Anda di halaman 1dari 60

UAS

KAPITA SELEKTA MANAJEMEN PENDIDIKAN

ARJUNI WIDIA SARI (1830103011)

MPI 6A

DOSEN PENGAMPU:

Dr. ABHANDA AMRA, M.Ag.

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR

2021

1. Buatlah Rangkuman Mulai Dari Makalah Kelompok Pertama Sampai


Terakhir.
Jawaban:

 (Kelompok 1): PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KAPITA SELEKTA


MANAJEMEN PENDIDIKAN

A. Pengertian Kapita Selekta Manajemen Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Kapita Selekta, diartikan
dengan garis besar mengenai hal-hal penting dan terpilih Dan kata Pendidikan
dalam kamus itu diartikan dengan Proses yang pengubahan sikap dan tingkah
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan-latihan Secara istilah / terminology yaitu:
suatu mata kuliah yang membahas kumpulan masalah dari pendidikan yang
penting dan terpilih untuk dicari penyebabnya dan ditentukan jalan keluarnya.
Manajemen dan pendidikan merupakan dua hal yang saling berkaitan dan
universal karena keduanya merupakan aktivitas yang terus-menerus dan
berkelanjutan bagi manusia dan kehidupannya. Menurut H. Malayu S.P
Hasibuan (2014:1), manajemen berasal dari kata to manage yang berarti
mengatur. Artinya, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan.
Jadi kapita selekta manajemen pendidikan adalah suatu mata kuliah yang
membahas kumpulan masalah pelaksanaan penyelenggaraan lembaga
pendidikan dan pengembangan berbagai disiplin ilmu. Kajian tersebut
merupakan proses mengoptimalkan, menyelaraskan, memberdayakan, dan
meningkatkan semua sumber yang terdapat dalam pendidikan sehingga
mencapai hasil yang optimal, efektif, dan efisien.

B. Ruang Lingkup kapita Selekta Manajemen Pendidikan


1. Ruang lingkup pendidikan
Hubungan antara Agama dan Moral Hubungan agama dengan moral sangat
erat sekali dan merupakan hal yang esensial.Demikian juga halnya dengan
Islam.Didalam Al-Qu’an banyak terdapat ajaran-ajaran mengenai akhlak.Dan
Nabi Muhammad sendiri menjelaskan bahwa beliau diutus kedunia ini untuk
menyempurnakan ajaran-ajaran mengenai budi luhur
a. Kurikulum
Penyusunan kurikulum atau silabus pendidikan agama di sekolah-
sekolah umum sebaiknya didasarkan pada hal-hal berikut:
Untuk TK dan tahun-tahun pertama SD mencakup:
1) Mengenal Tuhan sebagai pemberi dan sumber dari segala yang
dikasihi dan disayangi anak didik
2) Berterimakasih atas pemberian-pemberian itu,
3) pendidikan: jangan menyakiti orang lain, binatang dan tumbuh-
tumbuhan,
4) pendidikan berbuat baik dan suka menolong orang lain, binatang dan
tumbuh-tumbuhan,
5) pendidikan sopan santun dalam pergaulan.
Untuk SMP dan selanjutnya meliputi:
1) kenal dan cinta kepada Tuhan sebagai yang maha Pengasih,
Penyayang dan Pengampun,
2) Ibadah sebagai tanda terimakasih kepada Tuhan atas nikmat-Nya,
3) Memperdalam rasa sosial dan kesediaan menolong orang lain,
binatang dan lain-lain,
4) Ajaran dan didikan tentang akhlak Islam,
5) Pengetahuan tentang agama Islam seperti tauhid, fiqh, dan lain-lain,
sekadar perlu dan sesuai dengan perkembangan anak didik.

Untuk SMP dan SMA mencakup:


1) Memperdalam hal-hal tersebut dalam sub SD di atas,
2) Ibadah disini diajarkan sebagai latihan spiritual sebagai pendekatan
terhadap Tuhan Tujuannya ialah memperoleh kesucian dan
ketentraman jiwa,
3) Pengetahuan tentang agama diperdalam dan diperluas,
4) Menanamkan rasa toleransi terhadap mazhab-mazhab yang ada
didalam agama,
5) Dedikasi terhadap masyarakat.
Untuk Tingkat Perguruan Tinggi mencakup:
1) Memperdalam rasa keagamaan dengan pendekatan spiritual dan
intelektual,
2) Ibadah sebagai didikan mahasiswa untuk merendahkan hati,
disamping berpengetahuan tinggi, tidak merasa takabur tapi sadar
bahwa diatasnya masih terdapat Zat yang Maha Mengetahui dan
berkuasa dari manusia manapun,
3) Memperluas pengetahuan agama secara global,
4) Memperdalam rasa toleransi,
5) Memperdalam rasa dedikasi terhadap masyarakat

b. Metode
Karena tujuan utama dari pendidikan Islam adalah pendidikan moral,
maka metode yang sebaiknya dipakai ialah:
1) Pemberian contoh dan teladan,
2) Nasihat,
3) Tuntunan dalam menyelesaikan persoalan,
4) Kerjasama dengan lingkungan,
5) kerjasama dengan pendidik lainnya,
6) Tanya jawab dalam hal intelektual.
7) Kualitas Pendidik Agama
Menurut Harun Nasution ada beberapa syarat-syarat yang perlu bagi
pendidik agama antar lain:
1) Menjadi teladan,
2) Menguasai ilmu pengetahuan,
3) Mempunyai pengetahuan yang luas tentang agama selalin
pengetahuan yang menjadi jurusan,

2. Ruang lingkup kapita selekta manajmen pendidikan terdapat terbagi


menjadi tiga bagian yang seimbang dengan pengetahuan siswa.

a. Menurut wilayah kerja


1) Manajemen seluruh negara
2) Manajmen satu provinsi
3) Manajemen satu unit kerja
4) Manajemen kelas

b. Menurut Obyek Garpan


1) Manajmen siswa
2) Manajemen ketenaga pendidikan
3) Manajemen saran dan prasarana
4) Manajemen tatalaksana pendidikan
5) Manajmen pembiayaan
6) Manajmen hubungan masyarakat

c. Menurut fungsi kegiatan


1) Merencanakan
2) Mengorganisasikan
3) Mengarahkan
4) Mengoordinasikan
5) Mengkomunikasikan
6) Mengawasiataumengevaluasi

 (Kelompok 2): ISU, ARAH, DAN TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI


SEKOLAH

A. Pengertian pendidikan Islam


Mendefinisikan pengertian pendidikan ditinjau dari berbagai tokoh tentu
memiliki berbagai perbedaan, tetapi untuk memahami pengertian pendidikakn
paling tidak dibutuhkan dua pengertian:
1. Menurut Ngalim Purwanto yang dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan
adalah pimpinan yang diberikan denga sengaja oleh orang dewasa kepada
anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi
diri sendiri dan bagi masyarakat.
2. Menurut Hasan Langgulung dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan
merupakan proses pemindahan nilai pada suatu masyarakat kepada setiap
individu yang ada di dalamnya dan proses pemindahan niali-nilai budaya itu
melalui pengajaran dan indoktrinasi.

Jadi, Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang
untuk membantu seorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup.

Istilah islam dapat dimaknai sebagai islam wahyu. Islam wahyu meliputi
Al-Qur’an hadis-hadis Nabi Yusuf al- Qardhawy memberikan pengertian bahwa,
pendidikan islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani
dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.

Menurut Prof. Dr. Jalaluddin yang di kutip oleh Akmal Hawi, pendidikan
Islam yaitu usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara
optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia, berdasarkan dan dengan
pertimbangan latar belakang perbedaan individu, tingkat usaha, jenis kelamin, dan
lingkungan masing-masing

Kata Tarbiyah merupakan masdar dari rabba-yurabbi-tarbiyatan. Kata ini


ditemukan dalam Al-Qur’an, surat Al-Isra ayat 24. "Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil".

Jadi, pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam menekankan


pendidikan pada tujuan utamanya yaitu pengabdian kepada Allah secara optimal.
Dengan berbekal ketaatan itu, diharapkan manusia itu dapat menempatkan garis
kehidupannya sejalan dengan pedoman yang telah ditentukan sang pencipta.
Kehidupan yang demikian itu akan memberi pengaruh kepada diri manusia, baik
selaku pribadi maupun sebagai makhluk sosial, yaitu berupa dorongan untuk
menciptakan kondisi kehidupan yang aman, damai, sejahtera dan berkualitas di
lingkungannya.
B. Isu Pendidikan Islam
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada awal perkjembangan sains
moderen (sekitar abad 16/ 17 M) pernah terjadi perpecahan antra kaum agamawi
dan ilmuan, yang ditandai dengan sikap kekerasan kaum agamawi eropa (penganut
geosentis) kepada penganut heliosentris, seperti Bruno, Kepler, Galileo dan lain-
lain.
Dalam keyakinan beragama, (sebagai hasil pendidikan agama) diharapkan
mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek dan sebaliknya,
pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama. Beberapa kelemahan dari
pendidikan agama islam disekolah, baik dalam pemahaman materi pendidikan
agama islam maupun dalam pelaksanaannya, yaitu:
1. Dalam bidang teologi, ada kecendrungan mengarah pada paham patalisti.
2. Bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan belum
dipahami sebagian keseluruhan peribadi manusia beragama.
3. Dalam ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang
ditekankan sebagai proses pembentukan keperibadian.
4. Dalam bidang hukum cendrung dipelajari sebagai tata turan yang tidak akan
berubah sepanjang masa dan kurang memahami dinamikan dan jiwa hukum
islam.
5. Agama islam cendrung diajarkan dogma dan kurang mengembangkan
raionalitas secara kecintaan ada kemajuan pengetahuan.

Salah satu masalah yang sering dikemukakan para pengamat pendidikan


Islam adalah adanya kekurangan jam pelajaran untuk pengajaran agama Islam yang
disediakan di sekolah-sekolah umum. Masalah inilah yang dianggap sebagai
penyebab utama timbulnya kekurangan para pelajar dalam memahami, menghayati,
dan mengamalkan ajaran agama. Abuddin Nata dalam bukunya Manajemen
Pendidikan memberikan solusi alternatif yang dapat digunakan dalam mengatasi
kekurangan jam pelajaran agama yang diberikan di sekolah. Solusi tersebut antara
lain;

1. Mengubah orientasi dan focus pengajaran agama yang semula berpusat pada
pemberian pengetahuan agama dalam arti memahami dan menghafal ajaran
agama sesuai kurikulum, menjadi pengajaran agama yang berorientasi pada
pengalaman dan pembentukan sikap keagamaan melalui pembiasaan hidup
sesuai dengan agama.
2. Melakukan kegiatan ekstrakurikuler yang dirancang sesuai dengan kebutuhan
dengan penekanan utamanya pada pengamalan agama dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Meningkatkan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan yang
diberikan oleh orang tuanya di rumah.
4. Melaksanakan tradisi keislaman yang didasarkan pada al Qur’an dan al sunnah
yang disertai dengan penghayatan dan pesan moral yang terkandung di
dalamnya.
5. Pembinaan sikap keagamaan melalui media informasi dan komunikasi.

C. Arah dan Tantangan Pendidikan Islam


Mastuhu (1999: 275) mengemukakan, beberapa tantangan yang dihadapi
dunia pendidikan masa kini, yaitu globalisasi, kompleksitas, turbulence, dinamika,
akselerasi, keberlanjutan dari yang kuno ke yang modern, koneksitas, konvergensi,
konsolidasi, rasionalisme, paradoks global, dan kekuatan pemikiran. Selajutnya,
Rahim (2001: 14) mengemukakan bahwa secara eksternal masa depan pendidikan
Islam dipengaruhi oleh tiga isu besar, yaitu globalisasi, demokratisasi, dan
liberalisme Islam.
Daulay (2004: 139) menyebut globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan dekadensi moral sebagai tantangan pendidikan Islam masa kini dan
masa depan. Sedangkan Wahid (2011: 60) mengemukakan, tantangan pendidikan
Islam yang harus dihadapi di era global ini adalah kebodohan, kebobrokan moral,
dan hilangnya karakter muslim.
Keempat pakar di atas berbeda dalam mengidentifikasi tantangan
pendidiikan Islam karena berbeda sudut pandang yang digunakan. Mastuhu
melihatnya dalam perspektif perubahan sosial, Rahim mengamati menurut tinjauan
politik, Daulay melihatnya dalam sudut pandang perkembangan iptek, dan Wahid
melihatnya dari sudut pandang etika. Menurut Zubaedi (2012: 54), ketika
globalisasi dihadapkan dengan pendidikan Islam, maka muncul dua implikasi
sekaligus, yakni peluang dan ancaman. Sebagai peluang, globalisasi di satu sisi
akan memudahkan pendidikan Islam untuk mengakses berbagai informasi secara
cepat, juga memudahkan pendidikan Islam untuk menyebarluaskan produk-produk
keilmuan yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Selanjutnya sebagai ancaman, ternyata globalisasi tidak hanya
mempengaruhi tatanan kehidupan pada tataran makro, tetapi juga mengubah tata
kehidupan pada level, mikro, yaitu terhadap ikatan kehidupan sosial masyarakat.
Globalisasi memicu fenomena disintegrasi sosial, hilang nilai-nilai tradisi, adat-
istiadat, sopan santun, dan penyimpangan sosial lainya. Merujuk kepada berbagai
pendapat di atas, penulis memilah dan merumuskan tiga tantangan utama untuk
dibahas. Ketiga tantangan ini dianggap memiliki pengaruh paling krusial terhadap
pendidikan Islam.
Adapun tantangan yang lainnya adalah implikasi yang lahir dari adanya
ketiga tantangan utama tersebut.
1. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Pendidikan Islam saat ini sedang ditantang konstribusinya terhadap
pembentukan peradaban dan budaya modern yang relevan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Pada dimensi ini,
pendidikan Islam mengalami kemunduran fungsi (degradasi fungsional) karena
pendidikan Islam lebih berorientasi pada aspek moral spiritual. Terdapat banyak
pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan Islam tidak terlalu fokus
memprioritaskan aspek yang bersifat praktis dan pragmatis, seperti penguasaan
teknologi. Akibatnya, pendidikan Islam tidak mampu bersaing pada level
kebudayaan di tingkat global.
Secara makro kondisi pendidikan Islam saat ini sudah ketinggalan zaman.
Tertinggal karena kalah berpacu dengan perkembangan dan perubahan sosial
budaya. Tertinggal sebab alumni yang hasilkan kalah bersaing dalam
penguasaan ipteks. Ipteks dengan beragam kemajuan yang dibawanya bersifat
fasilitatif terhadap kehidupan manusia. Artinya, ipteks memberi fasilitas
kemudahan bagi manusia, tetapi juga dapat merugikan.
2. Demokratisasi
Demokratisasi merupakan isu lain yang mempengaruhi pendidikan Islam
Indonesia. Dede Rosyada (2004) menjelaskan, bahwa tuntutan demokratisasi
pada awalnya ditujukan pada sistem politik negara sebagai antitesis terhadap
sistem politik yang otoriter. Selanjutnya perkembangan tuntutan ini mengarah
kepada sistem pengelolaan berbagai bidang termasuk bidang pendidikan.
Kehidupan demokrasi adalah kehidupan yang menghargai akan potensi
individu. Artinya, bahwa setiap bentuk homogenisasi masyarakat adalah
bertentangan dengan prinsip-prinsip hidup demokrasi.
Sehingga, menurut Tilaar (1998), dalam bidang pendidikan semua warga
negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, juga memiliki
kewajiban yang sama dalam membangun pendidikan nasional yang berkualitas.
Demokratisasi pendidikan membuka ruang partisipasi publik untuk terlibat
dalam pendidikan, walaupun di satu sisi ini berpotensi melahirkan
komersialisasi pendidikan, terutama oleh kelompok pengusaha pendidikan yang
berusaha meraup keuntungan melalui bisnis pendidikan. Demokratisasi
pendidikan Islam menghendaki sistem pendidikan yang bersifat sentralistik,
seragam, dan dependen, untuk beralih mengembangkan sistem pendidikan yang
lebih otonom, beragam, dan independen.
3. Dekadensi moral
Revolusi teknologi berakibat pada pergeseran nilai dan norma budaya. Pada
lazimnya, nilai-nilai budaya dari pihak yang lebih dominan dalam penguasaan
ipteks akan cenderung berposisi dominan pula dalam interaksi kultural yang
terjadi. Dalam konteks ini, Hasbi Indra (2005: 72) menjelaskan bahwa budaya
Barat telah memperlihatkan superioritasnya terhadap budaya Islam. Produk
teknologi seperti TV, parabola, telepon, VCD, DVD, internet, dan lain-lain
dapat membuka hubungan dengan dunia luar sehingga wawasan masyarakat
terbuka.
Namun, lewat media tersebut dapat pula disaksikan pornografi, film-film,
sinetron yang menawarkan gaya hidup bebas dan juga kekerasan, yang secara
moral bertentangan dengan nilai Islam. Berdasarkan uraian di atas, jelas tidak
dapat dipungkiri bahwa perubahan dalam segala bentuk, baik bersifat personal
maupun global bisa terjadi dalam hitungan waktu yang relatif sangat singkat.
Hal ini merupakan tantangan yang mutlak dijawab oleh pendidikan Islam
melalui strategi yang tepat.

 (Kelompok 3) : PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH DAN PESANTREN


A. Mengenal pesantren dan madrasah
1. Pengertian pesantren
Pesantren adalah lembaga pendidikan kegamaan yang sangat tua, dan
telah ada jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia, terutama pada masa
Hindu dan Budha. Perkataan ‘pesantren’ berasal dari kata santri, yang
ditambah dengan awalan pe dan akhiran an, berarti ‘tempat tinggal para
santri’. Ada juga yang mengatakan bahwa istilah pesantren itu berasal dari
bahasa Shastri, yaitu sant dan tra. Sant berarti manusia baik, sementara tra
berarti suka menolong, sehingga dari kedua kata tersebut terbentuklah suatu
pengertian yaitu tempat pendidikan manusia yang baik-baik.
Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya
terpisah dari kehidupan disekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa
bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa
disebutkyai, di daerah berbahasa Sunda Ajengan, dan di daerah berbahasa
Madura nun atau bendara, disingkat ra); sebuah surau, atau mesjid; tempat
pengajaran diberikan (bahasa Arab madrasah, yang juga terlebih sering
mengandung konotasi sekolah); dan asrama tempat tinggal para siswa
pesantren (disebut Santri).

2. Pengertian madrasah
Pengertian "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan
tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah"
diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk
memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata
"midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar";
kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitab
Taurat". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah"
memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri
bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu
school atau scola.
Pengertian madrasah menurut Peraturan Menteri Agama RI No.1
Tahun 1946 dan Peraturan Menteri Agama RI No.7 Tahun 1950,
madrasah mengandung makna: (a) Tempat pendidikan yang diatur sebagai
sekolah dan membuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam,
menjadi pokok pengajaran, (b) Pondok dan Pesantren yang memberi
pendidikan setingkat dengan madrasah.

B. Tujuan pendidikan di pesantren dan madrasah


Pesantren dan madrasah memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan dan
dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang telah memberikan warna di daerah
pedesaan. ia tumbuh dan berkembang bersama warga masyarakatnya sejak berabad-
abad. Oleh karena itu, tidak hanya secara kultural bisa diterima, tapi bahkan telah
ikut serta membentuk dan memberikan gerak serta nilai kehidupan pada masyarakat
yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Figur kyai dan santri serta perangkat fisik
yang memadai sebuah pesantren/madrasah senantiasa dikelilingi oleh sebuah kultur
yang bersifat keagamaan. Kultur tersebut mengatur hubungan antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lain. Dengan demikian, tujuan pondok
pesantren dan madrasah pada umumnya terumuskan secara eksplisit. Hal ini
terbawa oleh sifat kesederhanaan pesantren sesuai dengan latar belakang berdirinya
terutama pada pesantren yang bersifat tradisional.

Dirumuskan tujuan institusional pondok pesantren sebagai berikut:

1. Tujuan Umum:
Membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-
ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi
kehidupannya serta menjadikan sebagian orang yang berguna bagi agama,
masyarakat, dan negara.
2. Tujuan Khusus:
a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim
yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki
kecerdasan ketrampilan, dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang
ber-Pancasila.
b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia selaku kader-kader ulama
dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah dan teguh dalam menjalankan
syariat Islam secara utuh dan dinamis.
c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan agar dapat membangun dirinya dan
bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
d. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga yang cakap dalam berbagai
sektor pembangunan mental spiritual.
e. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan
sosial masyarakat bangsanya.
Dengan demikian tujuan pendidikan dipesantren dan madrasah dapat
dipahami dari fungsi yang diembannya, yaitu sebagai salah satu lembaga
pendidikan Islam. Dan dari sinilah dapat diketahui bahwa tujuan
pendidikan pesantren dan madrasah sesungguhnya tidak hanya
semata-mata bersifat keagamaan, akan tetapi mempunyai relevansi pula
dengan kehidupan nyata dan berkembang dalam masyarakat.
Memperhatikan tujuan tersebut di atas, maka tujuan pendidikan
pesantren dan madrasah dapat diidentikkan dengan tujuan pendidikan
Islam, yakni, pendidikan keseimbangan antara kepentingan dunia dan
kepentingan akhirat, yaitu memperdalam pengetahuan agama Islam,
membangun dan mengembangkan kepribadian muslim agar selalu taat
dalam beriman dan bertakwa kepada Allah SWT di setiap kondisi,
dan melaksanakan dakwah Islamiyah.

C. Metode pembelajaran di pesantren dan madrasah


Dalam rangkaian sistem pengajaran, metode menempati urutan sesudah
materi (kurikulum). Metode selalu mengikuti materi, dalam arti menyesuaikan
dengan bentukdan coraknya, sehingga metode mengalami transformasi bila materi
yang disampaikan berubah. Akan tetapi, materi yang sama bisa dipakai metode
yang berbeda-beda.
Metode pembelajaran dipesantren ada yang bersifat tradisional, yaitu
metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang
telah lama dipergunakan dalam institusi pesantren atau merupakan metode
pembelajaran asli pesantren. Ada pula metode pembelajaran baru (tajdid), yaitu
metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pesantren dengan
mengintrodusir metode-metode yang berkembang dimasyarakat modern. Penerapan
metode baru juga diikuti dengan penerapan sistem baru, yaitu sistem sekolah atau
klasikal.
Metode-metode pembelajaran tradisional yang merupakan metode
pembelajaran asli pesantren, yaitu:
a. Metode Hafalan
Metode ini mengharuskan santri membaca dan menghafal teks-
teks Arab secara individual, guru menjelaskan arti kata demi kata.
Biasanya digunakan untuk teks sajak, akidah, nahwu dan tajwid.
b. Metode Wetonan/Bandongan
Perkataan weton asal mulanya dari perkataan jawa “wektu”, maka
disebut weton karena pelajaran yang diberikan pada waktu-
waktu tertentu, misalnya waktu sehabis shalat shubuh atau
dhuhur.
Pelaksanaan metode pengajaran wetonan ini adalah; Kyai yang
membaca suatu kitab dalam waktu tertentu sedangkan
santrinya membawa kitab yang sama lalu mendengarkan dan
menyimak bacaan kyai serta membuat catatan-catatan.
Pembelajaran seperti ini dilakukan secara bebas, tidak terikat
pada absensi, lama belajar hingga tamatnya kitab yang di
baca.
c. Metode Sorogan
Istilah sorogan berasal dari kata “sorog” (dari bahasa Jawa)
mendorong. Asal mulanya disebut sorogan ialah karena santri-
santri yang mau belajar mendorongkan (menyodorkan) kitabnya di
hadapan guru.
Dalam metode ini santrimenghadap kyai secara bergantian satu
persatu dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya,
kemudian dibaca, diterjemahkan, dan dijelaskan maksudnya.
Kalau dalam membaca dan memahami kitab tersebut ada
kesalahan maka langsung dibenarkan oleh kyai.
d. Metode Muzakarah/ Musyawarah
Metode ini digunakan dalam dua tingkatan. Pertama, diselenggarakan
oleh sesame santri untuk membahas suatu masalah agar terlatih untuk
memecahkan masalah dengan menggunakan rujukan kitab-kitab yang
tersedia. Kedua, muzakarah yang dipimpin kyai, dimana hasil
muzakarah santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti
seminar. Biasanya dalam muzkarah ini berlangsung tanya jawab
dengan menggunakan bahasa Arab. Kelompok muzakarah ini diikuti
oleh santri senior dan memiliki penguasaan kitab yang cukup
memadai; karena merek harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang
ditetapkan kyai.
Akhirnya penerapan metode di pesantren beragam, yaitu: pertama ada
pesantren yang menggunakan metode yang bersifat tradisional dalam
mengajarkan kitab-kitab Islam klasik, kedua ada pesantren yang harus
menggunakan metode-metode yang dikembangkan pendidikan formal,
yang ketiga kelompok pesantren yang menggunakan metode bersifat
tradisional dan juga menggunakan metode pendidikan yang dipakai
lembaga formal, seperti metode-metode yang digunakan dimadrasah-
madrasah secara umum.
Sedangkan penerapan metode pembelajaran dimadrasah saat ini sudah
semakin berkembang dengan meakukan inovasi-inovasi dalam
pembelajaran dengan menerapkan model-model pembelajaran aktif.

 (Kelompok 4 ) : KEDUDUKAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DALAM


SISTEM PEMBELAJARAN

A. Pengertian Manajamen Pendidikan


Manajemen Pendidikan merupakan suatu cabang ilmu yang usianya relatif
masih muda sehingga tidaklah aneh apabila banyak yang belum mengenal. Istilah
lama yang sering digunakan adalah administrasi. Untuk memperjelas pengertian
manajemen, tampaknya perlu ada penjelasan lain yang lebih bervariasi mengenai
makna manajemen.
Manajemen Pendidikan dalam kamus bahasa Belanda-Indonesia disebutkan
bahwa istilah manajemen berasal dari administratie yang berarti tata-usaha. Dalam
pengertian manajemen tersebut, administrasi menunjuk pada pekerjaan tulis-
menulis di kantor. Pengertian inilah yang menyebabkan timbulnya contoh-contoh
keluhan kelambatan manajemen yang sudah disinggung, karena manajemen
dibatasi lingkupnya sebagai pekerjaan tulis-menulis.
Pengertian lain dari manajemen berasal dari bahasa Inggris
administration sebagai the management of executive affairs. Dengan batasan
pengertian seperti ini maka manajemen disinonimkan dengan management suatu
pengertian dalam lingkup yang lebih luas (Encyclopedia Americana, 1978, p. 171).
Dalam pengertian Manajemen Pendidikan ini, manajemen bukan hanya pengaturan
yang terkait dengan pekerjaan tulis-menulis, tetapi pengaturan dalam arti luas
Selain itu, Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola.
Pengelolaan dilakukan melalui proses dan dikelola berdasarkan urutan dan fungsi-
fungsi manajemen itu sendiri. Manajemen adalah melakukan pengelolaan sumber
daya yang dimiliki oleh sekolah atau organisasi yang diantaranya adalah manusia,
uang, metode, material, mesin dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis
dalam suatu proses.
Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang
berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabug
dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
Lebih lanjut Mulyani A. Nurhadi menekankan adanya ciri-ciri atau pengertian
Manajemen Pendidikan yang terkandung dalam definisi tersebut sebagai berikut :
(Mulyani A. Nurhadi, 1983, pp. 2-5)
1. Manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dari,
oleh dan bagi manusia.
2. Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses pengelolaan dari suatu
rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya kompleks dan unik yang berbeda
dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya ; tujuan kegiatan pendidikan ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan
secara umum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa.
3. Proses pengelolaan itu dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang
tergabung dalam suatu organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar
tercipta kondisi kerja yang harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia
yang terlibat dalam kegiatan pendidikan itu.
4. Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, yang dalam hal ini meliputi tujuan yang bersifat umum (skala
tujuan umum) dan yang diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala
tujuan khusus).
5. Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat dicapai secara efektif
dan efisien.

B. Tujuan dan Manfaat Manajemen Pendidikan


Tujuan dan manfaat manajemen pendidikan antara lain:
1. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, menyenangkan dan bermakna (Pakemb)
2. Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
3. Terpenuhinya salah satu dari 5 kompetensi tenaga kependidikan (tertunjangnya
kompetensi manajerial tenaga kependidikan sebagai manajer).
4. Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efesien.
5. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas
administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer atau konsultan
manajemen pendidikan).
6. Teratasinya masalah mutu pendidikan, karena 80% masalah mutu disebabkan
oleh manajemennya.
7. Terciptanya perencanaan pendidikan yang merata, bermutu, relevan, dan
akuntabel.
8. Meningkatkan citra positif pendidikan.

C. Fungsi Manajemen Pendidikan


Secara umum, manajemen dapat dibagi menjadi 10 bagian, yaitu:
1. Planning
Planning adalah merencanakan atau perencanaan, yang terdiri dari 5 hal,
yaitu :
a. Menetapkan tentang apa yang harus dikerjakan, kapan dan bagaimana
melakukannya.
b. Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan-pelaksanaan kerja untuk
mencapai efektivitas maksimum melalui proses penentuan target.
c. Mengumpulkan dan menganalisa informasi
d. Mengembangkan alternatif-alternatif
e. Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-
keputusan.
Jika disimpulkan perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk
mencapai suatu hasil yang diinginkan dan planning adalah sebagai penetapan
tujuan, policy, prosedur, budget, dan program dari sesuatu organisasi.

2. Organizing
Organizing adalah pengelompokan kegiatan yang diperlukan yaitu
penetapan susunan organisasi serta tugas dan fungsi-fungsi dari setiap unit yang
ada dalam organisasi.Organizing dapat pula dikatakan sebagai keseluruhan
aktivitas manajemen dalam mengelompokkan orang-orang serta penetapan
tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan
terciptanya aktivitas-aktivitas yang berguna dan berhasil dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Pengorganisasian terdiri dari :
a. Menyediakan fasilitas-fasilitas perlengkapan, dan tenaga kerja yang
diperlukan untuk penyusunan rangka kerja yang efisien.
b. Mengelompokkan komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara
teratur.
c. Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
d. Merumuskan dan menentukan metode serta prosedur.
e. Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan tenaga kerja dan mencari
sumber-sumber lain yang diperlukan.

3. Staffing
Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen yang berupa penyusunan
personalia pada suatu organisasi dan pengembangannya sampai dengan usaha
agar petugas memberi daya guna maksimal kepada organisasi.

4. Directing
Merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi
bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan
dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan tersebut, agar tugas dapat
dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Directing merupakan fungsi manajemen yang dapat berfungsi bukan hanya
agar pegawai melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan, tetapi
dapat pula berfungsi mengkoordinasi kegiatan berbagai unsur organisasi agar
dapat efektif tertuju kepada realisasi tujuan yang telah ditetapkan.

5. Leading
Leading adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer yang
menyebabkan orang-orang lain bertindak. Pekerjaan leading, meliputi 5 macam
kegiatan, yaitu :
a. Mengambil keputusan
b. Mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara manajer dan
bawahan
c. Memberi semangat inspirasi dan dorongan kepada bawahan supaya mereka
bertindak
d. Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya
e. Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka trampil
dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

6. Coordinating
Coordinating adalah salah satu fungsi manajemen untuk melakukan
berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan
kegiatan, dengan jalan menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan
menyelaraskan pekerjaan-pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerjasama yang
terarah dalam usaha mencapai tujuan bersama atau tujuan organisasi. Usaha
yang dapat dilakukan untuk mencapai maksud, antara lain :
a. Dengan memberi instruksi
b. Dengan memberi perintah
c. Mengadakan pertemuan-pertemuan yang dapat memberi penjelasan-
penjelasan
d. Memberi bimbingan atau nasihat
e. Mengadakan coaching
f. Bila perlu memberi teguran.

7. Motivating
Motivating atau pendorongan kegiatan merupakan salah satu fungsi
manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada
bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang
dikehendaki oleh atasan tersebut.

8. Controlling
Controlling atau pengawasan, sering disebut pengendalian, adalah salah satu
fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian dan sekaligus bila perlu
mengadakan koreksi sehingga apa yang sedang dilakukan bawahan dapat
diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah
digariskan.

9. Reporting
Reporting atau pelaporan adalah salah satu fungsi manajemen berupa
penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan
mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada
pejabat yang lebih tinggi baik secara lisan maupun secara tulisan.

10. Forecasting
Forecasting adalah kegiatan meramalkan, memproyeksikan atau
mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi
sebelum suatu rencana yang lebih pasti dapat dilakukan.
Misalnya, suatu akademi meramalkan jumlah mahasiswa yang akan melamar
belajar di akademi tersebut. Ramalan tersebut menggunakan indikator-
indikator, seperti jumlah lulusan SLTA dan lain sebagainya.

Sedangkan fungsi pokok manajemen pendidikan dibagi 4 macam, yaitu:


1. Perencanaan
Perencanaan program pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu :
a. Perencanaan merupakan upaya sistematis yang menggambarkan
penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi atau lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang
tersedia atau sumber-sumber yang dapat disediakan.
b. Perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan
sumber-sumber yang terbatas secara efisien, dan efektif untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

2. Pelaksanaan
Pelaksana merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi
tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dan
akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

3. Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara
sistematis dan berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk,
pembinaan dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki
kesalahan, dan merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses
manajemen.

4. Pembinaan
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional
semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana
untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.

D. Prinsip Manajemen Pendidikan


Douglas (1963:13-17) merumuskan prinsip-prinsip manajemen pendidikan
sebagai berikut :
1. Memprioritaskan tujuan diatas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme
kerja.
2. Mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab
3. Memberikan tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan
sifat-sifat dan kemampuannya
4. Mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia
Relativitas nilai-nilai

Prinsip-prinsip diatas memiliki esensi bahwa manajemen dalam ilmu dan


praktiknya harus memperhatikan tujuan, orang-orang, tugas-tugas, dan nilai-nilai.
Tujuan dirumuskan dengan tepat sesuai dengan arah organisasi, tuntutan zaman,
dan nilai-nilai yang berlaku. Tujuan suatu organisasi dapat dijabarkan dalam bentuk
visi, misi dan sasaran-sasaran. Ketiga bentuk tujuan itu harus dirumuskan dalam
satu kekuatan tim yang memiliki komitmen terhadap kemajuan dan masa depan
organisasi.
Drucker (1954) melalui MBO (management by objective) memberikan gagasan
prinsip manajemen berdasarkan sasaran sebagai suatu pendekatan dalam
perencanaan. Penerapan pada manajemen pendidikan adalah bahwa kepala dinas
memimpin tim yang beranggotakan unsur pejabat dan fungsional dinas, dan lebih
baik terapat stakeholders untuk merumuskan visi, misi dan objektif dinas
pendidikan.
Pada tingkat sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, siswa, orang tua
siswa, masyarakat dan stakeholders duduk bersama membahas rencana strategis
sekolah dengan mengembangkan tujuh langkah MBO yaitu:
1. Menentukan hasil akhir apa yang ingin dicapai sekolah
2. Menganalisis apakah hasil akhir itu berkaitan dengan tujuan sekolah
3. Berunding menetapkan sasaran-sasaran yang dibutuhkan
4. Menetapkan kegiatan apa yang tepat untuk mencapai sasaran
5. Menyusun tugas-tugas untuk mempermudah mencapai sasaran
6. Menentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan
dipergunakan oleh atasan
7. Lakukan monitoring dan buat laporan.

E. Kedudukan Manajemen Pendidikan dalam Sistem Pembelajaran


Satuan pendidikan di sekolah secara umum memiliki fungsi sebagai wadah
untuk melaksanakan proses edukasi, sosialisasi dalam transformasi bagi
siswa/peserta didik. Bermutu tidaknya penyelenggaraan sekolah dapat diukur
berdasarkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.
Manajemen memiliki kedudukan strategis dalam memberikan dukungan
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Untuk dapat mencapai
proses pembelajaran yang berkualitas secara efektif dan efisien, maka diperlukan
manajemen. Artinya bahwa tanpa adanya manajemen yang baik bisa dipastikan
tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara maksimal. Karena di dalam
manajemen tercakup aspek planning, organizing, leading dan controling yang
semuanya mengarah kepada pencapain tujuan pembelajaran secara efektif dan
efisien.

 ( kelompok 5 ) : Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam

A. Pengertian Manajemen Kurikulum


Secara etimologis, istilah kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu curir
yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Istilah kurikulum
berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman romawi
kuno. Dalam bahasa prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier yang
berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh
seorang pelari dari garis start sampai dengan finish untuk memperoleh medali atau
penghargaan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta bahan yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikantertentu
(Rusman, 2009: 3).
Manajemen kurikulum adalah suatu system pengelolaan kurikulum yang
kooperatif, komperhensif, sistemik, dan sistematik dalam rangka mewujudkan
ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam pelaksanaannya, manajemen berbasis
sekolah (MBS) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Oleh karena itu,
otonomi yang diberikan pada lembaga pendidikan dalam mengelola kurikulum
secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam
visi dan misi lembaga pendidikan tidak mengabaikan kebijaksanaan nasional yang
telah ditetapkan.
B. Ruang Lingkup, Prinsip Dan Fungsi Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Lingkup
manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
evaluasi kurikulum. Pada tingkat satuan pendidikan kegiatan kurikulum lebih
mengutamakan untuk merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulumnasional
(standar kompetensi/kompetensi dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi
sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum
yang integritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan di mana sekolah
itu berada.
Terdapat lima prinsip yang harus diperhatikan dalammelaksanakan
manajemen kurikulum, yaitu:
1. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan
aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum.
Pertimbanganbagaimana agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai
dengantujuan kurikulum harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan
demokrasi, yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik
padaposisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh
tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum
3. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam
kegiatanmanajemen kurikulum, perlu adanya kerja sama yang positif dari
berbagai pihakyang terlibat.
4. Efektivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum
harusmempertimbngkan efektivitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan
kurikulumsehingga kegiatan manajemen kurukulum tersebut sehingga
memberikan hasilyang berguna dengan biaya, tenaga, dan waktu yang relative
singkat.
5. Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum,
prosesmanajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi,
misi,dan tujuan kurikulum (Rusman, 2009: 4).

Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen kurikulum agar


perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum berjalan dengan efektif, efisien,
dan optimal dalam memberdayakan berbagai sumber belajar, pengalaman belajar,
maupun komponen kurikulum. Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum di
antaranya sebagai berikut :
1. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan
sumber maupun komponen kurikulum dapat ditingkatkan melalui
pengelolaanyang terencana dan efektif.
2. Meningkatkan keadilan (equality) dan kesempatan pada siswa untuk
mencapaihasil yang maksimal, kemampuan yang maksimal dapat dicapai
peserta didiktidak hanya melalui kegiatan intrakurikuler, tetapi juga perlu
melalui kegiatanekstra dan kokurikuler yang dikelola secara integritas dalam
mencapai tujuankurikulum.
3. Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan
kebutuhanpeserta didik maupun lingkungan, kurikulum yang dikelola secara
efektif dapatmemberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan kebutuhan
pesertadidik maupun lingkungan sekitar.
4. Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam
mencapaitujuan pembelajaran, pengelolaan kurikulum yang professional,
efektif, danterpadu dapat memberikan motivasi pada kinerja guru maupun
aktivitas siswadalam belajar.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar, prosespembelajaran
selalu dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara desainyang telah
direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian,ketidaksesuaian
antara desain dengan implementasi dapat dihindarkan.
C. Manajemen Perencanaan Kurikulum
Maksud dari manajemen dalam perencanaan kurikulum adalah keahlian
“managing” dalam arti kemampuan merencanakan dan mengorganisasikan
kurikulum. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan kurikulum
adalah siapa yang bertanggung jawab dalam perencanaan kurikulum, dan
bagaimana perencanaan kurikulum itu direncanakan secara professional.
Hal yang pertama dikemukakan berkenaan dengan kenyataan adanya gap
atau jurang antara ide-ide strategi dan pendekatan yang dikandung oleh suatu
kurikulum dengan usaha-usaha implementasinya. Gap ini disebabkan oleh masalah
keterlibatan personal dalam perencanaan kurikulum. Keterlibatan personal ini
banyak bergantung pada pendekatan perencanaan kurikulum yang dianut. Pada
pendekatan yang bersifat “administrativeapproach” kurikulum direncanakan oleh
pihak atasan kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada
guru-guru. Jadi form the top down, dari atas ke bawah atas inisiatif administrator.
Dalam kondisi ini guru-guru tidak dilibatkan. Mereka lebih bersifat pasif yaitu
sebagai penerima dan pelaksana di lapangan.semua ide, gagasan dan inisiatif
berasal dari pihak atasan (Oemar Hamalik, 2010: 150).
Sebaliknya pada pendekatan yang bersifat “grass roots approach” yaitu
yangdimulai dari bawah, yakni dari pihak guru-guru atau sekolah-sekolah secara
individual dengan harapan bias meluas ke sekolah-sekolah lain. Kepala sekolah
serta guru-guru dapat merencanakan kurikulum atau perubahan kurikulum karena
melihat kekurangan dalam kurikulum yang berlaku. Mereka tertarik ole hide-ide
baru mengenai kurikulum dan bersedia menerapkannya di sekolah mereka
untukmeningkatkan mutu pelajaran.
Terdapat dua kondisi yang perlu dianalisis setiap perencanaan kurikulum:
1. Kondisi sosiokultural
Kemampuan professional manajerial menuntut kemampuan untuk
dapatmengolah atau memanfaatkan berbagai sumber yang ada di masyarakat,
untuk dijadikan narasumber. J.G Owen menyebutkan peranan para ahli
behavior science,karena kegiatan pendidikan merupakan kegiatan behavioral
dimana di dalamnya terjadi berbagai interaksi social antara guru dengan murid,
murid dengan murid, dan atau guru dengan murid dengan lingkungannya.
2. Ketersediaan fasilitas
Salah satu penyebab gap antara perencana kurikulum dengan guru-guru
sebagai praktisi adalah jika kurikulum itu disusun tanpa melibatkan guru-guru,
danterlebih para perencana kurang atau bahkan tidak memperhatikan kesipan
guru-gurudi lapangan. Itulah sebabnya J.G Owen menyebutkan perlunya
pendekatan“from the bottom up”, yaitu pengembangan kurikulum yang berasal
dari bawah keatas (Oemar Hamalik, 2010: 151).
D. Manajemen Pelaksanaan Kurikulum
Pembinaan kurikulum pada dasarnya adalah usaha pelaksanaan kurikulum
di sekolah, sedangkan pelaksanaan kurikulum itu sendiri direalisasikan dalam
prosesbelajar mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip dan tuntutan kurikulum yang
telahdikembangkan sebelumnya bagi suatu jenjang pendidikan atau sekolah-
sekolahtertentu.
Pokok-pokok kegiatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 9
pokokkegiatan, yaitu :
1. Kegiatan yang berhubungan dengan tugas kepala sekolah
2. Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru
3. Kegiatan yang berhubungan dengan murid
4. Kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar
5. Kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler
6. Kegiatan pelaksanaan evaluasi
7. Kegiatan pelaksanaan pengaturan alat
8. Kegiatan dalam bimbingan dan penyuluhan
9. Kegiatan yang berkenaan dengan usaha peningkatan mutu professional guru
(Evelyn J. Sowell, tt: 169).
Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkatan yaitu pelaksanaan
kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam tingkat sekolah yang
berperanadalah kepala sekolah, dan pada tingkatan kelas yang berperan adalah
guru. Walaupun dibedakan antara tugas kepala sekolah dan tugas guru dalam
pelaksanaan kurikulum serta diadakan perbedaan dalam tingkat pelaksanaan
administrasi, yaitu tingkat kelas dan tingkat sekolah, namun antara kedua tingkat
dalam pelaksanaan administrasi kurikulumtersebut senantiasa bergandengan dan
bersama-sama bertanggungjawab melaksanakan proses administrasi kurikulum.
1. Pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah
Pada tingkatan sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab
melaksanakan kurikulum di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Kepala
sekolah berkewajibanmelakukan kegiatan-kegiatan yakni menyusun rencana
tahunan, menyusun jadwalpelaksanaan kegiatan, memimpin rapat dan membuat
notula rapat, membuatstatistic dan menyusun laporan.
2. Pelaksanaan kurikulum tingkat kelas
Pembagian tugas guru harus diatur secara administrasi untuk menjamin
kelancaran pelaksanaan kurikulum lingkungan kelas. Pembagian tugas-
tugastersebut meliputi tiga jenis kegiatan administrasi, yaitu :
a. Pembagian tugas mengajar
b. Pembagian tugas pembinaan ekstra kurikuler
c. Pembagian tugas bimbingan belajar
d. Pengembangan Kurikulum

E. Manajemen Evaluasi Kurikulum


Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari
tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan
evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi
kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya.
Menurut S hamid, evaluasi kurikulum dan evaluasi pendidikan
memilikikarakteristik yang tak terpisahkan. Karakteristik itu adalah lahirnya
berbagai defenisi untuk suatu istilah teknis yang sama. Demikian juga dengan
evaluasi yang diartikan oleh berbagai pihak dengan berbagai pengertian.hal tersebut
disebabkan oleh filosofi keilmuan seorang yang berpengaruh terhadap metodologi
evaluasi, tujuan evaluasi, dan pada gilirannya terhadap pengertian evaluasi.
Rumusan evaluasi menurut Gronlund adalah suatu proses yang sistematis
daripengumpulan, analisis dan interpretasi informasi/ data untuk menentukan
sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu, Hopkins
dan Antes mengemukakan evaluasi adalah pemeriksaan secara terus menerus untuk
mendapatkan informasi yang meliputi siswa, guru, program pendidikan, dan proses
belajar mengajar untuk mengetahui tingkat perubahan siswa dan ketepatan
keputusan tentang gambaran siswa dan efektivitas program.

(kelompok 6 ): Kepemimpinan kepala Sekolah Transformasional

A. Kepemimpinan Transformasional
Perta Mc Gregor Burns, seorang ahli kepemimpinan Menurut Burns,
kepemimpinan dapat dilihat ketika para pemimpin dan pengiikut membuat satu
sama lain untuk maju ketingkat yang lebih tinggi moral dan motivasi. Melalui
kekuatan visi dan kepribadian sang pemimpin, mereka mampu menginspirasi para
pengikutnya untuk bekerja bersama bersama.
Kepemimpinan Transformasional adalah pendekatan
kepemimpinan dengan melakukan usaha mengubah kesadaran, membangkitkan
semangat, dan mengilhami bawahan atau anggota organisasi untuk mengeluarkan
usaha esktra dalam mencapai tujuan organisasi tanpa tertekan atau ditekan.
B. Sifat-sifatPemimpinTransformasional
Pertama, sifat-sifat karismatik yaitu: gabungan ciri- ciri dan tingkah laku
unggul pemimpin. Sifat karismatik, merupakan salah satu sifat terpenting
dalam transformasi diartikan sebagai, ciri pribadi luar biasa yang dianugerahkan
pada seseorang individu yang menyebabkan beliau berbeda daripada orang biasa.
Kharismatik merupakan ciri-ciri unggul dan tingkah laku unggul pemimpin
seperti sanggup berkorban demi organisasi, menunjukkan keyakinan dan
kewibawaan, berpegang kuat pada nilai-nilai organisasi dan menekankan kepada
pentingnya mempunyai misi bersama.
Kepemimpinan karismatik dikatakan sensitif kepada keperluan bawahan,
menjelaskan arah masa depan organisasi yang hendak dicapai, suka bertukar ide-
ide dengan bawahan, suka memberi inspirasi, setia menanggung resiko, senantiasa
mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan organisasi dan senantiasa
dilihat sebagai pemimpin yang berinovasi. Pemimpin karismatik tidak
hanya melaksanakan tugas harian, tetapi sebagai agen perubahan yang
radikal dalam organisasi. Pemimpin ini senantiasa memperlihatkan tindakan
inovatif dan terpuji yang dapat dijadikan teladan oleh para bawahan.
Kedua, sifat-sifat kekuatan membangkitkan inspirasi yaitu: dimana
pemimpin mencetuskan ilham para bawahan dengan memberi perangsang dan
menjelaskan tujuan yang hendak dicapai secara menarik dan meyakinkan. Ini akan
membangkitkan rasa ingin berusaha dengan lebih gigih untuk mencapai prestasi
tinggi yang melampaui harapan. Pemimpin mempunyai sikap tanggung
jawab yang tinggi dan suka menolong bawahan yang berada dalam kesulitan. Para
bawahan menyenangi pemimpin mereka dengan dan besar dengan
organisasinya.
Ketiga, kemahiran merangsang intelektual para bawahan secara aktif
dengan memberi dorongan kepada para bawahan supaya mengkaji dan menilai
keadaan lama, mengikut persfektif yang baru. Pemimpin senantiasa mengajak para
bawahan membuat keputusan dengan bukti-bukti yang konkrit serata meyakinkan
para bawahan tentang perlunya bekerja sebagai satu kelompok dan bukan secara
individu untuk mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin transformasi gemar mengamalkan komunikasi dan interaksi
dua arah sebagai cara untuk mengajak pemikiran pengikut untuk menyelesaikan
sesuatu masalah yang kompleks dan sukar. Ini menyebabkan pengikut-
pengikutnya mampu menyelesaikan masalah dengan lebih dan lebih berhasil; dan
Keempat bersifat tenggang rasa secara individu, yaitu memberi perhatian secara
individu denan memberi penekanan kepada puncak-puncak keperluan yang dapat
menimbulkan kepuasan kepada pengikut-pengikut. Pemimpin senantiasa
mendengar, berbincang serta menolong menyelesaikan masalah dan perkara
yang bersifat pribadi.
C. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional
Ciri pertama seorang pemimpin transforasmasional adalah memiliki visi.
Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis
tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya
telah tercapai. Inilah yang menegaskan bahwa pemimpin transformasional adalah
pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan, terlepas apakah
visinya itu visioner dalam arti di akui oleh semua orang sebagai visi yang hebat dan
mendasar.
Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi
sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf
sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya.
Sergiovani berargumentasi bahwa: Makna simbolis tindakan seorang pemimpin
transformasional adalah lebih penting dari pada tindakan aktual. “Nilai-nilai dasar
yang terpenting dan di junjung tinggi pemimpin adalah segala-galanya dan
dapat dijadikan rujukan untuk dijadikan nilai-nilai dasar organisasi (basic values)
yang di junjung oleh seluruh staf” (Sergiovani,

D. Komponen dalam kepemiminan transformasional


Menurut Bass (2005), ada 3 komponen yang terdapat di dalam
kepemimpinan transformasional, yaitu :
1. Charismatic-inspirational
Salah satu karakteristik pemimpin transformasional adalah
berkarisma. Pemimpin atau kepala sekolah yang berkarisma biasanya
sesosok pemimpin yang percaya diri dan mampu memberikan pengaruh
terhadap orang lain atau pengikutnya. Pemimpin yang berkarisma pada
umumnya dicintai dan mendapat kepercayaan dari pengikutnya. Karena
adanya perasaan saling mempercayai antara pemimpin dan pengikutnya,
maka pengikut atau bawahan akan bersedia untuk melakukan apa saja untuk
pemimpin. Loyalitas pun tercipta karena adanya rasa saling percaya ini.

2. Intellectually stimulating
Melalui gaya kepemimpinan transformasional, seorang pemimpin atau
kepala sekolah akan menstimulasi ide- ide cemerlang yang inovativ
dari pengikutnya. Pemimpin juga akan mengajak pengikutnya untuk
menjadi lebih kreativ dan professional untuk menyelesaikan tangggung
jawabnya.
3. Individually considerate
Seorang pemimpin atau kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan
transformasional peka terhadap keragaman dan perbedaan yang terdapat
pada setiap individu. Maka pemimpin ini akan memimpin, membina dan
mengayomi pengikutnya dengan cara yang berbeda terhadap setiap
individu. Hal ini dikarenakan pemimpin memahami bahwa
setiap individu adalah unik dan membutuhkan pendekatan yang
beragam. Oleh sebab itu, timbul rasa saling menghormati antara
pemimpin dan pengikutnya.

E. Sikap seorang kepala sekolah yang telah berhasil menerapkan kepemimpinan


transformasional, sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan (pembaharuan)
2. Memiliki sifat pemberani
3. Mempercayai orang lain
4. Bertindak, atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan
individu atau atas dasar kepentingan individu, atau dasar kepentingan
dan desakan kroninya)
5. Meningkatkan kemampuan secara terusmenerus
6. Memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak
jelas dan tidak menentu
7. Memiliki visi ke depan atau visioner.

F. Penyebab kegagalan kepala sekolah dalam menerapkan kepemimpinan


transformasional
Dalam melakukan apapun itu yang bersifat berangsur agsur atau melakukan
perubahan terhadap pribadi atau individu, tentu ada kegagalan atau kurang berhasil
dalam mencapai target tersebut. Berikut beberapa penyebab kegagalan kepala sekolah
dalam menerapkan kepemimpinan transformasiona yaitu :
1. Kepala sekolah masih belum dapat menjadikan dirinya sebagai panutan atau
teladan yang baik bagi warga sekolahnya dimana kepala sekolah masih
datang terlambat ke sekolah sehingga kurang dapat menunjukkan kewibawaannya
sebagai seorang kepala sekolah.
2. Kepala sekolah belum optimal dalam melakukan tanggung jawabnya misalnya
dalam pelaksanaan supervisi akademik, kepala sekolah masih hanya sekedar
melihat dari luar kelas.
3. Kepala sekolah belum maksimal dalam pemberian motivasi kepada para guru,
baik motivasi yang berupa material maupun motivasi yang immaterial.
4. Kepala sekolah belum optimal dalam menerapkan perhatian kepada warga
sekolahnya, Hal ini terlihat dari masih kurangnya kepedulian kepala sekolah
terhadap guru dimana masih minimnya teguran yang diberikan oleh kepala
sekolah kepada guru yang indisipliner.
5. Kepala sekolah masih belum optimal dalam mendengarkan keluhan guru,
misalnya keluhan tentang sarana pembelajaran yang belum lengkap.
6. Kepala sekolah belum memberdayakan guru dengan sebaik mungkin terbukti
dengan minimnya keterlibatan guru dalam mengambil keputusan dan kurangnya
partisipasi guru dalam memberikan ide dan saran.
7. Kepala sekolah belum mampu untuk membangkitkan kreativitas guru.
8. Masih minimnya bimbingan dan latihan yang diberikan oleh kepala sekolah
kepada guru-guru.
9. Komunikasi yang dilakukan oleh kepala sekolah cenderung menggunakan
instruksi atau perintah.

(Kelompok 7) : Hubungan Sekolah, Masyarakat Dan Stakeholder

A. Pengertian Kemitraan/Hubungan
Secara etimologis, kata atau istilah kemitraan adalah kata turunan dari
kata dasar mitra. Mitra, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya
teman, sahabat, kawan kerja. Kemitraan diartikan sebagai hubungan
kooperatif antara orang atau kelompok orang yang sepakat untuk berbagi
tanggung jawab untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan.
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dalam modul
pemberdayaan Komite Sekolah menjelaskan bahwa yang dimaksud
kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal antara sekolah dan
masyarakat kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main yang
tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan
perilaku hubungan yang bersifat intim antara dua pihak atau lebih dimana
masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Dari definisi-definisi diatas kita bisa mengetahui bahwa hakikat
kemitraan adalah adanya keinginan untuk berbagi tanggung jawab yang
diwujudkan melalui perilaku hubungan dimana semua pihak yang terlibat
saling bantu-membantu untuk mencapai tujuan bersama. Masing-masing
pihak yang bermitra memiliki posisi dan tanggung jawab yang sama.
Hubungan atasan-bawahan tidak berlaku dalam konteks kemitraan.
Masing-masing menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan tugas dan
batas-batas wewenang yang dimiliki.

Selain berkaitan dengan fungsi dan peran masing-masing dalam


kemitraan, dalam kemitraan tercakup dimensi kepentingan yang
dijadikan andalan. Model kemitraan mengandalkan pada kepentingan
pribadi orang tua dan anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat
mereka berpartisipasi dalam aktifitas yang berkaitan dengan sekolah.

Kemitraan memandang semua pihak yang memiliki


kepentingan terhadap sekolah merupakan pihak yang dapat didaya
gunakan dan mampu membantu sekolah dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan.

B. Hubungan Kemitraan antara Sekolah dengan Masyarakat


Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi
yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah
masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, simpati dari masyarakat, serta
mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dengan
masyarakat untuk kebaikan bersama, atau secara khusus bagi sekolah penjalinan
hubungan tersebut adalah untuk mensukseskan program- program
sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis.
Bentuk-bentuk hubungan kemitraan sekolah dengan masyarakat antara
lain :
1. Mengikutsertakan guru dan siswa dalam kegiatan masyarakat
Partisipasi warga sekolah, termasuk guru dan siswa dalam
kegiatan masyarakat sekitarnya, misalnya dalam kegiatan kerja bakti,
perayaan-perayaan hari besar nasional atau keagamaan, sanitasi, dan
sebagainya. Selain itu keikutsertaan guru dan siswa dalam kegiatan
masyarakat bisa ditunjukkan dengan adanya program baksos (bakti
sosial) untuk masyarakat yang kurang mampu ataupun yang terkena
musibah/ bencana, kegiatan bazar sekolah dengan memamerkan hasil
karya siswa, termasuk pementasan karya tulis, karya seni dan
karya keterampilan pada saat HUT RI, kunjungan guru ke rumah tokoh
masyarakat.
Hal ini akan menambah kesan masyarakat sekitar akan
kepedulian sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota
masyarakat yang senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap
pembangunan masyarakat. Bagi sekolah sendiri, kegiatan tersebut
dapat melatih parasiswanya untuk lebih mudah dalam bersosialisasi
dengan masyarakat dan untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap
sesama
.
2. Menyediakan fasilitas sekolah untuk keperluan masyarakat
Sekolah dapat menyediakan fasilitasnya untuk kepentingan
masyarakatsekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran kegiatan
pembelajaran. Fasilitas tersebut, misalnya: Lapangan olah raga yang
digunakan sebagai sarana olahraga anggota masyarakat di luar jam pelajaran
sekolah, Halaman sekolah untuk acara sholat idul fitri / idul adha untuk
agama islam, LCD sekolah untuk acara perayaan HUT RI.
3. Mengikutsertakan pemuka atau tenaga ahli di masyarakat ke dalam
kegiatan kurikuler atau ekstra kurikuler
Dalam menjalankan kegiatan yang direncanakan, sekolah tidak
lepas dari dukungan masyarakat. Masyarakat sangat berperan aktif dan
mempengaruhi sekolah yang ada di dalamnya. Misalkan dalam kegiatan-
kegiatan tersebut:

a. Di bidang tarik suara, pihak sekolah bekerja sama dengan penyanyi


untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
b. Pada saat perayaan hari besar, pihak sekolah mendatangkan tokoh
agama dalam masyarakat sebagai pengisi ceramah.
c. Pada saat acara perpisahan, mendatangkan masyarakat yang
berpotensi di bidang seni untuk memberikan sambutan.
d. Sekolah mengadakan konsultasi mengenai siswanya terhadap
seorang ahli yang ada dalam masyarakat, misalnya seorang siswa
yang mengalami gangguan pendengaran, guru dapat berkonsultasi
dengan dokter ahli THT.
Dengan acara-acara tersebut yang melibatkan anggota
masyarakat dalam kegiatan sekolah, menambah kepedulian dan
sikap terbuka masyarakat kepada sekolah, serta masyarakat akan
merasa dihargai dan ikut berperan di dalam kegiatan-kegiatan di
sekolah

4. Menggunakan daya sarana yang tersedia di masyarakat untuk keperluan


sekolah
Hal ini dapat dilakukan dengan memandang masyarakat
sebagai laboratorium untuk belajar sehingga penting bagi guru-guru
untuk mengetahui fasilitas-fasilitas apa yang tersedia di dalam masyarakat
yang diperlukan untuk kegiatan pembelajaran. Misalnya, sumber-sumber
alam lingkungan sekitar, keadaan flora dan fauna, lapangan, jalan desa,
transportasi, lalu lintas. Semua sarana tersebut dapat dimanfaatkan
sekolah untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh
dalam lingkungan sekolah adalah:

a. Memanfaatkan alam sekitar untuk media pembelajaran (sawah,


perkebunan, ladang dan hutan).
b. Memanfaatkan toko-toko dalam masyarakat untuk tempat
praktik kerja siswa sesuai jurusannya.
c. Memanfaatkan lapangan warga untuk upacara bendera Hari Nasional.
d. Menggunakan daya potensi masyarakat sebagai salah satu
unsur penanggung jawab pendidikan.
Berdirinya suatu lembaga pendidikan tidak lepas dari peran
masyarakat. Potensi di dalam masyarakat sangat mendukung
perkembangan sekolah yang ada di lingkungannya. Sebagai
contohnya:
a. Mengikut sertakan tokoh masyarakat dalam keanggotaan komite
sekolah.

b. Mengikut sertakan masyarakat dan komite sekolah dalam rapat


perencanaan BP3.
c. Menampung aspirasi dari masyarakatyang memiliki potensi
terhadap perkembangan pendidikan di sekolah tersebut.

5. Menggunakan daya potensi orang tua siswa


Hubungan antara sekolah dengan orang tua diperlukan secara
terus-menerus selama orang tua masih mempunyai anak yang
bersekolah di sekolah tersebut. Diperlukan kerja sama antara sekola
dan orang tua demi kepentingan siswa. Anak lebih banyak menghabiskan
waktu di rumah daripada di sekolah sehingga pendidikan di sekolah
dengan di rumah harus seirama. Di sinilah letak pentingnya sekolah
mendayagunakan potensi orang tua dalam dunia pendidikan. Adapun
bentuk-bentuk pendayagunaan potensi orang tua dalam mendidik anak :
a. Mendidik mental anak, jadi peran orang tua mempunyai
kemampuan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang
baik kepada anak. Hal ini bisa dilakukan oleh orang tua dengan
memberikan teladan/contoh yang baik dalam berkata maupun
berperilaku. Kebiasaan baik yang dilakukan orang tua tersebut
secara tidak sengaja telah mengajarkan norma-norma yang baik
kepada anak. Anak pun akan mengikuti kebiasaan baik dari orang
tuanya.
b. Mengembangkan bakat anak, yang bararti bahwa setiap anak
mempunyai bakat-bakat tertentu, baik dalam bidang akademik
maupun nonakademik. Bakat-bakat anak tersebut perlu segera
diketahui oleh orang tua anak agar dapat dikembangkan dan
difasilitasi oleh orang tua sehingga bakat anak dapat berkembang
dengan optimal. Misalnya, orang tua dapat memberikan les/kursus
tertentu sesuai dengan bakat anak, membelikan alat-alat khusus yang
dapat menunjang pengembangan bakatanak di rumah,
mengikutsertakan anak dalam perlombaan yang sesuai bakat anak.
c. Membantu anak dalam bidang pengajaran, peran sertaorang tua
dengan membantu dan mendampingi anak dalam mengerjakan PR
atau tugas. Jika orang tua belum mengerti materi PR atautugas yang
diberikan guru kepada anak, orang tua dapat menanyakannya pada
guru atau mendampingi anak dalam mencari informasi dari media lain,
seperti internet.
d. Membantu guru dalam memecahkan permasalahan anak di
sekolah, bagitu banyak sekali permasalahan yang timbul di
sekolah karena perkataan maupun tingkah laku anak.
Dalam menangani permasalah siswa tersebut, sekolah bekerja sama
dengan orang tua siswa karena orang tua merupakan lingkungan terdekat
siswa yang memberikan banyak pengaruh kepada siswa. Dengan
pemasalahan-permasalahan tersebut, guru dapat memberikan
penjelasan kepada orang tua siswa tentang kelemahan putra-putrinya
apakah ia lemah fisik, atau lemah mental atau hanya sulit belajar.
Dalam hal ini perlu adanya kerjasama yang harmonis sehingga tidak
terjadi salah pengertian antara guru dan orang tua murid.

6. Mengikut sertakan dunia usaha bagi kepentingan sekolah


Sekolah dapat bekerja sama dengan dunia usaha untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam bidang usaha tersebut dan dunia usaha
dapat pula dijadikan sponsor/penyandang dana dalam acara-acara
khusus sekolah, seperti pensi, ulang tahun sekolah, dan lain-lain.
Bentuk kerjasama tersebut misalnya:
a. Sekolah bekerja sama dengan pengusaha komputer untuk
mengadakan berbagai pelatihan tentang penguasaan komputer kepada
para siswanya.

b. Bekerja sama dengan usahawan untuk memberikan motivasi kepada


siswa bagaimana kiat-kiat untuk mencapai kesuksesan.
c. Untuk sekolah kejuruan, pihak sekolah dapat mengadakan kerja
sama dengan desainer untuk program tata busana, swalayan untuk
program akuntansi, bengkel untuk program teknik mesin, dan
lain-lain pada saat akan mengadakan PKL

C. Manfaat dan Tujuan Hubungan antara Sekolah dan Masyarakat


Sehubungan dengan manfaat dari hubungan sekolah dengan
masyarakatadalah menambah atau meningkatkan simpati masyarakat
secara sadar dan sukarela yang dapat meningkatkan harga diri sekolah
serta dukungan terhadap sekolah secara spiritual dan material atau
finansial. Hal ini akan tampak sebagai berikut:
1. Adanya saling pengertian antara sekolah dengan pihak luar
2. Adanya kegiatan yang membantu karena mengetahui manfaat, arti dan
pentingnya peranan masing-masing.
3. Adanya kerjasama yang erat dengan masing-masing pihak dan merasa
ikut bertanggungjawab atas suksesnya usaha pihak lain.
Dalam kenyataannya, memang pelanggan dan pengguna hasil
lulusan sekolah adalah masyarakat. Atau dengan kata lain pelanggan
sekolah itu pada hakikatnya adalah siswa dan orang tua siswa serta
masyarakat. Karena itu kebutuhan dan kepuasan pelanggan merupakan hal
pokok yang harus diperhatikan oleh lembaga sekolah.
Sebagai contoh: Bagaimana masyarakat mau membantu sekolah
apabila sekolah di tengah masyarakat religius dan fanatik, sekolah tidak
pernah memprogramkan kegiatan sekolah yang bersifat religius,
sehingga sekolah terisolir dari masyarakatnya.
Kondisi ini yang mendorong masyarakat untuk tidak terlibat
apalagi berpartisipasi membantu sekolah. Bertolak dari gambaran tersebut di
atas, nampak manfaat yang sangat besar bagi sekolah dan
masyarakatapabila hubungan sekolah dengan masyarakat benar-benar
dapat dikelola dan direalisasikan secara utuh sesuai dengan konsep di atas.
Di samping manfaat seperti diuraikan di atas, pelaksanaan hubungan
sekolah dengan masyarakat yang baik akan memberikan manfaat lain seperti:
1. Masyarakat/orang tua murid dan stakeholders lainnya akan mengerti
dengan jelas tentang Visi, misi, tujuan dan program kerja sekolah,
kemajuan sekolah beserta masalah-masalah yang dihadapi sekolah
secara lengkap, jelas dan akurat.
2. Masyarakat/orang tua murid dan stakeholders lainnya akan mengetahui
persoalan-persolan yang dihadapi atau mungkin dihadapi sekolah
dalam mencapai tujuan yang diinginkan sekolah. Dengan demikian
mereka dapat melihat secara jelas dimana mereka dapat
berpartisipasi untuk membantu sekolah.Sekolah akan mengenal secara
mendalam latar belakang, keinginan dan harapan-harapan masyarakat
terhadap sekolah
Pengenalan harapan masyarakat dan orang tua murid terhadap
lembaga pendidikan, khususnya sekolah merupakan unsur penting guna
menumbuhkan dukungan yang kuat dari masyarakat. Apabila hal ini
tercipta, maka sikap apatis, acuh tak acuh dan masa bodoh masyarakat
akan hilang.
Adapun tujuan hubungan sekolah dan masyarakat, menurut Bent dan
Kronenberg ada 3 hal tujuan utama hubungan sekolah dan masyarakat
yaitu:
1. To prevent misunderstanding. (Untuk mencegah kesalahpahaman
antara masyarakat terhadap sekolah)
2. To secure financial support. (Untuk memperoleh sumbangan-
sumbangan material dari masyarakat).
3. To secure coppration in policy making. (Untuk menjalin kerjasama
dalam pembuatan kebijaksanaan-kebijaksanaan).

D. Berbagai Media Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Dalam pelaksanaan hubungan sekolah-masyarakat akan diperlukan sarana


atau alat yang sering di sebut dengan media komunikasi atau massa media
antara lain:
1. Sistem visual (visual system) yaitu sistem komunikasi dengan
mempergunakan alat-alat yang dapat di lihat dengan indera mata.
2. Sitem audio (audio system) yaitu dengan mempergunakan alat-alat yang
berhubungan dengan indera pendengaran.
3. Sistem audio visual yaitu sistem komunikasi dengan menggunakan alat-
alat indra penglihatan dan pendengaran.
4. Jalur-jalur komunikasi sekolah dengan masyarakat adalah:Anak atau
murid,Surat-surat selebaran dan buletin siang,Mass media (media massa),
Pertemuan informal, Laporan kemajuan murid (rapor), Kontak formal,
Memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat, Badan
penyelenggara pendidikan(BP3)

E. Hubungan Sekolah dengan Stakeholder

Stakeholder sekolah dapat diartikan sebagai orang yang menjadi


pemegang dan sekaligus pemberi support terhadap pendidikan atau lembaga
pendidikan. Stakeholder pendidikan dibagi dalam 3 kategori utama, yaitu:
1. Sekolah, termasuk di dalamnya adalah para guru, kepala sekolah,
murid dan tata usaha sekolah.
Seperti yang kita tahu, di dalam sekolah terdapat berbagai pihak
diantaranya kepala sekolah, pendidik, dan peserta didik. Kepala sekolah
bertanggung jawab pada perkembangan prestasi peserta didiknya, suasana
lingkungan kerja guru, dan karakter keseluruhan sekolah. Kepala sekolah
juga memegang peranan penting lain yaitu penghubung antara guru,
orang tua, dan para stakeholder lainnya.
Peserta didik di masa globalisasi semakin membuat mereka beragam
dengan kehadiran teknologi sebagai tempat-tempat belajar informal mereka
(internet, media sosial, dll). Guru sebagai elemen kunci utama pendidikan
semakin dituntut untuk beradaptasi dan bertanggung jawab atas hal-hal
yang dialami peserta didik.
2. Pemerintah, diwakili oleh para pengawas, pemilik, dinas pendidikan,
walikota, sampai menteri pendidikan nasional.
Pemerintah, selaku pembuat kebijakan juga harus bersinergi
dengan stakeholder lain. Peran pembuat kebijakan yaitu pelayan mediator
antara aktor-aktor pendidikan lainnya, baik di tingkat daerah hingga
pusat. Yang mana, setiap kebijakan yang mereka putuskan diharapkan
dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik oleh stakeholder pendidikan
lain serta mendukung kinerja antar stakeholder.
3. Masyarakat, sedangkan masyarakat yang berkepentingan dengan
pendidikan adalah orang tua murid, pengamat dan ahli pendidikan, lembaga
swadaya masyarakat, perusahaan atau badan yang membutuhkan tenaga
terdidik, toko buku, kontraktor pembangunan sekolah, penerbit buku,
penyedia alat pendidikan, dan lain-lain.
Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh tenaga kependidikan
dengan stakeholder antara lain berupa :

1. Kerjasama dalam penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan


proses pembelajaran, pengadaan bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler
sekolah, alat administrasi sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah maupun
peningkatan kualitas guru itu sendiri. sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah
maupun peningkatan kualitas guru itu sendiri.

2. Kerjasama penyelenggaraan kegiatan pada momen hari – hari besar


nasional dan keagamaan.
3. Kerjasama dengan sponsor perusahaan dalam rangka meningkatkan
kualitas gizi anak sekolah, seperti dengan perusahaan susu atau makanan
sehat bagi anak – anak sekolah, dan bentuk kemitraan lain yang sesuai
dengan kondisi setempat.

(Kelompok 8): Manajemen Sertifikasi Guru Dan Dosen

A. Sertifikasi Guru
1. Pengertian Sertifikasi Guru
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan
dosen atau bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga professional. Sertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat
yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai
bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru
sebagai tenaga profesional.
Sertifikasi guru merupakan salah satu cara dalam dunia pendidikan
untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru sehingga ke
depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin mengajar.
Dengan demikian, upaya pembentukan guru yang profesional di Indonesia
segera menjadi kenyataan seperti yang diharapkan Semakin meningkat kualitas
dan profesionalitas seorang guru, semakin baik pula kualitas negara tersebut.
Mulyasa (2009: 17-22) bahwa sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan
guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan
pada umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman.

2. Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru


a. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
b. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
e. Fatwa atau Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
No. I.UM.01.02-253.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan.
g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan melalui jalur pendidikan.
h. Pedoman Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan untuk Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas
Pendidikan Kabupaten atau Kota.
3. Prinsip Sertifikasi Guru
Ada beberapa prinsip yang mendasari pelaksanaan sertifikasi guru.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik
yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan
nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang
memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan
untuk memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil sertifikasi.
Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan
kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif,
finansial, dan akademik.
b. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui
peningkatan guru dan kesejahteraan guru.
Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan
mutu guru yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru
yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi
sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik
bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru
yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan
peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat
meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia
secara berkelanjutan.
c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi
amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
d. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis.
Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif
dan efesien harus direncanakan secara matang dan sistematis. Sertifikasi
mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru.
Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sedangkan standar
kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian
dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan
guru mata pelajaran. Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada guru,
perlu dilakukan uji kompetensi melalui penilaian portofolio.
e. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk alasan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru
serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan
profesi dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka
disusunlah kuota guru peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi
dan Kabupaten atau Kota.

4. Tujuan Dan Manfaat Sertifikasi Guru


Secara umum tujuan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan mutu
dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan
meningkatkan kompetensi peserta agar mencapai standar kompetensi yang
ditentukan. Secara khusus program ini bertujuan sebagai berikut:
a. Meningkatkan kompetensi guru dalam bidang ilmunya.
b. Memantapkan kemampuan mengajar guru.
c. Menentukan kelayakan kompetensi seseorang sebagai agen
pembelajaran
d. Sebagai persyaratan untuk memasuki atau memangku jabatan
professional sebagai pendidik.
e. Mengembangkan kompetensi guru secara holistik sehingga mampu
bertindak secara profesional.
f. Meningkatkan kemampuan guru dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan ilmiah lain, serta memanfaaatkan teknologi komunikasi
informasi untuk kepentingan pembelajaran dan perluasan wawasan.
Adapun manfaat ujian sertifikasi guru dapat diperikan sebagai berikut:
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten,
yang dapat merusak citra profesi guru.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak
berkualitas dan profesional.
c. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol mutu
dan jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.
d. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari
keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
e. Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian
sertifikasi.
5. Instrumen Sertifikasi Guru
Instrumen sertifikasi guru terdiri atas:
a. Kelompok instrumen tes
Kelompok instrumen tes meliputi tes tulis dan tes kinerja. Tes
tertulis dalam bentuk pilihan ganda yang meliputi kompetensi
pedagogik dan profesional. Tes kinerja dalam bentuk real teaching
dengan menggunakan IPKG I dan IPKG II, yang mencakup juga
indikator untuk mengukur kompetensi kepribadian dan kompetensi
sosial.
b. Kelompok instrumen non tes
Kelompok instrument non tes meliputi self-appraisal dan
portofolio. Instrumen self-appraisal dan portofolio memberi
kesempatan guru untuk menilai diri sendiri dalam aktivitasnya
sebagai guru. Setiap pernyataan dalam melakukan sesuatu atau
berkarya harus dapat dibuktikan dengan bukti fisik berupa dokumen
yang relevan. Bukti fisik tersebut menjadi bagian penilaian
portofolio. Kesemua instrumen ujian sertifikasi diasjikan pada
lampiran.
B. Pengertian Sertifikasi Dosen
Sertifikasi yang juga sudah berjalan sejak tahun (2008), yakni sertifikasi
dosen. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 1 ayat 2).
Sertifikasi dosen bertujuan untuk menilai profesionalisme dosen, guna
meningkatkan mutu pendidikan dalam sistem pendidikan tinggi. Pengakuan
profesionalisme dinyatakan dalam bentuk pemberian sertifikat pendidik.

(Kelompok 9): Perguruan Tinggi Berbasis Riset Dan KKNI

A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Riset


Pembelajaran berbasis riset adalah sistem pengajaran yang bersifat otentik
problem solving dengan sudut pandang formulasi permasalahan, penyelesaian
masalah, dan mengkomunikasikan manfaat hasil penelitian. Hal tersebut diyakini
mampu meningkatkan mutu pembelajaran. Pembelajaran berbasis riset merupakan
metode pembelajaran kooperatif, problem-solving, authentic learning,
contextualdan inquirydiscovery approachsecara konstruktivisme (Widayati, dkk.
2010). Dengan harapan mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, menganalisis dan mengevaluasi suatu persoalan.
Beberapa model pembelajaran berbasis riset dapat dikembangkan sesuai
dengan karakteristik kajian beserta kondisi fasilitas yang tersedia di satuan
pendidikan yang bersangkutan. Strategi penerapan pembelajaran berbasis riset
sebaiknya benar-benar dipertimbangkan agar pelaksanaan pembelajaran berbasis
risetefektif dan tujuan pembelajaran berbasis riset tercapai. Berikut beberapa
strategi dalam memadukan pembelajaran dan riset yang secara empirik
dikembangkan di Griffith University (Griffith Institute for Higher Education,
2008):
1. Mernperkaya bahan ajar denqan hasil penelitian dosen. Hasil penelitian
dosen digunakan untuk memperkaya bahan ajar dalam pembelajaran.
Dosen dapat memaparkan hasil penelitiannya sebagai contoh nyata dalam
perkuliahan, yang diharapkan dapat berfungsi membantu mahasiswadalam
memahami ide, konsep, dan teori penelitian.
2. Menggunakan ternuan-ternuan penelitian terbaru. Hasil-hasil riset terbaru
yang diperoleh dari pustaka atau dari jurnal online didiskusikan dalam
perkuliahan. Ini dimaksudkan untuk mendukung materi pokok bahasan yang
sesuai dengan pembahasan pada saat perkuliahan berlangsung.
3. Memperkaya kegiatan perkuliahan dengan isu-isu penelitian kontemporer
Kegiatan perkuliahandengan isu-isu kontemporer dapat dimulai dengan
meminta mahasiswa menyampaikan isu-isu dan tren penelitian yang ada
pada saat ini, yang sesuai dengan pokok bahasan pada saat itu, selanjutnya
mahasiswa diharapkan agar melakukan diskusi tentang penerapan isu
penelitian tersebut untuk itu adalah metode penyelesaian problem nyata
dalam kehidupansehari-hari.
4. Mengajarkan materi metodologi penelitian di dalam proses
perkuliahanSekilas, seorang dosen diperlukan mengenalkan dan memberi
pemahaman kepada mahasiswa tentang metode penelitian. Metode
penelitian yang dimaksudkan penelitian yang sesuai dengan persoalan yang
tengah dihadapi saat perkuliahan berlangsung.
5. Memperkaya proses perkuliahan dengan kegiatan penelitian mini Pada saat
perkuliahan berlangsung, mahasiswa membentuk kelompok belajar dan
diberi tugas melakukan penelitian secara kolektif.
6. Memperkaya proses perkuliahan dengan melibatkan mahasiswa dalam
kegiatan penelitian institusi Hibah penelitian dosen di setiap program
studihendaknya dengan melibatkan mahasiswa dalam melakukan
penelitiannya. Hal ini diperlukan agar mahasiswa mulai terbiasa dengan
berpikir ilmiah dan mencari solusi dari persoalan penelitian yang tengah
dihadapi oleh dosen.
7. Memperkaya proses perkuliahandengan mendorong mahasiswa agar merasa
menjadi bagian dari budaya penelitian penelitian bersama antara mahasiswa
dan dosen pada tingkat program studi. Penelitian tersebut diawali dari
persoalan yang mendasar yang dihadapi di tingkat fakultas dan program
studi sehingga dapat dilakukan pemecahan melalui penelitian bersama
antara mahasiswa dan dosen.
8. Memperkaya proses perkuliahan dengan nilai-nilai yang harus dimiliki
peneliti. Nilai-nilai yang harus dimiliki oleh peneliti seharusnya perlu
dipahami oleh mahasiswa. Nilai-nilai tersebut antara lain: objektivitas,
penghargaan akan temuan penelitian, respek pada pandangan lain, toleransi
terhadap ketidakpastian, dan kemampuan analisis (Prahmana, 2015).

B. Teori-Teori Pendukung Pembelajaran Berbasis Riset


Teori belajar tersebut terpadu dan saling melengkapi sehingga terbentuk satu
model yang sesuai dengan karakteristik mahsiswa pada perguruan tinggi. Ketiga
teori belajar tersebut akan diuraikan berikut ini.
1. Teori Behaviorisme, memandang bahwa pembelajaran itu sebagai
perubahan tingkah laku seseorang yang terlihat yang merupakan akibat dari
pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya (Prahmana, 2015).
Pembelajaran yang terjadi banyak bergantung kepada lingkungan.
Pembelajaran seperti ini diwujudkan dalam bentuk hubungan antara
stimulus dengan respon. Skinner sebagai salah satu tokoh teori belajar ini
menyebutkan sebagai unsur utamanya adalah pemberian penguatan.
Menurut teori tersebut, respons merupakan wujud dari perubahan perilaku
seseorang, dan akan menjadi permanen apabila dilakukan dengan
penguatan. Kekuatan teori behaviorisme ini terletak pada situasi dimana
seseorang dihadapkan pada suatu tujuan yang jelas dan mampu memberikan
respons terhadap hal-hal yang terkait erat dengan tujuan tersebut (Prahmana,
2015).
2. Teori kognitivisme, Teori belajar ini memberikan andil besar dalam
membangun pembelajaran berbasis riset. Teori ini menekankan pada
keterlibatan akal fikiran secara aktif dalam setiap aktivitas pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran penekanannya pada keaktifan mental dan akal
seseorang. Tokoh teori kognitivisme ini salah satunya adalah Gagne. Beliau
membedakan kognitif menjadi lima kategori yaitu: informasi verbal,
keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap
(Prahmana, 2015).
3. Konstruktivisme, Teori belajar ini merupakan bagian dari teori belajar
kognitivisme. Konstruktivisme memandang bahwa belajar sebagai proses
aktif dimana pelajar mengkonstruksi pengetahuan (Sukiman, 2008).
Pengetahuan dalam faham konstruktivisme merupakan konstruksi
(bentukan) dari orang yang mengenal skemata, dimana pengetahuan tidak
dapat ditransfer dari seseorang ke orang lain (Hadi, 2005).
C. Membangun Budaya Riset Di Perguruan Tinggi
1. Pembelajaran yang Mendukung Keterampilan Meneliti
Pembelajaran yang memiliki daya dukung terhadap keterampilan
meneliti bagi kalangan mahasiswa antara lain problem based learning,
Project based learning, Inquiry based learning, dan pembelajaran berbasis
riset. Problem based learningmerupakan pembelajaran yang berpusat pada
mahasiswa yang memberdayakan mahasiswa sebagai pengkaji, memadu
antara teori dengan praktek, dan menerapkan dan keterampilan untuk
memecahkan masalah yang telah ditentukan (Savery, 2006). Problem based
learning dilaksanakan bahwa isi kurikulum tidak disusun berdasarkan
matakuliah akan tetapi berdasarkan skenario masalah yang harus
diselesaikan oleh mahasiswa.
Berbeda dengan problem based learning, Project based karakteristik
masalah yang bersifat autentik, berdasarkan kurikulum, dan sering kali
multi disiplin (Farkhan, 2008). Mahasiswa juga dituntut dalam menentukan
pendekatan yang akan digunakan, mengumpulkan informasi dan
merekonstruksinya sehingga menjadi pengetahuan baru. Di akhir
perkuliahan, mahasiswa menyampaikan pengetahuan yang diperoleh agar
diberi masukan oleh kelompok lain sebagai bahan refleksi. Peran dosen
dalam Project based learning lebih terbatas, misalnya memberi bimbingan
atau masukan terhadap apa yang tengah dilakukan mahasiswa (Solomon,
2003).
Inquiry based learningmemiliki perbedaan yang mencolok dengan
kedua pembelajaran di atas. Ciri utama Inquiry based learning terlihat pada
keterlibatan mahasiswa secara penuh dalam proses pembelajaran yakni
dalam penentuan tujuan pembelajaran, topik belajar, dan proses
pembelajaran yang mengembangkan keterampilan meneliti serta
kemampuan menganalisis (Tosey&Mc Donnell, 2006).
2. Membangun Budaya Riset di Perguruan Tinggi
Suatu tempat yang ideal dalam melakukan aktifitas penelitian adalah
dunia kampus. Ini terjadi karena kampus memiliki sarana dan prasarana
yang sangat mendukung. Sebagai lembaga pendidikan yang merupakan
pabrik para ilmuwan, sangat wajar jika kampus memiliki peranan penting
dalam melahirkan produk-produk akademis yang mampu bersaing dan
bermanfaat bagi masyarakat, dengan menghasilkan ide atau gagasan baru.
Walaupun demikian, hal tersebut akan terlaksana jika aturan kebijakan dan
birokrasi akademik yang bersahabat sehingga budaya akademik berupa
berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan inisiatif dapat muncul dari seluruh
civitas akademika di lingkungan kampus. Di samping itu, idealnya dosen
tidak terlalu di dungkung oleh banyaknya aturan administrasi sehingga
waktu untuk dosen dalam melakukan penelitian lebih luas dan mendalam.

(Kelompok 10): Manajemen Akreditasi Sekolah Dan Madrasah

A. Pengertian Manajemen Akreditasi Sekolah dan Madrasah

Manajemen merupakan kemampuan dalam mengatur sesuatu agar


tujuan yang diinginkan tercapai dan terpenuhi, dan manajemen adalah suatu
proses dimana seseorang dapat mengartur segala sesuatu yang dikerjakan oleh
individu ataupun kelompok.

Akreditasi secara istilah akreditasi diartikan sebagai satu proses


penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan
dan bersifat terbuka.

Dalam konteks akreditasi madrasah, dapat diberikan pengertian


sebagai suatu proses penilaian kualitas madrasah, baik negeri maupun swasta,
dengan memberikan dan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan
pemerintah atau lembaga akreditasi, dan hasil dari penilaian tersebut
selanjutnya dijadikan dasar untuk memelihara dan meningkatkan kualitas
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan lembaga yang bersangkutan.

Pengertian lain mengenai akreditasi adalah sebuah proses penilaian


secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja satuan dan / atau
program pendidikan, yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Di
dalam proses akreditasi, sebuah sekolah dievaluasi dalam kaitannya dengan
arah dan tujuannya, serta didasarkan kepada keseluruhan kondisi sekolah
sebagai institusi belajar. Akreditasi merupakan alat regulasi (self-regulated)
agar sekolah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya
yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki
kelemahannya.

B. Tujuan Akreditasi

Tujuan akreditasi madrasah ialah untuk memproleh gambaran


keadaan dan kinerja madrasah guna menentukan tingkat kelayakan suatu
madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan. Akreditasi ini dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh gambaran keadaan kinerja madrasah
dalam menyelenggarkan pendidikan, sebagai dasar yang dapat digunakan
sebagai alat pembinaan dan pengembangan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan di madrasah.
Di dalam buku pedoman akreditasi madrasah swasta tujuan
akreditasi adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan bahan-bahan bagi usaha-usaha


perencanaan pemberian bantuan dalam rangka
pembinaan madrasah yang bersangkutan.
2. Mendorong dan menjaga agar mutu pendidikan
sesuai dengan ketentuan kurikulum yang berlaku.

3. Mendorong dan menjaga mutu tenaga kependidikan.

4. Mendorong tersedianya sarana prasarana


pendidikan yang baik dalam madrasah aliyah

5. Mendorong terciptanya dan menjaga


terpeliharanya ketahanan madrasah dalam
pengembangan madrasah sebagai pusat kebudayaan.

6. Melindungi masyarakat dari pendidikan yang


bertanggung jawab.

7. Memberi informasi kepada masyarakat tentang


mutu pendidikan.

8. Memudahkan pengaturan perpindahan siswa dari


madrasah yang satu ke madrasah yang lain. Tujuan yang ingin dicapai dari
kegiatan sistem akreditasi sekolah/madrasah ialah:

1. Menghasilkan suatu evaluasi dan analisis terhadap hasil


identifikasi proses awal sistem akreditasi
sekolah/madrasah.

2. Memberikan rekomendasi pemetaan kebutuhan


teknologi dalam system akreditasi sekolah/madrasah
menciptakan

C. Prinsip – Prinsip Akreditasi


Akreditasi sekolah dilaksanakan berdasarkan prinsip obyektif,
komprehensif, adil, transparan, dan akuntabilitas. Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan (SPMP) adalah sistem yang dibangun pemerintah dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui beberapa tahap.

1. Sebelum mengikuti akreditasi, Sekolah/Madrasah menyiapkan

diperlukan,

2. Sekolah/Madrasah meningkatkan status akreditasi,

dengan menggunakan lembaga akreditasi eksternal yang legitimasi,

3. Sekolah/madrasah harus meningkatkan kualitasnya secara

holistik dengan menindaklanjuti saran hasil akreditasi.

Prinsip-prinsip akreditasi yaitu sebagai berikut:

1. Objektif

Akreditasi Sekolah/Madrasah pada hakikatnya merupakan kegiatan


penilaian tentang kelayakan penyelenggaran pendidikan
yang ditunjukkan oleh suatu Sekolah/Madrasah. Dalam
pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait
dengan kelayakan itu diperiksa dengan jelas dan benar
untuk memperoleh informasi tentang keberadaannya.

2. Komprehensif

Dalam pelaksanaan Akreditasi Sekolah/Madrasah, fokus


penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja
tetapi juga meliputi berbagai komponen pendidikan yang bersifat
menyeluruh. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat
menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan Sekolah/Madrasah
diseluruh Indonesia.
layanan prima yang sesuai dengan prinsip reformasi layanan pelayanan publik.

3. Adil

Pelaksanaan akreditasi semua sekolah/madrasah harus

diperlakukan sama dengan tidak membedakan S/M atau dasar

kultur, keyakinan, sosial budaya dan tidak memandang

status sekolah /Madrasah baik negeri atau

swasta.
Sekolah/Madrasah harus dilayani sesuai demgan kriteria

dan mekanisme kerja secara adil dan/atau tidak diskriminatif.

4. Transparan

Data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan

akreditasi Sekolah/Madrasah seperti kriteria mekanisme kerja,

jadwal serta sistem penilaian akreditasi dan lainnya harus

disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja

yang memerlukannya.

5. Akuntabilitas

Pelaksanaan akreditasi Sekolah/Madrasah harus

dipertanggungjawabkan baik dari sisi penilaian maupun

keputusannya sesuai aturan dan prosedur yang telah

ditetapkan.

D. Upaya Sekolah Memenuhi Komponen – Komponen Yang Sudah

Ditetapkan Dalam Instrument Akreditasi Sekolah

1. Standar Isi

Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk

mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan


tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur

kurikulum, beban belaja, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan

kalender pendidikan atau akademik.

2. Standar Proses

Proses pembelajaran satuan pendidikan diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa

untuk berpartisifasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup

bagi prakarsa, kreativ, dan kemandirian sesuai bakat, minat dan

perkembangan fisik serta psikologis siswa.

3. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian


dalam penentuan kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Standar
kmpetensi lulusan meliputi kmpetensi untuk seluruh mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelmpok kuliah.

4. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai


agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik
yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seseorang pendidik.

5. Standar Sarana dan Prasarana

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana


yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku
dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan.
6. Standar pengelolaan

Pengelolaan standar pendidikan pada jenjang pendidikan


dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis
sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan,
partisipasi, keterbukaaan, dan akuntabilitas.

Mutu pendidikan dalam SNP menata jenjang


pengelolaan pendidikan dalam: standar pengelolaan tingkat
satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh pemerintah
daerah, standar pengelolaan oleh pemerintah (pusat).
Pembagian wewenang pengelolaan pendidikan ini seiring
dengan kiat desentralisasi pemerintahan yang juga
melibatkan pengelolaan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai