PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Kelebihan
Cairan Pada Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di Ruang Kresna RSUD
Bumiayu Kabupaten Brebes.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny. M Dengan Kelebihan Cairan Pada
Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di Ruang Kresna RSUD Bumiayu
Kabupaten Brebes.
b. Menyusun diagnosa keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Ny. M
Dengan Kelebihan Cairan Pada Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di
Ruang Kresna RSUD Bumiayu Kabupaten Brebes.
c. Menyusun rencana intervensi Asuhan Keperawatan Pada Ny. M
Dengan Kelebihan Cairan Pada Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di
Ruang Kresna RSUD Bumiayu Kabupaten Brebes.
d. Melakukan implementasi Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan
Kelebihan Cairan Pada Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di Ruang
Kresna RSUD Bumiayu Kabupaten Brebes.
e. Menyusun evaluasi Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan
Kelebihan Cairan Pada Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di Ruang
Kresna RSUD Bumiayu Kabupaten Brebes.
f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan Pada Ny. M
Dengan Kelebihan Cairan Pada Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di
Ruang Kresna RSUD Bumiayu Kabupaten Brebes.
C. Pengumpulan Data
Perawat akan menggunakan hasil wawancara, riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, serta hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnosis untuk
membuat data dasar pengkajian.
1. Wawancara
Wawancara adalah bentuk percakapan tersusun dengan klien.
Wawancara formal awal meliputi riwayat kesehatan klien dan informasi
mengenai penyakit sekarang. Wawancara selanjutnya memungkinkan
perawat untuk mempelajari lebih banyak mengenai kondisi klien dan
fokus pada lingkup masalah spesifik. Wawancaa dapat membantu klien
menghubungkan interpretasi dengan pemahaman mereka sendiri mengenai
kondisinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah investigasi terhadap tubuh untuk
menentukan status kesehatan. Pemeriksaan fisik melibatkan penggunaan
teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta penciuman.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi tinggi dan berat badan, tanda vital dan
pemeriksaan lengkap dari kepala sampai kaki.
3. Observasi
Observasi terhadap perilaku klien/pasien sangat vital. Observasi ini
berlangsung selama perawat melakukan wawancara terhadap pasien.
Observasi untuk mengumpulkan data pasien bisa menambah ketajaman
data yang perawat peroleh. Observasi terhadap perilaku klien sangat
diperlukan untuk memastikan apakah data yang diberikan pasien sesuai
dengan yang ia katakan. Sehingga, observasi ini dapat mengarahkan
perawat untuk mendapatkan data objektif sekunder guna menghasilkan
kesimpulan yang akurat tentang kondisi pasien.
4. Pemeriksaan Diagnostik dan Data Laboratorium (Studi Dokumentasi)
Hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium dapat membantu
identifikasi dan memperjelas kelainan atau penemuan yang di dapat pada
riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik. Beberapa klien
mengumpulkan dan memantau data laboratorium dari rumah. Perawat
dapat meminta hasil pemeriksaan rutin yang mereka lakukan, untuk
menentukan respons klien terhadap penyakit dan informasi tentang efek
pengobatan.
D. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini memaparkan tentang latar belakang masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Konsep Dasar
Bab ini memaparkan tentang asites pada sirosis hepatis,
etiologi, tanda gejala, patofisiologi, pathway, panatalaksanan
dan juga asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa dan intervensi.
Bab III : Tinjauan Kasus
Bab ini akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang
terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi keperawatan.
Bab IV : Pembahasan
Menguraikan tentang pembahasan kasus, kesenjangan antara
teori dan kasus yang ditemukan di lapangan.
Bab V : Penutup
Berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan kasus.
Daftar Pustaka
Lampiran
E. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pemahaman tentang Asuhan Keperawatan Pada Ny. M
Dengan Kelebihan Cairan Pada Abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis Di
Ruang Kresna RSUD Bumiayu Kabupaten Brebes.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan terhadap institusi dalam pengembangan
dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan kelebihan cairan
pada abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis sehingga dapat melahirkan alumni
yang bermutu dan profesional.
3. Bagi Perawat
Menambah pengetahuan dan upaya meningkatkan kualitas personal
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam tindakan pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan kelebihan cairan pada abdomen
(Asites) : Sirosis Hepatis. Sebagai bahan masukan terhadap peningkatan
mutu pelayanan dalam perberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
kelebihan cairan pada abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis.
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Manfaat bagi pasien dan keluarga pasien adalah pasien dapat
mendapatkan penanganan dari masalah berdasarkan diagnosa keperawatan
yang ditemukan.
5. Bagi Rumah sakit
Sebagai acuan dalam melakukan tindakan keperawatan bagi pasien
dengan kelebihan cairan pada abdomen (Asites) : Sirosis Hepatis.
ASCITES
1. PENGERTIAN
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga
peritoneum. Asites dalam jumlah yang kecil kemungkinan menunjukkan
gejala yang asimptomatik, pada peningkatan jumlah cairan dapat
menyebabkan distensi abdominal dan rasa tidak nyaman, anoreksia, mual,
dan gangguan pernapasan.
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga
peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Antara lain
sirrosis hepatis, juga merupakan gejala yang sering terjadi pada penderita
kanker ovarium, gejala ini juga sering digunakan sebagai tanda diagnostik
adanya kemungkinan keganasan pada tumor ovarium (Brahmana
Askandar). Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat
terjadi melalui dua mekanisme dasar, yakni transudasi dan eksudasi. Asites
yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi portal adalah
salah satu contoh penurunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi
melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di
Indonesia.
Asites merupakan tanda prognosis yang rawan pada beberapa
penyakit. Contohnnya asites pada kanker ovarium merupakan prognosis
yang buruk, ditandai dengan perut yang makin membesar karena rongga
berisi cairan, yang lama kelamaan akan menyebabkan penekanan pada
rongga traktus gastrointestinal sehingga akan timbul keluhan anoreksia.
Bahkan jika cairan makin bertambah akanmenekan daerah diafragma
sehingga akan timbul gangguan pernapasan. (BrahmanaAskandar). Asites
juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin
kompleks. Seperti Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat
perjalanan penyakit dasarnya. Oleh karena itu asites harus dikelola dengan
baik.
2. KLASIFIKASI
Asites Tanpa Komplikasi
Asites yang tidak terinfeksi dan yang tidak terkait dengan
pengembangan sindrom hepatorenal. Asites dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
Grade 1 ( mild ), asites hanya terdeteksi melalui pemeriksaan USG
Grade 2 ( moderate ), asites menyebabkan simetrikal moderate distensi
abdomen
Grade 3 ( large ), asites yang ditandai dengan adanya distensi abdomen.
Asites Refrakter
Asites yang tidak dapat dimobilisasi atau yang kambuh lebih awal
(yaitu, setelah terapi parasentesis) yang tidak dapat dicegah dengan terapi
medis. Asites refrakter terdiri dari dua subkelompok yang berbeda, yaitu :
Tabel 2. Definisi dan criteria diagnostic untuk asites refrakter pada sirosis
Requisites
3. ETIOLOGI
Secara morfologis, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (poral),
mikrodonolar (pascanekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik dikenal
3 jenis, yaitu portal, pascanokretik, dan biller. Penyakit penyakit yang diduga
dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain mal nutrisi, alkoholesme,
virus hepatis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena
hepatika, penyakit wilson, hemokromatosis, zat toksik, dan lain-lain.
5. PATOFISIOLOGI
Penimbunan asites ditentukan oleh 2 faktur yang penting yakni faktor
lokal dan sistemik.
- Faktor lokal
Bertanggung jawab terhadap penimbunan cairan dirongga perut, faktor
lokal yang penting adalah cairan sinusoid hati dan sistem kapiler pembuluh
darah usus.
- Faktor sistemik
Bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada sistem cardiovaskuler dan ginjal yang menimbun retensi air dan
garam. Faktor utama sebagai pencetus timbulnya retensi air dan garam
oleh ginjal adalah vasodilatasi arteri perifer mula-mula akan terjadi
peningkatan tahananan sistem porta dan diikuti terbentuknya pitas porta
sistemik baik intra maupun ektra hati apabila struktur perubahan parenkim
semakin berlanjut, pembentukan pintas juga semakin berlanjut, vasodilatasi
juga akan menjadi berat, sehingga tidak hanya sirkulasi splankrik,tetapi
ditempat lain misalnya : kulit otot dan paru.
Vasodilatasi arteri Perifer akan menyebabkan ketahanan tahanan
ferifer menurun tubuh akan menafsirkan seolah-olah menjadi penurun
volome efektif darah arteri reaksi yang dilakukan untuk melawan keadaan
itu adalah meningkatkan tonos saraf simpatik adrenergik. Hasil akhirnya
adalah aktivitas terhadap 3 sistem vasokonstriktor yakni sistem renin-
angiostensin, aldesteron, arginin vasopresin dan saraf simpatik aktivasi
sistem arginin vasopresin akan menyebabkan retensi air, sistem aldesteron
akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan
meningkatkan reapsorpsi garam pada tubulus progsimal, disamping itu
sistem vaskuler juga akan terpengaruh oleh aktivitasi ketiga vaso kontriktor
tersebut.
Apabila terjadi sirosis hatisemakin berlambat, vasodilatasi arteri
ferifer akan menjadi semakin berat sehingga aktivitasi sistem neoru
homoral akan mampu menimbulkan asites. Disdamping itu, aktivasi sistem
neurohumoral yang terumenerus tetapi akan menimbulkan perubahan
fungsi ginjal yang semakin nyata sehingga terjadi sindrom heparorenal.
6. MANIFESTASI KLINIK
Asites sangat mudah dikenali pada inspeksi, akan tampak perut
membuncit pada umumnya kurang gizi, otot atrofi dan pada bagian besar
kasus dapat dijumpai, stigmata hati kronik. Pada saat pasien tidur terlentang,
pembesaran perut akan nampak mencolok kesamping kanan dan kiri seperti
perut kodok letak umbilikus tergeser kekaudal mendekati sismfisis pubis,
sering dijumpai hernia umbilikalis kiri tekanan intara abdomen yang meninggi
sedangkan otot-otot atrofi sehingga kekuatannya berkurang, tanda-tanda visis
lain menunjukkan adanya akumulasi cairan dalam rongga perut. Auskultasi
perut antara lain : pekak samping (Flank dullness) pekak alih (shiffing
dulinees)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan awal
Penyebab asites sering terlihat jelas dari anamnesis, riwayat dan
pemeriksaan fisik. Namun, penting untuk mencari penyebab lain dari
asites. Seharusnya tidak diasumsikan bahwa pasien alkoholik memiliki
penyakit hati alkoholik. Oleh karena itu, pemeriksaan harus diarahkan pada
diagnosa penyebab asites. Investigasi ini penting untuk menegakkan
etiologi asites termasuk diagnostik parasentesis dengan pengukuran
albumin cairan asites atau protein, jumlah neutrofil, kultur cairan asites, dan
amilase cairan asites. Sitologi cairan asites harus diminta ketika ada
kecurigaan klinis kearah keganasan. Investigasi lain harus mencakup USG
abdomen untuk mengevaluasi penampakan dari pankreas, hati, dan
kelenjar getah bening serta adanya splenomegali yang mungkin
menandakan hipertensi portal. Tes darah harus diambil untuk pengukuran
urea dan elektrolit, tes fungsi hati, waktu protrombin, dan hitung darah
lengkap.
- Parasentesis abdomen
Daerah yang paling umum untuk pungsi asites adalah sekitar
15 cm lateral umbilikus, untuk menghindari pembesaran hati atau limpa.
Arteri epigastrium inferior dan superior berjalan dilateral umbilikus terhadap
titik tengah inguinalis dan harus dihindari. Untuk tujuan diagnostik, 10-20 ml
cairan asites harus dipungsi untuk inokulasi asites menjadi dua botol kultur
darah dan Tabung EDTA. Komplikasi pungsi asites terjadi pada sampai 1%
dari pasien (hematoma abdomen) tapi jarang serius atau mengancam
nyawa. Komplikasi lebih serius seperti haemoperitoneum atau perforasi
usus jarang terjadi (<1/1000 prosedur). Kontraindikasi parasentesis pada
pasien dengan profil koagulasi yang abnormal. Sebagian besar pasien
dengan asites karena sirosis memiliki perpanjangan waktu protrombin dan
beberapa tingkat trombositopenia. Tidak ada data yang mendukung
penggunaan fresh frozen plasma sebelum parasentesis meskipun jika
trombositopenia hebat (< 40.000) maka dokter akan memberikan trombosit
untuk mengurangi risiko perdarahan
8. PENATALAKSANAAN
a. Bed rest 2,4
Istirahat pada pasien dengan sirosis dan asites, asumsi postur tegak
dikaitkan dengan aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf
simpatik, pengurangan di tingkat filtrasi glomerulus dan ekskresi
natrium, serta respon menurun terhadap diuretik. Efek ini bahkan lebih
mencolok dalam hubungan dengan latihan fisik moderat. Data ini sangat
menyarankan bahwa pasien harus diobati dengan diuretik saat istirahat.
Namun, belum ada studi klinis yang menunjukkan keberhasilan
peningkatan diuresis dengan istirahat atau durasi penurunan rawat inap.
Tirah baring dapat menyebabkan atrofi otot, dan komplikasi lainnya, serta
memperpanjang lama tinggal di rumah sakit, tirah baring umumnya tidak
direkomendasikan untuk manajemen pasien dengan asites tanpa
komplikasi.
e. Diuretik 1,2,4
Diuretik telah menjadi andalan pengobatan asites sejak tahun 1940
ketika pertama kali tersedia. Banyak agen diuretik telah dievaluasi selama
bertahun-tahun tetapi dalam praktek klinis dalam hal ini Inggris telah
membatasi terutama spironolactone, amilorid, furosemid, dan bumetanide.
- Spironolactone
Spironolactone merupakan antagonis aldosteron, bekerja
terutama pada tubulus distal untuk meningkatkan natriuresis dan
mempertahankan kalium. Spironolactone adalah obat pilihan di awal
pengobatan asites karena sirosis. Dosis harian inisial 100 mg bisa
ditingkatkan sampai 400 mg untuk mencapai natriuresis adekuat.
Berjalan lambat 3-5 hari antara awal pengobatan spironolactone dan
terjadinya efek. studi kontrol natriuretik telah menemukan bahwa
spironolactone mencapai natriuresis lebih baik dan diuresis dari loop
diuretic seperti furosemide. Efek samping paling sering spironolakton
pada sirosis adalah yang berkaitan dengan ativitas antiandrogenik nya,
seperti penurunan libido, impotensi, dan ginekomastia pada pria dan
ketidakteraturan menstruasi pada wanita (meskipun sebagian besar
wanita dengan asites tidak menstruasi saja). Ginekomastia dapat
secara signifikan berkurang ketika canrenoate kalium hidrofilik
derivatif digunakan, tetapi ini tidak tersedia di Inggris. Tamoxifen pada
dosis 20 mg dua kali sehari telah terbukti berguna dalam pengelolaan
gynaecomastia. Hiperkalemia merupakan komplikasi signifikan yang
sering membatasi penggunaan spironolactone dalam pengobatan
asites.
- Furosemid
Furosemid adalah diuretik loop yang menyebabkan tanda
natriuresis dan diuresis pada subyek normal. Hal ini umumnya
digunakan sebagai tambahan untuk pengobatan spironolactone karena
keberhasilan rendah bila digunakan sendirian pada sirosis. Dosis awal
frusemid adalah 40 mg/hari dan umumnya meningkat setiap 2-3 hari
sampai dosis tidak melebihi 160 mg/hari. Tinggi dosis frusemid
berhubungan dengan gangguan elektrolit berat dan alkalosis metabolik,
dan harus digunakan hati- hati. Furosemid dan spironolactone
bekerja simultan meningkatkan efek natriuretik.
- Diuretik lain
Gambar 2. Paracentesis
Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke III. Jilid Ke 2. FKUI :
Media Aesculapius.
Sloane, Ethel. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Jakarta : EGC.
www.gastroresource.com. 2003
2005.