Anda di halaman 1dari 30

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.M DENGAN BPH (POST


TURP) DI BANGSAL BOUGENVILE RSUD KOTA YOGYAKARTA

DISUSUN OLEH :
Rista Dwi Ayu
203203083

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2021

Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta


Telp (0274) 4342000
LEMBAR PENGESAHAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.M DENGAN BPH (POST
TURP) DI BANGSAL BOUGENVILE RSUD KOTA YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
Rista Dwi Ayu
203203083

Telah disetujui pada


Hari :
tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(............................................) (............................................) (...........................................)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar
dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Pembesaran prostat
disebabkan oleh dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon
estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses penuaan sehingga
obstruksi saluran kemih dapat terjadi. Adanya obstruksi ini akan
menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil dan dapat
menyebabkan komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal akibat
terjadi aliran balik ke ginjal selain itu dapat juga menyebabkan peritonitis
atau radang perut akibat terjadinya infeksi pada kandung kemih
(Andredkk, 2011).
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dapat menyebabkan obstruksi
sehingga dapat dilakukan penanganan dengan cara melakukan tindakan
yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan
yang paling berat yaitu operasi. Terdapat macam-macam tindakan bedah
yang dapat dilakukan pada klien BPH antara lain, Prostatektomi
Suprapubis, Prostatektomi Parineal, Prostatektomi Retropubik, Insisi
Prostat Transuretral (TUIP), Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
(Purnomo,2014).
Tindakan pembedahan dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang actual dan potensial sehingga seseorang dapat mengalami nyeri yang
berdampak pada aktivitas sehari-hari. Nyeri merupakan salah satu gejala
yang sering timbul pasca bedah dimana melibatkan empat proses
fisiologis: transduction, transmission, modulationdanperception. Nyeri
sebagai konsekuensi operasi yakni pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan, terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial (Herdman, 2015).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium
uretra (Smeltzer dan Bare, 2013).
B. Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong ( 2010 ), klasifikasi BPH
meliputi :
a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi
pengobatan konservatif.
b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral
resection / TUR ).
c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka, melalui trans retropublik / perianal.
d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari
retensi urine total dengan pemasangan kateter
C. Fatoisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor
bertambahnya usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone,
esterogen, karena produksi testosterone menurun, produksi esterogen
meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang
di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan
kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju
kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin
meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase 13
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif
tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan
yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah
TURP. TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat
uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan
endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi
dengan alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus
listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan
sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai
konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Joyce, 2014)
D. Etiologi
Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:
1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase
dan resepto androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini
terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria
terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon
testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada
prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat peningkatan kadar
epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis ) Estrogen yang meningkat
akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan
proliferasi sel transit dan memicu terjadi BPH.
E. Manifestasi
Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya
dapat terjadi pada malam dan siang hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
F. Fatway
Faktor usia (usia lanjut)

Perubahan keseimbangan hormon testosterone dan esterogen

Kadar testosteron menurun


Kadar esterogen meningkat

memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat

Poliferasi sel prostat BPH Hiperplasia sel prostat

Tindakan pembedahan

Trauma bekas resectocopy

Rangsangan saraf Diameter kecil Risiko infeksi

Saraf eferen memberi respon


Gangguan mobilitas fisik
Nyeri akut
G. pemeriksaan penunjang
Menurut (prabowo dkk, 2014). pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan
keadaan tonus sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan
dalam rectum dan prostat.
2. Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan
besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya
infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan
adanya pendarahan atau hematuria
4. DPL (Deep Peritoneal Lavage) Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat
ada tidaknya perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang di ambil
adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin Pemeriksaan ini untuk menentukan
status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung untuk mengetahui
penyakit komplikasi dari BPH.
6. PA(Patologi Anatomi) Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan
pasca operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan
menjadi landasan untuk treatment selanjutnya
H. Komplikasi
Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi :
1. Aterosclerosis
2. Infark jantung
3. Impoten
4. Haemoragik post operasi
5. Fistula
6. Struktur pasca operasi dan inconentia urin
7. Infeksi
I. Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim, misalnya finasteride
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung
beratnya gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah
meliputi:
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat
kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu
insisi dalam perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di
banding [endekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah
mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung
kemih tanpa memasuki kandung kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP) Yaitu suatu prosedur menangani BPH
dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan
efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi pengangkatan
jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop dimana
resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang di lengkapi dengan alat pemotong dan counter
yang di sambungkan dengan arus listrik
J. Pengkajian askep
Pengkajian meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, pangkajian psikososial
a. Biodata,
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang,
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Pemeriksaan Fisik
K. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Nyeri akut b/d Agens cidera fisik
2. Risiko infeksi b/d prosedur invasif
3. Hambatan mobilitas fisik
L. Intervensi
Diharapkan Intervensi dari masing-masing diagnosa yang muncul dapat teratasi.

M. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang telah direncanakan.

N. Evaluasi
Evaluasi diharapkan sesuai dengan kriteria hasil dengan SOAP
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan
jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan. Pembesaran prostat disebabkan oleh dua
faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon estrogen dan androgen, serta
faktor umur atau proses penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dapat menyebabkan obstruksi sehingga
dapat dilakukan penanganan dengan cara melakukan tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat
yaitu operasi
B. Saran
Jagalah kesehatan karena sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat
berharga, sebab dengan fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas
sehari hari tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ
yang berada dalam tubuh sangatlah penting karena berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup dan aktifitas seseorang
Daftar Pustaka

Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta


:rapha publishing
Widijanto G. 2011. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. PT Indeks
Permata Puri Media : Jakarta Barat
Sjamsuhidajat R, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC
Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014 .Buku ajar asuhan keperawatan sistem perkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Joyce dkk. 2014. Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Andre, Terrence & Eugene. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Karisma
Publishing Group
Purnomo. 2014. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV.Agung
Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2016.
Edisi 10. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. P DI BANGSAL BOUGENVILE
RSUD KOTA YOGYAKARTA

Nama Mahasiswa : Rista Dwi Ayu


Tempat Praktik : Ruang Bougenvile
Tanggal Praktik : 14 Juni 2021– 24 Juli 2021
Tanggal Pengkajian : 21 Juni 2021
Sumber data : RM, Pasien dan Keluarga

A. DATA UMUM KLIEN


No. RM : XXXXX
Nama Klien : Tn.M
Umur : Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Genengan Jambidan
Pendidikan : SR
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Tanggal masuk : Juni 2021
Ruang : Bougenvile
Diagnosa Medis : BPH
B. RIWAYAT KESEHATAN
Alasan masuk RS :
Pasien datang ke rumah sakit diantar oleh keluarga dengan keluhan nyeri dan susah
kencing sudah 3 hari yang lalu
Keluhan utama saat ini :
Pasien mengatakan nyeri skala 6 dan tidak bisa melakukan aktifitas, pasien dibantu
sama keluarga.
Riwayat kesehatan masa lalu :
Keluarga pasien mengatakan
Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki
penyakit sama dengan pasien
Riwayat kecelakaan atau pembedahan sebelumnya :
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada
Riwayat Alergi dan pengobatan yang pernah di peroleh :
Pasien mengatakan tidak ada alergi
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Sistem Persepsi Sensori
Penglihatan : Pasien mengatakan pandangan baik
Pendengaran : Pasien mengatakan pendengarannya kurang baik
Pengecap/ penciuman :Pasien mampu merasakan asin, manis dan mampu
mencium bau-bauan.
Peraba :Pasien mampu merasakan benda halus maupun kasar.
2. Sistem Pernafasan
Respirasi : 22x/menit
Kualitas : reguler
Penggunaan O2: Tidak ada penggunaan oksigen
Spo2 : 97%
Pemeriksaan Thorax
 Inspeksi : Perkembangan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
luka.
 Palpasi :Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi :Suara sonor di area paru.
 Auskultasi :Suara nafas vesikuler.
3. Sistem Kardiovaskular
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit.
CRT : < 2 detik
Pemeriksaan Kardio
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak teraba
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Suara redup
- Auskultasi : S1 Lup, S2 Dup. Tidak ada suara tambahan.
4. Sistem Saraf Pusat
Tingkat kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
5. Reflek dan kekuatan motorik :
Tangan kanan Tangan kiri
Kaki kanan Kaki kiri
- Tangan kiri kekuatan otot 5
- Tangan kiri kekuatan otot 5
- Kaki kiri kekuatan otot 5
- Kaki kanan kekuatan otot 1
Keterangan:
0: kontraksi otot tidak
1: tidak ada gerakan, kontraksi otot dipalpasi atau dilihat
2: gerakan otot penuh melawan gravitasi
3: gerakan yang normal melawan gravitasi
4: gerakan penuh yang melawan gravitasi
5: kekuatan otot normal
6. Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan ADL’s
(Menggunakan kode 1 = independen, 2 = butuh bantuan, 3 = dependen)
1 2 3
Mandi √
Berpakaian √
Makan √
Berdandan √
Toileting √
7. Sistem Integumen
Turgor kulit : Kering dan pucat
Edema : tidak ada edema sekitar ekstermitas
Personal hygiene : Pasien tampak sedikit kotor
Pressure Ulcer :-
8. Sistem Reproduksi
Keluhan sistem reproduksi :
Akseptor KB :-
Kegiatan sexual teratur :-
Lain – lain :
Sistem Eliminasi
a. Fecal
a) Frekuensi BAB : Saat di rs 1 x dalam sehari
 Konstipasi
 Diare
b) Karakteristik feses
 Konsistensi : hitam kecoklatan
 Warna : kuning kecoklatan
 Bau : khas
b. Bladder
a. Frekuensi BAK: pasien terpasang kateter
b. Karakteristik Urin: Kuning
c. Volume urin : + 700
d. Inkontinensia : tidak
e. Nyeri/kesulitan terbakar/kesulitan BAK : iya
f. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: tidak ada riwayat penyakit
ginjal
g. Lain – lain : -
D. POLA KEBIASAAN SEHARI – HARI
a. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Nyeri : pasien mengatakan nyeri
- P :
- Q : seperti tersayat
- R:
- S: Skala nyeri 6
- T : saat bergerak, dan duduk
b. Istirahat/ Tidur
Kesulitan tidur di RS : pasien mengatakan tidak ada kesulitan tidur di RS
Merasa segar setelah bangun : Pasien mengatakan tidur nyenyak di RS
Lama tidur sebelum sakit : dari pukul 21.00-05.00
c. Psikososial dan spiritual
1. Nilai / Kepercayaan
Kegiatan keagamaan yang di jalani : menjalankan sholat 5 waktu dan
berdo’a
Nilai / kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan : Pasien
mengatakan tidak mempuyai kepercayaan yang bertentangan dengan
kesehatan.
2. Koping / stress
Mempunyai tekanan dalam hidup : Pasien mengatakan menjalani hidup
dengan rileks.
Pernah merasa kehilangan : -
Cara mengatasi permasalahan : bercerita dengan anggota keluarga yang lain
Status emosional : Cemas
Lain – lain : -
3. Hubungan
Orang yang mendukung : anak, menantu dan cucu
Penyakit mempengaruhi hubungan keluarga/ orang lain: tidak
Kegiatan di masyarakat : keluarga Pasien mengatakan sebelum masuk RS
pasien sering mengikuti kegiatan di masyarakat
Teman serumah : Anak, menantu, dan cucu
Lain – lain : -
Geogram :

Keterangan :

Laki-laki

Perempuan

Tinggal serumah
Meninggal
4. Persepsi Diri
Yang dirasakan terkait hospitalisasi : Pasien mengatakan bosan di RS dan
ingin cepat pulang.
Perilaku klien sesuai dengan situasi : pasien tampak sabar selama di rawat
di RS
Lain – lain : -
Terapi Yang Diberikan
Jenis terapi Rute Dosis Indikasi Obat
Infus RL IV 20 tpm Mengatasi dehidrasi, menggantikan cairan
ekstraseluler tubuh dan ion klorida yang
hilang, mengembalikan keseimbangan
elektrolit.
Ambacin IV 2x1 Untuk mengatasi infeksi bakteri
dexketo IV 2x1 Obat untuk meredakan nyeri
Kettorolac IV 3x1 Obat pereda nyeri
ANALISA DATA

Analisa Data Problem Etiologi


DS: Nyeri akut Agen cidera fisik
- Pasien mengatakan kaki kananya nyeri
- P : Jatuh di kamar (post orif)
- Q : tertusuk-tusuk
- R : Kaki kanan
- S : Skala nyeri 4
- T : saat mengerakan kaki
DO:
- Tamapk berfokus pada diri sendiri
- Tampak kesakitan menahan nyeri
- Gelisah
- Nadi 88x/mnit
- 130/80 mmHg
DS: Hambatan Penurunan
- Keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa Mobilitas Fisik Kekuatan otot
melakukan aktifitas tampa dibantu sama
keluarga
DO:
- Kaki kanan kekuatan otot 1
Keterangan:
0: kontraksi otot tidak
1: tidak ada gerakan, kontraksi otot dipalpasi atau
dilihat
2: gerakan otot penuh melawan gravitasi
3: gerakan yang normal melawan gravitasi
4: gerakan penuh yang melawan gravitasi
5: kekuatan otot normal
DS: Resiko Infeksi Efek Prosedur
- Pasien mengatakan nyeri pada bagian kaki Invasif
kanan paska operasi
DO :
- Luka operasi
- N: 88 x/menit
- TD: 130/80 mmHg
- R: 22 x/menit
- S: 36ºC
DS: Defisien Kurang sumber
- Klien mengatakan tidak mengetahui tanda pengetahuan pengetahuan
gejala dari infeksi dan baru pertama
mendengar diagnosa medis fraktur tibia fibula
DO:
- Klien dan keluarga tanpak bingung ketika
ditanya tentang tanda gejala infeksi, penyebab
cara pencegahan

DIAGNOSA PRIORITAS
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
3. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya sumber pengetahuan
No.Dx NOC NIC
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1400)
selama 3x24 jam diharapkan klien dapat 1. Kaji secara komprehensif tentang
teratasi dengan kriteria hasil : nyeri, meliputi: lokasi,
Kontrol Nyeri (1605) karakteristik, durasi, frekuensi,
- Mengenali faktor penyebab kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
(5) dan faktor presipitasi.
- Mengenali gejala- gejala nyeri 2. Gunakan komunikasi
(5) terapeutik agar pasien dapat
- Mencari bantuan tenaga mengekspresikan nyeri .
kesehatan (3) 3. Kaji pengalaman individu
- Melaporkan gejala pada tenaga terhadap nyeri.
kesehatan (5) 4. Ajarkan penggunaan teknik non
- Menggunakan metode farmakologi untuk mengatasi
pencegahan non analgetik nyeri
untuk mengurangi nyeri (5) 5. Evaluasi keefektifan dari tindakan
- Melaporkan nyeri yang sudah mengontrol nyeri
terkontrol (5) 6. Berikan analgetik sesuai anjuran
7. Monitor kenyamanan
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengaturan posisi (L. 0804)
selama 3x24 jam diharapkan klien dapat 1. Tempatkan pasien diatas
teratasi dengan kriteria hasil : matras/tempat tidur teraputik
Pergerakan sendi : pasif (L.0207) 2. Jelaskan pada pasien bahwa
1. Pergelangan kaki (kanan)devisi yang badan pasien akan dibalik
cukup berat dari kisaran nomal 2 3. Imobilisasi atau sokong bagian
menjadi tidak ada deviasi dari kisaran tubuh yang terkena dampak,
normal 5 dengan tepat
2. Lutut (kanan)devisi yang cukup berat 4. Posisikan pasien untuk
dari kisaran nomal 2 menjadi tidak mengurangi dyspnea (misalnya,.
ada deviasi dari kisaran normal 5 Posisi semi fowler)
5. Dorong latihan ROM aktif atau
pasif
6. Intruksikan pasien bagaimana
menggunakan postur tubuh dan
mekanika tubuh yang lebih baik
ketika beraktivitas
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol Infeksi (6540)
selama 1x24 jam diharapkan klien dapat 1. Memantau tanda dan gejalah
teratasi dengan kriteria hasil: infeksi
Kontrol Risiko (1902) 2. Pastikan teknik perawatan luka
- Kemampuan untuk yang tepat
mengidenfikasi faktor resiko 3. Ajarkan pasien dan keluarga
cukup membaik 4 mengenai tanda dan gejalah
- Kemampuan menghidari faktor infeksi dan kapan harus
resiko cukup membaik 4 melaporkannya pada penyedia
kesehatan
- Kemampun berpartisipasi dalam
4. Ajarkan pasien dan anggota
skrining risiko cukup membaik 4
keluarga mengenai bagaimana
menghidari infeksi
5. Berikan terapi antibiotik yang
sesuai atau kolaborasikan
dengan dokter dalam
pemberian obat antiotik jika
diperlukanTingkatkan intake
nutrisi yang tepat
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengajaran proses penyakit (5602)
selama 1x24jam diharapkan masalah - Kaji tingkat pengetahuan
dapat teratasi dengan kriteria hasil sbb : pasien terkait dengan proses
pengetahuan proses penyakit (1803) penyakit yang spesifik
- Karakter spesifik penyakit - Jelaskan tanda dan gejala yang
- Faktor-faktor penyebab dan umum dari penyakit sesuai
faktor yang berkontribusi kebutuhan
- Faktor resiko - Edukasi pasien mengenai
- Tanda dan gejala penyakit tindakan untuk mengontrol
- Proses perjalanan penyakit atau meminimalkan gejala
biasanya sesuai kebutuhan
- Strategi untuk meminimalkan - Rujuk pasien pada kelompok
perkembangan penyakit pendukung komunita lokal
sesuai kebutuhan

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

IMPLEMENTASI 1
No
Tgl / Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 14/06/2021 1.monitor TTV S:
Kaji nyeri, meliputi: - Pasien mengatakan nyeri pada kaki
08.00WIB lokasi, karakteristik, kanannya seperti tertusuk-tusuk
durasi, frekuensi, - P : Jatuh di kamar
11.00 WIB kualitas, intensitas/beratnya - Q : tertusuk-tusuk
nyeri, dan faktor - R : Kaki kanan
13.00 WIB presipitasi. - S : Skala nyeri 4
2. Ajarkan penggunaan - T : saat mengerakan kaki
teknik non farmakologi O:
untuk mengatasi nyeri - Pasien masih tidak bisa
3. Evaluasi keefektifan mengerakan kaki kanan
dari tindakan mengontrol - T : 130/80 mmHg
nyeri - N : 88x/menit
4. Berikan analgetik - Suhu : 36. C
sesuai anjuran - R : 22x/menit
5. Monitor A: intervensi belum teratasi Rista
kenyamanan P: Lanjutkan intervensi
1. Ajarkan teknik non farmakalogi teknik
relaksasi nafas dalam
2. Pemberian obat analgetik sesuai resep
dokter
2 14/06/2021 1. Tempatkan pasien S:
diatas matras/tempat - Keluarga pasien mengakatan
09.00 WIB tidur teraputik pasien tidak bisa mengerakan kaki
2. Jelaskan pada pasien kanan
bahwa badan pasien O:
akan dibalik - Pasien masih tidak bisa
10.00 WIB 3. Imobilisasi atau sokong mengerakan kaki kanan
bagian tubuh yang - T : 130/80 mmHg
terkena dampak, dengan - N : 88x/menit
tepat - Suhu : 36. C
4. Posisikan pasien untuk - R : 22x/menit
mengurangi dyspnea A: intervensi belum teratasi
(misalnya,. Posisi semi P: Lanjutkan intervensi
Rista
fowler) 1. Lakukan imobilisasi atau pengaturan
5. Dorong latihan ROM posisi
aktif atau pasif 2. Latihan ROM aktif atau Pasif
6. Intruksikan pasien
bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanika
tubuh yang lebih baik
ketika beraktivitas
3 14/06/2021 1.Memantau tanda dan S:
11.00 WIB gejalah infeksi - Pasien mengatakan perban luka
2.Pastikan teknik blom diganti setelah paska operasi
perawatan luka yang tepat O:
11.30 WIB 3. Ajarkan pasien dan - perban tidak terlalu kotor
keluarga mengenai tanda - Perban belum diganti Rista
dan gejalah infeksi dan
kapan harus A: masalah belom teratasi
melaporkannya pada P: lanjutkan intervensi
penyedia kesehatan 1. Monitor tanda-tanda infeksi
4.Ajarkan pasien dan 2. Lakukan perawatan luka
anggota keluarga mengenai
bagaimana menghidari
infeksi
5.Berikan terapi antibiotik
yang sesuai atau
kolaborasikan dengan
dokter dalam pemberian
obat antiotik jika
diperlukan Tingkatkan
intake nutrisi yang tepat
4 14/6/2021 - mengkaji tingkat S:
11.20 pengetahuan pasien - Klien mengatakan tidak
terkait dengan mengetahui tanda gejala infeksi
proses penyakit baru pertama mendengar diagnosa
yang spesifik medis fraktur tibia fibula
- menjelaskan tanda O:
dan gejala yang - Klien tampak bingung ketika
umum dari penyakit ditanya tentang penyakit
sesuai kebutuhan A:
- mengedukasi pasien - Masalah belum teratasi
mengenai tindakan P:
untuk mengontrol - Mempertahankan intervensi
atau meminimalkan - Edukasi tanda dari infeksi,
gejala sesuai penyakit
kebutuha
- merujuk pasien
pada kelompok
pendukung
komunita lokal
sesuai kebutuhan
IMPLEMENTASI 2
No
Tgl / Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 15/6/2021 1.Monitor TTV S:
2.Mengevaluasi: pasien - Pasien mengatakan nyeri
08.00 WIB masih merasa nyeri yang dirasakan nyeri
3.Mengevaluasi: pasien skala 3 sedang
mengatakan nyeri - Pasien merasa sedikit
10.00 WIB 4.Memberikan terapi cairan lebih nyaman
RL 20 tpm O:
11.00 WIB 5.Mengevaluasi teknik - P : Luka di bagian kaki
nonfarmakoli nafas dalam kanan
untuk menurunkan nyeri - Q: Nyeri terasa tertusuk
Mengevaluasi : pasien - R: kaki kanan Rista
melakukan relaksasi napas - S : skala 3
dalam setiap kali merasa - T : Nyeri hilang timbul
nyeri - TTV:
N: 94x/menit
TD: 130/80 mmHg
R: 20x/menit
S :36,5ºC
A: masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Mengajarkan teknik relaksasi
napas dalam
2.Pemberian analgesik
2 15/06/2021 1.Imobilisasi atau sokong S:
bagian tubuh yang terkena - Keluarga pasien
08.00 WIB dampak, dengan tepat mengatakan pasien
2.Posisikan pasien untuk masih tidak bisa
09.00 WIB mengurangi dyspnea mengerakan ekstremitas
(misalnya,. Posisi semi atas
fowler) - Keluarga pasien
3.Dorong latihan ROM aktif mengakatakan sering
atau pasif melakukan mobilisasi
4.Intruksikan pasien terhadap pasien
bagaimana menggunakan O:
postur tubuh dan mekanika - Melaukan laitahan ROM
tubuh yang lebih baik ketika pasif dan aktif
beraktivitas - Posisikan semi fowler
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Latihan ROM pasif dan aktif
2.Kolaborasi dengan keluarga
pasien untuk melakukan
mobilisasi
3 15/06/2021 - Memonitor TTV S:
- Monitor tanda-tanda - Pasien mengatakan
infeksi lokal dan perban masih belum
sistematik diganti
- Pasien mengatakan O:
masih nyeri - N: 94x/menit
- TD: 130/80 mmHg
- R: 20x/menit
- S :36,5ºC
- Perban terlihat rapat
A: masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda
infeksi lokal dan
sistematik
4 15/06/2021 - mengkaji tingkat S:
10.00 pengetahuan pasien - Klien mengatakan
dan keluarga terkait sudah mengetahui tanda
dengan proses gejala infeksi dan
penyakit yang mengetahui diagnosa
spesifik medis fraktur tibia fibula
- mengedukasi pasien O:
mengenai tindakan - Keluarga pasien bisa
untuk mengontrol menjawab ketika ditanya
atau meminimalkan terkait penyakit yang di
gejala sesuai derita pasien
kebutuhan A:
- Masalah teratasi
P:
- Mempertahankan
intervensi

IMPLEMENTASI 3
No
Tgl / Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 16/6/2021 - Monitor TTV S:
- Mengevaluasi: - Pasien mengatakan
08.00 WIB pasien masih merasa masih nyeri namun
nyeri kadang-kadang
09.00 WIB - Mengevaluasi: O:
pasien mengatakan - P : jatuh di kamar (post
10.30 WIB nyeri orif)
- Memberikan terapi - Q: Nyeri tertusuk-tusuk
cairan RL 20 tpm - R: kaki kanan
- Mengevaluasi teknik - S : skala nyeri 3 sedang
nonfarmakoli nafas - T : Nyeri hilang timbul
dalam untuk Rista
menurunkan nyeri A: masalah sebagian teratasi
- Mengevaluasi : Nanti sore pulang
pasien melakukan P: pertahankan
relaksasi napas Edukasi keluarga pasien
dalam setiap kali melakukan tekhnik relaksasi
merasa nyeri napas dalam ketika pasien
merasakan nyeri saat dirumah

2 16/6/2021 - Menevaluasi S:
Imobilisasi - keluarga pasien
09.00 WIB - Mengevaluasi mengatakan pasien
latihan ROM pasif masih belum bisa
11.30 WIB - mobalak balik posisi mengerakan ekstremitas
pasien bawah secara mandiri
O:
- keluarga pasien
membantu untuk
imobilasasi pasien dan
membantu menggerakan
jari- kaki pasien agar
tidak kaku
- pasien mengikuti intrusi
selama latihan ROM
pasif dan aktif
A: masalah sebagian teratasi
P: lanjutkan intervensi
- edukasi latihan ROM
pasif dan aktif kepada
keluarga
3 16/6/2021 1. Monitor tanda-tanda S:
infeksilokal dan - pasien mengatakan nyeri
sistematik O:
2. Perawatan luka - Pasien tampak menarik
3. evaluasi : tidak ada diri pokus ke diri sendiri
tanda-tanda infeksi. - Luka tampak bersih
Pasien mengatakan - N:98x/menit
masih nyeri - TD:130/80mmHg
- R:20x/menit
- S:36ºC
A: masalah sebagian teratasi
P: pertahankan
1. Beritaukan kepada
keluarga untuk
mengantikan perban luka
agar tidak infeksi
4 16/06/2021 - mengkaji tingkat S:
pengetahuan pasien - Klien mengatakan
dan keluarga terkait sudah mengetahui tanda
dengan proses gejala infeksi dan
penyakit yang mengetahui diagnosa
spesifik medis fraktur tibia fibula
- mengedukasi pasien O:
mengenai tindakan - Keluarga pasien bisa
untuk mengontrol menjawab ketika ditanya
atau meminimalkan terkait penyakit yang di
gejala sesuai derita pasien
kebutuhan A:
- Masalah teratasi nanti
sore pulang
P:
- Mempertahankan
intervensi

Anda mungkin juga menyukai