Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PRE DAN INTRA OP HEPATECTOMY e.

c
KISTA HEPAR PADA Ny. E DENGAN GENERAL ANESTESI DI
INSTALASI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2020

OLEH : UCI SALMI, Amd. Kep

NIP: 19870810 200812 2002

INSTALASI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. M. DJAMIL PADANG

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Pre dan
Intra Op Hepatectomy pada Ny. E dengan General Anestesi di Instalasi
Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dalam
penyusunan makalah ini penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak . untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ns. Hj. Yuldanita, S. Kep Selaku pembimbing dan Pengelola Perawatan


Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif

2. Ns. Afriza Novita Dewi, S. Kep selaku pembimbing dan Kepala Ruangan

3. Ns. Fadhliyati, S. Kep selaku pembimbing dan Kepala Satuan Perawat


Fungsional di Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif

4. Orang tua yang selalu memberikan bantuan dan dorongan baik materil
maupun spiritual

5. Teman teman sejawat di bagian Anestesi Instalasi Anestesiologi dan


Terapi Intensif serta Teman sejawat di Instalasi Bedah Sentral yang telah
memberikan kritik dan sarannya

6. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu

Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis maupun bagi pembaca.

Padang, September 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………… 1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………… 2
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi ………………………………………… 3
B. Etiologi ………………………………………… 4
C. Patofisiologi ………………………………………… 5
D. Manifestasi Klinis ………………………………………… 6
E. Pemeriksaan Diagnostik ……………………………………….. 7
F. Prognosis ………………………………………… 7
G. Penatalaksanaan ………………………………………… 8
H. Hepatectomy ………………………………………… 9
I. General Anestesi ………………………………………… 12
J. Pathway
BAB III : TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ………………………………………… 16
B. Analisa Data ………………………………………… 18
C. Diagnosa Keperawatan ………………………………………… 19
D. Intervensi ………………………………………… 20
E. Implementasi Keperawatan ......…………………………….. 22
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kista Hepar atau yang disebut juga kista hati adalah kantung yang
berisis cairan yang muncul dihati. Kondisi ini dialami sekitar 5% dari total
populasi dunia. Kista hepar umumnya tidak menimbulkan gejala dan
sering kali ditemukan secara kebetulan dalam prosedur pencitraan perut,
seperti CT scan atau MRI.
Adapun penatalaksanaan dari kista hepar ini adalah melalui
medikamentosa dan penanganan operatif. Penanganan operatif sendiri
terdiri atas teknik PAIR(Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration),
Marsupialisasi dan reseksi Hepar (Hepatectomy). Reseksi hati biasanya
dilakukan dengan Anestesi Umum (General Anestesi) dengan intubasi
trakea dan ventilasi terkontrol.
General Anestesi adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum
yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaxasi otot
tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengambil
kasus pasien dengan Hepatectomy di kamar operasi RSUP DR. M.
DJAMIL Padang.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana teoritis dari Kista Hepar
2. Bagaimana teoritis dari Hepatectomy
3. Bagaimana teoritis dari General Anestesi
4. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pre dan intra Op
Hepatectomy pada pasien dengan Kista Hepar
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Perawat diharapkan mampu memahami dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan Pre dan Intra Op Hepatectomy dengan General Anestesi.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami konsep dasar dari Kista Hepar, Hepatectomy dan
General Anestesi
b. Mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan Pre dan Intra
Op Pada Pasien Hepatectomy dengan General Anestesi
c. Mampu menyusun intervensi Asuhan Keperawatan Pre dan Intra
Op Pada Pasien Hepatectomy dengan General Anestesi
d. Mampu melakukan implementasi Asuhan Keperawatan Pre dan
Intra Op Pada Pasien Hepatectomy dengan General Anestesi
e. Mampu melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan Pre dan Intra Op
Pada Pasien Hepatectomy dengan General Anestesi
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. KISTA HEPAR
A. DEFENISI

Kista hepar, atau disebut juga kista hati, adalah kantung yang berisi cairan
yang muncul di hati. Kondisi ini dialami sekitar 5% dari total populasi dunia.
Kista hepar biasanya tidak menimbulkan gejala dan sering kali ditemukan
secara kebetulan dalam prosedur pencitraan perut, seperti computed
tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI).

Satu atau dua kista hepar biasanya tidak menyebabkan masalah apa
pun dan tidak membutuhkan pengobatan. Namun, apabila kista berjumlah
banyak dan bertumbuh sangat besar, kondisi ini akan membutuhkan perhatian
medis.

Satu atau lebih kista hepar yang berukuran besar dapat menyebabkan nyeri
atau rasa tidak nyaman di daerah perut kanan atas. Jika rasa tidak nyaman
yang muncul cukup signifikan, Anda mungkin harus menjalani prosedur
pengangkatan kista di rumah sakit. Idealnya, kondisi ini harus Anda tangani
sebelum berubah menjadi semakin parah.
Terdapat beberapa jenis kista hepar, yaitu:

 Kista sederhana
 Penyakit hati polikistik (diturunkan dalam keluarga)
 Kista yang disebabkan oleh parasit (seperti penyakit hidatidosa)
 Kista yang muncul bersama dengan kanker liver.

Kebanyakan kista hati tidak menimbulkan gejala apa pun. Namun, jika
membesar, kista dapat menyebabkan kembung dan nyeri di perut bagian kanan
atas. Terkadang, ukuran kista juga bisa menjadi cukup besar hingga Anda
dapat merasakannya di bawah perut.

B. ETIOLOGI

Dikutip dari American Liver Foundation, penyebabnya yang paling umum


adalah Kista hati biasanya muncul ketika area kecil dari sel-sel hati mati atau
rusak. pertumbuhan kista selama bertahun-tahun, pola makan, serta gaya hidup
yang buruk.

Terkadang kista ini dapat berisi lemak pada mereka yang mengalami
perlemakan hati (fatty liver). Di lain waktu, kista dapat berisi cairan atau lendir.
Kista ini tidak mencerminkan bahwa Anda menderita penyakit hati, sebab
sebagai organ yang sangat besar, hati memiliki banyak area lain yang
mengandung sel-sel sehat sehingga organ tetap dapat berfungsi secara normal.

Penyebab terjadinya kondisi ini umumnya tidak diketahui. Kista hati dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan lahir) atau dapat tumbuh di kemudian hari.
Kista ini biasanya tumbuh dengan perlahan dan tidak terdeteksi sampai masa
dewasa.

Beberapa kista disebabkan oleh parasit echinococcus yang ditemukan pada


domba di berbagai belahan dunia. Pada bebera kasus, kista juga merupakan
penyakit yang bisa diturunkan dari keluarga.
Ada banyak faktor yang memicu seseorang bisa terkena kista hati, antara lain:

 Jenis kelamin. Kista hati lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pria, tetapi selisihnya tidak banyak. Angka perbandingan wanita-pria
adalah 1,5:1. Seiring bertambahnya usia, kemungkinan terjadinya pada
wanita dibandingkan pria semakin meningkat lebih jauh.
 Kondisi kesehatan tertentu. Fibrosis dan sirosis yang disebabkan oleh
penyakit hati lainnya, seperti hepatitis virus, bukanlah faktor risiko untuk
kista sederhana atau penyakit polikistik. Fibrosis hati kongenital
berhubungan dengan kista dan menyerupai sirosis dari penyakit virus,
tetapi secara umum, sirosis hati tidak meningkatkan risiko kista.

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti simple cyst ini tidak diketahui, namun diduga bersifat
konginetal. Kista ini dilapisi oleh epitel yang persis seperti epitel sistem
biliari dan mungkin terjadi akibat dilatasi progresif dari microhamartoma dari
traktus biliari. Namun begitu kista ini jarang sekall mengadungi empedu, dan
hipotesis terbaru menyebutkan bahwa kista terjadi karena mikrohamartoma
gagal untuk menyatu dengan traktus biliaris. Secara umumnya cairan di
dalam kista mempunyai komposisi elektrolit yang sama dengan plasma.
Tidak terdapat ampedu, amilase maupun sel darah putih. Cairan pada kista
secara terus¬-menerus dihasilkan oleh epitel yang melapisi kista tersebut
sehingga penanganan dengan aspirasi jarum pada kista hepar soliter tidak
bersifat kuratif.
Polycystic liver disease (PCLD)
polycystic liver disease (PCLD) atau penyakit hepar polikistik pada
prang dewas adalah kongenital dan biasanya berhubungan dengan penyakit
ginjal polikistik autosomal dominan (PKP-AD). Pada pasien-pasien ini telah
dikenal pasti abnormalitas pada gen PKD1 dan PKD2. Kadang-kadang PCLD
dijumpai tanpa PKD. Pada pasien-pasien ini, telah dikenal pasti gen yang
ketiga yaitu protein kinase C substrate 8OK-H (PRKCSH). Walaupun
berbeda secara genotip, pasien dengan PCLD sama secara fenotip. Pada
pasien dengan PKD, kista di ginjal biasanya mendahului kista di hepar. PKD
sering berakhir dengan gagal ginjal sedangkan kista hepar jarang dikaitkan
dengan fibrosis hepar dan gagal fungsi hepar.
Kista Neoplastik
Tumor hepar dengan nekrosis sentralis yang dilihat pada pemeriksaan
pencitraan sering di salah diagnosis sebagai kista hepar. Penyebab, pasti
kistadenoma dan kistadenokarsinoma tidak diketahui, namun mereka diduga
merupakan akibat proliferasi abnormal dari analog embrionik dari kanclung
emped6 atau epitel biliari. Tumor kistik ini dilapisi dengan sel kuboid atau
kolumnar tipe biliaris dan dikelilingi oleh stroma persis seperti stroma pada
oval. Kistadenoma adalah lesi premalignant dengan transformsi neoplastik
menjadi kistadenokarsinoma yang dikenal pasti dengan adanya struktur
tubulopapillari dan invasi pada membrana basalis pada pemeriksaan
histopatologi.
Kista Hidatid
Kista hidatid disebabkan oleh infestasi dari parasit Echinoccus
granulosus. Parasit ini dijumpai di seluruh dunia tapi lebih sering di kawasan
pentemakan kambing dan sapi. Cacing pita dewasa hidup di, traktus digestif
hewan karnivora seperti anjing. Telur dari induk dilepaskan dalam feses dan
dimakan oleh host perantara seperti kambing, sapi, atau manusia. Larva dari
telur menginvasi dinding usus dan pembuluh darah mesenteric dan sampai di
hepar lewat sirkulasi. Di dalam hepar, larva membesar dan menjadi kistik

D. MANIFESTASI KLINIS
Kista hepar dibagi kepada kista hepar kengenital dan kista hepar
didapatkan. Kista hepar kongenital dapat dibagi lagi kepada kista non
parasitic Denigna, kista neoplastik dan penyakit polikistik hepar. Tipe yang
didapatkan pula termasuk kista parasitik, kista traumatik dan kista piogenik,
dimana tipe ini bersifat pseudokista. Sebagian besar dari kista hepar bersifat
asimptomatik dan dike!o1a secara konservatif selagi bisa, karena risiko
terjadi komplikasi paca pengobatan operatif dan kemungkinan terjadinya
regresi spontan. Gambaran klinik yang sering didapatkan pada pasien deny,
an simptom adalah nyen epigairik, mual, muntah dan perasaan penuh di
lambung.
Dengan bervariasinya klasifikasi serta etiolcgi kista hepar, gejala
klinik bervariasi berdasarkan penyebab, tempat dan ukuran. Nyari mungkin
merupakan keluhan utama pada kista yang membesar. Nyeri sering terjadi
bekunder akibat komplikasi yang timbal dari kista tersebut. Antara lain bisa
terjadi pendarahan atau infeksi, yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrakistik. Nyeri juga dialami apabila terjadi ruptur kista atau terjadi torsi
pada kista, dimana pada keadaan ini pasien datang dengar, simptom akut
abdomen.
Kebanyakan kista hidatid bersifat asimptomatik, walaupun telah
berkembang lanjut. Jumlah parasit, lokelisasi dan ukuran kista menentukan
derajat keparahan symptom. Dalam hepai, afek dari penekanan kista bisa
menimbulkan simptom jaundice obstruktif dan nyeri perut. Komplikasi
sekunder bisa terjadi sebagai akibat infeksi pada kista dan ruptur atau
kebocoran kista. Kebocoran kecil menimbulkan nyeri Yang bertambah dan
reaksi alergik yang ringan yang ditandai oleh urtikaria. Reaksi alergi ini
terjadi karena cairan dari kista yang bersifat marangsang, Ruptur yang besar
menyebabkan reaksi anafilaktik yang bisa bersifat fatal jika tidak ditangani
dengan cepat. Infeksi pada kista bisa terjadi samada sebagai infeksi primer
atau infeksi sekunder setelah terjadi kebocoran kista ke traktus biliaris.
Simptom yang dialami dapat mulai dari demam ringan hingga sepsis.
Pada abses hepar balk abses hepar piogenik maupun amebik, gejala
klinik yang dialami hampir kesemua penderita adalah demam yang bersifat
akut atau subakut disertai nyeri abdcmen kuadran kanan atas, disamping
gejala non spesifik lain seperti malaise, mual dari muntah.
E. PEMERIKKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Laboratorium

Pasien dengan kista hepar tidak banyak memerlukan


pemeriksaanlaboratorium. Hasil pemeriksaan faal hati seperti transaminase
atau alkali fosfatasemungkin sedikit abnormal, namun kadar bilirubin,
prothrombin time (PT) dan activated prothrombin times (APTT) biasanya
berada dalam batas normal.
Pada Polycystic Liver Disease (PCLD), dapat dijumpai abnormalitas
yanglebih banyak pada pemeriksaan fungsi faal hati, namun gagal fungsi hati
jarangdijumpai. Tes fungsi ginjal termasuk kadar urea dan kreatinin darah
biasanyaabnormal. Pada tumor kistik hepar, tes fungsi hati juga dapat normal
seperti pada simple cyst, namun bisa terdapat abnormalitas pada sebagian
pasien.
Pemeriksaan Radiologik
Sebelum tersedia modalitas pencitraan abdominal secara luas termasuk
ultrasonografi (USG) dan CT scan, kista hepar didiagnosa hanya apabila ia
sudahsangat membesar dan bisa dilihat sebagai massa di abdomen atau
sebagai penemuantidak sengaja saat melakukan laparotomy. Saat ini,
pemeriksaan radiologik seringmenemukan lesi yang asimptomatik secara
tidak sengaja. Terdapat beberapa pilihanpemeriksaan radiologik pada pasien
dengan kista hepar, seperti USG yang bersifatnon-invasif namun cukup
sensitif untuk mendeteksi kista hepar. CT scan juga sensitif dalam mendeteksi
kista hepar, dan hasilnya lebih mudah untuk diinterpretasikandibanding USG.
MRI, nuclear medicine. scanning dan angiografi hepatik mempunyai
penggunaan yang terbatas dalam mengevaluasi kista hepar.

F. PROGNOSIS
Pasien dengan kista non-parasitik yang menjalani teknik dekapitasi
kistasecara laparoskopik untuk kista hepar benigna mengalami kadar
penyembuhan lebihdari 90%, sedangkan pada pasien dengan PCLD
(Policystic Liver Disease) mempunyai presentase kesembuhan yang lebih
rendah dengan teknik yang sama.Penanganan yang paling efisien untuk
PCLD dan kista neoplastik adalah denganreseksi hepar, sedangkan efisiensi
penanganan kista hidatid dengan teknik PAIRberbanding penganan operatif
lain masih kontroversial.

G. PENATALAKSANAAN
Penanganan Medikamentosa
Pengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar non-
parasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak ada
terapikonservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar secara
tuntas.
Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara
teknismudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena
mempunyai kadarrekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang
dikombinasikan dengan sklerosandengan menggunakan alkohol atau bahan
lain berhasil pada sebagian pasien namunmempunyai tingkat kegagalan dan
kadar rekurensi yang tinggi. Sklerosis akanberhasil hanya terjadi dekompresi
sempurna dari dinding kista. Hal ini tidak mungkinterjadi jika dinding kista
menebal atau pada kista yang sangat besar. Tidak terdapatpengobatan
medikamentosa untuk PCLD dan kistadenokarsinoma.
Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole
danmebendazole, namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini digunakan
sebagai terapiadjuvan dan tidak dapat menggantikan peran penanganan bedah
atau pengobatanperkutaneus dengan teknik PAIR
Penanganan Operatif
Secara umum tujuan terapi operatif adalah untuk mengeluarkan
seluruhlapisan epithelial kista karena dengan adanya sisa epitel akan
menyebabkanterjadinya rekurensi. Secara ideal, kista direseksi keluar secara
utuh tanpa melubangikavitas kista tersebut. Jika ini terjadi, kista akan kolaps
dan ditemukan kesukaranuntuk mengenal secara pasti dan mengeluarkan
lapisan epitel.
1. Teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection,
Reaspiration)Teknik PAIR untuk penanganan kista hepar
dilakukan dengan dibantu oleh USG atau CT scan yang
melibatkan aspirasi isi kista melalui sebuah kanulakhusus, diikuti
dengan injeksi agen yang bersifat skolisidal selama 15
menit,kemudian isi kista direaspirasi lagi. Proses ini diulang
hingga hasil aspirasi jernih.Kista kemudian diisi dengan solusi
natrium klorida yang isotonik. Tindakan iniharus diikuti dengan
pengobatan perioperatif dengan obat benzimodazole 4
harisebelum tindakan hingga 1-3 bulan setelah tindakan.
2. Marsupialisasi (dekapitasi)Dekapitasi atau unroofing kista
dilakukan dengan cara mengeksisi bagiandari dinding kista yang
melewati permukaan hepar. Eksisi seperti ini
menghasilkanpermukaan kista yang lebih dangkal pada bagian
kista yang tertinggal hinggacairan yang disekresi oleh epitel yang
masih tertinggal merembes kedalam ronggaperitoneal dimana ia
diabsorbsi. Sisa epitel dapat juga diablasi denganmenggunakan
sinar koagulator argon atau elektrokauter. Sebelumnya
penanganankista seperti ini memerlukan tindakan laparotomi
(open unroofing) namun seiringdengan perkembangan alat dan
teknik, ia bisa dilakukan secara laparoskopik.
3. Reseksi Hepar dan Tranplantasi HatiProsedur yang lebih radikal
seperti reseksi hepar dan transplantasi hati telahdigunakan dalam
penanganan kista hepar non-parasitik. Walaupun prosedur inibisa
mendapatkan hasil terbaik dari segi kadar rekurensi yang sangat
rendah,namun ia mempunyai kadar morbiditas yang tinggi, yang
mungkin tidak dapatditerima untuk suatu penyakit yang benigna.
Penelitian Martin dkk.menemukankadar morbiditas 50% pada 16
pasien yang menjalani prosedur reseksi hepar untuk penanganan
kista hepar non-parasitik.

2. HEPATECTOMY
a. DEFENISI

Hepatectomy adalah salah satu terapy yang tersedia untuk penyakit


hati jinak dan ganas. Reseksi hati juga digunakan dalam pengrlolaan tumor
hepato-bilier primer jinak dan ganas, untuk transplantasi hati dan kadang
kadang juga pada trauma hati.

Adapun poin poin penting dalam tindakan reseksi hati adalah :

 Hati dapat meregenerasi jaringan yang aktif secara fungsional


setelah reseksi

 Indikasi yang paling umum untuk reseksi hati di inggris adalah


untuk metastatis hati dari kanker kolorektal yang merupakan
pengobatan pilihan

 Ada potensi kehilangan darah perioperatif mayor, yang merupakan


faktor resiko gagal hati pasca operasi

 Tekanan vena senral idealnya <5 cmH2O selama reseksi untuk


meminimalkan perdarahan

 Gagal hati pasca operasi memiliki angka kematian yang tinggi

b. TEKNIK PEMBEDAHAN
Tujuan pembedahan adalah untuk mengeksisi bagian hati yang
sakit dengan pembersihan onkologis yang memadai, kehilangan darah
minimal, dan meninggalkan cukup hati yang sehat untuk menghindari
gagal hati dan memungkinkan regenerasi. Prosedur laparoskopi jauh lebih
jarang daripada prosedur terbuka, tetapi dikenali oleh NICE untuk kista
hati, metastasis soliter perifer, dan karsinoma hepatoseluler. Seringkali
sayatan tambahan digunakan (dibantu tangan) dengan bantuan selongsong
ketat gas.
Prosedur bedah dapat dibagi menjadi tiga fase utama: awal,
reseksi, dan konfirmasi hemostasis dan penutupan luka.
 Tahap Awal
Hati dimobilisasi dari perlekatan peritoneum, kolesistektomi
dilakukan dan, jika diindikasikan, anatomi vaskular terpapar.
 Reseksi
Transeksi parenkim telah dijelaskan menggunakan sejumlah
teknik. Umumnya, diseksi dengan teknik penghancur penjepit atau
Cavitron Ultrasonic Aspirator (CUSA) digunakan untuk
mengganggu parenkim hati, mengungkapkan pembuluh darah dan
saluran empedu yang kemudian dapat dijepit atau diikat.
Kehilangan darah berkurang secara signifikan menggunakan oklusi
sementara suplai darah ke hati selama reseksi parenkim.Ini
mungkin melibatkan oklusi aliran total dari vena porta dan arteri
hepatik (manuver Pringle). Penurunan curah jantung yang
dihasilkan hingga 10% dan peningkatan afterload ventrikel kiri 20-
30% dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular.
 Konfirmasi Hemostasis dan penutupan perut
Hemostasis dapat dikonsolidasikan dengan penggunaan koagulasi
berkas argon dan lem fibrin.
- Penilaian Pra Operasi
- Penilaian Fungsi Hati

c. MANAGEMEN PEROPERATIF
Pemantauan
 Standar minimum pemantauan AAGBI diterapkan. Tiba-
tiba, pendarahan katastropik mungkin terjadi.
 pemantauan arteri dan CVP invasif memungkinkan kontrol
hemodinamik yang lebih baik dan pengambilan sampel
darah secara teratur.
 Ekokardiografi transesofageal, kateterisasi arteri pulmonalis
 Hipoglikemia adalah masalah nyata terutama selama oklusi
vaskular hati dan setelah reseksi spesimen, sehingga
glukosa darah harus dipantau secara ketat.
 Hipotermia dapat menyebabkan konstriksi vaso dan
koagulopati.
 Profil koagulasi intra-operatif harus dipantau dan diperbaiki
dengan plasma beku segar.

Melakukan Anestesia

 Prosedur ini dilakukan di bawah anestesi umum standar


yang melibatkan intubasi trakea dan ventilasi terkontrol
 Nitro oksida harus dihindari karena menyebabkan distensi
usus dan ada risiko kecil emboli udara
 hepatotoksin yang diketahui seperti halotan tidak boleh
diberikan.
 Profilaksis antibiotik cefuroxime dan metronidazole
diberikan secara rutin, meskipun kebijakan lokal mungkin
menyarankan alternatif yang sesuai.

Analgesia

Opioid iv sistem analgesia yang dikontrol pasien dan opioid


neuraxial tembakan tunggal adalah alternatif untuk analgesia
epidural terus menerus.
d. STRATEGI UNTUK MENGURANGI PERDARAHAN
PERIOPERATIF
 CVP Rendah
o Kontrol tekanan vena sentral dan hepatik sangat penting
untuk mengurangi kehilangan darah.
o Telah didokumentasikan dengan baik bahwa CVP> 5 cm H
2 O secara signifikan meningkatkan perdarahan.
o CVP tinggi dapat diobati dengan diuretik atau infus nitrat.

 Aprotinin
Lentschener et al. memperingatkan terhadap penggunaan rutin
aprotinin dalam transplantasi hati. Namun berdasarkan Studi
BART, lisensi untuk aprotonin telah secara efektif ditarik karena
peningkatan kematian 1,5 kali lipat dibandingkan dengan asam
traneksamat dan asam aminocaproic

 Asam Traneksamat
Kebutuhan darah telah terbukti berkurang oleh asam
traneksamat dalam transplantasi hati dan operasi reseksi hati.
Masalah keamanan belum terbukti.

e. STRATEGI UNTUK MENGURANGI KEJADIAN GAGAL


HATI PASCA OPERASI RESEKSI HATI
 Pasien yang mengalami gagal hati pasca operasi biasanya
mulai menunjukkan gejala dan tanda sekitar 72 jam setelah
operasi, mengembangkan penyakit kuning, ensefalopati, dan
koagulopati
 Etiologi gagal hati pasca operasi biasanya bersifat multi-
faktorial tetapi mencakup sisa hati volume rendah, iskemia
hati, dan kehilangan darah, sehingga insiden dapat dikurangi
dengan teknik bedah dan anestesi yang cermat.
 Cidera Iskemik- Reperfusi
 Managemen Pasca Operasi
o Pasca Operasi Normal
o Perawatan Pasca Operasi

3. GENERAL ANESTESI
A. DEFENISI
Anestesi (pembiusan: berasal dari bahasa yunani “tidak, tanpa” dan
aethetos “persepsi, kemampuan untuk merasa), secara umum berarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh.
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran bersifat irreversible. Anestesi umum
ynag sempurna menghasilkan ketidaksadaran, anlgesia, relaxasi otot
tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
B. EMPAT RANGKAIAN KEGIATAN ANESTESI
a. Mempertahankan jalan nafas
b. Memberi nafas bantu
c. Membantu kompresi jantung bila berhenti
d. Membantu peredaran darah dan mempertahankan kerja otak pasien
C. KOMPLIKASI
a. Komplikasi kardiovascular
- Hipotensi
- Hipertensi
- Payah jantung
b. Penyulit respirasi
- Obstruksi jalan nafas
- Batuk
- Cekukan (hiccup)
- Apnu
- Ateletaksis
- Muntah dan regurgitasi
c. Komplikasi mata
- Laserasi kornea
- Menekan bola mata terlalu kuat
d. Perubahan cairan tubuh
- Hipovolemia
- Hipervolemia
e. Komplikasi neurologi
- Konvulsi terlambat sadar
- Cidera saraf perifer
f. Lain-lain
- Menggigil
- Gelisah setelah anestesi
- Mimpi buruk
- Sadar selama operasi
D. OBAT OBAT ANESTESI
a. Obat anestesi gas
- N2O
- Siklopropan
b. Obat anestesi menguap
- Eter
- Halotan
- Isofluran
- Sevofluran
c. Obat anestesi intravena
- Barbiturat
- Natrium tiopental
- Droperidol dan fentanil
- Diazepam
- Propofol
E. METODE ANESTESI UMUM
a. Parenteral
Anestesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena
maupun intramuskular, biasanya digunakan untuk tindakan yang
singkat. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat
dicapai induksi dan pemulihannya, sedikit komplikasi pasca
anestetik dan relaksasi otot rangka yang lemah. Oba yang umum
dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin, droperidol dan
fentanil.
b. Prerektal
Anestesi umum yang diberikan melalui rektal, kebanyakan dipakai
pada anak terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
c. Perinhalasi
Anestesi inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas atau
cairan anestika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat
anestetika melalui daerah pernafasan. Anestesi inhalasi masuk
dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke
jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen sikloporpan), anestesi
menguap (eter, halotan, fluotan, metoksklifluran, etiklorida, dan
fluroksen).
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Ny. E
Umur : 60 thn
MR : 00.02.02.95
J. Kelamin : Perempuan
BB/TB : 54 Kg/160scm
Tanggal masuk RS : 8 September 2020
Tanggal Tindakan : 10 September 2020

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien masuk rumah sakit melaui poliklinik pada tanggal 8
September 2020, Dengan keluhan nyeri di perut sejak 5 bulan
yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mempunyai riwayat hipertensi dan pernah didiagnosa
Tumor payudara dan sudah dilakukan tindakan pembedahan
pengangkatan tumor payudara.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga klien yang lainnya yang
mengalami penyakit yang serupa dengan klien.

3. Pemerikasaan Fisik
a. Kesadaran : CM
b. Tanda-tanda vital :
- TD: 136/71 mmHg,
- HR: 81x/menit,
- SatO2 97%,
- RR: 16 x/menit,
c. Kepala : Simetris
d. Mata : Konjungtiva tdk anemis, sklera tidak
ikterik
e. Mulut : Mukosa lembab
f. Leher : Pembesaran KGB (-)
g. Paru : Vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
h. Jantung : BJ I: Normal, BJ II: wide split fixed
i. Dada : Simetris
j. Abdomen : distensi, Turgor baik, BU (+)
k. Ekstermitas : Akral hangat, CRT: < 3 detik

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium, 3 Oktober 2017:
Hb : 13,6 g/dl
Ht : 41 %
Leukosit : 8600 /ul
Trombosit : 354.000 /mm3
Ureum : 19 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
HBsAg : Non reaktif
GDS : 75 mg/dl
PT / PT kontrol : 9,6 / 10,7 dtk
APTT / APTT kontrol : 24,6 / 27,7 dtk

b. Elektrocardiogram
Sinus Rythem

c. Foto rotgen Thorax


Tidak ada kelainan

5. Persiapan Pre- Operasi


a. Jadwal operasi, 10 September 2020, puasa mulai pukul 22.00
WIB.
b. Inform consent telah di tanda tangani oleh keluarga pasien,
dokter bedah jantung, dan dokter anastesi
c. Tanda-tanda vital :
TD : 136/71 mmHg, HR : 81x/i, RR : 16x/i, Saturasi : 97%.
B. ANALISA DATA

N Data fokus Etiologi Masalah


o
1.  DS : - Prosedur Resiko
 DO : Pembedaha Ketidakseimbang
- Pasien dilakukan n Mayor an cairan
tindakan dengan
pembedahan teknik
Reseksi Hati hipotensi
- Pasien dalam
General Anestesi
- Cairan yang
masuk 500cc
- TD : 80/45 mmHg
- HR : 75 x/i
- SpO2: 100%
- CVP : 3 cmH2O
- EKG : Sinus
Rhyte
- Perdarahan 350cc
- Urine output :
800cc/30mnt

2.  DS: - Prosedur Nyeri Akut


 DO: Pembedaha
- Pasien dilakukan n Mayor
tindakan Reseksi
Hati
- Tindakan
dilakukan dengan
teknik laparasopy
- Pasien dalam
general anestesi
- TD: 142/86
mmHg
- HR: 110 x/mnt
- SpO2 100%
3.  DS: Suhu Termoregulasi
 DO: Lingkunga tidak efektif
- Suhu ruangan 18 n yang
derajat Ekstrem
- Suhu Tubuh
pasien 35,0 derajat
- TD : 136 mmhg
- Nadi : 100 x/i
- SpO2 100%

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Berhubungan dengan Prosedur Operasi
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan Berhubungan dengan Prosedur
Pembedahan Mayor dengan Tekhik Hipotensi
3. Termoregulasi tidak Efektif Berhubungan dengan Suhu Lingkungan
yang Ekstrem
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI


1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Managemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sensorik Setelah dialkukan intervensi selama 15 Tindakan :
atau emosional yang berkaitan menit, maka Tingkat Nyeri Menurun,  Observasi
dengan kerusakan jaringan dengan kriteria hasil: - Identifikasi lokasi,
aktual atau fungsional ringan - Frekwensi Nadi membaik karakteristik, durasi,
hingga berat yang berlansung - Pola Nafas membaik frekuensi, kualitas, dan
kurang dari 3 bulan. - Tekanan Darah Membaik intensitas nyeri
Berhubungan dengan : Agen - Monitor efek samping
pencedera fisik (prosedur penggunaan analgetik
operasi, trauma)  Terapeutik
Berikan tindakan nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasi
Berkolaborasi dalam pemberian
analgetik jika perlu

2. Resiko Ketidakseimbangan Keseimbangan Cairan Managemen Cairan


Cairan Setelah dilakukan intervensi selama 30 Tindakan :
Definisi: Beresiko Mengalami menit, maka Keseimbangan Cairan  Observasi
penurunan, peningkatan, atau Meningkat, dengan Kriteria Hasil: Monitor status hidrasi (meliputi:
percepatan perpindahan caiaran - Tekanan Darah Membaik frekwensi nadi, kekuatan nada,
dari intravascular, intertisial - Denyut Nadi Radial Membaik akral, pengisian kapiler,
atau intraseluler - Tekanan Arteri rata rata membaik keseimbangan mukosa, turgor
Dibuktikan dengan : Prosedur kulit, tekanan darah)
Pembedahan mayor
 Terapeutik
- Catat intake-output
- Berikan cairan, sesuai
kebutuhan
- Berikan cairan intravena jika
perlu
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik jika
diperlukan

3. Termoregulasi Tidak Efektif Termoregulasi Regulasi Temperatur


Definisi: Kegagalan Setelah dilakukan intervensi selama 15 Tindakan :
Mempertahankan suhu tubuh menit, maka pengaturan suhu tubuh tetap  Observasi
dalam rentang normal pada rentang normal, dengan kriteria hasil: - Monitor susu tubuh
Berhubungan Dengan : - Menggigil tidak ada - Monitor tekanan darah dan
- Fluktuasi suhu - Suhu tubuh normal nadi
lingkungan - Monitor warna dan suhu
- Suhu lingkungan tubuh
ekstrem - Monitor dan catat gejala
- Efek agen farmakologis hipotermia

 Terapeutik
- Pasang alat pemantau suhu
kontiniu, jika perlu
- Tingkatkan asupan cairan

E. IMPLEMENTASI
NO WAKTU DIAGNOSA IMPLEMENTASI WAKTU EVALUASI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. 10/09/2020 Nyeri Akut b/d - Melakukan monitoring 10/09/2020  S :-
Prosedur Operasi terhadap tanda tanda  O:
Pukul: vital (EKG, tekanan Pukul: -
EKG : Sinus Ryterm
12.30 WIB darah, HR, suhu) 12.45 WIB -
TD : 97/52 mmHg
- Mencatat setiap -
HR : 85x/mnt
perunbahan yang -
SpO2: 100%
terjadi pada tanda Vital -
Tidak ada tanda tanda
pasien alergi
- Berkolaborasi dengan  A : Nyeri Akut b/d Prosedur
dokter Anestesi dalam Operasi
pemberian therapy  P:
analgetik untuk Setelah dialkukan intervensi
mengurangi nyeri selama 15 menit, maka
- Melakukan monitoring Tingkat Nyeri Menurun,
terhadap efeksamping dengan kriteria hasil:
pemberian analgetik - Frekwensi Nadi membaik
- Pola Nafas membaik
- Tekanan Darah Membaik
Intervensi dipertahankan
hingga Anestesi diakhiri

2. 10/09/2020 Resiko - Memasang dua line IV 10/09/2020  S:-


Ketidakseimbangan dan line central pada  O:
Pukul: Cairan b/d prosedur pasien Pukul: - TD : 100/64 mmHg
15:00 WIB pembedahan mayor - Mempertahankan 15.30 WIB - HR :75 x/mnt
balance cairan dengan - SpO2 :100 x/mnt
menghitung jumlah - Intake : RL : 500 ml
cairan yang masuk dan HES: 500 ml
yang keluar melalui PRC: 460 ml
urine dan perdarahan - Urine : 10 ml/Kg
- Melakukan BB/jam
monitoriing tanda vital - Perdarahan : 350 ml
- Berkolaborasi dengan - Tidak ada tanda
dokter dalam kelebihan cairan
pemberian cairan dan  A:
produk darah Resiko Ketidakseimbangan
- Memperhatikan adanya Cairan b/d prosedur
tanda kelebihan cairan pembedahan mayor
dan udemna paru  P:
Setelah dilakukan intervensi
selama 30 menit, maka
Keseimbangan Cairan
Meningkat, dengan Kriteria
Hasil:
- Tekanan Darah Membaik
- Denyut Nadi Radial
Membaik
- Tekanan Arteri rata rata
membaik
3. 10/09/2020 Termoregulasi Tidak - Memasang alat 10/09/2020  S:
Efektif b/d Suhu pengukur suhu  O:
Pukul: Lingkungan yang kontiniu Pukul: - Suhu : 36,5
14:30 WIB ekstrem - Memasang Warmer 14:45 WIB - TD: 100/56 mmhg
pada pasien - Nadi : 76 x/i
- Melakukan Monitoring - SpO2 : 100%
terhadap suhu tubuh  A:
secara kontiniu Termoregulasi Tidak Efektif
- Melakukan Monitoring b/d Suhu Lingkungan yang
terhadap tanda vital ekstrem
lainnya (TD, Nadi, dan  P:
SpO2) Setelah dilakukan intervensi
- Menjaga selama 15 menit, maka
keseimbangan Cairan pengaturan suhu tubuh tetap
tubuh plasien pada rentang normal, dengan
kriteria hasil:
- Menggigil tidak ada
- Suhu tubuh normal
Intervensi dipertahankan
hingga anestesi diakhiri
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini, penulis membandingkan antara teori pada BAB II dengan Asuhan
Keperawatan Pre dan Intra Operasi Hepatectomy pada Ny. E dengan General Anestesi di
Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang. Yang dilaksanakan pada 10 September
2020 selama 5 jam 15 menit, mulai dari jam 10:45 WIB sampai 16:00 WIB. Pembahasan
meliputi: pengkajian keperawatan, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengkajian ini penulis membandingkan antara teori pengkajian menurut
NANDA (2013) dengan data hasil pengkajian Pre dan intra Op pada Ny. E dengan General
Anestesi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Untuk memperoleh data tersebut, penulis
melakukan pengkajian pada pasien, keluarga, dan melakukan pemeriksaan fisik, observasi,
serta mempelajari status pasien.
Data yang dikaji sesuai dengan data dasar pengkajian menurut NANDA (2013),
pengkajian pada klien dengan Kista Hepar, yaitu meliputi identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien dan keluarga, pola kebiasaan sehari-hari. Pada kasus nyata di temukan tanda dan
gejala yaitu:
1. Data yang sesuai NANDA tapi tidak ditemukan pada pasien
Contoh : Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Pada tahap pengkajian penulis sedikit menemukan hambatan karena pasien tidak
cukup kooperatif tapi keluarga pasien sangat membantu penulis dalam melakukan
pengkajian.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlansung aktual
maupun potensial. (SDKI : 2019)

30
1. Diagnosa keperawatan yang muncul
a. Nyeri Akut b/d Cedera Fisik oleh Prosedur Operasi
b. Resiko Ketidakseimbangan cairan b/d Prosedur Pembedahan Mayor
c. Termoregulasi Tidak Efektif b/d Suhu Lingkungan yang ekstrem

2. Diagnosa yang tidak muncul namun ada dalam tinjauan teoritis


a. Resiko Perdarahan b/d Prosedur Pembedahan Mayor
b. Resiko Perfusi Perifer tidak Efektif b/d penurunan volume intravaskuler
Penulis tidak dapat mengangkat diagnose diagnose tersebut diatas karena penulis tidak
dapat menemukan data baik subjektif maupun objektif pada pasien Ny. E yang dapat
mendukung diagnose tersebut.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan yang penulis ambil berpedoman kepada SIKI 2019.

31
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kista hepar, atau disebut juga kista hati, adalah kantung yang berisi cairan
yang muncul di hati. Kondisi ini dialami sekitar 5% dari total populasi dunia. Kista
hepar biasanya tidak menimbulkan gejala dan sering kali ditemukan secara kebetulan
dalam prosedur pencitraan perut, seperti computed tomography (CT) scan atau
magnetic resonance imaging (MRI).
Penatalaksanaan dari kista hepar dapat dilakukan dengan medikamentosa dan
tindakan operatif berupa reseksi hari (Hepatectomy). Tindakan operatif dilakukan
dengan menggunakan General Anestesi dengan beberapa strategi khusus untuk
mencegah terjadinya perdarahan yang berlebih saat perioperatif dan mengurangi
terjadinya gagal hati pasca dilakukannya tindakan reseksi hati.
Pada kasus Ny. E pemeriksaan yang dilakukan sudah sesuai prosedur yaitu
pengkajian yang terdiri atas ; identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

B. SARAN
Dengan mempelajari asuhan keperawatan pada pasien pre dan intra Op
Hepatectomy ini diharapkan kita semua mengetahui tentang pengertian Kista Hepar,
etiologi, Manifestasi klinis, tatalaksana dan komplikasi yang terjadi akibat dari Kista
Hepar itu sendiri maupun komplikasi dari tatalaksana Kista Hepar tersebut. Selalu
memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
penanganan Kista Hepar dengan tindakan Pembedahan Hepatectomy.
1. Bagi petugas kesehatan
a. Memberikan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan respon dan
keadaan yang dialami oleh pasien
b. Selalu memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan penanganan penyakit Kista Hepar dengan
Hepatectomy
2. Bagi mahasiswa
a. Mampu mempelajari lebih dalam lagi tentang penyakit Kista Hepar
b. Mampu melakukan dan mengembangkan penelitian tentang
penanganan pada penderita Kista Hepar dengan tindakan Hepatectomy
3. Bagi masyarakat
a. Tanggap terhadap gejala yang muncul pada diri sendiri dan orang lain
yang berada disekitar kita, supaya tidak terlambat untuk
penanganannya.
b. Segera konsultasi kepada petugas kesehatan jika ada keluhan yang
dialami.

32
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Anestesiologi dan Intensive Care. (2012). Panduan Pelayanan Medis


Anestesiologi dan Intensive Care. Jakarta: Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Diklat PJT RSCM. (2016). Buku Pedoman Keperawatan Kardiovaskuler Pemula. Jakarta:
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Kasron.(2016). Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: TRANS INFO MEDIA

NANDA. (2013). Buku Saku: Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. MEDICAL


PUBLISHER

Rahmat, Jusuf. (2009). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo

Titian. (2013). Anestesi Umum/General Anestesi. Online. www.titianputriblogspot.com.


Diakses 10 Maret 2018

33

Anda mungkin juga menyukai