Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS TINGKAT EKSISTENSI KUDAPAN KUKUS

TRADISIONAL SUNDA DI KOTA BANDUNG

Proposal Skripsi

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana


Pariwisata ( S.Par )

oleh

Rio Muhamad Rivaldi

1607813

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INDUSTRI KATERING

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2020

i
ANALISIS TINGKAT EKSISTENSI KUDAPAN KUKUS TRADISIONAL
SUNDA DI KOTA BANDUNG

Rio Muhamad Rivaldi


1607813

Abstrak

Kudapan Tradisional adalah makanan penggajal, biasanya dimakan hanya


untuk menggajal rasa lapar sebelum waktunya makan, diolah dari bahan yang
memilik kandungan karbohidrat. Banyak sekali ragamnya diantaranya putri
noong, ulen, bugis, papais, katimus, nagasari, peuyeum, sampeu, peuyeum ketan,
ranggesing, lemper, putu, putu mayang, dan lain-lain (Kasmana, 2014, h.8).
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengukur dan menganalisa tingkat
eksistensi kudapan kukus tradisional sunda di Kota Bandung. Objek penelitian ini
yaitu warga dan wisatawan yang ada di Kota Bandun g dengan menggunakan
teknik sampling yaitu dengan cara accidental sampling. Karena jumlah populasi
warga dan wisatawan di kota Bandung belum ditentukan jumlah nya, untuk
penentuan jumlah sampel menggunakan rumus dari Riduwan. Metode penelitian
ini yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif

Kata Kunci : eksistensi, kudapan, sunda, pelestarian, budaya

i
ii

DAFTAR ISI

Abstrak................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................................7
1.4.1. Manfaat akademisi...........................................................................................7
1.4.2. Manfaat Keilmuan...........................................................................................8
BAB 2................................................................................................................................9
TINJAUAN TEORITIS.....................................................................................................9
2.1. Landasan Teoritis....................................................................................................9
2.1.1. Pengertian Pariwisata......................................................................................9
2.1.2. Pariwisata dan Kuliner.....................................................................................9
2.1.4. Makanan Tradisional.....................................................................................10
2.1.5. Makanan Tradisional Sunda..........................................................................11
2.1.6. Kudapan Tradisional......................................................................................13
2.1.7. Kudapan Tradisional kukus (seupan).............................................................14
2.1.8. Pengertian Tingkat Eksistensi........................................................................15
2.2. Penelitian Terdahulu.............................................................................................17
2.3. Kerangka Berpikir.................................................................................................19
BAB 3..............................................................................................................................20
METODE PENELITIAN.................................................................................................20
3.1. Objek penelitian....................................................................................................20
3.2 Metode Penelitian...................................................................................................20
2.2. Operasional variabel.........................................................................................22
3.4 Populasi dan Sampel..............................................................................................23
3.4.1 Populasi...........................................................................................................23
3.4.2 Sampel.............................................................................................................24
3.5 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................28

Ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia memiliki 34 Provinsi dengan beragam potensi wisata


yang terdapat didalamnya. Karena itulah perkembangan pariwisata di Indonesia
cukup pesat, karena berbagai potensi wisata yang dimiliki oleh provinsi-provinsi
tersebut.

Kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat dari tahun ke tahun


merupakan bukti perkrmbangan dari pariwisata di Indonesia. Berikut merupakan
data kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2014 sampai dengan tahun 2018.

Tabel 1.1
Kunjungan Bulanan Wisatawan mancanegara Tahun 2016 dan 2017

Wisatawan
Tahun
Jumlah Pertumbuhan
2014 9 435 411 14,3%
2015 10 230 775 7,77%
2016 11 519 275 11,18%
2017 14 039 799 17,95%
2018 15 810 305 11,19%
Sumber : Kementrian Pariwisata,2018

Pariwisata merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu


mempercepat pertumbuhan ekonomi juga sebagai penyedia lapangan kerja,
peningkatan penghasilan standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktif. Menurut Pendit (2003;3). Pariwisata adalah aktifitas yang diperlukan
oleh individu dalam kehidupannya. Maka, keadaan industri pariwisata saat ini
penting dan dibutuhkan. Beragamnya jenis pariwisata saat ini membuat para
wisatawan menjadi mudah untuk memilih destinasi wisata yang diinginkan
contohnya wisata bahari, wisata religi dan wisata gastronomi. Banyaknya pilihan
wisata di Indonesia membuat industri pariwisata di negara Indonesia berkembang

1
2

pesat. Ini ditunjukan dengan data dari Kementrian Pariwisata di Indonesia


yang merilis data sebagai berikut.

Gambar 1.1
Perkembangan Wisatawan Nasional Tahun 2002-2018

Sumber : Kementrian Pariwisata, 2017

Gambar 1.1
Perkembangan Wisatawan Nasional Tahun 2002-2018

Sumber : Kementrian Pariwisata, 2017


3

Berdasarkan grafik di gambar 1.2, menunjukan bahwa jumlah


wisatawan nusantara di Jawa Barat cukup tinggi. Maka dari itu Jawa Barat terus
mengembangkan potensi wisata yang ada untuk pemerataan wisatawan ke setiap
kabupaten dan kota. Berikut merupakan data kunjungan wisata ke kabupaten dan
kota di Jawa Barat

Tabel 1.2
Jumlah
Kunjungan
Wisatawan
menurut
Wisatawan Wisatawan
Kabupaten/Kota Jumlah
Mancanegara Nusantara
di Jawa Barat
padaTahun
2016Kabupaten/K
ota
Kabupaten      
13 4.018.
1. Bogor 4.158.825
9.826 999
4 443.
2. Sukabumi 492.933
9.138 795
11.
3. Cianjur 20.490
9.350 140
7 3.965.
4. Bandung 4.042.458
7.200 258
2 13.
5. Garut 42.741
9.158 583
23.
6. Tasikmalaya 24.876
1.476 400
70.
7. Ciamis 73.576
3.505 071
188.
8. Kuningan - 188.727
727
130.
9. Cirebon 132.384
1.588 796
70.
10. Majalengka 71.385
500 885
144.
11. Sumedang 151.704
7.455 249
78.
12. Indramayu 78.506
251 255
4 1.104.
13. Subang 1.149.831
5.507 324
209.
14. Purwakarta 217.786
7.913 873
6 73.
15. Karawang 135.208
1.237 971
6 186.
16. Bekasi 250.236
3.246 990
4

27 481.
17. Bandung Barat 759.141
8.027 114
1 912.
18. Pangandaran 922.528
0.344 184
           
Kota      
72 2.978.
1. Bogor 3.701.336
2.901 435
199.
2. Sukabumi 205.231
5.311 920
17 4.624.
3. Bandung 4.801.108
6.487 621
176.
4. Cirebon 182.114
5.891 223
65.
5. Bekasi 72.323
6.515 808
6
6. Depok 61.215
1.110 105
3
7. Cimahi 3.879
496 .383
207.
8. Tasikmalaya 208.354
501 853
61.
9. Banjar 61.326
126 200
1.76 20.445.
Jawa Barat 22.210.221
5.059 162

Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat 2016

Pada tabel 1.2 menunjukkan bahwa Kota Bandung menjadi daerah yang
cukup banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.
Karena di Kota Bandung sendiri banyak destinasi wisata yang dapat dikunjungi
yaitu wisata alam yang bertempat di daerah Bandung Utara, wisata religi
contohnya berbagai kajian di mesjid-mesjid di kota Bandung, wisata belanja
contohnya di kawasan Cihampelas walk dan Pasar Baru. Juga Kota Bandung juga
terkenal dengan wisata kuliner yang dapat dikunjungi dan dinikmati kudapannya.
Juga di Kota Bandung kita masih menemukan pasar jajanan pasar yang cukup
terkenal. Karena kekayaan kuliner yang ada di Kota Bandung, wisatawan bisa
menemukan beragam tempat wisata dan peninggalan nenek moyang yang masih
ada hingga sekarang contohnya gastronomi sunda.

Menurut Taqwani (2012:55) Gastronomi merupakan sebuah studi


mengenai hubungan antara budaya dan makanan, dimana gastronomi
memperlajari mengenaikomponen budaya makanan sebagai pusatnya yang berupa
5

dengan budaya. Hubungan budaya dan gastronomi terbentuk karena gastronomi


adalah produk budaya pada kegiatan pertanian sehingga warna, aroma, dan rasa
dari suatu makanan dapat ditelusuri asal-usulnya dari lingkungan tempat bahan
bakunya dihasilkan.

Sebelum nasi menjadi makanan pokok, dilihat dari sudut kebiasaan,


diperkirakan makanan pokok khas Sunda Kuno adalah hui atau umni-umbian
(Kalsum;2020,80). Keadaan ini dapat dilihat dari sejumlah fenomena yang kini
masih tampak seperti pada acara ritual kandungan ibu usia 7 bulan, aseupan dari
bahan umbi-umbian memiliki peranan sebagai sesajen sebagai mantra nonverbal
agar anak yang dilahirkan nantinya tidak kekurangan makanan.

Selain makanan pokok, ada juga makanan sebagai makanan tambahan


yang berfungsi sebagai makanan pengganti sebelum makanan pokok disajikan.
Makanan tambahan ini dikenal dengan istilah kudapan” (snack). Bentuk makanan
“kudapan” ini adalah makanan “seupan” (yang berasal dari kata aseupan yaitu
makanan yang diolah dengan cara dikukus ). Jenis makanan “seupan” ini berupa
ubi umbian, singkong, taleus, pisang, kacang tanah, kacang kedele dan lain lain.
Penyajian kudapan ini biasanya dilengkapi dengan minuman hangat seperti, kopi,
teh, bajigur atau bandrek. Pada umumnya makanan ini disajikan sebelum aktivitas
makan makanan pokok (makan siang atau makan malam). Kudapan ini (‘seupan”)
dapat dimasak sendiri oleh keluarga atau dibeli dari pedagang yang menjajakan
dagangan dengan berkeliling. Jenis makanan “seupan” ini banyak dijual oleh
penjaja makanan dengan menggunakan gerobak dorong pada pagi hari sekitar
pukul 10.00 pagi atau siang hari mulai dijajakan pada pukul 14.00 siang.

Makanan kudapan jenis “seupan” ini merupakan makanan tradisional suku


Sunda dan dapat dikatakan sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat Jawa Barat.
Makanan ini terbukti sehat yang dipilih dari alam dan diolah secara alamiah
dengan cara direbus (dikulup) atau dikukus (diseupan), tanpa dicampur dengan zat
pemanis dan pengawet yang membahayakan kesehatan. Makanan kudapan
“seupan” , saat ini mulai langka ditemui, karena terkalahkan oleh makanan
modern lainnya atau makanan gorengan juga kudapan modern

Seiring berkembangnya zaman, kudapan seupan khas Sunda di Kota


Bandung sudah mulai meumudar. Banyak inovasi-inovasi kudapan modern yang
6

banyak di setiap sudut Kota Bandung dan kudapan seupan khas Sunda mulai
berkurang peminat juga produsen nya juga.

Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan masyarakat tentang


kudapan Seupan khas Sunda peneliti melakukan Pra-penelitian sebagai berikut :

Tabel 1.5
Hasil Kuisioner Pra Penelitian.

No. Pertanyaan Ya Tidak


1 Saya mengetahui 5 sampai 10 kudapan seupan khas Sunda 11 34
2 Saya mengetahui 5 sampai 10 kudapan goreng khas Sunda 40 5
3 Saya sering menemukan kudapan seupan khas Sunda 19 26
4 Saya terakhir menikmati kudapan seupan khas Sunda tidak 15 30
lebih dari beberapa minggu yang lalu
5 Saya menemukan 5- 10 produsen kudapan seupan khas 7 38
Sunda di sekitrar
6 Saya setuju kudapan seupan khas Sunda harus dilestarikan 45 0
Sumber : Data diolah oleh penulis 2019

Menurut data hasil pra penelitian pada tabel adalah dari 45 responden , 37
orang belum mengetahui 5 sampai 10 kudapan seupan khas Sunda dan ternyata
responden lebih mengetahui kudapan tradisional yang digoreng yaitu sebanyak 40
responden. 19 orang masih sering menjumpai kudapan kukus khas Sunda dan 26
sisanya sudah tidak atau jarang menjumpai. 15 orang menikmati kudapan seupan
khas sunda tidak lebih beberapa minggu yang lalu dan sisa nya yaitu sebanyak 30
orang tidak menikmati kudapan seupan khas sunda beberapa minggu terakhir.
Sebanyak 7 orang menemukan 5 sampai 10 produsen dan sisanya yaitu 38 orang
tidak menjumpai produsen kudapan supan khas Sunda di daerah sekitarnya. Dan
semua responden setuju jika kudapan seupan khas Sunda harus dilestarikan.

Dari pra penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti membuktikan bahwa
banyak dari masyarakat yang belum mengenal , jarang mengkonsumsi Kudapan
Seupan khas Sunda dan sulit ditemukannya produsen dari kudapan Seupan khas
Sunda itu sendiri, maka dari itu penulis bermaksud melakukan penelitian
mengenai “Analisis Tingkat Eksistensi Kudapan Kukus Tradisioanl Sunda Di
Kota Bandung:.
7

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana keanekaragaman kudapan kukus tradisional Sunda di Kota
Bandung ?
2. Bagaimana tingkat eksistensi kudapans kukus khas Sunda di Kota Bandung?
3. Bagaimana cara agar kudapan kukus tradisional khas Sunda dapat mencapai
tingkat eksistensi yang lebih baik ?

1.3. Tujuan Penelitian


1. mngetahui keanekaragaman kudapan kukus tradisional Sunda di Kota
Bandung
2. mengetahui tingkat eksistensi kudapans kukus khas Sunda di Kota Bandung
3. mengetahui cara agar kudapan kukus tradisional khas Sunda dapat mencapai
tingkat eksistensi yang lebih baik.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1.4.1. Manfaat akademisi


Manfaat akademisi dibagi menjadi dua yaitu :

1. Secara teori

Untuk mengetahui tingkat kelestarian kudapan tradisional Sunda serta


mempertahankan Gastronomi Sunda yaitu Kudapan Seupan Khas Sunda
yang merupakan warisan makanan khas Jawa Barat yang perlu dijaga
tradisinya dan budaya nya karena makanan ini menjadi salah satu kudapan
khas Jawa Barat, yang pada dasar nya penelitian ini dapat bermanfaat bagi
keilmuan di Manajemen Industri Katering.

2. Secara Praktik
Penelitian ini dapat menambah ilmu dan pengalaman dalam
melakukan penelitian dengan mengetahui perkembangan Gastronomi
Sunda di Kota Bandung Jawa Barat, serta sebagai langkah awal untuk
melestarikan kudapan Seupan khas Sunda.
Penelitian ini juga dapat memberitahukan tingkat. eksistensi
kudapan tradisional Sunda yaitu kudapan Seupan khas Sunda di Kota
Bandung.
8

1.4.2. Manfaat Keilmuan

Manfaat keilmuan ini dibagi menjadi dua yaitu:

1. Membantu melestarikan kudapan kukus khas Sunda di Kota Bandung yang


merupakan salah satu Gastronomi Sunda dan ikut serta menjaga kebudayaan di
Jawa Barat

2. Membantu dalam mendokumentasikan salah satu Gastronomi Sunda Indonesia


dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah (KTI).

3. Mengembangkan kudapan Seupan khas Sunda di Kota Bandung sebagai daya


tarik wisata Gastronomi Sunda di Jawa Barat.
9

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Pengertian Pariwisata


Secara umum, pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan
seseorang untuk sementara waktu yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat
lainnya dengan meninggalkan sesuatu sesuai dengan a pa yang direncanakan atau
bukan maksud untuk berkerja atau mencari nafkah karena tujuannya yaitu sebagai
pemenuh keinginan baik sarana hiburan maupun rekreasi.

Menurut Kohler (1998) Pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke


tempat yang lainnya yang bersifat sementara juga dilakukan oleh perseorangan
maupun kelompok dengan tujuan untuk mendapatkan keseimbangan atau
keserasian juga kebahagiaan dengan lingkungan. Sedangkan menurut Gamal
(2002), pariwisata diartikan sebagai bentuk suatu proses kepergian sementara dari
suatu tempat menuju tempat yang lain diluar tempat tinggalnya. Dorongan
kepergiannya berupa kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, agama,
kesehatan maupun kepentingan lain.

2.1.2. Pariwisata dan Kuliner

Corigliano dalam buku Naskah Potensi Wisata Kuliner (2016:9)


menyatakan bahwa kuliner dapat dikategorikan sebagai pariwisata budaya. Karena
hubungannya dengan pelestarian produk pertanian. Wisata kuliner menyediakan
pengalaman unik kepada wisatawan juga pengalaman unik dengan menikmati
makanan, budaya tertentu dan mengasosiasikannya dengan sejarah masa lampau.

Definisi yang sudah dipaparkan wisata kuliner ini erat kaitannya dengan
budaya bahkan dikategorikan sebagai wisata budaya, dalam buku Terminologi
(2007:396) wisata budaya itu adalah kegiatan yang termotivasi oleh adanya obyek
dan daya tarik wisata, yang berwujud hasil – hasil seni budaya setempat atau
kegiatan wisata yang berbasis budaya seperti; mengamati kebiasaan hidup para

9
10

nelayan, melihat rumah atau bangunan para nelayan, peninggalan sejarah,


seni dan kerajinan, olahan pangan, dan sebagainya.

2.1.3. Wisata Kuliner

Wisata kuliner dalam buku Terminologi (2007:397) adalah suatu kegiatan


yang memanfaatkan daya tarik olahan makanan atau masakan, termasuk cara
pembuatannya dan budaya yang menyertainya atau gerak kegiatan wisata yang
dimotivasi dengan wujud aktifitas wisatawan atau pengunjung untuk menambah
wawasan tentang jenis – jenis masakan dari bahan mentah menjadi bahan yang
siap saji.

Menurut Lucy M Long (2010:6) wisata kuliner adalah “ culinary tourism


is the international, exploratory participant in the foodways of an other item,
cuisine, meal system or eating style considered belong to a culinary system not
one’s own.”. Dari pernyataan Lucy bisa ditarik kesimpulan bahwa wisata kuliner
merupakan suatu kegiatan eksploratori dalam kegiatan mengonsumsi makanan,
masakan, sistem makan dan cara makan. Kegiatan tersebut dapat dijadikan suatu
kegiatan wisata. Tidak jarang makanan dan minuman yang berada di suatu tempat
menjadi alasan wisatawan untuk datang dan berkunjung ke tempat tersebut.

2.1.4. Makanan Tradisional

Makanan tradisional merupakan makanan yang biasa dimakan sejak


beberapa generasi, terdiri dari hidangan yang cocok dengan selera, tidak
bertentangan dengan agama, kepercayaan masyarakat setempat dan terbuat dari
bahan makanan serta bumbu-bumbu yang tersedia di suatu tempat
(Sastroamidjojo, 1995 dalam Eliazer, 2013, p.88).

Makanan tradisional umumnya mencakup makanan pokok, lauk pauk,


termasuk sayuran yang selalu dimakan mendampingi makanan pokok, dan
makanan selingan atau kudapan, di samping buah-buahan. Makanan tradisional
dapat dibedakan menjadi makanan biasa dan makanan upacara atau makanan
istimewa yang dimakan pada waktu-waktu tertentu (Sunyobroto, 1995 dalam
Eliazer, 2013, p.88).
11

Kuhnlein and Receveur (Kwik, 2008) mendefinisikan makanan tradisional


sebagai implikasi sebuah proses social kebudayaan. “Traditional food systems of
indigenous peoples can be defined to items that are from the local, natural
environment that are culturally acceptable. It also includes the sociocultural
meanings, acquisition/processing techni

ques, use, composition, and nutritional consequences for the people using
the food” (Kuhnlein and Receveur 1996: 417).

Syarat lokalitas ternyata juga melekat kepada kelompok masyarakat yang


menikmati makanan tradisional tersebut. Hal ini meliputi tata cara makan,
bagaimana makanan tersebut diperlakukan dan menempati posisi tertentu dalam
kehidupan masyarakat. Pada bagian ini, makanan tradisional menjadi unsur tak
terpisahkan dari kebudayaan dan adat istiadat setempat, bukan lagi semata-mata
sebagai alat pemenuhan kebutuhan biologis untuk bertahan hidup. Maka makanan
tradisional disebut tradisional jika pemiliknya jelas, yaitu masyarakat yang tidak
bisa lepas darinya ketika menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial ditengah-
tengah mereka.

Dari pengertian ini, makanan tradisional merupakan makanan yang biasa


dimakan sejak beberapa generasi yang terdiri dari hidangan yang cocok dengan
selera, tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan masyarakat setempat serta
terbuat dari bahan makanan serta bumbu-bumbu yang tersedia setempat yang
mencakup makanan pokok, lauk pauk, termasuk sayuran yang selalu dimakan
mendampingi makanan pokok, dan makanan selingan atau kudapan, di samping
buah-buahan dan makanan tradisional merupakan implikasi sebuah proses social
kebudayaan.

2.1.5. Makanan Tradisional Sunda

Tanah Sunda sangat kaya akan alamnya, beraneka jenis tumbuhan tumbuh
subur dan juga di tanah Sunda banyak dialiri aliran sungai, itu semua
mempengaruhi jenis makanan tradisional Sunda. Masyarakat Sunda sangat
menggemari beraneka jenis tumbuhan sebagai makanan pelengkap (rencang
sangu) seperti lalap, sangat banyak tumbuhan yang dijadikan lalapan oleh orang
sunda, lalapan biasanya disajikan dengan berbagai macam sambel (sambal)
12

seperti sambal terasi, sambal muncang, sambal oncom, sambal goreng, dan lain-
lain, lalap juga biasanya dipakai sebagai bahan beberapa makanan seperti lotek,
pencong, reuceuh dan lain-lainya. Sama halnya sepeti tumbuhan karena
banyaknya aliran sungai di daerah Sunda membuat budidaya ikan berkembang
baik, berbagai jenis makanan berbahan utama ikan sangat banyak dengan cara
pembuatan yang beragam dari dibakar, digoreng dipepes, dibubuy (dibungkus
oleh daun pisan kemudian dimasukan kedalam abu panas) dan lain-lain. (sepeti
dikutip Kasmana, 2014, h.6) makanan Sunda umumnya terbuat dari biji-bijian,
buah-buahan, umbi-umbian, daun/pucuk tanaman, kulit batang, tepung, tanaman
secara keseluruhan, ikan, daging dan telur. Menurut pemaparan di atas jelas
menggambarkan kedekatan masyarakat Sunda dengan lingkungan di sekitarnya.

Makanan tradisional Sunda dikategorikan menjadi beberapa jenis kelompok,


makanan pokok (nasi/sangu berupa nasi atau beras), lauk-pauk/pelengkap
(rencang sangu), pencuci mulut (bibilas), makanan ringan cangkarang bongkang
dan jajanan/jajaneun. Seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang
masalah, berikut uraiannya :

Makanan pokok orang Sunda adalah nasi (sangu) yang berasal dari beras, di
Sunda beras ada dua jenis yaitu beras putih dan beras merah (beas bereum). Pada
dasarnya makanan pokok orang Sunda adalah pengolahan dari nasi putih, seperti
kupat yang disajikan saat Idul Fitri dan Idul Adha, ada juga nasi kuning/sangu
koneng (nasi putih yang diberi bumbu kunyit) yang biasanya disajikan saat
perayaan dan peringatan hari-hari tertentu, nasi timbel, nasi uduk, nasi liwet,
nasi tutug oncom dan lain-lain.

Lauk pauk/rencang sangu biasanya diolah dari hewan dan tumbuhan, seperti
menurut Kasmana (2014). Lauk pauk/rencang sangu orang Sunda meliputi
daging dari jenis hewan seperti ikan, ayam, bebek, merpati, domba, sapi, kerbau
dan beberapa hewan yang tidak umun dikonsumsi sepeti tutut, kelinci, rusa dan
lain-lain. Adapun olahan dari jenis tumbuhan dan sayuran seperti lotek, karedok,
reuceuh (salad sayuran yang bisa mentah dan juga matang) dan lalapan (sayuran
yang dimakan mentah atau diseupan berserta sambal). Sambal berfungsi sebagai
penambah rasa, dan sebagai pelengkap biasanya disajikan bersama kerupuk dan
kasreng.
13

Kededemes adalah salah satu makanan tradisional Sunda yang masuk dalam
katagorian lauk pauk/rencang sangu, dibuat dari kulit singkong yang ditumis dan
biasa disajikan bersama nasi putih.

Bibilas atau pencuci mulut pada umumnya menyajikan makanan yang


mersifat menyegarakan dan diolah dari buah-buahan menjadi rujak diantaranya
rujak serut, rujak cuka, rujak hiris, rujak bebek, rujak tujuh bulanan dan lain-
lain.

Cangkarang bongkang adalah makanan penggajal, biasanya dimakan hanya


untuk menggajal rasa lapar sebelum waktunya makan, diolah dari bahan yang
memilik kandungan karbohidrat. Banyak sekali ragamnya diantaranya putri
noong, ulen, bugis, papais, katimus, nagasari, peuyeum, sampeu, peuyeum
ketan, ranggesing, lemper, putu, putu mayang, dan lain-lain (Kasmana, 2014,
h.8).

Jajanan (jajaneun) banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional dan para


pedagang yang berkeliling, fungsi jajanan adalah sebagai peganjal lapar.

Jajanan tradisional Sunda sangat beragam, diantaranya : gemblong, gehu


(toge tahu), misro (amis di jero), comro (oncom di jero), cireng (aci digoreng),
cilok (aci dicolok), seblak, cendol, cingcau, goyobod, candil, bubur lemu, bubur
kacang, bubur hanjeli, kolak pisang, kolak ubi, sukro (suuk dijero), borongdong,
galendo, gurandil, kiripik sampeu, kiripik cau, kiripik hui, colenak (dicocol
enak) dan lain-lainnya.

2.1.6. Kudapan Tradisional

Makanan ringan atau kudapan juga dikenal dengan sebutan snack


food adalah makanan yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan
utama dalam sehari. Oleh karena itu, makanan ini biasa disebut snack yang
berarti sesuatu yang dapat mengobati rasa lapar dan memberikan suplai energi
yang cukup untuk tubuh (Anonim, 2007).Makanan ringan yang dimaksudkan
adalah untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu dan
dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu
yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam
14

kategori makanan ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan


Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040
Tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan
ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari
umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk, jipang. Selain itu
pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga
masuk kedalam kategori makanan ringan (Putri, 2011)

Makanan tradisional umumnya mencakup makanan pokok, lauk pauk,


termasuk sayuran yang selalu dimakan mendampingi makanan pokok, dan
makanan selingan atau kudapan, di samping buah-buahan. Makanan tradisional
dapat dibedakan menjadi makanan biasa dan makanan upacara atau makanan
istimewa yang dimakan pada waktu-waktu tertentu (Sunyobroto, 1995 dalam
Eliazer, 2013, p.88).

Makanan tradisional merupakan makanan yang biasa dimakan sejak


beberapa generasi, terdiri dari hidangan yang cocok dengan selera, tidak
bertentangan dengan agama, kepercayaan masyarakat setempat serta terbuat dari
bahan makanan serta bumbu-bumbu yang tersedia setempat (Sastroamidjojo,
1995 dalam Eliazer, 2013, p.88).

Dari pengertian diatas bahwa kudapan tradisional adalah sesuatu yang


dapat mengobati rasa lapar dan memberikan suplai energi yang cukup untuk
tubuh dan cocok dengan selera, tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan
masyarakat setempat serta terbuat dari bahan makanan serta bumbu-bumbu yang
tersedia setempat dan makanan tradisional merupakan implikasi sebuah proses
social kebudayaan. Dalam

2.1.7. Kudapan Tradisional kukus (seupan)

Bentuk makanan “kudapan” ini adalah makanan “seupan” (yang berasal


dari kata aseupan yaitu makanan yang diolah dengan cara dikukus ). Jenis
makanan “seupan” ini berupa ubi umbian, singkong, taleus, pisang, kacang
tanah, kacang kedele dan lain lain. Penyajian kudapan ini biasanya dilengkapi
dengan minuman hangat seperti, kopi, teh, bajigur atau bandrek. Pada umumnya
makanan ini disajikan sebelum aktivitas makan makanan pokok (makan siang
15

atau makan malam). Kudapan ini (‘seupan”) dapat dimasak sendiri oleh keluarga
atau dibeli dari pedagang yang menjajakan dagangan dengan berkeliling. Jenis
makanan “seupan” ini banyak dijual oleh penjaja makanan dengan menggunakan
gerobak dorong pada pagi hari sekitar pukul 10.00 pagi atau siang hari mulai
dijajakan pada pukul 14.00 siang.

Makanan kudapan jenis “seupan” ini merupakan makanan tradisional


suku Sunda dan dapat dikatakan sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat Jawa
Barat. Makanan ini terbukti sehat yang dipilih dari alam dan diolah secara
alamiah dengan cara direbus (dikulup) atau dikukus (diseupan), tanpa dicampur
dengan zat pemanis dan pengawet yang membahayakan kesehatan. Makanan
kudapan “seupan” , saat ini mulai langka ditemui, karena terkalahkan oleh
makanan modern lainnya atau makanan gorengan yang sudah ditambahkan zat
pengawet, penambah rasa, pewarna, penambahan saos (sauce) yang berfungsi
menambah lezatnya sesuatu makanan. , saos ini juga apabila pengolahannya
menggunakan bahan-bahan pewarna, perasa, pemanis dan pengawet buatan akan
menambah dan menjadi sumber penyakit.

Sebagai salah satu bentuk kecerdasan lokal, makan kudapan “seupan” ini
perlu revitalisasi keberadaannya agar generasi mendatang tetap dapat
mengkomsumsi makanan tradisional sunda ini.

2.1.8. Pengertian Tingkat Eksistensi

Pengertian tingkat menurut Kbbi adalah susunan yang berlapis-lapis atau


berlenggek-lenggek seperti lenggek rumah, tumpuan pada tangga (jenjang).
Tinggi rendahnya martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan peradaban, pangkat,
derajat dan sebagainya).
Tingkat merupakan suatu pangkat, kedudukan, lapisan atau kelas suatu
susunan. Dimana tingkat sangat penting dalam kedudukan yang menandakan
bahwa adanya suatu perbedaan tinggi rendahnya suatu posisi. Dengan kata lain
tingkat merupakan pemisah antara posisi yang tinggi dengan yang rendah karena
tingkat dapat dikatakan pemisah antara pangkat yang tinggi ke pangkat yang lebih
rendah.
16

Eksistensi berasal dari bahasa Latin existere yang terdiri atas kata ex
berarti keluar dan sistere berarti tampil atau muncul (KBBI, 1997:253). Dari arti
kata eksistensi tersebut, Bagus (2005:183--185) memberikan beberapa pengertian
tentang eksistensi. Pertama, eksistensi adalah apa yang ada. Kedua, eksistensi
adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga, eksistensi adalah segala sesuatu yang
dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, eksistensi adalah
kesempurnaan.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa eksistensi berarti keberadaan,
merujuk pada sentral kajiannya yaitu wujud manusia. Akan tetapi, memiliki arti
berbeda jika pada wujud benda. Dalam filsafat eksistensialisme, benda hanya
sebatas “berada”, sedangkan manusia lebih dari sekedar apa yang dikatakan
“berada”, bukan sebatas ada, tetapi “bereksistensi” (Tafsir, 2006:218--219). Hal
inilah yang menunjukkan bahwa manusia sadar akan keberadaanya di dunia,
berada di dunia, dan mengalami keberadaanya berada di dunia. Di pihak lain
benda tidak sadar akan keberadaannya, tak ada hubungan antara benda yang satu
dan benda yang lainnya meskipun saling berdampingan.
Simpulannya, eksistensi adalah sesuatu yang akan mendapat makna jika
adanya keberlanjutan dan keberlanjutan tersebut akan mendapat maknanya jika
ada aktivitas sehingga eksistensi juga dapat diartikan sebagai keberlanjutan dari
suatu aktivitas (Hadiwijiono, 1980:150). Dalam penelitian ini eksistensi yang
dimaksud dalam wujud benda, yaitu eksistensi Kudapan kukus tradisional khas
Sunda di Kota Bandung. Jadi, eksistensi kudapan kukus tradisional Sunda adalah
keberadaan, wujud benda yang tampak dan yang memiliki aktualitas, serta akan
bermakna jika diberikan makna oleh keberadaan manusia (Muzairi, 2002:55).
Penulis menyimpulkan bahwa tingkat eksistensi adalah urutan atau
kedudukan sebuah keberadaan wujud benda yang tampak dan yang memiliki
aktualitas, serta akan bermakna jika diberikan makna oleh keberadaan manusia.
Adapun indikator – indikator tingkat eksistensi suatu produk kuliner
menurut Kerly , bentuk eksitensi bisa dilihat dari pola kebiasaan makan,
penyiapan dan pengolahan bahan makanan, keberadaan suatu produk, pemasaran
produk, dan juga waktu penyajian (Kerly, 2018).
17

2.2. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu

Nama , Variabel
No Judul Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
1 Galuh Persepsi dan Perilaku Persepsi dan Menganalisis persepsi remaja dan
Putri Remaja Terhadap Perilaku perilaku konsumen remaja
Hardikna Makanan Tradisional Konsumen terhadap makanan modern dan
Sempati, dan Makanan Modern makanan tradisional
(Skripsi),
2017
2 Oda, Dra., Revitalisasi Jajanan Revitalisasi Pada saat ini sebagian besar orang
M.Si, Tradisional ‘Seupan’ dari mulai anak, kaum muda dan
(Jurnal) sebagai warisan tua, lupa dengan keberadaan
budaya Sunda kudapan “seupan”. Kondisi ini
(Jajanan “Seupan” tentu harus menjadi perhatian
Sebagai Bentuk semua orang warga Jawa Barat,
Kearifan Lokal termasuk pengelola café atau
Warisan Budaya ) tempat nongkrong,dan restoran,
hotel untuk melestarikan
Makanan tradisional kudapan
“seupan” ini.
3 Ambar Jajanan Pasar Profil Jajanan Pasar yang khas, menarik
Andianto Makanan Tradi sional Jajanan dan tidak terlalu menyengat.
(Jurnal) , Masyarakat Jawa Pasar Karena dengan sentuhan ilmu dan
2014 sebagai teknologi bukan tidak mungkin
Makanan makanan ringan tradisional ini
Tradisional menjadi komoditi ekspor dan
daya tarik kuliner sekaligus bisa
dimanfaatkan untuk
pengembangan kepariwisataan di
Indonesia
4 Soimas, Gastronomi In Mengkaji tentang warisan budaya
18

Umit, dkk, Tourism kuliner daerah yang telah


(Jurnal) , diabaikan baru-baru ini. Namun,
2015 budaya kulinrer selalu jadi yang
pertama yang menarik pada
bagian budaya dan tradisi
5 Sofia Nuur Pelestarian Kudapan Pelestarian Penelitian ini dapat menambah
Firmani, Kalua Kulit Jeruk ilmu dan pengalaman dalam
(Skripsi) , sebagai Warisan melakukan penelitian dengan
2018 Gastronomi Sunda di mengetahui perkembangan
Ciwidey Jawa Barat Gastronomi Sunda Ciwidey Jawa
Barat, serta upaya pelestarian
Kalua kulit jeruk sebagai kudapan
khas Ciwidey Jawa Barat.

2.3. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dikenal dengan asumsi dasar yang disusun peneliti


berdasarkan kerangka teori dalam kajian pustaka dan penelitian sebelumnya.
19

( Fakhri Zamzam,208 hlm 75). Penulis menulis penelitian ini berdasarkan alur
pikir sebagai berikut :

Tabel 2.5. Kerangka Berpikir Analisis Tingkat Kelestarian kudapan Seupan


khas Sunda di Kota Bandung
(diolah Penulis)

Latar Belakang Analisis Tingkat Eksistensi kudapan


Kukus khas Sunda

Perlunya analisis data tingkat eksistensi kudapan kukus


khas Sunda pada saat ini di Kota Bandung

Deskripsi keanekaragaman Persepsi dan Pengetahuan


kudapan kukus khas Sunda Masyarakat

Metode Penelitian
1. Observasi
2. Wawancara
3. Kuesioner
4. Studi Literatur

Analisis data tingkat Kelestarian


berdasarkan hasil metode
penelitian

HASIL
20

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Objek penelitian

Objek penilitian adalah suatau bentuk sasaran ilmiah dengan tujuan dan
kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor
atau ukuran yang berbeda. Objek penelitian merupakan salah satu unsur terhadap
permasalahan yang diteliti. Menurut Arikunto (2000:29), objek penelitian adalah
variabel penelitian yaitu suatu yang merupakan inti dari problematika penelitian.
Sedangkan menurut Sugiyono (2012:38) objek penelitian adalah suatu atribut,
sifat atau nilai dari orang,objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kudapan Seupan khas Sunda
dengan subjek penelitian adalah produsen dan konsumen, di Kota Bandung serta
narasumber ahli.

Pada penelitian ini penulis mengangkat permasalahan terhadap sikap


keseluruhan pada objek penelitian yaitu memperoleh data tingkat kelestarian
kudapan Seupan khas Sunda di Kota Bandung.

3.2 Metode Penelitian

Metodologi merupakan kerangka teoritis yang digunakan untuk


menganalisis, mengerjakan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dengan
demikian metodologi penelitian adalah cara dan prosedur ilmiah yang diterapkan
untuk melaksanakan penelitian, mulai dari menentukan variabel, menentukan
populasi, menentukan sampel, mengumpulkan data, mengolah data dan
menyusunnya dalam laporan tertulis.

21
21

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian mixed


methods. Metode penelitian ini merupakan suatu pendekatan dalam penelitian
yang menggabungkan dua bentuk penelitian yaitu penelitian kualitatif dan
penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2011:404) metode penelitian kombinasi
(mixed methods) adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan atau
menggabungkan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif untuk
digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga
diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan obyektif . Menurut
Creswell (2010:5), metode penelitian kombinasi merupakan pendekatan dalam
penelitian yang mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan unsur strategi metode


campuran sekuensial/ bertahap (sequential mixed methods) terutama strategi
eksplanatoris sekuensial. Tahap pertama pada penelitian ini adalah
mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif dalam menjawab rumusan
masalah kedua yaitu bagaimana tingkat kelestarian kudapan Seupan khas Sunda
menurut produsen dan konseumen. Kemudian pada tahap kedua mengumpulkan
dan menganalisis data kualitatif dalam menjawab rumusan masalah ketiga dan
keempat yaitu hasil wawancara pendapat narasumber ahli terhadap kelestarian
kudapan Seupan khas Sunda di Kota Bandung.

Pendekatan metode dalam penelitian ini juga akan menggunakan analisis


dalam bentuk deskriptif terhadap hasil pendekatan metode kombinasi (mixed
methods) yang telah disusun sebelumnya. Menurut Wardiyanta (2006:5)
dikatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan membuat
deskripsi atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual, dan akurat.
Disamping itu, penelitian ini sering juga digunakan untuk menguji suatu hipotesis
atau untuk menjawab pertanyaan mengenai berbagai peristiwa yang sedang terjadi
di masyarakat.
22

2.2. Operasional variabel

Variabel merupakan oprasionalisasi sebuah konsep agar dapat diteliti


secara empiris. Pada dasarnya variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga Agar
penelitian ini dapat mengukur variabel-variabel penelitian dengan tepat, maka
perlu dibuat indikator-indikator yang dapat secara valid dan reliable mengkur
variabel penelitian. Model skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur
variabel penelitian adalah dengan menggunakan skala Likert. Menurut Riduwan
dan Akdon (2010:16) Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat
dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial yang
terjadi. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian
sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Hal
ini sangat penting dilakukan agar dapat sesuai dengan kerangka teori dan masalah
terdapat pada penelitian yang telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Beberapa definisi oprasional yang
terkait adalah:

Tabel Operasional Variabel

konsep
no Variabel Konsep teoritis indikator skala
empiris
1 Tingkat eksistensi adalah Sumber informasi yang  ordinal
  Eksistensi keberadaan, wujud didapatkan
benda yang
tampak dan yang
memiliki Informasi nama kudapan ordinal
aktualitas, serta Persepsi seuppan khas Sunda
akan bermakna Masyarakat
jika diberikan
makna oleh
keberadaan Pengetahuan terhadap  ordinal
manusia (Muzairi, kudapan seuppan khas
2002:55). Sunda
23

Tingkat ketertarikan Ordinal


terhadap kudapan kukus
khas Sunda
Kepuasan terhadap rasa Ordinal
kudapan seuppan khas
Sunda
Produk Banyaknya produsen Ordinal
kudapan seupan khas
Sunda
Banyaknya penjual Ordinal
kudapan kukus
tradisional Sunda
Waktu menikmati Ordinal
kudapan kukus khas
Sunda
Originalitas Produk Ordinal

Pengolahan Produk Ordinal

Sosial Budaya Budaya makan Ordinal


masyarakat

Keterlibatan kudapan Ordinal


tradisional Sunda dalam
upacara adat

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan


populasi atau sampel. Menurut Riduwan dan Akdon (2010:237), Populasi adalah
Wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian akan ditarik kesimpulannya. Namun ada pula pengertian menurut
Nawawi (2004:38) bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mugkin, baik
hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada
karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pupolasi


menurut Riduwan dan Akdon (2010:238) adalah keseluruhan dari karakteristik
24

atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian atau populasi yang
merupakan objek atau subjek yang berbeda pada suatu wilayah dan memenuhi
syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen atau


wisatawan serta produsen jajanan pasar di kota Bandung.

3.4.2 Sampel

Menurut Arikunto (2006:131) mengatakan bahwa Sampel adalah bagian dari


populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah
sebgaian populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh
populasi. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:116) sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dari beberapa pendapat
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel menurut Riduwan dan Akdon
(2010:240) adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan
tertentu yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah accidental


sampling. Menurut Riduwan dan Akdon (2010:247) accidental sampling adalah
teknik penetuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang
secara tidak sengaja bertemu sengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik
responden yang diinginkan, maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel
(responden).

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah konsumen atau wisatawan
serta produsen jajanan pasar di kota Bandung. Namun, dikarenakan lokasi
penelitian yang terbatas maka respoden yang diambil belum dapat diketahui pasti
jumlahnya. Oleh karena itu, penentuan jumlah sempel yang akan diambil dapat
ditentukan melalui rumus berikut ini (Riduwan dan Akdon, 2010:255):

2
Z α /2 σ 2 ( 1,96 ) .(0,25)
n= ( e ) (=
0,05 ) =96,04

Jadi berdasarkan rumus di atas, sampel yang akan diambil dalam penelitian
ini adalah sebanyak 96,04 orang. Untuk memudahkan perhitungan maka akan
dibulatkan ke atas menjadi 100 orang responden :
25

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah kegiatan pencatatan dan pengambilan data


terhadap peristiwa–peristiwa atau suatau hal dan keterangan yang merupakan
sebagian atau keseluruhan dari elemen populasi yang mana akan menunjang atau
mendukung penelitian. Menurut Sugiyono (2009:137), pengumpulan data dapat
dilakukan dlam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara.

Teknik pengumpulan data yang di gunakan yaitu bersifat kualitatif


maupun kuantitatif terhadap aspek-aspek yang berhubungan dengan tingkat
kelestarian kudapan seupan khas Sunda di Kota Bandung.

Untuk mengumpulkan data terhadap penelitian ini, maka peneliti


menggunakan teknik pengumpulan data sebgaai berikut:

1. Observasi/ Survei

Menurut Arikunto (2006:155) observasi adalah pengamatan langsung dari


lingkungan fisik atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang
berlangsung yang mencakup semua kegiatan perhatian objek dengan
menggunakan alat penilaian sensorik. Pada teknik ini, penulis akan datang
langsung ke pusat jajanan pasar di Kota Bandung dan produsen jajanan pasar yang
menjadi objek penelitian yang mana bertujuan untuk mendapatkan data tertulis
dan melakukan pengamatan, peninjauan langsung terhadap objek yang diteliti.
Survey juga dilakukan di instansi pemerintahan untuk mengumpulkan sejumlah
data pendukung.

2. Wawancara

Wawancara merupakan proses tanya jawab dalam penelitian yang


berlangsung secara lisan terhadap dua orang atau lebih bertatap muka dengan
mendengarkan langsung informasi-informasi atau keteranganketerangan
narasumber tersebut (Narabuko dkk, 2005:83). Wawancara merupakan salah satu
metode pengumpulan data untuk memperoleh informasi data dengan cara
mewawancarai langsung responden dan narasumber ahli yang terkait. yang
dilakukan adalah dengan bertemu langsung kepada responden dan narasumber
ahli yang terkait seperti tatap muka langsung.
26

3. Kuesioner/ angket

Sugiyono (2009:142) menyatakan bahwa kuesioner merupakan teknik


pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab dan juga merupakan
teknik pengumpulan data yang efisien apabila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Kuesioner
disebarkan dengan tujuan untuk melihat dan mengetahui sejauh mana responden
mengetahui tingkat kelestarian kudapan seupan khas Sunda di Kota
Bandung.Penyebaran kuesioner sebanyak 100 responden di masing-masing lokasi
penelitian dengan metode penarikan responden accidental sampling.

4. Studi Literatur

Data yang dikumpulkan adalah berupa data sekunder (studi pustaka) dari
sumber-sumber sebelumnya, penelitian-penelitian sebelumnya. Sedangkan data
primer meliputi wawancara dan penyebaran kuisioner serta melakukan survey dan
observasi langsung.

3.6 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kombinasi


(mixed methods), karena data yang diperoleh nantinya akan berupa angka dan
kata atau kalimat yang kemudian akan dianalisis secara deskriptif lebih lanjut
dalam bentuk analisis data dan tabel. Sumber data adalah segala sesuatu yang
dapat memberikan informasi mengenai data yang akan digunakan. Menurut
Sugiyono (2009:137) sumber data merupakan subjek dimana peneliti memperoleh
data penelitian. Dalam penelitian, penulis menggunakan sumber data sebagai
berikut:

1. Menurut Sugiyono (2009:137) sumber data primer adalah sumber data


yang langsung memberikan data kepada peneliti. Data primer yaitu data yang
dibuat peneliti untuk maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang
sedang ditangani seorang penulis. Dalam penelitian ini data dikumpulkan sendiri
oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian
dilakukan. Data primer diperoleh dengan melakukan survey menggunakan
27

kuesioner terhadap produsen dan konsumen atau wisatawan, wawancara


mendalam dengan narasumber ahli dan observasi. Guna melengkapi informasi/
data, survey dan wawancara juga dilakukan dengan dinas/ instansi Pemerintah
daerah yang terkait, masyarakat lokal maupun dengan pengunjung/ wisatawan itu
sendiri.

2. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Menurut Sugiyono
(2009:137) sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada peneliti. Data ini dapat diperoleh dengan cepat. Dalam penelitian ini
yang menjadi sumber data sekunder adalah literature, artikel, jurnal serta situs di
internet yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu sumber bisa
berasal dari dari dokumen instansi pemerintahan yang terkait, antara lain jumlah
kunjungan wisatawan Kota Bandung serta gambaran umum lokasi penelitian, dan
beberapa informasi mengenai wisata kuliner di Kota Bandung

.
28

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Widjaja. 2016. Pelestarian Budaya Sunda. Bandung: Ranjabar

Adimihardja, K. (2005). MAKANAN DALAM KHAZANAH BUDAYA "Relasi


Kausal Antara Makanan dan Nilai Budaya Masyarakat Sunda di Jawa
Barat". Bandung: UPT INRIK-UNPAD dan DISBUDPAR JAWA
BARAT.

Disbudpar Jabar. 2016. Jumlah Kunjungan Wisatawan di Jawa Barat Tahun 2016

Haryono, Timbul. 2013. Berbagai Makanan dan Minuman Masyarakat Jawa

Herlando, Dody. 2017. Jawa Barat Dalam Angka, Jawa Barat in Figures 2017.
Bandung: BPS Provinsi Jawa Barat. Diakses 20 Desember 2019. Tersedia:
http://jabar/bps.go.id

Kuna. Yogyakarta.Borobudur Writer Festival

Oda. 2017. REVITALISASI JAJANAN TRADISIONAL ‘ SEUPAN’ SEBAGAI


WARISAN BUDAYA SUNDA (Jajanan “Seupan” Sebagai Bentuk
Kearifan Lokal Warisan Budaya )
Prendit, S. Nyoman. 2006. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta:
PT.Percetakan. Penebar Swadaya.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Sunyobroto. (1995). Makanan Tradisional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Suwatno, Caria dan D. Turgarini (2013) Inventorikan Lestarikan Manfaatkan dan
Kembangkan Geneasi Unggulan Jawa Barat. Di akses 20 Desember 2018.

Taqwani, M. D. (2012). a-research.upi.edu. Analisis Kebudayaan Gastronomi Dan


Tindak Tutur Dalam Kajian PragmatikPada Fil m Ratatouile , 55.

Turgarini, Dewi. 2014. Kekuatan Makanan dan Minuman Tradisional Sebagai


Atraksi Wisata. Bandung

28

Anda mungkin juga menyukai