Anda di halaman 1dari 26

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pada mata kuliah
Pengembangan Masyarakat yang berjudul “Social Mapping Desa Wisata Religi
Bejagung Kabupaten Tuban”.
Selama proses penulisan laporan ini banyak mendapatkan bantuan dari pihak-
pihak lain sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada
Kesempatan ini tim penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tugas ini yaitu:
1. Bapak Arwi Yudhi Koswara, ST MT sebagai dosen mata kuliah
Pengembangan Masyarakat yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu dan saran yang sangat
bermanfaat
2. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian
tugas ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan
pembaca. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Surabaya, 16 Maret 2022

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3 Metode Analisis ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Definisi Social Mapping ................................................................................ 5
2.2 Desa Wisata ................................................................................................... 6
2.3 Wisata Religi ................................................................................................. 8
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH ......................................................... 9
3.1 Lokasi Wilayah Amatan ................................................................................ 9
3.2 Potensi Wilayah Amatan ............................................................................... 9
3.3 Masalah Wilayah Amatan ........................................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 12
4.1 Analisis Social Mapping.............................................................................. 12
4.2 Harapan Pengembangan .............................................................................. 16
4.3 Mind Map Social Mapping.......................................................................... 20
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Delineasi Wilayah Amatan ........................................................ 9

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat
yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993). Desa
wisata biasanya memiliki kecenderungan kawasan perdesaan yang memiliki
kekhasan dan daya tarik sebagai tujuan wisata. Desa wisata dilihat sebagai bentuk
industri pariwisata yang berupa kegiatan mengaktualisasikan perjalanan wisata.
Komponen produk pariwisata itu sendiri terdiri atas angkutan wisata, atraksi wisata,
dan akomodasi wisata (Suharto & Djafri, 2017).
Desa wisata adalah suatu wilayah perdesaan yang menawarkan keseluruhan
suasana yang mencerminkan keaslian perdesaan, baik dari segi sosial budaya, adat-
istiadat, keseharian, arsitektur tradisional, struktur tata ruang desa, serta mempunyai
potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan, misalnya:
atraksi, makan, minum, cinderamata, penginapan, dan kebutuhan wisata lainnya
(Putra, 2006).
Kabupaten Tuban yang terletak di pesisir pantai utara Pulau Jawa mempunyai
beberapa desa wisata diantaranya adalah Desa Wisata Religi Bejagung (Kecamatan
Semanding), Desa Wisata Religi Gedongombo (Kecamatan Semanding), Desa
Wisata Prunggahan Wetan (Kecamatan Semanding), Desa Wisata Batik Kerek
yang meliputi Desa Margomulyo, Desa Jarorejo, Desa Kedungrejo, Desa Gaji, Desa
Margorejo, dan Desa Sumberarum (Kecamatan Kerek) seperti yang tertera pada
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2017-
2037. Salah satu desa yang masuk dalam rencana pengembangan desa wisata adalah
Desa Bejagung yang terletak di Kecamatan Semanding dengan arahan sebagai
destinasi wisata religi. Destinasi yang diusung oleh Desa Bejagung berupa Makam
Sunan Bejagung Lor, Makam Sunan Bejagung Kidul, Situs Watu Gajah, serta
Makam Citrosoman.
Desa Wisata Religi Bejagung sendiri masuk ke dalam Destinasi Pariwisata
Daerah (DPD) Tuban Kota dan Sekitarnya. Selain itu Desa Wisata Religi Bejagung
juga masuk ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD) Pusat Kota

1
Tuban dan Sekitarnya bersama dengan Kawasan Makam Sunan Bonang, Museum
Kambang Putih, Makam Ronggolawe serta beberapa destinasi wisata lainnya. Serta
dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Tuban, Desa Bejagung
termasuk dalam kawasan peruntukan pariwisata zona I yang meliputi Kecamatan
Tuban dan Kecamatan Semanding.
Permasalahan yang dinilai menjadi penghambat perkembangan Desa Bejagung
sebagai sebuah desa wisata religi adalah belum terlihatnya suasana desa wisata yang
berfokuskan pada wisata religi. Jika ditinjau dari sisi penetapan sebagai desa wisata
religi, memang Desa Bejagung baru ditetapkan sebagai desa wisata religi pada
tahun 2017. Hal ini membuat perkembangan Desa Wisata Religi Bejagung
cenderung stagnan sampai saat ini. Dan berimbas kepada jumlah kunjungan
wisatawan. Sehingga diperlukan upaya untuk mengidentifikasi karakteristik desa
wisata religi yang dimiliki oleh Desa Bejagung berkaitan dengan arahan
pengembangan Desa Bejagung sebagai sebuah desa wisata religi. Penelitian ini
dirasa penting mengingat perkembangan Desa Wisata Religi Bejagung yang masih
cenderung stagnan. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat membantu
pihak terkait, khususnya Pemerintah Desa Bejagung dalam mempersiapkan diri
menuju sebuah desa wisata religi yang ideal. Sehingga hasil yang diharapkan
berupa teridentifikasinya karakteristik desa wisata religi yang dimiliki oleh Desa
Bejagung. Hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai input bagi
penelitian selanjutnya yang akan membahas mengenai strategi pengembangan Desa
Bejagung sebagai desa wisata religi berdasarkan karakteristik yang sudah
teridentifikasi. Dan tujuan akhir berupa terwujudnya perkembangan Desa Bejagung
sebagai sebuah desa wisata religi yang ideal.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya analisis social mapping ini adalah untuk mengetahui
potensi dan masalah dari tiap-tiap aspek dalam pengembangan Desa Wisata Religi
Bejagung sebagai kawasan wisata desa religi data yang menunjukan kondisi
eksisting Desa Bejagung. Adapun aspek yang ditinjau yaitu: kondisi lingkungan,
kependudukan, ekonomi, dan tradisi setempat. Dari hal tersebut nantinya akan
timbul harapan pengembangan dari masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait
yang menjadi masukan untuk pengembangan Desa Wisata Religi Bejagung. Dan

2
data tersebut digunakan sebagai bahan analisis yang nantinya akan digunakan
sebagai rencana pengembangan Desa Wisata Religi Bejagung.
1.3 Metode Analisis
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian dimana peneliti ditempatkan sebagai instrumen kunci
dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggabungkan data yang satu
dengan yang lainnya dan analisis data bersifat induktif (Sugiono, 2010). Metode
deskriptif sesuai digunakan dalam penelitian apabila ingin menghasilkan dan
mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti yang terdapat pada transkrip
wawancara dan observasi. Dasar pemikiran digunakannya metode ini adalah karena
peneliti ingin mengetahui tentang kondisi eksisting di wilayah penelitian dan data
yang didapatkan berasal dari pengumpulan informasi yang telah diperoleh dari
sumber literasi seperti jurnal dan dokumen perencanaan. Pengumpulan data
diperoleh dari simulasi, studi literasi, dan diskusi kelompok terarah. Dan penjelasan
mengenai teknik pengumpulan data sebagai berikut: (a) Simulasi merupakan
sebuah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan atau dengan
latar yang diatur yang mirip dengan keadaan asli. (b) Studi literasi dipergunakan
untuk memperoleh data yang diperlukan untuk bahan analisis. Sumber literasi dapat
diperoleh dari jurnal penelitian, dan dokumen seperti: RTRW Kabupaten Tuban,
dan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Tuban, (c)
Diskusi kelompok terarah dilakukan guna mencapai satu suara mengenai penilaian
terhadap penelitian dengan meminta pendapat dari setiap anggota kelompok
penyaji.
Dengan demikian simulasi social mapping yang telah dilakukan menggunakan
simulasi deskriptif kualitatif. Simulasi social mapping digunakan untuk
memperagakan bagaimana cara untuk mengetahui potensi dan masalah dari setiap
aspek yang ingin diteliti. Aspek penelitian tersebut yaitu: kondisi lingkungan,
penduduk, ekonomi, dan tradisi. Dari aspek tersebut yang ingin diketahui yaitu
gambaran dari kondisi eksisting dari Desa Bejagung yang dilihat dari sudut pandang
masing-masing aspek. Simulasi ini dimulai secara bergantian dari berurutan dari
kelompok 1-5. Adapun list aspek tiap kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok 1 (Masyarakat)

3
• Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
Aspek Kondisi Lingkungan, Aspek Ekonomi, Aspek Tradisi, Aspek
Kependudukan
• UMKM
Aspek Ekonomi, Aspek Kependudukan
• Tokoh Masyarakat
Aspek Tradisi, Aspek Kependudukan
• Pedagang
Aspek Ekonomi
2. Kelompok 2 (Kelompok Penyaji)
3. Kelompok 3 (Pengelola)
• Juru Kunci Makam Bejagung
Aspek Kondisi Lingkungan, Aspek Tradisi
• Petugas Kebersihan Makam
Aspek Kondisi Lingkungan
4. Kelompok 4 (Pemerintah)
• Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kab. Tuban:
Aspek Tradisi, Aspek Kependudukan
• Kepala Desa Bejagung:
Aspek Kondisi Lingkungan, Aspek Tradisi, Aspek Kependudukan
• Bappeda Kab. Tuban:
Aspek Kondisi Lingkungan
5. Kelompok 5 (Swasta)
• Agen Travel:
Aspek Kondisi Lingkungan
• Investor:
Aspek Kondisi Lingkungan, Aspek Ekonomi, Aspek Tradisi
Setelah masing-masing kelompok memaparkan opini mengenai potensi dan
permasalahan dari kondisi eksisting Desa Wisata Religi Bejagung, kemudian
kelompok penyaji akan menyaring mengenai apa saja yang relevan dengan hal yang
telah diobservasi sebelumnya dengan anggota kelompok. Untuk lebih jelasnya dari
tiap-tiap aspek akan dibahas pada Bab 4: Hasil dan Pembahasan.

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Social Mapping


Social Mapping merupakan metode visual yang mewujudkan lokasi relatif
suatu komunitas masyarakat atau kelompok masyarakat yang dilakukan untuk
menemukan, mendapatkan, mengenali dan mendalami kondisi sosial komunitas
tersebut. Social Mapping juga dapat didefinisikan sebagai proses penggambaran
masyarakat yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi
mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profil dan masalah sosial yang ada
pada masyarakat tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa social mapping
merupakan proses mengidentifikasikan karakteristik masyarakat yang berbasis data
dan informasi (sekunder maupun primer) mengenai kondisi masyarakat dalam satu
wilayah atau kawasan tertentu.
Menurut Netting, et al dalam Suharto, (2012) social mapping sudah semestinya
dilakukan secara partisipatif melalui pelibatan oleh antar masyarakat dan
memberdayakan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Menurut Netting, Kettner dan
McMurtry (Suharto, 2012) terdapat alasan terkait mengapa para praktisi pekerjaan
sosial memerlukan pendekatan sistematik dalam melakukan social mapping, yaitu:
1. Pendekatan manusia dan lingkungannya, yaitu pentingnya keberadaan
seseorang dalam masyarakat harus diketahui siapa dirinya, persoalan dan
resources apa yang tersedia untuk menjawab persoalannya tersebut.
2. Sejarah, status dan perkembangan masyarakat, perlu diketahui agar pekerja
sosial tidak kesulitan dalam memotret nilai – nilai, sikap, tradisi yang ada
di dalam masyarakat.
3. Perubahan dalam masyarakat. Baik secara individu maupun kelompok yang
ada didalam masyarakat bergerak dalam kekuasaan, perubahan ekonomi,
sumber pendanaan individu – individu dan kelompok – kelompok bergerak
kedalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan
peranan masyarakat. Selain dilakukan untuk mengenali potensi sumber
daya dan modal sosial masyarakat, social mapping juga dapat dilakukan
untuk mengetahui stakeholder dalam kaitannya dengan keberadaan dan
aktivitasnya. Pada dasarnya, setiap pelaku (individu / kelompok) memiliki

5
cara pandang yang berbeda terhadap suatu hal yang terdapat dalam
lingkungan sosial.
2.2 Desa Wisata
Desa wisata adalah sebuah wujud kombinasi antara akomodasi, atraksi, dan
sarana pendukung yang dikenalkan dalam sebuah tata kehidupan masyarakat yang
menjadi satu dengan aturan dan tradisi yang berlaku. Sebuah desa bisa disebut desa
wisata ialah desa yang mempunyai potensi wisata yang dapat dikembangkan,
sebuah tradisi, dan kebudayaan yang menjadi ciri khas, aksesibilitas dan sarana
prasarana yang mendukung program desa wisata, keamanan yang terjamin,
terjaganya ketertiban, dan kebersihan. Dasar dalam pengembangan desa wisata
ialah pemahaman tentang karakter dan kemampuan elemen yang ada dalam desa,
seperti: kondisi lingkungan dan alam, sosial budaya, ekonomi masyarakat, struktur
tata letak, aspek historis, budaya masyarakat dan bangunan, termasuk indigeneus
knowledge (pengetahuan dan kemampuan lokal) yang dipunyai masyarakat.
(Karangasem, dalam Yusuf A. Hilman Dkk 2018).
Dalam proses pengembangan desa wisata, masyakarat sekitar dijadikan
sebagai subyek aktif, artinya lingkungan sekitar dan kehidupan sosial masyarakat
di desa tersebut dijadikan sebagai tujuan wisata. Masyarakat juga berperan sebagai
agen promosi wisata serta inovator dalam memberikan ide gagasan pengembangan
desa wisata. Menurut I. Pitana (dalam N. Nurhajati 2017), pembangunan dan
pengembangan pariwisata secara langsung akan merambah dan mengikutsertakan
masyarakat, sehingga dapat memberikan berbagai pengaruh kepada masyarakat
setempat, baik berupa pengaruh positif maupun negatif. Pemanfaatan sumber daya
baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar desa wisata yang
diorganisir secara maksimal, akan memberikan dampak terhadap masyarakat
sekitar. Hasil yang diperoleh dari kegiatan desa wisata akan dikembalikan kepada
masyarakat sekitar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain
untuk meningkatkan kesejahteraan, konsep desa wisata akan menjadikan suatu desa
menjaga kelestarian alam dan lingkungan, budaya, serta tradisi desa tersebut.
Keterlibatan masyarakat sekitar dalam proses pengembangan desa wisata
juga sebagai kegiatan pemberdaya gunaan masyarakat dalam membangun desa
secara bersama-sama. Motivasi desentralisasi memberikan kebebasan bagi warga

6
untuk mengatur dan mengelola pariwisata di daerahnya merupakan metode untuk
meciptakan pariwisata yang berbasis kelompok sosial masyarakat. Raharjana
(Dalam Yusuf A. Hilman Dkk 2018). Tujuan dari pengembangan desa wisata
adalah untuk melestarikan lingkungan alam dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di suatu daerah sehingga dengan mengimplementasikan konsep desa
wisata ini menjadi salah satu wujud pariwisata yang ramah terhadap lingkungan di
waktu mendatang (Juwita dalam Theofilus Retmana P, 2013).
Komponen desa wisata menurut Soemarno, mengatakan bahwa penetapan
suatu desa dijadikan sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratan-persyaratan
antara lain: Aksesibilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan
menggunakan berbagai jenis alat transportasi; Memiliki obyek-obyek menarik
berupa alam, seni budaya, legenda, makanan lokal, dan sebagainya untuk
dikembangkan sebagai obyek wisata; Masyarakat dan aparat desanya menerima dan
memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang
datang ke desanya; Keamanan di desa tersebut terjamin; Tersedia akomodasi,
telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai; Beriklim sejuk atau dingin; serta
Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.
Lebih lanjut Putra, berpendapat mengenai komponen dari desa wisata itu
terdiri dari 5 indikator yang dapat dijadikan sebagai syarat penetapan suatu desa
menjadi desa wisata. Adapun 5 indikator penetapan desa wisata menurut Putra,
adalah sebagai berikut: Memiliki potensi pariwisata, seni, dan budaya khas daerah
setempat; Lokasi desa masuk dalam lingkup daerah pengembangan pariwisata atau
setidaknya berada dalam koridor dan rute paket perjalanan wisata yang sudah
dijual; Diutamakan telah tersedia tenaga pengelola, pelatih, dan pelaku-pelaku
pariwisata, seni dan budaya; Aksesibilitas dan infrastruktur mendukung program
desa wisata; serta Terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kebersihan.
Gumelar berpendapat bahwa tidak semua kegiatan pariwisata yang
dilaksanakan di desa adalah benar-benar bersifat desa wisata, oleh karena itu agar
dapat menjadi pusat perhatian pengunjung, desa tersebut pada hakikatnya harus
memiliki hal yang penting, diantaranya: Keunikan, keaslian, sifat khas; Letaknya
berdekatan dengan daerah alam yang luar biasa; Berkaitan dengan kelompok atau
masyarakat berbudaya yang secara hakiki menarik minat pengunjung; serta

7
Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi prasarana dasar, maupun sarana
lainnya.
2.3 Wisata Religi
Keanekaragaman agama dan keyakinan yang dimiliki Indonesia menjadi
modal untuk mempromosikan konsep wisata religi. Banyak bangunan bersejarah
yang memiliki arti khusus bagi umat beragama sehingga, besarnya jumlah umat
beragama penduduk Indonesia merupakan potensi bagi perkembangan wisata
religi. Wisata religi adalah salah satu jenis wisata yang berkaitan erat dengan
aktivitas ataupun tempat khusus yang berhubungan dengan aspek religi keagamaan.
Wisata religi dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna
khusus bagi umat beragama tertentu. Tempat-tempat ini dapat berupa tempat-
tempat ibadah dan tempat bersejarah bagi agama tertentu yang memiliki
kekhususan dan makna tersendiri.
Menurut Gazalba, dalam Toyib dan Sugiyanto menjelaskan pengertian
wisata religi yaitu salah satu jenis produk wisata yang berkaitan erat dengan religi
atau keagamaan yang dianut oleh manusia. Religi dapat didefinisikan sebagai
kepercayaan pada hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, dihayati
sebagai hakikat yang gaib, hubungan yang menyatakan diri dalam bentuk serta
sistem kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu. Wisata religi dimaknai
sebagai kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna khusus bagi umat
beragama, biasanya berupa tempat ibadah, makam ulama, atau situs-situs kuno
yang memiliki kelebihan. Kelebihan ini misalnya dilihat dari sisi sejarah, adanya
mitos dan legenda mengenai tempat tersebut, ataupun keunikan dan keunggulan
arsitektur yang dimiliki.

8
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

3.1 Lokasi Wilayah Amatan


Desa Bejagung merupakan salah satu wilayah administrasi desa yang
terletak di Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur. Desa
Bejagung memiliki luas 193,082 km2. Desa Bejagung berbatasan dengan wilayah
sebagai berikut:
Batas Utara : Desa Karang dan Desa Gedongombo
Batas Selatan : Desa Semanding
Batas Barat : Desa Prenggahan Kulon
Batas Timur : Desa Gedongombo
Secara administratif, Desa Bejagung terdiri atas empat dusun, yaitu Dusun
Krajan, Dusun Ngemplak, Dusun Besaran, dan Dusun Klampok, enam Rukun
Warga, dan 22 Rukun Tetangga.

Gambar 3.1 Peta Delineasi Wilayah Amatan


Sumber: Analisis Penulis, 2022
3.2 Potensi Wilayah Amatan
Desa Bejagung dikenal memiliki obyek wisata religi yang menjadi daya
tarik wisatawan berupa Makam Sunan Bejagung dan peninggalan arsitektur

9
bangunan kompleks makam yang masih dirawat dan dijaga kelestariannya.
Arsitektur makam tersebut memiliki ciri khas yang begitu kuat dan memiliki
keterkaitan dengan sejarah kawasan yang kental. Area objek wisata dilengkapi
dengan kompleks masjid yang memiliki arsitektur hasil akulturasi Hindu dan Islam.
Sejarah Sunan Bejagung Lor dan Bejagung Kidul sebagai salah satu penyebar
Agama Islam yang ada di Kabupaten Tuban juga memperkuat spiritualitas di Desa
Bejagung yang akan dikembangkan sebagai desa wisata.
Sumur di area Makam Sunan Bejagung juga menjadi daya tarik tersendiri
bagi wisatawan. Penduduk setempat memiliki kepercayaan bahwa air sumur di
Makam Sunan Bejagung memiliki khasiat menyembuhkan penyakit. Selain itu,
beragamnya tradisi masyarakat lokal juga turut menambah daya tarik di Desa
Wisata Bejagung. Tradisi yang ada seperti barikan, sedekah bumi (manganan),
keduk sumur, dawetan, dan juga haul Sunan Bejagung. Selain itu, adapula Bejagung
Tongklek Festival saat Bulan Ramadhan.
Selain dari objek atau daya tarik wisata yang ada di sekitar Desa Bejagung,
lokasi desa wisata dan situs makam memiliki lokasi yang strategis, yaitu 3 kilometer
dari selatan Alun-Alun Kabupaten Tuban. Lokasi Desa Bejagung yang terletak
dekat dengan pusat kota (alun-alun) tersebut turut memudahkan aksesibilitas
pengunjung. Pengunjung dapat mengakses melalui Jalan Hayam Wuruk, arah ke
Selatan dari Jalan Pantura. Infrastuktur jalan yang ada di Desa Bejagung sudah
saling terhubung dan kondisi jalan sudah beraspal sehingga dapat dilalui oleh
kendaraan roda 2 sampai roda 4 atau lebih, memiliki penanda jalan, dan juga
penerangan. Sudah tersedia tempat sampah di lokasi obyek wisata, bahkan juga
terdapat TPA yang letaknya tidak jauh dari makam Bejagung Lor. Sarana parkir
dan penunjang ibadah juga sudah cukup memadai di masing-masing obyek wisata
religi yang ada di Desa Bejagung.
3.3 Masalah Wilayah Amatan
Desa Bejagung merupakan desa yang baru ditetapkan sebagai desa wisata
religi pada tahun 2017, sehingga membuat perkembangan Desa Wisata Religi
Bejagung sampai saat ini cenderung masih stagnan dan akhirnya berimbas pada
minimumnya jumlah wisatawan yang berkunjung. Pada Desa Bejagung, terdapat
potensi wisata yang belum dikelola oleh Pemerintah Desa Bejagung sehingga

10
potensi wisata tersebut masih belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Selain
itu, partisipasi masyarakat juga masih rendah dalam pengelolaan dan
pengembangan desa wisata religi. Partisipasi masyarakat hanya sebatas aktif
memberikan ide/gagasan kepada pemdes dalam pengelolaan desa wisata religi dan
pengelolaan murni dipegang oleh pemerintah desa. Pastisipasi masyarakat hanya
sebatas sebagai pengelola makam, petugas parkir, petugas kebersihan, yang
semuanya itu ditunjuk oleh pemerintah desa.
Walaupun secara infrastruktur aksesibilitas sudah memadai dan terhubung,
akan tetapi sarana transportasi yang khusus melayani ke Desa Bejagung cenderung
sudah jarang ditemukan, lebih banyak menggunakan transportasi pribadi ataupun
berbasis daring (ojek online). Selain itu, tidak terdapat sarana transportasi yang
melayani antar obyek wisata religi yang ada. Oleh karena itu, tantangan dari
permasalahan di atas perlu dibenahi untuk menjadi arahan pengembangan Desa
Wisata Religi Bejagung.

11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Social Mapping


4.1.1 Aspek Kondisi Lingkungan
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi dokumen, dan diskusi kelompok
maka dari beberapa point potensi yang telah disebutkan diambil dan ditambahkan
point-point aspek kondisi lingkungan yang relevan terhadap pengembangan desa
wisata religi.
Letak geografis dari Desa Wisata Bejagung cukup strategis karena berada di
dekat pusat Alun-Alun Kabupaten Tuban. Lokasi yang strategis ini juga turut
didukung dengan kondisi fasilitas jalan yang cukup memadai, dimana
perkerasannya sudah beraspal dan telah menghubungkan seluruh objek wisata yang
ada di Desa Bejagung. Namun walaupun kondisi perkerasan jalan sudah baik,
fasilitas jalan yang ada di Desa Bejagung masih belum cukup lebar sehingga tidak
dapat diakses oleh kendaraan ataupun bus berukuran besar yang ingin menuju ke
lokasi Desa Wisata.
Desa Wisata Bejagung sendiri memiliki bentuk morfologi tanah dan kontur
yang tidak begitu curam, sehingga rencana pengembangan dan pembangunan Desa
Wisata pun dapat dilakukan dengan lebih mudah. Selain itu, pada Desa Bejagung
sendiri terdapat berbagai objek wisata religi yang potensial untuk dikembangkan,
salah satunya adalah objek wisata religi berupa kompleks Makam Sunan Bejagung.
Bangunan Makam Sunan Bejagung telah berdiri sejak abad-13 dan masih terjaga
ketentikannya hingga saat ini. Lebih dari itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga
turut mendukung upaya pelestarian Makam Sunan Bejagung sehingga objek wisata
ini memiliki potensi besar dalam mendorong pengembangan Desa Wisata Bejagung
sebagai Desa Wisata Religi di Kabupaten Tuban.
Disamping memiliki beberapa potensi yang ada, Desa Wisata Bejagung juga
memiliki masalah-masalah yang dapat menjadi penghambat dalam upaya
pengembangan Desa Bejagung menjadi desa wisata religi. Masalah yang terdapat
di Desa Bejagung adalah terkait sarana dan prasarana publik yang belum memadai,
dimana belum terdapat penerangan, penanda jalan, dan belum terdapat fasilitas atau
area komersial yang dapat menunjang kegiatan wisata religi dan peziarah. Terkait

12
sarana persampahan sudah banyak tersedia dan sistem persampahan sudah bagus,
namun kesadaran wisatawan masih rendah untuk menjaga kebersihan, terutama
pada kawasan makam Sunan Bejagung.
Selain itu, sirkulasi dan Ruang Terbuka Hijau di area Makam Sunan Bejagung
kondisinya masih kurang bagus sehingga area makam terasa gersang dan panas.
Area Makam Sunan Bejagung ini juga memiliki potensi dan risiko kebisingan
akibat lokaisnya yang dekat dengan area sekolah. Dan satu hal yang perlu disoroti
dan menjadi perhatian adalah tarik wisata religi masih kurang apabila dibandingkan
dengan objek wisata religi lain dan suasana Desa Bejagung belum kurang
mencerminkan desa tersebut sebagai desa wisata religi.
4.1.2 Aspek Ekonomi
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi dokumen, dan diskusi kelompok
maka dari beberapa point potensi yang telah disebutkan diambil dan ditambahkan
point-point aspek kondisi ekonomi yang relevan terhadap pengembangan desa
wisata religi.
Desa Bejagung merupakan desa mandiri dimana desa tersebut memiliki
otonomi sendiri dalam mengatur desa sehingga bupati tidak memiliki kewenangan
dalam pengembangan desa. Dalam upaya peningkatan nilai ekonomi desa tersebut
yang mengandalkan wisata religinya, terdapat paket wisata religi di Desa Bejagung
dengan mengelompokkan beberapa destinasi wisata religi sehingga dapat
memberdayakan perekonomian Desa Bejagung, bahkan hingga Kabupaten Tuban.
Dalam meningkatkan perekonomian Desa Wisata Bejagung, terdapat pihak
agen travel yang berperan besar dalam upaya branding desa tersebut sehingga akan
menarik wisatawan dan akhirnya memacu peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pengelolaan Desa Wisata Bejagung juga turut memberdayakan
masyarakat lokal untuk mengembangkan produk-produk yang dapat memberikan
nilai tambah ekonomi bagi desa tersebut. Pemberdayaan masyarakat lokal ini
tentunya dapat membuat lapangan usaha baru, menciptakan iklim usaha, dan
mengurangi angka pengangguran dan memberikan nilai tambah ekonomi atau
pendapatan pada masyarakat.
Namun dengan kondisi pandemi COVID-19 seperti saat ini, kondisi
perekonomian Desa Wisata Bejagung turut menerima imbas, dimana jumlah

13
pengunjung desa tersebut sangat berkurang dibandingkan pada masa sebelum
pandemi dan berpengaruh pula terhadap tren pendapatan desa dan pedagang yang
ikut menurun. Selain itu, potensi wisata religi yang dimiliki Desa Bejagung
cenderung masih kurang dan masih kalah dengan objek wisata religi lain, sehingga
investor asing maupun lokal cenderung belum bisa melakukan investasi di desa
tersebut dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Desa Bejagung masih belum
berjalan secara optimal.
4.1.3 Aspek Kependudukan
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi dokumen, dan diskusi kelompok
maka dari beberapa point potensi yang telah disebutkan diambil dan ditambahkan
point-point aspek tradisi yang relevan terhadap pengembangan desa wisata religi.
Terdapat beberapa potensi yang dianggap relevan yaitu kegiatan tradisi dan
budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat, contohnya tahlilan dari
masyarakat. Mayoritas penduduk Desa Bejagung adalah muslim, sehingga
mendukung pengembangan Desa Wisata Religi.
Selain itu, juga terdapat tantangan atau masalah kependudukan yang perlu
diperhatikan dalam proses pengembangan Desa Wisata Religi Bejagung.
Berdasarkan hasil diskusi dan simulasi, diperoleh beberapa poin masalah,
diantaranya: partisipasi masyarakat yang rendah, padahal minat untuk ikut andil
dalam pengembangan tinggi. Masyarakat hanya ikut andil pada saat acara atau
festival tertentu saja.
Belum semua masyarakat terberdayakan oleh Pemerintah Desa serta
Pengelolaan situs wisata masih dipegang penuh oleh Pemerintah Desa. Oleh karena
itu, perlu adanya tour guide atau petugas lainnya dari masyarakat agar masyarakat
lebih banyak terlibat dalam pengembangan desa wisata.
Angka pengangguran dan kemiskinan yang terus naik dan tergolong tinggi
dalam beberapa tahun terakhir karena SDM yang belum mumpuni. Terdapat juga
perilaku masyarakat yang masih menyimpang dari ajaran Islam, seperti pesugihan,
sehingga cukup memperkeruh spiritualitas di Desa Wisata Religi.

14
4.1.4 Aspek Tradisi
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi dokumen, dan diskusi kelompok
maka dari beberapa point potensi yang telah disebutkan diambil dan ditambahkan
point-point aspek tradisi yang relevan terhadap pengembangan desa wisata religi.
Masyarakat Desa Bejagung masih kental tradisi dalam kehidupan sehari-
harinya. Adat istiadat ada di Desa Bejagung diantaranya barikan, suroan, sedekah
bumi, keduk sumur, dawetan, kesenian musik rebana dengan tongklek. Festival
tongklek merupakan festival memeriahkan bulan ramadhan di Bejagung untuk
melestarikan peninggalan leluhur terdahulu agar tidak punah digerus zaman.
Terdapat acara tradisi yang biasa dilakukan seperti syukuran dan bancakan dapat
menjadi salah satu alat untuk menarik wisatawan. Tradisi-tradisi ini dinilai sangat
relevan terhadap pengembangan Desa Wisata Religi Bejagung.
Tradisi ziarah kubur masih sering dilakukan terutama oleh masyarakat di
Indonesia. Menjelang bulan ramadhan ini banyak peziarah yang datang
mengunjungi makam untuk berziarah dan mencari ketenangan batin di destinasi
wisata religi salah satunya di makam sunan bejagung.
Terdapat peninggalan arsitektur bangunan yang ada di kompleks makam yang
masih dijaga kelestariannya berupa peninggalan yang bernama Watu Gajah serta
ukiran-ukiran yang ada di bangunan kompleks makam beserta arsitektur dan
sejarahnya. Namun arsitektur khas ini belum mendukung secara penuh kegiatan
peziarah.
Selain potensi yang telah disebutkan juga terdapat beberapa masalah seperti
masih adanya isu praktik pesugihan dan pengkultusan. Oleh karena itu perlu
dilakukan tindakan untuk menghapus praktik pesugihan yang terjadi di area Desa
Wisata Bejagung seperti memperketat agar tidak ada praktik yang menyeleweng,
serta memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun pengunjung makam.
Kawasan Desa Wisata Religi Bejagung juga belum terdapat kuliner khas
dikarenakan adanya adat desa yang tidak memperbolehkan jual beli nasi sehingga
hanya diperbolehkan jual beli souvenir dan aksesoris. Masyarakat dapat menjual
makanan selain nasi seperti lontong maupun makanan lainnya agar tidak melanggar
tradisi yang sudah ada dalam Desa Bejagung.

15
4.2 Harapan Pengembangan
4.2.1 Harapan Pengembangan Pemerintah
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi literatur, dan diskusi yang
datanya terangkum dalam potensi dan masalah eksisting Desa Bejagung,
Kabupaten Tuban, adapun harapan pengembangan dari pihak pemerintah dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Dinas Pariwisata Kabupaten Tuban
• Menguatkan tradisi untuk menarik jumlah wisatawan
• Meningkatkan partisipasi dan kerja sama masyarakat dengan pemerintah
dalam pengembangan wisata Desa Bejagung untuk memaksimalkan
pengembangan potensi wisata yang tersedia
• Mengadakan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan
pengembangan pariwisata Desa Bejagung
b. Kepala Desa Bejagung
• Melaksanakan tahapan infill design dengan cara melengkapi dan
meneruskan rancangan di kompleks Desa Wisata Bejagung dengan tetap
memerhatikan karakteristik arsitektur bangunan dan lingkungan
• Menyarankan pengadaan collective platform sebagai wadah
pengembangan desa wisata
c. Bupati Kabupaten Tuban
• Meningkatkan kesadaran masyarakat akan kualitas dalam pengelolaan
pariwisata daerah
• Melakukan kegiatan pembinaan dalam meningkatkan kualitas SDM
masyarakat Desa Bejagung
• Menyediakan sarana pencerdasan UMKM untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan pelaku UMKM
4.2.2 Harapan Pengembangan Pihak Swasta
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi literatur, dan diskusi yang
datanya terangkum dalam potensi dan masalah eksisting Desa Bejagung,
Kabupaten Tuban, adapun harapan pengembangan dari pihak swasta dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Agen Travel

16
• Melibatkan pihak travel dalam aktivitas pariwisata Desa Bejagung,
terutama dalam mengatasi mobilitas wisatawan dengan jumlah besar
• Meningkatkan jumlah bus dengan dibarengi perbaikan sarana prasarana
jaringan jalan untuk memudahkan aksesibilitas moda transportasi
• Mengembangkan aspek kuliner untuk meningkatkan daya tarik wisatawan
b. Investor
• Meningkatkan aspek keamanan dan kenyamanan di Desa Bejagung
• Mengembangkan aspek kuliner untuk meningkatkan daya tarik wisatawan
4.2.3 Harapan Pengembangan Masyarakat
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi literatur, dan diskusi yang
datanya terangkum dalam potensi dan masalah eksisting Desa Bejagung,
Kabupaten Tuban, adapun harapan pengembangan dari masyarakat dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
• Menyarankan adanya transportasi untuk layanan antarjemput wisatawan
di area wisata Desa Bejagung
• Membuat oleh – oleh, souvenir, cinderamata, dan/atau makanan khas Desa
Bejagung
• Mengolah buah sawo menjadi produk unggulan Kabupaten Tuban
• Mengalokasikan petak lahan sebagai wadah penanaman dan pembibitan
buah sawo
• Mengadakan pemberdayaan pihak pengelola pariwisata, seperti tour guide,
tukang parkir, dan sebagainya
• Meningkatkan peran masyarakat dalam kelestarian budaya sebagai daya
tarik wisata Desa Bejagung
• Mengembangkan kuliner di area objek wisata Desa Bejagung
• Meningkatkan aksesibilitas berupa pelebaran jalan supaya dapat dilalui
bus besar
b. Usaha Mikro Kelas Menengah (UMKM)
• Bantuan modal dan teknologi untuk peningkatan produksi UMKM
• Menyediakan sarana pencerdasan UMKM untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan pelaku UMKM

17
• Pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan UMKM di Desa Bejagung
• Dukungan pemerintah dalam pengurusan hak paten dalam produk lokal
UMKM yang ada di Desa Wisata Bejagung
c. Tokoh Masyarakat
• Di area pendopo bisa dimaksimalkan fungsinya sebagai galeri untuk
memberikan informasi kepada pengunjung terkait Desa Wisata Bejagung
• Disediakan peta wisata di area Desa Wisata Bejagung
• Pelibatan peran masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Bejagung,
seperti pelibatan karang taruna, dan sebagainya
d. Tokoh Agama
• Pihak pengelola dapat menambahkan program keagamaan sehingga dapat
menjadi pembeda dengan wisata religi lainnya di Tuban
• Perbaikan sarana dan prasarana peribadatan
• Menghilangkan praktik pesugihan yang terjadi di area Desa Wisata
Bejagung
e. Pedagang
• Meningkatnya jumlah wisatawannya untuk meningkatkan pendapatan
pedagang
• Pengembangan produk ciri khas desa wisata
4.2.4 Harapan Pengembangan Pengelola
Berdasarkan hasil simulasi deskriptif, studi literatur, dan diskusi yang
datanya terangkum dalam potensi dan masalah eksisting Desa Bejagung,
Kabupaten Tuban, adapun harapan pengembangan dari pihak pengelola dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Juru Kunci
• Bisa dikembangkan suatu produk untuk menjadi ciri khas Desa Wisata
Bejagung, seperti produk olahan sawo, dan sebagainya
• Lebih diperhijau area Desa Wisata Bejagung
• Diberikan penjelasan mengenai sejarahnya melalui pengembangan galeri
• Tetap mempertahankan aspek tradisi dan arsitektur bangunan karena telah
menjadi ciri khas
• Pelibatan juru kunci dan pengelola sebagai tour guide

18
b. Petugas Kebersihan
• Pengunjung diharapkan lebih menjaga kebersihan
• Perbaikan aksesibilitas dan sarana prasarana
• Perlibatan masyarakat dalam kegiatan kuliner (berjualan)

19
4.3 Mind Map Social Mapping

20
BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan, maka dapat diambil


kesimpulan bahwa terdapat lima faktor yang menentukan dalam pengembangan
Desa Bejagung, Kabupaten Tuban. Hasil dari analisis Social Mapping tersebut
dapat dijabarkan berdasarkan aspek kondisi lingkungan, ekonomi, kependudukan,
dan tradisi.
1. Kondisi Lingkungan
Desa Bejagung memiliki objek wisata unggulan berupa Makam Sunan
Bejagung yang telah berdiri sejak abad 13. Hingga kini, bangunan di kawasan
wisata tersebut masih terjaga keotentikannya dan didukung oleh Pemerintah Jawa
Timur dalam upaya pelestariannya. Objek wisata Makam Sunan Bejagung memiliki
letak yang tergolong strategis yaitu 3 km dari pusat Alun – Alun Kabupaten Tuban.
Namun, masih ditemukan kesulitan aksesibilitas menuju objek wisata terutama
menggunakan moda transportasi kendaraan besar. Kontur Desa Bejagung tergolong
sebagai wilayah yang tidak begitu curam sehingga eksekusi pengembangan dapat
berjalan lebih mudah. Beberapa sarana dan prasarana seperti tempat sampah telah
tersedia di berbagai tempat, tetapi jumlah penerangan dan penandan jalan masih
tergolong minum sehingga perlu dilakukan peningkatan ketersediaannya. Sirkulasi
di area Makam Sunan Bejagung dapat dikatakan masih kurang bagus. Jumlah ruang
terbuka hijau (RTH) masih kurang sehingga area makam terkesan gersang dan
panas. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu adanya kegiatan peningkatan dan
pengembangan kualitas pariwisata Desa Bejagung, khususnya dalam konteks fisik
dasar dan lingkungan, sehingga mampu meningkatkan daya Tarik wisatawan.
2. Ekonomi
Ekonomi Desa Bejagung menggunakan metode desa mandiri, dalam artian
Desa Bejagung mengatur desanya sendiri sehingga bupati Kabupaten Tuban tidak
memiliki kewenangan dalam pengembangan desa. Adanya paket wisata dengan
mengelompokkan beberapa destinasi wisata religi turut membantu pemberdayaan
ekonomi Kabupaten Tuban. Namun, Desa Bejagung masih dinilai kalah jauh dalam
konteks potensi desa jikadibandingkan dengan desa wisata lainnya. Hal tersebut
disebabkan oleh belum adanya nilai jual yang kuat di Desa Bejagung. Masyarakat
bekerja sama dengan pihak pemerintah, pengelola, dan swasta diharapkan mampu

21
mengembangkan produk unggulan yang mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan untuk mengunjungi Desa Bejagung. Masyarakat dapat membuka
lapangan usaha baru yang mampu menciptakan iklim usaha sehingga angka
pengangguran menurun dan memberikan nilai tambah ekonomi Desa Bejagung.
3. Kependudukan
Angka pengangguran dan kemiskinan Desa Bejagung masih tergolong tinggi.
Data tersebut didukung oleh sumber daya manusia yang masih belum memadai.
Pengelolaan situs wisata masih dipegang penuh oleh pemerintah desa, masyarakat
belum sepenuhnya terlibat dalam berpartisipasi mengembangkan pariwisata Desa
Bejagung sebagai produk unggulan. Selain itu, ditemukan perilaku menyimpang
dari ajaran islam seperti pesugihan. Perlu diadakan pelatihan dan pendampingan
dalam meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Desa Bejagung sebagai
tindak lanjut kondisi eksisting aspek kependudukan di Desa Bejagung. Penegasan
terhadap kaidah spiritualitas juga perlu dilakukan untuk menghapus praktik
menyimpang dari agama yang beredar di tengah masyarakat Desa Bejagung.
4. Tradisi
Desa Bejagung memiliki tradisi dan budaya yang masih dilestarikan oleh
masyarakat, contohnya tahlilan, barikan, suroan, sedekah bumi, keduk sumur,
dawetan, Namun, angka partisipasi masyarakat dalam terus mempertahankan
budaya tersebut masih tergolong rendah. Hal tersebut berbanding terbalik dengan
minat masyarakat dalam pengembangan desa. Terdapat peninggalan arsitektur
bangunan di kompleks makam yang masih dijaga kelestariannya, yaitu Situs Watu
Gajah. Namun, keberadaannya masih belum sepenuhnya mendukung secara penuh
kegiatan peziarah. Desa Bejagung belum memiliki kuliner khas dikarenakan
adatnya yang tidak mengizinkan untuk melakukan aktivitas jual beli nasi, sehingga
penjualan oleh – oleh hanya difokuskan ke souvenir. Perlu adanya pendampingan
dan pelatihan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melestarikan dan
mengembangkan tradisi dan budaya di Desa Bejagung

22
DAFTAR PUSTAKA

A. M. Putra, “Konsep Desa Wisata,” J. Manaj. Pariwisata, vol. 5, no. 1, 2006.


B. Suharto and N. Djafri, Pemberdayaan Desa Wisata Religi. Gorontalo: Ideas
Publishing, 2017.
Fatimah, S. (2015). Strategi Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata Religi.
Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang.
G. Sastrayuda, Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan Dan
Pengelolaan Resort And Leisure. 2010.
I. M. Toyib and Sugiyanto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002.
J. Aliflyantera, “Arahan Pengembangan ‘Kampung Majapahit’ Sebagai Desa
Wisata Pada Kawasan Cagar Budaya Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto,” Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2016
Kabupaten Tuban, “Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Tuban Tahun
2012-2032,” Tuban, 2012.
M. M. Hamzah and Y. Yudiana, “Analisis Komparatif Potensi Industri Halal dalam
Wisata Syariah dengan Konvensional,” 2015. [Online]. Available:
http://catatan-ek18.blogspot.com/2015/02/analisiskomparatif-potensi-
industri.html.
Pemerintah Kabupaten Tuban, “Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
Kabupaten Tuban 2017-2037,” 2017.
Soemarno, Desa Wisata - pslp-ppsub-2010. Malang: Universitas Brawijaya, 2010.
Strauss, Anselm, and J. Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif Prosedur, Teknik,
dan Teori. Surabaya: Bina Ilmu Ofset, 1997.
Tjahjadi, A. M., & Tirani, U. G. Kesiapan Sektor Pariwisata Indonesia dalam
Menghadapi MEA: Analisis Keunggulan Komparatif pada Sektor Pariwisata
Maritim Yogyakarta.
W. Nuryanti, Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan
Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1993.

23

Anda mungkin juga menyukai