Anda di halaman 1dari 15

PRODUKSI PENGETAHUAN SEKSUALITAS : REPRESENTASI PELECEHAN

SEKSUAL REMAJA DI PUGER KULON, KECAMATAN PUGER, KABUPATEN


JEMBER
Nur Idayati1, Maulana S. Kusumah
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember
1Email : nuridayatai11@gmail.com

Abstrak
Pada artikel ini yang berfokus pada isu remaja, seksualitas dan sexual harassment. Adanya budaya dalam
realitas kebiasaan remaja tentang diijinkannya perilaku pelecehan seksual. Selain itu seksualitas masih
dianggap tabu untuk diperbincangkan di ruang publik. Secara sosiologis fenomena ini dapat dikatakan sebagai
suatu bentuk kegagalan konstruksi seksualitas pada remaja. Asumsi ini didukung dengan adanya pengetahuan
seksualitas remaja yang mengijinkan pelecehan seksual dan dianggap sebagai lelucon. Seksualitas sebagai
suatu produksi pengetahuan diambil dari sudut pandang remaja serta lingkungan yang memiliki relasi secara
langsung. Diskursus seksualitas hadir dengan ragam operatornya. Artikel ini menjadi isu utama yang
dinarasikan dengan menggunakan pisau analisisi Michel Foucault tentang seks, kekuasaan dan pengetahuan.
Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan seksualitas remaja di Puger. Pada
konsekuensi metodologisnya artikel ini menggunakan genealogi Foucault untuk menarasikan pengetahuan
seksualitas remaja. Peneliti mencoba melihat bagaimana masalah dasar yang muncul dapat dipecahkan dengan
sebuah kerangka sejarah. Lantas yang menjadi informan kunci adalah remaja/ siswa-siswi dari sekolah
menengah pertama (Sekolah Negeri) dan sekolah menengah atas (Sekolah Religius) di Puger Kulon.
Kata Kunci : remaja, seksualitas, sexual harassment, pengetahuan

THE PRODUCTION OF SEXUALITY KNOWLEDGE: REPRESENTATION OF


ADOLESCENT SEXUAL HARASSMENTS IN PUGER KULON, SUB-DISTRICT
PUGER, JEMBER DISTRICT

Abstract
In this article that focuses on issues of youth, sexuality and sexual harassment. The existence of culture in the
reality of adolescent habits about permitting sexual harassment behavior. Besides sexuality is still considered
taboo to be discussed in public spaces. Sociologically this phenomenon can be said as a form of failure of the
construction of sexuality in adolescents. This assumption is supported by the knowledge of adolescent sexuality
that allows sexual harassment and is considered a joke. Sexuality as a production of knowledge is taken from
the point of view of adolescents and environments that have direct relations. The discourse of sexuality comes
with a variety of operators. This article is the main issue narrated using the knife of Michel Foucault's analyst
about sex, power and knowledge. In addition this study aims to describe the knowledge of adolescent sexuality
in Puger. In its methodological consequences this article uses the Foucault genealogy to narrate the knowledge
of adolescent sexuality. Researchers try to see how basic problems that arise can be solved by a historical
framework. Then the key informants were teenagers / students from junior high schools (Public Schools) and
senior high schools (Religious Schools) in Puger Kulon.

Keywords : teenage, sexuality, sexual harassment, knowledge

71 | J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 5, No 1, Juli 2020

PENDAHULUAN Sebutan ini dianggap biasa oleh remaja Sekolah


Fenomena yang terjadi di Puger Kulon Negeri (sekolah menengah pertama) karena
berdasarkan data yang diperoleh dari informan dianggap sebagai guyonan atau bahan
di lapangan adalah adanya remaja Sekolah becandaan semata. Selain itu, yang terjadi
Negeri yang saling mengolok temannya dengan adalah ketika remaja laki-laki di Sekolah Negeri,
kata “lonte” atau “senuk”. Perilaku remaja ini kerap kali mengalami pelecehan fisik oleh
tidak lepas dari pengaruh lingkungan terhadap temennya.
mereka. Lingkungan sekolah maupaun Pelecehan fisik yang dialami remaja
lingkungan rumah memiliki peran besar dalam Sekolah Negeri ini, yaitu ketika alat kelaminnya
mengkonstruksi remaja. Lebih lanjut peneliti dipegang oleh teman laki-lakinya. Secara
akan terfokus pada produksi pengetahuan sosiologis perilaku pelecehan seksual ini
seksualitas remaja. Diasumsikan remaja akan merupakan pengaruh yang muncul akibat
mengadopsi pengetahuan seksualitas dari adanya kegagalan konstruksi seksualitas.
lingkungan, seperti di sekolah maupun di rumah, Diasumsikan remaja akan mengadopsi
yaitu keluarga dan teman bermainnya. pengetahuan seksualitas dari lingkungan, seperti
Jika melihat fenomena yang terjadi di di sekolah maupun di rumah, yaitu keluarga dan
Puger Kulon, lantas peneliti mencoba melihat teman bermainnya.
perilaku pelecehan seksual itu hadir di Penjelasan mengenai apa yang dimaksud
lingkungan dengan tingkat religiusitas yang dengan seksualitas akan berbeda dengan
sangat ketat. Artinya keberadaan pesantren di pengertian seks. Seks dianggap sebagai sebuah
Puger akan menjadi kontradiksi apabila seni kehidupan atau ars erotica, selain itu
dihadapkan dengan keberadaan realitas disebut juga sebagai scientia sexualis (Foucault,
masyarakat nelayan, jika melihat fenomena yang 1997). Kemudian perbedaan mendasar antara
sedang terjadi di lapangan. Keberadaaan pengertian seks dan seksualitas dalam konteks
pesantren, dengan kata lain masyarakat memiliki pemikiran Foucault adalah bahwa seks lebih
ruang lingkup agama yang cukup ketat. Lantas berarti praktik dan seksualitas lebih mengartikan
ini yang kemudian diasumsikan kembali akan pada strategi dan hubungan kuasa yang
meminimalisir terjadinya pelecehan seksual. beroperasi untuk mengkondisikan seks (Kali,
Namun yang terjadi justru sebaliknya, pelecehan 2013).
seksual yang terjadi pada remaja sudah sangat Definisi seksualitas ini lebih luas daripada
berat karena lebih mengarah pada rape. seks. Pada tulisan Hadiwardoyo, ia menjelaskan
Remaja dapat dibedakan menjadi 3 bahwa seksualitas merupakan segala sesuatu
kelompok, yaitu pra remaja, anak yang berusia yang berhubungan dengan kepribadian sebagai
11 sampai dengan usia 14 tahun. Kemudian pria atau sebagai wanita (Hadiwardoyo, 1990).
remaja awal yaitu anak yang berusia 14 sampai Bahkan problematika tentang seksualitas ini
dengan usia 17 tahun. Serta remaja lanjut yaitu juga dituliskan oleh (Suparno, 2007) dimana
anak yang berusia 17 sampai dengan usia 21 menurut Rolheiser menjelaskan bahwa
tahun (Diananda, 2018). seksualitas adalah energi yang indah, baik,
Sedangkan masalah yang mempengaruhi sangat kuat, dan suci, yang diberikan oleh Tuhan
sebagian besar remaja diantaranya yaitu pertama dan dialami dalam seluruh hidup kita, sebagai
masalah penyalahgunaan obat. Kedua, masalah suatu dorongan yang tidak dapat ditekan, serta
kenakalan remaja dan yang ketiga masalah mendorong orang untuk mengatasi
seksual. Sedangkan yang terakhir yaitu masalah- ketidaklengkapan menuju kesatuan yang utuh.
masalah yang berkaitan dengan sekolah Energi yang dimaksudkan oleh Rolheiser adalah
(Diananda, 2018, p. 128). energi untuk mencintai, memperhatikan,
Bahasa atau ungkapan seperti “lonte”, membangun relasi dengan orang lain, serta
“senuk”, “rondo anak rong puluh”, dan “purel” memberikan hidup kepada orang lain.
cukup dikenal oleh remaja di Puger Kulon.

72 | J S P H
Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja, Nur Idayati, Maulana S.

Jika melihat fenomena yang terjadi di ini justru sedang mengarah pada sexual bullying.
Puger, lantas peneliti mencoba melihat perilaku Berangkat dari suatu kebiasaan yang lumrah,
pelecehan seksual itu hadir di lingkungan baik secara kultural dimana laki-laki yang
dengan tingkat religiusitas yang sangat ketat. terbiasa menceritakan tentang perempuan seksi,
Artinya keberadaan pesantren di Puger akan perempuan langsing. Muncul istilah “rayuan”
menjadi kontradiksi apabila dihadapkan dengan dan “modus”, bahasa mulai halus hingga kasar,
keberadaan realitas masyarakat nelayan, jika godaan seksual, hingga pertanyaan nominal atas
melihat fenomena yang sedang terjadi di tubuh. Pelecehan yang dapat ditemui di
lapangan. Keberadaaan pesantren, dengan kata beberapa tempat, seperti yang terjadi di Puger
lain masyarakat memiliki ruang lingkup agama laki-laki akan bersiul, atau mengucapkan kata-
yang cukup ketat. Lantas ini yang kemudian kata, “bokonge rek”, “ayune mba” dan masih
diasumsikan kembali akan meminimalisir banyak kata-kata yang berbau pelecehan
terjadinya pelecehan seksual. Namun yang lainnya. Sexual harassment menjadi suatu
terjadi justru sebaliknya, pelecehan seksual yang tindakan yang dianggap tidak baik, tidak punya
terjadi pada remaja sudah sangat berat karena malu, terkesan merendahkan salah satu pihak
lebih mengarah pada rape. atau kelompok tertentu. Sedangkan
Pada tahun 2017 silam terdapat gadis pemerkosaan (rape) bukan hanya sekedar
berusia 18 tahun yang diperkosa oleh 7 permuda pemaksaan berhubungan seksual kepada
di rumah kosong. Kakek berusia 60 tahun seseorang, tetapi dapat dilihat juga sebagai
perkosa bocah kelas 1 SD pada tahun 2013 manifestasi sikap mental terhadap seksualitas
silam. Kemudian, berita heboh pada akhir bulan (Kusumah, 2017). Lantas rape atau
di tahun 2019 datang dari salah satu sekolah pemerkosaan sendiri menjadi manifestasi dari
tingkat menengah di Puger yang terlibat kasus pelecehan-pelecehan kecil yang dibiarkan atau
tersebarnya foto bugil dari salah satu siswa di seringkali diabaikan.
sana. Berdasarkan informasi yang diperoleh, Interpretasi kritis untuk mengungkap
foto bugil ini dilakukan oleh salah satu siswa relasi pengetahuan dan kekuasaan seksualitas
yang sedang duduk di bangku kelas 3. dalam arena diskursus sebagai upaya membedah
Penelitian ini dimaksudkan untuk produksi pengetahuan seksualitas pada remaja
menggugat sebuah budaya sexual bullying atau pada tingkat sekolah menengah pertama maupun
sexual harrasment. Definisi sexual harassment setara dan sekolah menengah atas atau kejuruan
adalah tindakan melalui sentuhan fisik maupun yang ada di Puger. Sebuah bangun konstruksi
nonfisik, baik disengaja atau berulang-ulang, seksualitas dikemas dalam penelitian ini untuk
atau hubungan fisik yang bersifat seksual dan mengupas asumsi-asumsi masyarakat tentang
bukan suka sama suka (Ramdhani, 2017). pelecehan seksual.
Sexual harassment merupakan terminologi yang Pengalaman siswa tentang pelecehan
tepat untuk memahami pengertian kekerasan seksual di lingkungan sekolah dapat mencakup
seksual. Hal ini dikarenakan sexual harassment perilaku yang tidak diinginkan, misalnya:
memiliki rentang yang luas mulai dari ungkapan komentar seksual, lelucon, gerakan;
verbal, perilaku tidak senonoh, pornografi, menunjukkan gambar-gambar seksual, foto-foto,
memaksa untuk memeluk atau mencium, ilustrasi; pesan seksual tertulis, catatan atau
mengancam korban bila menolak memberikan coretan di dinding kamar mandi atau ruang
pelayanan seksual, hingga terjadinya perkosaan ganti; mengintip saat orang lain berganti pakaian
(Sumera, 2013). Sedangkan sexual bullying atau sedang mandi. Selain itu, pelecehan seksual
adalah dimensi perilaku intimidasi yang dan intimidasi ini berdampak negatif pada harga
mungkin lebih mudah dipahami oleh remaja diri si korban. Suatu pencegahan sexual bullying
muda, pria wanita, dan orang dewasa yang di sekolah khusus perempuan SMP/SMA yang
merawat mereka (Nina M. Fredland, 2008). terdapat di Amerika sejauh ini telah dilakukan
Diasumsikan pendidikan seksualitas saat pelatihan untuk pencegahan pelecehan seksual

73 | J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 5, No 1, Juli 2020

dan ini akan dimungkinkan merugikan dikembangkan oleh wacana. Lantas perspektif
kesejahteraan anak perempuan dan prestasi ini menunjukkan bahwa kekuasaan sebagai
pendidikan (Gruber&Fineran, 2007). Sexual suatu wacana dianggap mampu menggapai,
bullying merupakan konsep yang relatif baru menembus, dan mengontrol individu.
dan yang menghubungkan kesenjangan antara Kekuasaan sebagai suatu konsep yang
penindasan remaja serta kekerasan berkencan lebih menekankan pada sudut pandang sasaran,
yang biasanya terjadi kemudian pada masa maupun sudut pandang objektivitas taktik, serta
remaja, dewasa awal, serta dewasa. analisis wilayah pada hubungan yang
Jember saat ini dikenal sebagai kota beranekaragam sebagai tempat terjadinya
santri, diasumsikan pada wilayah terpencil pun berbagai dampak global dari dominasi
seperti daerah pesisir yang memiliki pondok (Foucault, 1997, p. 126).
atau pesantren pantas disebut sebagai wilayah Sebagai pisau analisis peneliti
religius. Dengan kata lain, tempat religius akan menggunakan teori dari Michel Foucault untuk
minim adanya pelecehan seksual, atau bahkan menarasikan tulisan pada bab berikutnya.
tidak akan terjadi hal tersebut. Teorinnya yaitu tentang seks, kekuasaan dan
Asumsi tersebut muncul dari bagaimana pengetahuan, berangkat dari hasil studinya
sejarah seksualitas yang dituliskan oleh terhadap wacana seksualitas masyarakat abad
Foucault. Hal ini ketika Eropa yang didominasi pertengahan dan masyarakat modern, ditemukan
oleh Gereja. Karena gereja mengatur individu adanya konspirasi kekuasaan dan pengetahuan
dan masyarakat melalui penyeragaman baik dalam dua kelompok masyarakat tersebut.
perilaku, bahasa, pakaian, maupun ritus. Diketahui pada abad pertengahan, konspirasi
Masyarakat abad pertengahan yang corak hidup kekuasaan-pengetahuan ini terlihat dalam
dan pemikirannya selalu dibayang-bayangi oleh kewajiban orang Kristen yang mengaharuskan
kepercayaan akan suatu realitas metafisis di luar adanya pengakuan dosa atas seksualnya kepada
dirinya, yakni Tuhan. Atas nama Tuhan, Gereja seorang pastor.
kemudian mendefinisikan tubuh dan kenikmatan Kemampuan Foucault untuk menilai
(seks) secara amat berbeda. Tubuh dinilai hingga memutuskan bahwa aktivitas seks
sebagai sumber dosa dan diyakini sebagai wakil semacam ini benar dan yang itu salah,
dari dunia kegelapan sedangkan jiwa merupakan disebabkan karena Foucault memiliki
bagian dari keilahian yang harus dikejar dan pengetahuan yang memadai tentang hal yang
dipertahankan (Foucault, 1997). bersangkutan (Kali, 2013, p. 89). Melalui
Setiap agama akan mengajarkan tentang wacana, kehendak untuk mengetahui terumus
kebaikan, dan menjauhi segala perbuatan yang dalam pengetahuan. Bahasa menjadi alat untuk
tidak benar. Siapapun yang melakukan zina mengartikulasikan kekuasaan pada saat
diluar nikah, mereka akan berdosa. Bahkan kekuasaan harus mengambil bentuk
hukuman cambuk menjadi ancaman bagi pengetahuan karena ilmu-ilmu terumus dalam
masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di bentuk pernyataan-pernyataan.
Aceh (Nurdin, 2018). Di Puger mungkin tidak Pada penelitian ini peneliti menggunakan
ada hukuman cambuk, namun hukuman lainnya teknik penelusuran subjek, lantas yang akan
tentu saja akan dimungkinkan untuk terjadi menjadi informan kunci adalah remaja/ siswa-
seperti hukum adat/ hukum sosial. siswi dari beberapa sekolah menengah pertama
dan sekolah menengah atas di Puger. Remaja
METODE PENELITIAN menjadi informan utama dalam penelitian ini
Dalam penelitian ini peneliti karena fenomena yang terjadi di lapangan
mengembangkan perspektif dari Michel adalah ketika remaja terbiasa menggunakan
Foucault. Gagasannya mengenai seksualitas dan ungkapan atau lelucon seksual kepada teman-
kekuasaan berkaitan erat tentang bagaimana temannya. Selain itu masa transisi dari anak-
kekuasaan bergeser searah dengan strategi yang anak menjadi dewasa adalah remaja. Perlu

74 | J S P H
Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja, Nur Idayati, Maulana S.

diketahui bahwa di masa ini terdapat berbagai pengaturan serta penyusunan kenyataan, atau
perubahan dalam diri remaja, yaitu berubahnya dengan kata lain dapat merumuskan kebenaran
hormonal mereka, fisik, psikologis maupun (Kali, 2013, p. 53).
sosial (Batubara, 2010). Foucault menjelaskan episteme sebagai
Remaja akan mengalami perubahan baik sejarah pemikiran, sistem wacana, maupun
dalam perilaku, hubungan dengan sebuah pengandaian. Episteme bukanlah
lingkungannya hingga mulai adanya ketertarikan pengetahuan atau teori, melainkan proses yang
dengan lawan jenis. Pada masa transisi ini akan akan membentuk pengetahuan atau teori
menjadi sulit untuk di pahami oleh beberapa tersebut. Lantas penelitian ini, peneliti berusaha
orang tua khususnya sehingga berpengaruh pada memahami episteme seksualitas remaja, orang
hubungan mereka dengan anaknya. tua, maupun guru di Puger. Hal ini berkaitan
Pendekatan genealogi digunakan oleh dengan apa yang dikatakan normal menjadi
peneliti untuk mendeskripsikan pengetahuan tidak normal dalam masyarakat.
seksualitas remaja, serta mengumpulkan dan Terdapat berbagai macam pengetahuan
mengatakan cerita tentang pengalaman remaja tentang seksualitas yang berkembang di
berkaitan dengan pengetahuan seksualitas. lingkungan sekolah menengah pertama maupun
Peneliti akan melihat bagaimana masalah dasar setara atas. Pengetahuan seksualitas itu
yang muncul dapat dipecahkan dengan sebuah ditampilkan dengan berbagai macam bentuk dan
kerangka sejarah. Hal ini termasuk dengan makna. Lantas peneliti mengumpulkan berbagai
mengacu kembali pada objek yang menjadi pengetahuan tentang seksualitas dari siswa-siswi
unsur pokoknya, seperti sebutan “lonte”, di salah satu sekolah tingkat menengah serta
“purel”, “rondo”, maupun bentuk pelecehan salah satu sekolah kejuruan di Puger. Seperti
seksual lainnya. yang disampaikan oleh Gagak, seorang siswa
Foucault menyebut pendekatan Sekolah Negeri di Puger.
genealogis sebagai pemecahan suatu masalah “Mungkin semacam berbau seksual gitu mba.
dengan sebuah bentuk kerangka sejarah yang Kan seksual- litas, jadi yang berbau seksual.”
dapat membangun suatu pengetahuan, baik itu (dikutip dari dialog dengan Gagak, Remaja
wacana, maupun bidang-bidang objek, dan lain Sekolah Negeri, pada tanggal 30 Oktober
2019)
sebagainya. Genealogi tidak mengacu pada
subjek yang bersifat transendental dalam Pengetahuan seksualitas di sini memiliki
relasinya dengan lapangan peristiwa atau cakupan lebih luas dibandingkan dengan seks.
dipertegas oleh Foucault sebagai yang lari dalam Seksualitas menjelaskan tentang seks, dimana
kesamaannya yang kosong sepanjang sejarah seks dianggap benar maupun dianggap
(Foucault, 2002). berbahaya. Seks dianggap benar, contohnya
yaitu dari seks dalam pernikahan yang sah
HASIL DAN PEMBAHASAN secara negara dan agama. Sebaliknya seks yang
Seksualitas Remaja : Menelusuri dianggap berbahaya adalah ketika seks
Pengetahuan Yang Baru dilakukan di luar dari suatu pernikahan sah, seks
Seksualitas lebih merupakan sebuah yang disertai dengan pemaksaan atau sexual
bentukan tentang perilaku, nilai, norma, etika harassment. Sejalan dengan pernyataan dari
seks, yang diarahkan kepada kepentingan- Mawar berkaitan dengan makna seksualitas itu
kepentingan tertentu oleh pihak-pihak tertentu sendiri.
(Warman, 2016). “Seksualitas, semacam pelecehan seksual gitu
Diskursus seksualitas remaja dapat mba.” (dikutip dari dialog dengan Mawar,
diketahui melalui pernyataan atau bahasa yang Remaja Sekolah Negeri, pada tanggal 30
Oktober 2019)
digunakan oleh remaja dalam menjelaskan
seksualitas. Bahasa di sini menjadi suatu alat Diskursus akan dibentuk oleh praktik
yang dapat dimanfaatkan oleh episteme sebagai yang kemudian memasuki suatu hubungan
75 | J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 5, No 1, Juli 2020

dengan kekuasaan. Lantas diskursus itu sendiri Produksi pengetahuan seksualitas remaja
dapat dilihat melalui praktek kehidupan manusia bahwa seksualitas lebih mengarah pada ars
sehari-hari. Diskursus dapat dipahami bukan erotica. Foucault menyebut ars erotica atau seni
hanya berupa teks melainkan dapat dipahami erotik, dengan kata lain kebenaran diperoleh
sebagai suatu tindakan (Letseka & Victor, melalui suatu proses kenikmatan (Foucault,
2013). Tindakan atau interaksi antara remaja 1997, p. 69).
dengan lingkungannya, terutama di lingkungan Remaja yang menganggap bahwa
sekolah lantas dapat diketahui proses produksi seksualitas merupakan suatu hal yang dapat
pengetahuan mereka tentang seksualitas. meningkatkan hasrat, contohnya ketika
Hadirnya instansi berupa sekolah dapat menonton video dewasa. Kegiatan yang ada di
mengatur dan menertibkan siswa-siswi mereka dalam video porno/ video dewasa/ bokep tidak
atau remaja. Hubungan yang dimaksudkan lebih adalah suatu kegiatan seks. Lantas seks
adalah suatu hubungan antara aturan yang telah sendiri ditegaskan oleh Foucault merupakan
ditetapkan di sekolah, kemudian akan dipatuhi bagian dalam seksualitas, sehingga kuasa atas
oleh siswa atau remaja. Terdapat ragam operator seksualitas akan menciptakan politik atas tubuh
di dalam diskursus, seperti adanya lembaga atau dan menghasilkan kenikmatan (Kali, 2013, p.
sekolah serta subyek yang kemudian 61).
menormalisasi siswa atau remaja untuk tunduk Pengetahuan seksualitas remaja akan
pada aturan dan larangan. berbeda-beda, baik remaja Sekolah Negeri,
Beragamnya pengetahuan seksualitas Sekolah Religius maupun remaja Sekolah
subyek yang muncul dengan usia yang berbeda Kejuruan. Hal ini karena memiliki relasi dengan
seperti seksualitas orang tua dan anak, lingkungan yang mengkonstruksi diri mereka.
seksualitas dokter dan pasien, seksualitas guru Seksualitas untuk pertama kalinya hadir
dan siswa, serta seksualitas psikiater dan pasien atau lahir dari suatu lingkup kecil yang disebut
mental. Lantas mereka lah yang kemudian akan keluarga. Hubungan kekerabatan yang ada
dihantui oleh ruang seperti rumah, sekolah, dan dalam keluarga sebagai awal dikenalkannya
penjara. Pada akhirnya semua telah membentuk seksualitas. Kemudian, saat itulah seksualitas
korelasi prosedur kekuasaan yang tepat hadir dengan sistem ikatan kekerabatan dalam
(Foucault, 1978). Hal ini dikarenakan pada keluarga. Hal ini dikarenakan terdapat suatu
lingkungan sekolah terdapat suatu aturan yang peranan melembagakan seksualitas, contohnya
mengatur remaja atau siswa. ketika hadir sosok ayah yang berperan sebagai
Aturan seksualitas telah ditetapkan kepala rumah tangga, sedangkan ibu yang
bekerja untuk mengatur dan menertibkan siswa mengurus anak di rumah.
di sekolah. Selanjutnya, pada pengetahuan Seksualitas dan perkawinana telah
seksualitas dua remaja sebelumnya akan sangat dihubungkan dalam suatu sistem yang disebut
berbeda dengan pengetahuan seksualitas Melati. keluarga. Lantas keluarga di sini tidak hadir
Perbedaan ini dapat terjadi karena pengaruh sendiri, karena terdapat aturan serta punishment
lingkungan yang mengkonstruksi mereka, baik yang ada pada sistem seksualitas. Selain itu
itu di lingkungan rumah atau lingkungan keluarga juga berhubungan dengan ekonomi
sekolah dan teman-teman mereka. dengan kenikmatan serta intensitas sensasi
“Seksualitas iku kayak seng menimbulkan anu
dengan sistem ikatan kekerabatan (Foucault,
mba, hehehe.. kayak merangsang gitu loh… 1997, p. 136).
maksute meskipun gak ngelakuin, misalnya Keluarga menjadi tempat pertama bagi
kita nonton video porno (bokep) terus anak untuk mengenal perasaan, kasih sayang,
terangsang.” (dikutip dari dialog dengan
Melati, Remaja Sekolah Kejuruan, pada serta cinta. Kontradiksi itu hadir ketika
tanggal 19 Desember 2019). seksualitas dipahami sebagai scientia sexualis.
Hal ini akan berseberangan dengan pengetahuan
seksualitas remaja yang lebih mengarah pada

76 | J S P H
Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja, Nur Idayati, Maulana S.

ars erotica. Lantas pengetahuan seksualitas dalam perolehan kebenaran atau status mereka
orang tua akan sangat berpengaruh terhadap yang dituduh mengatakan apa yang dianggap
pengetahuan seksualitas remaja sebagai salah benar.
satu bagian dalam keluarga. Pada akhirnya akan menganalisis wacana
Pengetahuan seksualitas orang tua dalam hal ini yaitu bahasa yang berhubungan
memiliki pengaruh besar berkaitan dengan cara dengan struktur sosial serta yang memiliki fokus
mereka mendidik anak, menasehati atau ketika eksplisit pada kekuasaan dan tubuh. Fokusnya
mereka memberitahu tentang seksualitas itu pada kekuasaan yang bertujuan untuk
secara tidak langsung. Seperti yang disampaikan mendokumentasikan bagaimana budaya
oleh Ayah Mawar tentang seksualitas. berusaha untuk menormalkan individu melalui
“Seksualitas kayak yang di lokalisasi itu.
cara-cara yang semakin dirasionalisasi, dengan
Transaksi untuk kepuasan manusia untuk membentuk normalitas, mengubahnya menjadi
bagaimananya, kan ya gak bisa saya jelaskan subyek yang bermakna dan objek yang ‘nurut’
secara detail. Tapi yang jelas, seksual itu amit (Olssen, 2014).
nggeh, ya kayak berhubungan badan, yang
seharusnya dilakukan jika sudah status sah Lantas individu di sini merupakan remaja
suami istri, tapi yang terjadi justru yang merupakan siswa sekolah menengah
kebalikannya.” (dikutip dari dialog dengan pertama dan siswa sekolah menengah atas di
Ayah Mawar, pada tanggal 5 Desember 2019) Puger. Hubungan kekuasaan yang dimaksudkan
Seksualitas faktanya tidak jauh berbeda adalah operator yang memiliki pengetahuan
dengan suatu hal seperti saluran yang sangat untuk mengatur atau menundukan subyek.
padat, seperti suatu hubungan kekuasaan, baik Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan
antara laki-laki dengan perempuan, maupun memiliki aturan atau larangan yang mengatur
antara orang dewasa dengan anak muda/ remaja. siswanya, sehingga terdapat suatu relasi
Selain itu hubungan antara orang tua dengan kekuasaan yang menundukkan subyek. Subyek
keturunannya, maupun hubungan antara yang dinormalisasi adalah siswa-siswa serta para
pendidik atau guru dengan muridnya, atau staf guru, karena mereka lah yang akan
hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. mematuhi aturan yang sudah dibentuk dan
Pada hubungan kekuasaan yang ada, ditetapkan di sekolah.
lantas seksualitas bukan lagi suatu unsur yang Produksi pengetahuan seksualitas remaja
paling cacat, tetapi hubungan yang lebih tepat, tidak terlepas dari lingkungan sekolah, tempat
artinya merupakan unsur yang paling praktis. dimana mereka belajar hal baru serta tempat
Sebagai suatu landasan maupun titik temu antara mereka menuntut ilmu. Kegiatan belajar
aneka ragam strategi. Strategi yang mengajar membuat guru dan siswa memiliki
dimaksudkan lebih mengarah pada produksi peran penting dalam menyalurkan ilmu
pengetahuan seksualitas itu sendiri. pengetahuan.
Proses dari hadirnya kekuasaan- Diskursus seksualitas, serta berbagai
pengetahuan yang kemudian menyembunyikan bentuk episteme seksualitas berkembang di
suatu kebenaran di dalam seksualitas. dunia pendidik. Guru sebagai pendidik juga
Kebenaran itu dihasilkan dari adanya kekuasaan memiliki makna sendiri tentang seksualitas.
yang memiliki efek kekuatan reguler (Foucault, Salah satu contohnya yaitu, pengetahuan
1980). seksualitas guru yang berarti sesuatu hal yang
Setiap masyarakat memiliki rezim berkaitan atau berhubungan dengan seks. Hal ini
kebenarannya. Kebenarannya adalah jenis-jenis sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Guru
wacana yang diterima dan menjadikan fungsinya Agama terkaitnya pengetahuan seksualitasnya.
sebagai benar. Mekanisme dan contoh yang
“Kalau menurut pemahaman saya seksual
memungkinkan seseorang untuk membedakan seperti berhubungan dengan lain jenis dan
pernyataan benar dan salah, serta adanya sanksi. beresiko hamil diluar nikah, ya seperti anak
Terdapat suatu prosedur yang diberikan nilai yang saya tangani di sini. Misal, berhubungan
badan, pacaran berlebihan. Pokoknya
77 | J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 5, No 1, Juli 2020

pengertian seksual ini mengarah yang lebih “Iyo mba. Pelecehan yo, hmm…koyok
dalam lagi. Bukan sekedar pelecehan seksual digepuk bokonge mba. atau didemek susune.”
saja.” (dikutip dari dialog dengan Guru Agama (Dikutip dari dialog dengan Melati, Remaja
di salah satu Sekolah Kejuruan Puger pada Sekolah Kejuruan di Puger, pada tanggal 19
tanggal 20 Desember 2019) Desember 2019)
Seksualitas merupakan suatu hal yang Diskursus seksualitas remaja memiliki
lebih mengarah pada suatu hubungan yang lebih relasi dengan hadirnya pengetahuan sexual
jauh lagi antara laki-laki dengan perempuan. harassment remaja. Pengetahuan sexual
Seks di sini lebih mengarah pada scientia harassment Melati yaitu dengan memberikan
sexualis karena selain dipahami sebagai suatu beberapa contoh dari beberapa bentuk pelecehan
hubungan biologis dan menghasilkan keturuan. seksual, untuk mempermudah dalam
Hubungan yang dimaksudkan adalah seks yang menjelaskan makna dari apa yang disebut
berdosa atau suatu interaksi yang menyebabkan dengan pelecehan seksual. Lantas salah satu
perempuan hamil sebelum menikah. contoh dari pelecehan itu dijelaskan oleh Melati
Tren pacaran remaja masa kini yang termasuk dalam pelecehan fisik.
mengharuskan pasangan untuk menuruti Pengetahuan sexual harassmet remaja
keinginan kekasihnya adalah dengan menuruti akan berbeda-beda, pelecehan seksual dikatakan
segala permintaan pasangannya. Sehingga tidak sebagai suatu hal yang sangat merugikan korban
jarang seorang remaja akan kehilangan apabila korban tidak mengijinkannya atau tidak
keperawanannya demi membuktikan tanda cinta menghendakinya. Pendapat dari salah satu siswi
kepada kekasihnya. Sekolah Kejuruan ini telah diamini oleh siswa
Sekolah Negeri juga. Siswa ini adalah Gagak,
Pengetahuan Sexual Harassment Remaja dimana dia yang menyampaikan pendapatnya
Wacana selalu hadir di setiap komunitas tentang pelecehan seksual.
dan akan bersaing satu sama lain dengan “Pelecehan seksual itu ya perbuatan yang
menawarkan berbagai cara untuk memberi merugikan!” (Dikutip dari dialog dengan
makna pada pengalaman orang. Beberapa dari Gagak, Remaja Sekolah Negeri, pada tanggal
mereka maknanya akan lebih dominan atau 30 Oktober 2019)
tampak alami dan ada pula yang bersifat Pelecehan seksual dapat dipahami sebagai
marginal (Mulya, 2018). suatu bentuk perilaku yang berkonotasi atau
Wacana sexual harassment berkembang lebih mengarah pada hal-hal yang berbau
di lingkungan remaja yang berkaitan dengan seksual. Hal ini akan dilakukan secara sepihak
pengetahuan seksualitas mereka. Pengetahuan serta tidak diharapkan oleh orang yang menjadi
sexual harassment menjadi lebih luas korban, sehingga menimbulkan dampak negatif.
cakupannya, sejalan dengan lingkungan yang Akibat dari tindakan ini akan memicu
mengkonstruksi remaja terkait dengan pelecehan munculnya perasaan malu bagi korban, marah,
seksual. Lingkungan sekolah maupun tersinggung, maupun lainnya pada diri korban
lingkungan rumah atau tempat mereka tinggal, pelecehan tersebut (Suryandaru, 2007).
diasumsikan memiliki peran penting untuk Pengetahuan sexual harassment Gagak
mengkonstruk pikiran mereka. Berangkat dari yaitu suatu hal yang sangat merugikan. Hal ini
hasil konstruksi orang tua, guru, dan teman tidak lepas dari pengaruh lingkungan maupun
lantas diadopsi oleh remaja sebagai suatu pengalaman pribadi. Sexual harassment yang
pengetahuan baru. pernah dialami oleh Gagak merupakan
Episteme merupakan hipotesis awal, atau pelecehan fisik, yaitu ketika dipegang alat
proses yang mengarah pada produksi kelaminnya oleh teman laki-laki di sekolah.
pengetahuan. Dengan kata lain pengetahuan Mawar yang merupakan teman Gagak di
sexual harassment remaja merupakan proses Sekolah Negeri juga pernah mengalami
produksi pengetahuan yang masih dini. pelecehan berupa suitan ketika berjalan pulang
sendirian. Pengalaman Gagak dan Mawar
78 | J S P H
Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja, Nur Idayati, Maulana S.

tentang pelecehan seksual lantas membuatnya baik pada tingkatan awal seperti pelecehan fisik,
menyatakan dengan tegas bahwa pelecehan sedangkan tingkat atas yaitu pemerkosaan.
seksual merupakan perbuatan yang merugikan. Produksi pengetahuan seksualitas yang
Hal ini juga disampaikan oleh Mawar, atau mengarah pada pelecehan seksual adalah ketika
teman satu kelas dengan Gagak di Sekolah episteme sexual harassment remaja yang
Negeri. menyatakan bahwa ungkapan “senuk” “lonte”,
“Pelecehan seksual ya kayak ngomong jorok itu
“purel”, atau lainnya sebagai suatu pelecehan.
mba.” (Dikutip dari dialog dengan Mawar, Bahkan kata “sayang” pun dapat menjadi suatu
Remaja Sekolah Negeri, pada tanggal 30 pelecehan. Apabila korban sadar bahwa dirinya
Oktober 2019) telah dilecehkan, maka ungkapan yang
Gagak dan Mawar memiliki pengalaman diterimanya adalah salah satu bentuk pelecehan
pelecehan yang berbeda. Jika pendapat Mawar verbal. Bukan hanya pelecehan verbal, namun
mengenai pelecehan seksual, lebih kepada pelecehan fisik pun, dapat dikatakan bukan
pelecehan verbal, seperti “lonte” atau “senuk”. pelecehan. Hal ini berkaitan dengan produksi
Pelecehan tidak selalu bersifat seksual, karena pengetahuan sexual harassment remaja.
ada pelecehan gender yang digunakan sebagai
tindakan kasar seperti menggunakan sebutan Fenomena Sexual Harassment di Puger
'gay' atau 'lesbi' pada siswa lain (Kearl & Fenomena sexual harassment (pelecehan
Catherine, 2011). seksual) telah terjadi di berbagai tempat, baik itu
Lantas dapat diketahui bahwa pelecehan di tempat umum seperti tempat kerja, stasiun,
di sini tidak selalu bersifat seksual, karena atau beberapa tempat lainnya. Pelecehan ini
terdapat berbagam bentuk pelecehan yang dapat dapat dialami oleh semua kalangan, muda
terjadi. Permasalahan yang ada di Puger maupun tua, laki-laki atau perempuan. Seperti
khususnya tentang seksualitas, justru mengarah apa yang telah terjadi di Puger, dialami oleh
pada sexual bullying. Hal ini dapat dilihat dari Mawar dan siswa-siswi sekolah menengah
perilaku remaja yang mengijinkan pelecehan di pertama lainnya.
sekolah. Pengetahuan sexual harassment remaja, “hmm, ya kayak disiulin gitu mba. Waktu itu
orang tua, maupun guru telah dibahas pernah pas pulang sekolah dipanggil “sayang”
sebelumnya. sama bapak-bapak dipinggir jalanan itu.”
Pada episteme sexual harassment remaja (dikutip dari dialog dengan Mawar, Remaja
Sekolah Negeri di Puger, pada tanggal 18
adalah sesuatu perbuatan yang merugikan serta Desemer 2019)
lebih mengarah pada pelecehan suara maupun
Bahasa merupakan refleksi dari suatu
fisik. Hal ini seperti dipegang bagian tubuh
kejadian yang nyata atau real. Bahasa akan hadir
tertentu, alat kelamin, pantat, atau lainnya. Serta
untuk mengungkap kebenaran, lantas
pelecehan verbal seperti “lonte” maupun
pengalaman itu sendiri menjadi pendukung
“purel”. Pada episteme sexual harassment orang
dalam proses pewujudan bagaimana kekuasaan
tua yang menggambarkan pelecehan seperti
itu bekerja (Foucault, 2002). Pada penjelasan di
pemerkosaan. Contoh lainnya dari episteme
atas dapat diketahui, bahwa pelecehan seksual
sexual harassment orang tua yaitu berupa
dapat berupa pelecehan verbal, contohnya yaitu
pelecehan fisik seperti disentuh bagian tubuh
panggilan “sayang”. Bahasa atau ungkapan
tertentu atau dipegang payudara secara sengaja
“sayang” disampaikan oleh Mawar sebagai
oleh orang lain.
bentuk pelecehena, akan tetapi orang lain belum
Selanjutnya pada episteme sexual
tentu beranggapan serupa dengan Mawar.
harassment guru yang menggambarkan
Bentuk pelecehan seksual lainnya juga dialami
pelecehan seperti melecehkan perempuan
oleh seorang siswa Sekolah Negeri, yaitu Gagak.
hingga korban merasa dilecehkan dan menangis.
Perbedaannya adalah yang dialami oleh Gagak
Pelecehan seksual merupakan perbuatan tidak
termasuk dalam bentuk pelecehan fisik. Selain
itu pelecehan fisik yang dialami oleh Gagak juga
79 | J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 5, No 1, Juli 2020

dialami oleh temannya di salah satu sekolah suatu pelecehan apabila yang mengatakan adalah
menengah pertama di Puger. laki-laki kepada perempuan.
“kalau pengalaman saya, ya pas dipegang alat “kalau kata lonte yang diucapkan ke teman
kelamin sama temen dulu.” (dikutip dari dialog perempuan ya hanya untuk guyon aja biasanya
dengan Gagak, Remaja Sekolah Negeri di mba.”(dikutip dari dialog dengan Mawar, siswi
Puger, pada tanggal 18 Desemer 2019) Sekolah Negeri di Puger, pada tanggal 30
Oktober 2019)
Sexual harassment merupakan tindakan
yang merugikan setiap individu yang menjadi Sebutan “lonte” akan digunakan oleh siswi
korban, namun menjadi keuntungan sendiri bagi sekolah menengah pertama kepada sesama
yang melakukan. Terdapat berbagai macam teman perempuan. Menariknya kata ini
bentuk pelecehan seksual, mulai pada tingkat diucapkan layaknya kedekatan di antara mereka
terendah hingga mencapai pada tingkat yang dalam suatu ikatan yang disebut persahabatan.
lebih serius. Pelecehan seksual dapat menjadi Hal ini nampaknya akan berbeda, jika yang
problem serius karena akan mengarah pada rape menggunakan kata “lonte” atau “purel”
atau pemerkosaan. Selain itu, pelecehan seksual dilontarkan oleh seorang laki-laki pada
di sisi lain dapat digunakan sebagai lelucon perempuan. Lantas ini akan dianggap sebagai
sehingga nampak bukan masalah besar dan tidak suatu hinaan, atau pelecehan terhadap
tergolong dalam bentuk pelecehan. perempuan. Hal ini dikarenakan kata “lonte” atau
Sederhananya ketika remaja atau siswa-siswi “purel” memiliki arti perempuan nakal yang
sekolah menengah pertama yang beberapakali bekerja di tempat prostitusi.
menggunakan sebutan atau panggilan “lonte” Fenomena yang telah terjadi di Puger,
atau “purel” kepada temannya di sekolah bahwa pengetahuan sexual harassment remaja
dianggap biasa. Hal ini dapat dikatakan bahwa dapat dibedakan menjadi tingkat terendah hingga
pelecehan seksual telah diijinkan atau tingkat teratas. Pada tingkat terendah yaitu
sebenaranya pengetahuan sexual harassment pelecehan verbal seperti disiulin atau dipanggil
mereka demikian adanya. “sayang” oleh orang asing yang tidak dikenal.
Sedangkan pada tingkat teratas yaitu pelecehan
“ya kalau yang dikatain itu tersinggung, berarti
fisik seperti yang dialami oleh seorang siswa di
termasuk. Kalau yang dikatain gak
tersinggung, berarti gak apa-apa.” (dikutip dari
Sekolah Negeri di Puger. Selanjutnya pada
dialog dengan Gagak, Remaja Sekolah Negeri pelecehan verbal dapat dibedakan menjadi dua
di Puger, pada tanggal 30 Oktober 2019) makna, dimana akan dianggap sebagai pelecehan
apabila yang mengatakan “lonte” atau “purel”
Berdasarkan penjelasan dari Gagak, lantas
adalah laki-laki kepada perempuan. Sebaliknya,
dapat diketahui bahwa pelecehan dapat
apabila yang mengatakan “lonte” atau “purel”
dikatakan atau dianggap sebagai suatu pelecehan
adalah perempuan kepada perempuana maka
atau bukan pelecehan. Apabila korban menyadari
bukan termasuk pelecehan.
hal tersebut atau jika episteme mereka tentang
Sebutan lain yang beberapa kali diucapkan
pelecehan adalah dengan terjadinya suatu
oleh anak madrasah sebagai bahan ejekan kepada
perbuatan maupun tindakan yang merugikan diri
sesama temannya di sekolah yaitu “rondo anak
mereka. Namun, sebaliknya, suatu hal tidak
rong puluh” artinya “janda memiliki anak 20”.
dianggap pelecehan jika tidak ada yang merasa
Hal ini tidak lepas dari lingkungan yang
dirugikan. Baik itu pelaku yang mengatakan kata
mengkonstruksi mereka. Bahwa ungkapan ini
“lonte” maupun orang yang dikatai “lonte”.
digunakan oleh seorang siswi dari Sekolah
Pengetahuan sexual harassment akan
Religius sebagai suatu hinaan untuk seorang
sangat nampak apabila dilihat dari yang terjadi di
perempuan yang dianggap tidak lagi menarik.
lapangan. Hal ini dijelaskan oleh Mawar,
Lantas dari ungkapan yang sering diucapkan,
menurutnya ucapan “lonte” bukanlah pelecehan
sering didengar, tentunya tidak lagi membuat
apabila yang mengucapkan perempuan kepada
remaja marah. Sebaliknya, mereka justru akan
perempuan. Sebaliknya, akan dianggap sebagai
80 | J S P H
Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja, Nur Idayati, Maulana S.

menggunakan kata atau ungkapan ini sebagai Terdapat beberapa macam bentuk
bahan lelucon dan bukan bentuk pelecehan. pelecehan seksual dari penelitian ini, yang
“apa ya, ada juga rondo, rondo anak rong
kemudian diklasifikasi menjadi tiga bentuk
puluh. hahahha…”(dikutip dari dialog dengan diantaranya yaitu verbal, non verbal dan fisik.
Alamanda, Remaja Sekolah Religius di Puger, Pertama, pelecehan yang termasuk verbal telah
pada tanggal 16 Oktober 2019) dijelaskan sebelumnya yaitu ketika seorang siswi
Perempuan yang belum menikah atau sekolah menengah pertama maupun siswi
masih perawan dikatakan sebagai kembang desa, sekolah kejuruan yang mendapat siulan atau
tubuhnya yang masih singset. Berbeda dengan pangggilan “sayang” dari bapak-bapak/ orang
perempuan setelah melahirkan, lantas kata asing.
“rondo anak rong puluh” terdapat suatu Kedua yaitu pelecehan non-verbal, yang
penekanan dimana tubuh perempuan ini termasuk dalam kategori ini seperti gampar
dianggap tidak lagi menarik. Lebih lanjut makna porno yang kerap kali ditemui di media sosial.
dari ungkapan “rondo anak rong puluh” yang Terutama pada situs game online, terdapat
disampaikan oleh seorang remaja/siswa/anak animasi gambar perempuan seksi. Selain itu, di
yang berusia belasan tahun dan ditujukan kepada dalam kelas, akan ditemui gambar alat kelamin
teman sebayanya tentu saja tidak terlalu di atas bangku sekolah. Bahkan di papan tulis
membawa dampak. Artinya mereka/remaja akan ditemui gambar alat kelamin atau tulisan
masih belum mengalami tahap menikah, yang berbau seksual, ini dilakukan oleh beberapa
memiliki suami hingga memiliki seorang anak. anak Sekolah Negeri. Bahkan gambar alat
Persoalannya, ungkapan seperti ini bagaimana kelamin dapat ditemui di sepanjang dinding
remaja bisa mengenal, serta bagaimana cara sekolah. Berikut ini merupakan foto dinding
mereka memahami ungkapan tersebut. salah satu sekolah di Puger yang ada gambar alat
Ungkapan sebagai bahan ejekan yang kelamin. (Lihat Gambar 1)
berkontradiksi dengan kehidupan remaja atau Selanjutnya yaitu pelecehan yang tergolong
siswa-siswi yang sedang duduk di bangku fisik, seperti menyentuh, mencubit, atau
sekolah menengah pertama di Puger, tentu saja menepuk bagian tubuh tertentu tanpa seijin kita.
ini patut dipertanyakan. Rondo yang berarti Hal ini dialami oleh salah satu siswi Sekolah
janda, namun kenyataannya yang mengucapkan Negeri, dimana mereka pernah disentuh
ini adalah siswi sekolah setara menengah payudaranya oleh teman laki-laki, disentuh
pertama yang belum pernah menikah. pahanya, serta ada juga yang memukul
bokongnya. Perlakuan ini beberapa kali dialami
dan tidak jarang siswi tersebut menunjukkan
sikap tidak senang atas tindakan yang tidak
sopan yang dilakukan oleh temannya tersebut.

Strategi Pencegahan dan Bentuk Perlawanan


Sexual Harassment Pada Remaja
Strategi pencegahan atas terjadinya
pelecehan seksual di skeolah adalah dengan
membentuk aturan di sekolah. Suatu aturan dan
larangan dibentuk untuk dipatuhi oleh remaja
atau siswa-siswi di lingkungan sekolah. Aturan
yang sangat ketat ini tidak hanya hadir di
lingkungan sekolah, namun juga hadir pada
Gambar 1. Pelecehan Non Verbal di Gedung Sekolah lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga. Orang
Sumber : Dokumentasi Informan tua memiliki wewenang lebih dalam mendidik

81 | J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 5, No 1, Juli 2020

anak, menasehati, serta memberi hukuman jika kesehatan pun telah diterapkan di beberapa
mendapati anaknya melakukan pelanggaran. sekolah menengah pertama di Puger. Sosialiasi
Suatu tindakan yang tunduk pada salah dilakukan untuk memberikan pengetahuan
satu bentuk aturan yang begitu keras baik di kepada siswa-siswi Sekolah Negeri di Puger
lingkungan sekolah maupun di rumah, tidak tentang bahaya AIDS dan HIV. Harapannya
menutup kemungkinan melahirkan bahaya di setelah sosialisasi dari pihak puskesmas lantas
masa mendatang. Seksualitas bukan lagi sekadar setiap siswa-siswi dapat menjaga diri dan
rahasia hal tabu yang pantang untuk dibuka, meminimalisir terjadinya perilaku menyimpang
seperti yang terus-menerus disampaikan kepada oleh remaja. Serta mengetahui batas-batas dalam
generasi terdahulu oleh para pembimbing agama, menjalin hubungan seperti gaya berpacaran yang
pendidik/guru, maupun orang tua. sehat. Berikut merupakan Sosialisasi dari
Terjadinya pelecehan seksual remaja Puskesmas tentang kesehatan, bahaya AIDS &
karena kegagalan dari konstruksi seksualitas HIV di Sekolah Puger.
pada remaja. Mengenal seksualitas lebih jauh Selain mengadakan sosialisasi, setiap
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya guru pun akan melakukan pemantauan bagi
bahaya dimasa mendatang, contohnya terjadi siswa-siswinya terutama ketika di sekolah. Baik
pelecehan seksual remaja. Terlebih akan menjadi siswa maupun siswinya melakukan hal yang
berbahaya jika terlalu banyak yang sudah dilarang, lantas akan dipanggil dan diberi
membungkamnya atau menganggap seksualitas bimbingan lebih lanjut. Bahkan salah satu
tabu dan salah mengartikannya. Pembungkaman Sekolah Kejuruan di Puger ada yang membuat
ini terealisasi dengan adanya kesadaran sebuah buku “Data Rekam Kasus Siswa”.
berlebihan tentang dosa. Sehingga pembedaan Tujuan dari dibentuk atau dibuatnya buku ini
sosial bukan dipertegas oleh kualitas seksual adalah untuk menilai atau mengontrol seberapa
tubuh, tetapi oleh intensitas represinya. Artinya banyak kasus atau pelanggaran yang dilakukan
seberapa jauh atau seberapa tinggi tingkat represi oleh siswa-siswi mereka.
yang diterima setiap remaja. Lantas itu juga yang
menyebabkan perbedaan pengetahuan
seksualitas remaja satu dengan remaja lainnya.
Selain itu beberapa hal lain yang dianggap
sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya
pelecehan atau tindakan yang berbau seksualitas
lainnya. Seperti diberi siraman rohani,
menanamkan keimanan pada setiap remaja
diharapkan dapat mencegah mereka untuk
berbuat asusila. Hal ini dikarenakan remaja yang
melakukan pelanggaran norma-norma seperti Gambar 2. Sosialisasi HIV dan AIDS
berpacaran kelewat batas dikarenakan moral Sumber : Dokumentasi Guru Olahraga

remaja yang mulai memudar. Ayah Gagak


beberapa kali menekankan betapa pentingnya Seksualitas dan Tubuh Yang Dididik
pendidikan moral bagi remaja masa kini. Bukan Seksualitas dipahami sebagai bentuk yang
hanya siraman rohani, bahkan pihak kepolisian mengarah pada suatu hubungan suami istri di
pun didatangkan untuk memberikan penjelasan luar nikah. Namun, disisi lain seksualitas
lebih jauh terkait kenakalan remaja. Seperti yang dikatakan sebagai suatu bentuk yang mengarah
disampaikan oleh Ayah Gagak beberapa hari pada sexual harassment. Apabila seksualitas
yang lalu di salah satu sekolah setara menengah dikatakan sebagai sesuatu yang lebih mengarah
pertama di Puger. pada pelecehan seksual. Lantas pelecehan
Segala usaha seperti aturan hingga seksual terdapat dua pandangan, dimana hal
mendatangkan pihak kepolisian maupun pihak serupa atau salah satu tindakan dapat dikatakan

82 | J S P H
Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja, Nur Idayati, Maulana S.

pelecehan, namun di sisi lain dapat dikatakan saja yang tidak boleh disentuh. Seperti yang
bukan pelecehan. disampaikan langsung oleh Mawar berikut ini:
Hal ini ditegaskan oleh seorang gadis “mulut, dada, dan alat kelamin.” (dikutip dari
yang duduk di bangku kelas 3 Sekolah Negeri, dialog dengan Mawar, Remaja Sekolah
tidak mau dipegang pundaknya oleh laki-laki Negeri, pada 30 Oktober 2019)
karena dianggap pelecehan. Hal serupa dialami Tubuh yang dididik untuk tidak disentuh,
oleh siswi lain yang berusia lebih tua setahun untuk tetap dilindungi, karena jika tidak bagian
siswi sebelumnya. Namun siswi ini justru tubuh ini dapat menjadi sasaran empuk untuk
mengatakan bahwa tindakan memegang pundak dilecehkan. Mengulik sexual harassment akan
tanpa seijinnya tidak termasuk pelecehan. mengantarkan kita pada sebuah diskursus
Seolah diamini oleh pihak laki-laki, karena tentang pengetahuan seksualitas. Hal ini
siswa laki-laki yang dipegang pundaknya oleh berkaitan dengan pentingnya pendidikan seks itu
teman perempuannya justru siswa laki-laki ini diberikan sejak usia dini.
tidak masalah. Siswa laki-laki tidak Diskursus tentang seksualitas yang
menganggap bahwa kegiatan memegang atau berkembang di dunia remaja lantas menjadi
dipegang pundak oleh lawan jenis sebagai suatu problem serius yang perlu diketahui oleh
bentuk pelecehan. Karena ada beberapa bagian lingkungan, guru, dan terutama orang tua.
dari tubuh yang layak untuk dikatakan sebagai Pemahaman remaja tentang seksualitas tidak
suatu pelecehan. Hal ini tidak terlepas dari jauh dari lingkungannya, tidak lepas dari
bagaimana pengetahuan sexual harassment pendidikan di sekolah, serta bagaimana orang
remaja sekolah menengah pertama maupun tua memberikan aturan tentang apa yang benar
sekolah menengah atas di Puger. dan yang salah terutama berkaitan dengan
“Karena yang dipegang bukan badan atau seksualitas.
bagian yang tidak boleh disentuh.” (dikutip Berbagai bentuk pelecehan seksual ini
dari dialog dengan Gagak, Remaja Sekolah hadir di kehidupan anak Sekolah Negeri.
Negeri, pada tanggal 30 Oktober 2019)
Sebagian dari mereka telah sadar tentang bentuk
Gagak menegaskan bahwa bagian tubuh pelecehan tersebut, dan tidak jarang dari mereka
tertentu yang tidak boleh disentuh, karena jika yang sulit membedakan antara pelecehan dan
disentuh dapat dikatakan sebagai suatu perilaku yang bukan. Kecenderungan yang ada di dalam
pelecehan seksual. Hal ini berkaitan dengan diri anak Sekolah Negeri ini adalah apa yang
bagian tubuh mana yang dididik oleh guru kerap kali terjadi di lingkungannya dan
maupun orang tua mereka agar tetap “dijaga” dianggap wajar, maka mereka menganggapnya
atau tidak boleh disentuh oleh orang asing. bukan sebagai pelecehan. Mereka akan tegas
Tubuh merupakan tempat utama untuk operasi dengan bentuk pelecehan yang dilakukan atas
suatu hubungan kekuasaan. Hal ini dikarenakan keterpaksaan. Misalnya jika mereka tidak
tubuh adalah pusat yang menjalankan hubungan menghendaki untuk disentuh, namun tetap
kekuasaan untuk menjadikannya produktif atau disentuh, maka mereka akan menganggapnya
patuh (Aberra, 2012). sebagai pelecehan. Sedangkan apabila mereka
Lantas ini diciptakan bukan melalui begitu akrab dengan temannya sendiri, lantas
institusi sosial melainkan melalui difusi pelecehan ini digunakan sebagai bahan guyonan
teknologi kekuasaan tertentu dalam atau seru-seruan bagi mereka. Sehingga dapat
hubungannya dengan berbagai bentuk dikatakan bahwa pada titik tertentu suatu
pengetahuan, terutama ilmu-ilmu yang pelecehan akan diijinkan.
menganggap individu dan manusia sebagai Problematikanya adalah ketika pelecehan
objek. Kekuasaan kemudian dipahami sebagai ini diijinkan, dan telah terjadi di lingkungan
yang tersebar melalui tubuh sosial secara akademisi juga. Bukan tidak mungkin untuk
keseluruhan. Pernyataan dari Gagak diperjelas terjadi pada siswa yang bersekolah di tempat
oleh Mawar terkait dengan bagian tubuh mana yang lebih mengutamakan pendidikan
83 | J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol 5, No 1, Juli 2020

agamanya. Berdasarakan apa yang sudah terjadi sexual harassment orang tua, dan episteme
di salah satu sekolah di Puger, bahwa pelecehan sexual harassment guru. Pada episteme sexual
yang mereka pahami serta diadopsi sebagai harassment remaja adalah sesuatu perbuatan
suatu guyonan berawal dari lingkungan yang merugikan serta lebih mengarah pada
rumahnya. Begitu pentingnnya peran orang tua pelecehan suara maupun fisik. Hal ini seperti
dalam pengasuhan anaknya. dipegang bagian tubuh tertentu, alat kelamin,
Berkaitan dengan pengetahuan tentang pantat, atau lainnya. Serta pelecehan verbal
seksualitas, ini juga yang menjadi urgent bagi seperti “lonte” maupun “purel”.
orang tua untuk mengetahui lebih jauh tentang Pada episteme sexual harassment orang
kehidupan anaknya, serta memberikan tua yang menggambarkan pelecehan seperti
pengetahuan tentang seksualitas. Beberapa anak pemerkosaan. Contoh lainnya dari episteme
telah paham tentang pelecehan dan bagaimana sexual harassment orang tua yaitu berupa
harus menyikapinya dari orang tua. Namun tidak pelecehan fisik seperti disentuh bagian tubuh
sedikit anak yang pendiam, cenderung tertutup, tertentu atau dipegang payudara secara sengaja
lebih suka dengan dunia mayanya dan enggan oleh orang lain. Selanjutnya pada episteme
terbuka kepada orang tuanya. Lantas melalui sexual harassment guru yang menggambarkan
media mereka belajar hal baru, begitu pula pelecehan seperti melecehkan perempuan
tentang seksualitas. hingga korban merasa dilecehkan dan menangis.
Pelecehan seksual merupakan perbuatan tidak
PENUTUP baik pada tingkatan awal seperti pelecehan fisik,
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian sedangkan tingkat atas yaitu pemerkosaan.
ini terdapat dua jenis pengetahuan yang dapat Produksi pengetahuan seksualitas yang
dijelaskan. Pertama yaitu pengetahuan mengarah pada pelecehan seksual adalah ketika
seksualitas itu sendiri, dan yang kedua yaitu episteme sexual harassment remaja yang
pengetahuan sexual harassment. Pada menyatakan bahwa ungkapan “senuk” “lonte”,
pengetahuan seksualitas dapat dibedakan “purel”, atau lainnya sebagai suatu pelecehan.
menjadi tiga bagian, yaitu episteme seksualitas Bahkan kata “sayang” pun dapat menjadi suatu
remaja, episteme seksualitas orang tua, dan pelecehan. Apabila korban sadar bahwa dirinya
episteme seksualitas guru. telah dilecehkan, maka ungkapan yang
Episteme seksualitas remaja yaitu seperti diterimanya adalah salah satu bentuk pelecehan
berhubungan badan/intim, pelecehan, atau suatu verbal. Bukan hanya pelecehan verbal, namun
hal yang dapat menimbulkan perasaan seperti pelecehan fisik pun, dapat dikatakan bukan
terangsang ketika menonton video porno/bokep. pelecehan. Hal ini berkaitan dengan produksi
Kemudian pada episteme seksualitas orang tua pengetahuan sexual harassment remaja.
yaitu seperti kegiatan yang ada di lokalisasi atau Sexual harassment yang tergolong dalam
adanya transaksi untuk kepuasan hasrat laki- bentuk pelecehan fisik, yaitu seperti disentuhnya
laki. Selain itu, kegiatan membuat anak atau bagian tubuh tertentu. Sedangkan data yang
melakukan hubungan suami istri dapat dikatakan diperoleh dari penelitian ini adalah perilaku
sebagai seksualitas. Selanjutnya episteme menyentuh bagian tubuh tertentu, seperti mulut,
seksualitas guru yaitu suatu hal yang mengarah payudara, pantat, alat kelamin atau lainnya, dan
pada hubungan lebih jauh antara laki-laki dan digolongkan dalam bentuk pelecehan fisik.
perempuan dan menyebabkan hamil di luar Selain itu episteme sexual harassment orang tua
nikah. Gaya pacaran remaja yang berlebihan yang mengarah pada pelecehan seksual yaitu
hingga melakukan hubungan suami istri dapat berupa pelecehan fisik. Ketika dipegangganya
dikatakan sebagai seksualitas. bagian tubuh tertentu, maka dapat disebut
Sedangkan pengetahuan sexual sebagai pelecehan seksual. Hal ini sama dengan
harassment pada penelitian ini, dibangun dari episteme sexual harassment guru, karena yang
episteme sexual harassment remaja, episteme

84 | J S P H
Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja, Nur Idayati, Maulana S.

mengarah pada pelecehan seksual adalah Conference on Education, Literature,


pelecehan fisik. and Arts (ICELA), 1107-1120.
Letseka & Victor, P. &. (2013). Foucault’s
DAFTAR RUJUKAN Discourse and Power: Implications for
Aberra, T. (2012). Michel Foucault Power Instructionist Classroom Management.
Knowledge Nexus (Critical Analysis Open Journal of Philosophy. February
and Its Relevance Globalization and 2013. Vol.3, No.1, 23-28, 23-28.
Current Issues of Africa. Germany: Mulya, T. W. (2018). Contesting the Dominant
LAP LAMBERT Academic. Discourse of Child Sexual Abuse:
Batubara, J. R. (2010). Adolescent Development Sexual Subjects, Agency, and Ethics.
(Perkembangan Remaja). Sari Pediatri, Sexuality & Culture, 1-18.
Vol. 12, No. 1, Juni 2010, 21-29. Nina M. Fredland, P. R. (2008). Sexual Bullying
Diananda, A. (2018). Psikologi Remaja dan Addressing the Gap Between Bullying
Permasalahannya. Istighna, Vol. 1, No and Dating Violence. ADVANCES IN
1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 , NURSING SCIENCE, Vol. 31, No. 2,
116-133. pp. 95–105.
Foucault, M. (1978). The History of Sexuality Nurdin, R. (2018). Kedudukan Qanun Jinayat
(Translated from the French by Robert Aceh Dalam Sistem Hukum Pidana
Hurley). United States of America: Nasional Indonesia. MIQOT Vol. XLII
Random House, Inc. No. 2 Juli-Desember 2018, 356-378.
Foucault, M. (1980). Power/Knowledeg Olssen, M. (2014). Discourse, Complexity,
(Selected Interviews and Other Normativity: Tracing the elaboration
Writings 1972-1977). United States of of Foucault's materialist concept of
America: The Harvester Press. discourse. Vol. 1, No. 1, 28–55,
Foucault, M. (1997). Seks dan Kekuasaan (Alih Ramdhani, I. (2017). Kasus Pelecehan Seksual
bahasa: Rahayu S. Hidayat). Jakarta: Dalam Transportasi Umum Menurut
PT. Gramedia Pustaka Utama. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Foucault, M. (2002). Power/Knowledge Pusat. Jurnal Sosial & Budaya Syar-i:
(Diterjemahakan: Yudi Santosa). Vol. 4 No. 1 (2017), pp. 95-120, DOI:
Jogjakarta: Bentang Budaya. 10.15408/sjsbs.v4i1.7871, 95-120.
Gruber&Fineran, J. S. (2007). The Impact of Sumera, M. (2013). Perbuatan
Bullying and Sexual Harassment on Kekerasan/Pelecehan Seksual
Health Outcomes of Middle School Terhadap Perempuan. Lex et
and High School Girls. Violence Societatis, Vol. I/No.2/Apr-Jun, 39-49.
Against Women, 13, (2), 627-643, 627- Suparno, P. (2007). Seksualitas Kaum Berjubah.
643. Yogyakarta: Kanisius.
Hadiwardoyo, A. P. (1990). Moral dan Sukmi, S. (2019). Narasi Kuasa Perempuan
Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius. Pekerja Bisnis Online. Jurnal
Kali, A. (2013). Diskursus Seksualitas Michel Sosiologi Pendidikan Humanis, 3(1),
55-66.
Foucault. Yogyakarta: LEDALERO.
Suryandaru, Y. S. (2007). Pelecehan Seksual
Kearl & Catherine, H. H. (2011). Crossing The
melalui Media Massa. Vol. 20 / No. 4 /
Line - Sexual Harassmet at School.
Published : 2007-10, 266 - 278.
United States: AAUW.
Warman, A. B. (2016). Konstruksi Seksualitas
Kusumah, M. S. (2017). Constructing Anti-Rape
Dalam Keluarga (Studi Terhadap
Culture (Membangun Perilaku Sadar
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Diri Terhadap Potensi Dan Praktik
Tentang Perkawinan Dan Kompilasi
Kekerasan Seksual Melalui Arena
Hukum Islam).
Media Sosial). The 1st International

85 | J S P H

Anda mungkin juga menyukai