Anda di halaman 1dari 20

GEOGRAFI PARIWISATA

JURNAL REVIEW

Jurnal Utama :
“Tingkat Kesiapan Masyarakat LokalterhadapPengembanganCommunity Based
Tourism ( CBT ) di KabupatenSamosir”
Jurnal Pembanding :
“Pengembangan Kawasan PariwisataDanau Toba, Kabupaten Toba Samosir”

Dosen Pengampu:
Dr.Sugiharto, M.Si.

Disusun oleh:
TIUR DEBORA BR GINTING ( 3193331013 )
D’PENDIDIKAN GEOGRAFI 2019

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa  yang
telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penyusun sehingga penyusun
dapat menyelesaikan jurnal review ini. Jurnal Review ini penyusun susun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Geografi Pariwisata, dalam jurnal review ini
penyusun membahas mengenai jurnal “Tingkat Kesiapan Masyarakat Lokal
terhadap Pengembangan Community Based Tourism (CBT) di
KabupatenSamosir” dan akan dibandingkan dengan jurnal yang berjudul
“Pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba, Kabupaten Toba Samosir”.
Dengan jurnal review ini penyusun mengharapkan agar dapat membantu sistem
pembelajaran.
Namun penyusun menyadari jurnal review ini belum dapat dikatakan
sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran.

Medan, Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Relevansi...................................................................1
1.2 Informasi Bibliografi Jurnal......................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Jurnal...........................................................................4
2.2 Analisis Critical.........................................................................................13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
DAFTAR LAMPIRAN JURNAL.........................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang dan Relevansi


Sektor pariwisata di Indonesia adalah salah satu sektor yang memegang peranan
penting dalam keberlangsungan perekenomian Indonesia. Jika mendapatkan
pengelolaan yang baik dan benar, pembangunan pariwisata sebagai salah satu
industri akan menciptakan kemakmuran melalui perkembangan transportasi,
akomodasi dan komunikasi yang menciptakan peluang kerja yang relatif besar
( Slamet Santoso , 2008 ). Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang
mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja,
peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif
lainnya. Sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga merealisi industri–
industri klasik seperti industri–industri kerajinan tangan dan cinderamata.
Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri
( Wahab dalam Pendit, 2006 ). Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di
Indonesia yang terdiri atas 25 kabupaten yang salah satu diantaranya adalah
Kabupaten Samosir yang beribukotakan Pangururan.
Kabupaten Samosir sebenarnya merupakan salah satu kawasan wisata yang
sudah cukup lama dikenal oleh wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara
karena memiliki keindahan alam yang memukau dari Danau Toba dan juga
sejumlah situs budaya tradisional khas batak. Lokasi Kabupaten Samosir yang
strategis,ditengah tengah Danau Toba, ditambah lagi dengan banyaknya daya tarik
wisata alam dan budaya yang terhampar didalamnya, menjadi daya tarik
tersendiri bagi wisatawan. Sejak dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir pada
Tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003,tentang
Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi
Sumatera Utara, Kabupaten Samosir mulai mandiri dan memiliki sistem
pengelolaan sendiri untuk berbagai sektor yang ada dan salah satu diantaranya
adalah Pariwisata ( Pemerintah Kabupaten Samosir, 2011 ). Maka perhatian dan
komitmen serta kebijakan dalam mewujudkan berbagai konservasi terhadap

1
lingkungan maupun budaya dalam pengelolaan Pulau Samosir sebagai
Kabupaten Pariwisata sangat dibutuhkan.
Istilah Pariwisata Berbasis Komunitas ( CBT ) muncul pada pertengahan
tahun 1990an.CBT umumnya skala kecil dan melibatkan interaksi antara
pengunjung dan komunitas tuan rumah, terutama cocok untuk daerah pedesaan
dan regional CBT umumnya dipahami untuk dikelola dan dimiliki oleh
masyarakat, untuk masyarakat, ini adalah salah satu dari 'pariwisata lokal,
mendukung penyedia layanan lokal dan pemasok dan fokus pada penafsiran yang
mengomunikasikan budaya dan lingkungan setempat. Ini telah dikejar dan
didukung oleh masyarakat, lembaga pemerintah lokal dan organisasi non-
pemerintah (LSM). CBT dapat meningkatkan keberlanjutan sosial dengan
memberdayakan masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya mereka sendiri,
menyediakan pekerjaan yang berarti, dan membantu dengan pengembangan
kapasitas dan pelestarian budaya. Manfaat lingkungan termasuk penghasilan bagi
masyarakat untuk secara aktif melindungi lahan mereka dari degradasi dan dapat
meningkatkan upaya konservasi untuk menarik wisatawan terutama yang
berkaitan dengan inisiatif ekowisata.
Berikut ini adalah kunci dari Community Based Tourism (CBT):
1. Sumber daya alam dan budaya sumber daya alam yang dilestarikan dengan
baik ekonomi lokal dan produksi tergantung pada penggunaan berkelanjutan dari
adat dan budaya sumber daya alam yang unik untuk tujuan komunitas berbagi
kesungguhan, norma dan ideologi kebijaksanaan pengembangannya sendiri.
2. Organisasi masyarakat masyarakat memiliki orang tua yang memiliki
pengetahuan tradisional lokal dan masyarakat memiliki rasa kepemilikan dan
ingin berpartisipasi.
3. Manajemen masyarakat memiliki aturan dan peraturan untuk manajemen
lingkungan, budaya dan pariwisata sebuah organisasi lokal atau mekanisme yang
ada untuk mengelola pariwisata dengan kemampuan untuk menghubungkan
pariwisata dan manfaat pengembangan masyarakat secara adil didistribusikan ke
persentase keuntungan dari pariwisata berkontribusi pada dana masyarakat untuk
ekonomi dan pembangunan sosial dari masyarakat.

2
1.2 Informasi Bibliografi Jurnal

JURNAL UTAMA
Judul : Tingkat Kesiapan Masyarakat Lokalterhadap
Pengembangan Community Based Tourism (CBT)
di KabupatenSamosir
Penulis : Sugiharto, Fitra Delita dan Tumiar Sidauruk
ISSN : 2549-7057
Vol : 10
Waktu Terbit : 2018
Penerbit : Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Medan

JURNAL PEMBANDING
Judul : Pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba,
Kabupaten Toba Samosir
Penulis : Rizky Arimazona Siregar, Hanny Wahidin
Wiranegara dan Henky Hermantoro
ISSN : 2356-0266
Vol : 20
Waktu Terbit : 2018
Penerbit : PLANOLOGI UNDIP

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Jurnal


1. Jurnal Utama
Sektor pariwisata menjadi sektor penyumbang devisa terbesar di
Indonesia setelah migas. Pada tahun 2015 kunjungan wisatawan mancanegara
memberikan sumbangsih pada devisa sebanyak Rp. 144 triliun. Bahkan pada
tahun 2020, Kementerian Pariwisata memprediksi industri pariwisata Indonesia
akan menghasilkan devisa yang paling tinggi ( LAK Kemenpar, 2015). Apalagi
dengan branding “Wonderful Indonesia” yang mampu mengangkat prestasi
pariwisata seperti: UNWTO Award 2015, ASEANTA Award 2015, World Halal
Destination 2015.
Danau Toba menjadi bagian destinasi wisata dalambranding
“Wonderful Indonesia”. Danau ini mengelilingi Pulau Samosir yang secara
adiministratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir
memiliki sekitar 75 objek/daya tarik wisata yang tersebar di 9 kecamatan ( BPS
Kabupaten Samosir, 2016 ). Strategi pengembangan objek wisata yang dapat
dilakukan antara lain dengan membangun sarana prasarana seperti akses jalan, alat
angkut dan sarana akomodasi, mengelola dan mempromosikan atraksi wisata
dan mengembangkan produk wisata, serta menjamin keterlibatan dan manfaat
bagi masyarakat lokal ( Delita, et al., 2017 ).
Pembangunan industri pariwisata Kabupaten Samosir tentunya akan
berhasil jika masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan, pengelolaan
dan memperoleh manfaat dari pariwisata tersebut. Masyarakat lokal harus
dilibatkan sehingga mereka mendukung program pariwisata di daerahnya. Strategi
yang dapat dijalankan yaitu melalui pariwisata berbasis masyarakat / Community
Based Tourism ( CBT ).Pariwisata berbasis masyarakat merupakan aktivitas
interaktif antara turis dan masyarakat lokal yang dapat meningkatkan ekonomi
dan keuntungan bagi masyarakat lokal ( Baryamujura, 2015 ). CBTdapat
meningkatkan keberlajutan sosial dengan memberdayakan masyarakat lokal untuk

4
mengelola SDA yang mereka miliki, menyediakan peluang kerja dan
membangun kapasitas serta pelestarian budayanya( Asker et al., 2010 ). CBT
merupakan strategi pariwisata yang mengutamakan keberlangsungan
lingkungan, sosial dan budaya. CBT dapat berfungsi sebagai sarana/media
membangun komunitas dan konservasi lingkungan sesuai dengan pembangunan
pariwisata berkesinambungan ( Suansri, 2003 ). Terdapat beberapa prinsip utama
strategi pengembangan kepariwisataan yang berbasis pada masyarakat lokal
( Sunaryo, 2013 ), yaitu : mengikut sertakan anggota masyarakat dalam
pengambilan keputusan, manfaat aktivitas kepariwisataan yang diperoleh
masyarakat lokal, pendidikan/pelatihan terkait pariwisata bagi masyarakat lokal.
Penelitian Brida et al. ( 2011 ) menemukan kesiapan masyarakat untuk
aktif terlibat dibutuhkan dalam menentukan kebijakan pengembangan pariwisata.
Keterlibatan masyarakat lokal pada pengembangan daerah tujuan/ destinasi wisata
sangat penting, salah satunya dalam pembuatan keputusan ( Zadel et al., 2014 ).
Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan utama yang menjadi fokus dalam
penelitian ini yaitu menganalisis tingkat kesiapan masyarakat terhadap
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat masyarakat/ Community Based
Tourism ( CBT ) di Kabupaten Samosir.
Kesiapan masyarakat KabupatenSamosir dalam pengembangan
Community BasedTourism ( CBT ) terbagi atas 3 aspek yaituperencanaan,
pengelolaan dan evaluasi pengembangan wisata. Pada aspek perencanaan masih
rendah pada kriteria penyusunan anggaran ( 2,15 ) dan penyusunan master plan
(2,38) sedangkan pada kriteria perencanaan atraksi wisata ( 4,12 ) dan
perencanaan SDA (4,00) tergolong tinggi. Pada aspek pengelolaan rata-rata
kriteria sudah tinggi. Pada aspek evaluasi, kriteria evaluasi anggaran dan SDM
termasuk pada kategori rendah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ternyata kesiapan masyarakat
Kabupaten Samosir masih rendah pada aspek perencanaan dan evaluasi
pengembangan wisata. Hal ini dikarenakan pengembangan pariwisata yang
berlangsung selama ini masih bersifat parsial, dikuasai pihak tertentu seperti
swasta dan kurangnya keterlibatan masyarakat, sehingga pengetahuan masyarakat

5
pada aspek tersebut masih terbatas. Dengan demikian perlu adanya pendidikan
kepariwisataan bagi masyarakat. Sebab, pengembangan industri pariwisata akan
berpengaruh pada kehidupan masyarakat lokal baik perubahan ekonomi, budaya,
kehidupan sosial maupun perubahan lingkungan. Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan Murphy dalam Muallisin (2007) bahwa pariwisata berbasis
masyarakat (CBT) erat kaitannya dengan dampak pariwisata pada masyarakat
lokal dan SD lingkungan (environmental resources).
Keberhasilan pariwisata berbasis masyarakat (CBT) sangat ditentukan oleh
kesiapan masyarakat untuk terlibat secara langsung. Masyarakat tidak hanya
sebagai objek dari pengembangan pariwisata, namun masyarakat juga memiliki
peran strategis sebagai penentu arah pembangunan pariwisata. Akan tetapi, selama
ini sektor pariwisata hanya mengedepankan aspek profit tanpa membangun
masyarakat lokal di sekitar objek wisata. Padahal kehidupan masyarakat juga
mempunyai nilai jual pada sektor ini dengan memperkenalkan sejarah dan
keragaman budaya misalnya Suku Batak di Kabupaten Samosir, sesuai dengan
konsep CBT sebagai pariwisata yang pengelolaan dan pengembangannya dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, mempermudah pengunjung
mempelajari masyarakat tersebut dan tata cara hidupnya / local way of life
(Murphy dalam Muallisin, 2007).
Tingkat kesiapan masyarakat lokal terhadap pengembangan CBT di
Kabupaten Samosir masih rendah pada aspek perencanaan dan evaluasi. Hal ini
seharusnya menjadi perhatian dinas pariwisata untuk memberikan kesempatan
pada masyarakat terlibat dalam proses perencanaan dan evaluasi pengembangan
pariwisata serta dalam pengelolaannya agar masyarakat memperoleh manfaat
baik secara ekonomi, budaya (culture), sosial masyarakat dan lingkungan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sunaryo (2013), bahwa prinsip utama dalam CBT yaitu
mengikutsertakan anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan, manfaat
aktivitas kepariwisataan yang diperoleh masyarakat lokal, pendidikan / pelatihan
terkait pariwisata bagi masyarakat lokal. Pendidikan kepariwisataan akan dapat
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi
pengembangan CBT.

6
2. JurnalPembanding
Dalam pengembangan kawasan pariwisata, Danau Toba merupakan salah
satu dari 88 yang termasuk ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025,
sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan kepariwisataan. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Kawasan Strategis Pariwisata adalah
kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk
pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau
lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan
sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, atau pertahanan dan
keamanan. Terkait pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba sebagai
kawasan pariwisata prioritas khususnya pada bagian wilayah Kabupaten Toba
Samosir terdapat peraturan pariwisata yang mendukung pengembangan kawasan
ini, yaitu Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya. Peraturan tersebut berisikan tentang aspek
pembangunan dan pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba.
Sebagai KSPN, kawasan pariwisata Danau Toba merupakan prioritas
pembangunan destinasi wisata di Indonesia yang memiliki skala pelayanan
nasional dan internasional. Dengan status tersebut, kawasan pariwisata Danau
Toba seharusnya mampu memberikan kontribusi, dan kondisi aspek-aspek
kepariwisataan seharusnya lebih memadai dibandingkan kawasan pariwisata
lainnya yang tidak termasuk KSPN. Terkait dengan hal tersebut, maka perlu
diidentifikasi aspek-aspek pengembangan kawasan pariwisata yang masih
bermasalah guna merumuskan upaya agar jumlah kunjungan wisatawan di
kawasan pariwisata Danau Toba dapat meningkat, khususnya pada wilayah
Kabupaten Toba Samosir. Wilayah ini merupakan salah satu pintu masuk ke
kawasan pariwisata Danau Toba dengan kunjungan wisatawan paling kecil
dibandingkan dengan pintu masuk di dua kabupaten lainnya (Kabupaten
Simalungun dan Kabupaten Samosir).

7
Untuk keberhasilan pembangunan dan pengembangan kawasan pariwisata
terdapat aspek-aspek yang perlu diperhatikan. Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun
2009 tentang kepariwisataan disebutkan aspek-aspek dalam pengembangan dan
pembangunan kawasan pariwisata yang meliputi daya tarik wisata, aksesibilitas,
prasarana dan sarana, dan masyarakat.
Selain berdasarkan undang-undang terdapat aspek-aspek sebagai penunjang
lainnya untuk mendukung pembangunan dan pengembangan kawasan pariwisata
diantaranya menurut Yoeti (2002, dalam Rusnanda 2015) mengungkapkan tiga
aspek penting dalam pembangunan dan pengembangan kawasan pariwisata,
meliputi: atraksi (attraction), aksesibilitas (accesibility), fasilitas (amenities).
Menurut Medlik (1980, dalam Gautama 2012) terdapat langkah-langkah
pengembangan pariwisata meliputi 4A, yaitu: attractiveness, accessibility,
amenities, ancillary. Demikian pula Nugroho (2009) mengemukakan aspek-aspek
daya tarik wisata, aksesibilitas, prasarana dan sarana, serta masyarakat dalam
pengembangan kawasan pariwisata. Dalam penelitian ini digunakan empat aspek
tersebut: daya tarik wisata, aksesibilitas, prasarana dan sarana, serta dukungan
masyarakat lokal.
Rincian atas ke empat aspek tersebut adalah sebagai berikut. Diungkapkan
oleh Gunn (2002 dalam Alam 2010) bahwa aspek daya tarik wisata adalah sebagai
daya pikat, dan perangsang. Daya tarik wisata terdiri atas semua hal yang
berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, dan keunikan yang berguna
untuk menarik wisatawan (Inskeep, 1991 dalam Rachman, 2011). Menurut Mc
Intosh, daya tarik wisata terdiri atas sumber daya alam meliputi iklim, bentuk
alam, flora, fauna, sungai, pantai, pemandangan alam, sumber mata air, sanitasi
dan lainnya (1995, dalam Rachman 2011). Sementara menurut Burkart dan
Medlik (2004, dalam Wardiyanto 2011) daya tarik wisata terdiri atas ketertarikan
wisatawan yang dipengaruhi oleh keragaman maupun kualitas atraksi seperti
taman, pusat hiburan, pusat belanja, pusat konvensi, kasino atau lainnya.
Aksesibilitas terdiri atas keseluruhan infrastruktur transportasi yang
menghubungkan tempat tinggal wisatawan dengan objek dan daya tarik wisata
yang dituju maupun yang menghubungkan objek wisata di daerah tujuan wisata

8
(Burkart dan Medlik, 2004 dalam Wardiyanto 2011). Menurut Gun (2002, dalam
Alam 2010), aksesibilitas adalah kemudahan mencapai lokasi, informasi berupa
peta, buku petunjuk, artikel, brosur, internet. Aksesibilitas terdiri atas akses yang
menghubungkan dari dan menuju termasuk jenis fasilitas dan pelayanan yang
berhubungan dengan transportasi darat, laut, udara (Inskeep, 1991 dalam
Rachman 2011). Sementara menurut Mc Intosh, aksesibilitas terdiri atas kapal
laut, pesawat terbang, kereta api, bus, dan fasilitas transportasi lainnya (1995,
dalam Rachman 2011).
Prasarana dan sarana terdiri atas jaringan air bersih, limbah, gas, listrik,
telekomunikasi, drainase, jalan raya, rel kereta api, bandara (Mc Intosh, 1995 dan
Inskeep, 1991 dalam Rachman 2011), termasuk fasilitas rumah makan dan hotel
(Gunn, 2002 dalam Alam 2010) serta bank, penukaran uang, telekomunikasi,
persewaan alat transportasi atau barang lainnya yang mendukung kegiatan wisata
(Burkart dan Medlik, 2004 dalam Wardiyanto 2011).
Dukungan masyarakat terdiri atas sikap ramah tamah, dan sopan santun
penduduk setempat (Mc Intosh, 1995 dalam Rachman 2011; Cooper et al, 2008;
Inskeep, 1995; Swarbrooke, 1999 dalam Teguh, 2015) mengungkapkan
masyarakat pariwisata seperti kesetaraan hubungan tamu-tuan rumah, penguatan
karakteristik lokal, kepentingan masyarakat setempat, kualitas pelayanan, sarat
muatan dari semua aspek, kekentalan relasi antara lingkungan fisik, dan sosial
budaya.
Lokasi penelitian adalah kawasan pariwisata Danau Toba di dataran tinggi
Bukit Barisan, pada bagian wilayah Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera
Utara. Kabupaten Toba Samosir merupakan pintu masuk wisatawan yang
berkunjung ke kawasan pariwisata Danau Toba. Waktu penelitian dilaksanakan
pada tanggal 16 Mei 2016 sampai tanggal 9 Juni 2016.
Empat aspek pengembangan kawasan pariwisata yang dikaji (daya tarik wisata,
aksesibilitas, prasarana dan sarana, sosial dan dukungan masyarakat) dalam
penelitian ini dijabarkan ke dalam indikator dengan rincian sebagai berikut.
a. Daya tarik wisata: kemenarikan daya tarik (obyek wisata) dalam memberi
kesan ingin berkunjung kembali, kemenarikan merchandise, harga tiket masuk,

9
kebersihan daya tarik wisata, kenyamanan berada pada daya tarik wisata,
kepuasan wisatawan terhadap fasilitas di daya tarik wisata.
b. Aksesibilitas: transportasi yang digunakan menuju Danau Toba,
transportasi yang digunakan menuju daya tarik wisata, ketersediaan angkutan
umum, ketersediaan petunjuk jalan, ketersediaan petunjuk daya tarik wisata
berupa brosur, pamflet, dan peta, kondisi jalan yang dilalui, kualitas permukaan
jalan yang dilalui, lama waktu perjalanan.
c. Prasarana dan sarana: kemudahan melakukan komunikasi, ketersediaan air
bersih, kemudahan mendapatkan air bersih, ketersediaan tempat sampah,
kemudahan mendapatkan tempat sampah, kebersihan, ketersediaan toilet umum,
ketersediaan penginapan, ketersediaan tempat makan, kepuasan atas menu
makanan dan minuman yang tersedia, kepuasan wisatawan atas pelayanan,
ketersediaan tempat parkir, kemudahan jangkauan lokasi parkir, ketersediaan toko
penjual cinderamata, harga barang cinderamata.
d. Dukungan sosial masyarakat dilihat dari dua sisi. Dari sisi wisatawan
meliputi: kesediaan masyarakat menjadi pembimbing wisata, kesediaan
masyarakat menyediakan jasa penginapan, kesediaan masyarakat menyediakan
jasa penyewaan kendaraan, keberlangsungan budaya dalam keseharian
masyarakat lokal, sikap ramah masyarakat lokal. Dukungan sosial masyarakat dari
sisi masyarakat sendiri: kesiapan masyarakat dalam pengembangan pariwisata,
kesediaan bekerjasama dengan pemerintah, kesediaan menjaga kebersihan
kawasan Danau Toba, kesediaan menyediakan fasilitas penginapan, kesediaan
masyarakat menyediakan usaha jasa penyewaan kendaraan, kesediaan masyarakat
melakukan usaha kerajinan, kesediaan masyarakat menyediakan usaha
makanan/minuman, kesediaan masyarakat menerima wisatawan, kesediaan
masyarakat memberikan informasi kebudayaan Batak, kesediaan masyarakat
melakukan aktivitas kebudayaan dalam keseharian, kesediaan masyarakat menjadi
pembimbing wisatawan, kesediaan masyarakat memberikan harga yang
terjangkau dari usaha barang dan jasa.
Aspek daya tarik wisata menurut pendapat 70% responden termasuk kategori
tinggi. Hanya dua indikator pada aspek ini yang memiliki kategori sedang, yaitu

10
kebersihan daya tarik wisata (menurut 75% responden), kepuasan atas fasilitas
pada daya tarik wisata (71% responden). Kondisi ini dipengaruhi oleh masih
minimnya pengelolaan kawasan pariwisata Danau Toba.
Aspek yang bermasalah dan perlu diprioritaskan untuk ditangani ditentukan
berdasarkan nilai kategori yang lebih rendah tetapi memiliki kekuatan korelasi
tinggi dengan aspek lainnya. Berdasarkan hasil analisis kategori, aspek
aksesibilitas dan dukungan sosial masyarakat memiliki nilai lebih rendah
dibandingkan dengan aspek lainnya. Untuk menentukan aspek yang prioritas di
antara ke dua aspek tersebut dilakukan perbandingan mana yang memiliki korelasi
lebih baik terhadap aspek-aspek lainnya agar jika diintervensi memiliki pengaruh
lebih besar terhadap perubahan aspek-aspek lainnya.
Hasil analisis korelasi antar aspek diperoleh gambaran sebagai berikut:
a. Korelasi aksesibilitas dengan dukungan sosial masyarakat: hasil uji chi
square menunjukkan hasil yang signifikan dengan taraf signifikansi 0,000.
Korelasinya sebesar 0,603 artinya memiliki korelasi yang kuat.
b. Korelasi aksesibilitas dengan daya tarik wisata: hasil uji chi square
menunjukkan hasil yang signifikan dengan taraf signifikansinya 0,001. Korelasi
antara aksesibilitas dengan daya tarik wisata sebesar 0,47 artinya memiliki
korelasi yang cukup.
c. Korelasi aksesibilitas dengan prasarana dan sarana: hasil uji chi square
menunjukkan hasil yang signifikan dengan taraf signifikansi 0,001. Korelasinya
sebesar 0,586 artinya memiliki korelasi kuat.
d. Korelasi dukungan sosial masyarakat dengan prasarana dan sarana: hasil
uji chi square menunjukkan hasil yang signifikan dengan taraf signifikansi 0,000.
Korelasinya sebesar 0,636 artinya memiliki korelasi yang kuat.
e. Korelasi prasarana dan sarana dengan daya tarik wisata: hasil uji chi
square menunjukkan hasil yang signifikan dengan taraf signifikansi 0,000.
Korelasinya sebesar 0,399 artinya memiliki korelasi yang cukup.

Upaya peningkatan kondisi aspek aksesibilitas

11
Aspek aksesibilitas merupakan hal penting untuk ditingkatkan kondisinya.
Peningkatan kondisi aksesibilitas akan lebih memudahkan wisatawan menuju
kawasan pariwisata Danau Toba maupun untuk pergerakan di dalam kawasan.
Mayoritas wisatawan memiliki waktu tempuh perjalanan yang relatif lama, yaitu
antara 5-8 jam perjalanan. Lama waktu perjalanan ini terkait dengan kondisi
permukaan jalan, angkutan umum, dan ketersediaan petunjuk jalan. Makin lama
perjalanan, wisatawan makin merasakan kejenuhan dan mengalami kelelahan.
Oleh karena itu, perlu peningkatan kondisi aspek aksesibilitas.
Berbagai moda pilihan yang dapat digunakan wisatawan yang berasal dari luar
KabupatenToba Samosir adalah: moda transportasi udara (Bandara Silangit,
Bandara Sibisa, Bandara Kualanamu, Bandara Dr. Ferdinan Lumban Tobing),
moda transportasi darat (dari utara dapat dilalui dari provinsi Aceh, kota Medan,
dari selatan dapat dilalui dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Sibolga dan Provinsi
Sumatera Barat); moda transportasi danau (penyeberangan dari Kabupaten
Samosir). Berdasarkan titik datang wisatawan yang perlu diperhatikan adalah
kondisi prasarana dan sarana transportasinya. Wisatawan pengguna moda
transportasi udara, dari Bandara Kualanamu ke kawasan pariwisata membutuhkan
waktu +8 jam perjalanan, sehingga perlu adanya dukungan bandara kecil untuk
mengurangi waktu tempuh. Upaya jangka panjang dalam peningkatan pelayanan
moda trasportasi udara untuk pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba
adalah percepatan pembangunan Bandara Sibisa agar wisatawan dapat dengan
mudah mencapai Kabupaten Toba Samosir. Selanjutnya, upaya jangka pendek
adalah perlu adanya tambahan penerbangan pada Bandara Taman Silangit
sebagai alternatif agar wisatawan dapat mengunjungi kawasan pariwisata Danau
Toba ini dengan biaya penerbangan yang tidak terlalu mahal.
Terkait moda transportasi danau, upaya yang perlu ditingkatkan dalam
pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba adalah perlu adanya kapal
penyeberangan yang aman dan nyaman. Danau Toba sebagai daya tarik utama
berkaitan dengan upaya peningkatan moda transportasi danau adalah pembenahan
kapal penyeberangan dengan penyediaan tempat duduk agar penumpang dapat
menikmati pemandangan lingkungan Danau Toba, tersedianya loket pembayaran

12
dengan penetapan tarif penyeberangan yang jelas untuk menekan adanya
permainan tarif penyeberangan agar wisatawan dapat merasa nyaman.
Ketersediaan kapal penyeberangan perlu ditingkatkan. Hal ini terutama pada
waktu puncak seperti waktu libur sekolah, agar wisatawan tidak menunggu lama
untuk dapat menyeberang ke Pulau Samosir maupun sebaliknya. Di samping itu
perlu peningkatan keamanan dalam penyeberangan tersebut dengan menyediakan
fasilitas yang memadai seperti tempat penyimpanan pelampung, alat pemadam
kebakaran, dan tersedianya petugas keamanan dalam kapal penyeberangan.
Ketersediaan fasilitas keamanan tersebut dapat meningkatkan rasa aman
wisatawan yang hendak mengunjungi kawasan pariwisata Danau Toba. Upaya
peningkatan kondisi aspek aksesibilitas terkait moda transportasi darat, hal yang
perlu diperhatikan adalah ketersediaan dan kualitas pelayanan angkutan umum.
Saat ini kondisi angkutan umum untuk menunjang wisatawan masih kurang baik.
Dari segi kenyamanannya, angkutan umum perlu ditingkatkan seperti cara
mengoperasikan kendaraan yang nyaman.
Kondisi jalan dari arah selatan, yaitu dari Kabupaten Tapanuli Utara, Selatan,
Sibolga dan Provinsi Sumatera Barat menuju kawasan pariwisata berdasarkan
hasil survey lapangan adalah kurang baik. Perlu ditingkatkan kualitas jalannya,
selain untuk kenyamanan, dan keamanan juga untuk mengurangi waktu tempuh
perjalanan. Wisatawan pengguna transportasi darat dari arah utara, yaitu dari Kota
Pematang Siantar, Kota Medan, Kabupaten Simalungun, dan Provinsi Aceh
umumnya kondisi cukup baik, hanya bagian kecil yang berkondisi kurang baik
2.2 Analisis CriticalJurnal Utama
1. Kelebihan Jurnal
a. Pembahasan mengenai tingkat kesiapan masyarakat local terhadap community
based tourism di Kabupaten Samosir sangat jelas di kaji dalam jurnal ini.
b. Jurnal sangat bagus karena membagi bahasan kedalam beberapa bagian
mengenai tingkat kesiapan dalam berbagai bidang.
c. Pembahasandalamjurnal juga dapat di jelaskandenganhanyamelihatgambar
yang sudah di sajikan oleh penulis.
d. Sumber bacaan yang digunakan juga cukup mendukung dalam penelitian

13
2. Kekurangan Jurnal
a. Pada jurnal, kurang terlihat tahun penerbitan jurnal.
b. Bagi masyarakat awam, akan sangat sulit untuk membaca jurnal yang
menggunakan banyak tabel.
c. Menurut saya penulis seharusnya menuliskan saran agar pembaca dapat
menerapkannya, karena dalam jurnal ini ada masalah yang diteliti, tetapi untuk
saran ataupun cara menanggulangi masalah yang di teliti tersebut.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tingkat kesiapan masyarakat terhadap pengembangan pariwisata berbasis
masyarakat (CBT) di Kabupaten Samosir masih rendah pada aspek perencanaan
dan evaluasi. Berdasarkan kategori umur, jenis kelamin dan pendidikan terdapat
perbedaan tingkat kesiapan masyarakat terhadap pengembangan CBT. Faktor
utama yang mempengaruhi tingkat kesiapan masyarakat dalam pengembangan
CBT di Kabupaten Samosir yakni pendidikan dan umur. Sementara itu jenis
kelamin/gender, tidak secara signifikan mempengaruhi tingkat kesiapan
masyarakat. Dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ( CBT ),
keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi
pengembangan wisata dapat melalui FGD yang diselenggarakan oleh Dinas
Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Samosir.
Di antara empat aspek dalam pengembangan kawasan pariwisata Danau
Toba di Kabupaten Toba Samosir, aspek aksesibilitas dan aspek dukungan sosial
masyarakat adalah yang terendah. Hasil penelitian menunjukkan: aspek daya tarik
wisata ( kategori tinggi menurut 70% responden ), aspek aksesibilitas ( kategori
sedang menurut 80% responden ), aspek prasarana dan sarana ( kategori tinggi
menurut 59% responden), dan aspek dukungan sosial masyarakat (kategori sedang
menurut 66% responden). Dari ke empat aspek tersebut terdapat korelasi satu
sama lain. Aspek aksesibilitas memiliki korelasi yang lebih tinggi ke berbagai
aspek lainnya dibanding aspek dukungan sosial masyarakat, sehingga penanganan
aspek aksesibilitas perlu diprioritaskan karena memiliki pengaruh searah/positif
ke perbaikan aspek lainnya. Pemilihan prioritas diperlukan mengingat
keterbatasan anggaran pemerintah daerah maupun pusat. Dalam aspek
aksesibilitas perlu adanya kemudahan bagi wisatawan yang datang dengan
perbaikan konektivitas dan keterkaitan antarmoda transportasi ( darat, laut, udara )
untuk menekan waktu tempuh, perlu adanya percepatan perbaikan kualitas jalan

15
dan peningkatan kualitas permukaan jalan yang terdapat di Kabupaten Toba
Samosir.
Dalam penanganan kondisi aspek daya tarik wisata diperlukan upaya
sosialisasi, penataan, pengelolaan dan pengawasan yang melibatkan tiga pilar.
Pilar masyarakat maupun swasta yang perlu dilibatkan terutama mereka yang
menduduki garis sempadan danau, yang mendirikan usaha kerambah, yang terlibat
dalam industri cinderamata, yang bertempat tinggal di seputar obyek daya tarik
wisata, dll. Selain itu perlu dalam aspek prasarana dan sarana, perlu perbaikan
fasilitas pendukung pariwisata seperti tempat sampah, toilet, restoran, tempat
parkir, toko cinderamata., tempat penginapan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Delita, Fitra dan Sugiharto. 2018. Buku Ajar GeografiPariwisata. Medan:


Unimed PRESS.

Roslila, Fransiska, &BagusSuryawan, Ida. (2016). Strategi Pengelolaan


Kabupaten Samosir sebagai Daya Tarik Wisata Alam di Provinsi Sumatera
Utara. Jurnal Destinasi Wisata, 4, 14-19

17

Anda mungkin juga menyukai