Anda di halaman 1dari 11

ISSN: 2339-0042 (p)

Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

RESILIENSI ANAK YANG PERNAH BERHADAPAN DENGAN


HUKUM
1
Annisa Dianesti Dewi, 2Taufik
1,2
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

S300200013@student.ums.ac.id1; Taufik@ums.ac.id2

Submitted : 28 Agustus 2021; Accepted : 12 Juli 2022; Published : 12 Agustus 2022

ABSTRAK
Resiliensi individu yang pernah menjadi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dapat
menentukan bagaimana mereka bangkit ketika mereka merasa terpuruk dengan keadaan-
keadaan yang menekannya selama di penjara dan setelah bebas dari penjara. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Karakteristik informan
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah empat orang Anak yang pernah Berhadapan
dengan Hukum, pernah menjalani kehidupan di Lembaga Permasyarakatan Khusus Anak
(LPKA), dan pernah mendapatkan pendampingan dari Yayasan Sahabat Kapas. Dari hasil data
yang diperoleh upaya keempat informan bangkit dari keterpurukannya diawali dengan usaha
menerima statusnya sebagai ABH selama kurang lebih tiga hingga delapan bulan. Dalam
jangka waktu tersebut, keempat ABH berusaha mengubah emosi negatif sebagai akibat dari
permasalahan yang ia hadapi menjadi proses belajar. Faktor protektif juga memegang
peranan penting dalam kemampuan resiliensi ABH yang berasal dari keluarga, terutama ibu
yang selalu mendukung mereka, tetangga yang masih menerima mereka, teman yang
memberikan pengaruh positif, dan kegigihan mereka dalam mengembangkan bakat maupun
dalam bekerja. Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi anak yang berhadapan dengan
hukum agar mampu menghadapi kehidupannya di lingkungan tertutup dengan lebih terarah,
bersikap positif, dan adaptif. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan
pertimbangan dalam memberikan intervensi kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

Kata kunci : Anak yang berhadapan dengan hukum, Penjara, Resiliensi.

ABSTRACT
The resilience of individuals who have been children in conflict with the law (ABH) can
determine how they rise when they feel down with the stressful conditions during their
imprisonment and after being released from prison. This study uses a qualitative method with
a phenomenological approach. The characteristics of the informants needed in this study are
four children who have faced the law, have lived in the Special Child Correctional Institution
(LPKA), and have received assistance from the Sahabat Kapas Foundation. From the results
of the data obtained, the efforts of the four informants to rise from adversity began with
efforts to accept their status as ABH for approximately three to eight months. During this time,
the four ABHs tried to turn the negative emotions as a result of the problems they faced into
a learning process. Protective factors also play an important role in the resilience ability of
ABH who come from families, especially mothers who always support them, neighbors who
still accept them, friends who provide a positive influence, and their persistence in developing
talents and at work. This research is expected to motivate children who are in conflict with
the law to be able to face their lives in a closed environment with a more focused, positive,
and adaptive attitude. In addition, this research can be used as material for information and
consideration in providing interventions to children who are in conflict with the law.

Keywords: Children in conflict with the law, Prison, Resilience.

34
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

PENDAHULUAN motor liar, menggunakan narkoba, serta


Kasus kekerasan yang menjamur di bermain judi online.
kalangan remaja tidak kunjung menurun. Perspektif psikologi humanisik meyakini
Alifah, Prihartanti, dan Rosyidi (2015) bahwa setiap individu memiliki potensi di dalam
memaparkan data warga binaan Lembaga dirinya untuk berkembang sehat dan kreatif.
Permasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kelas IA Apabila individu mau menerima tanggung
Kutoarjo bulan Mei 2015 dimana Anak yang jawab atas dirinya sendiri, ia akan menyadari
Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang potensinya, mengatasi pengaruh kuat dari
terjerat kasus kekerasan seksual menepati pendidikan orang tua, sekolah, dan tekanan
posisi tertinggi yaitu sebanyak 42 orang, sosial lainnya. Pendekatan psikologi humanistik
pembunuhan berencana sebanyak 5 orang, mengarahkan pusat perhatiannya kepada
pembunuhan anak sebanyak 2 orang, manusia sehat, kreatif, dan mampu
perampokan sebanyak 2 orang, penganiayaan mengaktualisasikan diri. Maslow
sebanyak 1 orang, KDRT sebanyak 1 orang. mengemukakan dua jalur untuk mencapai
Sehingga terdapat 53 orang ABH dengan kasus aktualisasi diri, salah satunya adalah
kekerasan dari total penghuni 61 orang ABH. pengalaman puncak yang menyebabkan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan individu menjadi lebih religious, mistikal,
memaparkan data dari ABH yang menjadi sholeh, dan indah. Selain itu, aktualisasi diri
pelaku tindak pidana di Indonesia per bulan juga menyebabkan individu dapat merasa yakin
Februari 2020 dengan jumlah 1915 narapidana dan percaya diri. Resiliensi memiliki keterkaitan
anak dan 757 tahanan anak. Rekapan laporan erat dengan pandangan psikologi positif yang
mengenai jumlah penghuni LPKA Kelas IIA berakar dari madzhab atau aliran psikologi
Kutoarjo oleh Direktorat Jenderal humanistik. Seligman dan Csikszentmihalyi
Pemasyarakatan (2011) di bulan Desember menyatakan bahwa psikologi positif
2019, terdapat peningkatan 33% ABH dari menekankan studi tentang kekuatan dan
bulan Desember 2018, dimana saat ini ABH kebajikan manusia dengan tujuan untuk
berjumlah 66 anak. memahami dan memfasilitasi hasil
Anak yang berhadapan dengan hukum, perkembangan positif dalam diri individu
khususnya pelaku tindak pidana memiliki (Hendriani, 2018).
kesulitan tersendiri dalam menghadapi Rezaliano dan Humsona (2018) mengulas
permasalahan di dalam dirinya maupun dengan kendala dalam proses pembinaan beberapa
lingkungannya. ABH memiliki konsep diri yang ABH yang tidak terbuka dengan pembimbing
negatif dimana mereka dianggap bermasalah, kemasyarakatan atau wali anak sehingga wali
pembuat onar, tidak berguna, memalukan, dan tidak dapat mengetahui permasalahan anak di
tidak dapat dipercaya oleh orang lain. Mereka dalam LPKA. Berdasarkan data yang didapatkan
menganggap diri mereka sering dibicarakan dari Penelitian Kemasyarakatan atau Litmas
dan tidak dianggap oleh orang sekitarnya, serta (dalam Pasudewi, 2012) gejala stress ketika
merasa memalukan nama keluarganya karena akan sidang maupun wajib lapor tampak pada
masuk penjara. ABH pada umumnya memiliki ABH sebesar 80%. Resiliensi yang tinggi
citra diri yang negatif, mereka menganggap dibutuhkan oleh remaja ketika menempuh
bahwa cita-cita dan keinginan tidak akan proses pembinaan hingga mereka
tergapai apabila sudah memiliki catatan mampu menghadapi tekanan peradilan.
kriminal (Permatahati, Dewi, Karyani, & Resiliensi adalah mekanisme dinamis yang
Baiturohmah, 2019). Dinamika psikologis ABH menyertakan peran beragam faktor individual,
dengan kasus pembunuhan dalam penelitian sosial, dan lingkungan yang menggambarkan
Alifah, Prihartanti, dan Rosyidi (2015) diawali kapasitas dan ketangguhan seseorang untuk
dari ketidakharmonisan keluarga yang bangkit dari permasalahan emosional negatif
memotivasi anak untuk mencari kenyamanan ketika menghadapi situasi yang menekan atau
melalui teman-temannya. Hal tersebut mengandung kendala yang signifikan
dilakukan ABH karena perasaan frustasi, (Hendriani, 2018). Resiliensi juga dapat
tertekan serta konflik dalam diri. Dari teman- diartikan sebagai keterampilan tersembunyi
temannya tersebut, ABH mulai mengimitasi yang muncul pada seorang remaja ketika
budaya serta kebiasaan buruk seperti merokok, mengalami tekanan yang mengancam
mengonsumsi minuman keras, bemain balap keseimbangan psikologis terhadap
kebahagiaannya. Kebahagiaan sebagai tujuan

35
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

hidup dalam situasi ini adalah kemauan akan dipindahkan ke LPKA karena banyaknya
keberhasilan, mewujudkan keluarga yang peraturan. Dalam menghadapi situasi yang
bahagia secara lahir dan batin, mempunyai menekannya selama berada di penjara, ABH
hidup yang lebih berkualitas, memiliki menggunakan peran individualnya untuk
kepribadian yang bersemangat, serta menyesuaikan diri, seperti beribadah maupun
menyusun masa depan yang lebih baik membuat kalimat-kalimat motivasi dalam buku
(Ruswahyuningsih & Afiatin, 2015). gambar, serta memanfaatkan lingkungan
Penelitian yang dilakukan oleh Reivich dan sosialnya yaitu dengan adanya teman untuk
Shatte (2002) selama kurang lebih 15 tahun di berbagi cerita maupun bercanda satu sama lain
Universitas Pennsylvania mengungkapkan sehingga menjadi dorongan ketika mereka
bahwa resiliensi memegang peranan penting berusaha bangkit dari keadaannya yang
dalam hidup individu, yang mana resiliensi menekan.
merupakan hal yang esensial bagi kesuksesan Penelitian ini bertujuan untuk memahami
dan kebahagiaan. Kepribadian resilien lebih dalam bagaimana gambaran resiliensi
berkaitan dengan karakteristik individu yang pada individu yang pernah menjadi anak yang
tercermin dari usaha-usahanya untuk selalu berhadapan dengan hukum (ABH). Penelitian
mempertahankan atau selalu kembali pada ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
kondisi atau perasaan baik yang dialaminya. pengetahuan yang berarti bagi perkembangan
Secara psikologis, kondisi atau perasaan baik ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi
tersebut identik dengan emosi positif atau klinis, pendidikan dan sosial, yang berkaitan
perasaan senang. Emosi positif tidak lain adalah dengan resiliensi anak yang berhadapan
kondisi kebahagiaan yang selama ini selalu dengan hukum. Berdasarkan uraian di atas,
diinginkan oleh semua individu. Dengan remaja yang menjalani kehidupan di lingkungan
demikian, semakin individu mampu tertutup, yaitu penjara, memiliki kebebasan
menemukan kepribadian resilien di dalam berperilaku yang terbatas. Segala perilaku
dirinya, semakin besar peluang untuk mencapai remaja dibatasi oleh peraturan didalam penjara
kondisi atau perasaan bahagia (Tuwah, 2016). dan juga kebiasaan senioritas yang terjadi di
Individu yang resiliensi memiliki 7 (tujuh) dalam penjara sehingga memunculkan tekanan
faktor yang membangun resiliensi pada dalam diri remaja. Hakikatnya, ABH
seseorang (Reivich & Shatte, 2002) yaitu; a. memerlukan resiliensi ketika menjalani
Regulasi emosi, kemampuan untuk tetap kehidupannya sehingga tidak mengalami stres
tenang dan fokus ketika pada keadaan berlebihan hingga depresi. Oleh karena itu,
tertekan; b. Pengendalian impuls, penguasaan peneliti ingin meneliti mengenai “Bagaimana
individu untuk mengendalikan diri atas segala Gambaran Resiliensi Individu yang Pernah
dorongan, kemauan, dan dalam Menjadi ABH dan Faktor Apa Saja yang
mengendalikan setiap dorongan, keinginan, Mempengaruhi Resiliensi ABH?”.
dan tekanan yang muncul dari dalam diri; c.
Optimis, kepercayaan diri mampu memecahkan METODE PENELITIAN
masalah dan keyakinan mempunyai masa Metode penelitian yang digunakan yaitu
depan yang cemerlang; d. Empati, keahlian metode kualitatif dengan pendekatan
untuk membaca situasi emosional dan fenomenologis. Informan penelitian dipilih
psikologis orang lain; e. Kemampuan analisis secara purposif, yaitu menentukan partisipan
masalah, keahlian seseorang untuk secara penelitian dengan karakteristik tertentu sesuai
cermat mengidentifikasi penyebab masalah tujuan penelitian. Karakteristik partisipan pada
yang dihadapi; f. Efikasi diri, keyakinan diri penelitian ini adalah anak yang pernah
individu untuk berhasil menyelesaikan masalah berhadapan dengan hukum, pernah menjalani
yang mereka hadapi; g. Peningkatan aspek kehidupan di LPKA, dan pernah mendapatkan
positif, keahlian seseorang untuk menafsirkan pendampingan dari Yayasan Sahabat Kapas.
masalah yang dihadapi sebagai kekuatan di Berikut adalah tabel karakteristik informan
masa depan. penelitian:
Berdasarkan data awal, peneliti
menemukan bahwa ABH memiliki tekanan
psikologis yang signifikan seperti perlakuan
yang tidak menyenangkan dari ABH lain,
tekanan sebelum pelaksanaan sidang, jenuh
ketika di penjara, dan kegelisahan ketika akan

36
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

Informan 1 2 3 4
Nama. MSF MA SH KA
Usia Saat ini ± 17 tahun ±19 tahun ±16 tahun ± 19 tahun
Usia Saat di dakwa ± 16 tahun ± 17 tahun ± 14 tahun ± 17 tahun
Jenis Kelamin Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki
Pendidikan Terakhir SMP SMP SMP SMP
Riwayat Kesehatan Pernah merokok, Pernah Pernah Pernah merokok,
minum-minuman merokok. merokok. minum-minuman
keras. keras.
Pasal Persetubuhan, Pencabulan, 76E Pengeroyokan Persetubuhan, Pasal
Pasal 81 Undang- Jo Pasal 82 ayat pasal 170 81 ayat (1)
Undang (1). KUHP. UU No. 17 Tahun
Perlindungan Anak 2016.
(UUPA).
Vonis 2 tahun 6 bulan. 5 tahun. 4 tahun. 1 tahun 2 bulan.
Mengajukan Iya Iya Iya Tidak
Pembebasan
Bersyarat
Remisi 2 bulan 15 hari 2 bulan 4 bulan 2 bulan
Lamanya menjalani ± 1 tahun 1 bulan. ± 2 tahun 2 ± 1 tahun 10 ± 1 tahun.
hukuman bulan. bulan.
Tinggal Dengan Ibu dan Ayah Ibu Ibu Ibu dan Adik-adik
Pekerjaan Ayah Tidak bekerja Pedagang Buruh PKL-Jualan Bakso
Pekerjaan Ibu Pedagang Pedagang IRT IRT

Teknik pengumpulan data dalam penelitian pernah berhadapan dengan hukum yang
ini dengan melakukan wawancara kepada anak berjumlah enam orang. Pembahasan pada
yang pernah berhadapan dengan hukum penelitian ini didapatkan dari hasil penelitian,
melalui telepon seluler. Sifat wawancara pada dimulai dari permasalahan yang dihadapi oleh
penelitian ini yaitu semi terstruktur. Peneliti ABH, cara ABH menghadapi permasalahan
telah menyediakan guide interview sebagai sebagai bentuk resiliensi, serta faktor yang
panduan untuk melakukan wawancara, namun mempengaruhi resiliensi anak yang
pada penggunaannya menyesuaikan dengan berhadapan dengan hukum.
kondisi yang ada, sehingga ketika wawancara Berdasarkan hasil yang didapatkan, peneliti
dilakukan peneliti akan melakukan penggalian akan membahas mengenai proses resiliensi
jawaban lebih dalam, namun tetap terpandu individu yang pernah menjadi ABH, diantaranya
pada guide yang sudah disiapkan. proses penerimaan diri, perbedaan
Pengujian keabsahan data dilakukan ketangguhan informan berdasarkan kasus
dengan uji triangulasi yaitu membandingkan untuk bangkit dari permasalahannya, penilaian
hasil wawancara dari ABH dengan sumber yang diri informan, cara mengatasi masalah, sikap
terkait dengan tema-tema hasil wawancara, empati, optimisme, dan efikasi diri, serta faktor
dalam hal ini yaitu CPR pendampingan ABH yang mempengaruhi resiliensi individu yang
dengan relawan Yayasan Sahabat Kapas. pernah menjadi ABH, diantaranya faktor resiko
Teknik analisis data dilakukan dengan studi dan faktor protektif.
fenomenologis yaitu metode analisis yang
terstruktur dan spesifik mengenai esensi dari Proses Resiliensi Anak Yang Pernah
pengalaman individu untuk mendalami suatu Berhadapan Dengan Hukum
fenomena. Informan memiliki proses penerimaan
dirinya sebagai seorang ABH yang bervariasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Informan MSF merasa terpukul dan stres
Penelitian ini bertujuan untuk memahami hingga ingin bunuh diri serta tidak makan
lebih dalam bagaimana gambaran resiliensi beberapa hari ketika awal di penjara. MSF juga
pada anak yang berhadapan dengan hukum. merasa tertekan karena awalnya yang ia
Informan penelitian merupakan anak yang ketahui hanya akan dihukum lima hari, namun

37
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

akhirnya diperpanjang menjadi dua tahun dorongan, keinginan, dan tekanan yang muncul
enam bulan. MSF menerima statusnya sebagai dari dalam diri (Reivich & Shatte, 2002).
ABH setelah ±3 bulan di penjara. Selama Informan SH sering merenung dan merasa
jangka waktu tersebut, MSF berusaha malu ketika awal di penjara. SH juga takut
menenangkan dirinya dengan beribadah seperti karena banyak demonstran yang protes ketika
belajar mengaji dan shalat. Selain itu, MSF juga ia disidang. SH dapat menerima statusnya
sempat merasakan senioritas seperti sebagai ABH setelah ±8 bulan di penjara.
pengeroyokan yang dilakukan ABH lain di LPKA, Selama di penjara, SH menghindari
ia memilih menerima kekerasan tersebut dan pertengkaran yang membuat ia trauma akan
tidak membalas. Seperti yang dikatakan MSF perkelahian karena hal tersebut berkaitan
ketika ia mengalami kekerasan yang dilakukan dengan kasusnya yaitu pengeroyokan. Meski
ABH lain “Sekeras-kerasnya mereka mukulin, demikian, informan SH sudah ikhlas menjalani
saya nggak akan mati” (W.MSF/724- kehidupannya di LPKA. Ia juga menahan emosi
725/L/19/2020). Sesuai dengan Mir’atannisa, dan mengabaikan orang yang sedang
Rusmana, dan Budiman (2019) mengenai merendahkannya. Ketika SH merasa tertekan,
resiliensi yang digunakan sebagai kemampuan ia biasanya shalat wajib maupun shalat sunah,
adaptasi positif untuk membantu individu serta bercerita dengan teman dan orang tua.
bertahan, mengatasi, menjadi kuat, bahkan Permana (2018), ibadah dapat mengendalikan
berubah dan dapat berkembang walau dalam emosi dan keinginan negatif yang ditandai
keadaan sulit. Dalam hal ini, MSF berusaha dengan ketenangan jiwa dan kesabaran dalam
menjadi resilien dengan menenangkan dirinya melakukan ibadah. Penting bagi individu yang
dan menghadapi keadaan sulitnya ketika ingin meningkatkan resiliensi dimana ketika
ditindas dengan memotivasi dirinya sendiri. individu tidak dapat keluar dari situasi yang
Ketika awal di penjara, informan MA emosional, meningkatkan emosi positif dapat
merasa kacau dan dunia tidak adil karena mengurangi efek emosi negatif, dan mengubah
hukumannya terlalu lama, seperti penilaian terhadap situasi menjadi sesuatu
pernyataannya “Ya nggak adil lah. Orang-orang yang baik.
seumuran saya rata-rata dihukum tiga tahun, Informan SH juga pernah merasa takut
dua tahun setengah, gitu, Kak. kok saya suwi karena harus beradaptasi lagi di LPKA, ia juga
lima tahun gitu, Kak. Masih lama banget” susah berteman, namun ia yakin dapat
(W.MA2/204-207/L/19/2020). MA akhirnya beradaptasi jika ia terus berusaha. Informan SH
dapat menerima statusnya menjadi ABH meyakinkan dirinya dapat melalui hidup di
setelah ±6 bulan di penjara. Menurut Kay penjara karena ada orang lain yang memiliki
(2016) individu dapat menghindari hal yang vonis lebih tinggi, selain itu ada napi dewasa
memunculkan emosi negatifnya. Dalam hal ini, yang menganggap informan seperti anak
MA mengabaikan ABH yang menindasnya, ia sendiri mengatakan kemungkinan informan
memilih diam sebagai usahanya untuk tetap dipidana satu hingga dua tahun. Sejalan
tenang dan introspeksi diri. dengan aspek efikasi diri dalam resiliensi, yaitu
MA juga menyadari betapa susahnya orang keyakinan diri individu untuk berhasil
tua bekerja setelah menjalani kehidupan di menyelesaikan masalah yang mereka hadapi
penjara. Sejalan dengan salah satu aspek (Reivich & Shatte, 2002).
resiliensi yaitu aspek kemampuan analisis Informan KA sering merenung dan merasa
masalah, merupakan keahlian seseorang untuk malu ketika awal di penjara. KA menerima
secara cermat mengidentifikasi penyebab statusnya sebagai ABH dengan rentang waktu
masalah yang dihadapi (Reivich & Shatte, ±3 bulan setelah di penjara. Selama jangka
2002). Selain itu, informan MA tidak menyukai waktu tersebut, KA berusaha menenangkan
kekerasan, terkadang MA juga menikmati saat dirinya dengan berdoa supaya dirinya menjadi
menghukum orang, namun ia merasa tidak lebih baik di masa depan. Namun terkadang KA
terlalu menindas ABH lain. Sehingga ketika ia mudah jengkel ketika ia disepelekan oleh ABH
ingin menghukum ABH yang baru masuk LPKA, lain sehingga ingin melakukan kekerasan.
ia hanya meminta push up dan sit up tanpa Informan KA yang merasa sudah terlalu lama
melakukan kekerasan. Sejalan dengan salah ditindas, berani menantang dan melawan
satu aspek resiliensi yaitu pengendalian impuls, beberapa ABH yang mengeroyoknya dengan
yang merupakan penguasaan individu untuk meminta mereka maju satu per satu. Ketika KA
mengendalikan diri atas segala dorongan, sudah keluar penjara, ia merasa bahwa orang
kemauan, dan dalam mengendalikan setiap sekitarnya memandang rendah, namun ia

38
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

menerima hal tersebut. Seperti halnya yang Informan memberikan gambaran mengenai
dikatakan oleh KA “Ya kayak gimana ya, ya saya penilaian terhadap dirinya masing-masing.
lewat terus saya liatin saya, nggak srek gitu lho. Informan KA merasa dirinya tidak pernah takut
Ya saya biarin aja. Mungkin, apa namanya, ini dengan siapapun dan nekat, seperti ketika ABH
karena perbuatan yang dulu, karena ini cobaan lain berpesan bahwa lauknya akan diminta,
yang memberi kepanjangan umur” (W.KA/301- namun ia tetap memakan lauk tersebut yang
305/L/19/2020). Hal tersebut sejalan dengan akibatnya ia dipukuli. Informan MA dan SH
salah satu aspek resiliensi yaitu regulasi emosi, merasa dirinya pendiam dan tidak mudah
merupakan kemampuan untuk tetap tenang bergaul. Informan MA juga merasa ia pribadi
dan fokus ketika pada keadaan tertekan. yang penuh kegagalan dan memiliki masa
Individu yang resilien akan berusaha fokus depan yang suram. Akan tetapi MA berusaha
menganalisis permasalahannya dan mencari mengajak ABH sekamarnya untuk melakukan
jalan keluar dari permasalahannya (Reivich & semua hal bersama-sama, sedangkan SH
Shatte, 2002). Informan KA sempat merasa memilih menyendiri karena tidak suka jika
kesal ketika melihat perempuan ketika awal diikuti ABH yang tidak dekat dengannya.
berada di LPKA, seperti tidak mau melihat Informan MSF merasa dirinya berlaku
perempuan. Kemudian setelah dua hingga tiga sopan dan ramah karena merasa apapun yang
bulan KA menyadari bahwa apa yang ia rasakan dia lakukan akan disalahkan, sehingga ia
tersebut tergantung dengan pola pikir ia dalam memilih diam. Informan MSF menilai dirinya
menilai sesuatu. kuat dan tabah karena sudah jauh dari orang
Perbedaan ketangguhan individu yang tua dan bisa mandiri selama di penjara, namun
pernah menjadi ABH berdasarkan kasus untuk ia malu dengan statusnya sebagai ABH hingga
bangkit dari permasalahannya dibagi atas dua dia tidak pernah bermain jauh dari rumahnya
kasus, yaitu kasus pengeroyokan dan kasus dan tidak pernah ke masjid yang berbeda dari
kekerasan seksual. Informan dengan kasus desanya. Tetangga MSF ada yang memandang
kekerasan seksual yaitu MSF yang berusaha sebelah mata, seperti melarang anaknya
untuk tetap tenang dan memotivasi dirinya bergaul dengan informan. Salah satu sumber
sendiri, MA menyadari betapa susahnya orang resiliensi dari Gortberg yaitu I am yang
tua setelah menjalani kehidupan di penjara dan berkaitan dengan kekuatan pribadi dalam
berusaha introspeksi diri, serta KA yang sempat individu, mencakup perasaan, sikap, dan
merasa kesal dengan perempuan ketika awal di keyakinan pribadi. Sumber tersebut dapat
penjara hingga kurang lebih tiga bulan setelah dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti
di penjara KA sudah menyadari bahwa penilaian personal bahwa diri memperoleh
kekesalannya dengan perempuan hanya karna kasih sayang dan disukai banyak orang serta
pola pikirnya saja. merasa bangga dengan dirinya sendiri
Informan dengan kasus pengeroyokan (Hendriani, 2018).
yaitu SH yang sempat trauma ketika melihat Informan memilih mengatasi perasaannya
perkelahian, sehingga ketika ada ABH lain yang yang tertekan dengan cara yang positif.
menurutnya sok jagoan, SH lebih memilih Keempat informan yang sebenarnya dongkol
mengabaikannya karena tidak ingin terlibat ketika ditindas, ia tetap melakukan hal-hal yang
perkelahian. Berdasarkan uraian tersebut dapat diminta ABH lain karena menyadari hidup
disimpukan bahwa tiga informan dengan kasus bersama. Seperti yang dilakukan MA yaitu
kekerasan seksual menghadapi memilih berteman dengan yang ia anggap baik,
permasalahannya dengan introspeksi diri dan mengikuti kegiatan memasak di dapur, tidak
memotivasi dirinya, sedangkan informan SH melakukan kekerasan kepada anak yang baru
dengan kasus pengeroyokan lebih menghindari masuk kamarnya di 2B. Lain halnya dengan
hal yang berkaitan dengan kasusnya selama di MSF yang memilih diam dan bersikap sopan
penjara. Sejalan dengan Hendriani (2018) yang karena tidak ada yang bisa ia lakukan selain hal
menguraikan bahwa resiliensi adalah tersebut. Namun saat ini KA sudah menyadari
mekanisme dinamis yang menyertakan peran bahwa ia sudah lebih dewasa, seperti
beragam faktor individual, sosial, dan pernyataannya, “…Ya sekarang udah agak
lingkungan yang menggambarkan kapasitas dewasa, jadi memikirkan ke depannya yang
dan ketangguhan seseorang untuk bangkit dari lebih baik” (W.KA/228-230/L/19/2020).
permasalahan emosional negatif ketika Sedangkan SH membiarkan keluarga korban
menghadapi situasi yang menekan atau yang masih mengejeknya ketika bertemu di
mengandung kendala yang signifikan.

39
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

jalan, karena berfikir ia sudah menebus tetangganya, mendiamkan yang tetap tidak
kesalahannya dengan di penjara. menyukainya, dan beribadah. Sedangkan MA
Hasil penelitian diatas sejalan dengan tidak menyerah mencari kabar teman dekatnya,
Ambarwati dan Pihasniwati (2017) dimana ia menitipkan surat kepada adik kelasnya yang
ketiga partisipannya memiliki pengendalian sedang besuk napi lain dan menghubungi
impuls yang baik dengan mengendalikan temannya tersebut ketika keluar penjara.
dorongan yang dimiliki, seperti memahami Berdasarkan data CPR, MA menyatakan bahwa
dengan baik mengenai kehidupan yang sedang ia ingin menjadi CEO dan ia tahu bahwa ia
dijalani, memilih hidup sederhana, dan tidak membutuhkan kuliah di jurusan manajemen
sekedar menuruti keinginannya. bisnis (CPR Yayasan Sahabat Kapas, 2018).
Informan juga melakukan kegiatan yang ia Optimisme yang dimaksudkan dalam resiliensi
sukai ketika masih berada di LPKA sebagai adalah optimisme yang realistis, seseorang
usahanya bangkit dari situasi yang menekan, yang optimis harus dibarengi dengan usaha
seperti SH mengembangkan kemampuannya yang signifikan untuk mewujudkannya
dalam bermain gitar dan bermain pingpong, (Hendriani, 2018). Usaha signifikan yang dapat
serta MA karawitan, pengajian, dan shalat. dilakukan menurut Ambarwati dan Pihasniwati
Sesuai dengan pilar kedua dari psikologi positif (2017) yaitu belajar dan berusaha agar individu
yaitu adanya properti yang positif dalam diri dapat sukses dan meraih cita-cita di masa
individu, seperti trait kepribadian positif, bakat, depan.
dan berbagai kekuatan personal lainnya Banyak permasalahan yang terjadi selama
(Hendriani, 2018). informan menjadi ABH. MSF menyampaikan
ABH juga memiliki cita-cita seperti remaja mengenai permasalahan konsumsi obat-obatan
pada umumnya. MSF dulunya ingin menjadi di warung yang digunakan untuk mabuk oleh
polisi, MA ingin menjadi CEO perusahaan, KA ABH di LPKA yang akibatnya mereka dipukul
ingin menjadi tentara atau pemain sepak bola. dengan kabel listrik satu sel namun perbuatan
Akan tetapi informan merasa status ABHnya tersebut tetap diulangi. MA pernah berkelahi
membuat ia susah mendapatkan teman, dengan teman dekatnya di dapur karena
dikucilkan, dan ragu jika ia dapat menggapai temannya ingin menguasai minyak sendiri,
cita-citanya. Namun informan dapat memetik sehingga saling tidak menyapa hingga empat
pelajaran dari pengalaman yang ia jalani hari, namun pada akhirnya MA mencoba
selama menjadi ABH, seperti ingin menjadi mendekati temannya karena mereka merasa
pribadi yang lebih baik, dan tidak mengulangi sudah terbiasa bersama. Informan MSF tidak
kesalahannya lagi. Selain itu, informan memiliki melaporkan kepada petugas ketika ia ditindas
harapan baru dapat membahagiakan orang oleh ABH lain karena berfikir situasi ini menjadi
tuanya dengan sukses. Meskipun harapan baru siklus yang tidak ada habisnya ketika ABH
informan tidak sekonkrit dahulu, informan tetap masuk silih berganti. Selain itu, jika melapor
membuat rencana masa depannya. MSF, SH, kepada petugas yang menjaga siang, setiap
dan MA ingin melanjutkan sekolahnya, serta KA malam petugas akan diganti sehingga tidak
ingin bekerja apapun yang penting halal. mungkin terus-menerus melapor dengan
Namun hanya MA dan SH yang menyebutkan petugas yang berbeda dan petugas tidak
bahwa mereka ingin kuliah setelah lulus SMA. mungkin hanya mengawasi satu orang hingga
Hal tersebut sesuai dengan aspek optimis dari masuk ke kamar. MSF menguatkan dirinya
resiliensi, yaitu kepercayaan diri yang dimiliki bahwa sekeras apapun ABH lain memukulinya,
seseorang bahwa ia mampu memecahkan ia tidak akan mati. Informan KA merasa
masalah dan keyakinan mempunyai masa tertekan ketika penghasilan kurang sedangkan
depan yang cemerlang (Reivich & Shatte, ia kasihan melihat adik-adiknya yang ingin
2002). jajan. KA berdoa agar mendapatkan rezeki dan
Informan mencapai kesuksesan dengan ngamen di jalanan ketika benar-benar tidak
berusaha sejak mereka keluar dari penjara. mendapatkan pekerjaan. Adanya pengalaman
Informan MA sedang menjalankan usaha online individu yang positif sebagai hasil dari upaya
shop untuk membantu ekonomi orang tua. mengeksplorasi dan menumbuhkan emosi-
Informan KA pernah bekerja di bengkel selama emosi positif dalam berbagai situasi (Hendriani,
beberapa bulan, berjualan ronde, siomai, es, 2018).
dan bakso. Informan MSF juga berusaha Informan SH merasa terpuruk ketika ada
membuktikan pandangan buruk orang-orang yang mengatakan bahwa ia anak kecil yang
tentangnya itu salah dengan mengajak diskusi sudah pernah membunuh orang. Ia kemudian

40
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

menyibukan diri dengan pekerjaan rumah dan Informan meyakini dirinya dapat menjadi
mencari tempat sepi untuk berteriak. Setelah pribadi yang lebih baik, namun keyakinan
tiga bulan informan SH keluar penjara, tersebut terkadang goyah karena ada orang
informan tidak peduli lagi dengan omongan sekitar memandang rendah mereka. Meskipun
orang. Informan MA mulai terbiasa di penjara demikian, tidak sedikit pula keluarga maupun
karena ia menyadari susahnya orang tua kerja teman informan yang selalu memberikan
setelah merasakan kegiatan di LPKA seperti dukungan kepada informan. Setelah menjalani
ketrampilan dan tugas dapur. Sedangkan kehidupan di penjara, informan MA percaya ia
informan MSF dan KA mencoba mengklarifikasi akan sukses, SH yakin segala cobaan ada
kepada orang yang memandang mereka buruk hikmahnya, MSH yakin bahwa ia suatu saat
dengan mengajak berbincang dan bertukar akan bahagia, serta informan KA yakin dapat
pendapat. Hendriani (2018), seseorang yang hidup lebih baik dengan selalu berdoa dan
resilien tidak akan menyalahkan orang lain atas beribadah. Menurut data CPR ketika
kejadian yang menimpanya untuk melindungi pendampingan, MA tetap tidak menjadi rendah
harga diri atau terhindar dari perasaan diri ataupun malu saat mengutarakan tentang
bersalah. Seseorang yang resilien lebih memilih kerinduannya dengan ibu dan cita-cita
mencari pokok permasalahan sehingga dapat meskipun ia diganggu oleh ABH lain saat
memecahkan masalahnya dan bangkit dari menjelaskan. Sedangkan KA yang bercita-cita
keadaan yang menekannya. menjadi pengusaha bakso mengetahui bahwa
Informan hampir setiap hari berbagi keluh ia butuh kerja keras dan percaya diri dalam
kesah dengan temannya mengenai keluarga, mewujudkan cita-citanya, namun KA merasa
maupun karena mereka jarang dibesuk maupun dirinya susah untuk percaya diri (CPR Yayasan
memikirkan hukumannya selama berada di Sahabat Kapas, 2018). Efikasi diri sangat
penjara. Informan sudah menganggap ABH lain diperlukan untuk resiliensi, seseorang yang
sebagai keluarganya sendiri. MSF dan MA memiliki keyakinan dengan kemampuannya
menasehati temannya dengan tidak berfikir akan dapat menyelesaikan masalahnya dan
negatif, misalnya ketika ABH dijanjikan tidak mudah menyerah (Hendriani, 2018). Hasil
keluarga untuk besuk hari Sabtu namun tidak meta-analisis menunjukkan bahwa korelasi
datang, ia mengatakan kemungkinan antara efikasi diri dan resiliensi yang tergolong
keluarganya ada keperluan. Sedangkan SH tinggi (Utami & Helmi, 2017). Begitu pula
tidak hanya menasehati, namun juga mengajak dengan analisis regresi oleh Yendork dan
melakukan kegiatan lain untuk menghibur Somhlaba (2015) yang menunjukan bahwa
temannya. Berbeda dengan yang lain, KA tidak efikasi diri muncul sebagai atribut positif yang
tega kepada ABH yang baru masuk LPKA penting untuk meningkatkan resiliensi anak-
sehingga ia seringkali tidak jadi memukul anak yatim.
meskipun ia jengkel. KA mengerik temannya Berdasarkan perspektif psikologi humanisik
ketika melihat temannya sedang sakit, memberi meyakini bahwa setiap individu memiliki
pakaian dan makanan kepada ABH yang masih potensi di dalam dirinya untuk berkembang
di karantina. Hal tersebut ia lakukan karena ia sehat dan kreatif. Apabila individu mau
berfikir mereka senasib. KA juga meminta menerima tanggung jawab atas dirinya sendiri,
keluarganya tidak menjenguk karena tidak ia akan menyadari potensinya, mengatasi
ingin mengurangi penghasilan orang tuanya pengaruh kuat dari pendidikan orang tua,
dengan biaya perjalanan ketika menjenguk. sekolah, dan tekanan sosial lainnya (Alwisol,
Sejalan dengan pemaparan Detta dan Abdullah 2004). Informan menjadi lebih sering
(2017) dalam penelitiannya mengenai resiliensi beribadah, baik itu shalat, mengaji, dan
anak yang mempunyai latar belakang orang tua bersedekah. Informan MSF setelah di penjara ia
bercerai mampu berempati dengan orang mendapatkan ilmu tentang tata cara shalat
tuanya dengan merawat orang tuanya yang serta bacaannya, MA menjadi bisa memasak
sakit, membantu pekerjaan orang tua tanpa dan mengaji. SH lebih mampu mengontrol
diminta, dan meminta uang hanya untuk emosinya, lebih taat beribadah, dan mudah
kebutuhan yang mendesak. Upaya yang bergaul, serta KA merasa ia sekarang menjadi
dilakukan informan tersebut sejalan dengan sosok yang lembut, seperti lebih menghargai
aspek empati dari resiliensi, yaitu keahlian wanita. Seseorang yang resilien dapat
untuk membaca situasi emosional dan memaknai kemalangan yang menimpanya dan
psikologis orang lain (Reivich & Shatte, 2002). mengambil sisi positif atau hikmahnya
(Hendriani, 2018). Seperti yang diuraikkan

41
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

Reivich dan Shatte (2002) individu yang ramah. Namun juga ada tetangga dekat yang
memiliki peningkatan aspek positif ialah menerima keberadaan keempat informan
individu yang memiliki keahlian untuk dengan mengajak ngobrol dan menasehati.
menafsirkan masalah yang dihadapi sebagai Faktor yang mempengaruhi resiliensi ABH yang
kekuatan di masa depan. Dalam data CPR MA ketiga yaitu lingkungan sosial di dalam penjara.
juga menyatakan ia sudah tidak merokok lagi Berdasarkan hasil wawancara dengan keempat
semenjak di LPKA (CPR Yayasan Sahabat informan, individu yang pernah menjadi ABH
Kapas, 2018). Sesuai dengan teori Maslow merasa adanya senioritas di LPKA yaitu ABH
mengenai jalur untuk mencapai aktualisasi diri, yang baru masuk LPKA akan ditindas dengan
yaitu pengalaman puncak yang menyebabkan kekerasan, seperti dikeroyok, dipalak, dan
individu menjadi lebih religious, mistikal, diminta melakukan banyak hal.
sholeh, indah, merasa yakin dan percaya diri Faktor resiko lainnya yaitu adanya transaksi
(Alwisol, 2004). obat-obatan warung antara seluruh ABH
dengan salah satu petugas yang digunakan
Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi untuk mabuk. Meskipun pelanggaran tersebut
Anak yang Pernah Berhadapan dengan sudah ketahuan, tetap ada petugas lain yang
Hukum. bisa dimintai tolong ABH untuk membeli obat-
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat dua obatan seperti antimo dan maxtril. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi resiliensi ABH, yaitu faktor protektif resiliensi individu yang pernah
faktor protektif dan faktor resiko. Adaptasi yang menjadi ABH ketika di penjara yaitu keempat
baik seseorang dalam menghadapi suatu informan mulai dapat menyesuaikan diri
permasalahan merupakan kuatnya pengaruh dengan suasana penjara karena semakin dekat
faktor protektif yang dimiliki seseorang untuk dengan ABH lain. Seperti KA, SH, dan MA
menjadi individu yang resilien. Faktor protektif merasa dekat dengan petugas di LPKA
adalah faktor yang memberikan pengaruh sehingga mereka dijadikan tamping. KA bekerja
positif kepada individu untuk dapat sebagai petugas kebersihan, SH membuat
memunculkan strategi koping efektif terhadap kerajinan dan mengasah kemampuan
stres yang dialami. Selain itu, ada faktor resiko musiknya, serta MA bekerja di dapur.
yang memperlemah ketahanan seseorang Faktor terakhir yang mempengaruhi
sehingga individu tersebut rentan terhadap resiliensi yaitu hubungan informan dengan
stres. Kedua faktor itu berasal dari dalam diri korban yang menjadi renggang, kecuali KA
individu, dan lingkungan sosial keluarga yang tetap menjaga komunkasi dengan
maupun masyarakat. Faktor resiko dapat korbannya karena sudah dianggap seperti
berupa perceraian, kemiskinan, kematian, saudara. Faktor-faktor yang ditemukan peneliti
penyakit kronis, maupun situasi signifikan sejalan dengan Hadianti, Nurwati, dan Darwis
lainnya (Hendriani, 2018). (2017) mengenai indikator sumber resiliensi I
Faktor Protektif yang dimiliki keempat Have yang disampaikan oleh Grotberg dengan
informan dari keluarganya yaitu informan informan penelitiannya yaitu dorongan dari
memiliki ibu yang selalu menyemangatinya, lingkungan, seperti keterlibatan nenek, ibu,
sedangkan keempat informan memiliki faktor kekasih, dan teman, serta terdapat peraturan
resiko yaitu kurangnya peran ayah di dalam dari ibu mengenai pertemanan dan ibadahnya,
keluarga mereka. Dukungan keluarga akan dorongan dari pacar, berpartisipasi dengan
berguna untuk meminimalisir munculnya komunitas yang positif, fasilitas ekonomi dan
perasaan-perasaan negatif yang dialami oleh akses layanan kesehatan yang mendukung.
partisipan (Cahyani & Rahmasari, 2018). Selain Dimana hubungan yang dilandasi dengan
itu, faktor yang mempengaruhi resiliensi kepercayaan, struktur dan peraturan yang ada
keempat individu yang pernah menjadi ABH didalam keluarga, model-model peran,
berkaitan dengan lingkungan sosial dorongan seseorang untuk mandiri, serta akses
masyarakatnya yaitu ketika informan masih terhadap faasilitas Kesehatan, pendidikan,
dipenjara, jarang ada teman atau saudara yang keamannan, dan kesejahteraan menjadi
menjenguknya. Sedangkan ketika sudah keluar kualitas penentu bagi pembentukan resiliensi
penjara, masyarakat yang tidak mengenal seseorang.
keempat informan tersebut memandang
rendah dengan melarang anaknya bermain SIMPULAN DAN SARAN
dengan informan maupun mendiamkan Anak yang berhadapan dengan hukum
informan meskipun informan sudah berusaha memiliki banyak permasalahan dan

42
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

menyebabkan mereka berada dalam kondisi minat dan bakat ABH untuk mendukung
yang tertekan. Permasalahan yang biasa kemampuan resiliensi ABH.
mereka alami seperti ketakutan tingginya vonis
saat sebelum sidang, beradaptasi di penjara,
terutama di LPKA, keraguan dalam mencapai UCAPAN TERIMAKASIH
keberhasilan di dalam hidupnya, maupun Terimakasih saya sampaikan kepada
perasaan dikucilkan ketika setelah keluar Yayasan Sahabat Kapas yang sudah membantu
penjara. Resiliensi seorang anak yang menjembatani saya dengan informan sehingga
berhadapan dengan hukum dapat menentukan memiliki kesempatan untuk menyelesaikan
bagaimana mereka bangkit ketika mereka penelitian ini. Terimakasih kepada seluruh
merasa terpuruk dengan keadaan-keadaan dosen dan staff yang membimbing saya dalam
yang telah disebutkan diatas. menulis paper ini.
Keempat informan dapat bangkit dari
keterpurukannya saat di LPKA. Kemampuan DAFTAR PUSTAKA
resiliensi dari keempat informan diawali dengan Alifah, A., Prihartanti, N., & Rosyidi, I. (2015).
usaha menerima statusnya sebagai ABH selama Dinamika Psikologis Narapidana Anak
kurang lebih tiga hingga delapan bulan. Dalam Pelaku Pembunuhan: Studi Kasus di Lapas
jangka waktu tersebut, keempat ABH berusaha Anak Kutoarjo. Jurnal Indigenous, 13(2), 9-
mengubah emosi negatif sebagai akibat dari 18.
permasalahan yang ia hadapi menjadi proses Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang:
belajar, yaitu dengan berusaha introspeksi diri, Penerbitan Universitas Muhammadiyah
menjadi lebih giat dalam beribadah untuk Malang.
menenangkan dirinya, serta menerima Ambarwati, R., & Pihasniwati. (2017). Dinamika
penindasan ABH lain dan pandangan sinis dari Resiliensi Remaja yang Pernah Mengalami
orang sekitar tanpa berfikir buruk, hingga Kekerasan Orang Tua. Psikologika, 22(1),
mengembangkan bakatnya di dalam LPKA. 50-68.
Individu yang pernah menjadi ABH memiliki Cahyani, Y., & Rahmasari, D. (2018). Resiliensi
faktor yang membangun dan mempengaruhi pada Remaja Awal yang Orangtuanya
resiliensinya sejak berada di penjara. Faktor Bercerai. Jurnal Penelitian Psikologi, 5(3),
protektif resiliensi ABH yaitu keluarga, terutama 1-7.
ibu yang selalu mendukung mereka, tetangga Creswell, J. (2015). Penelitian Kualitatif &
yang masih mau menerima mereka, teman Desain Riset : Memilih Diantara Lima
yang memberikan pengaruh positif, dan Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
kegigihan mereka dalam mengembangkan Detta, B., & Abdullah, S. (2017). Dinamika
bakat maupun dalam bekerja. Sedangkan Resiliensi Remaja Dengan Keluarga Broken
faktor resiko resiliensi ABH yaitu kurangnya Home. InSight, 19(2), 71-86.
peran ayah, banyaknya masyarakat yang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. (2011).
memandang rendah, dan pengaruh buruk dari Sistem Database Pemasyarakatan.
lingkungan di LPKA. Retrieved Februari 12, 2020, from Ditjen
Peneliti memberikan saran kepada individu PAS - SMS Gateway System:
yang pernah menjadi ABH hendaknya http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/de
menyadari pentingnya peran lingkungan sosial tail/monthly/upt/db6103f0-6bd1-1bd1-
serta mengasah minat dan bakat sebagai cadc-313134333039
penguat terbentuknya resiliensi. Sehingga Hadianti, S., Nurwati, R., & Darwis, R.S. (2017).
pentingnya usaha dalam meningkatkan Resiliensi Remaja Berprestasi dengan Latar
kompetensi diri serta memperluas relasi sosial, Belakang Orang Tua Bercerai : Studi Kasus
agar memperoleh dukungan sosial sebagai pada Siswa – Siswi Berprestasi dengan
penguatan resiliensi dirinya. Selain itu, Latar Belakang Orang Tua Bercerai di Sma
lingkungan sosial maupun Lembaga yang Negeri 1 Margahayu. Jurnal Penelitian &
membina ABH dapat lebih memperhatikan PKM, 4(2), 129 - 389.
kemampuan sosial serta mengembangkan

43
ISSN: 2339-0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 12 NOMOR: 1 HALAMAN: 34 - 44 ISSN: 2528-1577 (e)
DOI: 10.24198/share.v12i1.35489

Hendriani, W. (2018). Resiliensi Psikologis : Life’s Inevitable Obstacles. New York :


Sebuah Pengantar. Jakarta: Prenadamedia Broadway Books.
Group. Rezaliano, M., & Humsona, R. (2018). Strategi
Kay, S. (2016). Emotion Regulation and Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan
Resilience: Overlooked Connections. (Andikpas) di Lembaga Pembinaan Khusus
Industrial and Organizational Psychology, Anak (LPKA) Kutoarjo (Studi Kasus di
9(2), 411 - 415. Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Maryam, S., & Fatmawati, F. (2018). Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa
Kematangan Emosi Remaja Pelaku Tengah). Journal of Development and
Bullying. Jurnal Kajian Bimbingan dan Social Change, 1(1), 44-52.
Konseling, 3(2), 69-74. Ruswahyuningsih, M., & Afiatin, T. (2015).
Mir’atannisa, I., Rusmana, N., & Budiman, N. Resiliensi pada Remaja Jawa. Gadjah Mada
(2019). Kemampuan Adaptasi Positif Journal of Psychology, 1(2), 95-105.
Melalui Resiliensi. Journal of Innovative Tuwah , M. (2016). Resiliensi dan Kebahagiaan
Counseling, 3(2), 70–75 dalam Perspektif Psikologi Positif. el-
Pasudewi, C. (2012). Resiliensi pada Remaja Ghiroh, 10(1), 131-141.
Binaan Bapas Ditinjau dari Coping Stress. Utami, C., & Helmi, A. (2017). Self-Efficacy dan
Journal of Social and Industrial Psychology, Resiliensi : Sebuah Tinjauan Meta-Analisis.
1(2), 14-21. Buletin Psikologi, 25(1), 54-65.
Permana, D. (2018). Peran Spiritualitas dalam Yayasan Sahabat Kapas. (2018).
Meningkatkan Resiliensi pada Residen CPR_Kutoarjo_KA. Solo.
Narkoba. 2(2), 80-93. Yayasan Sahabat Kapas. (2018).
Permatahati, M., Dewi, S., Karyani, U., & CPR_Kutoarjo_MA. Solo.
Baiturohmah, E. (2019). The Self-Concept Yayasan Sahabat Kapas. (2019). CPR_MSF.
Of Children Who Are Facing To The Law. Solo.
Empowerment of Human Resources Local Yendork, J., & Somhlaba, N. (2015). Do Social
Wisdom in A Psychological Perspective Support, Self-efficacy and Resilience
Towards Industrial Revolution 4.0, 154- Influence the Experience of Stress in
162. Ghanaian Orphans? An Exploratory Study.
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Child Care in Practice, 21(2), 140-159.
Factor: 7 Essential Skills for Overcoming

44

Anda mungkin juga menyukai