Disusun oleh:
Bergita Sindi Dwi Aryani 2153050004
Iqlima Rahmawati 2153050016
Elivia Canica Salha Galantri 2153050019
Nisa Dwi Septiani 2153050025
Delista Triputri Jayanti 2153050041
Studi kasus pada penelitian ini adalah Desa Wisata Penglipuran yang berlokasi di
Kabupaten Bangli, Bali dan Desa Wisata Munggu yang berlokasi di Kabupaten Badung, Bali.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis desa wisata yang berhasil mengimplementasikan
community based tourism yaitu Desa Wisata Penglipuran dan desa wisata yang tidak berhasil
dalam mengimplementasikan community based tourism yaitu Desa Wisata Munggu serta
memberikan rekomendasi strategi pengembangan kedua desa wisata tersebut dengan
menggunakan analisis SWOT. Metode pada penelitian ini adalah metode kualitatif yang akan
menjabarkan data analisis secara naratif. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, studi
kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data dilakukan melalui tiga alur kegiatan secara
simultan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teori yang
digunakan adalah teori Pariwisata Berbasis Masyarakat. Penelitian ini menunjukan bahwa
hambatan yang dialami oleh desa Munggu sebagai desa wisata di Kabupaten Badung terdiri
dari dua jenis hambatan yaitu hambatan internal dan eksternal sedangkan keberhasilan desa
Penglipuran sebagai desa wisata di Kabupaten Bengli tidak terlepas dari peran masyarakatnya
sendiri, desa tersebut memiliki Badan Pengelola Wisata Pedesaan Organisasi Bisnis
Penglipuran yang memberikan peran kepada desa adat sebagai dewan pengawas juga
memberikan kewenangan untuk memutuskan segala sesuatunya.
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan naskah yang
berjudul “Analisis Destinasi Wisata Berbasis Community Based Tourism pada Desa
Wisata Penglipuran dan Desa Wisata Munggu” ini dalam rangka pengembangan salah
satu mata kuliah jurusan S1 Pariwisata di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, yaitu bidang
penelitian dan observasi.
Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan
naskah penelitian lebih lanjut.
Tulisan ini dapat kami selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini kami menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama rekan-rekan teman kelompok yang telah
memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini. Terakhir, semoga
tulisan yang jauh dari sempurna ini memiliki manfaat untuk kita semua.
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................2
C. TUJUAN................................................................................................................2
D. MANFAAT...........................................................................................................3
A. Jenis Penulisan.......................................................................................................5
B. Fokus Penulisan.....................................................................................................5
C. Sumber Data..........................................................................................................5
D. Teknik Pengumpulan Data...................................................................................5
E. Analisis Data..........................................................................................................5
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................................6
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN.....................................................................................................8
B. REKOMENDASI..................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan visi Pariwisata Indonesia dan Tujuan pembangunan Pariwisata
sesuai Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 timbul paradigma baru yaitu
pengembangan pariwisata dengan pola “Integration” yaitu pengembangan pariwisata
dimana wisatawan hidup dan tinggal secara bersama-sama dengan
masyarakat/penduduk lokal. Pengembangan pola pariwisata ini dikenal dengan nama
“community Base Tourism” (Pariwisata berbasis Masyarakat) yaitu pengembangan
pariwisata dikembangkan dimana seluruh aktivitas wisatawan berlangsung dan
berbaur dengan masyarakat pedesaan. Nilai tambah yang diperoleh dari
pengembangan Pariwisata yang berbasis Masyarakat/pedesaan adalah (1) penduduk
pedesaan dapat berperan sebagai pelaku, mereka dapat menyediakan tempat tinggal
bagi wisatawan, penyediaan makanan dan minuman, jasa laundry, jasa usaha
angkutan, dan jasa-jasa lainnya. (2) meningkatnya konsumsi produk lokal (sayuran,
buah buahan, seni kerajinan, makanan khas, dan lain-lain, kerja sehingga akan
mendorong kelangsungan usaha yang berbasis tradisi dan kelokalan. (3) mendorong
pemberdayaan tenaga kerja setempat, misalnya sebagai penyedia atraksi seni budaya,
kerajinan dan lain-lain). (4) meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai
tradisi dan budaya lokal serta keunikan lingkungan alam yang dimiliki.
Pada kesempatan ini kami mengambil studi kasus dua desa wisata yang berada
di Bali sebagai perbandingan analisis keberhasilan implementasi desa wisata berbasis
CBT. Desa wisata yang berhasil dalam pengimplementasian CBT ialah Desa Wisata
Penglipuran. Pengembangan pariwisata di Desa Penglipuran dilakukan dengan lebih
mengedepankan peran serta desa adat. Pengembangan pariwisata dengan melibatkan
desa adat merupakan pengejawantahan dari konsep kebijakan pembangunan
pariwisata berdimensi kerakyatan. Dalam pengembangan pariwisata, masyarakat Desa
Penglipuran sebagai Desa Bali agar tetap mempertahankan nilai dan norma yang
mengatur kehidupan masyarakat setempat. Menurut Koentjaraningrat (2003: 76)
sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat
karena nilai budaya terdiri atas konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai
berharga dan penting oleh masyarakat sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman
1
pada kehidupannya. Hal ini tampak pada berbagai aturan yang diterapkan di Desa
Penglipuran, seperti tidak diperbolehkan menjual tanah karena tanah tersebut adalah
milik desa; tidak diperbolehkan membuat bangunan bertingkat; dilarang menebang
pohon tanpa seizin desa; bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Penataran
harus mentaati aturan yang ditetapkan seperti mengenakan selendang dan tidak
memasuki pura pada saat menstruasi; dan wisatawan juga diharapkan tidak
mengunjungi tempat-tempat sakral melewati waktu yang ditentukan.
Sedangkan untuk desa wisata yang gagal dalam mengimplementasikan CBT
pada pengembangan desanya ialah Desa Wisata Munggu. Desa Munggu yang khas
memiliki tradisi Ngerebeg (Mekotek) ini menjadi desa wisata belum begitu
memaksimalkan potensi – potensi wisata yang dimiliki sehingga keterlibatan
masyarakat pun dalam pengembangan pariwisata di daerah ini juga belum terlihat
secara nyata. Bahkan tidak ada catatan berapa jumlah penduduk setempat yang
terlibat sebagai karyawan swasta (termasuk industri pariwisata). Bahkan keterlibatan
dari pihak terkait dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat dikatakan
tidak maksimal. Idealnya dalam suatu pengembangan daerah tujuan wisata harus ada
keterlibatan dari para penyelenggara pariwisata yakni pihak pemerintah, swasta serta
masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah:
1. Bagaimana tata cara pengelolaan Community Based Tourism di Desa
Penglipuran?
2. Bagaimana tata cara pengelolaan Community Based Tourism di Desa
Munggu?
3. Bagaimana analisis SWOT berdasarkan pilar/prinsip CBT atau aspek
pengembangan CBT?
4. Apa rekomendasi strategi pengembangan destinasi CBT Desa Wisata
Penglipuran berdasarkan analisis strategi SWOT (SW, SO, dll)?
5. Apa rekomendasi strategi pengembangan destinasi CBT Desa Wisata Munggu
berdasarkan analisis strategi SWOT (SW, SO, dll)?
2
C. TUJUAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tata cara pengelolaan Community Based Tourism di Desa
Penglipuran
2. Untuk mengetahui tata cara pengelolaan Community Based Tourism di Desa
Munggu
3. Untuk mendapatkan analisis SWOT yang tepat berdasarkan pilar/prinsip CBT
atau aspek pengembangan CBT
4. Untuk memilah strategi pengembangan destinasi CBT yang tepat bagi Desa
Wisata Penglipuran berdasarkan analisis strategi SWOT (SW, SO, dll)
5. Untuk memilah strategi pengembangan destinasi CBT yang tepat bagi Desa
Wisata Munggu berdasarkan analisis strategi SWOT (SW, SO, dll)
D. MANFAAT
Adapun manfaat analisis ini adalah untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan dari masing-masing Desa sehingga dapat menjadi tolak ukur untuk Desa
Wisata yang lain dalam mengimplementasikan aspek pengembangan Community
Based Tourism (CBT).
3
INFORMASI DESTINASI
A. DESA PENGLIPURAN
Berdasarkan artikel dari Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan pemerintah Kabupaten Bangli, awal
mula keberadaan Desa Penglipuran dimana Desa Penglipuran sudah ada sejak dahulu, konon pada
zaman Kerajaan Bangli. Para leluhur Desa ini berasal dari Desa Bayung Gede dan menetap sampai
sekarang, sementara nama Penglipuran” sendiri berasal dari kata Pengeling Pura yang mempunyai
makna tempat suci untuk mengenang para leluhur.
Desa Adat Penglipuran merupakan kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur
desa tradisional, sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan yang asri. Penataan fisik dari
struktur Desa tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang berlaku turun temurun.
Sehingga dengan demikian Desa Adat Penglipuran merupakan objek wisata budaya.
Keasrian Desa Adat Penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa dengan
hijau rerumputan pada pinggiran jalan dan pagar tanaman menepi sepanjang jalan.
Desa Penglipuran merupakan salah satu Desa Bali Aga yang berada di Kelurahan Kubu,
Kecamaatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa Adat Penglipuran terletak di kaki gunung Batur
dengan ketinggian 700 meter dpl. Desa Adat Penglipuran terletak pada jalur wisata Kintamani,
sejauh 5 km dari pusat Kota Bangli, dan 45 Km dari pusat Kota Denpasar. Reuter (2005:18)
mengemukakan Desa Bali Aga merupakan wilayah yang terletak di daerah pegunungan dan didiami
oleh kelompok etnis minoritas. Ciri-ciri Desa Bali Aga adalah kehidupan komunal, susunan
pengurus ulu apad, dan adanya konsep luan teben (Dwijendra, 2009:9). Sebagai Desa Bali Aga,
Desa Penglipuran memiliki keunikan baik dari segi fisik, ekologi, kehidupan sosial budaya dan
tradisi. Keunikan-keunikan tersebut menjadi potensi yang dikembangkan menjadi daya tarik wisata.
B. DESA MUNGGU
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
5
BAB III
METODOLOGI
A. Jenis Penulisan
Penulisan makalah ini bersifat deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis adalah
metode atau cara kerja dalam suatu pemecahan masalah dengan cara
mendeskripsikan, menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis situasi dan kondisi
suatu objek permasalahan dari sudut pandang penulis berdasarkan hasil telaah pustaka
berupa jurnal yang menunjang. Pada makalah ini penulis menganalisis dua objek desa
wisata, yaitu Desa Penglipuran dan Desa Munggu.
B. Fokus Penulisan
Objek permasalahan adalah desa wisata yang berhasil mengimplementasikan aspek
pengembangan CBT dan desa wisata yang gagal dalam mengimplementasikan aspek
pengembangan CBT. Penulis menganalisis dua desa wisata tersebut dengan memakai
analisis SWOT, untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan dari masing - masing desa
wisata tersebut.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penulisan makalah ini adalah sumber data
sekunder. Dimana data yang kami gunakan diperoleh dari pustaka yang menunjang
yaitu berupa jurnal yang relevan dengan dua desa wisata tersebut.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data melalui studi literal (studi kepustakaan). Studi kepustakaan
dilakukan dengan cara mengumpulkan data - data berupa data sekunder yang
berhubungan dengan topik dan masalah yang terkait dengan kelemahan dan kekuatan
dari dua desa wisata yang akan kami analisis yaitu desa wisata Penglipuran dan desa
wisata Munggu.
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yang perolehan datanya bersumber dari data
sekunder untuk kemudian dijelaskan dengan teknik deskriptif.
6
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata dalam hal ini adalah desa
wisata selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat yang ada
di sekitarnya. Pengembangan pariwisata harus sesuai dengan perencanaan yang matang
sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam segi ekonomi, sosial dan juga budaya.
Maka dari itu pada proses pengembangan sebuah desa wisata diperlukan sebuah analisis
untuk mengetahui kekurangan dan juga kelebihan dari proses pengembangan desa wisata itu
sendiri. Berikut analisis SWOT Desa Wisata Penglipuran dan Desa Wisata Munggu yang
kami analisis berdasarkan kekuatan dan kelemahan dalam mengimplementasikan aspek
pengembangan CBT (Community Based Tourism).
A. Kekuatan implementasi desa wisata penglipuran (strength)
- Memiliki keunikan baik dari segi fisik, ekologi, kehidupan sosial budaya, dan
tradisi. Keunikan-keunikan tersebut merupakan potensi yang dikembangkan
sebagai daya tarik wisata.
- Pengembangan pariwisata di Desa Penglipuran dilakukan dengan lebih
mengedepankan peran serta desa adat, dimana pengembangan pariwisata
dengan melibatkan desa adat merupakan pengejawantahan dari konsep
kebijakan pembangunan pariwisata berdimensi kerakyatan.
- Dalam pengembangan pariwisata, masyarakat Desa Penglipuran sebagai Desa
Bali Aga tetap mempertahankan nilai dan norma yang mengatur kehidupan
masyarakat setempat.
- Daya tarik wisata di Desa Penglipuran terdiri atas daya tarik wisata alam
berupa hutan kayu dan hutan bambu dimana keberadaan hutan kayu maupun
hutan bambu tersebut dapat memberikan udara pedesaan yang sejuk dan segar.
- Daya tarik wisata budaya meliputi pola tata ruang desa dengan arsitekturnya
yang khas, tugu pahlawan, serta kehidupan masyarakat dengan adat
istiadatnya yang unik seperti adanya larangan bagi masyarakat untuk
berpoligami.
- Daya tarik wisata khusus yakni berupa event-event khusus yang
diselenggarakan oleh badan pengelola desa wisata seperti Penglipuran Village
Festival dan paket wisata khusus bagi wisatawan.
7
B. Kelemahan Desa dalam mengimplementasikan aspek pengembangan CBT
(Weakness)
- Produk wisata yang dimiliki oleh desa Munggu yaitu atraksi wisata Ngerebeg
(Mekotek) dilaksanakan hanya 6 bulan sekali yaitu pada hari raya Kuningan.
Sehingga sebelum maupun sesudah atraksi budaya tersebut dilaksanakan dan
dipertontonkan kepada wisatawan, tidak ada aktivitas pariwisata lain yang
menyebabkan kurangnya kunjungan wisatawan bahkan sampai tidak ada
kunjungan sama sekali.
- Tidak seluruh masyarakat desa ikut terlibat dan merasakan kegiatan
pariwisata tersebut, yang otomatis hanya memberikan imbas kepada kelompok
atau individu yang menimbulkan suatu kecemburuan sosial, dan
mengakibatkan perpecahan dari masyarakat Desa tersebut.
- Fasilitas yang belum memadai seperti toilet umum, tempat sampah umum,
akomodasi, transportasi, fasilitas atraksi wisata dimana tidak tersedianya
tourist information centre.
- Partisipasi masyarakat Desa Wisata Munggu bersifat top-down, partisipasi
pasif dimanipulasi dan dibuat-buat yang diciptakan sebagai pengganti
partisipasi yang sesungguhnya.
- Partisipasi masyarakat Desa Wisata Munggu yang terjadi pada umumnya
secara tidak langsung.
- Tidak ada pembagian keuntungan bagi masyarakat lokal.
- Masyarakat sering dihadapkan hanya pada satu pilihan sehingga cenderung
menerima segala keputusan.
- Pihak luar Desa Wisata Munggu lebih dominan dibandingkan dengan
masyarakat lokal Desa Wisata Munggu
Terdapat perbedaan yang banyak diantara dua desa wisata ini khususnya dari
pelibatan dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat desa wisata Penglipuran jauh lebih aktif
dan dilibatkan secara keseluruhan sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial diantara
masyarakat. Rasa solidaritas antar masyarakat juga sangat berperan penting dalam
pembangunan desa wisata, karena masyarakat merupakan kunci keberhasilan dari
implementasi aspek pengembangan CBT dalam suatu desa wisata. Bukti nyata dari
keberhasilan implementasi aspek pengembangan CBT dalam suatu desa wisata adalah Desa
Penglipuran.
8
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11
Berikut kami lampirkan link video kelompok kami :
https://drive.google.com/file/d/18elDmkcwiu2zCTlf7iL3UQ7f05apDRr2/view?usp=drivesdk
12