Anda di halaman 1dari 25

Lembar Pengesahan

1. Judul : Pembenahan Kelembagaan dan Rencana


Penyusunan Masterplan Sebagai Upaya Strategis
Pembangunan Daya Tarik Wisata di Desa Muntuk
2. Sub tema : Desa Wisata
3. Ketua Pengusul
Nama Lengkap : Syiva Jauva Qolba
NIM/NRP : 22/498548/SV/21222
Program Studi/Jurusan : Bisnis Perjalanan Wisata
Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada
No. Telepon/HP : 08818644884
E-mail : syivajauvaqolba@mail.ugm.ac.id
4. Anggota
Nama Lengkap : 1. Salsa Qothrunnada
2. M.Yudha Ardiansyah
NIM/NRP : 1. 22/505900/SV/21986
2. 22/497652/SV/21150
Program Studi/Jurusan : 1. Bisnis Perjalanan Wisata
2. Bisnis Perjalanan Wisata
Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, 21 Oktober 2022

Syiva Jauva Qolba


22/498548/SV/21222

1
DAFTAR ISI

Isi
BAB I .................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
Latar Belakang ................................................................................................................ 3
BAB II............................................................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 10
BAB III. ............................................................................................................................ 13
GAGASAN ....................................................................................................................... 13
3.1 Landasan Gagasan .................................................................................................. 13
3.2 Tawaran Solusi........................................................................................................ 18
3.3 Pemetaan Stakeholders ........................................................................................... 19
3.4 Langkah Strategis Realisasi Gagasan ..................................................................... 19
BAB IV ............................................................................................................................. 22
METODE PENELITIAN .................................................................................................. 22
4.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................................. 22
4.2 Strategi Penelitian ................................................................................................... 22
4.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 23
4.4 Teknik Analisis Data............................................................................................... 23
BAB V. ............................................................................................................................. 24
KESIMPULAN ................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 25

2
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Desa Wisata Menurut (Sudibya, 2018) adalah aset kepariwisataan yang
berbasis pada potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang
dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk wisata untuk menarik
kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut. Berbeda pengertian dengan wisata
desa yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan mengajak wisatawan
untuk berkunjung ke desa, melihat, dan mempelajari keaslian desa sesuai dengan
keunikan dan potensi desa yang dimilikinya. Pendirian desa wisata bertujuan untuk
meningkatkan posisi dan peran masyarakat sebagai pelaku penting dalam
pembangunan sektor pariwisata dan dapat bersinergi dan bermitra dengan
pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan kualitas perkembangan
kepariwisataan di daerah membangun dan menumbuhkan sikap dukungan positif
dari masyarakat desa sebagai tuan rumah melalui perwujudan nilai-nilai sapta
pesona bagi tumbuh (Digides, 2020). Dalam mendirikan desa wisata perlu
memperhatikan beberapa komponen yang harus diperhatikan, yaitu kondisi desa
terkini, kondisi struktur masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, keunikan dari
desa tersebut.
Desa Wisata Muntuk merupakan salah satu wujud desa wisata yang perlu
diakui eksistensinya. Desa wisata yang terletak di Kecamatan Dlingo, Kabupaten
Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan sebuah desa wisata
yang berdekatan secara langsung dengan destinasi wisata Puncak Pinus Becici yang
sudah cukup terkenal.
Desa Wisata Karangasem yang berlokasi di Muntuk juga sudah terkenal
sebagai daerah sentra pembuatan kerajinan bambu, karena produksi pohon bambu
di desa ini terbilang cukup banyak serta didukung dengan skill para pengrajin
bambu yang tak lain adalah masyarakat Desa Muntuk sendiri yang sudah diakui
sangat kompeten hingga menciptakan banyak home industry kerajinan bambu yang
mampu memproduksi barang kerajinan bambu yang pendistribusiannya bukan
hanya di level lokal, tapi juga ekspor ke luar negeri sekarang Desa Wisata

3
Karangasem telah mengembangkan paket edukasi kerajinan bambu sebagai produk
wisata unggulan yang ada pada desa tersebut.
Potensi lain yang juga menjadi unggulan di desa wisata ini adalah potensi
keindahan alam berupa bukit dan persawahan. Dalam riset pengantar
(GAMAKONKRIT, Kajian dan Riset Telaah Desa Muntuk 2022), bersumber dari
data observasi secara langsung ke lokasi rintisan daya tarik wisata, wawancara
warga setempat, dan studi literatur yang berkaitan dengan bab desa wisata, penulis
merangkum bahwa selain daya tarik wisata yang sudah terkenal seperti pemaparan
diatas, masyarakat di beberapa dusun yang berada di Desa Muntuk telah
mengidentifikasi dan melakukan upaya pengembangan beberapa daya tarik wisata
rintisan. Daftar lokasi yang dikembangkan menjadi daya tarik wisata rintisan antara
lain Persawahan Bonjor, Bukit Jatisari, dan Pasar Tani.
Pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism/CBT)
merupakan konsep pengelolaan kepariwisataan dengan mengedepankan partisipasi
aktif masyarakat dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi mereka
dengan tetap menjaga kualitas lingkungan, serta melindungi kehidupan sosial dan
budayanya. Konsep pariwisata berbasis masyarakat berkesesuaian dengan
pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang memerlukan partisipasi
masyarakat.
Dari riset yang penulis lakukan, didapatkan hasil bahwa di ketiga fokus
lokasi riset pengembangan desa wisata GAMAKONKRIT 2022, sudah dibentuk
kelompok - kelompok pengelola yang berswadaya masyarakat. kelompok perintis
yang sekaligus menjadi pengelola daya tarik wisata rintisan ini dibentuk atas dasar
inisiatif masyarakat sendiri yang memiliki kesadaran akan potensi desanya baik
potensi alam, lingkungan, dan sosial budaya yang dapat menjadi suatu daya tarik
wisata. Fenomena ini menunjukan sudah adanya karakter sadar wisata pada
masyarakat Desa Muntuk. Karakter masyarakat yang sadar wisata ini menjadi
indikator dan modal utama dalam upaya pengembangan Desa Muntuk menjadi
desa wisata yang unggul.
Untuk mewujudkan pariwisata berbasis masyarakat, pengelola Desa
Wisata perlu melakukan berbagai upaya yang mencakup pemberian edukasi dan
atau sosialisasi kepada masyarakat serta pemberian layanan ke wisatawan oleh

4
masyarakat melalui koordinasi Organisasi Tata Kelola Pedesaan (Pokdarwis).
Pariwisata berbasis masyarakat dapat terwujud karena kesadaran kolektif antara
pengelola Pokdarwis dan masyarakat yang tinggal di desa tersebut sekaligus
memberikan pelayanan ke wisatawan yang datang.
Selaras dengan pembahasan desa wisata sebagai penerapan konsep
Community Based Tourism, desa wisata tidak dapat terlepas dengan sebuah
organisasi swadaya bernama POKDARWIS. Pokdarwis sesuai dengan Pergub DIY
Nomor 40 Tahun 2020 Tentang Kelompok Sadar Wisata dan Desa/Kampung
Wisata yaitu “Kelompok Sadar Wisata, yang selanjutnya disebut Pokdarwis, adalah
pelaksana Sadar Wisata”. Dimana kedudukan lembaga ini didirikan oleh warga
desa yang anggotanya terdiri dari para pelaku kepariwisataan yang memiliki
kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak untuk
menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya kepariwisataan di wilayah
desa mereka serta mewujudkan sapta pesona.
Namun secara rinci pokdarwis dapat dikatakan sebagai kelompok yang
bergerak secara swadaya, artinya pengembangan kepariwisataan yang dilakukan di
desa itu bersumber dari kekuatan desa dan masyarakatnya sendiri dengan segala
potensinya. Selain itu juga telah diatur mengenai penetapan kelompok sadar wisata
oleh Bupati atau Kepala Dinas Kabupaten Kota yang membidangi kepariwisataan
dengan minimal anggota berjumlah 15 anggota per wilayah.
Melihat pentingnya kelembagaan pokdarwis sebagai wadah
pengembangan potensi Desa Wisata Kelurahan Muntuk, sudah semestinya hal
tersebut mampu mengarahkan masyarakat untuk sadar dan bergerak lebih maju
dalam mengembangkan kelompok-kelompok swadaya perintis dan pengelola daya
tarik wisata yang ada menjadi satu kesatuan suara di bawah naungan kelembagaan
masyarakat yang legal, yaitu diakui secara hukum oleh pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta
Dari hasil riset langsung ke Desa Muntuk, peneliti menemukan beberapa
permasalahan dalam upaya pembangunan daya tarik wisata yaitu masih kurangnya
sinergi antara para pemangku kepentingan atau pengelola daya tarik wisata dengan
pokdarwis selaku lembaga masyarakat yang diakui secara hukum. Permasalahan ini
timbul akibat belum adanya kontribusi yang dirasakan secara langsung oleh

5
masyarakat, karena dirasa peran pokdarwis dalam mensosialisasikan sadar wisata
belum tepat sasaran. Permasalahan ini harus segera diatasi agar daya tarik wisata
bisa berkembang lebih maju lagi.
Selain itu yang masih menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembangunan
daya tarik wisata di Desa Muntuk adalah masih kurangnya keikutsertaan pokdarwis
dalam berperan sebagai mitra pemerintah dan swasta yang berpengaruh terhadap
masih kurangnya perhatian dan dukungan langsung baik dari pemerintah maupun
swasta terhadap pembangunan pariwisata di desa ini. Sementara disinilah peran
pokdarwis sangat diperlukan sebagai lembaga mitra pemerintah dan swasta dalam
menyalurkan suara dan ide masyarakat dalam upaya meningkatkan perekonomian
serta kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan pariwisata.
Ditambah sebagian besar masyarakat masih menilai dirinya kurang dalam
pengetahuan mengenai pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata di Desa
Muntuk. Maka dari itu para pemangku kepentingan dapat bersinergi dengan
pokdarwis untuk pendampingan dan sosialisasi oleh tenaga ahli di bidang
pariwisata mengenai pentingnya pembentukan karakter masyarakat yang sadar
wisata guna memperbaiki kualitas pariwisata yang ada di Desa Muntuk. Sinergi
masyarakat dengan pokdarwis dalam melaksanakan sapta pesona sebagai wujud
implementasi sadar wisata mampu mendukung pembangunan dan pelaksanaan
iklim pariwisata yang kondusif bagi daya tarik rintisan yang dibangun.
Dalam upaya merintis suatu daya tarik wisata diperlukan langkah-langkah
sistematis yang tertuang dalam masterplan sebagai suatu gambaran konkrit
mengenai arah pembangunan daya tarik wisata yang akan dikembangkan.
Pembangunan daya tarik wisata sendiri telah menjadi arah kebijakan dalam
Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional yaitu Pembangunan Daya Tarik
Wisata dilaksanakan berdasarkan prinsip menjunjung tinggi nilai agama dan
budaya, serta keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen atraksi untuk
menciptakan Daya Tarik Wisata yang berkualitas, berdaya saing, serta
mengembangkan upaya konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan
sumber dayanya.
Dengan adanya masterplan pembangunan daya tarik wisata baru yang ada
di Desa Muntuk dapat mempermudah realisasi rancangan dan gambaran yang telah

6
dibuat secara jelas dan terperinci mengenai rancangan infrastruktur, fasilitas dan
kondisi lingkungan sekitar, memberikan panduan terkait pembagian dan
pengelolaan lahan, mengetahui perkiraan budget, penggunaan, dan sumber
pendanaan, pembangunan kerangka dasar atau panduan bagi pengembangan fisik,
seperti bangunan maupun infrastruktur penunjang pariwisata, menciptakan
panduan mengenai rencana program jangka pendek dan jangka panjang, serta
tentunya sebagai rancangan dalam mengidentifikasi dan menangani masalah yang
ada.
Penyusunan karya tulis ini memiliki fokus pada dua hal yakni yang
pertama isu kelembagaan pariwisata di Desa Muntuk sebagai pondasi utama dalam
merancang program pariwisata di desa, mulai dari proses pembuatan regulasi,
pengaturan kewenangan, sistem organisasi dan pola sinergi tiap stakeholders yang
terlibat dalam penyelenggaraan pariwisata di Desa Muntuk, proses pelaksanaan
program pariwisata dan evaluasi yang dalam tahapan ini juga termasuk upaya
publikasi dan evaluasi berkala untuk memaksimalkan efek yang akan ditimbulkan
dikemudian hari. Ada satu hal lagi yang dianggap penting, yakni soal pendanaan
program pariwisata, hal ini penting, mengingat pengembangan wisata memerlukan
sumber dana yang harus dikeluarkan untuk mempersiapkan beberapa komponen
pendukung atau pokok dalam sebuah desa wisata.
Kemudian dilanjutkan dengan fokus kedua yaitu penyusunan masterplan
pembangunan daya tarik wisata baru yang ada di Desa Muntuk sebagai suatu
rancangan yang terstruktur dan sistematis yang akan membantu dalam
mengidentifikasi potensi serta isu strategis pengembangan pariwisata, menganalisis
pengembangan daya tarik wisata dan merekomendasikan perencanaan kawasan
wisata guna meningkatkan kualitasnya dengan memperhatikan aspek pembangunan
pariwisata berkelanjutan.
Atas dasar dua fokus utama yang telah dipaparkan, penulis terdorong
untuk menyusun karya tulis ilmiah ini sebagai bentuk kontribusi kritis penulis
dalam menyikapi permasalahan yang ada. Dengan harapan hasil riset yang tertuang
dalam karya tulis ini mampu memberikan solusi dan rekomendasi dalam
mewujudkan pembangunan pariwisata sebagai sektor unggulan dan prioritas
pembangunan di Desa Muntuk.

7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil analisis telah diperoleh rumusan permasalahan sebagai
berikut :
1. Masih kurangnya sinergi antara pemangku kepentingan atau pengelola daya
tarik wisata dengan pokdarwis selaku lembaga masyarakat yang diakui
secara hukum.
2. Kurangnya peran pokdarwis sebagai mitra pemerintah dan pihak swasta
yang berdampak pada belum optimalnya pembangunan kepariwisataan di
Desa Muntuk.
3. Belum adanya rencana penyusunan masterplan sebagai gambaran konkrit
arah pembangunan daya tarik wisata rintisan di Desa Muntuk.

1.3 Tujuan
Berdasarkan fungsi dan tujuannya, penelitian ini masuk ke dalam jenis
penelitian evaluatif yang sifatnya mengevaluasi fungsi kelembagaan yang efektif
serta ide penyusunan masterplan. Dari rumusan masalah yang sudah disebutkan di
atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menciptakan kerja sama yang ideal antara stakeholders dan pokdarwis
sehingga tercapai suatu kesepakatan yang mampu menunjang
pembangunan daya tarik wisata rintisan.
2. Menghidupkan kembali eksistensi kelembagaan pokdarwis maupun
stakeholders untuk menguatkan fungsi dan peran kelembagaan masing-
masing.
3. Memperjelas arah pembangunan daya tarik wisata rintisan melalui ide
penyusunan masterplan.

8
1.4 Manfaat
Dengan ini peneliti merumuskan beberapa manfaat yang didapat dari hasil
pencapaian tujuan yang berorientasi pada kontribusi secara teoritis dan praktikal
sesuai tujuan penelitian, berikut adalah beberapa manfaat yang dapat dicapai:
1. Tercapainya tujuan pembangunan pariwisata di Desa Muntuk dengan
menerapkan konsep Community Based Tourism yaitu pariwisata berbasis
masyarakat dan pariwisata berkelanjutan.
2. Dengan adanya kelembagaan yang efektif akan menghasilkan sebuah
kebijakan yang berkualitas dan sesuai dengan harapan semua masyarakat.
3. Mempermudah realisasi rancangan dan gambaran pembangunan
kepariwisataan yang telah dibuat secara jelas dan terperinci mengenai
rancangan infrastruktur, fasilitas dan kondisi lingkungan sekitar.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan studi pustaka, peneliti memperoleh data penelitian sebagai


acuan dasar dengan cara mencari data-data terkait dari artikel terkini, jurnal
referensi, dan beberapa jurnal terkait penelitian terdahulu mengenai peranan
pokdarwis terhadap sektor pariwisata daerah.
Sumber yang pertama adalah penelitian oleh Dewi Krisna Hardjanti pada
2022 dalam "Paket Wisata Sawang Lintang di Desa Muntuk, Dlingo, Kabupaten
Bantul, D.I.Yogyakarta". Penelitian ini menunjukkan kajian teori mengenai Desa
Muntuk, dimana Desa Muntuk memiliki potensi besar sebagai desa wisata secara
geografis dan budaya. Desa Muntuk yang secara geografis berlokasi di wilayah
perbukitan membuat Desa Muntuk memiliki banyak destinasi wisata yang dapat
dikelola dan dikembangkan dengan pemandangan alam yang indah, diantaranya
ada Puncak Becici, Bukit Lintang Sewu, Pintoe Langit Dahromo, dan masih banyak
lagi. Selain dari itu atraksi kebudayaan yang melekat pada Desa Muntuk juga
ditunjukkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa Desa
Muntuk merupakan desa yang memiliki banyak potensi diantaranya potensi pada
sisi kebudayaan pariwisata serta kerajinan.
Sumber data kedua merupakan penelitian oleh Yudhi Van Stepan
Simorangkir, WilsonTherik, dan Widhi Handayani pada tahun 2020 dalam
"Kelemahan Dasar Pokdarwis Wonderful Dalam Pengembangan Pariwisata Di
Kawasan Situs Manusia Purba Sangiran". Penelitian ini menyajikan kajian teori
mengenai lemahnya peran pokdarwis terhadap potensi pariwisata di suatu kawasan
berupa Situs Manusia Purba Sangiran. Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa
saat ini organisasi Pokdarwis Wonderful belum mampu untuk mengkonsolidasikan
dan mengomunikasikan tujuannya dalam pengembangan kepariwisataan di
Sangiran. Lemahnya inovasi dan kurangnya aksi dan terobosan pengurus
Pokdarwis Wonderful berpotensi pada fase stagnan dan kurang berdampak pada
kawasan Situs Manusia Purba Sangiran.
Sumber data ketiga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Kurnia
Rahmawati dan Rachmawati Novaria pada tahun 2019 dalam “Peran Kelompok

10
Sadar Wisata (Pokdarwis) Dalam Pengelolaan Objek Wisata Waduk
Grobogan”. Penelitian ini menunjukkan kajian teori mengenai peran Pokdarwis
dalam pengembangan destinasi wisata Waduk Grobogan. Hasil penelitian ini yaitu
peran Pokdarwis dalam tahap perencanaan cukup baik, peran Pokdarwis dalam
tahap pelaksanaan masih kurang optimal dan peran Pokdarwis dalam pemanfaatan
sudah baik. Terdapat tiga faktor pendukung yaitu, kondisi alam yang pedesaan,
pemuda desa dapat diajak bekerjasama dan perangkat desa yang sangat mendukung.
Sedangkan untuk faktor penghambatnya, di pola pikir masyarakat dalam
memahami kepariwisataan, sumber permodalan yang terbatas, dan pengelola
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) itu sendiri yang masih belum bisa konsisten
dalam mengembangkan objek wisata Waduk Grobogan.
Sumber data keempat berasal dari jurnal yang berjudul “Pemberdayaan
Pokdarwis TAZGK Dalam Pengembangan Desa Wisata Di Kaduengang” yang
ditulis oleh Chotibul Umam, Frebhika Sri Puji Pangesti, dan Eka Indah Yuslistyari
tahun 2020. Penelitian ini menyajikan kajian teori mengenai permasalahan pada
kelompok Pokdarwis TAZGK. TAZGK sendiri adalah singkatan dari Taman Alam
Ziarah Gunung Karang. Permasalahan yang ada meliputi wisatawan hanya
melakukan aktivitas pada dua daya tarik wisata saja yaitu Ziarah ke Sumur Tujuh
dan Pendakian ke Gunung Karang, disisi lain ada anggota Pokdarwis yang belum
dibekali pelatihan kepemanduan wisata, dan belum ada nya pembuatan produk
paket wisata desa Kaduengang. Hasil penelitian tersebut diperoleh dengan
memberikan pelatihan pemandu wisata lokal bagi pokdarwis TAZGK, sehingga
dalam melayani tamu memiliki standar sesuai SKKNI kepemanduan wisata.
Pokdarwis juga dibekali pengetahuan dalam pengembangan produk Paket Wisata
Desa Kaduengang yang akan dipromosikan melalui website Pokdarwis TAZGK
maupun media online.
Sumber data terakhir berasal dari jurnal berjudul Panduan Masterplan Desa
Kepakisan Dieng Kulon Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2020. Diteliti oleh
Dyah Sugandini, Abdul Gofar, Muhammad Kundarto, Trestina Ekawati, dan Trisna
Adisti. Penelitian ini menyajikan kajian teori mengenai Pendekatan Perencanaan
Tourism Integrated Masterplan Dieng. Dari hasil penelitian tersebut Beberapa
pendekatan umum yang dipakai dalam perencanaan kepariwisataan dan digunakan

11
sebagai konsep perencanaan pariwisata adalah pendekatan yang berkelanjutan,
menyatu/incremental, fleksibel, kesisteman, menyeluruh/komprehensif,
terintegrasi, dan memperhatikan aspek lingkungan, dengan fokus untuk pencapaian
pembangunan berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat. Hasil penelitian tersebut
diperoleh untuk wilayah kawasan Dieng dan sekitarnya yang diklasifikasikan
sebagai tahap akselerasi pengembangan pariwisata yang terencana perlu dipahami
bahwa destinasi pariwisata akan mengalami suatu siklus pembangunan yang suatu
saat akan mengalami kemunduran untuk itu diperlukan perencanaan yang fleksibel
dan tanggap terhadap perkembangan yang terjadi baik dari pihak wisatawan
maupun wilayah lain sebagai kompetitor kawasan Dieng. Untuk itu
direkomendasikan perencanaan Tourism Integrated Masterplan Dieng akan
bersifat terbuka untuk dilakukan penyesuaian atau living document akibat
perubahan-perubahan yang terjadi.

12
BAB III.
GAGASAN

3.1 Landasan Gagasan


Pengertian lembaga menurut (Ibnu, 2022) adalah suatu institusi yang mana
di dalamnya terdapat seperangkat nilai, norma, dan berbagai keyakinan yang
sifatnya nyata dan berpusat pada beragam kebutuhan sosial serta serangkaian
tindakan lainnya yang sangat penting dan juga berulang. Istilah ini cukup sering
kita dengar di sekitar kita, dan sering dikaitkan dengan organisasi sosial,
masyarakat, formal, dan juga informal. Dengan adanya definisi kelembagaan
tersebut, kita bisa mengetahui tentang pentingnya struktur kelembagaan dan
penerapan kelembagaan yang baik dalam suatu tatanan masyarakat yang dalam hal
ini berfokus pada desa wisata. Dalam konteks desa wisata, perlu adanya
kelembagaan yang berkompeten dan mampu mengelola beberapa destinasi di desa
wisata tersebut melalui regulasi yang baik dan terarah. Tidak hanya sebagai
pembentuk dan pelaksana sebuah regulasi, struktur kelembagaan yang
berkompeten mampu memberikan banyak dampak positif bagi desa wisatanya,
terlebih lagi dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia di desa
wisata tersebut. Umumnya, kelembagaan dalam suatu desa wisata dipegang oleh
suatu institusi bernama POKDARWIS atau kelompok sadar wisata yang seharusnya
dimiliki oleh setiap desa wisata. Kelembagaan pokdarwis dapat menjadi tempat
untuk menghimpun setiap SDM dari suatu desa wisata serta memberikan pelatihan
kepariwisataan bagi anggota masyarakat tersebut dalam mengelola desa wisatanya.
Terlebih lagi, desa wisata dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip community
based tourism dimana hal ini bermaksud bahwa desa wisata dalam pengelolaannya
bersifat dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Oleh karena itu,
perlunya SDM masyarakat yang unggul dinilai sangat penting agar dapat
membentuk desa wisata yang baik. Menimbang akan hal tersebut, struktur
pokdarwis yang baik diharapkan mampu berkontribusi besar dalam upaya
penjaringan dan pembentukan SDM pariwisata yang unggul dalam pengelolaan dan
kepengurusan desa wisatanya. Berfokus pada Desa Wisata Muntuk dimana sistem
kelembagaan pokdarwis dinilai masih kurang berkontribusi besar dalam

13
pengelolaan berbagai potensi wisata di desa ini. Bahkan berdasarkan hasil
wawancara dengan pengelola destinasi setempat, pokdarwis di Desa Wisata
Muntuk dikabarkan vacum atau tidak beroperasi sebagaimana mestinya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa dampak dari pandemi covid-19 memberikan pengaruh
besar pada iklim pariwisata di Desa Wisata Muntuk ini. Imbasnya, pengelolaan
destinasi pariwisata juga ikut terpengaruh dan tidak beroperasi seperti biasanya.
Pokdarwis sebagai lembaga yang sudah diakui oleh hukum dan termuat dalam
Peraturan Gubernur DIY No.40 Tahun 2020 tentang Kelompok Sadar Wisata dan
Desa/Kampung Wisata, tentunya memiliki kewenangan tertulis dalam mengelola
sebuah desa wisata. Pengaruhnya, pengelolaan desa wisata dapat lebih dipandang
oleh pemerintah terutama dalam hal ini pemerintah DIY dan dapat mengakses dana
dalam pembangunan Desa Wisata Muntuk ini.
Dalam riset yang kami lakukan selama live in yang bersumber pada hasil
wawancara terdapat 3 lokasi daya tarik wisata rintisan di Desa Muntuk yang
memiliki urgent permasalah dalam bidang kelembagaan masing-masing daya tarik
wisata. Berikut adalah hasil analisis kami:

Gambar : Persawahan Bonjor

14
Dari hasil observasi, peneliti belum menemukan bentuk kerjasama yang
terjalin antara kelompok pengelola persawahan bonjor dengan pokdarwis yang
berdampak pada belum adanya perhatian dan dukungan langsung baik dari
pemerintah maupun swasta dalam membantu upaya pengembangan persawahan
bonjor menjadi sektor pariwisata.

Gambar : Bukit Jatisari

Sama hal nya dengan yang terjadi di daya tarik wisata rintisan persawahan
bonjor, di ekowisata jatisari juga sudah membentuk suatu kelompok pengelola
mulai dari tahun 2014 sejak dibangunnya ekowisata jatisari, yang kemudian
akhirnya vakum karena dampak pandemi. Kelompok pengelola ini pada awalnya
beranggotakan 13 orang yang juga merupakan pemilik dari tanah yang digunakan
sebagai lahan ekowisata Jatisari tersebut. Namun setelah dampak pandemi, kini
kelompok pengelola semakin berkurang, bukan hanya dari segi anggota namun juga
keaktifan para pengelola dalam mengelola Ekowisata Jatisari ini. Proses
pengembangan Jatisari untuk bisa di buka kembali menjadi ekowisata cukup sulit.
Faktor yang menghambat perkembangan ekowisata ini adalah masih kurangnya
respon dan partisipasi masyarakat sekitar Jatisari untuk bersama-sama membangun
dan mengembangkan kawasan Jatisari. Selain itu, belum adanya bentuk kerjasama
dan bantuan dari pemerintah maupun kelurahan juga menjadi faktor masih kurang
maksimalnya upaya pembangunan kembali kawasan Ekowisata Jatisari ini.

15
Gambar : Pasar Tani

Sementara untuk daya tarik wisata Pasar Tani yang berupa kawasan
hamparan persawahan terasering, masih belum ada suatu kelompok yang benar-
benar mengelola kawasan tersebut walaupun memang secara fasilitas dan
infrastruktur pendukung aktivitas wisata sudah di bangun. Pembangunan amenitas
di sekitar kawasan Pasar Tani ini murni bantuan inisiatif pengelola Tempat Wisata
Puncak Pinus Becici untuk mendukung aktivitas wisata mereka, dimana kawasan
Pasar Tani menjadi salah satu rute track jeep village tour. Belum adanya
pembentukan kelompok pengelola di daya tarik wisata Pasar Tani menjadi salah
satu faktor belum adanya kemajuan signifikan dalam merintis Pasar Tani menjadi
daya tarik wisata yang mampu bergerak mandiri.
Kelembagaan yang efisien adalah struktur kepengurusan yang mampu
mengatur sistem pengelolaan kepariwisataan yang berbasis masyarakat dan
berkelanjutan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga

16
memancing partisipasi masyarakat untuk ikut dalam pembangunan iklim
kepariwisataan di Desa Muntuk. Pendampingan oleh pokdarwis dalam
melaksanakan sosialisasi sadar wisata yaitu penerapan sapta pesona kepada
masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam menyelenggarakan
pariwisata yang berkelanjutan yang mampu menumbuhkan peluang kerja bagi
masyarakat Muntuk sehingga berdampak pada peningkatan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakatnya.
Pembenahan kelembagaan baik dari pengelola maupun kelompok sadar
wisata menjadi prioritas. pembenahan ini menyangkut dimensi
pengembangan sumber daya manusia. Menurut Grindle (1997) menyebutkan
dimensi pengembangan sumber daya manusia adalah adanya tenaga teknis yang
profesional. Pasokan tenaga teknis profesional tersebut diperoleh dengan adanya
pelatihan, sistem gaji, situasi kerja, dan perekrutan. Berikut langkah dalam
membentuk struktur sumber daya profesional:
1. Pelatihan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kompetensi pengurus
dalam menjalankan proses bisnisnya.
2. Sistem gaji. Dalam hal ini merupakan bentuk apresiasi atas kinerja dari pelaksana
pariwisata yang sekaligus mampu menjadi motivasi untuk bekerja lebih baik lagi
dan sistem gaji ini diterapkan dengan adil sesuai dengan porsi.
3. Situasi Kerja. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, pola kerja di
kelompok pengelola ini bersifat kekeluargaan. Pengurus aktif sampai sekarang
merupakan kesadaran sendiri dan tercipta suasana demokratis dalam setiap
pengambilan keputusan. Pembahasan tentang konflik internal dapat diungkapkan
di setiap rapat persiapan maupun rapat evaluasi.
4. Perekrutan Sistem. Perekrutan pada kelompok pengelola desa wisata berdasarkan
penunjukan dan kesepakatan dengan pihak individu. Pelaksanaan berorientasi pada
pemerataan fungsi stakeholders. Karena organisasi ini adalah hasil swadaya
masyarakat maka ada peraturan masyarakat adalah peraturan yang mengikat. Perlu
adanya pembenahan sistem perekrutan yaitu regenerasi keanggotaan yang berkala
dan diadakan kualifikasi mengenai standar kompetensi khusus yang ditetapkan
sebagai syarat bergabung menjadi pengurus dan tidak ada perjanjian dalam
kinerjanya.

17
Beriringan dengan semakin berkembangnya ide dan inovasi rencana
pembangunan daya tarik wisata di desa muntuk, perlu diimbangi dengan rencana
yang matang untuk mengefisiensikan arah pembangunan menjadi lebih jelas.
Masterplan merupakan praktek strategis yang berisi gambaran rinci langkah
pembangunan kepariwisataan di Desa Muntuk dan sebagai salah satu output
sinergi antar stakeholders dan pokdarwis. maka dalam penyusunannya,
memerlukan pendampingan dari stakeholders baik pemerintah kelurahan Muntuk,
lembaga pokdarwis, pengelola daya tarik wisata dan masyarakat.
Masterplan dalam penerapannya dijadikan sebagai patokan pembangunan
kepariwisataan yang mencangkupi :
1. Rancangan infrastruktur
2. Fasilitas dan kondisi lingkungan sekitar
3. Panduan terkait pembagian dan pengelolaan lahan
4. Perkiraan budget, penggunaan, dan sumber pendanaan
5. Pembangunan kerangka dasar atau panduan bagi pengembangan
fisik, seperti bangunan maupun infrastruktur penunjang pariwisata
6. Panduan mengenai rencana program jangka pendek dan jangka
panjang
7. Proses mengidentifikasi dan menangani masalah yang ada.

3.2 Tawaran Solusi


Didasari atas rumusan permasalah yang ada dan urgensi dalam
penanganannya maka diskusikanlah tawaran solusi yaitu:
1. Melaksanakan kegiatan pendampingan pembentukan karakter masyarakat
Muntuk yang sadar wisata. Kegiatan pendampingan tersebut dapat berupa
sosialisasi sadar wisata, pelatihan kompetensi pengurus maupun tenaga
profesional pariwisata, pelatihan pengelolaan desa wisata mulai dari
pelatihan pembuatan paket wisata, promosi wisata, reservasi paket wisata,
dan pengembangan komponen pendukung pariwisata.
2. Merancang penyusunan masterplan sebagai solusi atas upaya
pengembangan kepariwisataan yang dapat membantu dalam

18
mengidentifikasi potensi serta isu strategis pengembangan pariwisata,
menganalisis pengembangan daya tarik wisata dan merekomendasikan
perencanaan kawasan wisata guna meningkatkan kualitasnya dengan
memperhatikan aspek pembangunan pariwisata berkelanjutan.

3.3 Pemetaan Stakeholders


Dalam menyusun pemetaan stakeholders bagi Desa Wisata Muntuk ini,
kami menggunakan prinsip pentahelix pariwisata Indonesia. Model sinergi
pentahelix menjadi hal baru yang perlu diperhatikan menimbang akan krusialnya
prinsip tersebut. Lima komponen tersebut sering disingkat ABCGM yaitu
Academic (Akademisi), Bussinesman (Pengusaha), Community (Komunitas),
Goverment (Pemerintah), dan Media. Melalui prinsip tersebut, kami berharap
bahwa setiap komponen stakeholders dari prinsip pentahelix tersebut mampu
memberikan perubahan yang masif bagi pembagunan pariwisata di Desa Muntuk.

3.4 Langkah Strategis Realisasi Gagasan


Langkah strategis realisasi gagasan yang peneliti pilih sekaligus sebagai
tawaran solusi yaitu pembenahan kapasitas organisasi. Langkah penguatan
kapasitas organisasi adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah kegiatan seseorang telah memimpin, membimbing,
dapat mengendalikan pikiran, perasaan, dan tingkah laku orang lain.

19
Dengan menjalankan tugas pokok maka dapat di jalankan tugas dan fungsi
sebagai hal yang berjalan efektif dan efisien. Maka tugas dan fungsi pokok
dapat diuraikan dengan kejujuran, perhatian, ide yang baru, rasa
menghormati orang lain. Yuwono (dalam Robiah, 2015: 20).
2. Manajemen adalah membuat keputusan struktur organisasi, rencana kerja,
program kerja, dan evaluasi rencana kerja.
a. Kemitraan struktur organisasi merupakan bagan yang berhubungan
dari komponen struktur kepemimpinan yang merencanakan
tanggung jawab dari pelaksanaan setiap anggota organisasi.
b. Program kerja adalah susunan daftar agenda kegiatan organisasi
yang disepakati oleh pengurus organisasi. Program kerja yaitu
jangka pendek, menengah, dan panjang. Jangka pendek
dilaksanakan 2 tahun. Jangka menengah dilaksanakan 3 tahun,
jangka panjang dilaksanakan 5 tahun.
c. Evaluasi rencana kerja adalah informasi yang bersifat efektifitas,
nilai, tujuan, manfaat, dan kriteria. Tujuan evaluasi adalah program
yang diberikan rekomendasi keputusan hasil rencana kerja
pokdarwis. sebagai instruksi evaluasi dari pengawas dalam
melaksanakan tugas yang belum terealisasikan.
d. Standar operational procedure menurut Robiah, (2015: 21) ialah
dokumen dalam proses prosedur untuk menghasilkan pekerjaan di
perusahaan. Namun, sebagai karyawan perusahaan berproses untuk
memahami tugas dan fungsi untuk pertanggungjawaban pelayanan
di dalam organisasi SOP yang dimiliki di pengelola pariwisata
diantaranya adalah perencanaan guna menjalankan, membimbing
tugas-tugas yang di dalam pelayanan organisasi.
3. Partnership desa wisata (dalam Robiah, 2015: 22). Kemitraan adalah
adaptasi ikatan kerja sama guna membutuhkan kapasitas dan Proses kerjasama
mitra desa wisata.
4. Penguatan kapasitas sistem tata tertib (dalam Robiah, 2015: 23) adalah
realisasi AD/ART kebijakan kinerja yang direncanakan dan dipatuhi oleh pelaku
desa wisata.

20
5. Penyusunan skala prioritas adalah penyusunan rencana pengembangan
daya tarik wisata rintisan oleh pengelola pariwisata yang akan dilaksanakan dalam
waktu 5-10 tahun kedepan.
6. Peningkatan perekonomian adalah kondisi perekonomian yang lemah
menjadi maju. Maupun mewujudkan kelembagaan perekonomian masyarakat
pedesaan yang mandiri untuk memberikan pelayanan terhadap kebutuhan
masyarakat dan mendorong perkembangan perekonomian masyarakat desa
dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam merencanakan berupa
mengelola pembangunan daya tarik pariwisata.
7. Pelatihan usaha adalah proses pengembangan melalui pelatihan berbasis
IT, Periklanan, fasilitas, dan teknologi.
8. Pendanaan adalah kegiatan mendapatkan dana dari sponsorship guna
memenuhi kebutuhan pembangunan sesuai skala yang dibutuhkan.
9. Pendampingan adalah membantu pengembangan sumber daya manusia
yang mendampingi mengetahui pelaksanaan berdasarkan keterikatan karakteristik
yang akan dihadapi dalam kegiatan pembangunan daya tarik wisata.
Resource Based View Untuk mewujudkan desa mandiri, maka diperlukan
sumber daya yang berasal dari desa tersebut. Melalui pendekatan CBT peran
masyarakat menjadi prioritas dalam kontribusi yang signifikan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa. Secara lebih spesifik berdasarkan teori resource
based view, maka desa harus memiliki sumber daya tersebut haruslah bernilai,
langka, tidak disubstitusi, dan tidak diimitasi (Barney, 1991). Keunggulan
kompetitif tersebut ditentukan oleh modal sosial, modal manusia, dan modal
finansial (DeMassis et al., 2011)

21
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian di Desa Muntuk, kami menggunakan


pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mendetail dari
narasumber mengenai hal apa saja yang kami butuhkan guna menyusun penelitian
ini. Berdasarkan artikel (Hidayat, 2021), menurut Saryono (2010), Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan,
menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial
yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif memiliki karakteristik alami (Natural serfing)
sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil.
Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif
dan makna makna merupakan hal yang esensial. (Lexy Moleong, 2006: 04).
Dengan menggunakan metodologi kualitatif, kami dapat menggali lebih dalam
mengenai fakta terkini pada objek yang sedang kita teliti yaitu lokasi daya tarik
wisata rintisan dan dapat terjun langsung ke lapangan guna mengetahui benar
tidaknya isu terkait objek penelitian karena dalam meneliti Desa Wisata Muntuk
ini, data-data yang telah ada bersifat kontemporer.

4.2 Strategi Penelitian

Penggunaan metode kualitatif kami tindak lanjuti dengan strategi survey ke


lokasi di Desa Muntuk. Menurut (Sendari, 2022), penelitian survey adalah
mengumpulkan informasi tentang sekelompok orang dengan mengajukan
pertanyaan dan menganalisis hasilnya. Survey bisa dilakukan dengan wawancara
cepat, dengan surveyor hanya mengajukan beberapa pertanyaan. Survey digunakan
sebagai metode pengumpulan data di berbagai bidang. Mereka adalah pilihan yang
baik ketika ingin mencari tahu tentang karakteristik, preferensi, pendapat, atau
keyakinan sekelompok orang. Dalam hal ini, kami telah melakukan survey ke
beberapa tempat terkait di Desa Muntuk, diantaranya adalah Bukit Jatisari, Pasar

22
Tani, dan Sawah Bonjor. Dengan menerapkan strategi survey lokasi, keadaan
sebenarnya dari dasar penelitian kita dapat menjadi lebih kredibel dan konkret.

4.3 Teknik Pengumpulan Data

Menurut (Kelas Pintar, 2020), kami mengambil beberapa teknik kualitatif


dalam penyusunan penelitian ini. Yang pertama adalah melalui wawancara
mendalam dengan pihak terkait. Tujuan dari teknik tersebut agar data yang kami
dapatkan adalah data yang masih terkini dan sesuai dengan fakta yang ada terkait
destinasi Desa Muntuk. Kami mewawancarai beberapa informan terkait guna
mendapatkan informasi yang konkrit. Kedua, kami melaksanakan metode observasi
dimana dalam hal ini, destinasi wisata Desa Muntuk dapat kita amati langsung
dengan pengamatan dan penginderaan sehingga kami dapat menyusun laporan
berdasarkan apa yang kami lihat, dengar, dan kami rasakan. Yang terakhir, kami
melakukan teknik FGD atau Focus Group Discussion dimana dalam hal ini kami
bisa mengetahui pandangan subjektif dari individu ataupun kelompok terkait.

4.4 Teknik Analisis Data

Tahapan yang peneliti lakukan dalam mendapatkan data riset yang konkrit
adalah melalui wawancara dan melaksanakan live in untuk mengetahui lebih dekat
bagaimana kondisi sebenarnya lingkungan sosial dan budaya masyarakat untuk
kemudian kami petakan potensi pariwisata yang ada dan disesuaikan oleh
kebutuhan serta keinginan masyarakat. Upaya ini dilakukan dalam rancangan
penerapan konsep CBT.

Dalam penelitian ini lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Wisata Muntuk,


Bantul. Objek penelitiannya adalah fakta mengenai potensi desa wisata apa yang
dimiliki oleh desa wisata, permasalahan apa yang dialami oleh Desa Wisata Muntuk
dalam upaya perkembangan desa, hingga bagaimana peran pokdarwis dalam
mengelola Desa Wisata Muntuk. Dengan menggunakan metode penelitian yang
konkret dalam mendalami objek penelitian-peneliti dapat menuangkan data dalam
metode pengumpulan data yang valid.

23
BAB V.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan dan telah dijabarkan pada
pembahasan, didapatkan kesimpulan bahwa Desa Muntuk dalam upaya
pembangunan pariwisatanya telah memiliki inisiatif masyarakatnya sendiri berupa
kesadaran akan potensi desanya baik potensi alam, lingkungan, dan sosial budaya
yang dapat menjadi suatu daya tarik wisata. Fenomena ini menunjukan sudah
adanya karakter sadar wisata pada masyarakat Desa Muntuk. Karakter masyarakat
yang sadar wisata ini menjadi indikator dan modal utama dalam upaya
pengembangan Desa Muntuk menjadi desa wisata yang unggul. Namun karakter
sadar wisata masyarakat ini tidak dapat berhenti disitu saja, perlu adanya lembaga
masyarakat yang menjadi wadah dalam menyatukan sumber daya masyarakat
pariwisata di Desa Muntuk. Pokdarwis sebagai lembaga masyarakat yang diakui
secara hukum memiliki andil yang besar dalam pengembangan kepariwisataan di
Desa Muntuk yang dalam pembangunannya menerapkan prinsip community based
tourism.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan wujud kontribusi kritis


peneliti dalam menyingkapi permasalahan yang ada disertai solusi efektif yaitu
pembenahan konsep kelembagaan dalam hal ini adalah pokdarwis dan output
sinergi dari stakeholders dan pokdarwis yang berupa penyusunan rancangan
masterplan bagi pembangunan Desa Wisata Muntuk yang berkelanjutan. Bentuk
pelaksanaan ide dan solusi yang peneliti tawarkan berorientasi pada pelaksanaan
secara praktikal berdasarkan tri dharma perguruan tinggi indonesia yaitu,
pendidikan dan pengajaran,pengabdian masyarakat, serta penelitian dan
pengembangan.

Harapan peneliti dari penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah kedepannya
dapat digunakan sebagai rekomendasi gagasan ide pembangunan kepariwisataan di
Desa Muntuk yang berkelanjutan. Selain itu, dapat menciptakan adanya
peningkatan perekonomian dan iklim pariwisata yang lebih unggul dan berdaya
saing ditingkat lokal maupun multinasional

24
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Krisna Hardjanti, S. M. (2022). Paket Wisata Sawang Lintang di Desa
Muntuk, Dlingo, Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta. Atma Inovasia,
Abstrak.

Simorangkir, Y. V. (2020). Kelemahan Dasar Pokdarwis Wonderful Dalam


Pengembangan. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 164-183.

Digides. (2020, November 9). Apa itu desa wisata. Diambil kembali dari digides:
https://digitaldesa.id/artikel/apa-itu-desa-wisata

Ibnu. (2022, maret 16). Pengertian Lembaga. Diambil kembali dari Accurate:
https://accurate.id/bisnis-ukm/pengertian-lembaga/

Sudibya, B. (2018). wisata desa dan desa wisata. 22.

Dyah Sugandi, A. G. (2020). PANDUAN MASTERPLAN Desa Kepakisan Dieng


Kulon. ZAHIR PUBLISHING, 1-144.

Hidayat, A. (2021). Penelitian Kualitatif {Metode}.

Kelas Pintar. (2020). Jenis Jenis teknik pengumpulan data kualitatif. 1.

Sendari, A. A. (2022). Survey adalah Metode Pengumpulan Data, Metode, Manfaat,


dan Cara Melakukannya. 2.

Pergub DIY Nomor 40 Tahun 2020 Tentang Kelompok Sadar Wisata dan
Desa/Kampung Wisata yaitu “Kelompok Sadar Wisata, yang selanjutnya disebut
Pokdarwis, adalah pelaksana Sadar Wisata.”

25

Anda mungkin juga menyukai