Anda di halaman 1dari 41

LITERATURE REVIEW : DAMPAK PSIKOLOGI PADA

REMAJA KORBAN CYBERBULLYING

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Ners Pada

Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Galuh

Disusun Oleh :

RANI WISMAWANTI

1490121111

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS GALUH CIAMIS


TAHUN 2022

DILENGKAPI DENGAN
1. ABSTARK
2. KATA PENGANTAR
3. DAFTAR ISI
4. DLL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kasus bullying atau perundungan belakangan ini menjadi sorotan dan

pembicaraan masyarakat, beberapa kasus bullying yang mencuat banyak

melibatkan anak usia remaja. Namun, sebenarnya perilaku bullying ini bisa

menimpa siapa saja dan dapat terjadi kapan saja. Baik itu di sekolah, lingkar

keluarga, pertemanan, maupun ditempat kerja. (Kompas, 2020)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dalam kurun

waktu 9 tahun dari 2011 sampai 2019 ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap

anak. Untuk bullying baik yang terjadi di bidang pendidikan maupun sosial media,

angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat (KPAI, 2020).

Aksi bullying ini biasanya dilakukan secara langsung oleh seseorang atau

kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, berulang, dan dilakukan

dengan perasaan senang.

Dalam suatu kajian bullying, terdapat tiga unsur utama yang terlibat, yaitu

pelaku atau penindas, korban atau tertindas, dan penonton atau orang yang tidak
terlibat secara langsung tapi turut menyaksikan kejadian tersebut. Bullying dapat

diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu bullying verbal, bullying fisik,

bullying tidak langsung (relational bullying) dan bullying melalui media internet

(cyberbullying). Bahkan disebutkan bahwa cyberbullying adalah intimidasi yang

sering terjadi secara daring (Mbvean, 2017).

Penanganan perilaku bullying ini membutuhkan banyak waktu dan

pengawasan sehingga pada beberapa kasus perlu ditangani dengan cara

multidisiplin. Bentuk perilaku bullying ini banyak terjadi pada lingkungan

sekolah, dan pertemanan. Bahkan dengan berkembangnya teknologi infromasi

saat ini perilaku bullying banyak terjadi di media sosial. Media sosial merupakan

salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui media

sosial yang berkembang memungkinkan informasi menyebar lebih mudah di

masyarakat (Pandie, 2016). Adanya media sosial dikalangan remaja membuat

mereka dapat berhubungan dengan teman-teman lamanya, namun media sosial

juga dapat membawa dampak negatif yaitu cyberbullying, dimana mereka

mengalami kejadian diejek, dihina, diintimidasi atau dipermalukan melalui media

internet, teknologi digital, atau telepon seluler. Cyberbullying dianggap valid bila

pelaku dan korban berusia dibawah 18 tahun, apabila diatas 18 tahun maka

disebut cybercrime atau cyberstalking.

Cyberbullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional

karena si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi

targetnya. Para peneliti melakukan analisis terhadap 4500 remaja, dan anak-anak

menyatakan memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi dari kelompok lain yang
hanya dipukuli atau diejek. Remaja yang mengalami cyberbullying di Indonesia

hampir tidak ada yang menceritakan hal tersebut ke orang tua atau melaporkannya

ke pihak yang berwajib. Jadi, cyberbullying di Indonesia masih tidak muncul

dikalangan masyarakat awam yang tidak mengetahui dan mempunyai media

sosial. Oleh karena itu, sampai saat ini belum ada data statistik yang konkret

tentang korban yang terkena cyberbullying di Indonesia (Yana Choria, 2015).

Masa remaja awal menjadi masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

remaja. Masa remaja sering diidentikkan sebagai masa individu mulai berusaha

mengenal diri melalui eksplorasi dan penilaian karakteristik psikologis diri sendiri

sebagai upaya untuk dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan. Sebagian

remaja mampu melewati masa peralihan ini dengan baik, namun beberapa remaja

bisa jadi mengalami kenakalan remaja mulai dari kenakalan ringan hingga

kriminal, termasuk di dalamnya kenakalan-kenakalan berbentuk cyberbullying

(Malihah, 2018). Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang

sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis

menurut fitrahnya masing-masing.

Sartana dan Afreyeni (2017) dalam studinya pada siswa di Padang

menemukan terdapat 78,0 persen siswa remaja yang mengaku pernah melihat

cyberbullying, 21,0 persen siswa pernah menjadi pelaku, dan 49,0 persen siswa

pernah menjadi korban. Sementara itu, hasil penelitin safaria (2016) menunjukkan

bahwa 80 persen siswa (total 102 siswa) dalam penelitiannya telah sering

mengalami cyberbullying dan cyberbullying dianggap sebagai peristiwa

kehidupan yang penuh stres, menyebabkan gangguan psikologis berupa murung,


trauma, gelisah, cemas, isolasi sosial, penurunan kepercayaan diri atau harga diri

rendah, depresi hingga bunuh diri.

Saat ini dengan meningkatnya penggunaan teknologi internet pada anak-

anak dan remaja memperbesar resiko terjadinya fenomena cyberbullying, yang

memberikan dampak psikologis pada korban cyberbullying, sehingga berdasarkan

penelitian tersebut penulis tertarik untuk melakukan literatur review.

1.2 Rumusan Masalah

Kasus bullying atau perundungan belakangan ini menjadi sorotan dan

pembicaraan masyarakat dan yang mencuat banyak melibatkan anak usia remaja.

Salah satunya dilakukan dengan media sosial atau juga disebut cyberbullying.

Dampak dari hal tersebut membuat korban stres dan juga menyebabkan gangguan

psikologis berupa murung, trauma, gelisah, cemas, isolasi sosial, penurunan

kepercayaan diri atau harga diri rendah, depresi hingga bunuh diri. Sehingga

peneliti tertarik melihat bagaimana kajian literatur dampak psikologis dari korban

cyberbullying.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi artikel-

artikel penelitian tentang dampak psikologi pada remaja korban cyberbullying.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan secara

ilmiah bagi para pengembang ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan jiwa.

Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi penelitian

sejenisnya atau mengembangkan penelitian yang sudah ada.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman serta pengetahuan

mengenai apakah dampak psikologi pada remaja korban cyberbullying.

2) Bagi Instansi Terkait

Penelitian ini dapat dijadikan perhatian besar bagi para pengajar atau

pihak-pihak lain tentang dampak psikologi akibat cyberbullying pada

remaja.

3) Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman pada masyarakat

umum akan kecerdasan emosional, dan manfaatnya dalam

perkembangan pribadi remaja agar tidak mudah terjerumus dalam hal

yang menyimpang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psikologi

2.1.1 Pengertian Psikologi

Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno psyche : jiwa dan logos : kata), dalam

arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi

tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abasrak,

tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental

tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga

psikologi dapat didefinisikan sebagi ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah

laku dan proses mental. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa psikologi

sebagai studi ilmiah sebagai proses perilaku dan proses mental. Psikologi

merupakan salah satu bagian dari ilmu sosial atau ilmu mental (Supardan, 2015).

2.1.2 Konsep Psikologi

Konsep yang dikembangkan dalam ilmu psikologi seperti motivasi,

konsep diri, sikap, persepsi, frustasi, sugesti, prestasi, crowding (kerumunan

masa), imitasi, dan kesadaran.

1) Motivasi

Motivasi adalah suatu keadaan dan ketegangan individu yang

membangkitkan dan memelihara serta mengarahkan tingkah laku yang


mendorong menuju pada suatu tujuan untuk mencapai suatu kebutuhan.

Peranan motivasi dalam kehidupan manusia sangat penting.

2) Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran yang ada pada diri individu yang berisi

tentang bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang

disebut dengan pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya

yang merupakan penilaian atas dirinya sendiri serta bagaimana individu

menginginkan dirinya sendiri sebagai manusia yang diharapkan. Konsep

diri tidak hanya mempengaruhi individu dalam karakter tetapi juga tingkat

kepuasan yang diperoleh dalam hidupnya. Setiap individu pasti memiliki

konsep diri dan dapat berkembang menjadi konsep diri positif maupun

negatif. Individu yang memiliki konsep diri positif akan memiliki

dorongan untuk mengenal dan memahami dirinya sendiri. Dalam hal ini

individu dapat menerima dirinya secara apa adanya dan akan mampu

menginstropeksi diri atau lebih mengenal dirinya melalui kelebihan dan

kelemahan yang dimiliki, Sedangkan individu yang memiliki konsep diri

negatif, ia tidak memiliki kestabilan perasaan dan keutuhan diri, juga tidak

mampu mengenal diri sendiri baik kelebihan maupun kelemahan serta

potensi yang dimiliki. Individu yang memiliki konsep diri negatif adalah

individu yang pesimis, merasa dirinya tidak berharga, dan tidak tahan

dengan kritikan yang diberikan kepadanya. (Syukron, 2020)


3) Sikap

Konsep sikap merujuk pada masalah yang lebih banyak bersifat evaluatif

afektif terhadap suatu kcenderungan atas reaksi yang dipilihnya. Sikap pun

menunjukkan penilaian kita apakah itu bersifat positif ataupun negative

terhadap bermacam-macam entitas, misalnya individu, kelompok,

tindakan dan lembaga.

4) Persepsi

Persepsi mengacu kepada mekanisme yang menjadi alat kita menyadari

dan memproses informasi, tentang stimuli ataupun dunia eksternal, baik

itu yang menyangkut kualitas kognitif maupun afektif. Istilah persepsi

memiliki arti proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian

objektif dengan bantuan indera. Selain itu, persepsi merupakan kesadaran

intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta

mengenai sesuatu.

5) Sugesti

Sugesti merupakan bagian dari bentuk interaksi sosial yang menerima

dengan mudah pengaruh orang lain tanpa diseleksi dengan pemikiran yang

kritis. Tanpa penggunaan kekuatan fisik atau paksaan. Namun tidak berarti

bahwa sugesti semata-mata dari pengaruh eksternal karena sugesti secara

luas merupakan pengaruh psikis yang berasal dari orang lain maupun diri

sendiri atau otosugesti. Seseorang dapat dengan mudah menerima sugesti

karena mengalami hambatan dalam daya pikir kritisnya, apakah itu karena

stimulus yang emosional atau karena kelelahan fisik dan mental. Selain
itu, seseorang menerima sugesti disebabkan karena dukungan mayoritas

yang dapat merubah opini, prinsip dan pendapat.

6) Prestasi

Prestasi merupakan pencapaian atau hasil yang telah dicapai yang

memerlukan suatu kecakapan atau keahlian dalam tugas-tugas akademis

maupun nonakademis.seseorang yang memiliki motivasi berprestasi

tinggi, tidak semata-mata mengejar materi dan meningkatkan status sosial,

melainkan memiliki nilai dan kebanggaan tersendiri secara batiniah yang

tidak dapat diukur secara materi maupun gensi.

7) Kesadaran

Konsep kesadaran memiliki makna yang merujuk pada kondisi atau

kontinum dimana kita mampu merasakan, berpikir dan membuat persepsi.

Kesadaran sangat dipengaruhi oleh sudut pandang individual dan aspek

subjektif dari kesadaran itu berada di luar penjelasan sistem ilmu

pengetahuan.

8) Frustasi

Frustasi merupakan suatu reaksi emosional yang disebabkan oleh gagal

atau terhalangnya pencapaian tujuan yang diharapkan. Frustasi menjadi

predisposisi terjadinya agresi karena pengalaman frustasi menimbulkan

respon agresif terhadap sumber frustasi. Akan tetapi, tidak semua frustasi

menimbulkan respon agresif. Tidak semua tindakan agresif merupakan

hasil frustasi yang dialami sebelumnya.


9) Crowding (Kerumunan Masa)

Crowding merupakan suatu kumpulan orang-orang yang memiliki

kepentingan yang sama walaupun tidak saling mengenal dengan emosi-

emosi yang mudah dibangkitkan dan tidak kritis.

10) Imitasi

Imitasi merupakan salah satu proses interaksi sosial yang banyak terjadi

dalam kehidupan sehari-hari dengan meniru perbuatan orang lain secara

sengaja. Pengaruhnya dapat psitif dan negatif. Secara positif, imitasi

menimbulkan pengaruh semakin patuhnya terhadap norma-norma yang

berlaku, terutama dalam system masyarakat patrimonial.

2.1.3 Pendekatan dan Metode Penelitian Psikologi

Pendekatan psikologi terbagi menjadi lima, yaitu :

1) Pendekatan Neurobiologis

Merupakan pendekatan yang kajiannya menitikberatkan pada pembahasan

struktur otak manusia, yaitu hubungan antara otak manusia dengan

perilaku dan pengalaman.

2) Pendekatan Perilaku

Merupakan pendekatan dengan cara mengamati perilaku manusia. Bukan

mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh manusia.

3) Pendekatan Kognitif

Pendekatan ini bertolak dari suatu asumsi bahwa sebagai manusia tidak

sekedar menerima rangsangan pasif, otak manusia secara aktif mengolah


informasi yang diterima dan mengubahnya dalam bentuk serta kategori

pengetahuan baru.

4) Pendekatan Psikoanalitik

Dasar pemikiran pendekatan ini bahwa sebagian besar perilaku manusia

adalah dari proses yang tidak disadari.

5) Pendekatan Fenomenologi

Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada pengalaman subjektif

individu. Para ahli psikologi fenomenologi, dipihak lain lebih

menitikberatkan pengertian mengenai kehidupan bagian dalam dan

pengertian mengenai pengalaman individu daripada mengembangkan teori

atau meramalkan perilaku.

Metode-metode dalam psikologi berkembang dalam metode-metode sebagai

berikut :

1) Metode Eksperimen

Metode ini dapat dilakukan di dalam maupun di luar laboratorium. Metode

ini lebih banyak digunakan untuk menyelidiki besaran pengaruh dari suatu

penelitian yang diujicobakan.

2) Metode Pengamatan (Observasi)

Metode ini secara langsung mengamati terhadap sesuatu yang diteliti, baik

perilaku binatang maupun manusia.


3) Metode Surve

Metode ini menggunakan kuesioner atau wawancara dalam ukuran sampel

besar untuk mengetahui informasi, seperti pendapat politik, pilihan para

konsumen dan sebagaunya.

4) Metode Tes

Metode ini digunakan untuk mengukur segala jenis kemampuan, seperti

minat, bakat, sikap, maupun tes prestasi belajar.

5) Metode Riwayat Kasus

Metode penelaahan riwayat hidup secara ilmiah dikenal sebagai riwayat

kasus, dan merupakan sumber data yang penting bagi para ahli psikologi

dalam mempelajari setiap individu.

2.2 Konsep Perilaku Bullying

2.2.1 Definisi Perilaku Bullying

Perilaku bullying merupakan salah satu bentuk tindakan agresif. Perilaku

bullying sangat rentan terjadi pada remaja putra dan putri, dapat terjadi di berbagai

tempat mulai dari lingkungan pendidikan sekolah, tempat kerja, rumah, dan

sekitar lingkungan tempat bermain (Surilena, 2016 dalam Erniati, 2017).

Bullying tidak hanya terjadi pada anak usia remaja, secara tidak disadari

mereka melakukan tindakan bullying kepada teman sebaya ataupun teman

sekelasnya. Anak korban bullying biasanya cukup lama dalam menerima

pelajaran yang diberikan. Hal ini disebabkan karena anak merasa tertekan saat

didalam kelas maupun bertemu dengan pelaku bullying.


Bullying memberikan efek negatif pada remaja yang dapat berlanjut pada

masa dewasa. Bullying terjadi ketika seseorang secara berulang mencoba

menyakiti orang yang lebih lemah dari dirinya atau rentan. Bullying lebih sering

dilakukan oleh remaja yang lebih muda dibandingkan yang tua. Seiring dengan

bertambahnya usia remaja, mereka cenderung menjadi jarang melakukan bullying

atau menjadi korban bullying. (Stuart, 2016)

2.2.2 Faktor Perilaku Bullying

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunita B, Neni M, dan

Sulasmini (2019), faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku bullying pada

remaja, diantaranya :

1) Faktor Teman Sebaya

Faktor teman sebaya secara sosial dkenal dengan tahap pertama untuk

berkelompok yang berperan dalam melakukan bullying dikarenakan pada

usia remaja mulai mencari identitas diri dengan membentuk kelompok-

kelompok gang yang memiliki kesamaan baik itu minat, usia, dan

sebagainya, sehingga orang yang diluar kelompok atau tidak sama dengan

mereka dianggap seperti orang yang tidak layak dijadikan teman. Untuk

itu kelompok teman sebaya memiliki peran penting bagi pembentukan

kepribadian remaja tersebut.

2) Faktor Media Sosial

Media sosial merupakan sebuah media daring dengan penggunaannya

memudahkan berbagi, berpartisipasi, dan membuat isi meliputi blog,

jejaring sosial, forum, dan dunia virtual, dampak yang sering terjadi adalah
bullying. Saat ini kasus tentang bullying sedang viral dalam media sosial

berupa tindakan tidak baik yang dilakuka secara berulang-ulang dan

sengaja dilakukan untuk melukai dan membuat seseorang merasa tidak

nyaman.

3) Faktor Lingkungan Sosial

Faktor lingkungan mempengaruhi tindakan kekerasan di kalangan remaja.

Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan

pertemanan dibandingkan keluarga. Pada usia remaja seseorang akan

mencaari status di lingkungan sosial dengan strata yang sama, sehingga

apabila orang lain memiliki strata sosial yang dibawah dari kelompok

mereka akan dipandang sebagai orang yang tidak mampu.

2.2.3 Dampak Perilaku Bullying

Dampak dari bullying tidak hanya dirasakan oleh korban bullying, akan

tetapi juga berimplikasi terhadap pelaku bullying. Dampak bullying berupa

gangguan kesehatan mental. Sementara itu, terdapat dua pembagian bullying yang

mengacu pada media yang dilibatkan, yakni : 1) traditional bullying, yaitu

perilaku agresif yang dilakukan berulang kali dengan sengaja terhadap korban

yang tak berdaya. 2) cyberbullying, yaitu sebuah perilaku bullying yang terjadi di

dalam berbagai media teknologi secara khusus kepada orang lain melalui email,

chat room, pesan digital atau gambar yang dikirimkan melalui telpon seluler.

Keduanya merupakan sebuah tindakan agresif yang menyebabkan kerugian pada

orang lain, yang biasanya dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu, dan
terjadi di antara individu yang hubungannya dicirikan oleh ketidakseimbangan

kekuasaan.

2.3 Cyberbullying

2.3.1 Definisi Cyberbullying

Cyberbullying merupakan istilah yang ditambahkan ke dalam kamus OED.

Istilah ini merujuk pada penggunaan teknologi informasi untuk menggertak orang

dengan mengirim atau posting teks yang bersifat mengintimidasi atau

mengancam. OED menunjukkan penggunaan pertama kali istilah di Canberra

pada tahun 1998, tetapi istilah ini sudah ada sebelumnya di Artikel New York

Time 1995 dimana banyak srjana dan penulis Besley seorang Kanada yang

meluncurkan website Cyberbullying tahun 2013 dengan istilah coining (Sheri

Bauman, 2015)

Cyberbullying adalah teknologi internet untuk menyakiti orang lain

dengan cara sengaja dan diulang-ulang dan merupakan bentuk intimidasi yang

pelaku lakukan untuk melecehkan korbannya melalui perangkat teknologi. Pelaku

ingin melihat seseorang terluka, ada banyak cara yang mereka lakukan untuk

menyerang korban dengan pesan kejam dan gambar yang mengganggu dan

disebarkan untuk mempermalukan korban bagi orang lain yang melihatnya (Terry

Brequet, 2015)

Tidak seperti bullying, cyberbullying memungkinkan pelaku untuk

menutupi dentitasnya melalui komputer. Anonimitas ini membuat lebih mudah


pelaku untuk menyerang korban tanpa harus melihat respon fisik korban.

Pengaruh perngkat teknologi saat ini menyebabkan pelaku untuk mengatakan dan

melakukan hal-hal kejam dibandingkan dengan apa yang didapati dalam tatap

muka pelaku bullying (Richard, 2016)

2.3.2 Motif Cyberbullying

Pandie dan weismann (2016) menyatakan bahwa kecenderungan remaja

untuk menjadi pelaku cyberbullying yang pertama yaitu dendam yang tidak

terselesaikan. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pelaku cyberbullying

karena dendam yang tidak terselesaikan diantaranya adalah flamming (amarah)

berbentuk ujaran dengan menggunakan pesan elektronik dengan bahasa yang

agresif atau kasar. Sementara, harassment (pelecehan) merujuk pada pesan-pesan

yang berisi pesan kasar, menghina atau yang tidak diinginkan, berulang kali

mengirimkan pesan berbahaya untuk seseorang secara online.

Selain karena dendam yang tidak terselesaikan, cyberbullying dilakukan

karena pelaku yang termotivasi (motivated offonder) untuk melakukan

pembajakan, balas dendam, pencurian atau sekedar iseng. Salah satu bentuk

motivated offonder yakni sekedar iseng dan dalam istilah bullying bentuknya

adalah : denigration (pencemaran nama baik) yaitu proses mengumbar keburukan

seseorang diinternet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang

tersebut ; impersonation (peniruan) yaitu dimana seseorang berpura-pura menjadi

orang lain dan mengirikan pesan-pesan dan status yang tidan baik; dan trickery

(tipu daya) yaitu membujuk seseorang dengan tipu daya supaya mendapatkan

rahasia dan foto pribadi orang tersebut. Selanjutnya, selain dendam dan motivasi,
cyberbullying juga dapat dilakukan karena keinginan untuk dihormati dan juga

karena faktor bosan dan mencari hiburan.

Cyberbullying akibat kebosanan dan keisengan untuk mendapatkan

kesenangan biasanya dilakukan melalui perencanaan bersama atau secara

berkelompok, yakni menyampaikan komunikasi pribadi atau gambar yang berisi

informasi yang berpotensi memalukan (outing). Alasan lain yang membuat remaja

menjadi pelaku cyberbullying adalah faktor kesengajaan karena para pelaku

mungkin tersakiti atau marah karena komunikasi yang dikirimkan dalam

berjejaring sosial.pelaku cenderung merespon dengan marah dan frustasi (pandie

dan weismann, 2016)

2.3.3 Faktor Perilaku Cyberbullying

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motif yang melatarbelakangi

pelaku cybrbullying, diantaranya :

1) Predikator Keluarga

Predikator keluarga yaitu seperti kelekatan yang insecure, pendisiplinan

fisik yang keras, dan korban pola asuh orang tua yang overprotektif.

Secara tidak sadar anak atau remaja memproyeksikan kekacauan batinnya

dalam bentuk konflik terbuka dan perkelahian individual ataupun massal.

2) Faktor Internal

Tingkah laku yang menjurus pada kriminalitas merupakan kegagalan

sistem pengontrol diri, dengan kata lain tidak mampu mengendalikan

naluri dan dorongan-dorongan primitifnya serta tidk bisa menyalurkan ke

dalam perbuatan bermanfaat dan berbudaya.


3) Faktor eksternal atau Eksogen

Faktor eksternal dikenal atau eksogen dikenal pula sebagai pengaruh alam

sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis dan faktor luar yang

menimbulkan tingkah laku tertentu (tindak kekerasan, kejahatan,

perkelahian massal dst). Kelompok sebaya dan lingkungan atau iklim

sekolah secara umum juga memiliki efek kuat bagi palaku bullying.

2.4 Konsep Remaja

2.4.1 Definisi Remaja

Menurut World Health Organization remaja adalah penduduk dalam

rentang usia 10- 19 tahun. Masa ini merupakan periode persiapan menuju masa

dewasa yang akan melewati beberapa tahapan perkembangan penting dalam

hidup. Selain kematangan fisik dan seksual, remaja juga mengalami tahapan

menuju kemandirian sosial dan ekonomi, membangun identitas, akuisi

kemampuan (skill) untuk kehidupan masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi

(WHO, 2015).

Menurut World Health Organization (2017) remaja di dunia berjumlah 8%

dari populasi dunia (1,2 juta jiwa berusia 10-19 tahun). Masa kritis remaja berada

dalam periode fisik, sosial, psikologis, kognitif serta kemampuan untuk

mengekspresikan dan memahami emosi untuk memberikan pengalaman

emosional yang mempengaruhi perilaku (Parasar dan Dewangan, 2018). Masa

remaja akan menimbulkan perubahan-perubahan fisik yang membentuk konsep

dirinya dan menilai kebermaknaan dirinya dalam kehidupan (Nuriana, 2017)


Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa

kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan

biologis dan psikologis. Secara biologis ditandai dengan tumbuh dan

berkembangnya seks primer dan seks sekunder sedangkan secara pikologis

ditandai dengan sikap dan perasaan, keinginan dan emosi, yang labil atau tidak

menentu (Khoirul B, 2016). Di Indonesia terdapat batasan pada masa remaja pada

usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai

berikut :

1) Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda

sekunder mulai nampak.

2) Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh,

baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi

memperlakukan mereka sebagai anak-anak.

3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas ego (menurut

Ericson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual

(menurut Freud), dan tercapainya puncak perkembangan kognitif

(menurut Piaget), maupun moral (menurut Kohlberg).

4) Usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih

menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak penuh

sebagai orang tua. Dalam definisi tersebut, status perkawinan sangat


menentukan apakah individu masih digolongkan sebagai remaja

ataukah tidak.

2.4.2 Ciri-ciri Remaja

Ciri-ciri yang menjadi kekhususan ramaja, diantarnya :

1) Masa remaja sebagai periode yang penting

Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun jangka panjang

tetaplah penting. Perkembangan fisik yang begitu cepat disertai dengan

cepatnya perkembangan mental, terutama pada masa awal remaja. Semua

perkembangan ini menimbulkan perlunya penyesuaian mental serta

pembentukan sikap, nilai dan minat baru.

2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada fase ini remaja bukan lagi seorang anak dan bukan orang dewasa.

Status remaja yang tidak jelas ini menguntungkan karena status memberi

waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda, dan

menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

3) Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Selama masa awal remaja,ketika

perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga

berlangsung dengan pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka

perubahan sikap dan perilaku juga menurun.


4) Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode perkembangan mempunyai masalhnya sendiri-sendiri,

namun masalah masa remaja sering menjadi persoalan yang sulit diatasi

baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.

5) Masa remaja sebagai masa pencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri terhadap kelompok

masih tetap penting. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas

diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan temannya dalam

segala hal, seperti sebelumnya. Status remaja yang mendua ini

menimbulkan dilema yang menyebabkan remaja mengalami krisis

identitas atau masalah-masalah identitas-ego pada remaja.

6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotif budaya bahwa remaja suka berbuat semaunya sendiri,

yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak

menyebabkan orang dewasa harus mengawasi dan membimbing

kehidupan masa remaja yang takut bertanggungjawab dan bersikap tidak

simpatik terhadap perilaku remaja normal.

7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja melihat diri sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan

dan bukan seadanya. Terlebih dalam hal harapan dan cita-cita yang tidak

realistik yang menyebabkan tingginya emosi yang merupakan ciri awal

remaja.
8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi

gelisah untuk meninggalkan stereotif belasan taun dan untuk memberikan

kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa (Khamim, 2017)

TAMBAHKAN KERANGKA TEORI


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian studi kepustakaan.

Teknik pengumpulan data menggunakan Literature Review. Literature Review

adalah sebuah proses atau tulisan yang disusun untuk membedah sebuah studi

atau penelitian ilmiah. Membaca dan menulis ulasan atau review karya tulis

ilmiah seperti skripsi hingga artikel penelitian merupakan salah satu skill yang

wajib dimiliki oleh seorang mahasiswa dan akademisi. Kegiatan ini bertujuan

untuk menelaah seberapa jauh perkembangan ilmu pengetahuan serta memperkuat

dasar keilmuan yang dimiliki oleh civitas akademika. (Suryanarayana dan Mistry,

2016)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian studi kepustakaan.

Teknik pengumpulan data menggunakan Literature Review. Literature Review

merupakan ikhtisar komprehensif tentang penelitian yang sudah ada atau yang

sudah dilakukan mengenai topik yang spesifik untuk apa yang sudah diketahui

atau yang belum diketahui tentang topik tersebut, serta untuk mencari rasional dan

ide untuk penelitian selanjutnya. Studi Literature Review juga bisa didapatkan

dari berbagai sumber baik buku, jurnal, dokumentasi, internet dan pustaka.
3.2 Strategi Penelitian

3.2.1 Protokol dan Registrasi

Rangkuman menyeluruh dalam bentuk literature review mengenai hubungan

harga diri rendah dengan perilaku bullying pada remaja. Protokol dan evaluasi

dari literature review akan menggunakan alur bagan untuk menentukan

penyeleksian studi yang telah ditemukan dan sesuai dengan tujuan dari literature

review.

3.2.2 Database Pencarian

Literature review ini merupakan rangkuman menyeluruh dari beberapa studi

penelitian yang ditentukan berdasarkan tema mengenai hubungan harga diri

rendah dengan perilaku bullying pada remaja. Pencarian literature dilaksanakan

pada bulan Maret 2021. Data yang diambil pada penelitian ini merupakan data

sekunder yaitu data yang tidak diambil dari pengamatan langsung, namun

diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Pencarian sumber didapatkan melalui media elektronik internet. Seperti

menggunakan database google cendekia, dan portal garuda.. Kata kunci yang

digunakan dalam penelusuran artikel sesuai dengan variabel yaitu Gambaran

Harga diri, Harga diri, Remaja, Cyberbullying. Hasil penelitian diambil dari

artikel atau jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, kemudian

selanjutnya dilakukan analisis. Literature Review ini menggunakan literature

dengan terbitan tahun 2015-2020 dan dapat di akses secara full-text. Kriteria

jurnal yang di analisis adalah jurnal penelitian berbahasa Indonesia.


Bagan 3.1 Diagram Flow Literature Review

Pencarian di database Portal Pencarian di database


Garuda n= 2 Google Cendikia n = 1.084

Jumlah artikel/ jurnal yang terjaring di awal pencarian n = 1.086

Jumlah artikel/jurnal yang sesuai berdasarkan kata kunci n = 552


Portal Garuda : 2
Google Cendikia : 550

Jumlah artikel/jurnal setelah artikel yang dikeluarkan karena alasan duplikasi n = 3

Jumlah artikel/jurnal yang Ekslusi ( N =121 )


ditemukan sesuai berdasarkan
judul n= 12 Artikel/jurnal tidak berfokus pada
gambaran psikologi pada remaja akibat
cyberbullying n = 47

Jumlah artikel/jurnal yang Intervensi tidak sesuai dengan gambaran


sesuai berdasarkan abstrak n= psikologi pada remaja akibat
5 cyberbullying n = 58

Outcome tidak mencamtumkan diskusi


spesifik mengenai hasil hubungan kedua
Jumlah artikel/jurnal yang variabel n = 96
disintesis n = 3

3.2.3 Kata Kunci

Pencarian artikel atau jurnal dengan menggunakan keyword sebagai berikut:

Dampak Psikologi, Remaja, Cyberbullying, dan lain sebagainya.


3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi

Pada kriteria inklusi dan ekslusi ditulis dengan mencantumkan strategi yang

digunakan untuk mencari artikel, misalnya dengan menggunakan tabel PICO,

Study Design dan Article Type, Publication Years, dan Language.

Tabel 3.1 : Inklusi dan Ekslusi

KRITERIA INKLUSI EKSLUSI

Population Remaja korban Bukan remaja korban

cyberbullying cyberbullying

Issue Of Interest Perilaku cyberbullying Bukan perilaku

pada remaja cyberbullying pada

remaja

Comparator Tidak ada Tidak ada

Outcome Ada hubungan antara Tidak ada hubungan

perilaku cyberbullying antara ketiga variabel

(korban) dengan psikologi yaitu psikologi, korban

pada remaja cyberbullying dan

remaja.

Study Design, Jenis penelitian ini adalah Jurnal yang

Publication, dan Article kualitatif dengan ditampilkan tidak full

Type menggunakan metode text, serta metode

wawancara dan observasi. penelitian tidak jelas

Tipe Publikasi : open tercantum didalam


access research dan dapat jurnal

diakses full text

Publication Years Setelah tahun 2015-2020 Sebelum tahun 2015

Language Bahasa indonesia Selain bahasa

indonesia

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pencarian, Peneliti menemukan artikel/jurnal yang terjaring di

awal pencarian n = 1.086 . di database Portal Garuda n = 2 dan Google Cendikia n

= 1.084 dengan rentang waktu 5 (lima) tahun terakhir yaitu 2015-2020. Peneliti

menemukan n = 552 artikel sesuai berdasarkan kata kunci. Setelah itu peneliti

melakukan analisa, terdapat n = 3 artikel/jurnal duplikasi, sehingga artikel tersebut

diekslusi, dan tersisa n = 459 . kemudian Peneliti melakukan skrining berdasarkan

judul n = 12, abstrak n = 5, dan full text n = 3 jurnal sesuai dengan tema yang akan

dilakukan studi telaah literature review.


Tabel 4.1 Hasil Penelitian
No Nama Penulis, Judul Metode ( Desain, Hasil Penelitian Ringkasan atau
Tahun Penelitian Populasi, Sampel, Kesimpulan
Instrumen dan
Analisis)
1. Sartana, Nelia Perundungan Desain : Data Hasil penelitian menunjukkan Perundungan maya
Apriyeni, 2017 Maya dianalisis secara bahwa jumlah korban perndungan menyebabkan korban
(Cyberbullying) Deskriptif maya dikalangan remaja awal merasa marah, malu, tidak
Pada Remaja Kualitatif hampir mencapai separuh dari bisa konsentrasi belajar,
Awal Populasi : Remaja responden, yaitu 172 responden takut dan harga diri rendah.
dengan rentang (49%) , artinya hampir satu dari Korban mengaku bahwa
usia 12-15 tahun dua responden pernah menjadi dampak mental dari
Sekolah Menengah korban perusakan maya. Hasil cyberbullying lebih serius
Pertama penelitian juga menunjukkan dibanding dengan
Sampel : 157 bahwa 99 (58%) responden perundungan di dunia
remaja laki-laki, merupakan remaja perempuan dan nyata. Perundungan pada
196 remaja 73 orang berjenis kelamin laki- laki remaja perempuan lebih
perempuan, (44%). Serta hasil penelitian juga banyak terjadi daripada
Instrumen : diperoleh bahwa 126 (73%) remaja laki-laki.
Pengambilan data responden menyatakan dampak
dengan yang dialami dari cyberbullying
menggunakan yaitu sakit hati, marah, takut,
kuesioner tertutup mendikan harga diri rendah, serta
dan terbuka membuat malu dan 45 responden
Analisis : data (27%) menyatakan bahwa
kuesioner tertutup cyberbullrying tidak memberkan
dianalisis dengan dampak yang berarti.
analisis deskriptif
dan kuesioner
terbuka dianalisis
secara kualitatif
dengan Analisis Isi
2. Desiana Risqi Dampak Desain : Informan : Berdasarkan hasil penelitian
Hana, Suwarti, psikologis peneliititan ini -Gn : Merasa dendam, marah dan ditemukan adanya dampak
2019 Peserta Didik merupakan malu ketika foto dirinya diposting psikologis akibat
yang Menjadi penelitian malalui media sosial, hilang rasa cyberbullying yang dialami
Korban kualitatif dengan kepercayaan dan kepedulian oleh korban. Dampak
Cyberbullying pendekatan studi kepada teman, menegur dan kognitif yang dialami yaitu
fenomenologi. memarahi teman yang melakukan penurunan prestasi belajar
Populasi : Peserta cyberbullying, membalas dendam dan penurunan nilai
didik kelas VII dengan memposting foto pelaku di sekolah. Dampak afeksi
Sampel : 11 orang, media sosial yaitu merasa marah, malu,
dengan rincian 7 DN : Kehilangan konsentrasi dendam, risih dan
orang informan belajar, merasa marah, malu dan kehilangan kepercayaan,
primer dan 4 orang dendam, membalas dengan dampak konatif yang
informan sekunder memposting foto dan mengejek. dialami yaitu membalas
Intrumen : data LS : merasa marah, malu dan ingin pelaku dengan perlakuan
dikumpulkan membalas, merasa kecewa dan yang sama, ada juga yang
melalui metode hilang kepercayaan, menutup diri memndam amarah dan
wawancara dan dan memilih menjadi anak yang memilih untuk menghindari
dokumentasi pendiam pelaku.
Analisis : IR : merasa marah, benci, malu
Pengumpulan data, dan tidak nyaman, menangis dan
reduksi data, takut, memilih diam dan
penyajian data dan memblokir nomor
penarikan RO : menjadi beban pikiran,
kesimpulan merasa terpukul, kehilangan
percaya diri, hanya membaca pesan
yang diterima
MD : kehilangan konsentrasi
belajar, merasa sakit hati, takut,
tidak nyaman gemetar
CA : kehilangan konsentrasi
belajar, merasa sakit hati, tidak
nyaman, jijik
3. Triyono, Dampak Desain : Penelitian Berdasarkan hasil penelitian Klien Dari hasil penelitian
Primadani,2019 cyberbullying Kualitatif yang X merasakan perasaan sedih, dketahui bahwa klien X
di Media Sosial bersifat Studi marah, frustasi, dan tertekan. mengalami dampak
pada Remaja Kasus (Case Selain itu klien X juga mengalami psikologi dan emosional
dan Studies) yaitu perasaan isolasi berupa serta dampak psikososial.
Implikasinya Populasi : Remaja menjauhi teman-teman dan Cyberbullying yang dialami
Terhadap di Padang Utara menarik diri, kesepian atau oleh responden ini memang
Pelayanan Kota Padang kesendirian ( gambaran harga dri telah menimbulkan
Bimbingan dan Sampel : Remaja rendah pada korban) dan keresahan pada diri sendiri
Konseling Klien X dan 3 dikucilkan oleh teman-temannya. sehingga efek yang
(Studi Kasus orang Informan ditimbulkan akan
pada Klien X di pendukung yaitu 2 memperburuk suasana hati
Padang Utara informan orang tua responden sendiri.
Kota Padang) dan 1 orang
informan teman X
Instrumen:
perorolehan data
dilakukan melalui
observasi dan
wawancara
Analisis :
Mengungkap
situasi atau objek
dalm bentuk kata-
kata mengena
gambaran dampak
cyberbullying di
media sosial pada
remaja
4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Studi

Studi dilakukan terhadap tiga artikel, semua artikel tersebut menggunakan

penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi dan studi kasus.

Tempat penelitian yang dilakukan di Sekolah Menengah Pertama di Indonesia.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara,

dokumentasi dan observasi terhadap responden, yaitu untuk mengetahui data

responden korban cyberbullying.

4.2.2 Karakteristik Responden

Dari jurnal yang dikaji, jumlah responden bervariasi ada jurnal dengan

penelitian studi kasus dengan menggunakan 1 orang responden, jurnal dengan

penelitian deskriptif melibatkan >300 responden, serta jurnal melalui penelitian

studi fenomenologi <10 responden. Karakteristik jenis kelamin yaitu responden

laki-laki dan perempuan. Sebagian besar responden remaja berusia 12-15 tahun,

dengan status pelajar Sekolah Menengah Pertama dan aktif dalam media sosial.

4.2.3 Gambaran Harga Diri Remaja Korban Cyberbullying

Tidak bisa dipungkiri, dunia tengah menyaksikan perubahan sosial dan

budaya yang dikendalikan teknologi informasi (internet). Pengguna internet akan

membawa banyak manfaat jika pengguna bijak dalam memanfaatkannya, namun

apabila disalahgunakan akan menimbulkan dampak negatif salah satunya

cyberbullying. Bagi generasi muda khususnya remaja memiliki ketertarikan yang

besar terhadap media sosial, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ayun P.O
(2015) menyatakan bahwa remaja mengekspresikan dirinya dan membangun

identitas dirinya dan menceritakan dirinya serta mengekspresikan masalah pribadi

melalui media sosial. Remaja merupakan kelompok yang paling banyak

menggunakan media internet, sehingga rawan menjadi korban perundungan maya

atau cyberbullying.

Dalam jurnal penelitian Sartana dan Nelia Apriyeni (2017), hasilnya

menunjukkan bahwa jumlah korban perndungan maya dikalangan remaja awal

(12-15 tahun) hampir mencapai separuh dari responden, yaitu 172 responden

(49%) , artinya hampir satu dari dua responden pernah menjadi korban perusakan

maya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 99 (58%) responden merupakan

remaja perempuan dan 73 orang berjenis kelamin laki- laki (44%). Serta hasil

penelitian juga diperoleh bahwa 126 (73%) responden menyatakan dampak

psikologi yang dialami dari cyberbullying yaitu sakit hati, marah, takut,

menjadikan harga diri rendah, serta membuat malu dan 45 (27%) responden

menyatakan bahwa cyberbullrying tidak memberikan dampak yang berarti.

Perundungan maya menyebabkan korban merasa marah, malu, tidak bisa

konsentrasi belajar, dan takut. Korban mengaku bahwa dampak mental dari

cyberbullying lebih serius dibanding dengan perundungan di dunia nyata. Selain

itu perundungan pada remaja perempuan lebih banyak terjadi daripada remaja

laki-laki, sehingga remaja perempuan dengan tingkat emosional yang kurang

stabil lebih cenderung mengalami dampak psikologi. Dari hasil penelitian ini juga

didapatkan responden tidak mengalami dampak setelah mengalami cyberbullying,

hal ini disebabkan karena responden tersebut memiliki konsep diri positif,
sehingga individu dapat menerima dirinya secara apa adanya dan akan mampu

menginstropeksi diri atau lebih mengenal dirinya melalui kelebihan dan

kelemahan yang dimiliki.

Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Desiana Risqi Hana dan

Suwarti (2019) terhadap 11 orang responden melalui metode wawancara,

diperoleh hasil bahwa responden yang mengalami cyberbullying sebagian besar

mengalami dampak psikologi yang sama seperti dampak kognitif yang dialami

yaitu penurunan prestasi belajar dan penurunan nilai sekolah, dampak afeksi yaitu

merasa marah, malu, dendam, risih dan kehilangan, dampak konatif yang dialami

yaitu membalas pelaku dengan perlakuan yang sama, ada juga yang memendam

amarah dan memilih untuk menghindari pelaku. Responden DN, OA dan MD

mengalami penurunan konsentrasi belajar setelah mengalami cyberbullying hal ini

sama dengan pendapat Beran & Li (Sartana & Afriyeni, 2017) mengatakan

bahwa seseorang yang menjadi korban cyberbullying akan memiliki kesulitan

dalam berkonsentrasi, sehingga terjadi penurunan prestasi belajar akibat

kehilangan motivasi berprestasi yang merupakan aspek dari psikologi. Kemudian,

responden GN dan DN melakukan pembalasan dendam kepada pelaku

cyberbullying dengan memposting foto pelaku di media sosial, hal ini

menunjukkan bahwa responden GN dan DN mengalami gangguan aspek

psikologi yaitu frustasi, karena pengalaman frustasi mengaktifkan untuk bertindak

agresif terhadap sumber frustasi, tetapi tidak semua frustasi menimbulkan respon

agresif, hal ini disebakan karena pengaruh kestabilan emosi dari individu

(Supardan, 2015). Hampir semua responden setelah mengalami cyberbullying


menjadi marah, malu, sakit hati dan kehilangan kepercayaan, hasil ini sama

dengan jurnal yang dilakukan sebelumnya oleh Nurihsan & Agustin, bahwa

remaja (SMP) sering kali mudah marah, mudah tersinggung, mudah dirangsang,

dan emosinya cenderung meledak dan tidak berusaha mengendalikan perasaaanya

(mengontrol emosi).

Dari jurnal penelitian yang dilakukan oleh Triyono dan Primadani (2019)

berupa studi kasus terhadap 1 orang responden dan diperoleh bahwa responden

merasakan perasaan sedih, marah, frustasi, dan tertekan. Selain itu, responden

juga mengalami perasaan isolasi berupa menjauhi temna-teman dan menarik diri,

kesepian atau kesendirian dan dikucilkan oleh teman-temannya, ini merupakan

dampak psikososial. Hal ini sependapat dengan pendapat Navarro, Yuberro, dan

Larranaga (2016) bahwa cyberbullying memberikan efek psikososial yaitu remaja

memiliki perasaan isolasi dan kesendirian, pengucilan dan bahkan penolakan

sosial. Selanjutnya, persepsi remaja juga akan mempengaruhi perilakunya

(Triyono dan Febriani, 2018) persepsi remaja yang tidak mengenakan akan

membuat remaja semakin tertekan dan mengalami dampak psikososial.

Telaah dari penulis berdasarkan hasil penelitian dari ketiga jurnal, bahwa

cyberbullying ini memberikan dampak yang serius bagi perkembangan psikologi

remaja korban cyberbullying, terutama dalam proses pembentukan kepribadian

menuju arah dewasa. cyberbullying merupakan kejadian yang menakutkan bagi

semua orang terutama bagi remaja yaitu menimbulkan dampak psikologi yang

hampir sama yaitu marah, benci, sedih, depresi, stres, penurunan konsentrasi

belajar, menutup diri dari lingkungan dan kehilangan kepercayaan. Dalam


kehidupan manusia, kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian

yang penting dimana kepercayaan diri merupakan aspek dari konsep diri bagian

dari konsep psikologi. Aspek kepribadian ini berupa keyakinan akan kemampuan

diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain, optimis, toleransi, dan

bertanggung jawab, sehingga indivdu dengan kepercayaan diri yang positif tidak

akan terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal yang bersifat negatif kepada dirinya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil telaah dari ketiga jurnal diatas, dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar responden mengalami dampak psikologi yang sama seperti

dampak kognitif berupa penurunan prestasi belajar. Dampak afeksi berupa rasa

marah, malu, dendam, risih, dan rasa kehilangan. Dampak konatif berupa

membalas pelaku dengan perlakuan yang sama. Selain itu responden juga

mengalami perasaan isolasi dengan menjauhi teman dan menarik diri dari

lingkungan.

5.2 Saran

Saran dari penulis diharapkan agar orang tua dapat menerapkan pola asuh

yang sesuai untuk anaknya dengan menjalin komunikasi yang baik dan

memberikan kesempatan anak untuk mengungkapkan pendapat dan keinginannya,

sehingga anak akan terhindar oleh perilaku cyberbullying. Orang tua juga

diharapkan dapat lebih konsisten dalam menerapkan peraturan dan diharapkan

dapat lebih menguasai cara menggunakan internet dalam sosial media sehingga

dapat memantau kegiatan anak secara online. Dengan demikian anak akan lebih

berhati-hati dalam berinteraksi karena merasa diawasa oleh orang tuanya.


DAFTAR PUSTAKA

Andriati Reny H, & A’ini, A. D. N. 2020. Hubungan Harga Diri Dan


Pengetahuan Tentang Bullying Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik (JIKA), 3(2), 28-37.
https://doi.org/10.48079/vol3.iss2.57
Erniati, W. 2017. Hubungan Harga Diri Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja
Di SMP Muhammadiyah 2 Gamping Sleman Yogyakarta. Yogyakarta :
Universitas Aisyiyah
Herman, H., Nurshal, D., & Oktarina, E. 2017. Hubungan Karakteristik Remaja
Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa Smp Di Kota Padang. Jawa Tengah :
Universitas Soedirman, 12(1), 1.
https://doi.org/10.20884/1.jks.2017.12.1.677
KPAI. 2020. Sejumlah Kasus Bullying Sudah Warnai Catatan Masalah Anak di
Awal 2020. Komisioner KPAI.
https://www.kpai.go.id/berita/sejumlah-kasus-bullying-sudah-warnai-
catatan-masalah-anak-di-awal-2020-begini-kata-komisioner-kpai

Khoirul, B, Farid. 2016. Konsep Diri, Adversity quotient dan Penyesuaian diri
pada Remaja. Pesona, Jurnal Psikologi Indonesia vol 5(2)
Mcvean, M. 2017. Physical, verbal, relational and cyber-bullying and
victimization: examining the social and emotional adjustment of participants
(Dissertation). University of South Flourida,USA

Nurliana, Y.2017. Konsep Diri Remaja. Psikologi dan kemanusiaan, 4(2), 978-
979
Pandie, M. M., & weissmann, I, Th. J. 2016. Pengaruh cyberbullying di media
sosial terhadap perilaku reaktif sebagai pelaku maupun sebagai korban
cyberbullying pada Siswa Kristen SMP Nasional Makasar. Jurnal Jaffray,
14(1): 43-62
Parasar, A., & Dewagan, R. L. 2018. A Comparative Study of Self Esteem and
level of Depression in Adolescents living in orphanage Home and Those
Living with Parents. International Journal of Humanities and Social Science
Researsch, 4(2), 51-53
Richard Donegan. Bullying and Cyberbullying: History, Statistics, Law,
Prevention and Analysis. The Elon Journalof Undergraduate Research in
Commuication 3, no 1 (spring 2016): 34
Safaria, T. 2016. Prevalance and impact of cyberbullying in a sample of
Indonesian junior high school students. The Turkish Online Journal of
Educational Technology 15: 1-3
Sartana, Afriyeni, N. 2017. Perilaku perundungan maya (cyberbullying) pada
remaja awal. Jurnal psikologi insight Universitas Pendidikan Indonesia, 1(1):
25-41
Sheri Bauman, Donna Cross and Jenny Walker, Principle of cyberbullying. New
York : Taylor ang Francis Group, 2015, 23.
Syukron, M. 2020. Konsep Diri. Bandung : Universitas Bina Nusantara.
https://binus.ac.id/character-building/2020/05/konsep-diri/
Supardan Dadang. 2015. Pengantar Ilmu Sosial. Bandung : Bumi Aksara
Taqwim, Z. 2018. Hubungan Harga Diri Remaja Dengan Perilaku Bullying Pada
Siswa SMA Dharma Wanita 01 Bululawang Malang. Malang : Universitas
Brawijaya
Terry Brequet. 2015. Cyberbullying. USA : Rosyen Publishing, 37
World Health Organization. 2015. Health Adolescence 2017. New York
World Health Organization. 2018. Health Adolescence 2017. New York
Yana, Choria, U. 2015. Cyberbullying di Kalangan Remaja. Surabaya :
Universitas Airlangga
Yunita Bulu, Neni Maemunah, Sulasmini. 2019. Faktor-faktor yang
mempengaruhi Perilaku Bullying Pada Remaja Awal. Nursing News. vol
4(1)
Zarkasih, Khamim P. 2017. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa
Remaja. Jurnal Plikasi Ilmu-ilmu Agama vol 17(1) :25-32

Anda mungkin juga menyukai