Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN EMPATI DENGAN PERILAKU

PROSOSIAL REMAJA DI MADRASAH ALIAH NURUL ALI

NASKAH PUBLIKASI

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh


Derajat Sarjana Psikologi

Oleh:
Reza Agustin
1700013142

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2022
PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN EMPATI DENGAN PERILAKU


PROSOSIAL REMAJA DI MARASAH ALIAH NURUL ALI

Yang disusun oleh:

Reza Agustin
1700013142

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi


Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan dan
Diterima untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Pada Tanggal

28 September 2022

Fakultas Psikologi,
Universitas Ahmad Dahlan

Pada Tanggal

14 Desember 2022

Pembimbing,

Dr. AM. Diponegoro, S.Ag., M.A

ii
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN EMPATI DENGAN PERILAKU
PROSOSIAL REMAJA DI MADRASAH ALIAH NURUL ALI

Reza Agustin1, Ahmad Muhammad Diponegoro2


Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Kapas No.9 Yogyakarta 55166
1
rezaagustinnn@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara religiusitas dan


empati dengan perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah Nurul Ali. Subjek
penelitian yang dilibatkan merupakan siswa kelas X, XI, dan XII yang berjumlah
60 siswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kuantitatif menggunakan
tiga skala likert yaitu perilaku prososial, religiusitas, dan empati. Sampling
dilakukan dengan teknik simple random sampling, sedangkan analisis data
penelitian menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan
menggunakan program komputer Statistical Product and Service Sollution
(SPSS) 19.0 for Windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat signifikan antara religiusitas dan empati dengan perilaku
prososial (0,00 < 0,01). Terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas
dengan perilaku prososial (0,012 < 0,05). Terdapat hubungan yang signifikan
antara empati dengan perilaku prososial (0,014 < 0,05). Kesimpulan dari
penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang sangat signifikan antara religiusitas
dan empati dengan perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah Nurul Ali.
Sumbangan efektif yang diberikan religiusitas dan empati secara bersama-
sama terhadap perilaku prososial yaitu sebesar 27%.

Kata kunci: perilaku prososial, religiusitas, empati

ii
THE RELATIONSHIP BETWEEN RELIGIOSITY AND EMPATHY WITH THE
PROSOCIAL BEHAVIOR OF ADOLESCENTS IN MADRASAH
ALIAH NURUL ALI

Reza Agustin1, Ahmad Muhammad Diponegoro2


Faculty of Psychology, Ahmad Dahlan University
Jalan Kapas No.9 Yogyakarta 55166
1
rezaagustinnn@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to examine the relationship between religiosity and


empathy with the prosocial behavior of adolescents in Madrasah Aliah Nurul Ali.
The research subjects involved were students of classes X, XI, and XII totaling
60 students. This research was carried out using quantitative methods using
three likert scales, namely prosocial behavior, religiosity, and empathy.
Sampling was carried out with a simple random sampling technique, while the
analysis of research data used multiple regression analysis techniques. The
results of this study show that there is a very significant relationship between
religiosity and empathy with prosocial behavior (0.00 < 0.01). There is a
significant relationship between religiosity and prosocial behavior (0.012 <
0.05). There was a significant association between empathy and prosocial
behavior (0.014 < 0.05). The conclusion of this study is that there is a very
significant relationship between religiosity and empathy with the prosocial
behavior of adolescents in Madrasah Aliah Nurul Ali. The effective contribution
of religiosity and empathy together to prosocial behavior was 27%.

Keywords: prosocial behavior, religiosity, empathy

iii
PENDAHULUAN
Perspektif psikologi Islam menggambarkan manusia sebagai makhluk

yang memiliki bentuk sebaik-baiknya dibandingkan dengan makhluk lainnya di

muka bumi (Reza, 2017). Meskipun memiliki bentuk sebaik-baiknya

dibandingkan dengan makhluk lainnya di muka bumi, manusia tetaplah tidak

bisa lepas dari manusia lain dan lingkungan sosialnya karena manusia juga

merupakan makhluk sosial. Nasdian (2015) menyatakan manusia sebagai

makhluk sosial memiliki arti bahwa dalam proses perkembangannya, manusia

bergantung pada sesamanya, organisasi sosial, dan masyarakat. Manusia

bergantung satu sama lain agar dapat bertahan hidup (survival), khususnya

dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik, sosial, dan emosional. Manusia akan

selalu membutuhkan manusia lain dan membutuhkan wadah untuk melakukan

kegiatan tersebut.

Kebutuhkan manusia akan manusia lainnya untuk memenuhi

kebutuhan dan mencapai tujuan hidupnya tersebutlah yang menyebabkan

manusia perlu mengembangkan perilaku prososial dalam kehidupan sehari-

hari. Islam juga memerintahkan umatnya untuk mengembangkan perilaku

prososial satu sama lainnya dalam kebajikan dan takwa (Hasan, 2006). Hal

tersebut disampaikan oleh Allah melalui firmannya dalam QS. Al – Maidah Ayat

2 yang artinya “Dan bertolong-tolonglah kamu atas kebajikan dan takwa dan

janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

1
2

Perilaku prososial merupakan perilaku yang cukup penting untuk

dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, namun sayangnya

kecenderungan perilaku prososial dikalangan masyarakat mengalami

penurunan terutama di kalangan remaja. Menurunnya perilaku prososial

dikalangan remaja dapat dilihat berdasarkan laporan Hidayat (2022) terkait

kasus kriminalitas yang dilakukan remaja yaitu klitih di Yogyakarta. Kasus

tersebut sempat menjadi viral beberapa waktu lalu dikarenakan memakan

korban jiwa. Polisi mengamankan barang bukti berupa celurit, pedang, serta

gear sepeda motor yang diduga digunakan pelaku untuk menyerang korban

hingga meninggal.

Fenomena menurunnya perilaku prososial remaja juga dapat dilihat

berdasarkan berita yang dilaporkan oleh Ansori (2022) terkait kasus bullying

yang dilakukan oleh pelajar SMA di Cirebon kepada penyandang disabilitas.

Kasus ini juga sempat menjadi viral dikarenakan video perudungan tersebut

menyebar di media sosial. Video tersebut menunjukkan sekelompok remaja

berseragam SMA tanpa ampun melakukan kekerasan fisik kepada korban

seperti menekan-nekan punggung korban dengan sepatu dan menginjak-injak

pundak korban.

Berdasarkan fenomena menurunnya perilaku prososial remaja yang

telah dijelasakan pada paragraf sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengkaji

lebih dalam terkait perilaku prososial pada remaja. Oleh sebab itu, peneliti

melakukan wawancara penjajagan kepada tiga siswa Madrasah Aliah Nurul Ali
3

dengan menggunakan aspek-aspek perilaku prososial yang disampaikan oleh

Eisenberg dkk. (2006) sebagai acuan. Adapun aspek-aspek perilaku prososial

yang disampaikan oleh Eisenberg dan Mussen diantaranya yaitu aspek

berbagi, menolong, kerjasama, bertindak jujur, dan menyumbang. Hasil

wawancara peneliti dengan tiga orang siswa Madrasah Aliah Nurul Ali pada 21

Maret 2022 menunjukkan bahwa ketiga siswa tersebut bersedia berbagi kepada

teman-temannya. Hal tersebut tercermin melalui kesediaan mereka berbagi

kiriman berupa barang dari orang tua mereka masing-masing. Ketiga siswa

tersebut juga menyatakan bahwa mereka bersedia untuk saling tolong

menolong malnya ketika terdapat teman yang sakit, maka mereka bersedia

untuk merawat teman yang sakit tersebut. Selanjutnya ketiga siswa tersebut

menyatakan bahwa mereka kerap turut serta menyumbang ketika terdapat

penggalangan dana untuk korban bencana karena ajakan dari teman-teman

yang lain dan bukan karena inisiatif dalam dirinya sendiri. Selain itu, ketiga

siswa tersebut juga menyatakan bahwa mereka terkadang bekerjasama ketika

mengerjakan tugas sekolah. Ketiga siswa tersebut juga mengakui bahwa

mereka kerap kali saling mencontek ketika sedang ujian.

Beberapa permasalahan yang telah diuraikan pada paragraf

sebelumnya merupakan bukti terjadinya penurunan perilaku prososial di

kalangan remaja. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Arifah & Haryanto (2018) kepada 139 responden. Penelitian tersebut

menunjukkan hasil terdapat 66% responden yang memiliki perilaku prososial


4

pada kategori rendah. Hal ini menjadi gambaran nyata bahwa masih terdapat

beberapa remaja yang belum mampu mengembangkan perilaku prososial di

lingkungan sosialnya.

Penurunan perilaku prososial pada remaja akan memberikan dampak

negatif berupa remaja menjadi pasif, menutup diri dari lingkungan sosial

disekitarnya, tertutup dengan keluarga dan merasa tidak peduli terhadap

lingkungan sosial disekitarnya. Padahal pada usia remaja, mereka memiliki

tugas perkembangan diantaranya yaitu menerima fisiknya sendiri berikut

keragaman kualitasnya, mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau

figur-figur yang mempunyai otoritas, mengembangkan ketrampilan komunikasi

intrapersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain,

menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan

dirinya sendiri, memperkuat kontrol diri atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip

atau falsafah hidup, serta mampu meninggalkan reaksi penyesuaian diri dari

sikap atau perilaku kekanak-kanakan (William Kay dalam Yusuf, 2009).

Berdasarkan hal tersebut maka kemampuan untuk mengembangkan perilaku

prososial menjadi sangat penting.

Eisenberg dkk. (2006) mendefinisikan perilaku prososial sebagai

tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau menguntungkan

individu atau kelompok individu lain dan tindakan tersebut dapat dilakukan

karena berbagai alasan. Eisenberg & Mussen (1989) menyatakan bahwa

terdapat lima aspek dalam perilaku prososial yang meliputi:


5

a. Berbagi (sharing). Berbagi merupakan kesediaan individu unutk berbagi

perasaan dengan orang lain dalam suasa suka maupun duka

b. Menolong (helping). Menolong merupakan kesediaan individu untuk

menolong orang lain yang sedang berasa dalam kesulitan baik berupa

pertolongan moril maupun materiel. Menolong meliputi membantu orang

lain, memberikan informasi yang bermanfaat, menawarkan bantuan kepada

orang lain, dan melakukan sesuatu yang dapat menunjang berlangsungnya

kegiatan orang lain.

c. Kerjasama (cooperating). Kerjasama merupakan kesediaan individu untuk

bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

d. Bertindak jujur (honesty). Bertindak jujur merupakan kesediaan individu

untuk melakukan sesuatu atau berperilaku seperti apa adanya dan tidak

berbuat curang kepada orang lain.

e. Menyumbang (donating). Menyumbang merupakan kesediaan individu

untuk memberikan sebagian barang miliknya kepada orang yang lebih

membutuhkan secara suka rela.

Penurunan perilaku prososial pada remaja akan memberikan dampak

negatif berupa remaja menjadi pasif, menutup diri dari lingkungan sosial

disekitarnya, tertutup dengan keluarga dan merasa tidak peduli terhadap

lingkungan sosial disekitarnya. Hal tertentu sudah pasti merugikan karena pada

usia remaja, manusia memiliki tugas perkembangan diantaranya yaitu

mengembangkan ketrampilan komunikasi intrapersonal dan belajar bergaul


6

dengan teman sebaya atau orang lain, memperkuat kontrol diri atas dasar skala

nilai, memiliki prinsip-prinsip atau falsafah hidup, serta mampu meninggalkan

reaksi penyesuaian diri dari sikap atau perilaku kekanak-kanakan (William Kay

dalam Yusuf, 2009).

Masa remaja adalah masa perkembangan yang merupakan masa

transisi dari anak-anak menuju dewasa dengan rentang usia mulai dari 10

tahun hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun sampai dengan 21

tahun (King, 2014). Roger Baker dalam Yusuf (2009) mendefinisikan remaja

sebagai masa transisi antara masa anak dan dewasa. Erikson dalam Yusuf

(2009) juga menyatakan bahwa remaja merupakan masa berkembangnya

identity. Identity merupakan vocal point dari pengalaman remaja karena semua

krisis normatif yang sebelumnya telah memberikan kontribusi kepada

perkembangan identitas ini. Apabila remaja gagal dalam mengembangkan rasa

identitasnya, maka remaja akan kehilangan arah. Hal tersebut memberikan

dampak negatif bagi remaja karena mereka akan mengembangkan perilaku

menyimpang (deliquent), melakukan kriminalitas, bahkan menutup diri

(mengisolasi diri) dari lingkungan masyarakat. Dampak negatif tersebutlah yang

menjadi salah satu alasan menurunnya perilaku prososial dikalangan remaja.

Eisenberg dkk. (2006) menemukan tujuh faktor yang dapat

memengaruhi perilaku prososial seseorang diantaranya yaitu faktor biologis,

keanggotaan kelompok atau budaya, pengalaman sosialisasi, proses kognitif,

respon emosional, karakteristik individu, dan kondisi situasional. Faktor


7

keanggotaan kelompok atau budaya dijelaskan sebagai terbentuknya sifat dan

perilaku individu tidak akan terlepas dari budaya masyarakat tempat individu

tersebut tinggal. Hal tersebut menyebabkan budaya masyarakat setempat

diyakini dapat mengarahkan perilaku, motivasi, orientasi, dan nilai-nilai yang

diyakini individu termasuk didalamnya nilai agama. Religiusitas merupakan

salah satu nilai agama yang berkembang di Indonesia. Oleh sebab itu,

religiusitas diyakini menjadi salah satu pendorong individu untuk berperilaku

prososial.

Religiusitas merupakan tingkatan pengetahuan, kekuatan iman,

kekuatan implementasi ibadah dan akhlak, serta kedalaman pemahaman

individu terkait agama yang dipeluknya (Nashori & Mucharam, 2002). Ancok &

Suroso (1994) menyatakan lima dimensi dalam religiusitas yang terdiri dari:

a. Dimensi keyakinan (akidah Islam). Dimensi keyakinan merujuk pada tingkat

keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya,

terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik.

b. Dimensi peribadatan (praktik agama). Dimensi peribadatan merujuk pada

tingkat kepatuhan seorang muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan

ritual sebagaimana yang telah diperintahkan dan dianjurkan oleh agama

Islam.

c. Dimensi pengalaman (akhlak). Dimensi pengalaman merujuk pada tingkatan

seorang muslim dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran-ajaran

agamanya.
8

d. Dimensi pengetahuan (ilmu). Dimensi pengetahuan merujuk pada tngkat

pengetahuan dan pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajaran

agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya.

e. Dimensi penghayatan (pengalaman). Dimensi penghayatan merujuk pada

tingkatan seorang muslim dalam merasakan dan memaknai pengalaman-

pengalaman religius.

Faktor lain yang dapat memengaruhi seseorang berperilaku prososial

menurut Eisenberg dkk. (2006) yaitu faktor karakteristik individu. Karakteristik

individu yang dimaksud diantaranya yaitu jenis kelamin, tingkat perkembangan

usia, tipe kepribadian, karakter tertentu pada individu yang relatif menetap, cara

individu mengelola emosi diri sendiri dan orang lain dengan positif, hasil belajar

individu, dan kemampuan individu untuk berempati. Empati merupakan

keadaan afektif yang kongruen yang dirasakan oleh seseorang sebagai bentuk

perwakilan terhadap keadaan atau kondisi emosional orang lain (Eisenberg &

Mussen, 1989). Davis (1983) menyebutkan bahwa terdapat empat aspek

empati diantaranya yaitu:

a. Perspective taking, merupakan kecenderungan seseorang untuk mengambil

sudut pandang orang lain secara spontan.

b. Fantasy, merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka

secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter

imajinasi dalam sebuah karya seperti buku, film, dan sandiwara yang dibaca

maupun ditonton lainnya.


9

c. Emphatic concern, merupakan perasaan simpati seseorang yang

berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang

dialami oleh orang lain.

d. Personal distress, merupakan kecemasan pribadi yang berorientasi pada

diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting interpersonal tidak

menyenangkan.

Religiusitas dan empati menjadi dua faktor yang dapat memengaruhi

perilaku prososial karena seseorang yang religius akan mencerminkan perilaku

suka menolong, bekerjasama, berderma, menyejahterakan dan

menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan kebenaran,

berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, dan menjaga amanat

(Ancok & Suroso, 2005). Sedangkan orang yang memiliki empati tinggi akan

mampu merasakan keadaan emosional orang lain, mengambil perspektif orang

lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah orang lain tersebut

(Baron & Byrne, 2003).

Terdapat tiga tujuan dalam penelitian ini yaitu pertama, untuk menguji

hubungan antara religiusitas dan empati dengan perilaku prososial. Kedua,

menguji hubungan antara religiusitas dengan perilaku prososial. Ketiga,

menguji hubungan antara empati dengan perilaku prososial. Berdasarkan

ketiga tujuan tersebut, maka peneliti mengajukan tiga hipotesis penelitian

diantaranya yaitu pertama, terdapat hubungan antara religiusitas dan empati

dengan perilaku prososial. Kedua, terdapat hubungan antara religiusitas


10

dengan perilaku prososial. Ketiga, terdapat hubungan antara empati dengan

perilaku prososial.
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kuantitatif dengan

menggunakan tiga skala psikologi yaitu skala perilaku prososial sebanyak 16

aitem, skala religiusitas sebanyak 15 aitem, dan skala empati sebanyak 20

aitem. Populasi dalam penelitian ini merupakan siswa kelas X, XI, dan XII

Madrasah Aliah Nurul Ali dengan subjek penelitian sebanyak 60 siswa yang

teridiri dari 24 siswa kelas X, 22 siswa kelas XI, dan 14 siswa kelas XII. Teknik

pengumpulan data menggunakan teknik probability sampling dengan jenis

simple random sampling. Analisis data penelitian dilakukan dengan

menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor (ANAREG dua prediktor).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji hubungan antara

religiusitas dan empati dengan perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah

Nurul Ali. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap hipotesis

penelitian, diperoleh hasil uji hipotesis berupa koefisien korelasi religiusitas dan

empati dengan perilaku prososial sebesar R = 0,520 dengan p = 0,000 (p <

0,01). Berdasarkan informasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang sangat signifikan antara religiusitas dan empati dengan perilaku

prososial remaja di Madrasah Aliah Nurul Ali. Hal ini berarti bahwa semakin

tinggi skor religiusitas dan empati pada individu, maka akan semakin tinggi pula

perilaku

10
11

prososialnya. Begitu pula sebaliknya, jika skor religiusitas dan empati individu

semakin renadah, maka akan semakin rendah pula perilaku prososialnya.

Hasil uji hipotesis minor pertama menunjukkan koefisien korelasi (r)

religiusitas dengan perilaku prososial sebesar 0,326 dan taraf signifikansi p =

0,012 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara religiusitas dengan perilaku prososial remaja di Madrasah

Aliah Nurul Ali. Hal ini memiliki arti semakin tinggi religiusitas maka semakin

tinggi pula perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah Nurul Ali. Begitupun

sebaliknya, semakin rendah religiusitas maka semakin rendah pula perilaku

prososial remaja di Madrasah Aliah Nurul Ali. Temuan dalam penelitian ini

sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ancok & Suroso, (1994) yang

menyatakan bahwa dimensi pengalaman (akhlak) dalam religiusitas dapat

memengaruhi perilaku prososial. Seseorang yang religius akan cendering

memiliki perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, menyejahterakan

dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadlian da dan

kebenaran, berlaku jujur, pemaaf, menjaga lingkungan hidup, dan menjaga

amanat.

Hasil uji hipotesis minor kedua menunjukkan koefisien korelasi (r)

variabel empati dengan perilaku prososial sebesar 0,318 dan taraf signifikansi p

= 0,014 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara empati dengan perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah

Nurul Ali. Semakin tinggi empati maka semakin tinggi pula perilaku prososial
12

remaja di Madrasah Aliah Nurul Ali. Begitupun sebaliknya, semakin rendah

empati maka semakin rendah pula perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah

Nurul Ali. Temuan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Baron & Byrne

(2003) yang menyatakan bahwa empati dapat memengaruhi perilaku prososial.

Seseorang yang memiliki empati tinggi akan mampu merasakan keadaan

emosional orang lain, mengambil sudut pandang orang lain, dan merasa

simpatik sehingga akan mencoba menyelesaikan masalah orang lain tersebut.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap variabel yang diteliti,

dapat diketahui bahwa secara umum perilaku prososial, religiusitas, dan empati

siswa di Madrasah Aliah Nurul Ali berada pada kategori sedang. Hasil analisis

deskriptif perilaku prososial menunjukkan terdapat 10 (16,7%) siswa yang

memiliki perilaku prososial pada kategori tinggi, siswa yang memiliki perilaku

prososial pada kategori sedang sebanyak 39 (65%) dan 11 (18,3%) siswa yang

memiliki perilaku prososial pada kategori rendah. Hasil analisis deskriptif

religiusitas menunjukkan terdapat terdapat 10 (16,7%) siswa yang memiliki

religiusitas pada kategori tinggi, siswa yang memiliki religiusitas pada kategori

sedang sebanyak 41 (68,3%) dan 9 (15%) siswa yang memiliki religiusitas pada

kategori rendah. Hasil analisis deskriptif empati menunjukkan terdapat 7

(11,7%) siswa yang memiliki empati pada kategori tinggi, siswa yang memiliki

empati pada kategori sedang sebanyak 46 (76,%) dan 7 (11,7%) siswa yang

memiliki empati pada kategori rendah.


13

Peneliti menyadari bahwa tedapat banyak keterbatasan dalam

penelitian ini yang menyebabkan penelitian ini masih jauh dari yang diharapkan

dan sempurna. Adapaun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu proses

penyebaran skala yang tidak semuanya dilakukan oleh peneliti melainkan

dibantu oleh wali kelas dikarenakan peneliti tidak diizinkan berinteraksi secara

langsung dengan siswa laki-laki. Hal tersebut menyebabkan peneliti tidak dapat

mengawasi secara langsung seluruh sujek penelitian. Kondisi subjek yang tidak

membawa gadget karena sekolah sembari mondok juga menyebabkan siswa

kesulitan dalam mengakses penelitian ini. Kelebihan dari penelitian ini yaitu

informasi yang diperoleh guna menambah kajian ilmiah khususnya dalam

bidang perkembangan ilmu psikologi sosial dan psikologi islami.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara religiusitas

dan empati dengan perilaku prososial remaja di Madrasah Nurul Ali, terdapat

hubungan yang signifikan antara religiusitas dan perilaku prososial remaja di

Madrasah Aliah Nurul ali, dan terdapat hubungan yang signifikan anatara

empati dengan perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah Nurul Ali.

Sumbangan efektif yang diberikan religiusitas dan empati secara bersama-

sama terhadap perilaku prososial yaitu sebesar 27%. Sumbangan efektif yang

diberikan religiusitas terhadap perilaku prososial yaitu sebesar 13,8%.


14

Sumbangan efektif yang diberikan empati terhadap perilaku prososial yaitu

sebesar 13,2%.

Berdasarakan hasil penelitian yang sudah dilakukan terkait hubungan

religiusitas dan empati dengan perilaku prososial remaja di Madrasah Aliah

Nurul Ali, maka peneliti dapat memberikan saran agar hasil penelitian ini dapat

dijadikan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya. Diharapkan penelitian ini

dapat dikembangkan dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang

mempengaruhi perilaku prososial remaja, sehingga dapat memperluas

pengetahuan mengenai faktor-faktor lain yang memengaruhi perilaku prososial

yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti juga menyarankan

kepada peneliti selanjutnya untuk memperhatikan karakteristik dari subjek

penelitian dan jumlah sampel yang digunakan. Peneliti juga menyarankan

kepada peneliti selanjutnya untuk memperbanyak aitem uji coba skala untuk

menghindari banyaknya aitem yang gugur ketika analisis aitem uji coba

dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin & Suroso, F. N. (2005). Psikologi islami. Pustaka Pelajar.

Ancok, D., & Suroso, F. N. (1994). Psikologi islami: Solusi Islam atas problem-
problem psikologi. Pustaka Pelajar.

Ansori, A. N. Al. (15 September 2022). Heboh kasus bullying disabilitas oleh
pelajar SMA di Cirebon, begini tanggapan KND.
https://m.liputan6.com/amp/5080517/heboh-kasus-bullying-disabilitas-oleh-
pelajar-sma-di-cirebon-begini-tanggapan-knd

Arifah, S. F., & Haryanto, H. C. (2018). Perilaku prososial siswa SMA atau
sederajat yang mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. NQUIRY Jurnal Ilmiah
Psikologi, 9(2), 125–140.

Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial. Erlangga.

Davis, M. H. (1983). Measuring individual differences in empathy: Evidence for


a multidimensional approach. Journal of Personality and Social
Psychology, 44(1), 113–126. https://doi.org/10.1037/0022-3514.44.1.113

Eisenberg, N., Fabes, R. A., & Spinrad, T. L. (2006). Prosocial development (6td
editio). John Wiley & Sons.

Eisenberg, N., & Mussen, P. H. (1989). The roots of prosocial behavior in


children. Cambridge University Press.

Hasan, A. B. P. (2006). Psikologi perkembangan islami. Raja Grafindo Persada.

Hidayat, W. (2022). Lima tersangka kasus klitih Yogyakarta berhasil ditangkap.


https://www.republika.co.id/berita/ra5vxr283/lima-tersangka-kasus-klitih-
yogyakarta-berhasil-ditangkap

King, A. L. (2014). Psikologi umum: Sebuah pandangan apresiatif (1st editio).


Salemba Humanika.

Nasdian, F. T. (2015). Sosiologi umum. Buku Obor.

Reza, I. F. (2017). Teori dan praktik psikoterapi islam. NoerFikri Offset.

Yusuf, S. (2009). Psikologi perkembangan anak & remaja. Remaja Rosdakarya


Bandung.

15

Anda mungkin juga menyukai