sehingga lebih terkesan menyombongkan diri.
E. Aspek-askpek Gangguan Kepribadian Narsistik
Menurut Vianti (2016) ada beberapa aspek kepribadian narsistik :

a) Authority, individu yang memiliki kecenderungan narsistik akan terlihat mendominasi


bila berada disuatu kelompok, karena individu yang narsistik senang memimpin individu
lain serta ingin selalu terlihat menonjol di dalam kelompok.
b) Self sufficiency, individu merasa memiliki kemampuan dan kebutuhan diri yang tinggi.
Individu merasa merupakan individu yang tegas,memiliki kemandirian dan kepercayaan
diri yang tinggi.
c) Superiority, rasa akan kehebatan dan kesempurnaan yang dimiliki oleh individu yang
memiliki kecenderungan narsistik cenderung tinggi sehingga akan memandang rendah
individu lain.
d) Exhibitionism, memiliki keinginan untuk diakui oleh individu lain. Individu akan sering
memperhatikan penampilan fisik yang dimiliki yang bertujuan agar disanjung oleh
individu lain.
e) Exploitativeness, individu suka memanfaatkan individu lain untuk menaikkan harga diri
dan kepercayaan diri, selain itu individu memiliki tujuan untuk mendapatkan kekaguman
dari individu lain.
f) Vanity, memiliki sifat sombong dan keras kepala. Individu kurang mampu menerima
saran dan kritikan dari individu lain karena merasa dirinya yang lebih mengerti segalanya.
g) Entitlement, cenderung memilih keputusan sesuai kemauan diri sendiri tanpa
memperhatikan lingkungan dan individu disekitar meskipun individu lain tidak setuju dan
menentang.

Terdapat aspek narsistik yang disebutkan oleh Widyanti (2017), yang meliputi:

a) Memiliki perasaan grandiose, perasaan grandiose adalah individu yang cenderung


melebih-lebihkan prestasi atau bakat yang dimiliki, memiliki tuntutan diri untuk dianggap
sebagai individu yang hebat.
b) Dipenuhi dengan fantasi, individu terobsesi untuk menjadi terkenal sehingga ingin
dikenal banyak orang sehingga individu akan dipenuhi oleh fantasi-fantasi diri yang
tinngi.
c) Merasa sebagai individu yang spesial, individu narsistik akan merasa menjadi individu
yang paling hebat dibandingkan oleh individu lain sehingga individu cenderung akan
merendahkan individu lain.
d) Memiliki kebutuhan untuk dikagumi, membutuhkan kekaguman yang berlebihan dari
individu lain serta ingin selalu diperhatikan secara terus- menerus.
e) Angkuh, individu akan merasa angkuh dan sombong dengan seakan-akan mengetahui
semua hal yang ada. Individu narsistik tidak ingin terlihat tertinggal oleh individu lain,
sehingga selalu merasa serba tahu.

F. Ciri-ciri Kecenderungan Kepribadian Narsistik


Supratiknya (1995) menjelaskan bahwa kecenderungan kepribadian narsistik memiliki
ciri umum yaitu berperilaku dramatic atau penuh aksi, menonjolkan diri,dan emosional,
sedangkan ciri khususnya yaitu merasa diri paling penting dan haus akan perhatian orang
lain, selalu menuntut perlakuan dan perhatian istimewa dari orang lain,sangat peka pada
pandangan orang lain terhadap dirinya atau memiliki harga diri yang rapuh, bersifat
eksploitatif, memikirkan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan orang lain.

Boeree (2014) mengindikasikan bahwa kecenderungan kepribadian narsistik memiliki


ciri-ciri sebagai berikut: membesar-besarkan pemahaman akan nilai penting diri, asyik
dengan fantasi akan kekuasaan, kesuksesan, kecantikan atau cinta sejati yang tak terbatas,
meyakini bahwa dirinya special dan unik, serta hanya dapat dipahami oleh atau seharusnya
berhubungan dengan orang-orang/institusi berstatus tinggi atau orang-orang khusus lainnya,
bunuh penghargaan yang berlebihan, punya perasaan istimewa yaitu harapan-harapan yang
tidak selayaknya. khususnya terhadap perlakuan yang menguntungkan atau penuh otomatis
terhadap harapan-harapannya, mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai
tujuannya sendiri, kurang empati, sering kali ini hati terhadap orang lain atau meyakini orang
lain iri terhadapnya, menunjukkan perilaku dan sikap arogan.

Sedangkan menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-


Fourth Edition), individu dapat dikatakan mengalami kepribadian narsistik jika memiliki lima
atau lebih dari Sembilan ciri kepribadian sebagai berikut: merasa diri paling hebat namun
seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki dan sering
memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar (prestasi) dan harta benda, dipengaruhi
dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati,
memiliki kebutuhan untuk dikagumi, merasa layak untuk diperlakukan istimewa, kurang
empati, mengeksploitasi hubungan interpersonal, sering memiliki rasa iri terhadap orang lain
ata merasa orang lain iri terhadap dirinya, angkuh, memandang rendah orang lain, dan merasa
percaya bahwa dirinya unik dan special.

Emmons (dalam Apsari, 2012) memberikan 4 karakteristik yang khas pada


kecenderungan narsistik, yaitu:

1) Leadership (autory), yaitu anggapan diri sebagai pemimpin atau orang yang berkuasa.
2) Superiority (arrogance), yaitu rasa superior atau keangkuhan. Suatu rasa besar diri,
penting dan khusus. Individu yang narsistik memiliki kecenderungan untuk menunjukkan
sikap yang sangat baik dalam penampilannya.
3) Self absorption, yaitu penyerahan diri atau kekaguman pada diri sendiri.
4) Explosiveness, yaitu memanfaatkan orang lain untuk menunjukkan diri dengan
mengeksploitasi orang lain.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri narsistik yaitu merasa diri paling
hebat, dipengaruhi oleh fantasi tentang kekuasaan, memiliki kebutuhan untuk dikagumi,
merasa layak diperlakukan secara istimewa, kurung empati, mengeksploitasi hubungan
interpersonal, merasa iri kepada orang lain atau orang lain iri kepadanya, dan meras dirinya
unik dan special.
BAB III
ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam proposal ini adalah dengan metode studi
literatur. Metode studi literatur merupakan rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengelola bahan penelitian. Studi
literatur atau kepustakaan merupakan kegiatan yang diperlukan dalam penelitian, khususnya
penelitian akademik, yang tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan aspek teoritis dan
praktis. Studi literatur dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama menemukan
landasan/landasan untuk mempertahankan dan membangun landasan teori, keadaan pikiran
dan untuk menetapkan dugaan awal atau bahkan hipotesis penelitian. Memungkinkan peneliti
untuk mengelompokkan, menyusun, mengatur, dan memanfaatkan berbagai literatur di
bidangnya. Dengan melakukan kajian literatur, peneliti memiliki pemahaman yang lebih luas
dan mendalam tentang masalah yang diteliti. Data yang digunakan pada proposal ini
bersumber dari jurnal, artikel ilmiah, hasil penelitian berupa skripsi serta literatur lain yang
memuat tentang perilaku narsistik pada remaja.
B. Pembahasan
Fenomena narsistik telah banyak ditemukan salah satunya yang telah diteliti oleh Resta
Nurina Fauziah dengan judul “Intensitas Mengunggah Konten Media Sosial Instagram
dengan Perilaku Narsistik pada Remaja Awal”. Narsistik adalah pola perilaku yang
didominasi oleh perasaan dirinya hebat, senang dipuji dan dikagumi serta tidak ada rasa
empati. Perilaku narsistik memiliki perasaan yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang
sangat penting serta merupakan individu yang unik. Mereka sangat sulit sekali menerima
kritik dari orang lain, sering ambisius dan mencari ketenaran (Ardani, 2011). Nevid (2005)
menyatakan bahwa perilaku narsistik merupakan gangguan kepribadian yang ditandai oleh
self-image yang membumbung serta tuntutan akan perhatian dan pemujaan.
Pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian korelasi
antara variable intensitas dengan perilaku narsistik. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini
adalah remaja yang berusia remaja awal yaitu dalam rentang usia dari 12 – 15 tahun
(Hurlock, 2011) di kota Samarinda yang berjumlah 70 sampel subjek. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan sangat signifikan antara intensitas
mengunggah konten ke media sosial instagram dengan perilaku narsistik pada remaja awal di
kota Samarinda. Hal ini ditunjukan dari hasil uji korelasi product moment dengan nilai hasil
R Hitung = 0.898 > R Tabel = 0.235 dan P = 0.000. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi intensitas mengunggah konten ke media sosial instagram, akan
berpengaruh pula perilaku narsistik pada remaja di kota Samarinda. Sebaliknya, semakin
rendah intensitas mengunggah konten ke media sosial instagram, maka semakin rendah
perilaku narsistik pada remaja tersebut.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa frekuensi
penggunaan internet yang dijabarkan melalui penggunaan media sosial menjadi salah satu
agen yang dapat menyebarkan nilai materialism (Ahluwalia & Sanan, 2015). Hasil analisa
data diatas juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sorokowski (2015) yang
menyatakan bahwa individu yang memiliki narasisme tinggi akan cenderung memposting
foto selfie-nya di media sosial dibandingkan dengan individu yang memiliki narasisme
rendah.
Adapun lainnya, penelitian yang dilakukan oleh Engkus dkk (2017) dengan judul
“Perilaku Narsis Pada Media Sosial Di Kalangan Remaja dan Upaya Penanggulangannya”
.Perilaku narsistik pada remaja kelas VIII SMPN 3 Kota Serang, Banten, hasil menunjukkan
bahwa bentuk perilaku narsistik pada beberapa siswa kelas VIII antara lain adalah memiliki
perasaan megah dan self-important, penuh fantasi, kebutuhan ekpresif untuk dikagumi,
eksploitasi hubungan ineterpersonal, tidak memiliki empati, sikap iri, perilaku arogan dan
angkuh serta merasa dirinya adalah individu yang spesial.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di zaman sekarang sudah ramai yang menggunakan media sosial baik untuk kegunaan
umum maupun pribadi. Media sosial dijadikan tempat untuk mengeksplorisari apa saja.
Tujuan penggunaan media sosial sendiri bermacam-macam, ada yang digunakan untuk
berbisnis, berkomunikasi,saling berkirim pesan(chatting), saling berbagi cerita maupun
berita,dan membangun jaringan internet(networking). Sekarang di kalangan remaja maupun
orang dewasa setiap orang pasti mempunyai yang namanya media sosial seperti Instagram,
Facebook,Whats Up,Tik Tok,Twitter,dll.
Remaja ialah individu yang berada pada masa peralihan dari periode anak-anak ke
periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa yang sangat penting dalam kehidupan
seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian. Idealnya remaja berkembang dengan
baik tidak menonjolkan perilaku yang mengarah pada perilaku negatif. Tingkah laku negatif
bukan perkembangan remaja yang normal, remaja yang berkembang dengan baik akan
memperlihatkan perilaku positif (Prayitno, 2006). Pada kenyataannya, tidak semua remaja
yang sedang mencari identitas diri akan melakukan usaha yang positif untuk menunjukkan
eksistensi diri demi mendapatkan pengakuan diri orang lain. Salah satu cara yang dipilih
remaja ialah menjadi pengguna aktif di jejaring sosial.
Pada masa remaja,seseorang membutuhkan pengakuan dan aktualisasi diri.Cara
aktualisasi dirinya bisa diwujudkan dengan meningkatkan penampilan diri secara
berlebihan,sehingga cenderung menarik perhatian orang lain.Remaja sering menggunakan
media sosial sebagai salah satu cara merreka untuk menarik perhatian semua orang dengan
cara mengunggah penampilan diri mereka bahkan segala aktivitas yamg mereka lakukan juga
di unggah di media sosial. Perilaku mencintai diri sendiri dan ingin menarik perhatian orang
lain terhadap diri sendiri sudah termasuk perilaku narsistik.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkatan narsistik dapat dikategorikan menjadi
rendah, sedang dan tinggi. Secara umum tingkat narsistik pada remaja berada di tingkat
sedang mendekati rendah. Hasil penelitian pada siswa kelas VIII menunjukkan bahwa
narsistik pada remaja diklasifikasikan menjadi 3 yaitu kategori tinggi yang menganggap
dirinya sebagai seseorang yang berharga, keinginan untuk dikagumi dan dipuji serta
mementingkan diri sendiri. Lalu pada kategori sedang yaitu memiliki kecenderungan fokus
pada diri sendiri. Dan dikategori rendah peserta didik remaja adalah memiliki penghargaan
diri dimana ini tidak kecenderungan untuk berperilaku narsistik. Munculnya perilaku
narsistik pada remaja ketika mereka merasa tidak nyaman dan memiliki harga diri yang
rendah, sehingga mereka melakukan perilaku narsis untuk mendapatkan kenyamanan dan
penghargaan dari orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Engkus. (2017). Perilaku narsis pada remaja media sosial di kalangan remaja dan upaya
penanggulangannya. Jurnal Penelitian Komunikasi. 20 (2) 121–134.

Resta Nurina Fauziah. Intensitas Mengunggah Konten Media Sosial Instagram


dengan Perilaku Narsistik pada Remaja Awal. Jurnal Imiah Psikologi Volume 8 No 4.

Saudah Isyraq Zaeni. PROBLEMATIKA PRILAKU NARSISTIK PADA REMAJA


DALAM BERMEDIA SOSIAL Jurnal Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Volume 13,
No. 2, Bulan Desember Tahun 2022.

Imelda Pristaliona, Diana Savitri Hidayati, dan Susanti Prasetyaningrum. Are Fear Of
Missing Out and Loneliness A Sympton Of Narcissistic Behavior.
ejournal.umm.ac.id/index.php/cognicia\2022, Vol 10(1):51–57.

Kimmy Katkar,Dian Wishnu Brata,dan Anna Dian Savitri. Perilaku Narsisme pada Remaja
Pengguna Media Sosial. https://journal.neolectura.com/index.php/nucleus. Mei, 2021 Vol. 02
No. 01.

Nur Asiah, Taufik, Firman. Hubungan Self Control dengan Kecenderungan Narsistik Siswa
Pengguna Jejaring Sosial Instagram di SMP Negeri 2 Padang. Jurnal Neo Konseling
Volume 00 Number00.

Anda mungkin juga menyukai