Anda di halaman 1dari 4

Memahami Perspektif Psikologis yang Berhubungan dengan Sikap Perilaku Pedofilia

Pedofilia merupakan salah satu gangguan psikis yang terjadi pada hasrat sesksual
dengan proses yang melibatkan terjadinya khayalan serta tindakan pada sebuah subjek
kepuasan seksual tersebut. Adapun yang dimaksud dengan subjek kepuasan seksual adalah
anak-anak. Sementara itu, pedofil merupakan sebutan bagi seseorang yang mengalami
gangguan pedofilia. Faktor penyebab dari seseorang menjadi pedofilia disebabkan oleh
beberapa masalah psikis yaitu adanya suatu kegagalan dalam membangun komitmen dengan
seorang wanita dewasa. Selain itu, tidak merasa puas dengan kehidupan pernikahannya. Tidak
hanya itu, ditemukannya masakah pada sebuah hubungan yang bersifat kontak sosial dengan
teman-teman seusianya. Terdapat pula di dalamnya sebuah proses ketidakmampuan untuk
mengendalikan keinginan secara seksual serta memiliki kecenderungan untuk menonton
konten yang sensitif yakni pornografi. Selanjutnya, terdapat adanya sebuah makna yang
berlebihan pada sebuah simbol yang bersifat non verbal terhadap korban sebagai ajakan dalam
tindakan seksual yang menyimpang (Arini, 2021). 1
Apabila ditinjau pada kasus pedofilia yang diinformasikan dari Ketua Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus terhadap tindakan kejahatan seksual pada anak
mendominasi pengaduan pada lembaga tersebut sepanjang tahun 2022. Apabila dilihat lebih
lanjut, terdapat pengaduan tertinggi pada klaster perlindungan khusus untuk anak (PKA)
terdapat sebanyak 2.133 kasus di Indonesia. Sementara itu, kasus yang dinilai tertinggi
merupakan jenis kasus terhadap seorang bahkan sekelompok anak yang telah menjadi korban
dari sasaran kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus (Nasrul, 2022). 2 Adapun contoh
terjadinya tindakan pedofilia seperti yang telah terjadi di sebuah pondok pesantren. Dengan
motif dari pelaku yang meminta kepada korban untuk menyapu area gudang kemudian dicabuli
di dalam gudang tersebut, seorang pedofil dalam hal ini melakukan tindakan yang bersifat
mengancam dan memukul jika korban menolak ajakan tersebut, serta mengeluarkan adanya
dalil yang memerintahkan untuk patuh serta taat terhadap seorang guru, serta alasan lainnya
yaitu dengan dalih melakukan sebuah terapi pada bagian vital seorang pedofil.
Adapun contoh dari sikap pedofil dapat dilihat secara umum yaitu dengan cara
mendekati anak-anak serta memberikan sebuah perhatian khusus. Setelah seorang pedofill
berhasil untuk mendekati, kemudian langkah selanjutnya yaitu memanipulasi pikiran korban
yang mana korban tersebut adalah anak-anak. Selanjutnya, seorang pedofil kemudian akan
melanjutkan dengan adanya percakapan yang bersifat intim dan melakukan permulaan
sentuhan secara seksual. Dalam tahapan ini, sang anak sudah merasa menjalin kedekatan
dengan seorang pedofil tersebut. Hal ini menyebabkan korban atau anak tersebut akan merasa
takut untuk menolak ajakan tersebut serta merasa sungkan.

1
Arini, D.P. (2021). Dinamika psikologis pelaku pedofilia berdasarkan perspektif psikologi
perkembangan. Jurnal Psikologi Forensik Indonesia, 1(1), 27-31.

2
Nasrul, E. (2022). Kejahatan seksual anak domunasi pengaduan di tahun 2022.
(https://news.republika.co.id/berita/rosmzw451/kpai-kejahatan-seksual-anak-dominasi-pengaduan-2022).
Diakses pada 11 Juni pukul 6.00 WIB
Keadaan hubungan sikap pedofil terhadap kondisi psikologisnya biasanya seseorang
tersebut memiliki kekurangan dalam pengendalian impuls seksual yang kemudian dilampiaskan
kepada individu atau korban. Tindakan menyimpang ini dapat terjadi karena adanya
ketertarikan pada anak-anak. Hal ini merupakan masalah besar yang tidak dapat ditoleransi
masyarakat serta pada norma sosial yang ada. Daya rangsangan atau impuls terhadap tindakan
hasrat seksual yang dialami oleh sseorang pedofil sangat tinggi sehingga tidak mampu untuk
melakukan pengarahan pada impuls yang tidak terkontrol. Adapun hal ini dapat menyebabkan
seorang pedofil mengalami adanya gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan dapat terjadi
dikarenakan adanya sebuah keinginan secara seksual yang mengarah pada suatu objek yang
sebenarnya keliru oleh superego individu. Terjadinya sebuah gangguan psikopatologis yang
dapat dialami oleh seorang pedofil dapat berupa depresi, kecemasan, serta adanya
psikosomatis yang merupakan bentuk dari adanya konflik dinamika secara intrafisik pada
individu (Arini, 2021). 3
Adapun keadaan korban pedofilia yang merupakan anak-anak umumnya akan
mengalami gangguan kejiwaan seperti gangguan stress pasca kejadian yang membuat anak
tersebut mengalami trauma, timbulnya kegelisahan, kecemasan, hingga depresi yang memiliki
tingkat bervariasi. Adapun proses trauma yang terjadi pada korban dapat berdampak sangat
buruk bagi kehidupan sosialnya serta intelektualnya. Proses kerusakan yang umumnya terjadi
pada korban tindakan pedofilia dapat muncul dari besar maupun kecilnya tekanan yang korban
peroleh dari lingkungan. Hal inilah yang kemudian membuat korban merasa tidak aman serta
nyaman terhadap diri sendiri. Namun jika ditinjau lebih mendalam berdasarkan kepribadian
serta karakteristik sang anak, dampak yang terjadi akan mengalami perbedaan. Umumnya,
pada anak yang memiliki sifat mudah beradaptasi terhadap lingkungan, cenderung terbuka,
serta memiliki energi positif akan lebih mudah dan lebih cepat dalam proses menyembuhkan
trauma mereka. Sementara itu, bagi anak-anak yang memiliki sifat sukar untuk beradaptasi
terhadap lingkungan, memiliki sifat cenderung tertutup, serta bermuatan energi negatif,
korban akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses pengendalian dan
penyembuhan mereka akan rasa trauma yang dialaminya (Mutiara, 2018). 4
Berdasarkan pada kian maraknya kasus mengenai pedofilia, terdapat beberapa
tindakan prreventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kasus serupa. Di lingkungan
masyarakat, dapat dilakukan dengan cara menegakkan norma sosial. Selain itu, dapat dilakukan
pendidikan karakter terhadap korban. Pendidikan karakter merupakan sebuah bentuk usaha
yang dilakukan untuk melatih seorang individu supaya mampu mengambil sebuah keputusan
yang bijak serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Cahyono, 2018). 5
3
Arini, D.P. (2021). Dinamika psikologis pelaku pedofilia berdasarkan perspektif psikologi
perkembangan. Jurnal Psikologi Forensik Indonesia, 1(1), 27-31.

4
Mutiara, S. (2018). Dampak Bagi anak korban pedofilia.
(https://sarimutiara.ac.id/2018/01/inidampak-bagi-anak-korban-pedofilia/). Diakses pada 11 Juni pukul
6.15 WIB

5
Cahyono, H., Suhono, Khumairo, A. (2018). Pendidikan karakter bagi pelaku pedofilia (sebuah
strategi dalam mengatasi amoral). Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan. 3(1), 1-
19.
Selain itu, diperlukannya pendampingan oleh psikolog terhadap korban. Adapun proses
pendampingan ini diantaranya yaitu dengan melakukan terapi kognitif. Terapi kognitif
merupakan terapi untuk mengurangi rasa trauma yang dimiliki oleh korban. Tidak hanya itu,
kita juga dapat membantu para korban dengan cara wajib bagi masyarakat untuk melindungi
korban. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa aman dan kenyamanan bagi anak-anak
sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya dan melakukan
aktivitas normal pada anak seusianya (Cahyono, 2018). 6

6
Cahyono, H., Suhono, Khumairo, A. (2018). Pendidikan karakter bagi pelaku pedofilia (sebuah
strategi dalam mengatasi amoral). Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan. 3(1), 1-
19.
DAFTAR PUSTAKA

Arini, D.P. (2021). Dinamika psikologis pelaku pedofilia berdasarkan perspektif psikologi

perkembangan. Jurnal Psikologi Forensik Indonesia, 1(1), 27-31.

Cahyono, H., Suhono, Khumairo, A. (2018). Pendidikan karakter bagi pelaku pedofilia (sebuah

strategi dalam mengatasi amoral). Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi


Pendidikan. 3(1), 1-19.

Nasrul, E. (2022). Kejahatan seksual anak domunasi pengaduan di tahun 2022.

(https://news.republika.co.id/berita/rosmzw451/kpai-kejahatan-seksual-anak-
dominasi-pengaduan-2022). Diakses pada 11 Juni pukul 6.00 WIB

Mutiara, S. (2018). Dampak Bagi anak korban pedofilia.

(https://sarimutiara.ac.id/2018/01/inidampak-bagi-anak-korban-pedofilia/). Diakses
pada 11 Juni pukul 6.15 WIB

Anda mungkin juga menyukai