Anda di halaman 1dari 16

DAMPAK PSIKOLOGIS PADA ANAK

KORBAN PELECEHAN SEKSUAL DESA


SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO
Dosen Pengampu : Muh. Ulil Absor, S.H.I., MA

Disusun Oleh :

Alfi Tazkiyya Al Fuadah

20102050072

IKS B

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2021
Pelecehan seksual merupakan paksaan melakukan tindakan yang berkaitan dengan
seks, termasuk permintaan untuk melakukan seks dan perilaku lainnya yang secara verbal
maupun fisik merujuk pada seks. Kebanyakan pada umumnya korban pelecehan seksual
adalah perempuan. Akibatnya banyak korban pelecehan seksual yang mengalami gangguan
psikologis seperti depresi, bahkan ada juga yang mencoba untuk melakukan tindakan bunuh
diri. Hal ini sangat disayangkan karena anak yang menjadi korban pelecehan seksual akan
memiliki masalah dalam hidupnya seperti memiliki rasa trauma, kehilangan semangat hidup,
membenci atau takut dengan lawan jenis dan masih banyak lagi.

Kasus pelecehan seksual di Indonesia tidak ada habisnya, hampir setiap tahunya
justrus meningkat. Apalagi akhir-akhir ini banyak sekali kasus pelecehan seksual yang
terungkap ke publik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya korban-korban pelecehan seksual
yang mulai berani speak up. Sebelumnya mereka para korban pelecehan seksual takut untuk
melaporkan karena mereka memiliki ketakutan yang ditimbulkan oleh ancaman pelaku
pelecehan seksual.

Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan di Indonesia salah satunya di


Desa Sapuran Kabupaten Wonosobo ini belum ada yang sampai ke tangan hukum karena
mereka merasa takut dan malu dengan kejadian yang dialami. Selain itu, hukum mengenai
kekerasan seksual di Indonesia masih lemah atau bisa dibilang tidak sesuai dengan tindakan
yang telah diperbuat. Oleh karena itu banyak korban kekerasan seksual yang hanya bisa lapor
kepada kepala desa, dan hal ini masih belum ada tindakan lebih lanjut yang dilakukan oleh
kepala desa.
A. Latar Belakang
Kasus pelecehan seksual sekarang ini sedang marak-maraknya di Indonesia.
Banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi membuat masyarakat khawatir akan
dirinya dan orang-orang di sekitarnya, terutama orang tua yang memiliki anak
perempuan yang masih remaja. Terlebih sekarang banyak terjadi pelecehan seksual di
lingkungan pesantren dan universitas. Tidak hanya itu, pelecehan seksual juga bisa
terjadi di mana saja termasuk di lingkungan keluarga dan di tempat umum. Hal ini
terjadi karena ada kesempatan untuk mereka melampiaskan nafsu kepada korban, dan
mereka menjadikan anak-anak sebagai sasaran karena menganggap bahwa anak-anak
merupakan sosok yang lemah dan tepat untuk dijadikan sebagai korban pelecehan
seksual.
Pelecehan seksual pada anak dapat memberikan efek negatif kepada mental
anak, anak akan merasa takut dan trauma kepada orang-orang di sekitarnya, bahkan
bisa sampai mengalami gangguan psikologis seperti depresi. Terdapat juga beberapa
kasus anak korban pelecehan seksual yang melakukan tindakan bunuh diri. Biasanya
pelaku pelecehan seksual merupakan seseorang orang masih terdapat hubungan
keluarga dengan korban, dan korban enggan melaporkan pelecehan seksual yang
diterima kepada orang tua atau pihak yang berwajib karena merasa takut dan
mendapat ancaman dari pelaku pelecehan seksual.
Di Kabupaten Wonosobo sendiri kasus pelecehan seksual ini sudah sering kali
terjadi, namun jarang diketahui oleh banyak orang. Kasus pelecehan seksual di
Kabupaten Wonosobo sungguh sangat miris karena korbannya adalah anak yang
masih di bawah umur, bahkan terdapat korban yang menjadi sasaran orang tuanya
sendiri. Hal ini sudah seharusnya menjadi cerminan bagi pihak-pihak yang berwajib
untuk mengatasi dan menindak lanjuti permasalahan ini. Meskipun berbagai upaya
sudah ada yang dilakukan seperti sosialisasi mengenai pelecehan seksual, sexs
education, dan sebagainya. Akan tetapi tetap saja permasalahan pelecehan seksual ini
belum dapat teratasi dengan baik malah semakin banyak kasus yang terjadi.
Pelecehan seksual memiliki rentang yang sangat luas, mulai dari ungkapan
verbal (komentar, gurauan, siulan dan sebagainya) yang jorok/ tidak senonoh,
perilaku tidak senonoh (mencolek, meraba, mengelus, memeluk dan sebagainya),
mempertunjukkan gambar porno/jorok, serangan dan paksaan yang tidak senonoh
seperti, memaksa untuk mencium atau memeluk, mengancam akan menyulitkan
perempuan bila menolak memberikan pelayanan seksual, hingga pemerkosaan
(Marcheyla, 2013)
Pelecehan seksual terhadap anak akan membuat semangat hidup menurun
sehingga masa depan mereka suram. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Di
pundak mereka kelak kita akan menyerahkan peradaban yang telah kita bangun dan
akan kita tinggalkan. Kesadaran akan arti penting generasi penerus bangsa yang
berkualitas mengharuskan kita serius membekali anak dengan pendidikan yang baik
agar dirinya mampu menjadi manusia seutuhnya dan menjadi generasi yang lebih baik
dari penelitian. Jangan biarkan anak-anak putus pendidikan karena dengan pendidikan
anak akan mendapatkan ilmu yang nantinya akan menuntunnya ke dalam masa depan
yang cerah.

B. Pertanyaan Penelitian
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya pelecehan seksual terhadap
anak ?
2. Bagaimana dampak psikologis yang diterima anak korban pelecehan seksual ?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk memulihkan kondisi psikologis anak
korban pelecehan seksual ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya pelecehan seksual
terhadap anak.
2. Untuk mengetahui dampak psikologis yang diterima anak korban pelecehan
seksual.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk memulihkan kondisi
psikologis anak korban pelecehan seksual.
D. Telaah Pustaka
Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk
perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat
dan tindakan yang berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi seksual bisa
dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsur-unsur sebagai berikut, yaitu
adanya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan oleh
motivasi pelaku,kejadian tidak diinginkan korban, dan mengakibatkan penderitaan
pada korban.
Pendidikan seks atau biasa dikenal dengan sex education dulunya dianggap
sangat tabu oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Hal
ini terjadi karena, pendidikan seks dianggap mengandung pembahasan yang tidak
seharusnya disebar luaskan secara umum. Menurut Inez Kristanti, Psikolog dari
Klinik Angsamerah pada acara peluncuran kampanye kolaboratif #AkuDewasa oleh
Campaign bersama Sensitif Vivo di GoWork, Chubb Square, Thamrin, Jakarta, Selasa
04 September 2018, seksualitas memang tabu di Indonesia karena kita tidak mau
membahasnya, tetapi tetap melakukannya (Tashandra, 2018). Ini dikarenakan masih
minimnya pihak yang menyebar luaskan informasi tentang sex education kepada
masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mengerti betapa
pentingnya pendidikan seks sejak dini. Namun kini zaman sudah modern dan
pendidikan seks banyak diberikan termasuk di daerah pedesaan karena banyak
ditemukan kasus pelecehan seksual di pedesaan sehingga masyarakat membutuhkan
sosialisasi mengenai seks dan hal tersebut sangat penting dan berguna supaya dapat
mengurangi pelecehan seksual terhadap perempuan maupun anak.

Tabel Peta Pustaka

Tabel 1.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian Persamaan dan Perbedaan
Penelitian
Arniati Pelecehan Seksual Pendekatan Dari hasil analisa data Persamaan penelitian yaitu sama-
(2014) Terhadap Anak Di Deskriptif disimpulkan bahwa sama membahas mengenai
Bawah Umur Dalam Kualitatif Tinjauan fiqh jinayah pelecehan seksual yang korbannya
Perspektif Fiqh tentang pelecehan adalah anak di bawah umur.
Perbedaan penelitian yaitu di
Jinayah seksual terhadap anak
dalam penelitian terdahulu
dibawah umur dapat membahas pelecehan seksual pada
dikenakan sanksi anak yang di kaji dengan
hukuman hudud atau perspektif fiqh jinayah, sedangkan
had, dimana hukuman penelitian ini membahas mengenai
had tidak dapat diubah dampak psikologis anak korban
dan sanksi bagi pelaku pelecehan seksual.
pelecehan seksual
terhadap anak dibawah
umur dalam perspektif
Fiqh Jinayah, sanksi
fiqih Jinayah
memberikan hukuman
yang jelas yaitu sanksi
yang berat. Dilihat dari
pidana yang dikenakan
terhadap pelaku tindak
pidana pelecehan
seksual terhadap anak
di bawah umur.
Sufrina Analisis Kesehatan Pendekatan Hasil penelitian Persamaan penelitian ini yaitu
Keumala, Sufri Mental Anak Korban Deskriptif mendapati 2 sama-sama membahas mengenai
Eka Bakti, Kekerasan Seksual Di Kualitatif (dua) faktor: faktor dampak yang terjadi pada anak
Camela Kota Lhokseumawe internal yaitu rasa malu korban pelecehan seksual
Rahmasyita dan anti sosial, terutama dampak pada mental
(2020) selanjutnya faktor anak.
eksternal yaitu: peran Perbedaan penelitian yaitu
keluarga dan lingkungan penelitian terdahulu membahas
masyarakat. Upaya mengenai kesehatan mental anak
pemulihan korban pelecehan seksual di kota
kesehatan mental korban Lhokseumawe sedangkan
kekerasan seksual penelitian ini membahas mengenai
dilakukan melalui proses dampak psikologis anak korban
pendampingan korban pelecehan seksual di desa Sapuran
secara medis, psikologis Kabupaten Wonosobo. Metode
dan yuridis. Masyarakat yang digunakan dalam penelitian
hendaknya juga turut terdahulu menggunakan metode
berperan aktif dalam pendekatan deskriptif kualitatif
memberikan dukungan sedangkan pada penelitian ini
dan menggunakan metode kuantitatif.
mengadukan hal-hal
terkait tindakan
kekerasan seksual yang
menimpa anak-
anak di lingkungan
sekitarnya.
Wahyudi Perlindungan Hukum Teknik Berdasarkan hasil Persamaan penelitian yaitu sama-
Sulaiman Terhadap Anak Yang pengumpulan data penelitian dan analisis sama membahas mengenai
(2019) Menjadi Korban Tindak dengan penelitian data yang telah pelecehan seksual yang terjadi
Pidana Pelecehan lapangan dan dilakukan, pada anak di bawah umur.
Seksual penelitian maka penulis Perbedaan penelitian yaitu pada
kepustakaan menyimpulkan bahwa : penelitian terdahulu lebih
1. faktor-faktor utama membahas mengenai
penyebab terjadinya perlindungan hukum dan tindak
kejahatan seksual pidana pada anak korban
terhadap pelecehan seksual, sedangkan
anak di Kota Makassar pada penelitian ini membahas
yaitu faktor ekonomi, mengenai dampak psikologis anak
faktor pendidikan, faktor korban pelecehan seksual.
lingkungan dan faktor
penegakan hukum.
2. Adapun hak–hak anak
yang menjadi korban
tindak pidana pelecehan
seksual adalah berhak
untuk mendapatkan
pendampingan dan
perlindungan hukum
pada setiap pemeriksaan
baik ditingkat
penyidikan , penuntutan,
maupun pemeriksaan
dipersidangan
sehingga korban tindak
pidana pelecehan seksual
dapat memberikan
keterangan diluar
tekanan, selain itu
korban tindak pidana
juga berhak
mendapatkan upaya
rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial baik
didalam lembaga
maupun diluar lembaga.
Saidina Umar Faktor-Faktor Penyebab Penelitian hukum Hasil dan kesimpulan Persamaan penelitian yaitu sama-
(2021) Terjadinya Pelecehan normatif dengan bahwa, ada dua faktor sama membahas mengenai
Seksual Yang menggunakan yang medasari terjadinya pelecehan seksual yang terjadi
Dilakukan Oleh Anak pendekatan pelecehan yang pada anak di bawah umur.
(Studi Kasus Lapas perundang- dilakukan oleh anak Perbedaan penelitian ini yaitu
Anak Sungai Buluh undangan, yaitu pada penelitian terdahulu
Kabupaten Batanghari pendekatan faktor eksternal dan membahas tentang faktor yang
Provinsi Jambi) konseptual, serta faktor internal, perlu mempengaruhi terjadinya
pendekatan pembinaan terhadap pelecehan seksual dan lebih
kebijakan remaja yang telah ditekankan pada hukum yang adil
mengalami tingkah laku untuk anak korban pelecehan
kenakalan atau yang seksual, sedangkan pada
jelas menjalani suatu penelitian ini membahas mengenai
hukuman karena dampak psikologis anak korban
kenakalannya. Hal ini pelecehan seksual.
karena hukum dan hak-
haknya bagi anak-anak
merupakan salah satu sisi
pendekatan untuk
melindungi anak-anak
Indonesia. Dalam
kaitannya dengan
persoalan perlindungan
hukum bagi anak-anak,
sesungguhnya usaha
perlindungan anak sudah
sejak lama ada, baik
pengaturan dalam bentuk
peraturan perundang-
undangan maupun dalam
pelaksanaannya, baik
oleh pemerintah maupun
organisasi sosial.
Masyarakat juga harus
mampu bekerjasama
untuk membimbing
anak-anak terutama para
orang tua agar dapat
meminimalisir tindak
pidana pelecehan seksual
yang sudah marak terjadi
di Indonesia.
Aldila Puspa Kriminalisasi Pelecehan Studi kasus yang Hasil studi ini Persamaan penelitian yaitu sama-
Kemala Seksual Yang dikaji secara menunjukkan bahwa sama membahas mengenai
(2021) Dilakukan Oleh kualitatif urgensi dilakukannya pelecehan seksual.
Pengidap Fetishictic kriminalisasi terhadap Perbedaan penelitian yaitu pada
Disorder Yang pelecehan seksual yang penelitian terdahulu membahas
Mencerminkan Prinsip dilakukan oleh mengenai pelecehan seksual yang
LEX CERTA Dan LEX pengidap fetishistic dilakukan oleh pengidap
STRICTA disorder adalah belum Fetishictic Disorder, sedangkan
tersedia delik yang pada penelitian ini membahas
komprehensif untuk mengenai dampak psikologis anak
menjadi landasan korban pelecehan seksual.
penegakkan hukum atas
pelecehan seksual yang
dilakukan oleh pengidap
fetishistic disorder,
pelecehan seksual yang
dilakukan oleh pengidap
fetishistic disorder
bertentangan dengan
nilai yang terkandung
dalam dasar falsafah
Indonesia, dan
merupakan perbuatan
tercela yang
mengakibatkan kerugian
serta demoralisasi dalam
masyarakat. Kemudian
penulis juga menawarkan
rumusan norma yang
mencerminkan prinsip
lex certa dan lex stricta
dengan menentukan
subjek deliknya yaitu
setiap orang,
menentukan ketentuan
umum mengenai
kekerasan seksual dan
jenis perbuatannya yaitu
tindakan fisik atau non-
fisik kepada orang lain,
yang berhubungan
dengan bagian tubuh
seseorang dan terkait
hasrat seksual, termasuk
pula tindakan seseorang
yang mengalami
rangsangan seksual
ataupun berfantasi
seksual dengan
melihat/menggunakan
benda-benda non-seksual
dan/atau anggota tubuh
non-seksual digunakan
untuk kepuasan seksual
dengan cara menyentuh,
mencium, menjilat,
dan/atau bermasturbasi
dengan benda tersebut,
serta menentukan
ancaman pidananya yaitu
rehabilitasi khusus.
Tri Rahayu PELECEHAN Studi kasus yang Pesat nya perkembangan Persamaan penelitian yaitu sama-
Ningsih SEKSUAL dikaji secara teknologi informasi sama membahas mengenai
(2022) TERHADAP kualitatif dengan kehadiran pelecehan seksual.
PEREMPUAN DI internet yang saat ini Perbedaan penelitian yaitu pada
MEDIA SOSIAL semakin luas dan tanpa penelitian terdahulu membahas
(STUDI KASUS adanya batasan-batasan mengenai pelecehan seksual yang
TENTANG KORBAN tertentu maka akan terjadi pada perempuan di media
PELECEHAN memberikan dampak sosial, sedangkan pada penelitian
SEKSUAL DI positif maupun dampak ini membahas mengenai dampak
WHATSAPP DI negatif, dimana salah psikologis anak korban pelecehan
KABUPATEN satu dampak negatif seksual.
BEKASI) yang dapat dilakukan
yaitu seperti
penyalahgunaan
teknologi yang dapat
menimbulkan bentuk-
bentuk kejahatan yang
dapat merugikan dan
meresahkan masyarakat,
contohnya seperti
munculnya pelecehan
seksual terhadap
perempuan yang semakin
luas. Dimana pelecehan
seksual tersebut tidak
hanya meliputi dunia
nyata saja namun juga
terdapat di dalam media
sosial. Merebaknya
perempuan yang depresi
hingga memutuskan
untuk bunuh diri yang
kita jumpai saat ini salah
satu penyebabnya yaitu
mengalami pelecehan
seksual di media sosial
dengan alasan mendapati
komentar yang buruk di
platform media sosial,
namun kebanyakan
korban dari pelecehan
seksual tersebut tidak
banyak yang
melaporkannya.
Tindakan yang tidak
diinginkan tersebut
ternyata tidak hanya
terjadi di ranah privat
saja, melainkan sudah
mengarah pada ranah
ruang publik. Pelecehan
seksual di media sosial
juga merupakan salah
satu sikap penyerangan
terhadap fisik dan
integritas mental yang
dapat mempengaruhi
psikologis seseorang.
Oleh karena itu dengan
seiring nya teknologi
berkembang pesat maka
banyak pihak-pihak yang
menyalahgunakan fungsi
dari media sosial salah
satunya WhatsApp.
Permasalahan di
WhatsApp saat ini yaitu
pelecehan seksual di
WhatsApp, dimana
terdapat dua pihak yang
berkomunikasi secara
daring dan dua pihak
tersebut merupakan
pelaku dan korban.
Pelaku mencoba
menghubungi korban
dengan mengirimkan
pesan yang menjurus
pada pelecehan seksual
di WhatsApp. Fokus
dalam penelitian ini
adalah Pelecehan
Seksual Terhadap
Perempuan di Media
Sosial WhatsApp
Muhammad PEMINDAHAN BAGI Studi pustaka yang Adanya dominasi Persamaan penelitian yaitu sama-
Rizal PELAKU TINDAK dikaji dalam patriarki yang sama membahas mengenai
Kurniawan PIDANA bentuk deskriptif menyebabkan terjadinya pelecehan seksual.
(2020) PELECEHAN komparatif ketidaksetaraan Perbedaan penelitian yaitu pada
SEKSUAL DALAM gender menjadi salah penelitian terdahulu membahas
KUHP DAN HUKUM satu penyebab terjadinya mengenai pemberian hukuman
ISLAM pelecehan seksual yang menurut Islam pada pelaku
sangat sulit untuk diatasi pelecehan seksual, sedangkan
karena dalam Pasal-pasal pada penelitian ini membahas
yang digunakan untuk mengenai dampak psikologis anak
menjatuhi hukuman korban pelecehan seksual.
terhadap pelaku
pelecehan seksual
terbilang sangat ringan
apabila dalam
perbuatannya tidak ada
kekerasan sebagai unsur
pemberat, meski sudah
banyak sekali pelaku
yang mendapatkan
penjatuhan sanksi
dengan menggunakan
pasal-pasal tersebut akan
tetapi belum bisa
memberikan efek jera
serta edukasi kepada
masyarakat. Ditinjau
melalui hukum islam
yang mana tujuan dari
penjatuhan pidana adalah
pembalasan perbuatan
pelaku serta
menjaga hak-hak korban
dalam penegakan
keadilan maka perlunya
pembahasan
terlebih mengenai
perumusan aturan-aturan
baru untuk menangani
kasus-kasus pelecehan
seksual yang lebih detail
serta dapat memberikan
efek jera serta edukasi
kepada masyarakat akan
pentingnya mencegah
terjadinya pelecehan
seksual serta pemenuhan
terhadap hak-hak korban.
Dandi ANALISIS Penelitian Yuridis Hasil penelitian, korban Persamaan penelitian yaitu sama-
Tuliantara VIKTIMOLOGIS Sosiologis pelecehan seksual secara sama membahas mengenai
(2021) PELECEHAN verbal di wilayah hokum pelecehan seksual.
SEKSUAL VERBAL Kota Malang yang Perbedaan penelitian yaitu pada
DI WILAYAH mengalami kerugian penelitian terdahulu membahas
HUKUM KOTA secara psikis belum mengenai viktimologis pelecehan
MALANG (STUDI DI mendapatkan haknya seksual verbal, sedangkan pada
POLRESTA KOTA berupa perlindungan penelitian ini membahas mengenai
MALANG) hokum terhadap dirinya, dampak psikologis anak korban
secara garis besar pelecehan seksual.
dijelaskan dalam
Undang-undang
Perlindungan Saksi dan
Korban serta Undang-
undang Hak Asasi
Manusia yang
menjelaskan bahwa
korban berhak
mendapatkan
perlindungan pribadi,
rasa aman dan kenyaman
di wilayah hokum Kota
Malang. Kendala
Kepolisian Kota Malang
yakni terkait substansi
hokum yang
belum spesifik mengatur
pelecehan seksual secara
verbal, namun aparat
penegak hukum telah
berupaya memberikan
upaya preventif dan
represif guna mencegah
pelecehan seksual verbal
atau non verbal.
Sumber: data olahan peneliti

Narasi Tabel

 Penelitian yang ditulis oleh Arniati (2014) yang berjudul Pelecehan Seksual Terhadap
Anak Di Bawah Umur Dalam Perspektif Fiqh Jinayah dikaji menggunakan metode
pendekatan deskriptif kualitatif dan dari analisa data tersebut dapat disimpulkan
bahwa tinjauan fiqh jinayah tentang pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur
dapat dikenakan sanksi hukuman hudud atau had, dimana hukuman had tidak dapat
diubah dan sanksi bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur dalam
perspektif Fiqh Jinayah, sanksi fiqih Jinayah memberikan hukuman yang jelas yaitu
sanksi yang berat. Dilihat dari pidana yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana
pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Persamaan penelitian yaitu sama-
sama membahas mengenai pelecehan seksual yang korbannya adalah anak di bawah
umur. Perbedaan penelitian yaitu di dalam penelitian terdahulu membahas pelecehan
seksual pada anak yang di kaji dengan perspektif fiqh jinayah, sedangkan penelitian
ini membahas mengenai dampak psikologis anak korban pelecehan seksual.
 Penelitian yang ditulis oleh Sufrina Keumala, Sufri Eka Bakti, Camela Rahmasyita
Sufrina Keumala, Sufri Eka Bakti, Camela Rahmasyita (2020) yang berjudul Analisis
Kesehatan Mental Anak Korban Kekerasan Seksual Di Kota Lhokseumawe dikaji
menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif dan dari analisis data dihasilkan
penelitian mendapati 2 (dua) faktor: faktor internal yaitu rasa malu dan anti sosial,
selanjutnya faktor eksternal yaitu: peran keluarga dan lingkungan masyarakat. Upaya
pemulihan kesehatan mental korban kekerasan seksual dilakukan melalui proses
pendampingan korban secara medis, psikologis dan yuridis. Masyarakat hendaknya
juga turut berperan aktif dalam memberikan dukungan dan mengadukan hal-hal
terkait tindakan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di lingkungan sekitarnya.
Persamaan penelitian ini yaitu sama-sama membahas mengenai dampak yang terjadi
pada anak korban pelecehan seksual terutama dampak pada mental anak. Perbedaan
penelitian yaitu penelitian terdahulu membahas mengenai kesehatan mental anak
korban pelecehan seksual di kota Lhokseumawe sedangkan penelitian ini membahas
mengenai dampak psikologis anak korban pelecehan seksual di desa Sapuran
Kabupaten Wonosobo. Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu
menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif sedangkan pada penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif.
 Penelitian yang ditulis oleh Wahyudi Sulaiman (2019) yang berjudul Perlindungan
Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana Pelecehan Seksual
dikaji menggunakan metode teknik pengumpulan data dengan penelitian lapangan dan
penelitian kepustakaan, dan dari analisis data dihasilkan
1. Faktor-faktor utama penyebab terjadinya kejahatan seksual terhadap anak di Kota
Makassar yaitu faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor lingkungan dan faktor
penegakan hukum.
2. Adapun hak–hak anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual
adalah berhak untuk mendapatkan pendampingan dan perlindungan hukum pada
setiap pemeriksaan baik ditingkat penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di
persidangan sehingga korban tindak pidana pelecehan seksual dapat memberikan
keterangan di luar tekanan, selain itu korban tindak pidana juga berhak
mendapatkan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial baik di dalam
lembaga maupun di luar lembaga.
Persamaan penelitian yaitu sama-sama membahas mengenai pelecehan seksual yang
terjadi pada anak di bawah umur. Perbedaan penelitian yaitu pada penelitian terdahulu
lebih membahas mengenai perlindungan hukum dan tindak pidana pada anak korban
pelecehan seksual, sedangkan pada penelitian ini membahas mengenai dampak
psikologis anak korban pelecehan seksual.
 Penelitian yang ditulis oleh Saidina Umar (2021) yang berjudul Faktor-Faktor
Penyebab Terjadinya Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus
Lapas Anak Sungai Buluh Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi) dikaji
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan, pendekatan konseptual, serta pendekatan kebijakan dan dari
analisis data dihasilkan ada dua faktor yang mendasari terjadinya pelecehan yang
dilakukan oleh anak yaitu faktor eksternal dan faktor internal, perlu pembinaan
terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan atau yang jelas
menjalani suatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini karena hukum dan hak-
haknya bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-
anak Indonesia. Dalam kaitannya dengan persoalan perlindungan hukum bagi anak-
anak, sesungguhnya usaha perlindungan anak sudah sejak lama ada, baik pengaturan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam pelaksanaannya, baik
oleh pemerintah maupun organisasi sosial. Masyarakat juga harus mampu bekerja
sama untuk membimbing anak-anak terutama para orang tua agar dapat
meminimalisir tindak pidana pelecehan seksual yang sudah marak terjadi di
Indonesia. Persamaan penelitian yaitu sama-sama membahas mengenai pelecehan
seksual yang terjadi pada anak di bawah umur. Perbedaan penelitian ini yaitu pada
penelitian terdahulu membahas tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya
pelecehan seksual dan lebih ditekankan pada hukum yang adil untuk anak korban
pelecehan seksual, sedangkan pada penelitian ini membahas mengenai dampak
psikologis anak korban pelecehan seksual.
 Penelitian yang ditulis oleh Aldila Puspa Kemala (2021) yang berjudul Kriminalisasi
Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Oleh Pengidap Fetishictic Disorder Yang
Mencerminkan Prinsip LEX CERTA Dan LEX dikaji menggunakan metode studi
kasus yang dikaji secara kualitatif dan dari analisis data dihasilkan bahwa urgensi
dilakukannya kriminalisasi terhadap pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengidap
fetishistic disorder adalah belum tersedia delik yang komprehensif untuk menjadi
landasan penegakkan hukum atas pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengidap
fetishistic disorder, pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengidap fetishistic
disorder bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam dasar falsafah Indonesia,
dan merupakan perbuatan tercela yang mengakibatkan kerugian serta demoralisasi
dalam masyarakat. Kemudian penulis juga menawarkan rumusan norma yang
mencerminkan prinsip lex certa dan lex stricta dengan menentukan subjek deliknya
yaitu setiap orang, menentukan ketentuan umum mengenai kekerasan seksual dan
jenis perbuatannya yaitu tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang
berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, termasuk pula
tindakan seseorang yang mengalami rangsangan seksual ataupun berfantasi seksual
dengan melihat/menggunakan benda-benda non-seksual dan/atau anggota tubuh non-
seksual digunakan untuk kepuasan seksual dengan cara menyentuh, mencium,
menjilat, dan/atau bermasturbasi dengan benda tersebut, serta menentukan ancaman
pidananya yaitu rehabilitasi khusus. Persamaan penelitian yaitu sama-sama membahas
mengenai pelecehan seksual. Perbedaan penelitian yaitu pada penelitian terdahulu
membahas mengenai pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengidap Fetishictic
Disorder, sedangkan pada penelitian ini membahas mengenai dampak psikologis anak
korban pelecehan seksual.
 Penelitian yang ditulis oleh Tri Rahayu Ningsih (2022) yang berjudul PELECEHAN
SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN DI MEDIA SOSIAL (STUDI KASUS
TENTANG KORBAN PELECEHAN SEKSUAL DI WHATSAPP DI KABUPATEN
BEKASI) dikaji menggunakan metode studi kasus yang dikaji secara kualitatif dan
dari analisis data dihasilkan pesatnya perkembangan teknologi informasi dengan
kehadiran internet yang saat ini semakin luas dan tanpa adanya batasan-batasan
tertentu maka akan memberikan dampak positif maupun dampak negatif, dimana
salah satu dampak negatif yang dapat dilakukan yaitu seperti penyalahgunaan
teknologi yang dapat menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan yang dapat merugikan
dan meresahkan masyarakat, contohnya seperti munculnya pelecehan seksual
terhadap perempuan yang semakin luas. Dimana pelecehan seksual tersebut tidak
hanya meliputi dunia nyata saja namun juga terdapat di dalam media sosial.
Merebaknya perempuan yang depresi hingga memutuskan untuk bunuh diri yang kita
jumpai saat ini salah satu penyebabnya yaitu mengalami pelecehan seksual di media
sosial dengan alasan mendapati komentar yang buruk di platform media sosial, namun
kebanyakan korban dari pelecehan seksual tersebut tidak banyak yang
melaporkannya. Tindakan yang tidak diinginkan tersebut ternyata tidak hanya terjadi
di ranah privat saja, melainkan sudah mengarah pada ranah ruang publik. Pelecehan
seksual di media sosial juga merupakan salah satu sikap penyerangan terhadap fisik
dan integritas mental yang dapat mempengaruhi psikologis seseorang. Oleh karena itu
dengan seiring nya teknologi berkembang pesat maka banyak pihak-pihak yang
menyalahgunakan fungsi dari media sosial salah satunya WhatsApp. Permasalahan di
WhatsApp saat ini yaitu pelecehan seksual di WhatsApp, dimana terdapat dua pihak
yang berkomunikasi secara daring dan dua pihak tersebut merupakan pelaku dan
korban. Pelaku mencoba menghubungi korban dengan mengirimkan pesan yang
menjurus pada pelecehan seksual di WhatsApp. Fokus dalam penelitian ini adalah
Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan di Media Sosial WhatsApp. Persamaan
penelitian yaitu sama-sama membahas mengenai pelecehan seksual. Perbedaan
penelitian yaitu pada penelitian terdahulu membahas mengenai pelecehan seksual
yang terjadi pada perempuan di media sosial, sedangkan pada penelitian ini
membahas mengenai dampak psikologis anak korban pelecehan seksual.
 Penelitian yang ditulis oleh Muhammad Rizal Kurniawan (2020) yang berjudul
PEMINDAHAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL
DALAM KUHP DAN HUKUM ISLAM dikaji menggunakan metode studi pustaka
yang dikaji dalam bentuk deskriptif komparatif dan dari analisis data dihasilkan
adanya dominasi patriarki yang menyebabkan terjadinya ketidaksetaraan gender
menjadi salah satu penyebab terjadinya pelecehan seksual yang sangat sulit untuk
diatasi karena dalam Pasal-pasal yang digunakan untuk menjatuhi hukuman terhadap
pelaku pelecehan seksual terbilang sangat ringan apabila dalam perbuatannya tidak
ada kekerasan sebagai unsur pemberat, meski sudah banyak sekali pelaku yang
mendapatkan penjatuhan sanksi dengan menggunakan pasal-pasal tersebut akan tetapi
belum bisa memberikan efek jera serta edukasi kepada masyarakat. Ditinjau melalui
hukum islam yang mana tujuan dari penjatuhan pidana adalah pembalasan perbuatan
pelaku serta menjaga hak-hak korban dalam penegakan keadilan maka perlunya
pembahasan terlebih mengenai perumusan aturan-aturan baru untuk menangani kasus-
kasus pelecehan seksual yang lebih detail serta dapat memberikan efek jera serta
edukasi kepada masyarakat akan pentingnya mencegah terjadinya pelecehan seksual
serta pemenuhan terhadap hak-hak korban. Persamaan penelitian yaitu sama-sama
membahas mengenai pelecehan seksual. Perbedaan penelitian yaitu pada penelitian
terdahulu membahas mengenai pemberian hukuman menurut Islam pada pelaku
pelecehan seksual, sedangkan pada penelitian ini membahas mengenai dampak
psikologis anak korban pelecehan seksual.
 Penelitian yang ditulis oleh Dandi Tuliantara (2021) yang berjudul ANALISIS
VIKTIMOLOGIS PELECEHAN SEKSUAL VERBAL DI WILAYAH HUKUM
KOTA MALANG (STUDI DI POLRESTA KOTA MALANG) dikaji menggunakan
metode penelitian yuridis sosiologis dan dari analisis data dihasilkan korban
pelecehan seksual secara verbal di wilayah hukum Kota Malang yang mengalami
kerugian secara psikis belum mendapatkan haknya berupa perlindungan hukum
terhadap dirinya, secara garis besar dijelaskan dalam Undang-undang Perlindungan
Saksi dan Korban serta Undang-undang Hak Asasi Manusia yang menjelaskan bahwa
korban berhak mendapatkan perlindungan pribadi, rasa aman dan kenyamanan di
wilayah hukum Kota Malang. Kendala Kepolisian Kota Malang yakni terkait
substansi hukum yang belum spesifik mengatur pelecehan seksual secara verbal,
namun aparat penegak hukum telah berupaya memberikan upaya preventif dan
represif guna mencegah pelecehan seksual verbal atau non verbal. Persamaan
penelitian yaitu sama-sama membahas mengenai pelecehan seksual. Perbedaan
penelitian yaitu pada penelitian terdahulu membahas mengenai viktimologis
pelecehan seksual verbal, sedangkan pada penelitian ini membahas mengenai dampak
psikologis anak korban pelecehan seksual.

Anda mungkin juga menyukai