DISUSUN OLEH :
Rista Dwi Ayu
203203083
Disusun Oleh :
Rista Dwi Ayu
203203083
A. Latar belakang
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar
dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Pembesaran prostat
disebabkan oleh dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon
estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses penuaan sehingga
obstruksi saluran kemih dapat terjadi. Adanya obstruksi ini akan
menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil dan dapat
menyebabkan komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal akibat
terjadi aliran balik ke ginjal selain itu dapat juga menyebabkan peritonitis
atau radang perut akibat terjadinya infeksi pada kandung kemih
(Andredkk, 2011).
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dapat menyebabkan obstruksi
sehingga dapat dilakukan penanganan dengan cara melakukan tindakan
yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan
yang paling berat yaitu operasi. Terdapat macam-macam tindakan bedah
yang dapat dilakukan pada klien BPH antara lain, Prostatektomi
Suprapubis, Prostatektomi Parineal, Prostatektomi Retropubik, Insisi
Prostat Transuretral (TUIP), Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
(Purnomo,2014).
Tindakan pembedahan dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang actual dan potensial sehingga seseorang dapat mengalami nyeri yang
berdampak pada aktivitas sehari-hari. Nyeri merupakan salah satu gejala
yang sering timbul pasca bedah dimana melibatkan empat proses
fisiologis: transduction, transmission, modulationdanperception. Nyeri
sebagai konsekuensi operasi yakni pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan, terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial (Herdman, 2015).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium
uretra (Smeltzer dan Bare, 2013).
B. Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong ( 2010 ), klasifikasi BPH
meliputi :
a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi
pengobatan konservatif.
b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral
resection / TUR ).
c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka, melalui trans retropublik / perianal.
d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari
retensi urine total dengan pemasangan kateter
C. Fatoisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor
bertambahnya usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone,
esterogen, karena produksi testosterone menurun, produksi esterogen
meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang
di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan
kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju
kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin
meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase 13
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif
tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan
yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah
TURP. TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat
uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan
endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi
dengan alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus
listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan
sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai
konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Joyce, 2014)
D. Etiologi
Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase
dan resepto androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini
terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria
terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon
testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada
prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat peningkatan kadar
epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis ) Estrogen yang meningkat
akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan
proliferasi sel transit dan memicu terjadi BPH.
E. Manifestasi
Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya
dapat terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
F. Fatway
Faktor usia (usia lanjut)
Tindakan pembedahan
M. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang telah direncanakan.
N. Evaluasi
Evaluasi diharapkan sesuai dengan kriteria hasil dengan SOAP
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan
jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan. Pembesaran prostat disebabkan oleh dua
faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon estrogen dan androgen, serta
faktor umur atau proses penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dapat menyebabkan obstruksi sehingga
dapat dilakukan penanganan dengan cara melakukan tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat
yaitu operasi
B. Saran
Jagalah kesehatan karena sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat
berharga, sebab dengan fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas
sehari hari tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ
yang berada dalam tubuh sangatlah penting karena berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup dan aktifitas seseorang
Daftar Pustaka
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Tinggal serumah
Meninggal
4. Persepsi Diri
Yang dirasakan terkait hospitalisasi : Pasien mengatakan bosan di RS dan
ingin cepat pulang.
Perilaku klien sesuai dengan situasi : pasien tampak sabar selama di rawat
di RS
Lain – lain : -
Terapi Yang Diberikan
Jenis terapi Rute Dosis Indikasi Obat
Infus RL IV 20 tpm Mengatasi dehidrasi, menggantikan cairan
ekstraseluler tubuh dan ion klorida yang
hilang, mengembalikan keseimbangan
elektrolit.
Ambacin IV 1gr/12 Jam Untuk mengatasi infeksi bakteri
OM2 IV 1 A/ 24 Jam
Kettorolac IV 1A/ 12 Jam Obat pereda nyeri
ANALISA DATA
Analisa Data Problem Etiologi
DS: Nyeri akut Agen cidera fisik
- Pasien mengatakan kaki kananya nyeri
- P : post orif
- Q : seperti tersayat
- R : perut bagian bawah
- S : Skala nyeri 6
- T : saatbergerak dan duduk
DO:
- Tamapk berfokus pada diri sendiri
- Tampak kesakitan menahan nyeri
- Gelisah
- Nadi 88x/mnit
- 140/80 mmHg
DS: Resiko Infeksi Efek Prosedur
- Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian Invasif
bawah paska operasi
DO :
- Luka operasi
- N: 88 x/menit
- TD: 140/80 mmHg
- R: 22 x/menit
- S: 36ºC
DS: Defisien Kurang sumber
- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang pengetahuan pengetahuan
penyakitnya dia juga tidak mengetahui tanda
gejala dari infeksi paska oprasi
DO:
- Klien dan keluarga tanpak bingung ketika
ditanya tentang tanda gejala infeksi, penyebab
cara pencegahan
DIAGNOSA PRIORITAS
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya sumber pengetahuan
No.Dx NOC NIC
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1400)
selama 3x24 jam diharapkan klien dapat 1. Kaji secara komprehensif tentang
teratasi dengan kriteria hasil : nyeri, meliputi: lokasi,
Kontrol Nyeri (1605) karakteristik, durasi, frekuensi,
- Mengenali faktor penyebab kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
(5) dan faktor presipitasi.
- Mengenali gejala- gejala nyeri 2. Gunakan komunikasi
(5) terapeutik agar pasien dapat
- Mencari bantuan tenaga mengekspresikan nyeri .
kesehatan (3) 3. Kaji pengalaman individu
- Melaporkan gejala pada tenaga terhadap nyeri.
kesehatan (5) 4. Ajarkan penggunaan teknik non
- Menggunakan metode farmakologi untuk mengatasi
pencegahan non analgetik nyeri
untuk mengurangi nyeri (5) 5. Evaluasi keefektifan dari tindakan
- Melaporkan nyeri yang sudah mengontrol nyeri
terkontrol (5) 6. Berikan analgetik sesuai anjuran
7. Monitor kenyamanan
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol Infeksi (6540)
selama 1x24 jam diharapkan klien dapat 1. Memantau tanda dan gejalah
teratasi dengan kriteria hasil: infeksi
Kontrol Risiko (1902) 2. Pastikan teknik perawatan luka
- Kemampuan untuk yang tepat
mengidenfikasi faktor resiko 3. Ajarkan pasien dan keluarga
cukup membaik 4 mengenai tanda dan gejalah
- Kemampuan menghidari faktor infeksi dan kapan harus
resiko cukup membaik 4 melaporkannya pada penyedia
kesehatan
- Kemampun berpartisipasi dalam
4. Ajarkan pasien dan anggota
skrining risiko cukup membaik 4
keluarga mengenai bagaimana
menghidari infeksi
5. Berikan terapi antibiotik yang
sesuai atau kolaborasikan
dengan dokter dalam
pemberian obat antiotik jika
diperlukanTingkatkan intake
nutrisi yang tepat
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengajaran proses penyakit (5602)
selama 1x24jam diharapkan masalah - Kaji tingkat pengetahuan
dapat teratasi dengan kriteria hasil sbb : pasien terkait dengan proses
pengetahuan proses penyakit (1803) penyakit yang spesifik
- Karakter spesifik penyakit - Jelaskan tanda dan gejala yang
- Faktor-faktor penyebab dan umum dari penyakit sesuai
faktor yang berkontribusi kebutuhan
- Faktor resiko - Edukasi pasien mengenai
- Tanda dan gejala penyakit tindakan untuk mengontrol
- Proses perjalanan penyakit atau meminimalkan gejala
biasanya sesuai kebutuhan
- Strategi untuk meminimalkan - Rujuk pasien pada kelompok
perkembangan penyakit pendukung komunita lokal
sesuai kebutuhan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
IMPLEMENTASI 1
No
Tgl / Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 22/06/2021 1.monitor TTV S:
Kaji nyeri, meliputi: - Pasien mengatakan nyeri pada kaki
08.00WIB lokasi, karakteristik, kanannya seperti tertusuk-tusuk
durasi, frekuensi, - P : post op
11.00 WIB kualitas, intensitas/beratnya - Q : tersayat-sayat
nyeri, dan faktor - R : perut bagian bawah
13.00 WIB presipitasi. - S : Skala nyeri 5
2. Ajarkan penggunaan - T : saat bergerak dan duduk
teknik non farmakologi O:
untuk mengatasi nyeri - Pasien masih tidak bisa
3. Evaluasi keefektifan mengerakan kaki kanan
dari tindakan mengontrol - T : 140/80 mmHg
nyeri - N : 88x/menit
4. Berikan analgetik - Suhu : 36. C
sesuai anjuran - R : 22x/menit Rista
5.Monitor kenyamanan A: intervensi belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Ajarkan teknik non farmakalogi teknik
relaksasi nafas dalam
2. Pemberian obat analgetik sesuai resep
dokter
2 22/06/2021 1.Memantau tanda dan S:
11.00 WIB gejalah infeksi - Pasien mengatakan nyeri
2.Pastikan teknik O:
perawatan luka yang tepat Pasien terlihat menahan sakit
Rista
11.30 WIB 3. Ajarkan pasien dan Pasien mengatakan tidak nyaman teraang
keluarga mengenai tanda DC
dan gejalah infeksi dan A: masalah belom teratasi
kapan harus P: lanjutkan intervensi
melaporkannya pada 1. Monitor tanda-tanda infeksi
penyedia kesehatan 2. Lakukan perawatan luka
4.Ajarkan pasien dan
anggota keluarga mengenai
bagaimana menghidari
infeksi
5.Berikan terapi antibiotik
yang sesuai atau
kolaborasikan dengan
dokter dalam pemberian
obat antiotik jika
diperlukan Tingkatkan
intake nutrisi yang tepat
3 22/6/2021 - mengkaji tingkat S:
11.20 pengetahuan pasien - Klien mengatakan tidak
terkait dengan mengetahui apa itu BPH tanda
proses penyakit gejala infeksi baru pertama
yang spesifik O:
- menjelaskan tanda - Klien tampak bingung ketika
dan gejala yang ditanya tentang penyakit
umum dari penyakit A:
sesuai kebutuhan - Masalah belum teratasi
- mengedukasi pasien P:
mengenai tindakan - Mempertahankan intervensi
untuk mengontrol - Edukasi tanda dari infeksi,
atau meminimalkan penyakit
gejala sesuai
kebutuha
- merujuk pasien
pada kelompok
pendukung
komunita lokal
sesuai kebutuhan
IMPLEMENTASI 2
No
Tgl / Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 23/6/2021 1.Monitor TTV S:
2.Mengevaluasi: pasien - Pasien mengatakan nyeri
08.00 WIB masih merasa nyeri yang dirasakan nyeri
3.Mengevaluasi: pasien skala 4 sedang
mengatakan nyeri - Pasien merasa sedikit
10.00 WIB 4.Memberikan terapi cairan lebih nyaman
RL 20 tpm O:
11.00 WIB 5.Mengevaluasi teknik - P : post op
nonfarmakoli nafas dalam - Q: Nyeri terasa tertusuk
untuk menurunkan nyeri - R: perut bagian bawah
Mengevaluasi : pasien - S : skala 4 Rista
melakukan relaksasi napas - T : Nyeri hilang timbul
dalam setiap kali merasa N: 94x/menit
nyeri TD: 130/80 mmHg
R: 20x/menit
S :36,3ºC
A: masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam
2.Pemberian analgesik
2 23/06/2021 - Memonitor TTV S:
- Monitor tanda-tanda - Pasien mengatakan
infeksi lokal dan panas pada saat
sistematik buang air keci
- Pasien mengatakan O:
masih nyeri - N: 94x/menit
- TD: 130/80 mmHg
- R: 20x/menit
- S :36,3ºC
A: masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda
infeksi lokal dan
sistematik
3 22/06/2021 - mengkaji tingkat S:
10.00 pengetahuan pasien - Klien mengatakan
dan keluarga terkait sudah mengetahui tanda
dengan proses gejala infeksi
penyakit yang O:
spesifik - Keluarga pasien bisa
- mengedukasi pasien menjawab ketika ditanya
mengenai tindakan terkait penyakit yang di
untuk mengontrol derita pasien
atau meminimalkan A:
gejala sesuai - Masalah teratasi
kebutuhan P:
- Mempertahankan
intervensi
IMPLEMENTASI 3
No
Tgl / Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 24/6/2021 - Monitor TTV S:
- Mengevaluasi: - Pasien mengatakan
08.00 WIB pasien masih merasa masih nyeri namun
nyeri kadang-kadang
09.00 WIB - Mengevaluasi: O:
pasien mengatakan - P : (post orif)
10.30 WIB nyeri - Q: Nyeri tertusuk-tusuk
- Memberikan terapi - R: perut bagian bawah
cairan RL 20 tpm - S : skala nyeri 3 sedang
- Mengevaluasi teknik - T : Nyeri hilang timbul
nonfarmakoli nafas
dalam untuk A: masalah sebagian teratasi Rista
menurunkan nyeri Nanti sore pulang
- Mengevaluasi : P: pertahankan
pasien melakukan Edukasi keluarga pasien
relaksasi napas melakukan tekhnik relaksasi
dalam setiap kali napas dalam ketika pasien
merasa nyeri merasakan nyeri saat dirumah