Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik

yang tidak normal, dimana batasan yang umumnya masih dapat diterima

sistolik berkisar 140 mmHg sampai 160 mmHg dan diastolik antara 90 mmHg

sampai 95 mmHg dan diagnosis hipertensi sudah jelas pada kasus yang

memiliki tekanan darah 160/95 mmHg (Manurung, 2018).

Hipertensi berawal dari bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hiper ialah

tekanan yang berlebihan dan tension ialah tensi. Hieprtensi merupakan kondisi

dimana terjadi peningkatan darah secara kronis (dalam kurun waktu yang

lama) yang dpat menyebabkan kesakitan pada seseorang dan bahkan dapat

menyebabkan kematian. Seseorang dapat disebut menderita hipertensi jika

didapatkan tekanan darah sistolik ˃ 140 mmHg dan diastolik ˃ 90 mmHg.

Tekanan darah yang selalu tinggi dan tidak di obati atau di cegah seacara dini,

maka akan sangat berisiko akan menyebabkan penyakit degeneratif seperti

retinopati, penebalan dinding jantung, kerusakan ginjal, jantung koroner,

pecahnya pembuluh darah, stroke, bahkan dapat menyebabkan kematian

mendadak (azhar, 2019)

Penyakit darah tinggi lebih dikenal yang mendapat perhatian dari semua

kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka

pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan penanggulangan

jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit hipertensi

12
13

menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang

tinggi. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya

interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimilik seseorang (Falefi, 2020).

Hipertensi atau yang dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah

suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diatas ambang batas

normal yaitu 120/80 mmHg. Menurut WHO ( Word Health Organisation),

batas tekanan darah yang dianggap normal adalah ˂ 130/85 mmHg, bila

tekanan darah sudah ˃ 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batas tersebut

untuk orang dewasa diatas 18 tahun (syarifah, 2018).

B. Klasifikasi

Klasifikasi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang

mengakibatkan tingkat resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Hipertensi juga dapat di klasifikasikan berdasarkan bentuknya yaitu

hipertensi diastolik, hipertensi sistolik dan hipertensi campuran. Hipertensi

diastolik merupakan hipertensi yang biasa di temukan pada anak – anak atau

dewasa muda di karenakan terjadi peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti

oleh peningkatan tekanan sistolik. Hipertensi sisitolik adalah peningkatan

tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peningkatan tekanan diastolik. Hipertensi

campuran adalah peningkatan tekanan darah pada diastol dan sistol (Sari,

2017).

Menurut WHO (World Heart Organization), batas tekanan darah yang

dianggap normal adalah kuarang dari 130/85 mmHg bila tekanan darah sudah
14

lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batas tersebut untuk orang

dewasa diatas 18 tahun) (Lubis, 2018).

Klasifikasi dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Klasifikasi berdasarkan etiologi:

a. Hipertensi essensial (primer), 90 % penderita hipertensi mengalami

hipertensi essensial (primer) penyebabnya secara pasti belum

diketahui. beberapa faktor yang mempengaruhinya terjadi hipertensi

essensial adalah faktor genetik, faktor setres, faktor psikologis, faktor

lingkungan, dan diet ( peningkatan pengguanaan garam dan

berkurangnya asupan kalium atau kalsium

2. Hipertensi sekunder, lebih mudah dikendalikan atau dikontrol dengan

penggunaan obat – obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya

adalah berupa kelianan ginjal, obesitas, retensi insulin, hipertiroidisme,

pemakaian obat – obatan seperti kontrasepsi oral dan kortkos tiroid.

Beberapa klasifikasi hipertensi sebagai berikut:

a. perbedaan tekanan darah normal dan hipertensi.

b. klasifikasi menurut European Society of Hipertension (ESH) dan

European Society of Cardiology (ESC).

c. Klasifikasi derajat hipertensi berdasarkan JNC – 8


15

Tabel 2. 1 perbedaan tekanan darah normal dan hipertensi

Perbedaan Tekanan darah normal Hipertensi


Nilai sistolik 120 – 140 mmHg ≥ 140 mmHg
Nilai diastolik 80 – 90 mmHg ≥ 90 mmHg
Komplikasi Sangat kecil Resiko tinggi
Faktor resiko
Gentika Kecil 2x lebih besar
Umur Sesuai bertambahnya Sesuai bertambahnya
usia usia
Merokok
Jenis kelamin Pada umumnya pria ˃ Pria = Wanita
Wanita
Emosi Pada umumnya Cenderung suka marah
terkontrol
(Sember: Manurung, 2018).

Tabel 2. 2 Klasifikasi hipertensi besdasarkan (ESH) dan (ESC)

Kategori Tekanan sistolik Dan / atau Tekanan diastolik


(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120 – 129 Dan/atau 80 – 89
Normal tinggi 130 – 139 Dan/atau 85 – 89
Hipertensi derajat 140 – 159 Dan/atau 90 – 99
I
Hipertensi derajat 160 – 179 Dan/atau 100 – 109
II
Hipertensi derajat ≥ 180 Dan/atau ≥ 110
III
Hipertensi ≥ 140 Dan < 90
sistolik terisolasi
(sumber : majid, 2017).
16

Tabel 2. 3 Klasifikasi derajat hipertensi berdasarkan JNC – 8

Derajat Tekanan sistolis Tekanan diastolik


(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Pre – hipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

(sumber : majid, 2017).

C. Etiologi

Hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup,

dan total peripheral resistance (TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung

dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormone pada SA.

Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering

menyertai keadaan hipertiroidisme. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung

biasanya di kompensasi oleh penurunan volume sekuncup, sehingga tidak

meninbulkan hipertensi. Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat

terjadi peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol atau

responsifitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua

hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada

peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan

demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah

melintasi pembuluh darah yang menyempit. Hal ini di sebabkan peningkatan

dalam afterload jantung dan biasa berkaitan dengan peningkatan tekanan


17

diastolik. Jika peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri

mungkin mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan

ventrikel akan oksigen akan meningkat, sehingga ventrikel harus mampu

memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Pada hipertrofi, saraf – saraf otot mulai tegang melebihi panjang normalnya

yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume

sekuncup (Majid, 2017).

Menurut manurung (2018), faktor resiko hipertensi anatara lain :

1. Faktor genetik.

Faktor genetik turut berperan pada perkembangan gangguan hipertensi.

Seseorang yang mempuyai riwayat keluarga sebagai pembawa hipertensi

mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk terkena hipertensi. Gen yang

berperan pada patofisiologi penyakit hipertensi adalah gensimetrik yang

mengan promoter gen 11 ꞵ hidrokilase dan gen urutan, saluran etrium endotel

yang sensitiv terhadap amilorid yanng terdapat pada tubulus pengumpul,

kerusakan gen 11 ꞵ hidrokilase dehidrogenase.

2. Umur.

Seseorang yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan

darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg di karenakan bertambahnya

usia tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah yang

besar berkurang pada penambahan umur sampai dekade ke 7 sedangkan

tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade ke 5 dan ke 6 kemudian

menetap atau cenderung menurun.


18

3. Jenis kelamin.

Wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum monopose oleh

hormon estrogen yang berperan meningkatkan kadar kolesterol HDL ( High

Density Lipoprotein). Dengan bertambah usia hormon estrogen berkurang

kualitasnya yang umumnya terjadi pada wanita berumur 45 – 55 tahun.

4. Obesitas.

Hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah yaitu

terjadinya resistensi insulin dan hyperinsulinnemia, aktivitas saraf simpatif

dan sistim renin anglotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Obesitas

meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan berperan dalam hidup

pasif. Lemak tubuh yang berlebihan dan ketidak aktifan fisik berperan dalam

resistensi insulin yang menyebabkan terjadinya reabsorpsi natriun dan

peningkatan tekanan darah secara terus – menerus.

5. Pola asupan garam.

Konsumsi natrium yang berlebih menyababkan konsentrasi natrium dalam

cairan ektra seluler meningkat sehingga meningkatnya volume darah yang

berdampak kepada timbulnya hipertensi.

6. Merokok.

Nikotin mengganggu saraf simpatif dengan akibat meningkatnya

kebutuhan oksigen miokard juga merangsang pelapasan adrenalin, meningkat

frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta

menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf,

otak, juga mengaktifkan trombosit dengan akibatnya adesi trombosit


19

(penggumpalan kedinding pembuluh darah) kurangnya aktifitas fisik dapat

meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang setara dengan merokok

dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko 20 – 50 % lebih

besar mengalami hipertensi.

D. Gambaran klinis

Menurut Abdul Majid (2017) menyatakan gambaran klinisnya yaitu:

1. Pemeriksaan fisik mungkin tidak menunjukan kelainan selain tekanan

darah tinggi.

2. Perubahan retina dengan perdarahan, eksudat, arteriol yang menyempit

dan bintik kapas woll (infark kecil) dan pupiledema dapat dilihat

hipertensi berat.

3. Gejala biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler yang berhubungan

dengan system organ yang di fasilitasi pembuluh yang terlibat.

4. Penyakit arterikoroner dengan angina atau infark miokart adalah

konsekuensi yang umum.

5. Hipertropi ventrikel kiri dapat terjadi gagal jantung bisa terjadi kemudian.

6. Perubahan patologis dapat terjadi pada ginjal (nokturia dan peningkatan

kadar BUN dan kreatinin).

7. Adanya keterlibatan serebrovaskuler (serangan iskemik atau trankier

iskemik) (yaitu perubahan dalam penglihatan atau ucapan , pusing,

kelemahan, pingsan tiba – tiba, atau hemiplegia sementara atau permanen).


20

E. Patofisiolgi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatik, yang berlanjut kebawah kekordaspinalis dan

keluar dari kolumna modulaspinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak kebawah melalui saraf simpatik ke ganglia simpatik. Pada titik

ini, neuron proganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi

sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistim saraf

simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar

adrenal juga terangsang ,mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi.

Modula adrenal mengsekresi epinefril yang menyebabkan vasokintriksi.

Korteks adrenal mengsekresi kartisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan

renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian di ubah

menjadi angiotensin II , suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks ardenal. Hormon ini


21

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cendrung mencetus

keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistim pembuluh

darah periver bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah,

yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya renggang

pembuluh darah. konsekuensinya, ortad dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh

jantung ( volume kuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Manurung, 2018).


22

F. Pathways

Gambar 2. 1 pathway hipertensi (Manurung, 2018).


23

G. Pentalaksanaan

Menurut Manurung (2018), penatalaksanaan hipertensi di bagi menjadi tiga

bagian yaitu:

1. Dengan menggunakan obat – obatan kimiawi:

a. Diuretik

Deuretik menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi jumlah

air dan garam di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah.

Sehingga tekanan darah secara perlahan – lahan mengalami penurunan

karena hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan

dengan sebulum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di

dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah

membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali.

Obat – obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh

(melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh

berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan.

b. Penghambat adrenergik (ꞵ - bloker)

Pemberian ꞵ - bloker tidak di anjurkan pada penderita gangguan

pernafasan seperti asma bronkial karena pada pemberian ꞵ - bloker dapat

menghambat reseptor beta 2 di jantung lebih banyak di bandingkan

reseptor beta 2 di tempat lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka

pembuluh darah dan saluran udara (bronkil) yang menuju ke paru – paru.

Sehingga penghambat beta 2 dari aksi pembukaan ini dengan ꞵ - bloker


24

yang dapat memperburuk penderita asma. Mekanisme anti – hipertensi

obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis beta bloker

tidak dianjurkan pada penderita yang telah di ketahui mengidap gangguan

pernafasan seperti asma bronkial.

c. Vasolidator

Agen vasolidator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

merelaksasikan otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis

vasolidator adalah prososin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan

terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing.

d. Penghambat enzin konversi angiotensin (penghambat ACE)

Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari system

reninangiostensi. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek

enzim pengubah angiotensin (angiotensin converting enzym). Kondisi ini

akan menurunkan perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan

darah.

e. Antagonis kalsium

Antagonis kalsium adalah sekelompok obat yang bekerja

mempengaruhi jalan masuk kalsium ke sel – sel dan mengendorkan otot –

otot di dalam dinding pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan

terhadap aliran darah dan tekanan darah. Antagonis kalsium bertindak

sebagai vasolidator atau pelebar. Golongan oabat ini menurunkan daya

pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi.


25

2. Perubahan gaya hidup yang sehat bagi para penderita hipertensi yaitu:

a. Mengontrol pola makan

Mengkomsumsi garam sebaiknya tidak lebih dari 2000 sampai 2500

miligram. Karena tekanan darah dapat meningkat bila asupan garam

meningkat. Dimana pembatasan asupan sodium dapat mempertinggi efek

sebagian obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi

kecuali kalsium antagonis. Lemak kurang dari 30% dari konsumsi kalori

setiap hari. Mengonsumsi banyak lemak akan berdampak pada kadar

kalesterol yang tinggi. Kadar kalesterol yang tinggi meningkatkan resiko

terkena penyakit jantung

b. Tingkat konsumsi potasium dan magnesium

Pola makan rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu faktor

pemicu tekanan darah tinggi. Buah – buahan dan sayuran segar merupakan

sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan

darah.

c. Makan makanan jenis padi – padian

Penelitian yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutrition

(AJCN) di temukan bahwa pria yang mengkonsumsi sedikitnya satu porsi

sereal dari jenis padi – padian per hari mempunyai kemungkinan yang

sangat kecil (0-20%) untuk terkena penyakit jantung. semakin banyak

konsumsi padi – padian, semakin rendah resiko penyakit jantung coroner,

termasuk terkena hipertensi.


26

d. Aktivitas (olahraga)

Melalui olahraga yang isotomik dan teratur (aktivitas fisik aerobic

selama 30 – 45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan menurunkan tekanan darah. Ada delapan cara untuk meningkatkan

aktivitas fisik yaitu : dengan menyempatkan berjalan kaki misalnya

mengantar anak sekolah, sisihkan 30 menit sebelum berangkat kerja untuk

berenang di dalam kolam renang terdekat, gunakan sepeda untuk pergi

kerja selama 2 sampai 3 hari dalam satu minggu, mulailah berlari setiap

hari dimana melakukan latihan ringan pada awalnya dan tingkatkan secara

perlahan – lahan, pada saat istirahat makan siang tinggalkan meja kerja

anda dan mulailah berjalan, pergilah bermain ice skating, roller-blade atau

bersepeda bersama keluarga atau teman, satu hari dalam satu minggu,

lakukan aktivitas baru misalnya bergabung dengan club tenis atau bulu

tangkis atau belajar dansa, yang terakhir pilih tangga dibandingkan lift

atau escalator.

e. Bantuan dari kelompok pendukung

Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola

hidup sehat. Sehingga dan teman – teman mengerti sepenuhnya tentang

besar resiko jika tekanan darah kita tidak terkendali. Dengan demikian

keluarga dan teman – teman akan membantu dengan memperhatikan

makanan kita atau mengingatkan saat waktunya untuk minum obat atau
27

melakukan aktivitas berjalan – jalan setiap hari dan mungkin saja mereka

bahkan akan menemani kita.

f. Berhenti merokok dan hindari konsumsi alkhohol berlebih

Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan

darah. Nikotin diserap oleh pembuluh darah di dalam paru – paru dan di

edarkan ke aliran darah. Dalam beberapa detik nikotin mencapai otak.

Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar

adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin) sehingga dengan pelepasan

hormone ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung

untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi

Demikian juga alkhohol efek semakin banyak mengkonsumsi alkhohol

maka semakin tinggi tekanan darah, sehingga peluang terkena hipertensi

semakin tinggi. Alkhohol di dalam darah merangsang pelepasan epinefrin

(adrenalin) dan hormon – hormon lain yang membuat pembuluh darah

menyempit atau menyebabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air.

Selain itu minum – minuman alkhohol yang berlebihan dapat

menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan

magnesium, rendahnya kadar dari kalsium dan magnesium bekaitan

dengan peningkatan darah. beberapa laporan menyimpulkan bahwa efek

alkhohol dimulai dari asupan alkhohol yang paling rendah. Jadi, seseorang

yang tidak mengkonsumsi alkhohol maka cenderung memiliki tekanan


28

darah yang normal. Laporan lain menunjukan ada batasan atau ambang

tertentu dari alkhohol yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

3. Terapi herbal

Terapi hipertensi di suguhkan dengan beberapa cara misalnya dengan

di makan langsung, di sajikan dengan membuat jus untuk diambil sarinya, di

olah menjadi obat ramuan ataupun di masak sebagai pelengkap menu sehari.

Tanaman obat tradisional yang dapat digunakan untuk penyakit hipertensi

yaitu bawang putih, seledri, blimbing wuluh, blimbing, teh, wortel,

mengkudu, mentimun, dan lain – lain.

Terapi tradisional atau non farmakologis, Untuk mengatasi berbagai

upaya yaitu dapat di lakukan pengendalian tekanan darah dengan cara

pemberian terapi non farmakologis yang berupa : mengurangi berat badan,

memodifikasi diet rendah lemak pembatasan kafein dan teknik relaksasi

(azhar, 2019)

Terapi akupuntur adalah pengobatan tardisional chinesse atau metode

non invasive berupa penekanan pada titik titik tubuh tertentu dengan

menggunakan jarum efek akupuntur dalam menerunkan tekanan darah

diantara dengan mengatur regulasi suntansi vasioaktif pada endotel pembuluh

darah. Salah satunya yaitu aktivasi dan pengeluaran nitrit oksida. Penusukan

jarum pada titik akupuntur akan menstimulasi tonus saraf parasimpatis dan

menekan tonus saraf simpatif. Para simpatis dominan akan memproduksi

asetilkolin dimana ikatan asetilkolin pada sel endotel akan menginduksi


29

terbentuknya nitrit oksida lokal dan diendotel yang kemudian berdifusi dalam

otot polos pembuluh darah kemudian merubah dan sirkulasi lokal dan terjadi

relaksasi otot polos pembuluh darah (jenie. 2019)

Terapi pemberian jus timun terbukti dapat menurunkan tekanan darah

pada penderita hipertensi yang dilakukan selama 7 hari pemberian terapi jus

timun dapat menurun nyeri dan tekanan darah pasien dengan cara timun : 200

gram mentimun, air jeruk lemon 2 senduk makan, gula 3 sendok makan dan

air secukupnya di haluskan dengan menggunakan blander hingga menjadi jus

lalu di minum (chrisanto, 2021)

H. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium awal :

a. Urinalisis

b. Hb, Ht, ureum, kreatinim, gula darah dan elektrolit

2. Pemeriksaan penunjang : Ekg, Foto thoraks

3. Pemeriksanaan penunjang lain bila memungkinkan : CT scan kepala,

ekokardiogram

I. Pengkajian

Pada tahap ini, perawat wajib melakukan pengkajian atas permasalahan yang

ada. Yaitu tahapan dimana seorang perawat harus menggali informasi secara terus

menerus dari anggota keluarga yang dibinanya (bakri, 2020).


30

Perawat harus mampu menggambarkan kondisi/situasi pasien sebelum dan

saat ini, sehingga informasi tersebut bisa digunakan untuk memprediksi tindakan

di masa yang akan datang.

Menurut bakri (2020) Hal – hal yang dikaji dalam keluarga adalah:

1. Data umum.

pengumpulan data dapat dilakukan melalui empat cara yaitu

wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi.

Beberapa data umum yang perlu dikaji dalam tahap ini adaalah:

a. Informasi umum.

b. Tipe bahasa.

c. Agama.

d. Status sosial ekonomi keluarga.

e. Akktivitas rekreasi keluarga.

2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga.

Keluarga sebagai sebuah kelompok akan senantiasa dinamis, selalu

mengalami perkembangan, baik dari sisi psikologis, sosial, ekonomi, budaya

maupun komposisinya.

Beberapa hal yang perlu dikaji:

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini.

b. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.

c. Riwayat keluarga inti.

d. Riwayat keluarga sebelumnya.


31

3. Data lingkungan.

Lingkungan dimana kita berada sangat mempengaruhi keluarga dalam

hal kesehatan.

Beberapa data lingkungan yang perlu dikaji dalam proses keperawatan

keluarga adalah:

a. Karakteristik rumah.

b. Karakteristik tetangga dan RT-RW.

c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.

d. Mobilitas geografi keluarga.

e. Sistem pendukung keluarga.

f. Struktur keluarga.

4. Data yang dibutuhkan untuk proses keperawatan keluarga adalah:

a. Pola komunikasi keluarga.

b. Struktur kekuatan keluarga.

c. Struktur peran keluarga.

5. Fungsi keluarga.

a. Fungsi afektif.

b. Fungsi sosial.

c. Fungsi reproduksi.
32

6. Stres dan koping keluarga

Patokan dari stresor dari koping keluarga adalah 6 bulan, bisa

ditangani dalam jangka waktu 6 bulan dinamakan stresor jangka pendek.

Akan tetapi jika sebaliknya, stresor tersebut membutuhkan waktu lebih lama

dari 6 bulan untuk menyelesaikannya, maka disebut sebagai stresor jangka

panjang.

Seorang perawat harus mengetahui bagaimana keluarga menghadapi

dan merespons stresor, dan strategi apa yang digunakan untuk menghadapi

dan menyelesaikannya.

7. Pemeriksaan kesehatan.

Pemeriksaan fisik adalah data tentang pemeriksaan fisik. Tidak hanya

kondisi pasien, melainkan kondisi kesehatan seluruh anggota keluarga.

Beberapa bagian yang harus di periksa adalah sebagai berikut:

a. Tanda – tanda vital.

b. Antropometri.

c. Pernafasan.

d. Kardiovaskuler.

e. Pencernaan.

f. Perkemihan.

g. Muskuluskeletal.

h. Pengindraan.

i. Reproduksi.
33

j. Neurologis.

J. Diagnosa keperawatan keluarga

Berdasarkan pengkajian asuhan keperawatan keluarga di atas maka diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul adalah:

1. Nyeri akut (kepala) berhubungan dengan tekanan vaskuler serebral meningkat

2. Inteloransi aktitivitas berhubungan dengan nyeri kepala

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala

4. Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

K. Penerapan prioritas

Dalam berbagai kasus, skala prioritas selalu dibutuhkan untuk meminimalisir

risiko, memaksimalkan perawatan dan pengobatan, serta untuk pengambilan

keputusan yang tepat bakri (2020).

Rumus prioritas masalah:

Skor

Χ bobot

Angka tertinggi

Cara menentukan prioritas masalah :

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria.

2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot.

3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria.


34

Tabel 2. 4 Penerapan prioritas masalah

No Kriteria Bobot Nilai


1 Sifat masalah : 1
Aktual 1
Resiko 2
Keadaan sejahtera 3
2 Kemungkinan masalah dapat diubah : 2
Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah : 1
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah: 1
Masalah berat harus segera ditangani. 2
Ada masalah tapi tidak harus ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0
(sumber : Bakri. 2020)

L. Membuat intervensi keperawatan keluarga

Menurut bakri (2020), adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi atau mengkoreksi masalah – masalah yang diidentifikasikan pada

diagnosis keperawatan dan menyimpulkan intervensi dekumentasi.


35

1. Nyeri akut (kepala) berhubungan dengan tekanan vaskuler serebral meningkat

a. Tujuan: Setelah di lakukan kunjungan keperawatan keluarga selama 3X

diharapkan nyeri berkurang

b. Intevensi:

1) Identifikasi lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

instensitas nyeri.

2) Identifikasi skala nyeri.

3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

4) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

5) Memonitor efek samping penggunaan analgetik

6) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan

2. Inteloransi aktitivitas berhubungan dengan nyeri kepala

a. Tujuan: setelah dilakukan kunjungan keperawatan keluarga selama 3X

diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas.

b. Intervensi:

1) Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik / olahraga secara rutin.

2) Anjurkan terlibat dalam melakukan aktivitas kelompok; aktivitas

bermain / aktivitas lain.

3) Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat.

4) Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat mis: kelelahan,

sesak nafas dalam aktivitas.

5) Ajarkan target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan.


36

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala

a. Tujuan: setelah dilakukan kunjungan keperawatan keluarga selama 3X

diharapkan pasien bisa istirahat secara kuliatas dan kuantitas.

b. Intervensi:

1) Identifikasi pola aktivitas dan istirahat / tidur.

2) Identifikasi faktor-faktor yang menggangu istirahat / tidur (fisik dan/

psikologis).

3) Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur.

4) Identifikasi obat tidur yang dikomsumsi.

4. Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

a. Tujuan: setelah dilakukan kunjungan keperawatan keluarga selama 3X

diharapkan dapat mencegah resiko cedera.

b. Intervensi:

1) Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera.

2) Identifikasi obat yang mengakibatkan cedera.

3) Identifikasi alas kaki / stoking elastis pada ekstremitas bawah.

M. Implementasi keperawatan keluarga

Bhakri (2020) mengatakan, bahwa tujuan dari pelaksanaan ini adalah

membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan

menfasilitasi koping. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan


37

pengumpulan data dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan

kebutuhan pasien. Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang

telah ditetapkan oleh isntitusi.

Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal – hal berikut:

1. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga.

2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan.

3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga.

4. Membantu keluarga mewujudkan lingkungan sehat.

5. Memotivasi keluarga memanfaatkan fasilitas kesehtan.

N. Tahap Evaluasi Keperawatan

Evaluasi bisa dimulai dari pengumpulan data, apakah masih perlu direvisi

untuk menentukan, apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencakupi,

dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diganosa juga perlu

dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi

evaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara

efektif. (Bhakri, 2020).

Anda mungkin juga menyukai