Anda di halaman 1dari 73

OBJEK WISATA DAN

PELAKU USAHA
(Dampak Pengembangan Objek Wisata
terhadap Ekonomi Masyarakat)

Eka Pariyanti
Rinnanik
Buchori

i
OBJEK WISATA DAN PELAKU USAHA
(Dampak Pengembangan Objek Wisata
terhadap Ekonomi Masyarakat )

Penulis : Eka Pariyanti, Rinnanik, Buchori


Editor : Eka Pariyanti
Desain Sampul : Rizal Fahmi AS
Tata Letak : Jalin Atma

ISBN : 978-623-95464-5-8

Diterbitkan oleh : PUSTAKA AKSARA


Redaksi:
Jl. Karangrejo Sawah IX nomor 17, Surabaya
Telp. 0858-0746-8047
Laman : www.pustakaaksara.co.id
Surel : info@pustakaaksara.co.id

Cetakan Pertama : 2020

All right reserved

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun dan dengan cara
apapun, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik
perekaman lainnya tanpa seizin tertulis dari penerbit.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil’alamin, Puji dan syukur kami


panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat yang
telah dilimpahkan-Nya, atas terselesaikan penyusunan buku
yang berjudul ― Objek Wisata dan Pelaku Usaha ― ini dengan
tepat waktu tanpa adanya kendala yang berarti.
Keberhasilan penyusunan buku ini tentunya bukan atas
usaha penulis saja namun ada banyak pihak yang turut
membantu dan memberikan dukungan untuk suksesnya
penulisan buku ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan baik secara moril ataupun material
sehingga buku ini berhasil disusun.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini tentu tidak luput
dari kekurangan. Penulis sangat menyadari bahwa baik dalam
pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun
dalam buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
dengan penuh kerendahan hati peneliti mengharapkan saran,
kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk
perbaikan supaya buku ini semakin sempurna dan lengkap.

Lampung Timur, 2020


Ketua

Eka Pariyanti

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................... iii


Daftar Isi ................................................................................................ iv

BAB I
Pendahuluan ........................................................................................ 1

BAB II
Pariwisata ............................................................................................. 3
A. Pengertian Pariwisata .............................................................. 3
1. Keuntungan Pariwisata ..................................................... 5
2. Kelembagaan Pariwisata .................................................... 6
3. Bagaimana memaknai Pariwisata .................................... 8
B. Objek Wisata ............................................................................. 11
1. Pengertian Objek Wisata .................................................... 11
2. Jenis-jenis objek Wisata ...................................................... 12
3. Daya Tarik Wisata (Atraksi Wisata) ................................. 13

BAB III
Pengembangan Objek Wisata .......................................................... 21
A. Konsep Pengembangan Objek Pariwisata ............................ 28
B. Indikator dalam Pengembangan Pariwisata ......................... 30
C. Tahapan Pengembangan ......................................................... 32
D. Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat .................. 34
E. Prospek dan tantangan pariwisata ......................................... 38

BAB IV
Pelaku Usaha ....................................................................................... 40
A. Hak Pelaku Usaha ................................................................... 42
B. Kewajiban Pelaku Usaha ......................................................... 43
C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ............................................. 45
D. Jenis Usaha Pariwisata ............................................................. 46

BAB V
Analisis Dampak Ekonomi ............................................................... 49

iv
BAB VI
Dampak Pengembangan wisata terhadap Pelaku Usaha ........... 51

BAB VII
Dampak Ekonomi Pengembangan Objek Wisata ....................... 52

BAB VIII
Penutup ............................................................................................ 59

Daftar Pustaka ..................................................................................... 61

Para Penulis ......................................................................................... 65

v
OBJEK WISATA DAN
PELAKU USAHA
(Dampak Pengembangan Objek Wisata
terhadap Ekonomi Masyarakat)

Eka Pariyanti
Rinnanik
Buchori

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan pariwisata di Indonesia bukan lagi hal


baru, perkembangannyapun terbilang sangat pesat, hal ini di
buktikan dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan
yang tidak hanya perjalanan domestik bahkan perjalanan
internasional. Dengan perkembangan nya yang semakin cepat
tersebut, industri di bidang pariwisata menjadi salah satu
sumber pendapatan yang dapat diandalkan,bahkan kini
pariwisata telah menjadi salah satu sumber devisa yang berasal
dari wisatawan domestik dan mancanegara.
Pengembangan sektor pariwisata sudah semestinya
dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus.
Agar dengan adanya pengembangan wisata, dapat menjadikan
sector wisata semakin baik dan menarik kunjungan wisatawan.
Kegiatan pariwisata dapat mendorong masyarakat secara aktif
dalam pembangunan untuk mencapai tujuan kesejahteraan
bersama. Pengembangan sektor pariwisata merupakan suatu
kegiatan menjadikan objek wisata yang sudah ada, menjadi
lebih baik serta menarik, pengembangan wisata juga dapat
dilakukan dengan menggali segala potensi pariwisata, yang
meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
apabila digabungkan dan dikelola dengan baik akan
memberikan manfaat bagi keduanya. Bisa dikatakan bahwa
kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang melibatkan
masyarakat.
Adanya pariwisata akan secara otomatis membuat pola
kehidupan masyarakat sedikit berubah terutama dalam
mencari nafkah, berbeda dengan cara mencari nafkah sebelum
adanya pariwisata, setelah adanya pengembangan objek wisata
membuat kebanyakan masyarakat sekitar berkecimpung
diindustri pariwisata sesuai dengan tujuan awal diadakanya
pariwisata. Tidak hanya sektor ekonomi, pengembangan
pariwisata juga mempengaruhi aspek lain, sepertiaspek sosial
dan budaya masyarakat sekitar. Datangnya seseorang atau

1
sekelompok orang yang berasal dari daerah yang berbeda
secara otomatis membawa budaya yang baru dan pasti
berbeda, budaya mereka masing-masin yang lambat laun dapat
mempengaruhi sistem sosial budaya asli masyarakat sekitar
wisata.
Para ahli juga memberikan pendapatnya bahwa banyak
dampak yang ditimbulkan dari adanya pengembangan suatu
objek wisata. Adanya pengembangan obyek wisata secara
langsung mempengaruhi ekonomi dan sosial budaya
masyarakat setempat. Menurut Mill (2000) dalam bukunya "
The Tourism, International Business ", "Pariwisata dapat
membawa manfaat bagi wisatawan dan masyarakat tuan
rumah, dan dapat meningkatkan taraf hidup dengan membawa
manfaat ekonomi ke kawasan tersebut". Dari kutipan tersebut
terlihat bahwa pengembangan pariwisata tidak hanya
memberikan manfaat pada masyarakat sekitar objek wisata,
tetapi juga memberikan manfaat pada masyarakat kawasan
wisata yang dikembangkan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pengembangan wisata merupakan hal penting yang
pada akhirnya akan bermanfaat untuk masyarakat dan Negara.

2
BAB II
PARIWISATA

A. Pengertian Pariwisata
Pariwisata merupakan perpindahan sementara yang
dilakukan manusia dalam rangka keluar dari pekerjaan
rutin dan kediamannya dengan melakukan aktivitas yang
sesuai dengan kebutuhannya (Marpaung, 2000).
Sementara Devy, HA & Soemanto, R.B (2017)
menyebutkan bahwa pariwisata merupakan suatu
keseluruhan elemen-elemen terkait yang di dalamnya terdiri
dari wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri
dan lain sebagainya yang merupakan kegiatan pariwisata.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan yang digunakan sebagai dasar pijakan
dalam penyelenggaraan kegiataan kepariwisataan. Undang-
Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ini
mendefinisikan istilah pariwisata sebagai berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Dalam kegiatan kepariwisataan ada yang disebut
subyek wisata yaitu orang-orang yang melakukan
perjalanan wisata dan obyek wisata yang merupakan tujuan
wisatawan. Sebagai dasar untuk mengkaji dan memahami
berbagai istilah kepariwisataan, berpedoman pada Bab 1
pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2009 tentang kepariwisataan yang menjelaskan
sebagai berikut:

(1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang


dilakukan oleh sebagian atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara;

3
(2) Wisatawan adalah orang yang melakukan
wisata;
(3) Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
(4) Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan
yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha;
(5) Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran
atau tujuan kunjungan wisatawan;
(6) Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya
disebut destinasi pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada dalam suatu atau lebih
wilayah administratif yang didalamnya terdapt
daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan;
(7) Usaha pariwisata adalah usaha yang
menyediakan barang dan/atau jasa pemenuhan
kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan
pariwisata
(8) Pengusaha pariwisata adalah orang atau
sekelompok orang yang melakukan kegiatan
usaha pariwisata;
(9) Industri pariwisata adalah kumpulan usaha
pariwisata yang terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan penyelenggaraan
pariwisata;
(10) Kawasan strategi pariwisata adalah kawasan
yang memiliki fungsi utama pariwisata atau
memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata yang mempunyai pengaruh dalam

4
suatu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan
ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan
sumber daya alam, daya dukung lingkungan
hidup serta pertahanan dan keamanan

Pada dasarnya pariwisata merupakan suatu


perjalanan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang
untuk sementara waktu, yang dilakukan dari tempat satu ke
tempat yang lain dengan maksud bukan untuk bekerja atau
berusaha melainkan untuk bersenang-senang atau
bertamasya , mencari pengalaman serta dan menambah
wawasan dalam pengetahuan serta untuk memenuhi
kepuasan dan keinginan yang beraneka ragam.
1. Keuntungan Pariwisata
Beberapa keuntungan adanya pariwisita di suatu
daerah :
a. Masyarakat semakin sadar akan kekayaan musik,
seni, masakan, dan bahasa yang dimiliki. Selain itu, ia
akan menjadikannya sebagai sebuah aset budaya
yang patut dibanggakan.
b. Status sosial masyarakat meningkat karena
pendapatan meningkatan, bahkan bisa memperbaiki
kehidupan.
c. Kebudayaan setempat menjadi berkembang karena
permintaan akan hiburan tradisional, seni, kerajinan,
dan musik semakin meningkat.
d. Ketika kebudayaan disadri sebagai sebuah asset,
maka upaya konservasi dan preservasi dilakukan
agar kebudayaan menjadi lestari dan dapat dinikmati
dlam jangka Panjang
e. Revitalisasi cinderamata dan kerjinan lokal yang
terkadang telah lama terlupakan
f. Pariwisata dapat menghidupkan kembali pertunjukan
seni dan ritual yang hamper punah.
g. Pengenalan nilai dan praktik baru serta modern yang
mendorong jiwa kewirausahaan.

5
h. Pariwisata merupakan dorongan kuat untuk
menciptakan perdamaian dan saling memahami
melalui interaksi lintas budaya
i. Pemberdayaan wanita dalam berbagai posisi kerja
baru di industri pariwisata, khususnya untuk
industry kerajinan rumah tangga seperti kerjinan
tangan dan masakan rumah tradisional.
j. Pariwisata dapat mempromosikan sebuah
kebudayaan ke masyarakat luas sehingga citra
masyarakat semakin terkenal. Wisatawan yang
datang dapat memperkenalkan budaya masyarakat
setempat kepada orang lain sehingga ia dapat
mengunjungi daerah wisata tersebut.
k. Wisatawan yang berkunjung dapat memperkenalkan
Bahasa dan budaya lain kepada masyarakat setempat,
dan sebaliknya sehingga kemampuan berbahasa
menjadi lebih baik. Salah satu untuk meningkatkan
keuntungan dan manfaat pariwisata adalah
manajemen pengunjung. Managemen pengunjung di
suatu obyek wisata dapat memberikan kontribusi
terhadap citra suatu daerah tujuan wisata. Hal ini
dapat dilakukan melalui keterlibatan seluruh elemen
obyek wisata atraksi, pelayanan, penyediaan
informasi yang dapat menggambarkan citra obyek
wisata. Dengan melaksanakan managemen
pengunjung sebaikbaiknya. Integritas obyek wisata
dapat diciptakan, koordinasi dapat dijalankan dan
persaingan antar obyek wisata dalam kualitas
pengalaman wisata dapat berhasil.

2. Kelembagaan Pariwisata
Kelembagaan kepariwisataan dijelaskan dalam UU
tentang Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009 ― Sebagai
keseluruhan institusi pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun daerah, swasta dan masyarakat, sumberdaya
manusia, mekanisme operasional serta regulasi yang

6
terkait dengan kepariwisataan . Sunaryo (2013: 117)
menjelaskan peran dan fungsi dari komponen pelaku
usaha maupun pemangku kepentingan pengembangan
kepariwisataan sebagai berikut:
a. Pemerintah pusat maupun daerah Peran pemerintah
di Indonesia disamping berfungsi utama sebagai
regulator dalam menentukan norma, standar,
prosedur dan kriteria pengembangan kepariwisataan,
juga masih terlibat secara langsung dalam manajemen
pengembangan kepariwisataan. Selain itu peran
pemerintah adalah sebagai fasilitator dalam program
promosi dan pemasaran kepariwisataan nasional
serta pengembangan Destinasi Pariwisata pada
tingkat Nasional (DPN), Kawasan Strategis Pariwisata
tingkat Nasional (KSPN) maupun Kawasan Khusus
Pariwisata Nasional (KPPN). Pemerintah daerah
Provinsi mempunyai fungsi melaksanakan tugas
pembantuan untuk melakukan promosi dan
pemasaran kepariwisataan provinsi. Sedangkan
untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
mempunyai peran utama untuk bekerjasama dengan
pemangku kepentingan yang lain (Industri dan
Masyarakat) untuk menyusun Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dan mengimplementasikannya
sesuai dengan amanah Undang-Undang No.10 Tahun
2009.
b. Swasta atau industri pariwisata Organisasi
swasta/industri juga dijelaskan dalam UU No. 10
tahun 2009 pasal 1 angka 7 dan 8 yang berarti orang
atau sekelompok orang (pengusaha) yang menjadi
penyedia barang dan atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan kegiatan
pariwisata. Menurut UU tentang kepariwisataan juga
dijelaskan bahwa ada dua lembaga swasta yang
ditetapkan sebagai mitra kerja pemerintah baik
pemerintah pusat maupun daerah dan masyarakat

7
dalam pengembangan serta pengelolaan kepariwisa-
taan di Indonesia. Kedua lembaga swasta tersebut
adalah: 1) Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI)
dan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD). 2)
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia, yang
keanggotaannya terdapat unsur-unsur yang terdiri
dari pengusaha pariwisata, asosiasi usaha pariwisata,
asosiasi profesi dan asosiasi lain yang terkait
langsung dengan pariwisata
c. Masyarakat pariwisata Menurut penjelasan pasal 5
huruf e UU Kepariwisataan No.10 tahun 2009
menyebutkan bahwa organisasi masyarakat adalah
masyarakat yang bertempat tinggal di dalam wilayah
destinasi pariwisata yang berperan aktif
mengorganisir kegiatan pariwisata dan diprioritaskan
untuk mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan
kegiatan pariwisata di tempat tersebut. Masyarakat
setempat yang berdomisili di sekitar destinasi yang
dikunjungi wisatawan memegang peranan yang
sangat penting, baik sebagai pelaku usaha, tenaga
kerja maupun sebagai tuan rumah (Host) dalam
menyelenggarakan kegiatan kepariwisataan di suatu
destinasi.

3. Bagaimana memaknai Pariwisata


a. Pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang
persatuan bangsa yang rakyatnya memiliki
perbedaan, adat istiadat, dan cita rasa yang beragam.
b. Pariwisata menjadi faktor penting dalam
pengembangan ekonomi karena kegiatannya
mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi
nasional.
c. Pariwisata Internasional sangat berguna sebagai alat
perdamaian dalam ketegangan-ketegangan politik
antar bangsa dan negara.

8
d. Pariwisata juga berperan meningkatkan pengetahuan
dan pengalaman, sebagai ajang reset penelitian dari
seluruh masyarakat akademisi di dunia. e). Pariwisata
juga sebagai ajang berbisnis melalui event-event
MICE yang saat ini sedang marak dalam scope
internasional.
e. Pariwisata sebagai ajang berbagai pertandingan olah
raga, peningkatan sportivitas, kerjasama team,
loyalitas kebangsaan antar Negara dan bangsa ( Sea
Games, world cup, Olympiade)
f. Pariwisata juga sebagai alat untuk menjaga kesehatan,
menghilangkan stress, relaxasi, refreshing
menumbuhkan semangat jiwa yang baru, pergantian
suasana tempat dan iklim serta menjauhkan diri dari
segala rutinitas sehari-hari dapat menurunkan
ketegangan syaraf.
g. Pariwisata meperkenalkan berbagai budaya
tradisional yang sangat beragam sehingga dapat
dipergunakan sebagai ajang berkolaborasi yang
positif, sehingga tercipta nilai-nilai seni budaya yang
lebih berkualitas.
h. Dengan pariwisata menciptakan perubahan sikap dan
perilaku serta karakter dari berbagai pengalaman
melihat dan mengikuti acaraacara adat budaya dan
keagamaan daerah yang memiliki nilai filosofis yang
tinggi. Sehingga dapat terjadi dari sebagian
wisatawan asing yang setelah kembali ke daerah atau
Negara asalnya sikap perilaku, pola pikir, pandangan
berubah menjadi lebih baik. Sebagai contoh
wisatawan asing yang awalnya tidak percaya adanya
Tuhan setelah lama berada di Pulau Bali dan banyak
melihat berbagai acara adat penduduk melakukan
sesaji setiap saat akhirnya sadar adanya Tuhan. j).
Banyak wisatawan akhir-akhir ini yang melakukan
wisata minat khusus senang untuk menikmati
keindahan alam (Back to Nature), hal ini merupakan

9
peluang positif bagi pariwisata Indonesia yang kaya
obyek wisata alamnya. Pariwisata yang sekarang ini
berkembang sangat signifikan adalah pariwisata
minat khusus, yaitu mengunjungi obyek-obyek
wisata alam (back to nature) yang banyak tersebar di
kepulauan nusantara. Akhirakhir ini di Daerah
Istimewa Yogyakarta kawasan pantai selatan menjadi
idola wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia
juga wisatawan asing dari keindahan pantainya.
Sebagai contoh Back to Nature adalah istilah
pariwisata yang sangat familiar dikalangan turis asing
(wisman) yang berkunjung ke Indonesia. Karena
mereka sangat tertarik dengan berbagai ragam
keindahan alam (nature) Indonesia yang tidak
dimiliki dinegara mereka sendiri. Salah satu obyek
wisata alam (nature tourism) yaitu Gunung api purba
Nglanggeran dan Embung Nglanggeran yang
merupakan salah satu destinasi ekowisata kabupaten
Gunung kidul Yogyakarta yang sangat potential
sebagai ekowisata minat khusus. Apabila ditinjau dari
kondisi alam, jenis batuan dan arsitektur wisata
alamnya yang sangat indah dan langka didunia ini
menjadi sangat layak menjadi incaran dunia. Namun
demikian kenyataannya pengelolaan obyek ekowisata
gunung api purba nglanggeran yang ada dikabupaten
Gunungkidul ini masih dominan dikembangkan dan
dikelola secara konvensional oleh masyarakat
setempat. Dampaknya pengelolaan dan
pengembangannya masih belum optimal. Keberadaan
obyek wisata Gunung api purba nglanggeran ini
didukung oleh obyek wisata embung Nglanggeran
yang saling terintegrasi menjadi satu paket wisata
alam.

10
B. Objek Wisata
1. Pengertian Objek Wisata
Indonesia merupakan negara yang kaya akan
tempat wisata, karena Indonesia memiliki banyak pulau
indah yang banyak menarik wisatawan domestik
maupun mancanegara. Tidak hanya objek wisata alam,
Indonesia juga memiliki banyak objek wisata buatan.
Objek wisata alam diantara adalah pantai, pengunungan,
air terjun dan lain-lain. Sedangkan objek wisata buatan
diantara adalah Kebun Binatang, taman bunga, Danau,
air terjun buatan. Objek wisata merupakan faktor
penting dalam meningkatkan pendapatan nasional.
Lantas apakah yang dimaksud dengan objek wisata ?.
Objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi
kunjungan wisatawan yang memiliki sumber daya alam
dan buatan yang menarik, seperti pemandangan alam
atau pegunungan, hewan dan tumbuhan pantai, kebun
binatang, bangunan sejarah kuno, monumen, candi-
candi, tarian, pemandangan dan budaya unik lainnya
(Adisasmita, 2010).
Sementara itu Ridwan (2012:5) memberikan
gambaran bahwa objek wisata merupakan segala sesuatu
yang memilik keunikan, keindahan dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
Sedangkan menurut Marpaung (2002: 78), obyek
dan daya tarik wisata adalah pembentukan kegiatan dan
fasilitas terkait, yang mungkin menarik minat wisatawan
atau pengunjung datang ke suatu daerah atau tempat
tertentu.
Objek wisata adalah sumber daya permanen, baik
alam maupun buatan manusia, yang dikembangkan dan
dikelola dengan tujuan utama untuk menarik
pengunjung Hu, W., & Wall, G. (2005). Jelas definisi ini
mengecualikan atraksi sementara seperti acara dan

11
festival. Selain itu, atraksi seperti taman nasional dan
gereja, yang dikelola terutama untuk tujuan pelestarian
atau keagamaan, tidak termasuk. Definisi tersebut juga
mengakui bahwa atraksi adalah entitas ekonomi yang
memperoleh pendapatan dari pengunjung melalui biaya
masuk dan / atau aktivitas lain seperti sumbangan atau
penjualan produk dan layanan terkait.
Singkatnya Objek wisata adalah tempat yang
dikunjungi dengan segala macam keindahannya, bisa
menjadi tempat aktivitas pariwisata, tempat untuk
bersenang-senang cukup lama untuk memperoleh
kepuasan di tempat wisata, pelayanan berkualitas dan
kenangan indah dalam perjalanan wisata.

2. Jenis-jenis objek Wisata


Wilayah Indonesia yang terbentang luas, dengan
berbagai keindahan didalamnya, lautan yang luas,
daratan yang lebar serta pegunungan yang menjulang
tinggi dan hampir setiap Provinsi memiliki
pengunungan. Tiap-tiap daerah mempunyai potensi
obyek wisata yang berbeda-beda, berbagai macam jenis
obyek wisata yang dikembangkan sebagai kegiatan yang
lama kelamaan mempunyai ciri khasnya sendiri.
M.Liga dan Vanny (2015:30) membagi jenis wisata
menjadi dua kategori :
a. Wisata Alam, yang terdiri dari :
1) Wisata Pantai (Marine Tourism), merupakan
kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan
prasarana untuk berenang, memancing,
menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk
sarana dan prasarana akomodasi, makan, dan
minum.
2) Wisata Etnik (Ethnic Tourism), merupakan
perjalanan untuk mengamati perwujudan
kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang
dianggap menarik.

12
3) Wisata Cagar Alam (Ecotourism), merupakan
wisata yang banyak dikaitkan dengan kegemaran
akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di
pegunungan, keajaiban hidup binatang
(margasatwa) yang langka, serta tumbuh-
tumbuhan yang jarang terdapat di tempattempat
lain.
4) Wisata Buru, merupakan wisata yang dilakukan di
negeri-negeri yang memang memiliki daerah aatu
hutan tempat berburu ya ng dibenarkan oleh
pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atu
biro perjalanan.
5) Wisata Agro, merupakan jenis wisata yang
mengorganisaikan perjalan ke proyek-proyek
pertanian, perkebunan dan ladang pembibitan
dimana wisata rombongan dapat mengadakan
kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi
maupun manikmati segarnya tanaman di
sekitarnya.

b. Wisata Sosial – Budaya, yang terdiri dari :


1) Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan
monumen, wisata ini termasuk golongan budaya,
monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa,
bangunan-bangunan keagamaan, sertatempat-
tempat bersejarah lainnya seperti tempat
pertempuran (battle field) yang merupakan dya
tarik wisata utama di banyak negara.
2) Museum dan Fasilitas budaya lainnya merupakan
wisata yang berhubungan dengan aspek alam dan
kebudayaan disuatu kawasan atau daerah
tertentu. Museum dapat di kembangkan
berdasarkan pada temannya, antara lain museum
arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam, seni dan
kerajianan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
industri, ataupun dengan tema khusus lainnya.

13
Berikut adalah contoh objek wisata yang ada
dilampung Timur, yaitu Danau Kemuning.

Danau kemuning merupakan bendungan yang


dimanfaatkan sebagai pengairan bagi ribuan hektare
areal persawahan yang berada di Kecamatan
Bandarsribawono dan Mataram baru Kabupaten
Lampung Timur. Masyarakat sangat mendukung bila
Danau Kemuning dijadikan objek wisata.
Danau Kemuning memiliki beberapa kelebihan,
yaitu: (1) Selama dibuka untuk tempat wisata, danau
Kemuning tidak memiliki catatan kecelakaan
pengunjung (dalam arti tidak ada pengunjung yang
mengalami kecelakaan di danau kemuning), (2) Danau
kemuning sangat cocok untuk para pengunjung untuk
berenang, karena airnya yang jernih dan dangkal, dan (3)
pihak pengelolapun berusaha agar selalu menjaga
kebersihan danau ini agar kenyamanan para pengunjung
dapat terjaga. Danau Kemuning, mulai dikelola secara
maksimal pada tahun 2013, disana terdapat usaha kios
warung, usaha jasa catering, usaha warung makan ,
usaha penyewa ban, usaha penyewaan sepeda air . Unit
usaha di Danau Kemuning mulai bertambah banyak

14
semenjak kegiatan wisata di Danau Kemuning ini mulai
berkembang. Keberadaan kios warung dan sebagainya
ini dapat mempermudah para pengunjung membeli
makanan, minuman, dan lain- lain yang mereka inginkan
Objek wisata danau Kemuning juga memberlakukan
tiket masuk 5000 per orang, biaya parkir 5000 untuk
motor dan 10.000 untuk mobil.
Lokasi Danau Kemuning juga mudah dijangkau
karena hanya terletak 1 km dari Jl. Ir. Sutami (Jalan
Lintas timur ). Jalan menuju lokasi itu juga sudah
diaspal, sehingga mudah dilintasi kendaraan roda empat
maupun dua. Aksesibilitas objek wisata ini dapat
dikatakan relatif mudah karena dapat ditempuh dengan
berbagai jenis kendaraan umum dan pribadi
Sedangkan Jenis dan macam pariwisata menurut
Oka A. Yoeti (1996: 115) diklasifikasikan sesuai dengan
menurut letak geografis, menurut alasan atau tujuan
perjalanan, menurut saat berkunjung dan menurut
obyeknya. Adapun uraian mengenai jenis dan macam
pariwisata tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menurut letak geografis, dimana kegiatan pariwisata
berkembang.
1) Pariwisata Lokal (Local Tourism)
Yang dimaksud dengan jenis pariwisata
semacam ini adalah pariwisata setempat, yang
mempunyai ruang lingkup relatif sempit dan
terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.
Misalnya, kepariwisataan Kota Bandung atau
kepariwisataan di daerah DKI Jakarta saja.

2) Pariwisata Regional (Regional Tourism)


Yang dimaksud dengan jenis pariwisata
semacam ini adalah kegiatan kepariwisataan yang
berkembang di suatu daerah yang ruang
lingkupnya lebih luas di banding dengan
pariwisata lokal, tetapi lebih sempit jika

15
dibandingkan dengan kepariwisataan nasional.
Contohnya kepariwisataan Sumatera Utara, Bali,
dan lain-lain.

3) Kepariwisataan Nasional (National Tourism)


Yang dimaksud dengan jenis pariwisata
semacam ini adalah kegiatan kepariwisataan yang
berkembang di suatu negara.

4) Pariwisata Regional-Internasional
Yang dimaksud dengan jenis pariwisata
semacam ini adalah kegiatan kepariwisataan yang
berkembang di suatu wilayah internasional yang
terbatas, tetapi melewati batas-batas dua negara
atau lebih dalam wilayah tersebut. Misalnya
kepariwisataan ASEAN, Timur Tengah,
Asia, dan lain-lain e) International Tourism
Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan
dunia (world tourism), yaitu kegiatan
kepariwisataan yang berkembang di seluruh
dunia, termasuk didalamnya selain ―regional-
international tourism‖ dan juga―national tourism‖.

b. Menurut Alasan dan Tujuan Perjalanan


1) Bussines Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana
pengunjungnya datang untuk tujuandinas, usaha
dagang atau berhubungan dengan pekerjaan,
kongres, seminar, convention, symposium,
musyawarah kerja.

2) Vacation Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana orang-orang
yang melakukan perjalanan wisata terdiri dari
orang-orang yang sedang berlibur, cuti atau
vakansi.

16
3) Education Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjung
atau orang yang melakukan perjalanan untuk
tujuan studi atau mempelajari sesuatu bidang ilmu
pengetahuan. Termasuk kedalamnya adalah
dharma wisata (studytour). Dalam bidang bahasa
dikenal dengan istilah ―Polly Glotisch‖, yaitu untuk
meningkatkan kamampuan berbahasa asing,
seseorang memerlukan tinggal sementara waktu
di negara yang bahasanya sedang dipelajari.

c. Menurut saat dan waktu berkunjung


1) Seasonal Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang kegiatannya
berlangsung pada musimmusim tertentu.
Termasuk kedalam kelompok ini adalah Summer
Tourism atau Winter Tourism, yang biasanya
ditandai dengan kegiatan olah raga.

2) Occasional Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana perjalanan
wisatanya dihubungkan dengan kejadian (occasion)
maupun suatu events, seperti misalnya Galungan
dan Kuningan di Bali, Sekaten di Yogya atau
Pajang Jimat di Cirebon, Cherry Blossom Festival
di Tokyo atau Washington, pesta air di negara-
negara yang beragama Hindu (India, Burma,
Muangthai, Kamboja, Hongkong atau Singapura).

d. Pembagian menurut obyeknya


1) Cultural Tourism
Yaitu jenis pariwisata, dimana motivasi
orang-orang untuk melakukan perjalanan
disebabkan karena adanya daya tarik dari seni-
budaya suatu tempat atau daerah. Jadi obyek
kunjungannya adalah warisan nenek moyang,

17
benda-benda kuno. Seiring perjalanan pariwisata
semacam ini dalam kesempatan untuk mengambil
bagian dalam suatu kegiatan kebudayaan itu
sendiri di tempat yang di kunjunginya.

2) Recuperation Tourism
Biasanya disebut sebagai pariwisata
kesehatan. Tujuannya daripada orang-orang untuk
melakukan perjalanan adalah untuk menyembuh-
kan suatu penyakit, seperti mandi di sumber air
panas, mandi lulur seperti yang banyak dijumpai
di Eropa atau mandi susu, mandi kopi Jepang
yang katanya dapat menjadikan orang awet muda.

3) Commercial Tourism
Disebut sebagai pariwisata perdagangan,
karena perjalanan pariwisata ini dikaitkan dengan
kegiatan perdagangan nasional atau internasional,
dimana sering diadakan kegiatan Expo, Fair,
Exhibition dan lain-lain.

4) Sport Tourism
Biasanya disebut dengan istilah pariwisata
olahraga. Yang dimaksud dengan pariwisata jenis
ini adalah perjalanan orang-orang yang bertujuan
untuk melihat atau menyaksikan suatu pesta
olahraga di suatu tempat atau negara tertentu,
seperti Olympiade, All England, pertandingan
tinju atau sepak bola. Atau ikut berpartisipasi
dalam kegiatan itu sendiri.

5) Political Tourism
Biasanya disebut dengan pariwisata politik,
yaitu suatu perjalanan yang tujuannya untuk
melihat atau menyaksikan suatu peristiwa atau
kejadian yang berhubungan dengan suatu negara,

18
apakah ulang tahun atau peringatan hari tertentu,
seperti Hari Angkatan Perang di Indonesia, Parade
1 Mei di Tiongkok atau 1 Oktober di Rusia.

6) Social Tourism
Pariwisata sosial bukan merupakan suatu
peristiwa yang berdiri sendiri. Pengertian ini
hanya dilihat dari segi penyelenggaraannya saja
yang tidak menekankan untuk mencari
keuntungan, seperti misalnya study tour, picnic
atau youth tourism yang sekarang dikenal dengan
Pariwisata Remaja.

7) Religion Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana tujuan
perjalanan yang dilakukan adalah untuk melihat
atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan,
seperti kunjungan ke Luordes bagi orang yang
beragama Katolik, atau ke Muntilan pusat
pengembangan agama Kristen di Jawa Tengah,
ikut Haji Umroh bagi yang beragama Islam atau
upacara Agama Hindu Bali Sakenan, Bali.

e. Menurut Umur yang melakukan perjalanan


1) Youth Tourism
Pariwisata yang dikembangkan bagi remaja
yang suka melakukan perjalanan wisata dengan
harga yang relative murah.

2) Adult Tourism
Pariwisata yang diikuti oleh orang-orang
yang berusia lanjut.

19
3. Daya Tarik Wisata (Atraksi Wisata)
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 10
tahun 2009 tentang kepariwisataan pada pasal 1 ayat 5
dinyatakan bahwa daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau
tujuan kunjungan wisatawan. Bagyono (2014 :23),
berpendapat bahwa suatu daya tarik wisata pada
prinsipnya harus memenuhi tiga syarat, yaitu sebagai
berikut:
a. Something to see (sesuatu untuk dilihat) Di tempat
tersebut harus ada objek dan daya tarik wisata yang
berbeda dengan yang dimiliki daerah lain. Dengan
kata lain, daerah tersebut harus memiliki daya tarik
khusus dan atraksi budaya yang dapat dijadikan
entertainment bagi wisatawan.
b. Something to do (sesuatu untuk dikerjakan) Selain
banyak yang dapat dilihat dan disaksikan, harus
disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat
wisatawan betah tinggal lama di tempat itu.
c. Something to buy (sesuatu untuk dibeli) Daya tarik
wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja
terutama barang souvenir dan kerajinan tangan
rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke
tempat asal.

20
Berikut adalah contoh-contoh daya Tarik wisata :

Sumber : Danau Kemuning Lampung Timur

Sumber : Danau Kemuning Lampung Timur

21
BAB III
PENGEMBANGAN OBJEK WISATA

Ketersediaan objek wisata dan tempat wisata adalah


salah satunya kondisi yang diperlukan untuk pengembangan
pariwisata. Karena objek dan tempat wisata adalah salah satu
daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Meskipun objek
wisata sudah tersedia oleh oleh alam, akan tetapi perlu ada
pengembangan , supaya lebih baik dan menarik dimata para
wisatawan.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, definisi
pengembangan adalah hal, cara atau hasil kerja
mengembangkan. Sedangkan mengembangkan berarti
membuka, memajukan, menjadikan maju dan bertambah baik.
pengembangan pariwisata dapat diartikan usaha atau cara
untuk membuat jadi lebih baik segala sesuatu yang dapat
dilihat dan dinikmati oleh manusia sehingga semakin
menimbulkan perasaan senang dengan demikian akan menarik
wisatawan untuk berkunjung.
Pengembangan pariwisata merupakan tahapan dalam
langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan semula dan tujuan pembangunan. Gunn
(1994) menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata
berkelanjutan (Pariwisata berkelanjutan) adalah perubahan
positif bagi masyarakat tidak merusak sistem ekologi dan
sosial, tempat sosial dan kehidupan sosialnya.
Pengembangan objek wisata pada suatu daerah tujuan
wisata selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dan
manfaat bagi rakyat banyak (Yoeti, 2008). Pengembangan objek
wisata memberikan pengaruh bagi penduduk lokal, melalui
keuntungan ekonomi yang didapat dari daerah tujuan wisata.
Pembangunan prasarana dan sarana hiburan, keduanya
menguntungkan wisatawan dan penduduk lokal. Selain
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai upaya
terkait pengembangan pariwisata, serta perluasan dan
penciptaan lapangan kerja baru, dengan adanya

22
pengembangan pariwisata diharapkan dapat mendatangkan
devisa negara.
Menurut Spillane (1994: 63-72) pengembangan suatu
obyek wisata atau destination, harus meliputi lima unsur yang
penting agar wisatawan dapat merasa puas dalam menikmati
perjalanannya, maka obyek wisata harus meliputi :
1. Atraksi
Atraksi adalah pusat pariwisata. Menurut
pemahaman Atraksi bisa menarik wisatawan yang mau
berkunjung. Wisatawan biasanya akan tertarik dengan
objek wisata yang tersedia. Biasanya mereka tertarik
pada sesuatu karena lokasi dan keunikan objek wisata
tertentu. Objek wisata yang menarik tersebut dalam hal
ini dapat berupa atraksi wisata alam, budaya, maupun
atraksi wisata buatan.Keunikan objek wisata yang
menarik pengunjung diantaranya adalah:
a. Keindahan alam
b. Iklim dan cuaca
c. Kebudayaan
d. Sejarah
e. Ethnicity-sifat kesukuan
f. Accessibility-kemampuan atau kemudahan berjalan
atau ketempat tertentu.

2. Fasilitas
Fasilitas yang ada pada objek wisata dibutuhkan
dalam rangka melayani wisatawan saat menikmati obyek
wisata tersebut. Adanya Fasilitas wisata cenderung
mendukung, bukan untuk mendorong pertumbuhan
obyek wisata. Atraksi juga bisa menjadi fasilitas. Jumlah
dan jenis fasilitas tergantung dari kebutuhan wisatawan.
Seperti fasilitas harus sesuai dengan kualitas dan harga
akomodasi, makanan dan minuman, serta sesuai dengan
kemampuan wisatawan membayar dalam mengunjungi
tempat itu.

23
Salah satu fasilitas yang disediakan di wisata
Danau Kemuning, yaitu faslitas WC umum, yang bisa
digunakan untuk bilasan setelah mandi di aliran danau.

3. Infrastruktur
Jika wisatawan tidak dapat dengan mudah
mencapai atraksi dan fasilitas, itu artinya belum lengkap
bahkan belum ada infrastruktur dasar. Infrastruktur
lengkap di bawah tanah dan di atas tanah dan suatu area
atau Daerah. Yang termasuk kedalam infrastruktur
penting dalam pariwisata adalah :
a. Sistem pengairan / air
b. Sumber listrik / energi
c. Jaringan telekomunikasi
d. Sistem sanitasi
e. Jasa-jasa kesehatan
f. Jalan-jalan/jalan raya

24
Jalan merupakan infrastruktur penunjang
pariwisata yang bisa dikatakan paling penting.
Pengembangan sektor pariwisata, tentu membutuhkan
sarana prasana yang menunjang, salah satunya yakni
jalan.

4. Transportasi
Adanya transportasi yang baik, memungkinkan
wisatawan dapat lebih mudah dalam menuju dan
menjangkau obyek wisata yang dituju, dengan
kemudahan transportasi maka tentu saja akan
mempengaruhi banyaknya jumlah wisatawan yang akan
berkunjung.
Beberapa saran tentang transportasi dan fasilitas
dapat digunakan sebagai pedoman, antara lain:
a. Informasi lengkap tentang fasilitas, lokasi terminal,
dan tujuannya harus memiliki layanan pengiriman
lokal semua penumpang sebelum meninggalkan
tempat pemberangkatan.
b. Terminal harus menyediakan sistem keamanan untuk
mencegah kejahatan.
c. Sistem rambu lalu lintas standar atau terpadu simbol
harus sepenuhnya dikembangkan dan dipasang
Bandara.

25
d. Sistem informasi harus menyediakan data tentang
informasi tersebut layanan transportasi lain yang
dapat dihubungi terminal termasuk jadwal dan tarif.
e. Informasi terkini dan terkini, dengan tabel terlampir
Informasi keberangkatan atau kedatangan harus
tersedia saat naik, pengumuman, lisan atau telepon.
f. Tenaga kerja untuk membantu penumpang.
g. Informasi lengkap tentang lokasi, tarif, jadwal dan
rute layanan pengiriman lokal.
h. Peta kota harus disediakan untuk penumpang.

5. Hospitality (keramahtamahan)
Wisatawan adalah orang asing di lingkungan yang
asing, oleh karena itu keramahan merupakan faktor
penting dalam menarik wisatawan. Semakin ramah
penduduk sekitar dan pengelola serta pemerintah sekitar
objek wisata, maka akan menarik pengunjung.
Ada beberapa syarat teknis dalam menentukan suatu
tujuan wisata atau obyek wisata yang dapat
dikembangkan, yaitu (Pitana,2009) :
a. Adanya obyek wisata dan daya tarik wisata yang
beraneka ragam (site and event attractions).
Site attraction, adalah hal-hal yang dimiliki suatu
obyek wisatasejak objek tersebut sudah ada, atau
daya tarik obyek wisata bersamaan dengan adanya
obyek wisata tersebut.
b. Event attractions, adalah daya tarik yang dibuat oleh
manusia.
c. Assesibiltas, yaitu kemudahan untuk mencapai obyek
wisata.
d. Amenitas, yaitu tersedianya fasilitas-fasilitas di obyek
wisata.
e. Organisasi (Tourist Organization), yaitu adanya
lembaga atau badan yang mengelola obyek wisata
sehingga tetap terpelihara. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Depdikbud;1995;628)

26
Selain ketersediaan objek wisata sebagai salah
satunya kondisi yang diperlukan untuk pengembangan
pariwisata,kemudian syarat teknis dalam menentukan suatu
tujuan wisata atau obyek wisata yang dapat dikembangkan,
hal yang perlu diperhatikan berikutnya menurut suwantoro
(2002:88-89), adalah prinsip-prinsip pengembangan
pariwisata berkelanjutan, yaitu:
a. Harus dibantu oleh proses perencanaan dan
partisispasi masyarakat.
b. Hubungan ada kepastian, keseimbangan, adanya
sasaran ekonomi, sosial budaya, dan masyarakat.
c. Hubungan antara pariwisata, lingkungan, dan
budaya harus dikelola sedemikian rupa sehingga
lingkungan lestari untuk jangka panjang.
d. Aktivitas pariwisata tidak boleh merusak dan
menghasilkan dampak yang tidak diterima oleh
masyarakat.
e. Pengembangan pariwisata tidak boleh tumbuh terlalu
cepat dan berskala kecil atau sedang.
f. Pada lokasi harus ada keharmonisan antara
hubungan wisatawan, tempat, dan masyarakat
setempat.
g. Keberhasilan pada setiap aktivitas tergantung pada
keharmonisan antara pemerintah, masyarakat
setempat, dan industri pariwisata.
h. Pendidikan yang mengarah pada sosio-cultural pada
setiap tingkatan masyarakat yang berkaitan dengan
aktivitas pariwisata, termasuk juga perilaku
wisatawan harus serius diorganisasikan.
i. Peraturan perundang-undangan yang secara pasti
melindungi budaya harus dikeluarkan dan
dilaksanakan sekaligus merevitalisasinya.
j. Investor dan wisatawan harus dididik untuk
menghormati kebiasaan, norma dan nilai tempat,
sedangkan hal-hal yang menimbulkan dampak

27
negatif dihindarkan dan dampak positifnya
dimanfaatkan.

Pengembangan adalah proses atau metode serta cara


untuk membuat sesuatu menjadi progresif, baik, sempurna,
dan berguna. Ada harapan setaip pengembangan objek wisata,
tidak hanya dapat memberikan dampak positif terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat namun tetap memperhatikan
karakter destinasi, budaya, dan daerah.
A. Konsep Pengembangan Objek Pariwisata
Edward Inskeep (1991), mengemukakan bahwa
pengembangan pariwisata yang efektif dapat dicapai
dengan menggunakan konsep-konsep pengembangan
secara umum tetapi disesuaikan dengan karakteristik
kepariwisataan. Pengembangan objek pariwisata tersebut
dilakukan melalui beberapa pendekatan pengembangan
pariwisata. Pendekatan dasar pengembangan pariwisata
bertujuan untuk mengaplikasikan formulasi rencana
dan kebijaksanaan pariwisata, proses dasar pengembangan
bersifat kontinyu (menerus) dan inkremental, berorientasi
memfokuskan pada pencapaian pengembangan yang
berkelanjutan. Elemen pendekatan pengembangan
pariwisata (Edward Inskeep, 1991):
1. Pendekatan yang kontinyu, inkremental dan fleksibel,
meskipun masuk berdasarkan rencana/kebijaksanaan,
pengembangan pariwisata di pandang sebagai suatu
proses kontinyu (menerus) dengan menyesuaikan yang
dibuat secukupnya berdasarkan pengawasan dan umpan
balik, tetapi tetap dalam kerangka pengembangan
pariwisata.
2. Pendekatan sistem, pariwisata dipandang sebagai sistem
yang paling berhubungan dan harus direncanakan sesuai
sistem tersebut.
3. Pendekatan pengembangan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, kegiatan pariwisata di
kembangkan dan dikelola dengan suatu

28
cara yang tidak mengakibatkan penurunan SDA/budaya
tetapi tetap dipertahankan supaya kondisi tetap baik
pada basis yang permanent untuk penggunaan terus
menerus di masa yang akan dating.
4. Pendekatan komprehensif (menyeluruh) berhubungan
dengan pendekatan sistem, aspek pengembanngan
pariwisata termasuk elemen kelembagaan, dampak
lingkungan dan dampak sosial ekonomi dianalisis dan
direncanakan
secara menyeluruh.
5. Pendekatan berintegrasi berkaitan dengan pendekatan
komprehensif dan sistem, dalam pendekatanini
kepariwisataan dikembangkan sebagai suatu sistem yang
terintegrasi baik dengan rencana itu sendiri maupun
dengan rencana pengembangan secara keseluruhan pada
areal yang luas.
6. Pendekatan masyarakat dalam proses pengembangan
dan pengambilan keputusan tentang kepariwisataan
masih layak dan diinginkan, akan terdapat partisipasi
masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan
kepariwisataan dan keuntungan sosial ekonominya.
7. Pendekatan yang mudah diterapkan, pengembangan
kebijaksanaan, rencana dan rekomendasi kepariwisataan
dirumuskan agar terealisisr dan dapat diterpakan teknik
penerapannya di pertimbangkan selama pembuatan
rumusan rencana dan kebijaksanaan. Penerapan teknik-
teknik tersebu termasuk dalam pengembangan program-
program yang akan dilakukan berdasarkan langkah-
langkah kegiatan berurutan. Pendekatan ini di terapkan
secara konseptual, tetapi bentuk aplikasi yang
spesifik, bergantung pada berbagai perencanaan yang
digunakan. Proses perencanaan akan menspesifikasikan
lebih lanjut untuk setiap tingkat perencanaan pariwisata
yang diambil secara relevan.

29
B. Indikator dalam Pengembangan Pariwisata
Menurut World Tourism Organization (WTO)
mengembangkan indikator untuk pembangunan atau
pengembangan pariwisata berkelanjutan. Indikator yang
dapat dipakai untuk mengukur tingkat keberlanjutan suatu
destinasi wisata adalah :
1. Kesejahteraan (well being) masyarakat tuan rumah
Pengembangan wisata yang baik jika, masyarakat
sekitar/ tuan rumah mendapat kesejahteraan, kesejahte-
raan tersebut diperoleh dari segi pengelolaan objek
wisata.

2. Terlindunginya asset-aset budaya


Aset budaya merupakan hasil dari aktivitas dan
penciptaan pikiran, (Kecerdasan) kepercayaan, seni dan
adat istiadat. Kebudayaan merupakan gambaran seluruh
cara hidup yang melembaga dalam suatu masyarakat
yang manisfetasinya tampak dalam tingkah laku dan
tingkah laku tersebut dapat dipelajri. Dengan demikian
ketahanan sosial yang dibentuk oleh kebudayaan
tertentu bisa dipelajari dan diupayakan untuk
meningkatkan kualitasnya.

3. Partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27)
adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses
pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah,
pelaksanaan upaya untuk mengatasi masalah yang
terjadi, dan keterlibatan masyarakat dalam proses
mengevaluasi perubahan yang terjadi.

4. Jaminan kesehatan dan keselamatan


Kesehatan dan keselamatan Pekerjaan
(K3)merupakan faktor penting yang mempengaruhi

30
produktivitas karyawan. Resiko kecelakaan penyakit
akibat kerja sering terjadi karena program K3 tidak
berjalan dengan baik.Kecelakaan kerja umum disebabkan
oleh dua faktor Manusia dan lingkungan. faktor Perilaku
tidak aman dari manusia pelanggaran peraturan
keselamatan pekerjaan dibutuhkan atau pekerja kurang
terampil itu sendiri. Dan faktor lingkungan yaitu
ketidakamanan lingkungan kerja yang relevan antara
lain peralatan atau mesin.

5. Manfaat ekonomi
Manfaat ekonomi dari kepariwisataan pada
umumnya dapat dilihat dari sudut pandang penawaran
dan permintaan (supply dan demand).

6. Perlindungan terhadap aset alami


Prinsip Environmentally Feasible, menekankan
bahwa proses pembangunan harus tanggap dan
memperhatikan upaya-upaya untuk menjaga kelestarian
lingkungan (alam maupun budaya), dan seminimal
mungkin menghindarkan dampak negatif yang dapat
menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu
keseimbangan ekologi.

7. Pengelolaan sumber daya alam yang langka


Pengelolaan sumber daya alam yang langka harus
dilakukan sebaik mungkin. Unsur-unsur lingkungan
tersebut memberi manfaat pada manusia maka itu
disebut dengan sumber daya alam. Tapi tidak seluruh
unsur lingkungan menjadi sumber daya bagi manusia
akan tetapi lingkungan tersebut bisa menjadi
sumberdaya bagi makhluk lain seperti hewan dan
tumbuhan.

31
8. Pembatasan dampak
Batas dampak objek wisata ini salah satunya
apakah penentuan kuota wisatawan ramai karena
sebagai antisipasi kerusakan fasilitas yang tersedia.
Selain itu pembatasan harga tiket harga tiketnya
bervariasi hari kerja dan hari libur.

9. Perencanaan dan pengendalian pembangunan


Rencana perjalanan yang perlu dilakukan adalah
karena banyak perubahan di industri Tur saat ini.
pariwisata mencakup banyak hal melibatkan banyak
pihak ini membutuhkan kedalaman strategi tertentu
merencanakan kegiatan wisata sehingga bisa bekerja
dengan baik.

C. Tahapan Pengembangan
Tahapan pengembangan merupakan tahapan siklus
evolusi yang terjadi dalam pengembangan pariwisata, sejak
suatu daerah tujuan wisata baru ditemukan (discovery),
kemudian berkembang dan pada akhirnya terjadi
penurunan (decline). Menurut Butler (dalam Pitana, 2005)
ada tujuh fase pengembangan pariwisata atau siklus hidup
pariwisata (Destination Area Lifecycle) yang membawa
implikasi serta dampak yang berbeda, secara teoritis
diantaranya:
1. Fase exploration (eksplorasi/penemuan). Daerah pariwi-
sata baru mulai ditemukan, dan dikunjungi secara
terbatas dan sporadis, khususnya bagi wisatawan
petualang. Pada tahap ini terjadi kontak yang tinggi
antara wisatawan dengan masyarakat lokal, karena
wisatawan menggunakan fasilitas lokal yang tersedia.
Karena jumlah yang terbatas dan frekuensi yang jarang,
maka dampak sosial budaya ekonomi pada tahap ini
masih sangat kecil.
2. Fase involvement (keterlibatan). Dengan meningkatnya
jumlah kunjungan, maka sebagian masyarakat lokal

32
mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang
khusus diperuntukan bagi wisatawan. Kontak antara
wisatawan dengan masyarakat dengan masyarakat lokal
masih tinggi, dan masyarakat mulai mengubah pola-pola
sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi
yang terjadi. Disinilah mulainya suatu daerah menjadi
suatu destinasi wisata, yang ditandai oleh mulai adanya
promosi.
3. Fase development (pembangunan). Investasi dari luar
mulai masuk, serta mulai munculnya pasar wisata secara
sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, dan
promosi semakin intensif, fasilitas lokal sudah tesisih
atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar
berstandar internasional, dan atraksi buatan sudah mulai
dikembangkan, menambahkan atraksi yang asli alami.
Berbagai barang dan jasa inpor termasuk tenaga kerja
asing, untuk mendukung perkembangan pariwisata yang
pesat.
4. Fase consolidation (konsolidasi). Pariwisata sudah
dominan dalam struktur ekonomi daerah, dan dominasi
ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau
major chains and franchises. Jumlah kunjungan
wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih
rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk
mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama
sudah mulai ditinggalkan.
5. Fase stagnation (kestabilan). Kapasitas berbagai faktor
sudah terlampaui (diatas daya dukung, carrying
capacity), sehingga menimbulkan masalah ekonomi,
sosial dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai
bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas
yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan
repeater guest dan wisata konvensi/bisnis. Pada fase ini,
atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami
(baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai
luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer.

33
6. Fase decline (penurunan). Wisatawan sudah mulai
beralih ke destinasi wisata baru atau pesaing, dan yang
tinggal hanya ‟sisa-sisa‟, khususnya wisatawan yang
hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah
beralih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-
pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik
bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat
lagi, terkait dengan harga yang merosot turun dengan
melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi
destinasi kelas rendah atau secara total kehilangan jati
diri sebagai destinasi wisata.
7. Fase rejuvenation (Peremajaan). Perubahan secara
dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha
dari berbagai pihak), menuju perbaikan atau peremajaan.
Peremajaan ini bisa terjadi karena inovasi dan
pengembangan produk baru, atau menggali atau
memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang
sebelumnya.

D. Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat


Pembangunan berbasis masyarakat merupakan
wacana yang harus dikedepankan dalam upaya mencapai
keberhasilan pembangunan di berbagai sektor, termasuk
pada sektor pariwisata. Wacana pembangunan pariwisata
berbasis masyarakat (community based tourism development)
saat ini kerap kali dijadikan dasar pembangunan pariwisata,
baik secara nasional, regional, maupun internasional.
Pariwisata berbasis masyarakat identik dengan pemba-
ngunan pariwisata berkelanjutan dan sering dikaitkan
dengan pariwisata alternatif, ingin menyeimbangkan antara
sumber daya alam, sosial, dan nilai-nilai masyarakat
sehingga bermanfaat secara positif bagi masyarakat lokal
dan wisatawan. ―Forms of tourism that are consistent with
natural, social, and community values and which allow both
hosts and guests to enjoy positive and whorth while
interaction and shared experience‖ (Eadigton and Smith,

34
1992). Dalam pengembangan pariwisata berbasis masya-
rakat, masyarakat lokal merupakan pelaku utama (actor)
pembangunan pariwisata berbasis masyarakat karena
paling tahu potensi wilayah atau karakter dan kemampuan
unsur-unsur yang ada dalam desa termasuk indigenous
knowledge yang dimiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu,
pembangunan yang direncakanan sesuai dengan keinginan
masyarakat lokal dari, oleh, dan untuk rakyat (Adhisakti,
2001). Natori (2001) menambahkan bahwa pariwisata
berbasis masyarakat ingin menyeimbangkan (harmonis)
antara sumber daya, masyarakat, dan wisatawan. Tolok
ukur pembangunan pariwisata berbasis masyarakat adalah
terciptanya hubungan yang harmonis antara masyarakat
lokal, sumber daya alam/budaya, dan wisatawan, yang
dapat dilihat dari hal-hal berikut.
1. Adanya peningkatan antusiasme pembangunan
masyarakat melalui pembentukan suatu wadah
organisasi untuk menampung segala aspirasi masyarakat
melalui sistem kolaborasi antara pemerintah dan
masyarakat lokal.
2. Adanya keberlanjutan lingkungan fisik yang ada di
masyarakat. Caranya adalah melalui konservasi,
promosi, dan menciptakan tujuan hidup yang harmonis
antara sumber daya alam, sumber daya budaya, dan
sumber daya manusia. Penemuan kembali potensi
sumber daya alam dan sumber daya budaya.
3. Adanya keberlanjutan ekonomi melalui pemerataan dan
keadilan dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
4. Membangun sistem yang menguntungkan masyarakat
seperti sistem informasi yang dapat digunakan bersama-
sama.
5. Menjaga kepuasan wisatawan melalui pelayanan yang
lebih baik, pengadaan informasi yang efektif, efisien,
tepat guna serta mengutamakan kenyamanan bagi
wisatawan (Natori, 2001).

35
Hubungan yang harmonis dan saling mendukung
antara komponen pembangunan pariwisata berbasis
masyarakat dapat dilihat dalam gambar dibawah ini. Pada
gambar ini tampak ketiga unsur pariwisata berbasis
masyarakat, yaitu sumber daya, masyarakat lokal, dan
wisatawan saling memberi dan menerima manfaat
pengembangan pariwisata

Gambar : Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Untuk menghasilkan pariwisata berbasis masyarakat


yang berkelanjutan perlu dilakukan pendekatan sistem yang
utuh dan terpadu, bersifat interdisipliner, participactory,
dan holistik antarkomponen terkait. Bentuk-bentuk
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu (1) swadaya (sepenuhnya
dari masyarakat), (2) kemitraan (melalui pengusaha angkat),
dan (3) pendampingan oleh LSM atau pihak perguruan
tinggi selama masyarakat dianggap belum mampu untuk
mandiri. Apabila mereka sudah dianggap mampu mandiri,
secara pelan-pelan ditinggalkan oleh pendamping (Ardika,
2001).

36
Pitana (2002:101--102) menyatakan bahwa pemba-
ngunan pariwisata berbasis masyarakat memiliki beberapa
karakteristik ideal sebagai berikut.
1. Usaha yang dikembangkan berskala kecil, bukan skala
raksasa.
2. Pemilikan dan pengelolaan dilakukan oleh masyarakaat
lokal (locally owned and managed).
3. Sesuai dengan skalanya yang kecil dan pengelolaannya
oleh masyarakat lokal, maka sebagian besar input yang
digunakan, baik pada saat konstruksi maupun operasi,
berasal dari daerah setempat sehingga komponen
impornya kecil.
4. Aktivitas berantai (Spin-off activity) yang ditimbulkan
banyak. Oleh karena itu, adanya keterlibatan masyarakat
lokal, baik secara individual maupun secara melembaga,
menjadi semakin besar.
5. Adanya aktivitas berantai tersebut memberikan manfaat
langsung yang lebih besar bagi masyarakat local
6. Berbasiskan kebudayaan lokal karena pelakunya adalah
masyarakat lokal.
7. Pengembangan ramah lingkungan (environmentally
friendly), yang terkait dengan adanya konversi lahan
secara besar-besaran serta tiadanya pengubahan bentuk
bentang alam yang berarti.
8. Melekatnya kearifan lokal (local wisdom) karena
masyarakat telah beradaptasi dengan alam sekitarnya.
9. Penyebarannya tidak terkonsentrasi pada suatu
kawasan, tetapi dapat menyebar ke berbagai daerah.

Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat pada


suatu wilayah diharapkan mampu memberikan berbagai
keuntungan bagi masyarakat. Keuntungan dimaksud, di
antaranya secara ekonomi sehingga pemeliharaan
lingkungan bisa dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat
setempat, adanya penyebaran penduduk, dan menciptakan
kawasan wisata alternatif. Keuntungan ekonomi yang

37
diterima langsung oleh masyarakat pedesaan adalah dengan
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
wisatawan. Penyediaan barang dan jasa dapat dilakukan
oleh kaum perempuan sementara laki-laki bekerja di ladang.

E. Prospek dan tantangan pariwisata


Isdarmanto, 2017, Meningkatnya perbaikan pertam-
bahan sarana dan prasarana yang menunjang
perkembangan dan pertumbuhan industry pariwisata di
Indonesia dan negara-negara di Asia Pasifik beberapa kali
ipat dari tahun ke tahun.
1. Peningkatan mobilitas penduduk dari satu tempat ke
tempat lain didalam negeri maupun antar Negara di Asia
Pasifik yang cukup tinggi.
2. Kemajuan teknologi komunikasi (cyber technology) dan
penyebaran informasi yang sangat pesat melalui internet
serta media komunikasi lainnya.
3. Pertambahan /pengembangan teknoogi informasi dan
komunikasi yang luar biasa pesatnya telah merangsang
pertumbuhan industry pariwisata, event dan MICE
secara cepat pula. Demikian pula penyebaran ilmu
melalui seminar, konggres, konferensi, dan pameran
produk baru, serta persaingan yang sangat ketat ikut
memacu industry ini menjadi tak terbendung.
4. Dalam putaran Uruguay telah disepakati agar semua
jenis jasa dibuka bagi perdagangan dunia dengan tingkat
liberalisasi 100% berdasarkan empat prinsip yaitu:
a. Cross border supply yang berarti pemasok jasa asing
bebas menjual jasanya di Negara tuan rumah (host
country)
b. Consumption abroad, yang berarti pemakaian jasa di
Negara Tuan rumah bebas membeli jasa dari pemasok
jasa asing.
c. Commercial presence; yang berarti pemasok jasa
asing bebas untuk membuat atau mendirikan Kantor

38
seperti cabang dan sebagainya di Negara Tuan
rumah.
d. Presence of natural person, yang berarti pemasok jasa
asing bebas untuk mengirimkan tenaga kerjanya
untuk bekerja dinegara tuan rumah.

39
BAB IV
PELAKU USAHA

Secara umum, pelaku usaha dapat didefinisikan sebagai


melakukan investasi bisnis yang tujuan utamanya adalah
untung (Mansyur, 2007: 33). Diukur dari tingkat pendapatan,
tingkat pendidikan, status kesehatan dan lingkungan sosial,
kegiatan pariwisata memiliki pengaruh yang meningkat
terhadap kesejahteraan pelaku usaha. Sebagian besar pelaku
usaha akan menambah penghasilannya setelah terlibat dalam
kegiatan pariwisata.
Pasal 1 angka 3 Undang-undang No 8 Tahun 1999
menyebutkan Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan
atau badan usaha baik berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik
Indonesia , baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi dalam penelitian Tjahjani (2014)
Menurut pengertian Pasal 1 angka 3 Undang-Undang
No.8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, yaitu : ―Pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Berikut adalah pelaku usaha yang ada di Danau
Kemuning Lampung Timur.

40
Gambar 2. Kios-kios di sekitaran Danau Kemuning

Sebanyak 90% unit usaha yang ada di Danau Kemuning


merupakan penduduk asli yang ikut memanfaatkan peluang
usaha seiring berkembangnya kegiatan wisata di Danau
Kemuning. Jenis usaha yang ada di Danau Kemuning,
diantaranya adalah, usaha kios warung, usaha jasa catering,
usaha warung makan , usaha penyewa ban, usaha penyewaan
sepeda air . Unit usaha di Danau Kemuning mulai bertambah
banyak semenjak kegiatan wisata di Danau Kemuning ini mulai
berkembang yaitu sekitar tahun 2013. Merupakan Inisiatif dari
warga dan kepala desa Sribhawano yang melihat adanya
potensi wisata yang ada pada Danau Kemuning, danau ini
semula hanya bendungan yang berfungsi sebagai irigasi dan
pengairan sawah disekitar danau. Setelah adanya
pembangunan bendungan, kemudian danau tersebut dijadikan
wisata hingga sekarang.

41
Gambar 3. Pedagang Asongan

Danau Kemuning adalah salah satu tempat wisata yang


dalam pengembangannya hanya melibatkan masyarakat dan
pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas. Seluruh tenaga
kerja yang terkait dalam kegiatan wisata ini adalah penduduk
atau warga asli Kecamatan Bandar Sribhawono. Adapun
manfaat yang dapat dirasakan oleh tenaga kerja yaitu dengan
semakin berkembangnya kegiatan wisata di Danau Kemuning
adalah dalam hal peningkatan pendapatan dan peningkatan
lapangan pekerjaan. Persentase jumlah tenaga kerja yang
paling banyak adalah unit usaha rumah makan yaitu
sebanyak % dengan total tenaga kerja sebanyak orang.
Pendapatan tenaga kerja yang ada di Danau Kemuning
berkisar Rp.500.000 – Rp 800.000.- per bulan.
A. Hak Pelaku Usaha
Dalam pelaku usaha memiliki hak untuk melakukan
suatu usahanya, yang diatur di dalam pasal 6 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999, produsen disebut sebagai
Hak pelaku usaha yang tercantum pasal 6 Undang-undang
tentang perlindungan konsumen adalah:

42
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan menegai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tidakan
konsumen yang beriktikad tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan
oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan lainnya. Berdasarkan hak pelaku
usaha yang sudah disebutkan diatas bila kita lihat lebih
banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah
dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau
pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian
sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan
perlindungan konsumen secara berlebihan hingga
mengabaikan kepentingan adanya pelaku usaha. Satu-
satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen
atas hak-hak pelaku usaha yang disebutkan pada huruf
b, c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen
mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana
diuraikan sebelumnya.

B. Kewajiban Pelaku Usaha


Kewajiban pelaku usaha yang tercantum dalam pasal
7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
perlindungan konsumen, adalah:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
menegai kondisi dan jaminan barang dan/atau
pelayanan serta memberikan penjelasan pengguna,
perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif;

43
4. Menjamin mutu barang dan/ atau pelayanan jasa yang
diproduksi dan /atau diperdagangkan ketentuan standar
mutu barang dan/ atau pelayanan jasa yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
7. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-Undang


Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dituntut untuk
beritikad baik dalam menjalankan kegiatan komersial.
Sementara itu, konsumen dituntut beritikad baik dalam
membeli barang dan /atau jasa. Kewajiban itikad baik
untuk menjalankan kegiatan bisnis adalah salah satu prinsip
yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tersebut
di atur di dalam Pasal 1338 ayat (3) BW. Kewajiban pelaku
usaha yang penting lainnya adalah memberikan informasi
yang jelas, benar dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.Kewajiban
penting lainnya dari para pelaku bisnis adalah memberikan
informasi yang jelas, benar dan jujur tentang status dan
jaminan barang dan / atau jasa, dan menyediakan instruksi
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Dalam undang-undang perlindungan konsumen
terlihat bahwa isinya menekankan pada iktikad baik pelaku
usaha, karena di dalamnya meliputi semua tahapan dalam
melakukan kegiatan usahanya, sehingga kewajiban dapat
diartikan bahwa beriktikad baik harus dimulai sejak barang

44
itu dirancang/ atau diproduksi sampai pada tahap
penjualan, sebaliknya dengan konsumen hanya diwajibkan
untuk beriktikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/ atau jasa.
Mengenai kewajiban pelaku usaha yang berikutnya
yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
tentang status dan jaminan barang dan / atau jasa, serta
memberikan petunjuk penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan, karena informasi tersebut bukan hanya hak
konsumen, tetapi Selain itu karena kurangnya informasi,
kurangnya pelaku usaha merupakan salah satu bentuk
kekurangan informasi yang dapat merugikan konsumen.
Pentingnya mengkomunikasikan informasi yang benar
kepada konsumen tentang produk, agar konsumen tidak
salah dalam mengetahui deskripsi produk tertentu.

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha


Menurut Pasal 19 Undang-undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha mempunyai
suatu tanggung jawab. Tanggung jawab pelaku usaha
antara lain:

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan


ganti rugi atas kerusakan, pecemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atas
diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.

45
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tutuntan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen.

D. Jenis Usaha Pariwisata


Dalam Pasal 14 ayat (1) UU Kepariwisataan
menjelaskan bahwa ruang lingkup jenis usaha Pariwisata
meliputi :
1. Daya tarik wisata merupakan usaha yang kegiatannya
adalah mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik
wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/binaan
manusia.
2. Kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya
membangun dan/atau mengelola kawasan dengan luas
tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
3. Jasa transportasi wisata adalah usaha khusus yang
menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan
pariwisata, bukan angkutan transportasi regular/umum.
4. Jasa perjalanan wisata adalah usaha biro perjalanan
wisata dan usaha agen perjalanan wisata. Usaha biro
perjalanan meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan
perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan
penyelenggaraan perjalanan ibadah. Usaha agen
perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana,
seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta
pengurusan dokumentasi perjalanan.
5. Jasa makanan dan minuman adalah usaha jasa
penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan
bar/kedai minuman.

46
6. Penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan
pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan
pelayanan pariwisata lainnya. Usaha penyediaan
akomodasi dapat berupa hotel, vila, pondok wisata,
bumi perkemahan, pesinggahan karavan, dan akomodasi
lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata.
7. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
merupakan usaha yang ruang lingkup kegiatannya
berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan,
karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi
lainnya yang bertujuan untuk pariwisata.
8. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran adalah usaha yang memberikan
jasa bagi suatu pertemuan sekelompok orang,
menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra
usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta
menyelenggarakan pameran dalam rangka
menyebarluasakan informasi dan promosi suatu barang
dan jasa yang berskala nasional, regional, dan
internasional.
9. Jasa informasi pariwisata adalah usaha yang
menyediakan data, berita, feature, foto, video, dan hasil
penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarkan
dalam bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.
10. Jasa konsultan pariwisata adalah usaha yang
menyediakan saran dan rekomendasi mengenai studi
kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian,
dan pemasaran di bidang kepariwisataan.
11. Jasa pramuwisata adalah usaha yang menyediakan
dan/atau mengkoordinasikan tenaga pemandu wisata
untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau
kebutuhan biro perjalanan wisata.
12. Wisata tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan
wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana
dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara

47
komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan
waduk.
13. Spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan
dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat,
rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan
olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa
dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan
budaya bangsa Indonesia.

48
BAB IV
ANALISIS DAMPAK EKONOMI

Analisis dampak ekonomi menggambarkan keterkaitan


antar sektor ekonomi, dan membuat perkiraan kemungkinan
perubahan dalam ekonomi tertentu karena skenario aktual atau
masa depan. Misalnya, pengunjung menghabiskan uang di
tempat wisata dan komunitas utama, dan pengeluaran mereka
menciptakan dan mendukung kegiatan ekonomi local, Souza,
at all 2019. Ekonomi adalah sistem yang saling berhubungan di
mana produsen dan konsumen berinteraksi (Cullinane &
Koontz, 2016 ).
Dampak ekonomi dari aktivitas wisata dapat dijelaskan
dalam bentuk efek langsung, efek tidak langsung, dan efek
yang ditimbulkan dari belanja konsumen awal: Efek langsung
adalah perubahan yang disebabkan oleh pengeluaran
pengunjung dalam bisnis yang menjual langsung kepada
pengunjung (mis. Penginapan, perkemahan, restoran, toko
grosir, dll.). Namun, untuk bisnis sektor perdagangan
(misalnya toko kelontong dan toko perlengkapan olahraga,
pompa bensin, dll.), Efek keluaran langsung hanya perlu
mempertimbangkan tingkat masukan, yang merupakan
persentase pengeluaran yang bertahan di wilayah tersebut
dengan penjual putaran pertama (pengecer), grosir lokal, serta
produsen / produsen (Crompton, 2010) Efek tidak langsung
adalah perubahan yang dihasilkan ketika penginapan dan
bisnis lain yang terkena dampak langsung membeli barang dan
jasa dari bisnis lain di wilayah lokal (Crompton, 2010 ). Untuk
bisnis sektor jasa, efek keluaran tidak langsung mencakup
semua barang yang dibeli dan biaya operasional tetap yang
terkait dengan pengoperasian bisnis (mis pasokan listrik, listrik,
pemeliharaan, dll.). Untuk bisnis sektor perdagangan, keluaran
tidak langsung hanya mencakup fi biaya operasional tetap,dan
bukan biaya barang yang dibeli untuk dijual kembali. Efek
yang ditimbulkan adalah perubahan yang dihasilkan melalui
pengeluaran rumah tangga dari pendapatan pribadi yang

49
diterima secara langsung atau tidak langsung dari pengeluaran
wisatawan. Misalnya, pengeluaran karyawan penginapan
wisata untuk makan, gas, dll. Mendukung pekerjaan tambahan
dalam bisnis non-pariwisata, dan oleh karena itu memungkin-
kan putaran tambahan pengeluaran lokal di berbagai sektor
ekonomi (Cullinane & Koontz, 2016 ).
Dritasto et al. (2013) dalam studinya, juga menyebutkan
dampak ekonomi dapat bersifat positif atau negatif. Dampak
positif dampak ekonomi dapat bersifat langsung (langsung).
Selain efek positif langsung, juga akan ada efek lain, seperti
efek tidak langsung. Dampak tidak langsung berupa kegiatan
ekonomi lokal yang berasal dari belanja dinas bisnis yang
secara langsung akan terkena dampak dan imbasnya. Dampak
sekunder ini dapat dijelaskan sebagai kelanjutan aktivitas
ekonomi lokal dari pendapatan tambahan dari masyarakat
lokal. Dampak ekonomi dari kegiatan pariwisata pada
dasarnya dapat dilihat dari total pengeluaran akomodasi
wisatawan, konsumsi (konsumsi rumah tangga dan tempat
wisata), biaya perjalanan ke tempat wisata, oleh-oleh dan
pengeluaran lainnya. Total biaya pengeluaran pengunjung
akan diestimasi berdasarkan jumlah kunjungan pengunjung,
termasuk rata-rata pengeluaran satu kali kunjungan wisata.

50
BAB VI
DAMPAK PENGEMBANGAN WISATA TERHADAP
PELAKU USAHA

Masyarakat yang berada dalam lingkungan suatu obyek


wisata, memiliki peran yang sangat penting dalam
keberlangsungan kehidupan suatu obyek wisata karena pada
dasarnya masyarakat biasanya terbentuk dari berbagai
perbedaan, beda suku, beda agama danmemiliki kultur yang
dapat menjadi daya tarik wisata. Dukungan masyarakat
terhadap tempat wisata sangat dibutuhkan, baik berupa sarana
kebutuhan pokok untuk tempat obyek wisata, tenaga kerja
yang memadai dimana pihak pengelola obyek wisata
memerlukannya untuk menunjang keberlangsungan hidup
obyek wisata dan memuaskan masyarakat yang memerlukan
pekerjaan dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi
lebih baik.
Penduduk lokal memegang peranan yang sangat penting
dalam pengembangan obyek-obyek wisata, karena mau tidak
mau penduduk setempat ikut serta langsung dalam kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata di wilayah tersebut.
Namun, jika pariwisata tidak dikembangkan dengan benar atau
ditangani atau direncanakan dengan tidak tepat, hal itu akan
menyebabkan kerusakan lingkungan dan berdampak negatif
terhadap ekonomi dan masyarakat.
Banyaknya wisatawan, baik local maupun Nasional serta
manca negara yang berkunjung ke suatu objek wisata akan
membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar untuk berusaha
melakukan kegiatan dengan menyediakan berbagai macam
kebutuhan wisatawan selama berada objek wisata. Peluang
inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
dengan menawarkan berbagai jasa maupun produk atau
barang-barang yang dibutuhkan wisatawan yang berkunjung,
dan ini merupakan salah satu strategi untuk untuk menarik
minat wisatawan. Banyaknya permintaan kebutuhan jasa dan
barang yang dibutuhkan oleh wisatawan yang berkunjung

51
pada objek wisata, akan berdampak pada peningkatan
pendapatan atau penghasilan masyarakat di kawasan objek
wisata.
Pariyanti dkk, 2018, dalam penelitiannya Hospitality,
Atraksi, Fasilitas, Infrastruktur, Transportasi merupakan faktor
yang mempengaruhi tingkat pendapatan pelaku usaha di
danau kemuning. Sebagian besar pelaku usaha yang sebagian
besar adalah penduduk sekitar objek wisata, mengalami
peningkatan pendapatan setelah terlibat dalam kegiatan wisata,
baik membuka warung, tempat penyewaan ban, penyewaan
sepeda air, parkir dan lain-lain. Adanya peningkatan
pendapatan tentu saja akan mempengaruhi terhadap perilaku
konsumsi para pelaku usaha, seperti peningkatan biaya
makanan, transporrtasidan juga biaya listrik yang dikeluarkan
oleh pelaku usaha setiap bulannya.
Secara umum pengembangan pariwisata berdampak
secara positif terhadap pendapatan masyarakat terutama
masyarakat yang berlaku sebagai pelaku usaha. Peningkatan
pendapatan terjadi pada berbagai bidang mata pencaharian
masyarakat seperti pedagang, pekerja jasa pariwisata dan
sebagainya. Pengembangan pariwisata juga banyak membuka
peluang baru bagi masyarakat untuk mendapat penghasilan
tambahan selain dari sektor pertanian, perikanan dan
perkebunan. Sedikit demi sedikit warga merasakan dampak
manfaat yang dirasakan. Manfaat yang dirasakan seperti
pemilik homestay, terutama pemandu bisa sedikit demi sedikit
menambah penghasilan atau perekonomian. Pengembangan
wisata berkontribusi positif terhadap peningkatan penghasilan
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Manfaat pengembangan Wisata yang dapat dirasakan secara
langsung oleh warga berupa peningkatan omzet penjualan bagi
masyarakat yang berdagang, serta penghasilan tambahan bagi
masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata. Sedangkan
dampak tidak langsung adalah semakin meningkatnya nilai
jual tanah pada daerah tertentu yang berada disekitar objek
wisata yang berarti juga sebuah investasi masyarakat.

52
BAB VII
DAMPAK EKONOMI PENGEMBANGAN OBJEK
WISATA

Wisatawan/pengunjung objek wisata yang datang ke


sebuah destinasi dalam jangka waktu tertentu, menggunakan
sumber daya dan fasilitasnya. Biasanya mengeluarkan uang
untuk keperluan tertentu, kemudian meninggalkan tempat
tersebut untuk kembali ke daerah asal ataupun negaranya.
―Jumlah pengunjung yang semakin banyak maka akan semakin
banyak pengeluaran mereka,maka hal tersebut akan
berdampak pada kehidupan ekonomi daerah tersebut, baik
langsung maupun tidak langsung.
Cohen dalam Pitana (2009) mengemukakan bahwa
dampak pariwisata terhadap kondisi ekonomi dikategorikan
dalam 8 kategori dan dapat dijabarkan/jelaskan seperti
berikut :
1. Dampak terhadap penerimaan devisa
Adanya arus masuk wisatawan asing/ manca
Negara (inbound) ke dalam suatu negara menyebabkan
tambahan devisa dari pariwisata, yang pada gilirannya
menambah cadangan devisa (foreign reserves) secara
keseluruhan. Sebaliknya, arus keluar wisatawan
domestik (outbound) dari suatu negara akan mengurangi
cadangan devisa di dalam neraca pembayaran.

2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat


Semakin tingginya tingkat kunjungan wisata, baik
kunjungan local , nasional maupun manca Negara berarti
semakin bertambahnya lapangan pengeluaran
wisatawan maka akan berdampak pada naiknya
permintaan barang atau jasa-jasa yang diperlukan
wisatawan ketika berkunjung. Dari proses tersebut
mengakibatkan berdampak pada bertambahnya
lapangan kerja yang artinya secara tidak langsung akan
menaikkan pendapatan masyarakat sekitar objek wisata.

53
Dengan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat
setempat, maka kesejahteraan masyarakat juga
meningkat.

3. Dampak terhadap kesempatan kerja


Banyaknya pengunjung/wisatawan yang datang
ke objek wisata membuat semakin banyaknya sarana dan
prasarana penunjang yang dibangun, hal ini juga
bertujuan untuk meningkatkan jumlah pengunjung.
Sarana dan pra sarana penunjang tersebut diantaranya
penginapan, restoran atau rumah makan, biro perjalan,
trasnportasi dan tempat – tempat hiburan yang dapat
menciptakan lapangan kerja yang baru dan kesempatan
kerja yang lebih luas sehingga dapat menyerap tenaga
kerja.

4. Dampak terhadap harga-harga


Permintaan sektor pariwisata terhadap produk
lokal merupakan berkah bagi pelaku usaha setempat
seperti petani, nelayan, peternak, pengrajin cindera mata
dan pengusaha lain. Dengan adanya kegiatan pariwisata,
permintaan terhadap produk-produk lokal maka
semakin tinggi sehingga menaikan harga jual produk
tersebut.

5. Dampak terhadap distribusi manfaat atau keuntungan


Objek wisata pada umumnya tidak hanya berada
pada kota-kota besar atau kabupaten, tidak jarang objek
wisata berada pada lokasi yang susah dijangkau
(pelosok ), karena biasanya tempat yang susah dijangkau
itu masih alami dan bisa menjadi daya Tarik tersendiri,
Hal ini dapat membantu penyebaran konsentrasi
penduduk dan penyebaran aktifitas ekonomi dari kota
menuju daerah yang susah dijangkau/terpencil tersebut.

54
6. Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol (ekonomi)
masyarakat.
Pengembangan objek wisata pada dasarnya
berdampak pada kepemilikan dan control (ekonomi)
masyarakat apalagi kepemilikan dan kontrol dalam
pengembangan objek wisata sepenuhnya masih milik
masyarakat lokal. Kepemilikan dan kontrol masyarakat
lokal umumnya dapat dibuktikan berdasarkan data
personil pengelola yang mayoritas adalah masyarakat
lokal. Masuknya investor asing, selain dari pemerintah
juga belum ada. Dengan adanya control dari masyarakat
sekitar derta pemerintah sekitar hal ini juga bisa menjadi
sumber pendapatan masyarakat lokal yang cukup besar.

7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya


Lokasi objek wisata yang berada didaerah
terpencil dan pinggiran memerlukan infrastruktur (Jalan,
rel, kereta, sarana komunikasi, air bersih, listrik, gas dan
sebagainya ) untuk mendukungnya. Hal ini merupakan
manfaat balik bagi dari kegiatan pariwisata yang dapat
dirasakan masyarakat.

8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah


Pemerintah memperoleh pendapatan dari sektor
pariwisata melalui berbagaicara seperti pajak, retribusi
dan sebagainya.

Sedangkan Tiwari (2011) dalam penelitiannya


menemukan bahwa pendapatan dari sektor pariwisata
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di sejumlah
negara, di antaranya India, China, Pakistan, dan Rusia.
Keempat negara ini memiliki potensi yang sangat besar untuk
sektor pariwisatanya, dan pariwisata terbukti menjadi
penggerak kegiatan ekonomi.
Pengembangan objek wisata secara umum berdampak
positif terhadap perkembangan perekonomian masyarakat

55
terutama masyarakat lokal. Pengembangan objek wisata pada
umumnya mampu menjadi katalisator bagi perkembangan
pembangunan sarana prasarana umum seperti jalan raya dan
fasilitas umum lain.. Dengan melibatkan masyarakat, dan
menempatkan masyarakat sebagai aktor utama pembangunan
dalam setiap aspek pengelolaan objek wisata, mafaat ekonomi
pariwisata berupa tambahan pendapatan, peluang kerja dan
usaha baru dapat terdistribusi secara merata kepada setiap
lapisan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat mendukung
penuh pengembangan obyek wisata, karena model pengelolaan
berbasis masyarakat memiliki dampak ekonomi yang positif
dan benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat.
Tidak hanya dampak positif, ternyata adanya pengem-
bangan wisata juga dapat menimbulkan dampak negative
terhadap masyarakat. Salah satunya adalah terlalu banyak
ketergantungan pada pariwisata. Berbagai daerah tujuan
Pariwisata sangat bergantung pada pendapatan atau kegiatan
ekonominya pada sektor pariwisata. Seperti yang kita ketahui
bersama, pariwisata sangat rentan Fluktuasi yang disebabkan
oleh berbagai masalah (teror, penyakit, konflik, dll). Begitu
industri pariwisata menurun, secara langsung maupun tidak
langsung akan menyebabkan penurunan bulan ke bulan dalam
aktivitas ekonomi.
Meningkatkan laju inflasi dan harga tanah melonjak.
Peredaran uang kegiatan ekonomi di daerah tujuan wisata
sangat besar. Permintaan komoditas konsumsi juga meningkat
yang pada akhirnya akan memicu tingkat inflasi. di samping
itu pembangunan berbagai fasilitas wisata akan memicu harga
tanah di dekatnya
Lokasi seperti itu dengan harga yang tidak masuk akal.
Tren barang impor semakin meningkat Industri pariwisata
membutuhkannya agar tidak menyerap produksi lokal.
masalah ini karena wisatawan berasal dari wilayah geografis
sebagai konsumen makanan dan menunya berbeda dengan
penduduk setempat. Gaya hidup dan kebiasaan serta
kebutuhan mereka juga sangat berbeda.

56
Sifat pariwisata yang musiman dan tidak dapat
diprediksi, waktu pengembalian investasi juga tidak pasti.
Pariwisata kelihatan hidup dalam bulan-bulan tertentu
(musiman), sehingga pendapatan dari ekonomi paiwisata juga
mengalami fluktasi Oleh karena itu, kembalinya waktu
investasi juga tidak pasti.
Biaya tambahan lainnya yang dikeluarkan oleh ekonomi
lokal. Hal Ini terkait dengan degradasi alam, munculnya
limbah dalam jumlah besar, polusi, transportasi dan lain
sebagainya membutuhkan biaya perawatan.
Soekadijo, 1995, membagi dampak negatif dari
pariwisata menjadi beberapa hal, yaitu :
1. Dampak ekonomi, mencakup :
a. Dapat menyebabkan terpuruknya ekonomi suatu
daerah yang menjadikan sektor pariwisata sebagai
sektor utama karena di pengaruhi oleh ekonomi dan
keamanan global dalam suatu negara.
b. Ketidaksiapannya suatu daerah yang memiliki
banyak objek dan daya tarik wisata dalam
pengembangannya yang mengakibatkan terjadinya
banyak utang daerah.
c. Kebocoran/leakages yang dipengaruhi oleh letak
geografis, struktur perekonomian, ukuran negara,
dan lain-lain.

2. Dampak sosial-budaya, mencakup :


a. Adanya kesenjangan sosial yang menyebabkan
kecemburuan sosial antara wisatawan dan penduduk
lokal.
b. Way of life (attitude) dari wisatawan yang ditiru oleh
masyarakat lokal sehingga merubah nilai-nilai sosial
yang ada di masyarakat.
c. Terjadinya komersialisasi budaya.
d. Terjadinya secara bebas perjudian, pelacuran, narkoba
dan minuman keras.

57
e. Produk seni yang diikuti oleh permintaan pasar
(hilang identitas).

3. Dampak lingkungan, mencakup :


a. Pencemaran lingkungan sebagai akibat dari
berkurangnya landskap pertanian alamiah dan areal
pertanian. Dampak yang timbul adalah terjadi
bencana alam.
b. Berkurangnya atau punahnya jenis flora dan fauna
akibat dari perluasan wilayah.
c. Industri pariwisata yang melibatkan industri dan lalu
lintas berat dampak yang timbul adalah pencemaran
udara, tanah dan air.
d. Hilangnya panorama alami, sehingga yang ada hanya
lingkungan binaan.
e. Pencemaran lingkungan sebagai akibat dari
pemakaian/pengunaan bahan makanan atau
akomodasi lainnya yang hanya menyisakan sampah
misalnya plastik, kaleng, polusi, puntung rokok, dan
lain-lain

58
BAB VIII
PENUTUP

Pengembangan wisata bukanlah hal yang mudah, perlu


kerjasama dari banyak pihak. Masyarakat lokal memiliki peran
penting dalam keberlangsungan kehidupan tempat wisata itu
sendiri karena obyek wisata tersebut dapat mempengaruhi
kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat setempat.
Dampak yang muncul dari pengembangan wisata, yaitu
munculnya dampak ekonomi. Dampak ekonomi tersebut dapat
bersifat positif dan negatif. Dampak positif yang muncul dari
adanya dampak ekonomi dapat bersifat langsung ( direct ).
Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain
yang akan timbul, seperti dampak tidak langsung ( indirect
impact ). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi dari
suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung
dan dampak lanjutan ( induced impact ). Dampak lanjutan ini
dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lanjutan dari
tambahan pendapatan masyarakat. Dampak ekonomi yang
ditimbulkan dari kegiatan wisata pada dasarnya dilihat dari
keseluruhan pengeluaran wisatawan untuk akomodasi,
konsumsi (baik konsumsi dari rumah maupun di lokasi
wisata), biaya perjalanan ke lokasi wisata, serta pengeluaran
lainnya. Keseluruhan dari biaya pengeluaran wisatawan akan
diestimasi dari jumlah keseluruhan kunjungan wisatawan
dengan rata-rata pengeluaran dalam satu kali kunjungan
wisata. Keberadaan unit usaha di suatu lokasi wisata
membantu para wisatawan untuk memenuhi kebutuhan
mereka selama melakukan kegiatan wisata.
Kemudian dari segi ekonomi, pengembangan pariwisata
juga menyerap tenaga kerja, mendorong masyarakat sekitar
menjadi pelaku usaha, yang pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan usaha mereka. Artinya masyarakat sekitar
dijadikan sebagai pelaku pengembangan objek wisata. Selain
itu juga mendorong para pengangguran untuk terjun dalam
kegiatan wirausaha melalui inovasi di bidang komersial, seperti

59
membuat dan menjual cinderamata, oleh-oleh daerah, dan
masakan daerah. Kemudian bagi yang tidak memiliki inovasi,
memberdayakannya sebagai tukang parkir, inovasi ini dapat
membuat masyarakat mendapatkan penghasilan.
Kesimpulannya masyarakat sekitar objek wisata adalah
pihak yang paling banyak akan menerima dampak dari
kegiatan wisata yang dikembangkan di daerahnya. Oleh karena
itu aspirasi masyarakat khususnya masyarakat setempat dalam
pengembangan pariwisata sangat dibutuhkan dengan tujuan
untuk menimbulkan hubungan saling menguntungkan antara
pengelola pariwisata dengan masyarakat sehingga menjadi
sebuah multiplier effect yang positif bagi perekonomian
masyarakat setempat.

60
DAFTAR PUSTAKA

A, Yoeti, Oka. Edisi Revisi 1996, Pengantar Ilmu Pariwisata,


Penerbit Angkasa, Bandung.

_______, 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.


Pradnya. Paramita: Jakarta.

Adhisakti, 2001. Wisata Pedesaan oleh pemerintah maupun


pelakupelaku pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset

Adi, Isbandi rukminto. 2007. Intervensi Komunitas


Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya
Pemberdayaan masyarakat. Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.

Adisasmita, Rahardjo. 2010. ―Pengelolaan Pendapatan Dan


Anggran Daerah‖. Graha Ilmu: Yogjakarta.

Ali Mansyur M., 2007, Penegakan hukum tentang tanggung


gugat produsen dalam perwujudan perlindungan
konsumen, Genta Press, Yogyakarta.

Ardika, 2003, Pariwisata Budaya Berkelanjutan, Refleksi dan


Harapan di Tengah Perkembangan Global, Denpasar:
Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana

Bagyono. 2014. Pariwisata dan Perhotelan. Bandung : Alfabeta.

Christie Mill, Robert. 2000. Tourism-The Internastional


Business. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Cohen, E. 1984. ― Toward a Sociology of International


Tourism‖, Sociological Research 39(1): 164-182.

Crompton, J. (2010). Measuring the economic impact of park


and recreation services. Ashburn, VA: National
Recreation and Park Association. (Research Series).

61
Cullinane T. C., & Koontz, L. (2016). 2015 National Park visitor
spending effects: Economic contributions to local
communities,states, and the nation (Natural Resource
Report No. NPS/NRSS/EQD/NRR—2016/1200). Fort
Collins, CO: National Park Service.

Devy, HA & Soemanto, RB. (2017). Pengembangan Obyek dan


Daya Tarik Wisata Alam sebagai Daerah Tujuan
Wisata di Kabupaten Karanganyar. Jurnal Sosiologi
DILEMA 32 (1), ISSN: 0215/9635.

do Val Simardi Beraldo Souza, T., Thapa, B., Rodrigues, C. G.


de O., & Imori, D. (2019). Economic impacts of
tourism in protected areas of Brazil. Journal of
Sustainable Tourism, 27(6), 735–749.
https://doi.org/10.1080/09669582.2017.1408633

Dritasto, A., & Annisa A. A. (2013). Analisis Dampak Ekonomi


Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat di
Pulau Tidung. Reka LokaJurnal Online Institut
Teknologi Nasional, Itenas | No.x | Vol. xxJanuari
2013. Institut Teknologi Nasional

Gunn, C.A. (1994) Vacationscape: Developing Tourist Areas (3rd


edn). New York: Taylor and Francis.

Hu, W., & Wall, G. (2005). Environmental management,


environmental image and the competitive tourist
attraction. Journal of Sustainable Tourism, 13(6), 617–
635. https://doi.org/10.1080/09669580508668584

Inskeep, Edward.1991. Tourism Planning And Suistainable


Development Approach. Van Nostrand Reinblod,
New York.

Isdarmanto, 2017. Dasar-Dasar Kepariwisataan dan


Pengelolaan Destinasi Pariwisata. Penerbit Gerbang
Media Aksara dan STiPrAm Yogyakarta.

Marpaung, H. (2000). Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung :


Alfabeta.

62
Marpaung, Happy 2002. Pengetahuan Kepariwisataan.
Bandung : Alfabeta.

Natori, Nasahiko (ed). 2001. A Guide Book for Tourism Based


Community Development. Publisher APTE.

Pariyanti, E., Rinnanik, & Bakhri, S. (2018). Dampak


Pengembangan Objek Wisata Danau Kemuning
Terhadap Pendapatan Pelaku Usaha Dan Ekonomi
Masyarakat Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Visi
Manajemen, 3(2), 297–310.

Pitana, I Gde. dan Surya Diarta, I Ketut. (2009). Pengantar Ilmu


Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pitana, I Gde. dan Surya Diarta, I Ketut. (2009). Pengantar Ilmu


Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Rahardjo Adisasmita, 1935-. (2010.). Dasar-dasar ekonomi


transportasi / Rahardjo Adisasmita. Yogyakarta :: Graha
Ilmu,.

Ridwan,Mohamad. (2012), Perencanaan dan Pengembangan


Pariwisata. PT SOFMEDIA: Medan.

Soekadijo R.G.1995. Anatomi Pariwisata, Memahami


Pariwisata. Sebagai Systematic Linkage, Angkasa,
Bandung.

Spillane, James. 1994. Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi dan


Rekayasa. Kebuadayaan. Kanisius. Yogyakarta.

Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi


Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.
Yogyakarta : Gava Media.

Suryadana, M Liga dan Octavia Vanny. 2015. Pengantar


Pemasaran Pariwisata. Bandung: Alfabet

Suwantoro, Gamal. 2002. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta:


Andi.

63
Tiwari, Aviral Kumar. (2011). ―Tourism, Export and FDI
as a Means of Growth: Evidence from four Asian
Countries‖. The Romanian Economic Journal,
XIV(40). hal. 131-151.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen.

64
PARA PENULIS

EKA PARIYANTI,S.E.,M.M

Lulus SI di Program Studi Manajemen Sekolah Tinggi


Ilmu Ekonomi ( STIE ) Way Jepara Lampung Timur, pada
tahun 2012, Lulus S2 di Program Magister Manajemen
Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai (USBRJ ) Bandar Lampung
Tahun 2014.
Sejak tahun 2019 menempuh pendidikan Doktor Ilmu
Manajemen ( DIM ) Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)
Purwokerto. Sejak tahun 2014 tercatat sebagai dosen tetap di
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ( STIE ) Way Jepara Lampung
Timur. Selain mengajar juga aktif dalam kegiatan pengabdian
masyarakat dan penelitian. Tahun 2017/2018-2018/2019
memperoleh hibah penelitian Skema dosen Pemula.

65
RINNANIK S.H.I., M.Pd.I.,M.M

Menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S.1) pada


tahun2004 pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN )
Jurai Siwo metro Program Studi Akhwalus Syakshiyah. Pada
tahun 2016, Lulus S2 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Raden Intan Bandar Lampung pada Program Magister
Pendidikan Agama Islam. Kemudian lulus S2 program
Manajemen Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai (USBRJ ) Bandar
Lampung Tahun 2019.
Sejak tahun 2005 tercatat sebagai dosen di Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi Lampung Timur ( STIE ) Way Jepara Lampung
Timur dan Dosen Tetap tahun 2016. Selain melaksanakan
pengajaran juga aktif dalam penelitian dan kegiatan
pengabdian masyarakat. Tahun 2018-2019 memperoleh hibah
penelitian Skema dosen Pemula kemenristekdikti.

66
BUCHORI, S.P., M.M

Lulus SI pada tahun 1997 di Universitas Borobudur


program studi Pertanian kemudian melanjutkan jenjang
pendidikan S2 di Program Magister Manajemen Universitas
Bandar Lampung(UBL) dan menyelesaikan S2 tahun 2012.
Sejak tahun 2001 tercatat sebagai dosen tetap dan Saat ini
menjabat sebagai Ketua diSekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Lampung Timur ( STIE ) Way Jepara Lampung Timur. Selain
mengajar juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat
dan penelitian.

67

Anda mungkin juga menyukai