Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Psikologi Forensik Indonesia

JPFI Volume 1, Nomor 1, Novermber 2021, (Halaman 27 - 31)

Dinamika Psikologis Pelaku Pedofilia Berdasarkan Perspektif Psikologi


Perkembangan
Diana Putri Arini

Fakultas Humaniora dan Ilmu Pendidikan, Universitas Katolik Musi Charitas


Diana_putri@ukmc.ac.id

Abstrak
Pedofilia merujuk pada aktivitas seksual yang dilakukan orang dewasa pada anak-anak dibawah usia
12 tahun atau belum mencapai usia pubertas. Riset ini bertujuan untuk mengungkap profiling pelaku
pedofiilia yang masuk ke dalam ranah hukum. Metode riset yang digunakan adalah studi literatur dari
beberapa penelitian yang mengungkap dinamika psikologis pelaku pedofilia. Dari hasil tinjuan
pustaka diketahui bahwa modus operasional pedofil adalah mendapatkan kepercayaan atau
hubungan pertemanan dengan korban. Pelaku pedofil biasanya berada di sekitar wilayah yang
memungkinkan kontak pada anak-anak. Analisis profiling dari sejumlah tes psikologis
mengungkapkan pedofil memiliki masalah hubungan interpersonal, masalah pengendalian impuls dan
gangguan patologis yang mengikuti seperti kecemasan, depresi atau gejala psikomatis.
Kata kunci : Pedofilia, usia pubertas, patologis

Abstract
Pedophilia refers to sexual activity carried out by adults on children under 12 years or not yet reached
the puberty. This research aims to reveal the profiling of the profiling of criminal pedophiles. The
research method used is a literature study from several studies that reveal the psychological
dynamics of pedophile perpetrators. From the results of the literature review, it is known that the
operational mode of pedophiles is to gain trust or friendship with the victim. Pedophiles are usually
around areas that allow contact with children. Profiling analysis of a number of psychological tests
revealed pedophiles have interpersonal relationship problems, impulse control problems and
accompanying pathological disorders such as anxiety, depression or psychotic symptoms.
Kata kunci : pedophilia, puberty age, patology

PENDAHULUAN Berdasarkan laporan dari salah seorang


Komisi Perlindungan Anak Indonesia pengguna Facebook, polisi melacak para
melaporkan terdapat peningkatan kasus pelaku. Admin Facebook telah tertangkap, yakni
kekerasan seksual terhadap anak, pada tahun laki-laki berusia 24,17 dan 16 tahun (Kuwado,
2012 korbannya yang terlapor ada 256 anak, 2017). Salah seorang pelaku mengaku sudah
pada tahun 2013 meningkat menjadi 378 anak, mencabuli 11 anak termasuk keponakannya
sekitar 60% korban adalah anak laki-laki dan sendiri.
40% adalah perempuan (tempo.co, 2014) Kejahatan pedofilia merupakan
Fenomena kekerasan seksual pada anak kejahatan yang dibenci dan tidak dapat ditolerir
diibaratkan seperti fenomena gunung es, diduga oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena
masih banyak anak Indonesia yang mengalami ketidakjelasan dasar hukum dan terapi efektif
kekerasan seksual yang dilakukan orang yang diberikan (Khaidir, 2007). Penegakkan
dewasa yang dikenal maupun tidak dikenal. diagnosis pedofilia menurut DSM IV-TR adalah
Pada bulan Maret 2017, publik fantasi yang merangsang secara seksual,
dikejutkan dengan ditemukan akun grup dorongan seksual atau perilaku yang melibatkan
Facebook berisi kumpulan para pedofil. Pedofil aktivitas seksual pada anak berusia prapubertas;
adalah sejenis dari penyimpangan seksual yang individu paling sedikit berusia 16 tahun atau
membuat individu memiliki dorongan dan fantasi lebih tua lima tahun dari anak yang menjadi
seksual yang kuat dan berulang pada anak-anak korban.
prapuber(American Psychiatric Association, Istilah pedofil dan child molester
2000). Pada akun grup Facebook tersebut, para (penganiyaan anak) sering dipertukarkan
anggota saling berbagi pengalaman dan tips sehingga menimbulkan kebingungan pada
berpacaran dengan anak prapubertas yang definisi hukum dan psikopatologi (Oltmanss &
diberi sebutan loli. Foto-foto anak yang menjadi Emery, 2013). Child molester merupakan
korban disebarkan dalam grup tersebut, serta penyerangan seksual yang dilakukan dengan
cara melakukan hubungan seksual dengan anak korban anak. Istilah pedofilia menurut perspektif
dan pendekatan yang dapat dilakukan. psikopatologi adalah prefensi seksual yang

27
Judul Artikel (Arial 8pt) Nama Penulis (Arial 8pt)

membuat individu memiliki dorongan atau fantasi sudah mengalami pra pubertas. Sehingga tidak
pada anak dibawah umur disertai perilaku bisa ketertarikan pada anak diatas 12 tahun
seksual atau tanpa perilaku. Sementara istilah yang mengalami pra pubertas bukan dimaksud
pedofilia dalam definisi hukum adalah orang pedofilia sebenarnya.
dewasa yang melakukan hubungan seksual Bagi individu dewasa menyukai individu
pada individu yang dianggap masih dalam usia anak yang memasuki usia pubertas atau
perlindungan hukum. Selain itu hal yang mendekati pubertas disebut hebefilia. Hebefilia
membuat bingung adalah definisi anak, setiap tertarik pada anak-anak usia pubertas atau
Negara memiliki variasi usia anak. Indonesia mendekati usia pubertas, ketertarikan pada
menyebutkan usia anak adalah individu yang anak-anak yang menunjukkan perkembangan
berusia 0 sampai 18 tahun. seksual sekunder seperti tumbuhnya buah dada
Dalam perspektif hukum , pelaku pada anak perempuan atau rambut kemaluan.
kekerasan seksual anak atau pedofil akan Menurut Kitaeff (2017) hebefilia berbeda dengan
mendapatkan posisi terendah dalam hirarki pedofilia dan tidak dimasukkan sebagai
penjara (Khaidir, 2007). Hal ini dikarenakan gangguan prefensi seksual di dalam DSM IV TR.
sanksi sosial masyarakat tidak bisa menerima Dorongan seksual pada manusia yang
hubungan seksual secara paksa pada usia anak. mengalami pubertas dianggap normal (Frances
Pelaku dipandang sebagai orang yang memiliki & First, 2011)
moral yang buruk, sehingga tidak sedikit laporan Modus operandi pedofil biasanya
penyiksaan narapidana pada pelaku pedofilia. adalah mendapatkan kepercayaan atau bahkan
Program pembinaan narapidana pedofilia juga pertemanan dari korban yang dimaksud. Seperti
terkendala penangan terapi yang untuk halnya pengakuan akun FB pedofil yang
menghilangkan fantasi seksual terhadap anak mengatakan mengenal dekat korban dengan
belum tersedia secara efektif. Pemerintah memberikannya makanan manis, memiliki
Indonesia sempat melakukan wacana hewan peliharaan atau mainan menyenangkan
melakukan kebiri untuk pelaku kekerasan (Febrianti, 2017). Keberadaan para pedofil
seksual anak. Hal ini dilakukan sebagai bentuk cenderung tidak jauh dari anak-anak dan
perlindungan anak dan efek jera kepada calon biasanya merupakan tempat yang sering
pelaku lainnya. Pro dan kontra terjadi di dikunjungi anak sehingga memungkinkan kontak
kalangan masyarakat terutama pada aktivis dekat dengan anak seperti sekolah, perumahan,
HAM dan para tenaga medis. Kebiri dianggap taman bermain atau area lapangan terbuka.
sebagai bentuk pelanggaran fitrah manusia Menurut Kitaeff (2017)kontak seksual
dalam menghasilkan keturunan, sehingga yang dilakukan oleh pedoflia melalui felasio
mereka memiliki risiko cacat sepanjang hayat (hubungan seksual dengan mulut merangsang
dan tidak adanya kesempatan memperbaiki diri penis) atau kunilingus (hubungan seksual
(Khairuddin, 2018) dengan mulut merangsang vagina) daripada
Pedofilia dalam Perspektif Psikologi Forensik hubungan seksual secara paksa. Mayoritas
Menurut Kitaeff (2017) pedofilia pedofil lebih senang mencumbu. Riset lain pada
merupakan gangguan nafsu seksual yang kasus korban pedofilia merupakan anak
melibatkan fantasi dan perilaku pada subjek perempuan, pelaku adalah keluarga dan
kepuasan seksual bergantung. Subjek kepuasan penyerangan terjadi di tempat tinggal korban,
seksual adalah anak. Pengertian ini tidak sama sedangkan pada kasus korban pedofilia
dengan serangan seksual pada anak seperti merupakan anak laki-laki, maka mayoritas
yang disampaikan pada laporan media dan pelaku merupakan orang asing dan
publik. Individu dengan pedofilia tidak penyerangan terjadi di luar tempat tinggal
melakukan serangkaian kekerasan atau korban (Hagan, 2017)
pemaksaan pada anak. Hagan (2017) Analisis Kepribadian Pelaku Pedofilia
berpendapat bahwa pelaku pedofila memiliki Artikel ini berasal dari kumpulan
fantasi seksual pada anak kurang dari 12 tahun penelitian terdahulu mengenai pedofilia di
atau yang belum mencapai pubertas. Artinya Indonesia maupun di luar negeri. Pencarian
tubuh anak tersebut belum tumbuh secara artikel disaring dan disesuaikan dengan tujuan
dewasa, belum terbentuknya payudara dan yaitu mengungkap dinamika psikologis pedofilia
lengkuk pinggang pada anak perempuan, atau menggunakan asesmen. Berdasarkan hasil
belum mengalami ejakulasi pada anak laki-laki. penyaringan terdapat beberapa artikel yaitu:
Ketertarikan pelaku pedofilia pada anak yang
belum matang organ seksual, sehingga patokan
usia anak seringkali ambigu menyebutkan
pedofilia. Perspektif media menggap pelaku
pedofilia memiliki ketertarikan pada usia anak
dibawah 18 tahun, anak usia diatas 12 tahun

28
Judul Artikel (Arial 8pt) Nama Penulis (Arial 8pt)

Tabel 1 Tabulasi Hasil Penelitian

Nama peneliti dan Metode Penelitian Hasil Penelitian


tahun
Wiesel & Wiztum, Tes Grafis (Self Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap refleksi
(2006) Figure Drawing) pedofil terhadap diri sendiri melalui tes grafis. Dari
hasil penelitian pada 22 narapidana pedofilia ada
beberapa simbol yang muncul yaitu simbol
agresifitas, melebihkan alat kelamin (menunjukkan
simbol penis dalam gambarnya), memutuskan garis
tubuh dan mata yang menyipit.
Retno & Sarwono Analisa tes Rorchach Hal-hal yang muncul dari pelaku peadofilia adalah :
(2008) pada 2 pelaku 1. Memiliki kegagalan dalam membentuk hubungan
pedofilia romantis dengan lawan jenis perempuan dewasa.
2. Adanya kecemasan
3. Introvert
4. Kurang mampu mengendalikan impuls
5. Pribadi yang tidak matang
6. Memiliki kegagalan dalam beradaptasi di
lingkungan sosialnya.
7. Cukup kreatif namun tidak didukung kemampuan
kognitif.
Ermila (2019) Hubungan Harga diri
kepribadian big five Rendah : 0%
dengan harga diri Tinggi : 43%
pada Napi kasus Tidak terklasifikasi : 57%
pedofilia/ 150 napi Extraversion
Rendah :1
Tinggi : 75
Tidak terklasifikasi : 74
Agreeableness
Rendah :1
Tinggi : 62
Tidak Terklasifikasi : 86
Jahnke et al (2019) Skala big five pada - Emosi kurang stabil, neurotic tinggi
89 pria pedofilia - Ekstraversi rendah
- Cautioness tinggi
Affierni et al (2020) Penelitian kualitatif Dinamika psikologis yang ditemukan:
pada dua pelaku 1. Adanya kegagalan dalam membangun hubungan
pedofilia romantis dengan wanita dewasa ; tidak puas
dengan pernikahannya.
2. Ada masalah pada hubungan kontak sosial
dengan rekan seumuran.
3. Ketidakmampuan mengontrol hasrat seksual dan
memiliki kecenderungan menonton konten
seksual.
4. Adanya pemaknaaan berlebihan terhadap simbol
non verbal korban sebagai ajakan seksual.

29
Judul Artikel (Arial 8pt) Nama Penulis (Arial 8pt)

Berdasarkan hasil riset dari beberapa artikel Dinamika Psikologis Pedofilia Perspektif
ditemukan beberapa profiling kepribadian yaitu Perkembangan
adanya sejarah kegagalan membina relasi
interpersonal dengan wanita dewasa. Meskipun Riset lain diungkap Handayani (2012)
sudah menikah terjadi kegagalan dalam yang menganalisa kebutuhan (needs) pada
pernikahan atau mengalami ketidakpuasan di pelaku pedofil serta relasi dengan orangtua.
dalam perkawinan (Retno & Sarwono, Pelaku pedofil cenderung memiliki poin tinggi
2008);(Affierni et al., 2020) Kesamaan lain yan pada kebutuhan rasa aman, kasih sayang,
terungkap adalah hambatan interpersonal, pengakuan dan dominasi. Pelaku pedofil
pedofil memiliki kepribadian introvert, pribadi memiliki sejarah kegagalan membentuk
yang kurang matang, menarik diri, dan memiliki hubungan intim pada pernikahan. Pada relasi
masalah traumatis yang tak terungkap(Retno & keluarga, pelaku pedofil memiliki figur ayah yang
Sarwono, 2008);(Jahnke et al., 2019) hilang atau kabur. Pola asuh yang diberikan ibu
di masa kanak-kanak tergolong buruk karena
Dalam hal pengendalian impuls seksual, pola asuh otoriter yang cenderung mendominasi
pelaku pedofilia memiliki kekurangan anak.
pengendalian impuls seksual yang dilampiaskan
individu dengan menonton film bertema Pedofil tidak mampu membentuk relasi
seksual(Affierni et al., 2020); (Retno & Sarwono, intim pada wanita dewasa sehingga menjadikan
2008). Pelampiasan tersebut terjadi karena anak sebagai pengganti relasi intim. Penelitian
ketertarikan pada anak-anak merupakan suatu yang dilakukan peneliti sebelumnya memiliki
hal yang salah dan tidak dapat diterima oleh kesamaan bahwa onset pelaku pedofil ada di
norma sosial dan masyarakat (Khaidir, 2007), usia remaja, pelaku memiliki hambatan berelasi
sehingga tidak bisa disalurkan. Padahal impuls dengan lawan jenis yaitu wanita dewasa dan
dorongan seksual yang dirasakan pelaku begitu terdapat hambatan interpersonal (Affierni et al.,
tinggi dan tidak mampu melakukan kompensasi 2020). Padahal menurut Papilia et al (2014)
terhadap impuls. Akibatnya pedofil mengalami masa orientasi seksual terjadi di masa remaja,
kecemasan karena dorongan seksual yang remaja mulai memiliki dorongan seksual seiring
mengarah pada objek yang dianggap keliru oleh dengan aktifnya organ reproduksi. Menurut
superego individu. Gangguan psikopatologis (Hurlock, 2007), pada masa remaja memiliki
yang dialami individu pedofilia berupa cemas, minat terhadap lawan jenis, kesempatan untuk
depresi dan psikosomatis merupakan bentuk mengembangkan minat dan status dalam
dari konflik dinamika intrafisik pada individu. kelompok sebaya. Remaja dengan potensi
pedofilia karena kegagalan membangun relasi
Riset Ermilia (2019) menunjukkan lawan jenisnya berusaha membangun relasi
narapidana pedofilia memiliki harga diri kategori intim pada individu yang dianggap tunduk dan
tinggi 43%, tidak terklasifikasi 57% dan rendah mudah dimanipulasi.
0% dari populasi yang diteliti. Peneliti berasumsi
riset dari Ermilia (2019) diberikan pada narapida Penelitian sebelumnya melaporkan
pedofil yang telah mendapatkan perlakuan dari bahwa para pelaku pedofilia cenderung memiliki
lembaga pemasyarakatan. Hal ini dikarenakan hambatan dalam intrapersonal dan mengalami
tidak durasi waktu yang sudah dihabiskan oleh simtom psikopatologis yaitu kecemasan,
narapidana di penjara dalam penelitiannya. psikosomatis dan depresi. Padahal hubungan
Proses pemberdayaan dari lembaga intrapersonal melibatkan relasi sehat dibentuk
pemasyarakatan meningkatkan harga diri individu kepada orang lain (Santrock, 2011).
mereka. Hasil ini mungkin berbeda pada pelaku Kegagalan dalam membangun hubungan
sebelum memasuki lembaga permasyarakatan. interpersonal menimbulkan ketidakberhasilan
Sementara riset Jahnke et al (2019) diberikan menjalankan peran sosial di masyarakat.
pada orang-orang yang mengakui ketertarikan Kegagalan membangun relasi dengan orang
seksualnya dengan menggunakan kueisioner dewasa dialihkan pada anak-anak dalam rangka
secara daring. Hal ini membuat mereka mencari sosok yang aman. Anak-anak dianggap
mengakui adanya dorongan prefensi seksual tidak akan menyakiti, posisi anak-anak yang
berbeda, pengakuan ini menimbulkan adanya lemah dan mudah bergantung pada orang
penerimaan diri. Sehingga skor harga diri pelaku dewasa dianggap tepat menjadi objek
kekerasan seksual meningkat. Skor ini mungkin ketertarikan seksual.
berbeda pada pedofilia yang mengalami krisis
terhadap kondisi prefensi seksual yang dianggap Kesimpulan
bertentangan pada norma.
Istilah pedofilia diberikan pada individu
yang ketertarikan seksual dengan atau tanpa
perilaku seksual pada individu berusia 12 tahun
kebawah atau mereka yang belum memasuki
30
Judul Artikel (Arial 8pt) Nama Penulis (Arial 8pt)

usia pubertas. Diagnosis pedofilia menurut DSM Ermila, K. (2019). Ermila, K. (2019). Hubungan
sering tertukar dengan istilah kekerasan seksual Kepribadian Big Five dengan Harga Diri pada
pada anak dan hebefilia. Kekerasan seksual Narapidana Pedofilia di Lapas Kelas I
pada anak merupakan tindakan paksa Tanjung Gusta Medan. Medan. Fakultas
melakukan hubungan seksual pada anak. Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Hebefilia merupakan ketertarikan seksual pada Skripsi. Tidak diterbitkan. [Skrispi, Universitas
individu yang memasuki usia pubertas, hebefilia Sumatera Utara].
tidak bisa dimaksudkan gangguan mental. https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/1
23456789/23937/151301016.pdf?sequence=
Onset kemunculan pedofilia pertama kali 1&isAllowed=y.
muncul di usia masa remaja. Hambatan dalam Febrianti, V. (2017, March 17). Grup Ini Bagikan
berinteraksi kepada kelompok seusianya dan Pengalaman dan Cara Pedofil Pacari Anak
kegagalan membangun relasi intim pada Usia 2-11 Tahun, Netizen Merinding.
perempuan dewasa dianggap pemicu terjadinya Frances, A., & First, M. (2011). Hebephilia Is Not
pedofilia. Individu dengan pedofila memiliki a Mental Disorder in DSM-IV-TR and Should
masalah dalam membangun relasi setara Not Become One in DSM-5. Journal of the
memilih anak-anak menjadi objek seksual American Academy of Psychiatry and the
karena dianggap tidak menolaknya. Law, 39(1), 78–85.
Hagan, F. (2017). Pengantar Kriminologi: Teori,
Keterbatasan Metode dan perilaku kriminal. CV Kencana.
Hurlock, E. (2007). Psikologi Perkembangan.
Penelitian ini merupakan studi literatur Penerbit Erlangga.
untuk menelaah kondisi pelaku pedofilia dari Jahnke, S., Geradt, M., Schmidt, S., & Hoyer, J.
riset terdahulu. Dalam penelitian sebelumnya (2019). Bigfive Personality Factors Among
tidak menyebutkan pedofilia yang dilakukan oleh Men with Sexual Interest in Children.
pelaku benar-benar ditujukan oleh anak-anak International Journal of Sexual Health, 31(2),
dibawah usia 12 tahun ataukah anak-anak pra 164–169.
pubertas. Hal ini dikarenakan adanya Khaidir, M. (2007). Penyimpangan Seks
kebingungan usia anak, istilah hukum (Pedofilia). Jurnal Kesehatan Masyarakat,
menganggap kekerasan seksual pada anak 1(2), 83–89.
ditujukan pada individu berusia 18 tahun. Khairuddin. (2018). Hukum Kebiri dalam kajian
Apabila pelaku melakukan hubungan seksual displiner. CV Gemilang.
pada anak sudah pra pubertas atau pubertas Kitaeff, J. (2017). Psikologi Forensik. Pustaka
maka disebut hebifilia. Kondisi hebifilia tidak Pelajar.
termasuk gangguan mental. Kuwado, F. (2017, March 18). Jaringan Pedofilia
Terungkap, Pemerintah Hingga Facebook
Saran
Diminta Turun Tangan.
Penelitian ini bertujuan untuk Oltmanss, & Emery. (2013). Psikologi Abnormal.
Pustaka Pelajar.
mengungkap kondisi psikologis pelaku pedofilia
Papilia, D. E., Feldman, R. D., & Martorel.
berdasarkan perspektif psikologi perkembangan. (2014). Experience Human Development.
Peneliti memberikan garis batasan jelas Salemba Humanika.
mengenai pedofilia dalam perspektif psikologis, Retno, E. D., & Sarwono, S. (2008). Profil
kekerasan seksual dan hebifilia. Harapannya Kepribadian Pedofilia Melalui Tes Roschach.
penelitian ini bisa menjadi acuan untuk Jurnal Psikologi Sosial, 14(2), 99–112.
penelitian kedepan untuk mengungkap kondisi Santrock, J. (2011). Human Life Span. Pustaka
Pelajar.
pelaku pedofilia dengan riset yang lebih
tempo.co. (2014). Kasus Pedofilia di Indonesia
mendalam. Tertinggi di Asia.
Wiesel, R., & Wiztum, E. (2006). Child Molestars
DAFTAR PUSTAKA Versus Rapists as Reflected in Theor Self
Figure Drawings:A Pilot Study. Journal of
Affierni, S. I., Nafikadini, I., & Rokmah, D. Child Abuse, 15(1), 105–117.
(2020). Qualitative Study On Perperator of
Child Sexual Violence with the Symbolic
Interaction Theory Approach. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 16(1), 17–27.
American Psychiatric Association. (2000). DSM-
IV-TR. Diagnostic and statistical manual of
mental disorders. APA.

31

Anda mungkin juga menyukai