Bab 1
Psikologi
Pengertian Psikologi
Psikologi yang berasal dari bahasa Yunani kuno Psyche = jiwa dan Logos = kata, yang
dalam arti bebas psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau mental.
Psikologi tidak mempelajari jiwa atau mental secara langsung karena sifatnya yang abstrak,
tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa atau mental tersebut, yakni
berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Jadi, pengertian psikologi
secara harfiah adalah ilmu tentang jiwa.
Cakupan psikologi sendiri sangat luas yang menyangkut berbagai aspek tingkah laku
manusia. Oleh karena itu psikologi berkembang menjadi berbagai cabang yang menitik beratkan
pada salah satu aspek tingkah laku sebagai berikut:
Psikologi Klinis
Psikologi klinis adalah psikologi terapan yang berbeda dengan psikiatri. Psikologi klinis
adalah ilmu yang menerapkan dan mengaplikasikan psikologi abnormal sebagai ilmu dasar,
dimana psikologi abnormal merupakan studi lanjutan dari psikologi kepribadian.
Definisi psikologi klinis menurut A.P.A divisi 12, ilmu yang mengintegrasikan ilmu
pengetahuan,teori, dan praktik memahami, memprediksi dan mengurangi maladjusment,
disabilitas dan rasa tidak nyaman seperti meningkatkan adaptasi, penyesuaian manusia dan
perkembangan pribadi manusia. Dengan fokus intelektual, emosional, bioligid, psikologis, sosial,
dan aspek perilaku dari fungsi manusia seumur hidupnya di berbagai macam budaya, dan di
semua tingkan sosial-ekonomi.
Psikologi klinis mempunyai beberapa cabang ilmu diantaranya yaitu psikologi klinis
dewasa, psikologi klinis anak, psikologi klinis social (patologi social), psikologi klinis lanjut
usia. Di indonesia, berdasarkan program magister ataupun magister profesi yang ada di Indonesia
anatara lain psikologi klinis anak dan psikologi klinis dewasa. Psikologi klinis lanjut usia masuk
dalam program psikologi klinis dewasa.
Psikologi industri dan organisasi merupakan suatu studi ilmuah tentang perilaku, kognisi,
emosi, dan motivasi serta proses mental manusia yang ada dalam industri dan organisasi yang
berorientasi pada sistem kegaitan yang terkoordinasi dari suatu kelompok orang yang bekerja
secara kooperatif untuk mencapai tujuan yang sama di bawah otoritas dan kepemimpinan
tertentu. Psikologi industri dan organisasi ini memberi perhatian utama pada dua kategiri, yaitu
psikologi eksperimen (experimental psychology) dan psikologi terapan (applied psychology)
pada persoalan-persoalan yang dihadapi manusia dalam organisasi (wirjono, 2010:2).
Psikologi Perkembangan
Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan merupakan cabang dari ilmu psikologi yang dalam penguraian dan
penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbujan dan perkembangan anak, baik fisik
maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang
mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.
Psikologi sosial merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi yang mengkaji tingkah
laku individu di dalam situasi sosial, dengan melakukan kajian dan analisis tentang bagaimana
manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Berdasarkan pengetahuan
tersebut, psikologi sosial membuat intervensi guna membentuk tingkah laku manusia agar lebih
adaktif dan tepat guna dalam situasi dimana manusia itu berada
Bab 2
Pengertian perempuan
Pada umumnya perempuan dicitrakan atau mencitrakan dirinya sendiri sebagai makhluk
yang emosional, mudah menyerah (misif), pasif, subjektif, mudah terpengaruh, lemah secara
fisik. Sementara laki-laki dicitrakan dan mencitrakan dirinya sebagai makhluk yang rasional,
logis, mandiri, agresif, kompetitif, objektif, senang berpetualang, aktif, memiliki fisik dan
dorongan seks yang kuat. Pandangan Freud bahwa perbedaan anatomi sebagai takdir
berimplikasi pada pandangan bahwa kepribadian perempuan dan laki-laki itu sangat berbeda
sesuai dengan takdir anatominya. Akibat citra fisik yang dimiliki, perempuan dicitrakan sebagai
makhluk yang tidak sempurna (the second class), makhluk yang tidak penting (subordinate),
sehingga selalu di pinggirkan (margialization), dieksploitasi, dan mereka diposisikan hanya
mengurusi masalah domestik dan rumah tangga.
Pada kondisi budaya patriarkhis, kaum perempuan tetap tidak memiliki kedaulatan penuh
karen adikendalikan oleh kaum lelaki sehingga seringkali menghadapi tindakan kekerasan secara
fisik, seksual, ekonomi, dan pelecehan. Sejak kecil anak perempuan dikendalikan oleh ayah,
saudara-saudara laki-laki, paman, atau walinya. Setelah dewasa perempuan dikendalikan oleh
suaminya, dan jika berkarir dikendalikan oleh majikannya dan peraturan kerja yang patriarkhis.
Kaum perempuan adalah kelompok rentan untuk menjadi korban kejahatan dan tindak
kekerasan.
Pengertian Anak
Anak merupakan tunas bangsa yang memiliki potensi dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa. Anak memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus. Peran strategis anak
menunjukkan bahwa anak merupakan generasi penerus bagi suatu bangsa. Sementara itu anak
juga mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan demikian anak wajib
dillindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia. Anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkannya
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Seseorang dikatakan
masih anak-anak dan mendapatkan perlindungan hukum apabila usianya belum genap mencapai
18 tahun (Mulyana, Resnawaty & Basar, 2018:17).
Anak merupakan anugerah yang ditunggu oleh setiap keluarga. Keadiran anak dalam
suatu keluarga merupakan kebahagiaan bagi keluarga yang bersangkutan. Faktanya, tidak
selamanya anak mendapatkan perlindungan bahkan di dalam keluarganya sekalipun. Anak
seringkali mendapatkan kekerasan dalam kehidupannya.
Berbicara mengenai perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan yang terjadi
di Indonesia sudah bukan menjadi rahasia umum. Kekerasan menjadi salah satu kasus dengan
angka yang cukup tinggi di Indonesia yang memang perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah. Kekerasan merupakan suatu tindakan menyakiti seseorang yang dapat
membahayakan orang tersebut bahkan mengancam nyawanya. Kasus kekerasan ini sering kali
terjadi kepada anak-anak dan perempuan (Setyaningrum & Arifin, 2019:9).
Kasus kekerasan yang terjadi kepada perempuan dan anak, tidak hanya berupa
diskriminasi terhadap korban itu sendiri akan tetapi banyak juga ditemukan kasus kekerasan
seperti kasus penganiayaan fisik atau seksual dan kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Pandangan masyarakat terhadap perempuan masih rendah, karena perempuan dianggap sebagai
makhluk yang lebut, perasa, sabar, dan lemah. Sehingga dalam hal ini kedudukan perempuan
kurang menguntungkan.
Kasus kekerasan terhadap anak sendiri pada tahun 2002 yang disajikan Edi Suharto (2006
dalam Purmono, 2016:3) yaitu pada anak rentang usia 6-12 tahun yang paling sering mengalami
kekerasan seksual (sexual abuse) sebanyak 33% dan emosional (mental abuse) 28,8%.
Mengalami kekerasan fisik (physical abuse) 24,1%. Ruang kekerasan terhadap anak sebagian
besar terjadi di rumah 29 kasus,di jalanan 79 kasus, sekolah 10 kasus, lembaga keagamaan 2
kasus dan sektor perekonomian 21 kasus. Kekerasan seksual yang terjadi di rumah 48,7%,
tempat umum 6,1%, sekolah 4,1%, tempat kerja 3,1%, lain-lain 0,4%.
Jumlah kasus kekerasan ini setiap tahunnya selalu meningkat. Tercatat kasus kekerasan
anak pada tahun 2008 sebanyak 1.736 laporan kasus yang diadukan kepada Komnas
Perlindungan Anak. Jumlah tersebut kemudian meningkat pada tahun 2009 menjadi 1.998 kasus
kekerasan terhadap anak. Sekitar kurang lebih 62,7 persen dari 1.998 kasus kekerasan tersebut
menyangkut kekerasan seksual. Dan pada tahun 1010 tercatat sekitar 453 merupakan kekerasan
fisik, dari 646 kekersan seksual dan 550 termasuk ke dalam kekerasan psikis, 69 kasus
penculikan dan 30 kasus pornografi (Setyaningrum & Arifin, 2019:11).
Berdasarkan Catatan Komnas Tahunan 2017 Komnas Perempuan mencatat kasus
kekerasan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2016 dari 358 Pengadilan Agama tercatat ada
245.548 kasus kekerasan dan data sejulah 233 kasus kekerasan di 34 provinsi tercatat ada 13.602
kasus yang ditangani oleh Mitra Pengadaan Layanan. Dari jumlah data tersebut diperoleh hasil
sebanyak 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Menurut
Yohana Yembise selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan
pada bulan Maret 2018 tercatat ada sekitar 1.900 lapiran tindak kekerasan terhadap anak di
Indonesia. Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi sehingga perlu adanya kesadaran masyarakat
untuk menjadi 2P (Pelopor dan Pelapor) (Setyaningrum & Arifin, 2019:11).
Banyak teori sosial yang menjelaskan mengenai faktor penyebab terjadinya kekerasan
pada perempuan dan anak. Selain faktor kemiskinan, salah satunya adalah teori yang dikenal
berhubungan dengan stress dalam keluarga (family stress) (Pramono, 2016:5). Pernyataan ini
lebih terperinci dalam pendapat yang dikemukakan oleh Siti Fathimah (1992 dalah
Pramono;2016:5) yang menjelaskan bahwa faktor pendorong atau penyebab terjadinya kekerasan
atau pelanggaran dalam keluarga yang dilakukan terhadap anak-anak: faktor ekonomi atau
kemiskinan, masalah keluarga, faktor perceraian, kelahiran anak di luar nikah, permasalah jiwa
atau psikologis, dan tidak dimilikinya pendidikan atau pengetahuan religi yang memadai.
Kekerasan yang terjadi ini merupakan situasi yang menyakitkan dan menekan bagi
seseorang yang mengalaminya, apalagi jika kekerasan tersebut berlangsung berulang-ulang.
Setiap perbuatan yang menimbulkan tekanan, ancaman, tindakan kriminal termasuk dalam
problematika sosial. Kondisi seperti ini akan sangat menyakitkan dan cenderung menimbulkan
tekanan-tekanan yang berakibat pada terganggunya permasalahan psikologis seseorang sebagai
akibar dari tindak kekerasan yang terjadi (Setyaningrum & Arifin, 2019:13).
Menurut Mulyana, Resnawati & Basar (2018:81) kekersana terhadap anak dapat dilihat
dari berbagai prespektif, diantaranya yaitu:
1. Prespektif psikologis yang melihat bahwa kekerasan pada anak terjadi diakibatkan oelh
kurang baiknya aspek psikologis orang tua ataupun pengasuh. Bisa jadi orang tua mengalami
kelainan kepribadian atau mengalami salah satu jenis kelainan mental yang mepengaruhi
pola asuh. Hal ini dapat mempengarruhi kurangnya empati kepada orang lain terutama anak-
anak, lemahnya tolenransi dan terlalu tingginya ekspektasi. Orang tua kurang memiliki
pendudukan terutama tentang disiplin dan perkembangan anak-anak atau mereka mengalami
kelainan sedara emosional dan kognitif ketika mereka kanak-kanak.
2. Presektif sosiologis yang menberikan perhatian kepada konteks sosial dari kekerasan
dibandingkan dengan kepribadian orangtuanya. Akumulasi lingkungan seperti kemiskinan,
pengangguran, kondisi tempat tinggal, keterasingan dan faktor-faktor lain dapat memicu
adanya tindak kekerasan.
3. Prespektif sosio-situasional yang melihat interaksi antara anak dan pelaku sebagai penentu
kekerasan. Prespektif ini melihat atribut khusus anak seperti kecacatan, temperamen, atau
perilaku anak sebagai bentuk tekanan orang tua yang menghalangi ikatan yang positif antara
orang tua dan anak-anak.
4. Prespektif interaktif yang menyatakan bahwa semua prespektif di atas saling terkait dalam
peristiwa kekerasan terhadap anak.
Kekerasan terhadap anak sudah pasti akan ada dampaknya. Dampak yang muncul akibat
kekerasan terhadap anak ini tergantung dari jenis kekerasan yang dialami. Dampak kekerasan
fisik terhadap anak bisa menyebabkan perubahan pada kehidupan anak tersebut. Sebagian
dampak yang muncul anak cenderung menjadi pendiam, berusaha menjadi baik sehingga tidak
ada alasan bagi pelaku untuk melakukan kekerasan fisik. Namun bagi beberapa anak lain dapat
menjadikan anak tersebut menjadi agresif, memperlihatkan perilaku yang bermasalah dan
bertentangan dengan orang dewasa. Perilaku agresif ini sebagai bentuk pertahanan dan
perlindungan anak-anak dari kekerasan orang lain. Dampak lain yang terjadi yaitu anak menjadi
memiliki konsep diri yang buruk dan kurang percaya diri terhadao kemampuannya. Anak akan
membuat rasionalisasi dimana perilaku kekerasan orang dewasa merupakan respon yang perlu
silakukan terhadap “anak nakal”.
Kekerasan fisik bisa menyebabkan keterlambatan perkembangannya. Hal ini disebabkan
anak-anak akan menghabiskan perhatian dan energinya untuk menghadapi situasi yang
dihadapinya. Selain itu, bentuk kekerasan lain selain fisik adalah penelantaran anak. Anak yang
ditelantarkan dapat terluka secara psikologis, fisik dan perkembangannya, bahakan dapat
berujung pada kematian. Anak yang mengalami penelantaran, setelah dewasa cenderung menjadi
orang yang tidak mudah mempercayai orang lain, memiliki penghargaan diri yang rendahh,
memiliki masalah dengan kemarahan dan janggal secara sosial dan terisolasi.
Payung Hukum
Bab 3
DPPKBPPPA
Pengertian DPPKBPPPA
DPPKBPPPA Temanggung
Struktur organisasi
Pada bidang PPPA ini membawahi 2 (dua) Kepala Seksi (Kasi) yaitu Kasi
Pengarusutamaan Gender dan Kasi Perlindungan Perempuan dan Anak. Penulis selama
melaksanakan kegiatan PKL berfokus di bawah naungan Kasi Perlindungan Perempuan dan
Anak. Bidang PPPA ini memiliki program unggulan yaitu Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
P2TP2A
BAB 4
Proses Pendampingan
Konseling
Wawacara
Observasi
Assesment
Intervensi
Bab 5
Human trafficking
Pengertian (teori)
Faktor terjadinya
Diskripsi kasus
Observasi
Wawancara
Intervensi
Bab 6
Pengertian
Faktor terjadinya
Diskripsi kasus
Observasi
Wawancara
Intervensi