Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

Y DENGAN GANGGUAN SISTEM


KARDIOVASKULER: HIPERTENSI DI KAMAR 25 PAVILIUN ELISABETH II
RUMAH SAKIT CHARITAS PALEMBANG

Dosen Pembimbing:

Ns. Novita Elisabeth Daeli., M.Kep

Oleh :
Ni Putu Swasti Wedyani

2335003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan ASKEP ini tepat pada waktunya dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada pasien hipertensi" Dimana penulisan askep ini bertujuan
untuk memberikan informasi bagi pihak yang membutuhkan dan sebagai salah satu tugas
mata kuliah medikal. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Universitas Katolik Musi Charitas sebagai Universitas tempat penulis menuntut
ilmu.
2. Rumas Sakit Charitas Pusat Palembang yang telah memberikan lahan praktik bagi
mahasiswa profesi Ners.
3. Dosen pembimbing Ns. Novita Elisabeth Daeli., M.Kep yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan pada Askep ini.
4. Ns. Ricky Prawira., M.Kep sebagai Koordinator Preseptor Klinik yang telah
memberikan bimbingan.
5. Ni Made Shinta, Amd. Kep sebagai Perseptor Klinik Ruangan Unit Stroke yang
telah membimbing dan memberikan masukan pada Askep ini
6. Orang tua yang telah memberikan dukungan, semangat serta do’a untuk penulis
7. Serta teman-teman profesi Ners yang telah memberikan semangat satu sama lain
Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan askep ini, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam kesempurnaan askep
ini, sehingga dapat diperbaiki demi kesempurnaan isi askep dan terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang paling sering dialami oleh
masyarakat diseluruh dunia dan merupakan faktor utama penyakit kardiovaskuler.
Hipertensi termasuk pada penyakit yang tidak menular (Manutung, 2018, p. 1).
Hipertensi dapat terjadi karena pola hidup yang kurang baik. Menurut WHO batas
normal tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas usia 18 tahun
diklasifikasi menderita hipertensi stadium I apabila sistoliknya 140-159 mmHg dan
tekanan diastoliknya 90-99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II
apabila tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 110 mmHg,
sedangkan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg
dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg. Hipertensi pada lansia didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
Prevalensi pada populasi global usia diatas 20 tahun pada tahun 2000 sebesar
26,4% (1 miliar jiwa), 26,6% laki-laki dan sebesar 26,1% perempuan. Menurut
kaerney dalam (Irwan, 2016, p. 1) menyebutkan perkiraan 2025 prevalensi hipertensi
akan mengalami peningkatan sebesar 60%. Di amerika serikat sebanyak 20,3% dan
kanada 21,4% lebih rendah dibandingkan dibeberapa negara di eropa, negara paling
tinggi mengalami hipertensi adalah di jerman sebanyak 55,3%. Prevalensi di asia
termasuk cina sebanyak 20,0% dan korea sebanyak 22,9%. Perkiraan pada tahun 2025
terjadi peningkatan kasus pada populasi global menjadi 29,2% (1,56 miliar).
Prevalensi hipertensi di indonesia menurut provinsi, provensi yang paling banyak
mengalami hipertensi adalah provensi jawa timur sebanyak 37,4%.
Dengan setiap tahunnya prevalensi hipertensi yang terus meningkat, penting
adanya sosialisasi serta edukasi terkait hipertensi untuk mencegah terjadinya
peningkatan angka kejadian disetiap tahunnya. Dari angka kejadian yang terus
meningkat peran perawat sebagai edukator harus dijalankan, cara perawat
berkontribusi dalam pencegahan hipertensi seperti membuat webinar hipertensi,
melakukan cek kesehatan di komunitas masyarakat, memberikan leaflet, discart
planning pada pasien untuk mencegah kekambuhan. Melakukan asuhan keperawatan
yang sesuai dengan masalah keperawatan yang dialami oleh pasien.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Tn. R dengan gangguan
pada sistem kardiovaskuler: hipertensi di kamar 25 Paviliun Elisabeth II di Ruang
Sakit Charitas Palembang.
2. Tujuan khusus
a) Melakukan pengkajian pada Tn. R dengan Gangguans Sistem Kadioveskuler:
hipertensi di kamar 25 Paviliun Elisabeth II di Ruang Sakit Charitas
Palembang.
b) Menengakan diagnosis Tn. R dengan Gangguans Sistem Kadioveskuler:
hipertensi di kamar 25 Paviliun Elisabeth II di Ruang Sakit Charitas
Palembang.
c) Menyusun luaran dan perencanaan pada Tn. R dengan Gangguans Sistem
Kadioveskuler: hipertensi di kamar 25 Paviliun Elisabeth II di Ruang Sakit
Charitas Palembang.
d) Melakukan tindakan Tn. R dengan Gangguans Sistem Kadioveskuler:
hipertensi di kamar 25 Paviliun Elisabeth II di Ruang Sakit Charitas
Palembang.
e) Melakukan evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada Tn. R dengan
Gangguans Sistem Kadioveskuler: hipertensi di kamar 25 Paviliun Elisabeth II
di Ruang Sakit Charitas Palembang.
C. Ruang Lingkup
Asuhan keperawatan ini berada pada ruang lingkup keperawatan medikal yaitu
pada gangguan Kadioveskuler. hipertensi di kamar 25 Paviliun Elisabeth II di Ruang
Sakit Charitas Palembang. Perawat menerapkan penetapan lima langkah asuhan
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, pengolahan data dan diagnosis, menentukan
luaran, menetapkan rencana, mengimplementasikan rencana tindakan yang telah
dibuat dan melakukan evaluasi setiap kali selesai melakukan tindakan. Asuhan
keperawatan bertujuan untuk meningkatan derajat kesehatan pasien dengan
menyelesaikan masalah kesehatan yang dirasakan oleh pasien. Dalam melakukan
perawatan pada pasien, perawat melakukan kolaborasi dengan Nakes lainya untuk
mendukung terlaksananya asuhan keperawatan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
BAB II
TINJAUN TEORI

A. Konsep Medis Hipertensi


1. Definisi
Hipertensi merupakan penyakit yang dapat menyebabkan penyakit jantung
coroner, gagal jantung kongensif, stroke, gagal ginjal, gangguan fungsi ginjal dan
masalah pada mata. Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi terdiri dari anamnesis
dan pemeriksaan lengkap (Irwan, 2016, p. 1).
2. Faktor risiko hipertensi
Faktor risiko hipertensi menurut Manutung (2018, p. 3) sebagai berikut:
a. Umur
Orang yang berumur 40 tahun biasanya rentan terhadap meningkatnya tekanan darah
yang lambar laun dapat menjadi hipertensi seiring dengan bertambahnya umur.
b. Ras/suku
Di Indonesi terjadinya hipertensi bervariasi disuatu tempat seperti daerah terendah di
Lembah Baliem di Irian Jaya, dilihat dari segi geografi wilayahnya masih luas dan
penduduk belum terlalu padat sehingga pemicu tingkat stress masih rendah sedangkan
di sukabumu, jawa barat dilihat dari segi geografis wilayah sempit, padat penduduk
dan banyak aktivitas-aktivitas sehingga pemicu tingkat stres sangat tinggi.
c. Urbanisasi
Urbanisasi menyebabkan wilayah perkotaan menjadi padat penduduk, secara otomatis
akan banyak kesibukan diwilayah tersebut dan banyak tersedia makanan yang siap
saji yang dapat menimbulkan hidup kurang sehat sejingga memicu timbulnya
hipertensi.
d. Geografi
Jika dilihat dari segi geografi, daerah pantai lebih besar potensi mengalami hipertensi
dikarenakan daerah pantai kadar garam lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
pegunungan, selain itu keadaan suhu juga menjadi suatu alasan hipertensi banyak
terjadi didaerah pantai.
e. Jenis kelamin
Wanita lebih 50 tahun diusia seperti ini wanita mengalami menopause dan tingkat
stress meningkat.
Pria kurang dari 50 tahun diusia tersebut pria mempunyai banyak aktivitas
dibandingkan wanita.
3. Etiologi
Berdasarkan penyebab dari hipertensi, dibagi menjadi dua yaitu (Kurnia, 2020, p. 5) :
a. Hipertensi primer
Faktor yang diduga berkaitan dengan hipertensi primer ini, yaitu:
1) Genetik, individu yang memiliki keluarga dengan hipertensi akan memiliki
risiko yang lebih tinggi mengalami hipertensi.
2) Jenis kelamin, lelaki yang berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah
mengalami menopause memiliki risiko lebih tinggi mengalami hipertensi.
3) Konsumsi tinggi garam dan lemak, individu yang makan tinggi garam dan
lemak akan memiliki risiko tinggi mengalami hipertensi karena lemak dan
kandungan garam yang menumpuk menyebabkan kekakuan pada pembuluh
darah.
4) Obesitas atau kegemukan, individu yang memiliki berat badan melebihi berat
badan ideal akan sering memiki risiko hipertensi.
5) Gaya hidup seperti merokok dan konsumsi alkohol, individu yang memiliki
gaya hidup tidak sehat ini akan berpengaruh pada risiko tinggi mengalami
hipertensi karena reaksi dari zat yang terkandung dalam rokok dan alkohol
mempengaruhi kerja organ.
b. Hipertensi sekunder
Faktor yang berkaitan dengan terjadinya hipertensi sekunder yaitu sebagai berikut:
1) Coarctationaorta merupakan suatu kondisi diamana aorta congential
mengalami penyempitan, penyempitan pada pembuluh darah aorta ini akan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah diarea yang terkontraksi.
2) Penyakit parenkim dan gangguan ginjal, kedua penyakit ini merupakan
penyebab utama terjadinya hipertensi sekunder. Hipertensi terjadi akibat dari
adanya penyempitan pada pembuluh besar yang berhubungan langsung
dengan pembuluh darah yang membawa darah ke ginjal.
3) Penggunaan kontrasepsi hormonal, KB hormonal mengandung hormone
estrogen yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi melalui mekanisme
renin-aldosteron-mediate-volume expantion. Hipertensi yang diakibatkan oleh
kontrasepsi hormonal, tekanan darah akan kembali kebatas normal bila
penggunaan kontrasepsi hormonal dihentikan.
4) Gangguan endokrin, disfungsi pada medulla adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Hipertensi ini diakibatkan karena kelebihan primer
aldosterone, kortisol dan katekolamin.
5) Stress, hipertensi dapat disebabkan oleh manajemen stress yang buruk.
Hipertensi yang diakibatkan oleh stress tekanan darah akan kembali pulih
untuk beberapa waktu setelah stress teratasi.
6) Merokok, kandungan nikotin yang terdapat didalam rokok dapat merangsang
terjadinya pelepasan katekolamin yang mengakibatkan terjadinya iritabilitas
miokardial, peningkatan nadi dan vasokortison.
4. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan dengan tekanan darah sistolik dan
diastolik, sebagai berikut:

NO Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi grade 1 140-159 90-99
(ringan)
5. Hipertensi grade II 160-179 100-109
(sedang)
Hipertensi grade III 180-209 100-119
(berat)
6. Hipertensi grade IV ≥210 ≥210
(sangat berat)

5. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh Angiotensin I Converting Enzyme (ACE) yang memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya hormone renin akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II. Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang
disebut prorenin dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG
merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos yang terletak pada dinding arteriol aferen
tepat di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri menurun, reaksi intrinsic dalam
ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul protein dalam sel JG terurai dan
melepaskan renin.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek lain
yang juga mempengaruhi sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka
angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan
arteri. Pengaruh pertama yaitu vasokonstriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi
terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lemah pada vena. Cara kedua dimana
angiotensin II meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk
menurunkan ekskresi garam dan air. Vasopressin atau disebut juga dengan ADH
(Anti Diuretic System), bahkan lebih kuat daripada angiontensin sebagai
vasokonstriktor, jadi kemungkinan merupakan bahan vasokonstriktor yang paling
kuat dari tubuh. Bahan ini dibentuk hipotalamus tetapi diangkut menuruni pusat akson
saraf ke glandula hipofise posterior, dimana akhirnya disekresi ke dalam darah.
Aldosteron yang disekresikan oleh sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal,
adalah suatu regulator penting bagi reabsorpsi natrium (Na+) dan sekresi kalium (K+)
oleh tubulus ginjal. Tempat kerja utama aldosterone adalah pada sel- sel principal di
tubulus koligentes kortikalis. Mekanisme dimana aldosterone meningkatkan
reabsorpsi natrium sementara pada saat yang sama meningkatkan sekresi kalium
adalah merangsang pompa natrium kalium ATPase pada sisi basolateral dari
membrane tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga meningkatkan permeabilitas
natrium pada sisi luminal membrane. Sampai sekrang pengetahuan tentang
pathogenesis hipertensi primer terus berkembang karena belum didapat jawaban yang
memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan
darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.
6. Manifestasi Klinis
Pada sebagain besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun
beberapa gejala seperti sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan lelah. Jika hipertensi berat dan menahun tidak diobati bisa
menimbulkan gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas dan
gelisah.
Pandangan menjadi kabur karena terjadi kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal. Terkadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadahan
bahkan koma karena terjadi edema otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensi
yang memerlukan penangan dengan segera. Manifestasi klinis hipertensi secara umum
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak diukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala yang paling sering dialami adalah nyeri kepala dan
kelelahan. Gejala ini merupakan gejala yang membuat pasien mencari pertolongan
medis.
7. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan hipertensi adalah sebagai berikut
Dalimartha and Purnama (2010, p. 35):
a. Pemeriksaan labolatorium
Pada pasien dengan hipertensi biasanya dilakukan pemeriksaan pada
hemoglobin dan hematokrit digunakan untuk melihat apakah pasien mengalami
anemia dan untuk melihat vaskositas serta indicator risiko seperti
hiperkoagulabilitas.
b. Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui dan mendeteksi risko
komplikasi yang terjadi akibat hipertensi seperti infrak miokard.
c. Rontgen thoraks
Digunakan untuk mengetahui dan menilai adanya kelainan katup jantung,
deposit kalsium pada pembuluh darah aorta dan terjadinya kardiomegali.
d. USG ginjal
Digunakan untuk melihat adanya kelainan ginjal. USG ini digunakan untuk
mengetahui aliran darah keginjal melalui pembukuh darah dan arteri ginjal.
e. Ct-Scan Kepala
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui kondisi pembuluh darah diotak.
Indikasi dari CT-Scan kepala pada pasien hipertensi adalah kemungkian
terjadinya penyumbatan pembuluh darah diotak akibat dari tekanan darah yang
terlalu tinggi.
8. Pencegahan
Pencegahan yang dpaat dilakukan untuk mencegah kekambuhan pada hipertensi
adalah:
a. Diit
Diit yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi adalah mengurangi
konsumsi garam dan makanan berlemak, diit ini bertujuan untuk mengendalikan
tekanan darah dan menurunkan resiko terjadinya komplikasi pada hipertensi
(Aisah, 2018).
b. Manajemen stress
Manajemen stress yang buruk akan menyebabkan terjadinya pelonjakan tekanan
darah. Maka, pentinya peran keluarga dalam membantu pasien untuk
mengendalikan stress .
c. Kontrol kesehatan rutin
Kontrol kesehatan rutin ini sangat berguna untuk memonitor tekanan darah,
agar tekanan darah selalu dalam batas normal sehingga dapat terhindar dari
komplikasi akibat hipertensi.
d. Olahraga yang cukup

9. Komplikasi
Komplikasi dari hipertensi bila tida ditangani dengan baik, dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan seperti:
a. Stroke
Seseorang dengan hipertensi memiliki risiko tinggi mengalami stroke, hal ini
dapat terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak akibat yang menyebabkan
terjadinya perdarahan. Stroke dapat terjadi pada seseorang yang mengalami
hipertensi kronik, hal ini terjadi bila arteri yang menyumplai darah ke otak
mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga suplay aliran darah
ke otak berkurang.
b. Infrak miokard
Infrak dapat terjadi bila arteri coroner mengalami arteroklerosis sehingga
suplai oksigen ke miokardium tidak adekuat dan terjadilah hipertensi kronik dan
hipertrofi ventrikel maka keutuhan oksigen miokardium tidak terpenuhi dan
terjadilah iskemia jantung yang dapat menyebabkan infrak.
c. Gagal ginjal
Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler
glomelurus. Dari rusaknya glomerulus menyebabkan darah mengalir ke unti
fungsional ginjal, neuron terganggu, rusaknya glomerulus menyebabkan protein
keluar melalui urine dan terjadinya tekanan osmotic koloid plasma berkurang
sehingga terjadi edema pada hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati terjadi pada hipertensi maligna. Tekanan darah yang tinggi
disebabkan oleh adanya kelainan yang menyebabkan peningkatan tekanan pada
kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf
pusat yang mengakibatkan neuro disekitar otak menjadi mati.

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu terapi
farmakologi dan non farmakologi, sebagai berikut:
a. Tarapi farmakologi
Pada pasien yang mengalami hipertensi biasanya diberikan obat antihipertensi
seperi captopril, amlodphine, candesartan, benazepil. Tujuan dari diberikanya obat
ini adalah untuk mencegah terjadinya perburukan kondisi seperti stroke, iskemia,
gagal jantung.
b. Terapi nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan pada pasien dengan hipertensi adalah
terapi herbal seperti konsumsi mentimun, rebusan daun salam, perubahan gaya
hidup, mengurangi konsumsi makanan yang berlemak, tinggi garam, tinggi
kolestrol, manajemen stress dan terapi relaksasi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi


1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
1) Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, jenis kelamin, alamat, dan status hubungan dengan pasien.

b. Keluhan utama
Keluhan utama yang membuat pasien ke pelayanan kesehatan seperti: nyeri
kepala, gelisah, palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada,
mudah lelah dan sesak napas.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta biasanya : sakit
kepala , pusing, penglihatan buram, mual ,detak jantung tak teratur, nyeri dada.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung, penyakit ginjal,
stroke. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit
metabolik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan
penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain
f. Pengukuran Tanda-tanda vital
g. Persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
Kaji data subjektif pasien sebelum dan sejak sakit, bagaimana pemeliharaan
kesehatan pasien. Dan di perkuat dengan data objektif.
h. Nutrisi dan metabolic
Kaji data subjektif pasien sebelum dan sejak sakit bagaimana pola makan
pasien. Diperkuat dengan data objektif.
i. Eliminasi
Kaji bagaimana pola eliminasi pasien sebelum dan sejak sakit apakah terdapat
gangguan pada eliminasi baik urine maupun feses serta, diperkuat dengan data
objektif.
j. Pola Aktivitas / istirahat
Kaji apakah pasien mengalami kelemahan, letih, nafas pendek, data subjektif
pasien sebelum dan sejak sakit. Kaji aktivitas harian pasien apakah banyak
dibantu atau dapat melakukan mandiri.
k. Pola tidur dan istirahat
Kaji kebiasaan tidur pasien sebelum dan sejak sakit. Berapa jam pasien tidur
sebelum sakit dan sejak sakit, apakah pasien memiliki gangguan pada pola tidur.
Dan didukung dengan data objektif.
l. Pola persepsi kognitif-perseptual
Kaji apakah pasien sebelum sakit dan sejak sakit mengalami perubahan pada
fungsi pendengaran dan penglihatan serta didukung dengan data objektif.
m. Pola persepsi diri/konsep diri
Kaji riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan), letupan suasana hati,
gelisah, penyempitan perhatian, tangisan meledak, otot uka tegang, menghela
nafas, peningkatan pola bicara.
n. Eliminasi
Kaji gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit ginjal pada
masa yang lalu.
o. Pola peran dan hubungan sesama
Kaji bagaimana hubungan pasien sebelum dan sejak sakit, apakah pasien ada
masalah dengan keluarga. Kaji dengan data objektif. Apakah pasien dapat
menjalankan peranya didalam keluarga dengan baik.
p. Pola reproduksi-seksualitas
Apakah pasien memiliki gangguan pada seksualitasnya sejak sakit, didukung
dengan data objektif.
q. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Bagaimana manajemen stress pasien, apakah bila terjadi masalah pasien menutup
diri atau bercerita dengan orang terdekat. Didukung dengan data objektif.
r. Pola sistem nilai kepercayaan/keyakinan
Kaji bagaimana sistem kepercayaan pasien sebelum dan sejak sakit apakah ada
perubahan. Didukung dengan data objektif.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap respon klien
dengan masalah kesehatan yang dialami, diagnosis keperawatan terbagi menjadi dua
yaitu diagnosis actual dan potensial atau risiko (PPNI, 2018a). Diagnosis keperawatan
ditegakan bertujuan untuk mengidentifikasi respon dari klien/keluarga/komunitas
terhadap masalah kesehatan yang dialami. Beberapa diagnosis keperawatan yang
biasanya muncul pada pasien dengan hipertensi sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologi
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Risiko ketidakefektifan perfusi serebral
3. Luaran dan Intervensi
a. Penuruhanan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
Luaran: Curah Jantung
Setelah dilakukan tindakan x24 jam diharapkan curah jantung meningkat
dengan kriteria hasil (PPNI, 2018):
1) Kekuatan nadi perifer meningkat
2) EF meningkat
3) Bradikardi menurun
4) Takikardi menurun
5) Gambaran EKG Aritmia menurun
6) Dyspnea menurun
7) Pucat/sianosis menurun

Intervensi :

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologi


Luaran: Tingkat Nyeri Menurun
Setelah dilakukan tindakan…x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun, dengan
kriteria hasil:
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah menurun
5) Kesulitan tidur menurun
6) Frekuensi nadi membaik
Intervensi : manajemen nyeri
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
10) Berikan nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
kupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing.
11) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kompres hangat dingin, terapi bermain, kabisingan)
12) Fasilitasi istirahat jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
13) Jelaskan penyebab, periode, dan pernicu nyeri
14) Jelaskan strategi meredakan nyeri
15) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
16) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
18) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Luaran: Toleransi Aktivitas
Setelah dilakukan tindakan…x24 jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat
dengan kriteria hasil:
1) Frekuensi nadi menurun
2) Keluhan kekah menurun
3) Dyspnea saat beraktivitas menurun
4) dyspnea setelah beraktivitas menurun
Intervensi
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
5) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
6) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
7) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
9) Anjurkan tirah baring
10) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
12) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

d. Risiko ketidakefektifan perfusi serebral


Luaran : Perfusi serebral
Setelah dilakukan tindakan…x24 jam diharapkan perfusi serebral meningkat
dengan kriteria hasil:
1) Tekanan intrakranial meningkat
2) Sakit kepala menurun
3) Gelisah menurun
4) Tingkat kesadaran meningkat
5) Nilai rata-rata tekanan darah membaik
6) Kesadaran membaik
Intervensi : Manajemen peningkatan intrakranial
observasi
1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi, gangguan metabolisme,
edema serebral)
2) Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Ktekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
3) Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4) Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
5) Monitor PAWP, jika perlu
6) Monitor PAP, jika perlu
7) Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
8) Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9) Monitor gelombang ICP
10) Monitor status pernapasan
11) Monitor intake dan ouput cairan
12) Monitor cairan serebro-spinalis (mis. warna, konsistensi)
Terapeutik
13) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
14) Berikan posisi semi Fowler
15) Hindari manuver Valsava
16) Cegah terjadinya kejang -Hindari penggunaan PEEP
17) Hindari pemberian cairan IV hipotonik
18) Alur ventilator agar PaCO2 optimal
19) Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
20) Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
21) Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
22) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V

Daftar Pustaka

Aisah, S., 2018. Hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan diit pada pasien penyakit
ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Universitas Muhammadiyah Semarang 9.
Dalimartha, S., Purnama, B.T., 2010. Care your selft hipertensi. Penebar Plus, Jakarta.
Irwan, 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Deepublish, Yogyakarta.
Kurnia, A., 2020. Self Management Hipertensi. Jakad Media Publishing.
Manutung, A., 2018. Terapi Perlaku Kognitif Pada Pasien Hipertensi. Wineka Media,
Malang.
PPNI, 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI, Jakarta.
PPNI, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, 1st ed. DPP PPNI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai