DESY SAFITRI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Ekonomi
dan Willingness to Pay Pengunjung Wisata Goa Pindul Gunungkidul adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2019
Desy Safitri
NIM H44140096
ABSTRAK
DESY SAFITRI. Estimasi Nilai Ekonomi dan Willingness to Pay Pengunjung Wisata
Goa Pindul Gunungkidul. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA.
Wisata alam Goa Pindul merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten
Gunungkidul yang memiliki daya tarik serta nilai ekonomi sebagai penghasil jasa
wisata berbasis alam. Daya tarik ini membuat jumlah kunjungan wisata tinggi,
terutama saat peak season. Tingginya jumlah kunjungan dikhawatirkan dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar Goa Pindul yang dapat mengancam
keberlanjutan kegiatan wisata tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
menganalisis persepsi wisatawan terhadap kondisi wisata Goa Pindul, mengestimasi
nilai ekonomi jasa wisata, serta menghitung besaran tarif masuk sesuai Willingness
to Pay (WTP) pengunjung untuk mengontrol jumlah kunjungan Goa Pindul.
Mayoritas responden menyatakan bahwa kondisi alam, fasilitas serta aksesibilitas
Goa Pindul dalam kondisi baik untuk aktivitas wisata, meski toilet dan tempat parkir
masih dinilai buruk. Total biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung merupakan
faktor yang secara signifikan memengaruhi permintaan wisata alam Goa Pindul.
Berdasarkan hasil estimasi dengan metode Individual Travel Cost Method (ITCM),
diketahui nilai ekonomi wisata Goa Pindul yang cukup besar, yang akan hilang jika
fungsi jasa wisata tidak berkelanjutan. Agar jasa wisata berkelanjutan, maka perlu
diatur jumlah kunjungan terutama saat peak season sehingga dapat meminimalkan
terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pengunjung. Penelitian ini
menggunakan metode pengaturan tarif masuk wisata untuk mengatur jumlah
kunjungan. Penentuan tarif masuk wisata yang sesuai, ditetapkan berdasarkan
besarnya WTP pengunjung. Tarif masuk wisata sesuai WTP pengunjung ini dapat
dijadikan alternatif solusi untuk mengontrol jumlah pengunjung jika terjadi over
carrying capacity.
Kata kunci: Contingent Valuation Method, Goa Pindul, Individual Travel Cost
Method, nilai ekonomi wisata, Willingness to Pay
ABSTRACT
DESY SAFITRI. Economic Value Estimation and Willingness to Pay of Goa Pindul
Gunungkidul Natural Tourism. Supervised by METI EKAYANI and NUVA.
DESY SAFITRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Alur kerangka penelitian................................................................................... 22
2. Lokasi Goa Pindul ............................................................................................ 35
3. Sarana wisata Goa Pindul ................................................................................. 38
4. Bagian dalam Goa Pindul ................................................................................. 39
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Data sosial ekonomi responden pengunjung wisata Goa Pindul 2018 ............. 65
2. Karakteristik kunjungan wisata Goa Pindul 2018 ............................................ 68
3. Output analisis regresi fungsi permintaan wisata alam Goa Pindul ................. 71
4. Uji Normalitas : Uji One-Sampel Kolmogorov- Smirnov ................................. 72
5. Uji Autokorelasi ................................................................................................ 72
6. Uji Glejser......................................................................................................... 73
7. Hasil analisis regresi jumlah kunjungan dengan biaya perjalanan ................... 73
8. Estimasi penerimaan pengelola dengan tarif masuk wisata sesuai bid
pada WTP ......................................................................................................... 74
49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya sumber daya alam (SDA),
budaya, sejarah dan adat istiadat. Kekayaan tersebut menjadikan berbagai daerah
di Indonesia memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan
nusantara maupun mancanegara. Daya tarik wisata ini mendorong pemerintah
untuk membangun industri pada sektor pariwisata. Sektor pariwisata Indonesia
memiliki peran bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor ini sangat diharapkan
oleh banyak negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai sumber invisible
export (ekspor yang tidak tampak) untuk menambah devisa negara (Nurhidayati
dan Fandeli, 2012).
Kekayaan alam dan budaya berperan penting dalam pembangunan atraksi
dan daya tarik wisata alam di Indonesia (Butarbutar dan Soemarno, 2013). Namun,
sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) yang memiliki nilai sebagai penghasil
jasa wisata sering dianggap sebagai jasa lingkungan tak bernilai (undervalue)
(Wanti et al, 2014). Nilai ekonomi wisata kadang tidak dapat diukur secara nyata
dalam bentuk nominal dan tidak terbentuk dalam mekanisme pasar (Kemenpar,
2017; Fauzi 2014). Nilai ekonomi dari suatu objek wisata tidak dapat dinilai dari
perolehan penjualan tiket semata, namun juga harus mempertimbangkan “harga”
dari jasa lingkungan sebenarnya (Wanti et al, 2014; Fauzi, 2014).
Pengelola wisata alam yang kurang memahami adanya nilai ekonomi
lingkungan sebagai penghasil jasa wisata seringkali mengeksploitasi lingkungan
akibat adanya permintaan wisata yang tinggi. Hal ini dikhawatirkan dapat
mengancam keberlangsungan kegiatan wisata alam yang memanfaatkan
lingkungan. Melihat hal tersebut, pelestarian terhadap SDAL diperlukan agar
wisata alam dapat dirasakan manfaatnya hingga kemudian hari. Hal ini sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut menyatakan perlunya
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pecemaran atau kerusakan yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan
dan penegakan hukum.
2
2
dengan menetapkan tarif tiket masuk yang telah mempertimbangkan harga dari
jasa lingkungan wisata alam Goa Pindul. Penetapan harga ditentukan berdasarkan
kemauan membayar (willingness to pay) dari pengunjung. Oleh sebab itu,
penelitian mengenai nilai ekonomi dan willingness to pay pengunjung wisata alam
Goa Pindul penting untuk dilakukan.
Rumusan Masalah
Goa Pindul merupakan salah satu destinasi wisata yang terletak di Desa
Wisata Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Goa
Pindul ditetapkan oleh UNESCO sebagai bagian dari Global Geoparks Networks
pada September 2015 sehingga harus dilindungi kelestariannya (Gunung Sewu
Geopark, 2016). Kegiatan wisata di Goa Pindul merupakan kegiatan wisata massal
(mass tourism). Permasalahan dari mass tourism adalah adanya ancaman terhadap
lingkungan karena pemanfaatan lingkungan melebihi kapasitas daya dukung
kawasan (Vanhove, 2005).
Berdasarkan data rekpitulasi tiket wisata dalam Desa Bejiharjo 2018, rata-
rata jumlah kunjungan ke Goa Pindul dari tahun 2015-2017 mencapai 154.238
kunjungan per tahun (Desa Bejiharjo, 2018). Menurut Sabar (2016), jumlah
kunjungan Goa Pindul pada tahun 2015 telah over carrying capacity terutama saat
peak season. Terjadinya over carrying capacity dapat merusak kelestarian
lingkungan yang membahayakan keamanan dan mengurangi kenyamanan
wisatawan sehingga diperlukan upaya pencegahan terhadap kelebihan daya
dukung lingkungan (Desy, 2017; Lucyanti et al, 2013; Sasmita et al, 2014). Hal
ini tentu menjadi ancaman tersendiri bagi keberlanjutan wisata alam Goa Pindul
karena pemanfaatan yang melebihi daya dukung fisiknya. Apabila kegiatan wisata
tidak berlanjut, maka nilai ekonomi Goa Pindul sebagai penghasil jasa wisata akan
hilang.
Salah satu aspek dalam kegiatan wisata adalah adanya wisatawan yang
mengunjungi lokasi wisata. Karakteristik wisatawan yang berbeda-beda secara
tidak langsung memengaruhi permintaan wisatawan terhadap objek wisata.
Persepsi wisatawan mengenai kondisi alam wisata Goa Pindul dapat digunakan
sebagai masukan bagi pengelola dalam melakukan pengelolaan di Goa Pindul.
Selain itu, persepsi wisatawan mengenai kondisi alam dan lingkungan Goa Pindul
4
4
perlu diketahui untuk mencari apakah variabel kondisi alam dan lingkungan
berpengaruh terhadap permintaan wisata Goa Pindul.
Wisata alam Goa Pindul mampu menarik wisatawan untuk mengunjunginya,
sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan wisata Goa Pindul. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh
wisatawan dalam satu kali kunjungan digunakan sebagai proksi untuk
mengestimasi besarnya nilai ekonomi wisata. Nilai ekonomi wisata tersebut
menunjukkan besarnya nilai yang dihasilkan Goa Pindul sebagai penghasil jasa
wisata. Nilai ini akan hilang apabila kegiatan wisata alam Goa Pindul tidak
berkelanjutan. Namun, nilai ekonomi Goa Pindul sebagai penghasil jasa wisata
hingga saat ini belum dihitung secara pasti, sehingga hal ini penting untuk
dilakukan agar tidak terjadi undervalue terhadap SDAL yang ada di Goa Pindul.
Permasalahan mengenai jumlah kunjungan wisata alam Goa Pindul yang
sudah mengalami over carrying capacity akan menimbulkan ancaman kerusakan
lingkungan dalam waktu panjang. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya untuk
mengantisipasi hal tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan kontrol terhadap jumlah kunjungan. Kontrol jumlah kunjungan dapat
dilakukan dengan meningkatkan besaran tarif masuk wisata Goa Pindul.
Penetapan besaran tarif masuk disesuaikan dengan kemauan membayar
pengunjung atau biasa disebut willingness to pay (WTP), sehingga perlu diketahui
besaran WTP pengunjung wisata alam Goa Pindul.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa aspek
kajian sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi pengunjung terhadap wisata alam Goa Pindul?
2. Berapa estimasi nilai ekonomi dan faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan wisata alam Goa Pindul Gunungkidul?
3. Berapa tarif masuk sesuai WTP pengunjung wisata alam Goa Pindul?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, tujuan utama dari
penelitian ini adalah mengkaji pengembangan wisata alam Goa Pindul yang
berkelanjutan serta dapat menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini dapat dilihat dari penjabaran berikut:
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pariwisata
Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu
kata “pari” yang berarti seluruh, semua, berkeliling dan kata “wisata” yang berarti
perjalanan. Kata tersebut apabila dirangkai akan melahirkan makna berkeliling
untuk melakukan perjalanan (Utama, 2017). Sedangkan menurut Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pengertian pariwisata adalah
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Leiper (1981) dalam Yoeti (2008) menyatakan bahwa pariwisata adalah
suatu sistem terbuka dari unsur-unsur yang saling berinteraksi dalam suatu
lingkungan yang luas, mulai dari unsur manusia seperti wisatawan hingga unsur
geografis meliputi negara asal wisatawan, negara yang dijadikan tempat transit,
dan daerah tujuan wisata serta unsur ekonomi, yaitu perusahaan-perusahaan
kelompok industri pariwisata. Pariwisata sendiri identik dengan usaha pariwisata
yang mengandung pengertian kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, sarana prasarana
pariwisata, dan usaha lain yang memiliki keterkaitan dengan bidang tersebut
(Yoeti, 2008). Dalam perjalanan wisata, pengunjung akan terfokus untuk mencari
kepuasan sebanyak-banyaknya dengan cara melihat, menyaksikan maupun
melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan kegembiraan (Yoeti, 2008).
Tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata telah menimbulkan dampak positif
dan dampak negatif. Dampak positif pariwisata antara lain; pertukaran valuta
asing, pendapatan pemerintah, penyerapan tenaga kerja, pembangunan
infrastruktur serta peningkatan perekonomian masyarakat (Utama, 2017). Lebih
lanjut Utama (2017) menyebutkan beberapa dampak negatif pariwisata yaitu;
terjadinya kebocoran atau leakage, kecolongan, beban biaya pembangunan
infrastruktur, terjadinya inflasi, kerusakan lingkungan dan sumberdaya hayati
baik di laut, hutan atau Taman Nasional yang menyebabkan Indonesia kehilangan
daya tariknya untuk jangka panjang.
8
8
Permintaan Wisata
Permintaan wisata adalah banyaknya kesempatan berwisata yang
diinginkan oleh masyarakat atau gambaran keseluruhan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan rekreasi secara umum yang dapat diharapkan bila fasilitas-fasilitas
yang tersedia cukup memadai dan dapat memenuhi keinginan masyarakat
(Douglas, 1970). Pada dasarnya, permintaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
ekonomi dan sisi sosial psikologis. Sisi ekonomi menyangkut gejala-gejala
permintaan dalam hubungannya dengan keseluruhan faktor-faktor ekonomi,
sedangkan sisi sosial psikologis meninjau persoalan dari sisi manusia sebagai
konsumen dalam menentukan pilihannya untuk membeli barang atau jasa yang
dibutuhkannya (Utama, 2017).
Menurut Medlik (1980) dalam Utama (2017), faktor-faktor utama dan faktor
pendukung yang dapat mendorong permintaan wisata yaitu;
1. Harga: harga atau biaya yang tinggi pada suatu destinasi wisata akan
berpengaruh terhadap wisatawan yang berpergian, sehingga permintaan
wisata pun akan berkurang begitu pula sebaliknya,
2. Pendapatan: apabila pendapatan suatu negara tinggi, kecenderungan
untuk memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan
semakin tinggi dan bisa jadi calon wisatawan membuat sebuah usaha
pada daerah tujuan wisata (DTW) jika dianggap menguntungkan,
3. Intensitas keluarga: banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan
dalam permintaan wisata.
Menurut Middleton dan Clarke (2001) dalam Vanhove (2005), terdapat
sembilan faktor yang memengaruhi permintaan wisata yaitu, 1) faktor ekonomi
(harga, pendapatan, dan waktu), 2) faktor persaingan harga, 3) faktor demografi,
4) faktor geografi (iklim, klimat, urbanisasi), 5) faktor sosial budaya, 6) mobilitas,
7) faktor media komunikasi (publiksi, promosi), 8) faktor teknologi komunikasi,
dan 9) peraturan pemerintah. Sedangkan Yoeti (2008), menyatakan bahwa faktor-
faktor yang akan menentukan permintaan khusus terhadap DTW yang akan
dikunjungi antara lain, harga (price), daya tarik wisata, fasilitas yang tersedia,
pelayanan (services), kemudahan-kemudahan untuk berkunjung (accesibilities),
informasi, dan gambar yang menunjukkan citra dari lokasi wisata yang dituju.
9
Wisatawan
Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan untuk berlibur, berobat,
berbisnis, berolahraga serta menuntut ilmu dan mengunjungi tempat-tempat yang
indah di suatu negara (Suryadana, 2015). Spillane JJ (1993) mendefinisikan
wisatawan sebagai orang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk
berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanannya itu. Undang-Undang
No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa wisatawan
adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Wisatawan tersebut berlaku
sebagai konsumen yang melakukan permintaan terhadap daya tarik wisata.
Menurut batasan yang diberikan OECD dalam Yoeti (2010), orang asing
yang bekerja atau belajar pada suatu negara dan mereka yang melakukan
perjalanan tanpa berhenti atau singgah pada suatu negara tidak dapat dianggap
sebagai wisatawan. Namun, mereka yang melakukan usaha (business), para
diplomatik dapat dikategorikan sebagai wisatawan.
Yoeti (2010) membagi wisatawan atas tiga bagian yaitu:
1. Wisatawan mancanegara (wisman), yaitu wisatawan asing yang
berkunjung pada suatu negara (In-Bound-Tourist).
2. Wisatawan nasional (wisnas), wisatawan yang tidak lain adalah warga
negara sendiri yang melakukan perjalanan wisata ke luar negeri (Out-
Bound-Tourist).
3. Wisatawan nusantara (wisnus), yaitu wisatawan dalam negeri (domestic
tourist) yang melakukan perjalanan wisata di dalam negeri. Wisnus dari
sisi ekonomi dibagi atas dua yaitu; pertama, Domestic In-Bound Tourist,
yakni wisnus yang datang berkunjung ke suatu propinsi lain yang bukan
propinsi dimana biasanya ia tinggal atau menetap. Kedua, Domestic Out-
Bound Tourist, yaitu wisnus yang melakukan perjalanan wisata ke propinsi
lain yang bukan propinsi dimana biasanya ia tinggal atau menetap.
Wisata Alam
Menurut Suwantoro (1997), wisata alam merupakan bentuk kegiatan wisata
yang memanfaatkan potensi sumber daya alam serta tata lingkungan yang ada.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 Pasal 1 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman
10
10
Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, menyatakan bahwa wisata alam adalah
kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara
sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati keunikan dan keindahan alam
di taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Sumber daya alam
yang dimaksudkan adalah sumber daya alam yang berpotensi serta mempunyai
daya tarik bagi wisatawan. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan)
Goa Pindul merupakan salah satu wisata alam dengan komponen penawaran
(supply) dalam industri pariwisata yang bersumber dari alam (natural resources).
Berdasarkan pengelompokkan daya tarik bagi wisatawan yang datang pada suatu
tempat wisata, Goa Pindul termasuk kedalam kelompok natural attraction.
Natural attraction merupakan daya tarik wisata yang bersifat alamiah yang mana
atraksi wisata ini disediakan sudah oleh alam (Yoeti, 2008).
Goa Pindul juga termasuk kedalam wisata mass tourism. Permasalahan dari
mass tourism adalah adanya ancaman terhadap lingkungan karena pemanfaatan
yang melebihi daya dukung lingkungan (Vanhove, 2005). Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI, 2018) memberikan pengertian terhadap daya dukung sebagai
jumlah maksimum populasi yang mendukung kelangsungan kehidupan di alam.
Organisasi Wisata Dunia atau World Tourism Organisation (WTO) memberi
pengertian daya dukung wisata sebagai jumlah maksimum orang yang boleh
mengunjungi tempat satu wisata pada saat bersamaan tanpa menyebabkan
kerusakan lingkungan fisik, ekonomi, sosial budaya dan penurunan kualitas yang
merugikan bagi kepuasan wisatawan (Livina, 2009 dalam Siswantoro et al, 2012).
Kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan yang melebihi daya dukung
lingkungan akan berbahaya bagi pengunjung serta mengancam keberlanjutan
kegiatan wisata. Apabila kegiatan wisata tidak berlanjut, maka nilai ekonomi
suatu kawasan wisata alam sebagai penghasil jasa wisata akan hilang.
11
sering kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis yang sering tidak
terkuantifikasikan dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai dari sumber daya.
Nilai tersebut tidak saja nilai pasar barang yang dihasilkan dari suatu sumber daya
melainkan juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumber daya tersebut
(Fauzi, 2014).
Lipton et al (1995) menyatakan bahwa pengukuran nilai ekonomi
didasarkan pada preferensi individu. Individu mengekspresikan preferensi mereka
melalui pilihan dan pengorbanan yang mereka lakukan saat menghadapi
keterbatasan. Nilai ekonomi adalah ukuran jumlah maksimal barang dan jasa yang
dikorbankan oleh individu untuk mendapatkan barang, jasa, atau suatu keadaan
tertentu. Menurut Wen (1996) dalam Tiesdell (2001), konsep total nilai ekonomi
mampu mengukur secara moneter nilai total dari penggunaan lingkungan baik
nilai-nilai pasar maupun non pasar. Nilai-nilai tersebut meliputi keberadaan
(existence), pilihan (option) dan warisan (bequest).
SDAL menyediakan berbagai layanan barang dan jasa yang sangat bernilai
bagi manusia. Layanan tersebut sebagian mampu ditangkap oleh mekanisme pasar.
Namun, tidak semua layanan mampu ditangkap oleh mekanisme pasar. Menurut
Fauzi (2014), salah satu metode yang digunakan untuk mengukur nilai dari
sumber daya alam dan jasa lingkungan adalah Revealed Preference Method
(RPM) atau preferensi yang terungkap. RPM dapat diartikan sebagai penilaian
komponen SDAL yang tidak terpasarkan melalui pengeluaran yang dikeluarkan
oleh seseorang melalui mekanisme pasar (Pearce et al, 2006 dalam Fauzi, 2014).
Lebih lanjut, Pearce et al (2006) dalam Fauzi (2014) menyatakan bahwa salah
satu kekuatan pendekatan RPM adalah karena metode ini didasarkan pada
keputusan aktual yang dilakukan seseorang atau rumah tangga. Salah satu metode
dalam kelompok RPM adalah metode biaya perjalanan atau Travel Cost Method
(TCM). Metode ini biasanya digunakan untuk menilai komponen non guna dari
tempat rekreasi dengan mengamati biaya perjalanan yang dikeluarkan seseorang
menuju tempat rekreasi tersebut.
Willingness to Pay
Konsep mengenai besaran korbanan maksimum barang atau jasa seseorang
untuk mendapatkan barang atau jasa lain disebut keinginan membayar
13
(willingness to pay) seseorang terhadap barang atau jasa yang dihasilkan oleh
sumber daya alam dan lingkungan (Fauzi, 2014). Willingness to Pay (WTP) juga
diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari
terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2010). Metode ini merupakan
metode yang langsung ditanyakan pada pengunjung mengenai nilai atau harga
yang bersedia mereka berikan terhadap barang dan jasa yang tidak memiliki harga
pasar seperti sumber daya alam. Nilai WTP dapat menggambarkan manfaat dari
suatu kebijakan yang akan diajukan seperti perbaikan lingkungan (Fauzi, 2014).
WTP biasanya dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada
responden tentang kesediaan seseorang untuk membayar pihak lain sebagai
kompensasi untuk tetap memelihara sumber daya alam tersebut (Yakin, 1997).
Metode WTP dapat digunakan sebagai dasar dalam penetapan tarif masuk wisata
karena besarnya tarif masuk yang sebenarnya bersedia dibayarkan oleh
pengunjung tidak selalu sama dengan harga tiket existing. Kenaikan tarif tiket
existing dapat digunakan untuk mengurangi jumlah kunjungan sehingga beban
yang diterima lingkungan untuk kegiatan wisata dapat berkurang.
Terdapat beberapa cara untuk mendapatkan besaran WTP dari seseorang.
Menurut Fauzi (2014), metode untuk memunculkan nilai WTP disebut metode
elisitasi, yaitu teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari
responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu.
Format tersebut umumnya terdiri dari lima format, antara lain: Open Endeed
(pertanyaan terbuka), Bidding Game (permainan lelang), Payment Card (kartu
pembayaran), Single Bounded Dischotomus dan Double Bounded Dischotomus.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait persepsi wisatawan, estimasi nilai ekonomi, faktor-
faktor yang memengaruhi permintaan wisata, WTP pengunjung wisata dan wisata
alam Goa Pindul telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Ringkasan
penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
14
14
6. Ekayani et al (2014): Travel Cost Method Nilai ekonomi total dari tiga objek
Wisata Alam Taman wisata yang paling banyak
Nasional Gunung dikunjungi wisatawan
Halimun Salak: Solusi Rp12.781.131.349/ tahun.
Kepentingan Ekologi
dan Ekonomi Kontribusi terhadap konservasi jika
Perhitungan Dana menerapkan tarif saat berlaku
Konservasi dan WTP sebesar Rp286.720.000 jika
pengunjung menggunakan WTP Rp515.145.075
KERANGKA PENELITIAN
Goa Pindul merupakan salah satu destinasi wisata alam yang ada di
Gunungkidul tepatnya di Desa Wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo,
Kabupaten Gunungkidul. Goa Pindul memiliki jumlah kunjungan yang cukup
tinggi terutama saat peak season. Tingginya jumlah kunjungan ini sudah melebihi
kapasitas daya dukung lingkungan (Sabar, 2016). Hal ini dikhawatirkan dapat
merusak kelestarian lingkungan Goa Pindul yang mana dapat menghilangkan nilai
ekonomi Goa Pindul sebagai penghasil jasa wisata.
Wisata alam Goa Pindul berhubungan erat dengan pengunjung karena nilai
ekonomi wisata muncul dari adanya biaya perjalanan dan belanja pengunjung
(travel cost). Oleh karena itu kelestarian alam di wisata alam goa pindul penting
untuk dijaga karena merupakan daya tarik utama bagi pengunjung, sehingga
penting untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan
lingkungan serta fasilitas wisata di Goa Pindul. Persepsi pengunjung mengenai
kondisi alam dan lingkungan digunakan untuk mengetahui dampak keberadaan
wisata terhadap kondisi alam Goa Pindul. Persepsi pengunjung mengenai fasilitas
dan aksesibilitas menuju wisata juga perlu diketahui agar pengelola dapat
meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung tanpa merusak kelestarian sumber
daya alam di Goa Pindul.
Goa Pindul memiliki nilai ekonomi wisata. Nilai ekonomi tersebut
diestimasi dengan pendekatan besarnya biaya perjalanan yang dikeluarkan
pengunjung dalam berwisata (Fauzi, 2010). Lebih lanjut, Fauzi (2010)
menyatakan bahwa biaya perjalanan yang dikeluarkan tersebut merupakan
besarnya nilai yang diberikan pengunjung kepada sumber daya alam dan
lingkungan di lokasi wisata. Oleh karena itu, nilai ekonomi perlu diestimasi untuk
melihat seberapa besar nilai ekonomi wisata Goa Pindul sehingga dapat diketahui
nilai yang hilang apabila objek wisata tersebut mengalami kerusakan.
Tingginya jumlah kunjungan di objek wisata alam Goa Pindul
dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius dalam
jangka waktu panjang. Oleh karena itu, perlu diestimasi tarif masuk sesuai WTP
pengunjung yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengontrol jumlah
kunjungan. Tarif masuk ini diestimasi melalui pendekatan Willingness to Pay
20
20
(WTP) pengunjung terhadap harga tiket masuk karena tarif masuk lokasi wisata
tidak selalu sama dengan harga sebenarnya yang bersedia dibayarkan. Penerapan
tarif masuk sesuai WTP tersebut juga dapat digunakan untuk mengestimasi
besarnya jumlah kunjungan dan penerimaan pengelola dengan harga yang baru.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan pengembangan
wisata alam yang dapat menjaga kelestarian sumber daya alam di Goa Pindul.
Alur penelitian ini secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 1.
Estimasi jumlah
pengunjung dan
penerimaan pengelola pada
tarif tiket sesuai WTP
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di objek wisata Goa Pindul yang terletak di Desa
Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, DIY. Pemilihan
lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan Goa Pindul merupakan
objek wisata yang ditetapkan UNESCO sebagai bagian dari Global Geoparks
Networks sehingga harus dilindungi kelestariannya. Menurut Sabar (2016),
kegiatan wisata Goa Pindul memiliki jumlah kunjungan yang melebihi daya
dukung kawasan sehingga dikhawatirkan menyebabkan kerusakan lingkungan di
Goa Pindul. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan Juni-Juli 2018.
Interval sangat buruk = 0% s/d 25% Interval buruk = 25,1% s/d 50%
Interval baik = 50,1% s/d 75% Interval sangat baik= 75,1% - 100%
Persepsi pengunjung terhadap wisata Goa Pindul dibagi dua aspek yakni
aspek lingkungan dan aspek fasilitas. Aspek lingkungan mencakup kondisi wisata
Goa Pindul, kondisi gua untuk hewan, kualitas air yang mengalir di aliran Goa
Pindul serta kebersihan lokasi wisata dari sampah plastik. Beberapa kategori dan
indikator persepsi pengunjung terhadap aspek lingkungan wisata Goa Pindul
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kategori dan indikator persepsi pengunjung terhadap kondisi alam dan
lingkungan wisata Goa Pindul
No Kategori Indikator Keterangan
1. Kondisi Goa Sangat Buruk Kondisi dimana kondisi gua buruk dan
Pindul wisatawan tidak tertarik untuk datang
kembali
Buruk Kondisi dimana kondisi gua biasa saja dan
wisatawan kurang tertarik untuk datang
kembali
Baik Kondisi dimana kondisi gua biasa saja
namun tetap menarik minat wisatawan untuk
datang kembali
Sangat Baik Kondisi dimana kondisi gua indah dan
menarik minat wisatawan untuk datang
kembali
2. Kondisi gua untuk Sangat Buruk Tidak ada hewan didalam gua
hewan Buruk Hewan yang tinggal sangat sedikit
Baik Hewan yang tinggal banyak
Sangat Baik Hewan yang tinggal banyak dengan
bermacam jenis
2. Kualitas air Sangat Buruk Kotor, berwarna, dan berbau
Buruk Keruh, bersih, sedikit berbau
Baik Jernih, bersih, tidak berbau
Sangat Baik Sangat jernih, bersih, tidak berbau
3. Kebersihan Sangat Buruk Sampah yang berserakan sangat banyak
Buruk Sampah yang berserakan cukup banyak
Baik Terdapat sedikit sampah berserakan
Sangat Baik Tidak ada sampah yang berserakan
24
24
Keterangan :
NE = Nilai ekonomi kawasan wisata dalam satu tahun (rupiah)
SK = Surplus konsumen
N = Jumlah kunjungan individu i
b1 = Koefisien dari biaya perjalanan
TP = Total kunjungan dalam satu tahun (orang)
Metode TCM atau biaya perjalanan mendasarkan pada asumsi bahwa
konsumen menilai tempat rekreasi berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan
untuk dapat sampai ke tempat tujuan (Nurfatriani, 2006). Metode biaya perjalanan
digunakan untuk menduga besarnya surplus konsumen (SK) yang diterima
konsumen (wisatawan). Surplus konsumen menunjukkan keuntungan yang
diperoleh konsumen karena mereka membeli suatu komoditas (Sugiarto et al.
26
26
a. Merumuskan hipotesis
H0 : semua variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
H1 : semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel dependen.
b. Menentukan F hitung dan nilai signifikansi
c. Menentukan F tabel
F tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada tingkat signifikansi 0,05 dengan df 1
(jumlah variabel-1) dan df 2 (n-k-1).
d. Kriteria Pengujian
- Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima.
- Jika F hitung > F tabel maka Ho tidak diterima.
e. Membuat Kesimpulan
3. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah nilai residual yang
dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang
baik adalah yang memiliki nilai residual terdistribusi secara normal. Uji tersebut
dapat dilakukan dengan “normality test” pada residual hasil persamaan model.
Jika dalam grafik hasil uji tersebut keberadaan titik-titik pada garis berbentuk
linier atau didapat P-value lebih besar dari taraf nyata, maka asumsi kenormalan
dapat terpenuhi.
4. Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2013), uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel bebasnya. Deteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari output
regresi, dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerance. Jika VIF
kurang dari 10 dan tolerance lebih dari 0,1, maka dapat dikatakan tidak terdapat
multikolinieritas dalam model.
5. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam terjadi
ketidaksamaan variasi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
29
Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan upaya pelestarian SDAL
wisata dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah kunjungan melalui
peningkatan tarif masuk Goa Pindul. Adanya upaya ini diharapkan dapat
mengurangi beban yang diterima lingkungan akibat terjadinya over carrying
capacity terutama saat peak season. Selain itu, peningkatan tarif masuk lokasi
wisata dapat membantu pendanaan pengembangan dan pelestarian ekosistem
objek wisata Goa Pindul. Apabila upaya ini dilakukan, maka berapa besaran
dana yang ingin anda keluarkan terhadap tarif tiket masuk yang berlaku saat ini
sebagai wujud kontribusi agar wisatawan tetap bisa menikmati Goa Pindul?”.
Langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai dari penawaran. Nilai
penawaran tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara yang bertujuan
untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari pengunjung
menggunakan teknik payment card. Teknik mendapatkan nilai WTP ini dilakukan
dengan cara memberikan opsi nilai yang sudah ditentukan, sehingga responden
hanya memilih salah satu nilai yang tersedia. Metode ini dipilih untuk
memudahkan pengunjung menentukan pilihan besaran kemauan membayar sesuai
dengan yang mereka inginkan. Harga terendah merupakan harga tiket existing
yakni Rp50.000 sedangkan harga tertinggi yaitu Rp200.000 diperoleh dari batas
kemauan responden mau membayarkan harga tiket.
Langkah terakhir adalah memperkirakan nilai rataan WTP responden
dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden, yaitu didapatkan dengan
jumlah responden yang membayar WTP ke-i (frekuensi) dibagi dengan jumlah
relatif responden (frekuensi relatif) kemudian dikalikan dengan nilai WTP
masing-masing. Nilai rataan WTP diestimasi menggunakan rumus Hanley dan
Spash (1993) dalam Fauzi (2010):
∑𝑛=1
𝑖=1 𝑊𝑖
𝐸𝑊𝑇𝑃 = ......... (3)
n
Keterangan :
EWTP = Nilai rataan WTP (Rp)
Wi = Nilai WTP ke-i (Rp)
n = Jumlah responden (orang)
i = Responden ke-i yang bersedia membayar tarif masuk lokasi
wisata (i= 1,2,…,n)
31
T1 JK1 P1
Keterangan :
T0 = Tarif awal
T1 = Tarif sesuai WTP
JK0 = Jumlah kunjungan saat tarif awal
JK1 = Jumlah kunjungan saat tarif sesuai WTP
P0 = Penerimaan saat tarif awal
P1 = Penerimaan saat tarif awal
32
32
33
GAMBARAN UMUM
Keadaan Umum Wilayah
Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Daerah
Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten
Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta. Wilayah dengan jumlah penduduk sebanyak 748.199 jiwa
ini, dibagi menjadi 18 kecamatan dan 144 desa (Desa Bejiharjo, 2018).
Mertani naik ke salah satu bukit dan menginjak tanah di puncak bukit. Dengan
kesaktiannya, tanah yang diinjak pun runtuh dan mengangalah sebuah lubang
besar dengan aliran air di bawahnya. Sang bayi kemudian dibawa turun ke dan
dimandikan di dalam gua di bawah lubang tadi. Saat dimandikan, pipi sang bayi
terbentur (Jawa: kebendhul) batu yang ada di dalam. Karena peristiwa tersebut,
akhirnya goa itu diberi nama Goa Pindul.
Harga tiket masuk Goa Pindul yang ditetapkan oleh BUMDes Maju Mandiri
dan disepakati bersama dengan kelompok sadar wisata adalah sebesar Rp50.000
per orang per kunjungan. Harga ini mencakup retribusi masuk kawasan wisata
sebesar Rp10.000, asuransi keselamatan pengunjung sebesar Rp5.000, serta biaya
operasional Rp35.000. Lokasi wisata Goa Pindul juga menyediakan lahan parkir
dengan tarif bervariasi. Tarif parkir untuk kendaraan dibandrol dengan harga
Rp2.000 per sepeda motor dan Rp10.000 per mobil atau minibus. Khusus
penggunaan toilet dikenakan tarif sebesar Rp2.000 sampai dengan Rp3.000 dan
penggunaan ruang ganti pakaian dikenakan tarif sebesar Rp1.000 per orang.
Pengunjung juga dapat menitipkan barang bawaan seperti tas dan barang berharga
lainnya di tempat penitipan barang dengan tarif sebesar Rp2.000 per tas.
Pindul melalui internet dengan presentase sebesar 48%. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa internet mampu menjadi sarana penyebaran informasi
wisata alam Goa Pindul.
Alasan mayoritas responden (66%) memilih lokasi wisata Goa Pindul
sebagai tujuan wisata karena atraksi yang ditawarkan begitu menarik. Mayoritas
responden menghabiskan waktu di Goa Pindul selama kurang lebih 2-3 jam
dengan presentase sebesar 47%. Sifat kunjungan responden juga berbeda-beda.
Responden yang datang seorang diri ke wisata alam Goa Pindul sangat sedikit
yakni hanya 9%. Sebaliknya, responden dengan sifat kunjungan tertinggi yakni
mereka yang datang bersama dengan teman sebesar 55%. Responden wisatawan
mancanegara memiliki presentase sebesar 100% dengan sifat kunjungan bersama
teman. Data lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
42
42
43
terdapat beberapa responden yang menilai bahwa kondisi gua kurang baik akibat
adanya kegiatan wisata dirasa mengganggu hewan-hewan yang tinggal di dalam
gua. Namun, secara umum dapat disimpulkan bahwa kondisi Goa Pindul dari
aspek lingkungan dinilai baik oleh responden. Hal ini menunjukan bahwa sumber
daya alam di objek wisata Goa Pindul saat ini belum mengalami kerusakan akibat
dari kegiatan wisata menurut persepsi responden wisatawan.
Berdasarkan Tabel 10 juga dapat diketahui bahwa persepsi pengunjung
mengenai aspek fasilitas yang dirasakan responden sangat bervariasi. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti keadaan fasilitas yang dirasakan oleh
responden saat itu. Berdasarkan Tabel 10, secara umum kondisi fasilitas serta
aksesibilitas dinilai baik oleh responden terutama mengenai pelayanan oleh
pengelola yang sangat baik. Responden menilai pengelola sangat ramah dan
banyak membantu wisatawan dalam melaksanakan aktivitas wisata. Namun,
terdapat penilaian terendah sebesar 49% yakni toilet dan tempat parkir. Hal ini
disebabkan masih terdapat beberapa toilet yang kurang bersih serta lokasi parkir
yang kurang luas dan belum tertata dengan rapi. Oleh karena itu, pengelola
diharapkan dapat memperbaiki fasilitas dengan penilaian yang masih rendah agar
kepuasan yang dirasakan pengunjung dapat meningkat.
yang dimaksud yakni terbebas dari masalah sebaran data yang tidak normal,
multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedatisitas. Oleh karena itu pengujian
statistik perlu dilakukan untuk mengetahui kebaikan dari model yang telah
dibentuk. Berikut uji yang dilakukan untuk membuktikan kebaikan dari model:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian dengan menggunakan Uji One Sample
Kolomogorov Smirnov. Dalam hal ini, apakah distribusi residual terdistribusi
normal atau tidak. Residual terdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih dari
0,05 (Priyatno, 2014). Pada penelitian ini, output dari hasil Uji One Sample
Kolomogorov Smirnov diketahui bahwa nilai signifikansi (Asymp.Sig 2-Tailed)
sebesar 0,2. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yang berarti
terdistribusi normal, maka model regresi layak dipakai untuk prediksi faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan kunjungan wisata alam Goa Pindul
berdasar masukan variabel independennya. Output Uji One Sample Kolomogorov
Smirnov dapat dilihat pada Lampiran 4.
2. Uji Multikolinieritas
Cara untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinieritas dalam
penelitian ini dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerance.
Menurut Ghozali (2013), apabila nilai VIF kurang dari 10 dan Tolerance lebih
dari 0,1, maka dinyatakan tidak terdapat multikolinieritas. Berdasarkan Output
Coeffitients (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa nilai Tolerance kelima variabel
lebih dari 0,10 dan VIF kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi multikolinieritas atas variabel bebas dalam model penelitian ini.
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang disusun
menurut waktu atau tempat. Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini
menggunakan uji Run Test. Hipotesis yang akan di uji yakni H0 apabila tidak
terjadi masalah autokorelasi dan H1 apabila terjadi masalah autokorelasi.
Berdasarkan hasil uji Run Test (Lampiran 5) didapat nilai P-value sebesar 0,827
lebih besar dari taraf nyata yang digunakan sehingga hipotesis H0 diterima yang
berarti tidak terdapat masalah Autokorelasi.
47
4. Uji Heteroskedastisitas.
Regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastisitas. Pengujian
heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Glejser. Berdasarkan
output Uji Glejser hasil olahan data menunjukkan keseluruhan nilai P-value lebih
besar dari taraf yata yang digunakan yakni sebesar 0,05. Hal ini mengartikan
bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasil Uji Glejser dapat dilihat
pada Lampiran 6.
Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan variabel independen
yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yakni total biaya perjalanan
(X1) dengan p-value lebih kecil dari taraf nyata sebesar 5%. Hasil pengolahan
data dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut merupakan faktor yang berpengaruh
secara signifikan terhadap permintaan wisata Goa Pindul pada taraf nyata 5%
hanya total biaya perjalanan (X1) yang dikeluarkan pengunjung.
Variabel total biaya perjalanan (X1) berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap permintaan wisata pengunjung Goa Pindul pada taraf nyata 5%. Output
regresi menghasilkan koefisien pendapatan total sebesar -0,586. Nilai ini berarti
jika total biaya perjalanan meningkat sebesar 1%, maka akan menurunkan
permintaan wisata Goa Pindul sebesar 0,586%, dengan asumsi peubah lain tetap
(cateris paribus). Intepretasi dalam bentuk elastisitas karena persamaan dalam
model logaritma natural (Ghozali, 2013). Kondisi ini sesuai dengan teori
permintaan dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga
yang ditawarkan akan mengurangi permintaan konsumen terhadap barang atau
jasa tersebut. Teori tersebut ternyata juga berlaku pada permintaan wisata Goa
Pindul.
Berdasarkan hasil analisis regresi jumlah kunjungan dengan biaya
perjalanan (Lampiran 7), diperoleh koefisien sebesar 0,00007263 satuan.
Koefisien ini digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai ekonomi wisata alam
Goa Pindul. Estimasi nilai ekonomi wisata alam Goa Pindul dapat dilihat pada
Tabel 12.
48
48
ekstrem, yakni tidak akan ada lagi kegiatan wisata yang artinya Goa Pindul akan
kehilangan nilai jasa wisata sebesar Rp110.865.510.120 tersebut. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pembatasan jumlah pengunjung agar tidak merusak lingkungan
wisata Goa Pindul. Pembatasan ini dapat dilakukan melalui sistem ticketing oleh
pemerintah terhadap pengelola yang lebih ketat baik secara online maupun offline.
Estimasi Tarif Masuk Sesuai WTP Pengunjung Goa Pindul
Jumlah pengunjung yang tinggi pada objek wisata Goa Pindul
dikhawatirkan dapat menjadi salah satu ancaman bagi kelestarian sumber daya
alam objek wisata tersebut. Oleh karena itu, jumlah kunjungan tersebut harus
dikontrol agar tidak menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan di sekitar lokasi
wisata Goa Pindul. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengontrol jumlah
kunjungan adalah melalui peningkatan tarif tiket masuk wisata. Peningkatan tarif
tiket masuk wisata dapat menurunkan jumlah pengunjung, dimana pengunjung
yang tidak menghendaki kenaikan tarif tiket masuk akan mencari alternatif wisata
lain sesuai dengan WTP nya. Disisi lain, penurunan jumlah pengunjung dapat
menurunkan pendapatan bagi pengelola wisata, sehingga perlu dilihat WTP
pengunjung terhadap tiket masuk yang sebaiknya dapat diberlakukan.
Berdasarkan data pada Tabel 13, terdapat sebanyak 86% wisatawan baik
wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) yang
bersedia membayar lebih terhadap tarif masuk di objek wisata Goa Pindul dari
harga tarif existing, sedangkan 14% sisanya tidak bersedia meningkatkan besaran
tarif tiket masuk. Alasan pengunjung yang tidak bersedia membayar cukup
bervariasi, antara lain: merasa konservasi lingkungan adalah tanggung jawab
pemerintah dan pengelola, merasa sudah cukup terhadap harga tiket wisata yang
saat ini berlaku. Kesediaan pengunjung membayar lebih tinggi dari tarif masuk
saat ini di objek wisata Goa Pindul dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kesediaan pengunjung meningkatkan tarif masuk objek wisata Goa
Pindul tahun 2018
Kesediaan Wisatawan nusantara (Wisnus) Wisatawan mancanegara (Wisman)
meningkatkan tarif Frekuensi Proporsi Frekuensi Proporsi
masuk (orang) (%) (orang) (%)
Ya 56 80 30 100
Tidak 14 20 0 0
Total 70 100 30 100
Sumber: Data Primer (diolah) 2018
50
50
bersedia membayar pada tarif tiket masuk sesuai rataan WTP pengunjung. Hal ini
dapat diartikan bahwa dengan penetapan tarif tiket wisata alam Goa Pindul sesuai
rataan WTP pengunjung dapat mengurangi jumlah pengunjung. Pengunjung yang
tidak bersedia membayar di bawah WTP rataan tidak akan berwisata di tempat
tersebut. Peningkatan tarif masuk sesuai rataan WTP pengunjung ini dapat
digunakan sebagai alat untuk mengontrol jumlah kunjungan agar beban yang
diterima lingkungan sebagai lokasi wisata dapat berkurang.
Penerapan tarif masuk sesuai rataan WTP pengunjung dapat digunakan
untuk mengestimasi jumlah pengunjung dan penerimaan pengelola. Data
mengenai besarnya jumlah pengunjung dan estimasi penerimaan pengelola
berdasarkan WTP pengunjung sebelum dan setelah ditetapkan tarif masuk sesuai
WTP pengunjung dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Estimasi penerimaan pengelola dengan penetapan tarif masuk sesuai
WTP pengunjung wisata Goa Pindul
Wisnus Wisman Total
Kondisi Revenue Revenue Revenue
Tiket Kunjungan Tiket Kunjungan Kunjungan
(Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)
(P1) (Q1) (I1) (P2) (Q2) (I2) (P1+P2) ∆% (I1+I2) ∆%
a. 50.000 144.289 7.214,45 50.000 795 39,75 145.084 7.254,20
b. 64.821 95.334 6.179,63 125.667 318 39,96 95.652 -34 6.219,59 -14
c. 60.000 128.829 7.729,77 200.000 265 53,00 129.094 -11 7.782,76 7
Sumber: Data Primer (diolah) 2018
Keterangan :
a = Kondisi existing
b = WTP rataan
c = Tarif baru yang disarankan (WTP Optimum)
Berdasarkan data pada Tabel 15, tarif tiket masuk Goa Pindul existing
sebesar Rp50.000/tiket. Jika nilai ini diterapkan sebagai tarif tiket masuk wisata
Goa Pindul, maka pengunjung yang memberikan nilai WTP Rp50.000 ke atas
akan ikut berwisata. Oleh sebab itu, dapat diestimasikan penerimaan pengelola
wisata sebesar Rp7.254.200.000/tahun. Estimasi penerimaan tersebut lebih besar
jika dibandingkan estimasi penerimaan dengan penerapan tarif wisata sesuai
rataan WTP pengunjung (Rp64.821/tiket/wisnus dan Rp125.667/tiket/wisman),
yaitu Rp6.219.594.587/tahun. Penetapan tarif ini berakibat pada total jumlah
kunjungan yang mengalami penurunan sebesar 34% dalam satu tahun. Namun,
penetapan tarif ini juga berakibat pada total penerimaan pengelola yang
52
52
mengalami penurunan sebesar 14% dalam satu tahun jika dibandingkan dengan
penerimaan saat penerapan harga tarif tiket existing. Penurunan penerimaan
pengelola ini dikhawatirkan akan menyebabkan pengelolaan wisata alam Goa
Pindul yang tidak berlanjut. Hal ini dikarenakan pengelola enggan menerima
penerimaan yang lebih rendah dari penerapan harga tiket existing.
Estimasi penurunan pengunjung dengan penerimaan pengelola wisata alam
Goa Pindul terbesar adalah pada penerapan tarif masuk sebesar Rp60.000 untuk
wisatawan nusantara dan Rp200.000 per wisatawan mancanegara per kunjungan
(Lampiran 8). Penerapan tarif ini dapat meningkatkan total penerimaan pengelola
hingga 7% per tahunnya. Selain itu, penerapan tarif ini juga dapat menurunkan
total kunjungan sebesar 11% per tahunnya. Meskipun pada penelitian terdahulu
(Sabar, 2016) menyarankan agar jumlah penurunan mencapai 40%, namun
penetapan tarif ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi jumlah
kunjungan agar beban yang diterima lingkungan akibat adanya aktivitas wisata
dapat berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tiket masuk yang
diterapkan sesuai WTP pengunjung dapat digunakan sebagai alat untuk
mengontrol jumlah pengunjung terutama saat peak season, jika kondisi kunjungan
sudah mengalami over carrying capacity. Selain itu, penetapan tarif ini dapat
memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal dalam potensi pendapatan
tambahan dari adanya kegiatan wisata alam Goa Pindul.
Jumlah kujungan per tahun diperoleh dari proporsi wisatawan yang bersedia
membayar tarif pada harga tersebut dikalikan dengan jumlah kunjungan setahun
Goa Pindul pada tahun 2017 (145.084 kunjungan). Harga yang ditetapkan dalam
penelitian ini masih dalam kurun waktu satu tahun. Oleh karena itu, perlu
penelitian lebih lanjut untuk menghitung besarnya jumlah pengunjung saat peak
season dan low season. Besarnya biaya konservasi terhadap kawasan wisata Goa
Pindul belum diestimasi secara jelas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai estimasi biaya konservasi kawasan wisata Goa Pindul.
53
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online [Internet]. [diunduh 2018
Oktober 2]; Tersedia pada: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi.index.php
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013. Jakarta
(ID): Badan Pusat Statistik (BPS)
Budiaji W. 2013. The Measurement Scale and The Number of Responses in Likert
Scale. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan (JIPP). Vol 2(2): 127-133
Desy E. 2017. Manfaat ekonomi dan daya dukung Kawasan Wisata Laut Pasir
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Douglas JR. 1970. Forest Recreation. New York (US): McGraw-Hill Book
Company
Ermayanti F. 2012. Valuasi ekonomi objek wisata Ndayu Park dengan metode
biaya perjalanan dan metode valuasi kontingensi [skripsi]. Surakarta (ID):
Universitas Sebelas Maret
Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta (ID): P.T Gramedia Pustaka Utama Jakarta
56
56
Fauzi A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan. Bogor (ID): PT IPB Press
Gunung Sewu Geopark. 2016. Gunung Sewu Resmi Menjadi Global Geopark.
Sekretariat Geopark Gunung Sewu [Internet]. [diunduh 2018 Agustus 20].
Tersedia pada: http://gunungsewugeopark.org/
Ismail A, Nuva, dan Pekasa LA. 2011. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan
Willingness to Pay Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah (Studi Kasus di
Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara). Jurnal Ekonomi Lingkungan VoI
15(2): 51-69
Latifah N. 2017. Estimasi nilai dan dampak ekonomi wisata Pantai Klayar Pacitan
Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Lipton DW, Wellman K, Sheifer IC, and Weiher RF. 1995. Economic Valuation
of Natural Resources-A Handbook for Coastal Resource Policymakers. East
West Highway (US): National Oceanic and Atmospheric Adminstration
Rahayu S. 2005. SPSS Versi 12.00 dalam Riset Pemasaran. Bandung (ID):
ALFABETA Bandung
Sinaga F. 2014. Estimasi nilai dan dampak ekonomi wisata alam Curug Cigamea
di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Wanti W, Syaukat Y, dan Juanda B. 2014. Analisis Nilai Ekonomi Wisata Kebun
Kina Bukit Unggul Kabupaten Bandung. Jurnal Ekonomi Pertanian,
Sumberdaya Dan Lingkungan. Vol 1 (2): 44-55
Yakin A. 1997. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan: Teori dan Kebijakan
Berkelanjutan. Jakarta (ID): Akademika Presindo
LAMPIRAN
60
60
61
Lampiran 1. Data sosial ekonomi responden pengunjung wisata Goa Pindul 2018
Total
Jumlah
No Alamat JK Usia Pendidikan Pekerjaan Pendapatan
Keluarga
(RP)
1 Sukoharjo L 49 13 4 Swasta 2.000.000
2 Cilacacap P 45 16 4 PNS 5.000.000
3 Semarang L 50 17 4 Swasta 5.000.000
4 Klaten P 39 19 2 PNS 10.000.000
5 Malang L 42 16 2 Swasta 4.600.000
6 Cilegon L 33 14 3 Swasta 5.000.000
7 Banten P 32 13 3 Swasta 5.000.000
8 Serang P 37 13 3 IRT 3.258.000
9 Wonosari P 37 16 4 Swasta 15.000.000
10 Bandung L 54 17 5 Swasta 4.000.000
11 Jogjakarta P 25 13 3 Swasta 16.000.000
12 Cianjur P 34 17 4 Swasta 18.500.000
13 Malang P 24 17 4 Swasta 10.000.000
14 Surabaya L 53 17 4 Swasta 15.000.000
15 Sukoharjo P 20 17 5 Pelajar 11.000.000
16 Bandung L 34 13 4 Wirausaha 16.000.000
17 Bandung P 32 13 4 Swasta 3.000.000
18 Semanu P 30 17 5 Swasta 2.000.000
19 Bekonang L 27 17 4 Swasta 12.000.000
20 sukoharjo L 29 13 5 Swasta 4.000.000
21 Polokarto L 33 13 4 Swasta 3.800.000
22 Tasikmalaya L 61 17 2 Swasta 16.000.000
23 Tasikmalaya P 28 17 4 Swasta 3.950.000
24 Jakarta L 60 18 6 Pensiunan 5.000.000
25 Jakarta L 29 18 5 PNS 4.000.000
26 Pasuruan L 22 13 2 Swasta 3.500.000
27 Surabaya L 25 13 6 Swasta 3.450.000
28 Bantul L 25 13 3 Swasta 7.000.000
29 Mojokerto L 26 13 5 Swasta 3.300.000
30 Surabaya L 52 17 4 Swasta 10.000.000
31 Bondowoso P 32 17 3 PNS 10.000.000
32 sukoharjo L 28 13 3 Swasta 4.000.000
33 Bondowoso P 35 13 5 PNS 10.000.000
34 Gunungkidul L 25 13 5 Swasta 3.000.000
35 Gunungkidul L 23 12 7 Swasta 3.000.000
36 Bekasi P 32 17 2 Swasta 6.500.000
37 Bekasi L 33 17 2 PNS 6.500.000
38 Tegal P 51 13 5 Swasta 2.400.000
39 Lamongan L 32 17 4 Swasta 10.000.000
62
62
Lampiran 1. Data sosial ekonomi responden pengunjung Goa Pindul 2018 (lanjutan)
Total
Jumlah
No Alamat JK Usia Pendidikan Pekerjaan Pendapatan
Keluarga
(RP)
40 Tegal P 38 16 5 Swasta 5.000.000
41 Gunungkidul P 19 14 5 Pelajar 8.000.000
42 Bekasi P 23 18 4 Pelajar 7.000.000
43 Gunungkidul L 55 17 5 PNS 8.000.000
44 Surabaya L 25 13 4 Swasta 3.400.000
45 Bondowoso P 51 17 4 PNS 10.000.000
46 Semarang P 21 16 4 Pelajar 10.000.000
47 Tangerang P 48 15 3 Swasta 8.000.000
48 Kaliwungu P 22 17 4 Pelajar 10.000.000
49 Majalengka L 23 17 4 Pelajar 4.000.000
50 Jogjakarta P 23 17 3 Swasta 10.000.000
51 Jogjakarta P 23 17 5 Swasta 4.000.000
52 Jogjakarta L 52 16 4 PNS 7.000.000
53 Jogjakarta P 23 17 5 Swasta 5.000.000
54 Padang P 25 17 4 Swasta 1.500.000
55 Bawen P 36 17 4 Swasta 3.000.000
56 Jogjakarta P 36 20 4 Swasta 10.000.000
57 Jakbar P 50 14 3 Swasta 10.000.000
58 Padang P 25 19 3 Pelajar 1.000.000
59 Bangka L 35 17 4 Swasta 14.000.000
60 Tegal L 42 16 5 Swasta 5.000.000
61 Pasuruan L 22 13 2 Swasta 3.000.000
62 Jogja P 23 17 4 Swasta 4.500.000
63 Klaten L 45 17 3 Wirausaha 6.500.000
64 Boyolali P 49 13 4 Swasta 4.500.000
65 Sleman L 22 14 4 Pelajar 15.000.000
66 Jaktim L 20 14 4 Pelajar 6.000.000
67 Cirebon L 23 17 5 PNS 9.000.000
68 Sragen P 22 17 5 Pelajar 10.000.000
69 Sleman L 54 17 5 Swasta 4.000.000
70 Bantul P 25 13 3 Swasta 16.000.000
71 Germany P 28 17 3 Swasta 39.934.700
72 Malaysia P 26 18 1 Pelajar 2.000.000
73 UK P 21 16 5 Pelajar 9.544.500
74 Italia L 34 19 2 Swasta 59.122.000
75 Malaysia P 21 14 4 Pelajar 15.000.000
76 Germany P 24 19 5 Pelajar 9.986.940
77 Singapore L 34 15 4 Swasta 10.000.000
78 Filipina P 55 17 2 Wirausaha 27.100.000
79 Germany L 28 17 1 Swasta 42.000.000
63
Lampiran 1. Data sosial ekonomi responden pengunjung Goa Pindul 2018 (lanjutan)
Total
Jumlah
No Alamat JK Usia Pendidikan Pekerjaan Pendapatan
Keluarga
(RP)
80 Malaysia P 26 18 3 Pelajar 2.200.000
81 Germany P 24 19 5 Pelajar 9.986.940
82 Germany P 25 19 2 Pelajar 8.322.450
83 Malaysia P 41 19 8 PNS 42.684.000
84 Germany P 28 17 3 Swasta 49.934.700
85 Malaysia P 27 17 5 Swasta 10.679.757
86 Germany L 34 15 1 Swasta 51.599.190
87 UK L 27 20 4 Swasta 9.444.784
88 Malaysia P 40 13 6 Swasta 8.899.797
89 Singapore L 28 17 4 Swasta 3.325.000
90 Scotland P 17 13 3 Pelajar 6.448.987
91 UK P 22 17 5 Pelajar 5.425.727
92 Singapore P 25 17 5 Swasta 3.230.000
93 Italia L 34 19 2 Swasta 35.000.000
94 Scotland P 22 17 4 Swasta 12.328.940
95 Italia P 33 19 2 Swasta 38.000.000
96 Korea L 26 17 4 Swasta 12.000.000
97 Malaysia P 22 15 5 Pelajar 18.000.000
98 Thailand L 28 17 4 Swasta 8.021.600
99 Malaysia P 38 17 5 Wiraswasta 28.456.000
100 Malaysia L 45 17 4 Wiraswasta 32.724.400
64
64
Lama
Sumber Kunjungan Cara
No Tujuan Alasan memilih lokasi Kunjungan
informasi 5 Tahun Berkunjung
(jam)
1 Teman 2 Rekreasi Pemandangan yang menarik 3,5 Keluarga
2 Internet 1 Rekreasi Keunikan tempat 3 Keluarga
3 Teman 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 3 Keluarga
4 Teman 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 3 Sendiri
5 Keluarga 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 3 Teman
6 Internet 1 Rekreasi Pemandangan yang menarik 3,5 Keluarga
7 Internet 2 Rekreasi Pemandangan yang menarik 3,5 Keluarga
8 Teman 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 2,5 Keluarga
9 Internet 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 4 Sendiri
10 Internet 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 3 Teman
11 Teman 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 5 Teman
12 Internet 3 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 5 Keluarga
13 Internet 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 2 Keluarga
14 Internet 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 2 Teman
15 Keluarga 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 4 Teman
16 Internet 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 5 Teman
17 Keluarga 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 2 Keluarga
18 Keluarga 1 Rekreasi Pemandangan yang menarik 3 Keluarga
19 Keluarga 1 Rekreasi Keunikan tempat 4 Keluarga
20 Keluarga 1 Rekreasi Pemandangan yang menarik 4 Teman
21 Keluarga 1 Rekreasi Pemandangan yang menarik 3 Keluarga
22 Internet 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 4 Keluarga
23 Internet 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 4 Keluarga
24 Internet 1 Rekreasi Keunikan tempat 3 Keluarga
25 Teman 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 2 Keluarga
26 Internet 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 3 Teman
27 Internet 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 2 Teman
28 Teman 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 5 Sendiri
29 Internet 2 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 2 Teman
30 Teman 1 Rekreasi Keunikan tempat 5 Teman
31 Keluarga 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 4 Teman
32 Keluarga 1 Rekreasi Pemandangan yang menarik 4 Teman
33 Keluarga 1 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 4 Teman
34 Teman 6 Rekreasi Atraksi yang ditawarkan 4 Sendiri
35 Teman 2 Rekreasi Keunikan tempat 4 Sendiri
36 Teman 1 Rekreasi Pemandangan yang menarik 4 Teman
37 Keluarga 1 Rekreasi Keunikan tempat 4 Keluarga
38 Teman 1 Rekreasi Keunikan tempat 6 Keluarga
39 Teman 2 Rekreasi Keunikan tempat 3 Keluarga
40 Teman 1 Rekreasi Keunikan tempat 2 Teman
65
Lampiran 3. Output analisis regresi fungsi permintaan wisata alam Goa Pindul
Model Summaryb,c
Adjusted R
Model R R Square Square Std. Error of the Estimate
ANOVAa,b
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,752 5 ,150 2,264 ,098c
Residual 1,062 16 ,066
Total 1,814 21
a. Dependent Variable: Ln_Y
b. Predictors: (Constant), X5, Ln_X2Incme, Ln_X3Dstnc, Ln_X4Mmb, Ln_X1C
Coeficienta,b
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -,13997
Cases < Test Value 11
Cases >= Test Value 11
Total Cases 22
Number of Runs 13
Z ,218
Asymp. Sig. (2-tailed) ,827
a. Median
69
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1,585 ,420 3,778 ,012
Ln_X1C -,091 ,026 -,562 -3,511 ,013
Ln_X2Incme -,088 ,039 -,367 -2,289 ,036
Ln_X3Dstnc -,016 ,031 -,087 -,511 ,616
Ln_X4Mmb ,118 ,074 ,248 1,599 ,129
X5 -,138 ,090 -,255 -1,543 ,142
a. Dependent Variable: ABS_RES
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinierity
Model Coefficients Coefficients t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1,147 ,048 23,747 ,000
cost -0,00007263 ,000 -,111 -1,107 ,271 0,976 1,27
a. Dependent Variable: Kunjungan
Y = 1,147 - 0,00007263C
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 ,111a ,012 ,002 ,34470 1,875
a. Predictors: (Constant), cost
b. Dependent Variable: Kunjungan
70
70
5
1 RIWAYAT HIDUP
5
1Penulis dilahirkan di Kabupaten Semarang pada tanggal 06 Desember 1996
dari ayah Subandi dan ibu Suwarsiti. Penulis adalah anak pertama dari dua
5
bersaudara.
1 Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMP IT Nurul Islam Tengaran,
kemudian melanjutkan studi di Boarding School MAN 1 Surakarta dan lulus pada
tahun 2014. Selanjutnya penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Program Studi Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjalani masa kuliah, penulis aktif di berbagai organisasi dan
kepanitiaan. Penulis tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
AYUMAS Surakarta dan menjabat sebagai bendahara periode 2015-2016. Penulis
juga menjabat sebagai bendahara umum Dewan Perwakilan Mahasiswa FEM
Kabinet Pilar Peradaban periode 2016-2017. Selain itu, penulis juga tergabung
dengan organisasi diluar kampus yakni Young On Top (YOT) Bogor dan
menjabatsebagai bendahara umum periode 2015-2016. Penulis juga pernah
menjabat sebagai staf eksternal Paguyuban Karya Salemba Empat IPB Kabinet
Sinergi di tahun 2016-2017 dan tahun selanjutnya menjabat sebagai kepala divisi
Pengembangan Bisnis Kabinet Harmoni Mandiri.
Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan seperti Essential 2015, Love
Donation 2016, The 9th and 10th Sportakuler, Seminar Nasional Bisma, Last
Gathering KSE 2017, Welcoming Scholarship 2017, Kepanitiaan Dewan
Perwakilan Mahasiswa FEM, dan lain-lain. Penulis juga dinobatkan sebagai
peserta terbaik ORANGE FEM 2015. Sejak tahun 2016 penulis berkesempatan
mendapatkan beasiswa Karya Salemba Empat hingga tamat kuliah.