Anda di halaman 1dari 39

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYRAKAT

(COMMUNITY BASED TOURISM) DALAM MENINGKATKAN MINAT


PENGUNJUNG DI DANAU KOTAEYONO DESA RAHIA KABUPATEN
BUTON TENGAH

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi

OLEH

INTAN PERMATA SARI

A1P1 18 037

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
PERSETUJUAN PEMBIMBING

PROPOSAL PENELITIAN

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYRAKAT (COMMUNITY

BASED TOURISM) DALAM MENINGKATKAN MINAT PENGUNJUNG DI

DANAU KOTAEYONO DESA RAHIA KABUPATEN BUTON TENGAH

OLEH

INTAN PERMATA SARI


A1P1 18 037

Telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan kesidang panitia ujian proposal pada
Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Halu Oleo.

Kendari, September 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. La Ode Amaluddin, S.Pd.,M.Pd. Dr. Andrias, S.Pd., M.Pd


NIP. 19740911200604 1 002
NIP. 1975 0310 200112 1 002

Diketahui Oleh,
Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi

i
Dr. La Ode Amaluddin, S. Pd., M. Pd.
NIP. 1975 0310 200112 1 002
DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan..................................................................................................

Daftar Isi.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian...........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Community Based Tourism (CBT)...................................................6


B. Konsep Pengembangan Pariwisata................................................................10
C. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (CBT)................................16
D. Minat Pengunjung..........................................................................................22
E. Kerangka Pikir...............................................................................................24

BAB III METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Lokasi Penelitian.........................................................................27
B. Jenis Penelitian...............................................................................................27
C. Sumber Data ..................................................................................................28
D. Teknik Penentuan Informasi Penelitian.........................................................28
E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................................28
F. Teknik Analisis Data......................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................31

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan didukung sumber daya
alam yang beraneka ragam yang berpotensi untuk diolah dan dimanfaatkan. Selain itu
snegara Indonesia juga kaya akan seni budaya daerah, adat istiadat, peninggalan
sejarah terdahulu dan yang tidak kalah menarik adalah keindahan panorama alamnya
yang cukup potensial untuk dikembangkan dengan baik. Ternyata pariwisata dapat
diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional
(Yoeti, 2008, h.4).Banyak juga objek wisata yang ada di Indonesia yang telah
terkenal tidak hanya di dalam negeri maupun ke luar negeri. Oleh sebab itu
pengembangan pariwisata di Indonesia dilakukan oleh seluruh wilayah di Indonesia
maka dibentuklah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di tingkat nasional dan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah di tingkat daerah(Sefira Ryalita
Primadany, Mardiyono, n.d.)

Desa Rahia adalah salah satu desa yang berada di kecamatan Gu Kabupaten
Buton Tengah.Desa Rahia memiliki beberapa objek wisata diantaranya danau
Kotaeyono yang belum lama diketahui masyarakat setempat yaitu pada tahun 2020,
danau ini memiliki air yang berwarna biru jernih sehingga banyak menarik perhatian
masyarakat dari berbagai daerah untuk datang berkunjung.
Pariwisata Indonesia adalah pariwisata yang berasal dari, oleh dan untuk
rakyat, untuk itu dalam perencanaan pengembangan pariwisata harus melibatkan
masyarakat setempat (lokal) khususnya yang berada di sekitar destinasi wisata,
karena masyarakat setempat merupakan pemilik dan lebih mengetahui destinasi
tersebut (Ridwan, 2012). Penerapan pariwisata berbasis masyarakat atau community
based tourism (CBT) merupakan suatu pendekatan pembangunan pariwisata dengan
perencanaan yang partisipatif.

1
2

Dewi, dkk. (2013); Yulianie (2015) menyebutkan pengembangan pariwisata


berbasis masyarakat harus menitikberatkan pada kesimbangan dan keharmonisan
diantara sumber daya alam dan sumber daya manusia serta pengunjung atau
wisatawan yang dijiwai dengan pemnfaatan kearifan-kearifan lokal sebagai daya tarik
wisatanya, memelihara lingkungan tetap lestari, mengkonsumsi hasil pertanian
masyarakat setempat serta mencintai budaya, adat istiadat masyarakat. Melalui
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, diharapkan masyarakat lokal menjadi
pelaku penting dalam pengembangan desa wisata sehingga mereka merasakan
implikasi positif dari pengembangan desa wisata(Putu Widya Darmayanti1, 2020)
Definisi CBT yaitu: model pariwisata yang melibatkan masyarakat lokal
dengan memberi kesempatan dalam mengelola dan membangun pariwisata, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang memiliki keterkaitan dengan industri
atau usaha pariwisata, sehingga distribusi keuntungan merata kepada komunitas di
pedesaan/ pesisir dan pulau-pulau kecil. (Putra 2015)
Dengan demikian CBT merupakan suatu pendekatan pembangunan pariwisata
yang menekankan pada peran aktif masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung
dalam industri pariwisata maupun tidak).Pelibatan tersebut dalam bentuk memberikan
kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwisata yang berujung
pada pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam pembagian keuntungan dari
kegiatan pariwisata (Putra, 2015).Bentuk perhatian yang kritis tersebut adalah
gagasan terhadap pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak
masyarakat lokal di daerah tujuan wisata (Hadiwijoyo, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: KM.67/
UM.001/MKP/2004, Tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-
pulau Kecil, dijelaskan tentang prinsip-prinsip pengembangan pariwisata yang salah
satunya disinggung tentang prinsip partisipasi masyarakat. Dimana proses pelibatan
masyarakat, baik secara aktif maupun pasif, harus dimulai sejak tahap perencanaan
hingga tahap pengelolaan dan pengembangan. Hal ini akan menumbuhkan
3

tanggungjawab dan rasa memiliki yang akan menentukan keberhasilan dan


keberlanjutan pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil tersebut. Kontribusi
yang cukup besar dari sektor pariwisata, menyebabkan pemerintah menjadikan sektor
pariwisata sebagai sektor pendukung pembangunan nasional dan penggerak ekonomi
rakyat. Potensi wisata yang cukup besar serta sarana yang relatif tersedia di Indonesia
diharapkan dapat mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kemampuan sumber daya manusia yang terbatas di bidang pengelolaan
pariwisata menjadi isu utama dalam pengembangan pariwisata danau Kotaeyono. Hal
tersebut telihat dari sarana dan prasana dan fasilitas penunjang lainnya yang belum
tersedia. Sampah-sampah yang ditinggalkan para pengunjung ketika berkunjung di
danau Kotaeyono tersebut. Selain itu, jarangnya pelatihan tentang kepariwisataan,
terutama hospitality services kepada masyarakat setempat, sehingga dalam
memberikan pelayanan ke pengunjung belum maksimal.
Danau Kotaeyono merupakan salah satu objek wisata di Desa Rahia
Kabupaten Buton Tengah. Karena itu perlunya strategi yang efektif guna
pengembangan wisata danau Kotaeyono dengan memberdayakan masyarakat lokal
sebagai pelaku industry pariwisata (pemilik, pengelola, dan karyawan) sehingga
objek wisata danau Kotaeyono berkembang dan dapat meningkatkan minat
pengunjung. Danau Kotaeyono merupakan objek wisata yang harus dikembangkan
karena mengingat letak dan jalur masuk ke dalam danau tersebut masih sedikit sulit
untuk dijangkau dikarenakan jalur masuk menuju danau Kotaeyono sempit dan harus
melewati kebun masyarakat setempat.
Masalah yang perlu diteliti sang peneliti bagaimana pengembangan sarana dan
prasarana serta pengelolaan dari masyarakat setempat yang bertempat tinggal di desa
Rahia tersebut mengenai objek wisatanya atau lebih kita ketahui dengan pendekatan
community based tourism agar meningkatkan minat pengunjung dan kesiapan
pemerintah dalam membangun objek wisata tersebut. Masalah lain datang dari
kurangnya kesadaran diri masyarakat yang datang berkunjung ke danau tersebut yang
4

membuang sampah sembarangan, hal ini dapat mencemari lingkungan danau dan
menjadi nilai minus dan minat pengunjung untuk berkunjung. Maka dari itu peran
masyarakat dan pengawasan dari pemerintah sangatlah penting dalam kemajuan dan
pengembangan potensi wisata yang ada di desa Rahia serta dikelola secara baik
dengan berbasis masyarakat.
Maka dari rentetan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya telah
menjadi masalah yang cukup menarik perhatian untuk diteliti dan mencari tahu apa
saja yang kurang dari objek wisata tersebut dan apa saja yang harus dilakukan
masyarakat di objek wisata tersebut agar dapat meningkatkan kualitas sarana dan
prasarana objek wisatanya guna meningkatkan minat pengunjung di danau
Kotaeyono. Dengan begitu peniliti ingin mengadakan observasi serta penelitian di
desa Rahia yakni danau Kotaeyono dengan mengangkat judul “Pengembangan
Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) Dalam
Meningkatkan Minat Pengunjung Di Danau Kotaeyono Desa Rahia Kabupaten
Buton Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini


adalah:
1. Bagaimana Gambaran Obyek Wisata Berbasis Masyarakat (Community Based
Tourism) Dalam Meningkatkan Minat Pengunjung Di Danau Kotaeyono Desa
Rahia Kabupaten Buton Tengah?
2. Bagaimana Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (CBT) Dalam
Meningkatkan Minat Pengunjung Di Danau Kotaeyono Desa Rahia
Kabupaten Buton Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
5

1. Untuk mengetahui Gambaran Obyek Wisata Berbasis Masyarakat


(Community Based Tourism) Dalam Meningkatkan Minat Pengunjung Di
Danau Kotaeyono Desa Rahia Kabupaten Buton Tengah.
2. Untuk mengetahui Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (CBT)
dalam Meningkatkan Minat Pengunjung Di Danau Kotaeyono Desa Rahia
Kabupaten Buton Tengah Terhadap Masyarakat Sekitar.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara bahan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap
pengembangan pengetahuan ilmu pendidikan geografi dan pemberdayaan masyarakat
di desa Rahia agar sadar terhadap pengembangan pariwisatanya sehingga bisa
meningkatkan minat pengunjung.
2. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi berbagai pihak-pihak yang
memerlukannya untuk keperluan riset akademik di sektor pariwisata terkhususnya
didesa Rahia atau referensi maupun bagi peneliti itu sendiri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Community Based Tourism (CBT)


1. Pengertian Community Based Tourism (CBT)

Menurut Nurhidayati dan Fandeli (2012) Community Based Tourism (CBT)


sebagai pariwisata yang memperhitungkan dan menempatakan keberlanjutan
lingkungan, sosial dan budaya, diatur dan dimiliki oleh komunitas, untuk komunitas.
Konsep CBT memberikan akses dan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk
terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan kegiatan kepariwisataan (Asker et al,
2010). Penerapan CBT dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat
langsung dalam mengontrol, mengelola dan melakukan pengembangan pariwisata
melalui peran aktif masyarakat setempat.(Dwi Purnomo1 Dan Achmad Djunaedi,
2019)

Definisi Community Based Tourism (CBT) yaitu:

a. Bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal


untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata
b. Masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga
mendapat keuntungan
c. Menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi
keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung dipedasaan.
Dengan demikian dalam pandangan Hausler CBT merupakan suatu
pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal
(baik yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam
bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan
pariwisata yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat.

6
7

Konsep Community Based Tourism (CBT) sebuah konsep yang lahir


berdasarkan pemikiran Bank Dunia dalam rangka penanggulangan kemiskinan
melalui sector pariwisata pada tahun 2000. CBT merupakan sebuah kegiatan
pembangunan pariwisata yang dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Ide kegiatan
dan pengelolaan dilakukan seluruhnya oleh masyarakat secara partisipatif, dan
manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat lokal (Dewi, 2013).

Menurut Suansri (2003) Community Based Tourism (CBT) merupakan


pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan
budaya. Konsep ini merupakan paradigm baru dalam pengelolaan pariwisata. Suansri
mengemukakan beberapa prinsip yang harus dipegang teguh dalam pelaksanaan
Community Based Tourism. Prinsip tersebut antara lain:

1. Mengakui dan mendukung serta mengembangkan kepemilikian komunitas


dalam industri pariwisata
2. Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek
3. Mengembangkan kebanggaan komunitas
4. Mengembangkan kualitas hidup komunitas
5. Menjamin keberlanjutan lingkungan
6. Mempertahankan keunikan karakter dan budaya diarea lokal
7. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada
komunitas
8. Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia
9. Mendistribusikan keuntungan secara adil pada komunitas.
8

2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Paradigma pemberdayaan masyrakat yang mengemuka sebagai isu sentral


dewasa ini muncul sebagai tanggapan atas kenyataan adanya kesenjangan yang belum
tuntas terpecahkan terutama antara masyarakat dipedesaan, kawasan terpencil, dan
terbelakang.Pemberdayaan pada dasarnya menempatkan masyarakat sebagai pusat
perhatian dan sebagai pelaku utama pembangunan. Paradigma pemberdayaan adalah
pembangunan yang berpusat pada rakyat dan merupakan proses pembangunan yang
mendorong prakarsa masyarakat yang berakar dari bawah. (Alfitri, 2011).
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) sering kali sulit
dibedakan dengan pembangunan masyarakat (community development) karena
mengacu pada pengertian yang tumpang tindih dalam penggunaannya di
masyarakat.Dalam kajian ini pemberdayaan masyarakat dimaksudkan sebagai
pemberdayaan masyarakat yang sengaja dilakukan pemerintah untuk memfasilitasi
masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya
yang dimiliki sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian
secara ekonomi, ekologi dan sosial secara berkelanjutan(Munawar Noor *, 2011)
Pemberdayaan pada hakekatnya adalah untuk menyiapkan masyrakat agar
mereka mampu dan mau secara aktif berpartisipasi dalam setiap program dan
kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup
(kesejahteraan) masyarakat, baik dalam pengertian ekonomi, sosial, fisik maupun
mental. (Mardikanto, 2010)
Soetomo (2011), menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah
pendekatan yang memberikan kesempatan, wewenang yang lebih besar kepada
masyarakat terutama masyarakat lokal untuk mengelola proses pembangunan.
Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana
masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan dan hak untuk menikmati hasil
pembangunan.
9

Dilihat dari proses operasionalisasinya, ide pemberdayaan memiliki dua


kecenderungan, Mardikanto (2010):
a. Kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan
atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power)
kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat
dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna untuk
mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
b. Kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada
proses memberikan stimulasi, mendorong atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Dalam mencapai tujuan pemberdayaan berbagai upaya dapat dilakukan
melalui berbagai macam strategi. Salah satu strategi yang memungkinkan dalam
pemberdayaan masyarakat adalah pengembangan pariwisata berbasis masayarakat
yang secara konseptual memiliki cirri-ciri unik serta sejumlah karakter yang oleh
Sastrayuda (2010), dikemukakan sebagai berikut:
a. Pariwisata berbasis masyarakat menemukan rasionalitasnya dalam
property dan cirri-ciri unik dan karakter yang lebih unik diorganisasi
dalam skala yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan
secara ekologis aman, dan tidak banyak menimbulkan dampak negatif
seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional.
b. Pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang lebih mampu
mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil
dan oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan
pengusaha-pengusaha lokal.
c. Berkaitan sangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya lebih dari
pariwisata konvensional, dimana komunitas lokal melibatkan diri dalam
menikmati keuntungan perkembangan pariwisata, dan oleh karena itu
lebih memberdayakan masyarakat.
10

Istilah masyarakat (Society) artinya tidak diberikan cirri-ciri atau ruang


lingkup tertentu yang dapat dijadikan pegangan, untuk mengadakan suatu analisa
secara ilmiah.Istilah masyarakat mencakup masyarakat sederhana yang buta huruf,
samapi pada masyarakat-masyarakat industrial modern yang merupakan suatu
Negara.Istilah masyarakat juga digunakan untuk menggambar kelompok manusia
yang besar, sampai pada kelompok-kelompok kecil yang terorganisasi.
Istilah masyarakat kadang-kadang digunakan dalam artian “gesellaachafi”
atau sebagai asosiasi manusia yang ingim mencapai tujuan-tujuan tertentu yang
terbatas isinya, sehingga direncanakan pembentukan organisasi-organisasi tertentu
(Sekanto, 2012). Masyarakat adalah kelompok manusia yang sengaja dibentuk secara
rasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu.Suatu totalitas dari orang-
orang yang saling tergantung dan yang mengembangkan suatu kebudayaan tersendiri
juga disebut masyarakat.walaupun penggunaan istilah-istilah masyarakat masih
sangat samar-samar dan umum, akan tetapi hal itu dapat dianggap indikasi dari
hakitat manusia yang senantiasa ingin hidup bersama dengan orang lain.
Bagaimanapun juga penggunaan istilah masyarakat tidak akan mungkin dilepas dari
nilai-nilai, norma-norma tradisi, kepentingan-kepentingan dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, pengertian masyarakat tidak mungkin dipisahkan dari kebudayaan dan
kepribadian (Soekanto, 2012).

B. Konsep Pengembangan Pariwisata


1. Pengertian Pengembangan

Pengembangan adalah proses yang menciptakan pertumbuhan, kemajuan,


perubahan positif atau penambahan komponen fisik, ekonomi, lingkungan, sosial dan
demografis. Tujuan pengembangan adalah peningkatan tingkat dan kualitas hidup
penduduk, dan penciptaan atau perluasan pendapatan daerah setempat dan peluang
kerja, tanpa merusak sumber daya lingkungan.
11

Dalam konteks pembangunan, definisi pengembangan selama ini dikenal


sebagai pengembangan sector ekonomi. Misalnya pengembangan dalam konteks
pembangunan pariwisata yaitu melalui pengembangan produk wisata (obyek wisata),
pengembangan strategi pemasaran dan lain-lain. Dalam arit lain, pengembangan
merupakan upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

2. Pengembangan Kondisi Pariwisata

Industri pariwisata saat ini menjadi salah satu industri yang mempunyai peran
cukup penting dalam pembangunan nasional diberbagai Negara. Di tahun 2017,
secara global industri pariwisata telah mengubah kehidupan jutaan orang melalui
pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan
mempercepat pembangunan serta penguatan toleransi (Crotti & Misrahi, 2017).
Pariwisata adalah keseluruhan dari elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah
tempat tujuan, perjalanan dan industri, dll) yang merupakan akibat dari perjalanan
wisata kedaerah tujuan wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen.
Pariwisata berkembang karena ada gerakan manusia dalam mencari sesuatu yang
belum diketahui, menjelajah wilayah baru, mencari perubahan suasana atau untuk
mendapatkan perjalanan baru. Sedarmayanti, (2014)
Pengembangan pariwisata sebagai suatu industri secara ideal harus
berlandaskan pada empat prinsip dasar, sebagaimana dikemukakan (Anindita, 2015)
yaitu:
a. Kelangsungan ekologi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus
menjamin terciptanya pemeliharaan dan proteksi terhadap sumberdaya
alam yang menjadi daya tarik pariwisata, seperti lingkungan laut, hutan,
pantai, danau, dan sungai
b. Kelangsungan kehidupan sosial dan budaya, yaitu bahwa pengembangan
pariwisata harus mampu meningkatkan peran masyarakat dalam pengawan
tata kehidupan melalui system nilai yang dianut masyarakat setempat
sebagai identitas masyarakat tersebut.
12

c. Kelangsungan ekonomi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus


dapat menciptakan kesempatan kerja bagi semua pihak untuk terlibat
dalam aktivitas ekonomi melalui suatu system ekonomi yang sehat dan
kompetitif
d. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat
melalui pemberian kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam
pengembangan pariwisata.
Dengan demikian, pengembangan pariwisata yang berkelanjutan perlu
didukung dengan perencanaan yang matang dan harus mencerminkan tiga dimensi
kepentingan yaitu industry pariwisata, daya dukung lingkungan (sumber daya alam),
dan masyarakat setempat dengan sasaran untuk peningkatan kualitas hidup.
Pengembangan potensi daya tarik atau atraksi wisata meliputi daya tarik alami
yang bersifat melekat (inherent) dengan keberadaan obyek wisata alam tersebut.
Selain daya tarik alami, suatu obyek wisata memiliki daya tarik buatan manusia (man
made attraction). Menurut Santoso (2015) unsur-unsur pengembangan pariwisata
meliputi:
1. Atraksi
Atraksi atau daya tarik dapat timbul dari keadaan alam (keindahan panorama,
flora dan fauna, sifat khas perairan laut, danau), obyek buatan manusia
(museum, katedral, masjid kuno, makam kuno dan sebagainya), ataupun
unsur-unsur dan peristiwa budaya (kesenian, adat istiadat, makanan dan
sebagainya).
2. Transportasi
Perkembangan transportasi berpengaruh atas arus wisatawan dan juga
perkembangan akomodasi. Disamping itu perkembangan teknologi
transportasi juga berpengaruh atas fleksibiltas arah perjalanan, jika angkutan
dengan kereta api bersifat linier, tidak banyak cabang atau kelokannya,
dengan kendaraan mobil arah perjalanan dapat menjadi lebih bervariasi.
13

Demikian pula dengan angkutan pesawat terbang yang dapat melintasi


berbagai rintangan alam (waktu yang lebih singkat).
3. Akomodasi
Tempat menginap dapat dibedakan antara yang dibangun untuk keperluan
umum (hotel, motel, tempat pondokan, tempat berkemah waktu liburan) dan
yang diadakan khusus perorangan untuk menampung menginap keluarga,
kenalan atau anggota perkumpulan tertentu atau terbatas.
4. Fasilitas Pelayanan
Penyediaan fasilitas dan pelayanan makin berkembang dan bervariasi sejalan
dengan perkembangan arus wisatawan. Perkembangan pertokoan dan jasa
pelayanan pada tempat wisata dimula dengan adanya pelayanan jasa
kebutuhan sehari-hari (penjual makanan, warung minum, atau jajanan),
kemudian jasa-jasa perdagangan (pramuniaga, tukang-tukang atau jasa
pelayanan lain), selanjutnya jasa untuk kenyamanan dan kesenangan (took
pakaian, took perabot rumah tangga, dll) lalu jasa yang menyangkut
keamanan dan keselamatan (dokter, apotek, polisi dan pemadam kebakaran)
dan pada akhirnya perkembangan lebih lanjut menyangkut juga jasa penjualan
barang mewah.
5. Infrastruktur
Infrastruktur yang memadai diperlukan untuk mendukung jasa pelayanan dan
fasilitas pendukung. Pembangunan infrastruktur secara tidak langsung juga
memberi manfaat (dapat digunakan) bagi penduduk setempat disamping
mendukung pengembangan pariwisata. Hal ini menyangkut tidak saja
pembangunan infrastruktur transportasi (jalan, pelabuhan, jalan kereta api,
dll), tetapi juga penyediaan saluran air minum, penerangan listrik, dan juga
saluran pembuangan limbah.
14

Menurut Yoeti (2008:8) pariwisata harus memenuhi empat criteria dibawah


ini, yaitu:
1) Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, perjalanan dilakukan
diluar tempat kediaman dimana orang itu biasanya tinggal
2) Tujuan perjalanan dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang, tanpa
mencari nafkah dinegara kota atau daerah objek wisata yang dikunjungi
3) Uang yang dibelanjakan wisatawan tersebut dibawa dari Negara asalnya,
dimana dia bisa tinggal atau berdiam, dan bukan diperoleh karena hasil usaha
selama dalam perjlanan wisata yang dilakukan, dan
4) Perjalanan dilakukan minimal 24 jam atau lebih.
Kegiatan pembangunan kepariwisataan, sebagaimana halnya pembangunan
disektor lainnya, pada hakekatnya melibatkan peran dari seluruh pemangku
kepentingan yang ada dan terkait. Menurut Rohim (2012:2) menyatakan bahwa
pemangku kepentingan dalam pariwisata meliputi 3 (tiga) pihak yaitu: pemerintah,
swasta dan masyarakat, dengan peran fungsinya masing-masing. Pemangku
kepentingan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun harus saling bersinergi untuk
mencapai dan mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan yang disepakati(Neno
Rizkianto Topowijono, 2018)
Secara umum, 3 (tiga) pihak atau pilar yang terlibat dalam proses
pengembangan pariwisata yaitu: (1) Masyarakat, (2) Swasta, (3) Pemerintah. Pilar
masyarakat merujuk pada masyarakat umum yang ada pada destinasi atau lokasi
wisata, sebagai pemilik sah dari berbagai sumber daya yang merupakan modal
pariwisata seperti kebudayaan. Termasuk didalamnya tokoh-tokoh masyarakat,
intelektual. Lembaga swadaya masyarakat, dan media massa. Pilar selanjutnya adalah
swasta yaitu asosiasi usaha pariwisata dan para pengusaha yang terkait secara
langsung maupun tidak langsung dengan pariwisata. Pilar terakhir adalah pemerintah
yang memiliki wewenang pada berbagai wilayah administrasi, mulai dari pemerintah
pusat, Negara bagian, provinsi, kabupaten, dan seterusnya (Pitana & Gayatri, 2005).
15

Mengacu pada pandangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa


pengembangan pariwisata sepantasnya melibatkan ketiga pilar
tersebut.Pengembangan pariwisata tidak hanya mengandalkan kemampuan bisnis dari
pihak swasta tanpa adanya dukungan dari pemerintah maupun masyarakat.Begitu
pula pengembangan pariwisata yang hanya dikelola oleh pemerintah tanpa
melibatkan pilar lainnya. Pemerintah akan mengalami kesulitan dalam peningkatan
investasi dan modal dalam pengembangan pariwisata tersebut. Namun, hal yang
paling penting adalah keterlibatan masyarakat yang selama ini sering kali diabaikan
dalam pengembangan pariwisata akibatnya masyarakat, terutama mereka yang tinggal
diwilayah atau destinasi wisata sering kali tidak ikut merasakan manfaat dari
pengembangan pariwisata disekitar mereka.Jikapun terlibat maka peran yang mereka
jalankan sangat minim sehingga tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan
masyarakat lokal. Pada beberapa kasus, masyarakat lokal disekitar destinasi wisata
hanya menjadi penonton sementara pada saat yang sama mereka terkena berbagai
dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang negatif akibat dari pengembangan
wisata didaerah mereka tinggali (Anuar & Sood, 2017) (Binahayati Rusyidi, 2018)
Sependapat dengan Sunaryo (2013:218) mengatakan masyarakat sebagai salah
satu pemangku kepentingan memiliki kedudukan dan peran penting dalam
mendukung keberhasilan pembangunan pariwisata. Mulai dari kerangka perencanaan
hingga pelaksanaan kegiatan pembangunan kepariwisataan, dan untuk mendukung
keberhasilan pembangunan kepariwisataan, maka setiap upaya atau program
pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan posisi, potensi dan peran
masyarakat sebagai subjek atau pelaku pembangunan.

Dalam hal pembangunan khususnya pengembangan pariwisata yang paling


terpenting adalah pembangunan infrastruktur meliputi sarana dan prasana,
transportasi dan fasilitas penunjang lainnya (Malik1 & Fakultas, 2021)
16

Dalam pengembangan pariwisata tidak hanya pemerintah yang melakukan


sendiri tetapi pihak-pihak lain juga ikut andil dalam pengembangan pariwisata
terutama pembangunan infrastruktur guna meningkatkan pendapatan dari sector
ekonominya selain tercapainya kepuasan masyarakat atau pengunjung. Menurut
Charles Kaiser Jr. dan Larry E. Helber dalam bukunya menjelaskan tingkat-tingkat
perencanaan pariwisata itu dimulai dari pengembangan pariwisata daerah yang
mencakup pembangunan fisik objek dan atraksi wisata. Setelah itu dilakukan kita
dapat melihat perkembangan dari jumlah berkunjung wisatawan apabila ternyata
mencapai target yang telah ditetapkan. Untuk pengembangan ini perlu dilakukan
pendekatan-pendekatan dengan organisasi pariwisata yang ada (pemerintah dan
swasta) dan pihak-pihak terkait diharapkan dapat mendukun kelanjutan pembangunan
pariwisata daerah tersebut (Deddy Prasetya Maha Rani1, 2014)

C. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat


Terkait dengan pengembangan pariwisata, Page (2009) menyebutkan
setidaknya terdapat 5 (lima) pendekatan dalam pengembangan pariwisata yaitu:
1. Bostern Approach. Pendekatan ini merupakan pendekatan sederhana yang
menjelaskan bahwa pariwisata sebagai suatu akibat yang positif bagi suatu
tempat terutama bagi penghuninya. Namun demikian, pendekatan ini tidak
melihat adanya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan daya
dukung wilayah tidak dipertimbangkan secara matang
2. The Economic Industry Approach. Pendekatan pengembangan pariwisata
lebih menekankan pada tujuan ekonomi daripada tujuan sosial dan
lingkungan, serta menjadikan pengalaman dari pengunjung dan tingkat
kepuasan pengunjung sebagai sasaran utama.
3. The Physical Spatial Approach. Pendekatan pengembangan pariwisata ini
mengacu pada penggunaan lahan geografis dengan strategi pengembangan
berdasarkan prinsip keruangan (spasial). Misalnya pembagian kelompok
pengunjung untuk menghindari konflik antar pengunjung.
17

4. The Community Approach. Pendekatan pengembangan pariwisata yang


menekankan pada pelibatan masyarakat secara maksimal dalam proses
pengembangan pariwisata.
5. Sustainable Approach. Pengembangan pariwisata dengan mempertimbangkan
aspek keberlanjutan atau kepentingan masa depan atas sumber daya serta
dampak pembangunan ekonomi terhadap lingkungan(Binahayati Rusyidi,
2018)
Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan
yang melibatakan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks
paradigma baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan (sustainablen
development paradigma) pariwisata berbasis masyarakat merupakan peluang untuk
menggerakan segenap potensi dan dinamika masyarakat, guna mengimbangi peran
pelaku usaha skala besar.Pariwaisata berbasis masyarakat tidak berarti merupakan
upaya kecil dan lokal semata, tetapi perlu diletakkan dalam konteks kerjasama
mayarakat secara global.
Community Based Tourism didefinisikan sebagai pariwisata yang
menempatakan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya dalam aktivitasnya.
Bentuk pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat dan untuk masyarakat,
guna membantu para wisatawan dalam meningkatkan kesadaran mereka dan belajar
tentang masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life).
Community Based Tourism (CBT) berkembang dengan pesat karena adanya
pertimbangan bahwa kegiatan pariwisata banyak membawa dampak negatif bagi
masyarakat, antara lain:

1. Merusak sumber daya alam disekitar masyarakat


2. Adanya pengaruh budaya luar terhadap eksistensi sosial budaya masyarakat
lokal
3. Sangat sedikit manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat
18

Community Based Tourism sebagai pariwiasata yang menghitungkan dan


menempatkan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya, diatur dan dimiliki oleh
komunitas, untuk komunitas. Teori ini melihat community based tourism bukan dari
aspek ekonomi terlebih dahulu melainkan aspek pengembangan kapasitas komunitas
dan lingkungan, sementara aspek ekonomi menjadi induced impact dari aspek sosial,
budaya dan lingkungan Janianton (2013).
Secara umum peran masyarakat lebih menitikberatkan kepada partisipasi. Tinggi
rendahnya partisipasi yang diberikan akan berdasarkan pada tingkat keberdayaan
yang dimiliki oleh masyarakat dan kemampuan pemahaman pada setiap level dalam
proses kebijakan public. Pada dasarnya tidak semua masyarakat sudah mampu
memberikan saran, kritik, ide dan sebagainya. Peran lain adalah partisipasi di bidang
perdanaan. Pengerahan dana masyarakat seringkali dilakukan sebagai perbandingan
kemampuan masyarakat terhadap perdanaan dalam satu kegiatan pembangunan yang
sedang dilakasanakan oleh pemerintah maupun pihak swasta, sumber perdanaan yang
dihimpun masyarakat lebih populer disebut dengan swadaya masyarakat. Peran
masyarakat yang lain adalah memiliki fungsi pada kontrol sosial dalam rangka
pelestarian dan pemeliharaan hasil-hasil penbangunan (Sastrayuda 2010)
Konsep pengembangan masyarakat terkait pariwisata, berhubungan dengan
partisipasi, pemberdayaan dan kapasitas masyarakat.Salah satu elemen utama
pengembangan pariwisata adalah mendorong partisipasi masyarakat lokal sebagai
pusat keberlanjutan industri pariwisata.Pendekatan partisipasi masyarakat telah lama
dianjurkan sebagai bagian dari pembangunan pariwisata berkelanjutan, dan dapat
meningkatkan daya dukung masyarakat dengan mengurangi dampak negatif
pariwisata sekaligus meningkatkan efek positif.Terkait dengan itu, Aref berpendapat
kesadaran masyarakat dapat memiliki efek katalitik pada pengembangan industri
pariwisata melalui peningkatan partisipasi lokal(Jodie Giovanna Abrahamsz, 2017)
Undang-Undang nomor 10 tahun 2019 tentang kepariwisataan
mengamanatkan bahwa salah satu tujuan kegiatan kepariwisataan adalah
19

melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya dengan berlandaskan pada prinsip-


prinsip memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup, memberdayakan
masyarakat setempat dan menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam rangka otonomi daerah serta keterpaduan
antar pemangku kepentingan. Salah satu konsep yang menjelaskan peranan
komunitas dalam pembangunan pariwisata adalah community based tourism, yaitu
konsep pengembangan suatu destnasi wisata melalui pemberdayaan maasyarakat
lokal, dimana masyarakat turut andil dalam perencanaan, pengelolaan dan pemberian
suara berupa keputusan dalam pembangunannya.
Pentingnya pengertian partisipasi untuk diketahui karena pariwisata berbasis
masyrakat sangat memerlukan keterlibatan masyarakat (tertutama masyarakat
sekitar). Tanpa adanya keterlibatan masyarakat, pariwisata bebasis masyarakat
(community based tourism) tidak akan dapat mencapai tujuan atau sasaran.
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata berwujud partisipasi
dapat dilihat dalam lima tahap sebagai berikut: (Rohim 2013)
1) Tahap persiapan. partisipasi masyarakat pada tahap ini adalah dengan
mengikuti sosialisasi yang diadakan untuk menyonsong kehadiran
pengembangan Kampung Wisata Tani sebagai desa wisata.
2) Tahap perencanaan. Tahap ini terdiri atas identifikasi kebutuhan dan analisis
kemampuan.pada tahap ini partisipasi masyarakat bersifat fungsional artinya
masyarakat setempat berpartisipasi terhadap apa yang sudah ditetapkan oleh
tenaga ahli yang berasal dari luar desa setempat yang diberi kepercayaan
dalam pengembangan Kampumg Wisata Tani sebagai desa wisata.
3) Tahap Operasional. Tahap ini terdiri atas partisipasi berbentuk fisik pdan
partisipasi berbentuk nonfisik. Pada partisipasi berbentujk fisik (physical
participation), partisipasi masyarakat setempat dilakukan dengan beberapa
cara. Pertama, mobiltas sendiri, artinya masyarakat dengan penuh kesadaran
membangun fasilitas fisik untuk menunjang pengembangan pariwisata
didesanya.
20

4) Tahap pengembngan. Pada tahap ini partisipasi masyarakat bersifat


spontan,antara lain dengan mendirikan dan mengelola usaha-usaha yang
terkait dengan kepariwisatawan, seperti pengelolaan usaha penginapan, usaha
warung makan dan minuman, serta usaha yang menjual kebutuhan sehari-hari.
5) Tahap pengawasan. Pada tahap ini partisipasi masyarakat lebih kepada
pengawasasn yang bersifat praktis dan preventif.
Keberhasilan pariwisata bebasis masyarakat akan mampu menciptkan
kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan membawa dampak positif bagi upaya
pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat dan pada akhirnya diharapkan dapat
menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari masyarakat yang tumbuh akibat
peningkatan kegiatan pariwisata. Hal yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam
hal pariwisata berbasis masyarakat adalah wisatawan nusantara karena potensinya
yanag sangat besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan destinasi pariwisata
(Prasiasa 2013).
Pengelolaan sumber daya pariwisata didestinasi pariwisata dengan malibatkan
masyarakat setempat memiliki berbagai alasan. Menurut Korten dalam (2009) alasan
yang mendasarinya adalah:
a. Variasi antardaerah (local variety), yakni setiap daerah tidak dapat diberikan
perlakuan yang sama karena setiap daerah mempunyai karakteristik sendiri yang
membedakannya dengan daerah lain, sehingga sistem pengelolaannya akan
berbeda, selain masyarakat setempat sebagai pemilik daerah, mereka adalah
pihak yang paling mengenal dan paling mengetahui situasi daerahnya;
b. Adanya sumber daya lokal (local resources) yang secara tradisional yang
dikuasai oleh masyarakat setempat, merekalah yang lebih mengetahui
bagaimana cara mengelola sumber daya lokal tersebut yang bersumber dari
pengalaman generasi ke generasi;
c. Tanggung jawab lokal (local accountability), dalam hal ini pengelolaan yang
dilakukan oleh maasyrakat lokal bertanggung jawab karena kegiatan tersebut
secara langsung akan mempengaruhi hidup mereka Community Based Tourism
21

yaitu konsep pengembangan suatu destnasi wisata melalui pemberdayaan


masyarakat lokal, dimana masyarakat turut andil dalam perencanaan,
pengelolaan, dan pemberian suara berupa keputusan dalam pembangunannya.
Menurut Garrot (2016), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan
prinsip-prinsip perencanaan formal sangat menekankan pada keuntungan
potensional dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan dengan
istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih konkret dengan ketentuan dan
pengaturan yang lebih seimbang_antara pembangunan dan perencanaann
berkelanjutan. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap
lingkungan alam dalam dampak pembangunan ekowisata.

Menurut Sunaryo (2013:219) menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan


merupakan suatu kegiatan yang berbasis pada komunitas. Dengan factor utama
sumber daya dan keunikan komunitas lokal, baik berupa elemen fisik maupun non
fisik (tradisi dan budaya) yang melekat pada komunitas tersebut harus menjadi
penggerak utama dalam pariwisata tersebut.

Sunaryo (2013:218) menyatakan bahwa untuk mewujudkan pengembangan


pariwisata berjalan dengan baik dan dikelola dengan baik maka hal yang paling
mendasar dilakukan adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luar dari
komunitas lokal dalam proses pengembangan dan memaksikmalkan nilai manfaat
sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata untuk masyarakat setempat. Masyarakat
lokal memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu pemangku
kepentingan dalam pembangunan kepariwisataan, selain pihak pemerintah dan
industri swasta.

Berdasarkan konsep permberdayaan masyarakat dalam pembangunan


kepariwisataan maka upaya pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan pada
hakikatnya harus diarahkan pada beberapa hal sebagai berikut:
22

a. Meningkatkan kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat pembangunan


kepariwisataan
b. Meningkatkan posisi dan kualitas keterlibatan atau partisipasi masyarakat
c. Meningkatkan nilai manfaat positif pembangunan kepariwisataan bagi
kesejahteraan ekonomi masyarakat
d. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam melakukan perjalanan wisata.

Pariwisata berbasis masyarakat berkaitan erat dengan adanya kepastian


paritisipasi aktif dari masyarakat setempat dalam pembangunan kepariwisataan yang
ada. Partisipasi masyarakat dalam pariwisata terdiri atas dua perspektif, yaitu
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi yang
berkaitan dengan distribusi keuntungan yang diterima oleh masyarakat dari
pembangunan pariwisata. Oleh karena itu, pada dasarnya terdapat tiga prinsip pokok
dalam strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang berbasis pada
masyarakat atau Community Based Tourism, yaitu:

1. Mengikutsertakan anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan


2. Adanya kepastian masyarakat lokal menerima manfaat dari kegiatan
kepariwisataan
3. Pendidikan kepariwisataan bagi masyrakat lokal.(Sefira Ryalita Primadany,
Mardiyono, n.d.)
D. Minat Pengunjung
1. Pengertian Minat

Jahja (2011) menyatakan minat adalah suatu dorongan yang mengakibatkan


terikatnya perhatian individu pada objek tertentu seperti pekerjaan, pelajaran, benda
dan orang. Sedangkan minat Berkunjung merupakan perilaku yang muncul sebagai
respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan
kunjungan ulang.
23

2. Pengertian Pengunjung

Menurut Resolusi Dewan Ekonomi dan sosial PBB No.870 pasal 5 dijelaskan
bahwa pengunjung adalah setiap orang yang mengunjungi suatu Negara yang bukan
merupakan tempat tinggalnya yang biasa dengan alasan apapun selain usaha untuk
mencari pekerjaan. Dalam bahasa sehari-hari kata pengunjung lebih dikenal dengan
istilah Wisatawan (tourist). Di Indonesia sendiri, istilah wisatawan sesuai dengan
instruksi Presiden No.9 Tahun 1969 adalah setiap orang yang berpergian dari tempat
tinggalnya untuk berkunjung ke tempat atau daerah lain dengan tujuan untuk
menikmati perjalanan wisata.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan


menjelaskan bahwa Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Kriteria agar daya tarik wisata dapat menarik wisatawan untuk


mengunjunginya, maka harus memenuhi enam syarat yaitu:

a. “somethingto see” maksudnya, daya tarik wisata tersebut harus memiliki daya
tarik khusus yang bisa dilihat oleh wisatawan.
b. “something to do” maksudnya, daya tarik wisata harus disediakan beberapa
fasilitas rekreasi dan tempat atau wahana yang bisa digunakan oleh wisatawan
untuk beraktivitas.
c. “something to buy” maksudnya, daya tarik wisata tersebut harus tersedia
barang-barang cinderamata (souvenir) seperti halnya kerajinan tangan
masyarakat setempat yang bisa dibeli wisatawan sebagai oleh-oleh.
d. “something to arrived” maksudnya, adalah bagaimana wisatawan dapat
mencapai suatu daya tarik wisata tersebut yang didalamnya termasuk
24

aksesibilitas, tarnsportasi dan estimasi waktu tiba dilokasi daya tarik wisata
tersebut
e. “something to say” maksudnya adalah bagaimana wisatawan akan tinggal
selama melakukan kunjungan ke objek wisata tersebut
f. “something to learn” maksudnya adalah ada sesuatu pengalaman baruyang
diperoleh wisatawan ketika berkunjung sehingga menambah wawasan
pengetahuan wisatawan.

Pariwisata juga harus memiliki citra destinasi yang baik sehingga dapat
menjadi salah satu pertimbangan yang diperhitungkan oleh pengunjung untuk
melakukan kunjungan ke destinasi yang diinginkan. Destinasi wisata yang bagus
harus mampu menyediakan fasilitas wisata yang sesuai dengan kebutuhan
pengunjung untuk memberikan kemudahan dan memnuhi kebutuhan mereka selama
berkunjung. Kotler (2009:45) menyatakan bahwa fasilitas merupakan segala sesuatu
yang sengaja disediakan oleh penyedia jasa untuk dipakai serta dinikmati oleh
konsumen yang bertujuan memberikan tingkat kepuasan maksimal. Ketika fasilitas
wisata dapat memberikan kepuasan maksimal kepada para pengunjung, akan menjadi
dasar yang baik untuk mereka melakukan kunjungan kembali dimasa yang akan
datang.

3. Fasilitas Wisata

Fasilitas wisata merupakan sarana penunjang yang dapat menciptakan rasa


menyenangkan yang disertai dengan kemudahan dan pemenuhan kebutuhan
wisatawan dalam menikmati produk wisata yang ditawarkan (Mansur, 2013:34).

E. Kerangka Pikir

Pariwisata merupakan sektor yang bisa mendongkrak perekonomian suatu


negara.Pariwisata dapat menumbuhkan dan meningkatkan pengenalan budaya dan
rasa cinta tanah air. Dari sector pariwisata juga dapatmemberikan sumbangan
25

terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah bersumber dari pajak, retribusi parker,
karcis atau dapat mendatangkan devisa dari para wisatawan yang berkunjung. Adanya
pariwisata juga akan menumbuhkan usaha-usaha ekonomi disekitar area wisata dan
menunjang kegiatannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (Fandy
Kurniawan, Soesilo Zauhar, n.d.)

Namun pengembagan pariwisata juga harus melibatkan pembangunan


infrastruktur dimana meliputi sarana dan prasarana, akses menuju lokasi objek wisata,
transportasi, sumber listrik, pelayanan-pelayanan fasilitas lainnya yang menunjang.
Sehingga dapat meningkatkan jumlah wisatawan atau pengunjung yang ingin
melakukan perjalanan wisata ke lokasi objek wisata tersebut.

Tanggung jawab pengelola wisata terutama juga pemerintah desa tersebut


kemudian melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat di sekitar wisata untuk
melakukan pemberdayaan yang difokuskan kepada masyarakat secara langsung
sehingga masyaraka sekitart turut andil atau terlibat langsung dalam pembangunan
yang dilakukan sehingga tercapai tujuan yang telah disepakti.Sehingga meningkatkan
minat pengunjung maka penelitian terkait Pemberdayaan Masyarakat Berbasis
Pariwisata.

1.
26

Bagan Kerangka Pikir


Pengembangan Pariwisata berbasis
Masyarakat (Community Based
Tourism) Danau Kotaeyono

Faktor Indikator
Faktor
Pendukung
Penghambat
1. Mengikutsertakan Anggota Masyrakat
1. Kondisi Alam
1. Kesadaran
masih terjaga Dalam Pengambilan Keputusan
terhadap
2. Tidak 2. Adanya Kepastian Masyarakat kebersihan
dipungut
LokalMenerimaManfaat dari Kegiatan 2. Tidak adanya
biaya
Wisata wewenang
pemerintah
3. Menjamin Sustainabilitas Lingkungan
daerah dalam
4. Menelihara Karakter Dan Budaya Lokal mengelola
Yang Unik pariwisata
disebabkann
oleh tidak
Tercapainya Target Pembangunan ada regulasi
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian bertempat di Desa Rahia Kecamatan Gu Kabupaten Buton
Tengah tentang Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based
Tourism) dalam Meningkatkan Minat Pengunjung Di Danau Kotaeyono Desa Rahia
Kabupaten Buton Tengah. Adapun alasan memilih obyek lokasi penelitian tersebut
adalah karena perlunya pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Danau
Kotaeyono Dalam Meningkatkan Minat Pengunjung.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Menurut Sugiyono (2016:9) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian
yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara trigulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatif
bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan dan
menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari
semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. Dalam
penelitian kualitatif manusia merupakan instrument penelitian dan hasil penulisannya
berupa kata-kata atau pernyataan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.

27
28

C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dijaring dari sumber data primer dan
sekunder sesuai dengan tujuan penelitian ini.
1. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data utama yang digunakan untuk
menjaring berbagai data dari informasi yang terkait dengan focus yang dikaji.
Hal ini dilakukan melalui metode wawancara dan observasi.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung yang diperlukan untuk
melengkapi data primer yang dikumpulkan.Hal ini dilakukan sebagai upaya
penyesuaian dengan kebutuhan data lapangan.Data sekunder terutama
diperoleh melalui dokumentasi.
D. Teknik Penentuan Informan Penelitian
Adapun teknik penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan
purposive sampling atau sengaja memilih orang-orang yang dianggap dapat
memberikan informan yang akurat sesuai maksud penelitian yaitu tentang,
Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) dalam
Meningkatkan Minat Pengunjung Di Danau Kotaeyono Desa Rahia Kabupaten Buton
Tengah.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
meliputi:
1. Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan dan pencatatan tentang yang
secara sistematis terhadap penelitian tentang Pengembangan Pariwisata
Berbasisi Masyarakat (Community Based Tourism) dalam Meningkatkan
Minat Pengunjung Di Danau Kotaeyono Desa Rahia Kabupaten Buton
Tengah.
29

2. Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara bebas terstruktur,


artinya peneliti mengadakan wawancara langsung dengan unsur pemerintah
daerah, kecamatan, pihak pengelola wisata dan masyarakat, dan wawancara
bebas artinya peneliti bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah
disiapkan sebelumnya.
3. Dokumentasi, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengambil
gambar berupa foto, dan merekam hasil wawancara dengan informan terkait
dengan obyek yang dikaji.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman (2012), penelitian kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction data display, dan
conclusion drawing/verification, setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka
peneliti melakukan anticipatorysebelum melakukan reduksi data, setalah data
direduksi selanjutnya adalah mendisplaykan data dengan penyajian data dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Setelah
itu adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti yang valid dan konsisten.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,
karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data, maka peelitian tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan
b. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang mempertegas,
memperpendek, membuat hal yang tidak penting dan mengatur data
sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti data dilakukan.
30

c. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rangkaian informasi yang memugkinkan
kesimpulan secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis makna
peristiwanya dapat dipahami
d. Penarikan Kesimpulan
Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mengerti apa arti dan hal-
hal yang ditemui dengan mencatat peraturan-peraturan sebab akibat dan
berbagai proporsi sehingga penarikan simpulan dapat dipertanggungjawabkan.

Tabel Informan
No Nama Jabatan Inisial Jumlah
1 Basri S.Pd Camat Gu BS 1 Orang
2 La Midi S.Pd Kepala Desa LM 1 Orang
3 La Furida Pengelola LF 1 Orang
4 Salfia Masyarakat SF 1 Orang
5 Kino Masyarakat KN 1 Orang

DAFTAR PUSTAKA
31

Binahayati Rusyidi, M. F. (2018). Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat. 1,


155–165.
Deddy Prasetya Maha Rani1. (2014). Pengembangan Potensi Pariwisata Kabupaten
Sumenep , Madura , Jawa Timur ( Studi Kasus : Pantai Lombang ). 3(3), 412–
421.
Dwi Purnomo1 Dan Achmad Djunaedi. (2019). Pengembangan Model Community-
Based Tourism ( Cbt ) Pada Masayarakat Di Desa Bongkudai Baru Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur , Sulawesi Utara Metode : Soft Sytem Methodology
( Ssm ). 24(1), 70–88.
Fandy Kurniawan, Soesilo Zauhar, H. (N.D.). Kemitraan Pengelolaan Sektor
Pariwisata (Studi Pada Tirta Wisata Kabupaten Jombang) Fandy. 1(1), 47–55.
Jodie Giovanna Abrahamsz. (2017). Strategi Pengembangan Pariwisata Berbasis
Masyarakat Di Negeri Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon
Artikel Ilmiah.
Malik1, A. J., & Fakultas. (2021). Kebijakan Pengelolaan Pariwisata Desa Sebagai
Potensi Pendapatan Apbdes. 01(01), 1–10.
Munawar Noor *. (2011). Pemberdayaan Masyarakat. I(2), 87–99.
Neno Rizkianto Topowijono. (2018). Penerapan Konsep Community Based Tourism
Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Berkelanjutan ( Studi Pada Desa Wisata
Bangun ,. 58(2), 20–26.
Putu Widya Darmayanti1, I. M. D. O. (2020). Implikasi Pengembangan Pariwisata
Berbasis Masyarakat Bagi Masyarakat Di Desa Bongan.
Sefira Ryalita Primadany, Mardiyono, R. (N.D.). Pendahuluan Pembangunan Daerah
Merupakan Salah Satu Bagian Dari Pembangunan Nasional Yang Daerah
Tersebut Dibutuhkan Kewenangan Yang Sebagai Tindak Lanjut
Penyelenggaraan Otonomi Daerah Dengan Dikeluarkannya Dan Memenuhi
Tuntutan Reformasi Dan Antara Hubu. 1(4), 135–143.

Sunaryo, B. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan


32

Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.


Fakih, Mansour, 2001, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi ,Yogyakarta:
Pustaka Pelajar dan Insist Press
Garrod, Brian,2001 Local Partisipation in the Planning and Management of Eco
Tourism : A Rivised Model Approach, Bristol : University of The West Of
England
Yaman, Amat Ramsa & A. Mohd, 2004, “Community Based Ecotourism: New
Proportion for Sustainable Development and environment Conservation in
Malaysia” Journal of Applied Sciences IV (4)
Baskoro dan cecep Rukendi. 2008. Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas:
Suatu Kajian Teoritis. Jurnal Kepariwisataan Indonesia, Vol III (1):37-50.
Suansri, Potjana. 2003. Community Based Tourism Handbook. Thailand: Rest
Project.
Sugiono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung.
Alfabeta.

PEDOMAN WAWANCARA TERKAIT PENGEMBANGAN PARIWISATA


BERBASIS MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM) DALAM
33

MENINGKATKAN MINAT PENGUNJUNG DI DANAU KOTAEYONO


DESA RAHIA KABUPATEN BUTON TENGAH

Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Potensi Daya Tarik Wisata
1. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri Apa yang menjadi daya tarik atau keindahan
dari objek wisata ini?
2. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri Bagaimana kondisi alam/vegetasi dari objek
wisata ini?
3. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri Bagaimana kondisi kebersihan objek wisata ini?
Fasilitas
1. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri Bagaimana ketersediaan fasilitas seperti tempat
istrahat, rumah makan dan tempat pembuangan sampah?
2. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri bagaimana kondisi tempat parker yang terdapat
di objek wisata ini?
3. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri Bagaimana kondisi jaringan telekomunikasi
pada lokasi objek wisata ini?
4. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri sarana dan prasarana dan apa saja yang masih
kurang dan fasilitas penunjang lainnya yang perlu ditambah di objek wisata
ini?
5. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri Bagaimana kondisi keamanan objek wisata ini?
Aksesibilitas
1. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri bagaimana kondisi jalan untuk mencapai objek
wisata ini?
2. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu, Sdr/Sdri tempuh untuk menuju objek
wisata ini?
34

3. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri berapa jarak tempuh menuju objek wisata ini?
4. Transportasi apa yang Bapak/Ibu, Sdr/Sdri gunakan untuk menuju objek
wisata ini?
5. Menurut Bapak/Ibu, Sdr/Sdri bagaimana topografi jalan menuju objek wisata
ini?

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENGELOLA TERKAIT


PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT
35

(COMMUNITY BASED TOURISM) DALAM MENINGKATKAN MINAT


PENGUNJUNG DI DANAU KOTAEYONO DESA RAHIA KABUPATEN
BUTON TENGAH

1. Berasal darimana sumber dana yang digunakan untuk membangun objek


wisata ini?
2. Apakah ada biaya atau tiket masuk untuk berkunjung ke objek wisata ini?
3. Bagaimanakah perawatan fasilitas untuk objek wisata ini?
4. Apakah ada jaminan keselamatan untuk wisatawan yang berkunjung ke objek
wisata ini?
5. Fasilitas dan sarana prasarana apa saja yang perlu dikembangkan pada objek
wisata ini?
6. Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan agar objek wisata danau kotaeyono
dapat berkembang lebih optimal?

Anda mungkin juga menyukai