Anda di halaman 1dari 5

RAJA KAUM ISHMAEL: Dokumen Sefer Ha-Qabbalah hingga Dokumen

Theophanis Chronographia.

By: Menachem Ali, Airlangga University

RADAV (Rabbi Abraham ben David) dalam karya monumentalnya yang berjudul "Sefer ha-Kabbalah" yang
dokumennya ditulis dalam bahasa Ibrani, beliau menyatakan:

‫ וכשבא עלי אבן אבי טאלב לבבל יצא אליו רב‬.‫כי בשנת תשע"ד התהיל מחמד מלך ישמעאל לטעון טענתו‬
‫ יצחק ראש ישיבה וכבדו ונשאו המלך עלי בשנת דת"כ‬.
"Machammad, King of the Ishmaelites had begun to make his pretensions in 4374. Now, when Ali bin Abi
Thalib came to Babylonia, Rabbi Isaac the head of the academy went out to him, and this King Ali honored him
and revered him in 4420."

(Machammad, Raja kaum keturunan Ishmael telah memulai pencapaian keinginan-keinginannya pada
tahun 4374. Kini, tatkala Ali bin Abi Thalib datang ke wilayah Babilonia/ Irak, saat itu Rabbi Yitzhaq yang
bertindak sebagai pimpinan para rabbi di Yeshiva keluar untuk menyambutnya, dan Raja Ali (bin Abi Thalib)
menghormati beliau serta memujinya. Hal ini terjadi pada tahun 4420).

Lihat karya Rabbi Abraham ibn Dawud ha-Levi, Sefer ha-Kabbalah (Philadelphia: the Jewish Publication
Society of America, 1967), hlm. 34-35.

Penjelasan RADAV tersebut, membuktikan bahwa Sang Nabi SAW disebut sebagai Raja kaum keturunan
Ishmael. Artinya, hal ini menjelaskan 3 pesan utama.

Pertama, nama ‫( מחמד‬Machammad), yakni nama Sang Nabi SAW ternyata telah dikenal di kalangan para
rabbi generasi era Saboraim. Pimpinan para rabbi generasi era Saboraim dimulai dari Rabbi Jose dan
berakhir hingga wafatnya Rabbi Mesharshia bar Tahlifa yang meninggal pada tahun 4449. Rabbi Jose
adalah generasi ke-1 dari era Saboraim yang bertindak sebagai pimpinan di Yeshiva Pumbeditha, Irak.
Beliau mengakhiri masa jabatannya sebagai pimpinan para rabbi di Yeshiva tersebut pada tahun 4274.
Sementara itu, Rabbi Mesharshia bar Tahlifa adalah generasi ke-5 dari era Saboraim yang bertindak sebagai
rabbi kepala di Yeshiva Pumbeditha, sedangkan Rabbi Yitzhaq adalah generasi ke-4 dari era Saboraim yang
bertindak sebagai pimpinan para rabbi (rabbi kepala) di Yeshiva Pumbeditha, Babilonia (Irak). Era Saboraim
berlangsung selama 150/187 tahun. Bila Rabbi Yitzhaq telah mengenal nama Sang Nabi SAW sesuai catatan
dokumen Rabbinik, maka minimal nama Sang Nabi SAW sangat familiar di kalangan kaum Yahudi sejak
awal dari generasi era Saboraim yang dimulai tahun 500 M - 650/687 M. Sementara itu, Nabi SAW
dilahirkan pada tahun 571 M., dan beliau wafat pada tahun 634 M. Lihat RC. Musaph-Andriesse, Sastra Para
Rabbi Setelah Taurat: Karangan Para Rabbi dari Taurat sampai Kabala (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997),
hlm. 57. Lihat juga karya Abraham ibn Dawud, Sefer ha-Qabbalah: the Book of Tradition. A Critical Edition
with A Translation and Notes by Gerson D. Cohen (Philadelphia: the Jewish Publication Society of America,
1967), hlm. 44-45.

Kedua, Sang Nabi SAW dikenal sebagai seorang ‫( מלך‬Raja). Sebutan yang disematkan kepadanya tersebut
ternyata juga telah dikenal di kalangan para rabbi senior sejak era generasi Saboraim. Menariknya, istilah
Ibrani ‫( מלך‬Melech) tersebut sepadan dengan istilah ‫( مالك‬Malik) dalam cara pandang pemikiran Arab. Hal
ini menandakan adanya episteme yang paralel terkait dengan jabatan eksklusif dari Sang Nabi SAW.

Ketiga, nasab Sang Nabi SAW memang asal-usulnya bersambung kepada Ishmael. Seseorang disebut
sebagai keturunan Ishmael ditandai dengan penanda linguistik, sebagaimana teks yang termaktub dalam

1
Alkitab. Misalnya, dalam nas/ayat suci disebutkan bahwa Yeter orang Ishmael, memperanakkan Amasa,
panglima tentara Israel dan keponakan Raja Daud (I Tawarikh 2:17). Obil, orang Ishmael juga mengawasi
unta-unta milik Daud (I Tawarikh 27:30). Menariknya, versi Ibrani dari ayat tersebut tertulis ‫יתר הישמעאלי‬
(Yeter ha-Yisma'eli), lit. "Jether the Ishmaelite." Begitu juga disebutkan nama ‫( אוביל הישמעלי‬Obil ha-
Yisma'eli), lit. "Obil the Ishmaelite." Sementara itu, dalam konteks bahasa Ibrani, sebutan ‫מלך ישמעאל‬
(melech Yishma'el), lit. "Raja keturunan Ishmael" ini ternyata penanda linguistiknya sepadan dengan
sebutan ‫( מלך ישראל‬melech Yisrael), lit. "Raja keturunan Israel" atau pun sebutan ‫( מלכי ישראל‬malchei
Yisrael), lit. Raja-raja keturunan Israel" (I Tawarikh 9:1). Begitu juga penyebutan nama ‫שאול מלך ישארל‬
(Shaul melech Yisrael), lit. "Saul raja keturunan Israel/ kaum keturunan Israel" (I Samuel 29:3) sepadan
maksudnya dengan penyebutan ‫( מחמד מלך ישמעאל‬Machammad melech Yishmael), lit. "Machammad
raja keturunan Ishmael/ kaum keturunan Ishmael." Raja kaum Israel yang bernama ‫( ָׁשאּול‬Shaul) memang
keturunan Israel (Yakub) dari bani Benyamin, salah satu dari antara 12 suku Israel, sedangkan Raja kaum
Ishmael yang bernama ‫( מחמד‬Machammad) memang keturunan ‫( ישמעאל‬Ishmael) dari bani Kedar, salah
satu dari antara 12 suku Ishmael. Itulah sebabnya para Rabbi menyebut Sang Rasul SAW sebagai raja bagi
kaumnya, yakni kaum keturunan Ishmael. Dengan demikian, hal ini membuktikan bahwa wacana tentang
nasab Sang Nabi SAW sebagai keturunan Ishmael ternyata tidak ada satu pun dokumen/ literatur Yahudi
yang meragukannya.

Begitu juga Rabbi otoritatif yang bernama RAMBAM. RAMBAM dalam karyanya yang berjudul "Iggeret
Teyman" (Surat kepada komunitas Yahudi Yaman) yang ditulis dalam bahasa Judeo-Arabic, beliau
mengutip teks dari kitab Mazmur 120:5, dan kemudian beliau menjelaskan teks tersebut berdasarkan
metode midrash Agada.

‫ ואעתברוא תכציצה קדר מן בני ישמעאל לאן משגע תאול‬.‫קאל אויה לי כי גרתי משך שכנתי עם אהלי קדר‬
‫אנמא הו בני קדר כמא הו משהור פי נסבה‬

(‫)אגרת תימן‬

“Qala oyah li ki garti Meshech shakanti 'im ohalei Qedar (Mizmor 120:5). Wa'tibaru takhshishiha Qedar min
bani Yismail li anna mesuga' ta'wilu innama huwa min bani Qedar kama huwa masyhur fi nasabihi”. (Iggeret
Teyman). Lihat karya Abraham S. Halkin. Moses Maimonides' Epistle to Yemen. The Arabic Original and the
Three Hebrew Versions. Edited from Manuscripts with Introduction and Notes (New York: American
Academy for Jewish Research, 1952), hlm. 94-96.

"(Daud) telah berkata: "Celakalah aku, karena aku bermukim di Mesekh, aku tinggal bersama di tenda kaum
Kedar (Mazmur 120:5). Adapun ungkapan itu kekhususannya adalah Kedar termasuk keturunan Ismail, karena
berdasarkan ta'wil bahwasanya lelaki yang mengalami "trans" yang disebut ‫( משגע‬meshuga') itu ternyata
berasal dari keturunan Kedar (bani Kedar) sebagamana masyhur dalam nasab silsilahnya."

Pernyataan RAMBAM dalam suratnya tersebut memang amat penting dipahami, karena beliau
menggunakan istilah khusus, yakni kosakata ‫( תאול‬ta'wil) yang mengisyaratkan adanya pentingnya
metode takwil dalam memahami nas kitab suci. Ungkapan penggunaan takwil tersebut termaktub pada
frase berikut:

‫תאול אנמא הו בני קדר‬


(ta'wilu innama huwa min bani Qedar). Artinya: "takwilnya bahwasanya lelaki yang mengalami "trans" itu
berasal dari keturunan Kedar atau bani Kedar."

Pernyataan RAMBAM dalam suratnya juga menyebut: "kama huwa masyhur fi nasabihi" ( ‫כמא הו משהור פי‬
‫)נסבה‬. Hal ini membuktikan bahwa justru dari gramatika bahasa Judeo-Arab (Al-'Arabiyyah al-Yahudiyyah)
yg digunakan tsb, hal ini menunjukkan adanya pengakuan aklamasi yang tentu saja berbasis pada catatan
kitab-kitab Ansab yang dikenal di kalangan tradisi Rabbinik. Tarikh Yahudi dan Tarikh Islam, juga tidak
2
pernah ada informasi tentang adanya penolakan bangsa Arab bahwa Nabi Islam tersebut bukan berasal
dari keturunan Ishmael melalui Qedar. Hal ini bisa dibaca dari karya Tarikh at-Thabari. Imam at-Thabari
menyebutkan adanya daftar silsilah dari 2 jalur, yakni dari jalur Nabit (Nebayot) bin Ismail, dan dari jalur
Khaidar (Qedar) bin Ismail. Hal ini sejajar dengan klaim Kristiani yang menyebutkan daftar silsilah Yesus
yang juga berasal dari 2 jalur; yakni dari jalur Salomo ben David (Injil Matius 1:6) dan dari jalur Nathan ben
David (Injil Lukas 3:31).

Jadi, RAMBAM menyebutkan bahwa ada seorang lelaki dari antara keturunan Ismael, yang nasabnya
bersambung kepada Kedar, dan lelaki itu jelas mengklaim dirinya sebagai nabi. Rambam mengutip ayat
Tehilim (Mazmur 120: 5), ia kemudian menjelaskannya. "Celakalah aku, bahwa aku hidup bermukim di
Mesech, bahwa aku tinggal di antara klan-klan kaum Kedar (Mazmur 120: 5). Perhatikan bagaimana ayat itu
membedakan kaum Kedar dari antara keturunan Ismail lainnya. Hal ini membuktikan karena semua orang
tahu bahwa lelaki itu adalah seseorang dari antara orang-orang keturunan Kedar, dan nasabnya memang
termasyhur dari antara bani Kedar bin Ismail" Itulah sebabnya di kalangan komunitas Yahudi dan Nasrani,
ternyata secara masif identitas lelaki yang bernama Muhammad SAW itu disebut sebagai "Nabi bani
Kedar."

Rambam (Rabbi Moshe ben Maimon) lahir di Kordoba pada tahun 1135 CE. Dia (1135 - 1204 CE.) adalah
seorang Talmudist, Halachist, dokter, filsuf, dan pemimpin para komentator dari kitab TaNaKH dan
Talmud yang dikenal di dunia Yahudi dengan sebutan akronim RAMBAM.

Sementara itu, dalam dokumen kuno berbahasa Latin yang berjudul "Theophanis Chronographia", beliau
menjelaskan secara detail terkait nasab Sang Nabi SAW. Theophanes faktanya mengakui nasab Sang Nabi
SAW sebagai keturunan Ismail melalui Quraisy. Bapa gereja kuno yang bernama Theophanes ini berkata:

"At vero decepti Hebraei in principio adventus eius aestimaverunt esse illum qui ab eis expectatur Christus ita,
ut quidam eorum, qui intendebant ei, accederent ad ipsum et eius religionem susciperent, Mosis inspectoris
dei dimissa ... Necessarium autem reor enarrandum de generatione huius ita. Ex una generalissima tribu
oriundus erat, Hismahelis vodelicet, filii Abrahae. Nizarus enim, Hismahelis pronepos, pater eorum omnium
ducitur. Hic gignit filios duos, Mudarum scilicet et Rhabian. Mudarus gignit Curasum et Kaison et Theominen et
Asadum et alios ignotos. Hi omnes habitabant Madianiten heremum et in ea nutriebant pecora in tabernaculis
conversantes. Sunt autem et his interiores, qui non sunt de tribu ipsorum, sed ex Iectan: videlicet hi qui
vocinantur Ammanitae, id est Homiritae. Quidam sane ipsorum negotiabantur in camelis suis."

("At his first appearance, the Hebrews were deceived and thought that he was the Messiah they expected, so
that some of them, who were well-disposed toward him, followed him and accepted his religion, while giving
up that of Moses, who had seen God ... I think it is necessary to explain his ancestry in detail. He came from a
widespread tribe, that of Ishmael the son of Abraham, for Ishmael's great-grand son Nizar considered to be
the father of all Arabs. He had two sons, Mudar and Rabi'a. Mudar begat Quraysh, Qays, Tamim, 'Asad, and
others, who are unknown. All of them lived in the desert of Midian, kept cattle and dwelt in the tents. There
are also some who live deeper in the desert than they, but are not of their tribe, but of that of Joktan: those
who are called Yemenites, that is Himyarites. Some of them conducted trade by camel"). Lihat "Theophanis
Chronographia" dalam Julian Yolles dan Jessica Weiss (ed.), Medieval Latin. Lives of Muhammad (London:
Harvard University Press, 2018), hlm. 16-19

Bapa gereja Byzantium yang bernama Theophanes tersebut mencatat adanya 2 pesan utama dalam
karyanya.

Pertama, beliau melaporkan bahwa ada orang-orang Yahudi yang mengakui Sang Nabi SAW sebagai
"Christus" (Messiah) yang mereka nantikan kemunculannya. Laporan ini membuktikan bahwa dalam
rentang waktu 184 tahun sejak wafatnya Sang Rasul SAW hingga wafatnya Theophanes, ternyata terdapat
sejumlah orang-orang Yahudi yang mengikuti agama Islam.

3
Kedua, Theophanes mengakui Sang Nabi SAW sebagai keturunan Ishmail melalui Quraysh. Dan ini
merupakan catatan kuno terkait historisitas nasab sebagai sebuah fakta yang terdokumentasi dalam
literatur gerejawi yang disebut "Chronographia" (Chronicle) karya Theophanes. Bapa gereja purba yang
bernama Theophanes (ca. 759/60 - 818 M.) adalah seorang Bapa gereja dari kalangan Ortodoks Byzantium.

Awalnya karyanya ditulis dalam bahasa Yunani, dan karya tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
pada abad ke-9 M. Laporan Theophanes ini ada kemiripan dengan laporan Flavius Josephus terkait klaim
ketokohan Messiah. Theophanes (ca. 759/60 - 818 M.), seorang sejarawan Kristen Ortodoks melaporkan
adanya orang-orang Yahudi yang terpengaruh dengan klaim pengutusan Sang Nabi SAW sebagai
"Christus", sebagaimana laporan yang termaktub dalam "Theophanis Chronographia." Laporan Ini ditulis
dalam rentang waktu 184 tahun, sejak masa akhir misi Sang Nabi SAW hingga wafatnya Theophanes (w.
818 M). Flavius Josephus (ca. 37 - 100 M.), seorang sejarawan Yahudi juga melaporkan adanya orang-orang
Yahudi yang terpengaruh dengan klaim kenabian Yesus sebagai "Christus", sebagaimana laporan yang
termaktub dalam "Testimonium Flavianum." Laporan ini ditulis dalam rentang waktu 67 tahun, sejak masa
akhir misi Yesus hingga wafatnya Flavius Josephus.(w. 100 M).

Bila merujuk pada metodologi pembuktian fakta historis terkait nasab Sang Nabi SAW tersebut, maka perlu
adanya kriteria kesahihan yang digagas oleh Theodore Noldeke, seorang orientalis asal Jerman.
Menurutnya, fakta-fakta dapat diterima secara sahih bila diteguhkan oleh sumber-sumber dari kalangan
Romawi atau pun Yunani. Lihat Irfan Shahid, Byzantium and the Arabs in the Fourth Century (Washington
DC: Dumbarton Oaks Research Library and Collection, 1989), hlm. 5-7. Hal ini penting karena karya
"Chronographia" (Cronicle) tersebut merupakan data yang asalnya ditulis oleh Bapa gereja purba dalam
bahasa Yunani, dan kemudian diterjemahkan dalam bahasa Latin (Romawi) pada masa awal sejarah Islam.

Laporan yang ditulis dalam "Chronographia" karya Theophanes (ca. 759/60 - 818 M.) ini sepadan dengan
laporan Theodoret dari Cyrus, seorang Bapa gereja dalam "Riwayat Simon Priscus" yang ditulisnya pada
abad ke-5 M., juga memberikan kesaksian yang sama mengenai kaitan hubungan nasab antara orang-orang
Arab dengan Ismail. Theodoret, seorang Bapa gereja awal yang ahli teologi dan sekaligus ahli sejarah
gereja, dalam rangka kegiatan misi penginjilan di tanah Arab, ia banyak bergaul dengan orang-orang Arab
badui di padang gurun Syria.

Sebagai hasil dari pergaulannya itu, Theodoret melaporkan bahwa orang-orang Arab di padang gurun Syria
dengan bangga mempertahankan silsilah nasabnya bersambung kepada Ismail. Lihat karya Irfan Shahid,
Byzantium and the Arabs in the Fifth Century (Washington DC: Dumbarton Oaks Research Library and
Collection, 1989), hlm. 154.

Laporan dari Theodoret ini ternyata juga sejajar dengan laporan Imam at-Thabari (w. 310 H). Imam at-
Thabari dalam kitabnya "Tarikh al-Mulk wa al-Rusul" melaporkan suatu berita yang terambil dari suatu
kepercayaan kuno orang-orang Arab tentang Qushai bin Kilab, nenek moyang Nabi bani Kedar, generasi ke-
6 dari Quraysh.

Menurut laporan Imam at-Thabari, dalam syair-syair yang dilantunkan oleh Qushai bin Kilab pada masa lalu,
ia selalu menyusuri leluhurnya dan menisbatkan nasabnya sampai kepada Kedar bin Ismail. Dalam hal ini,
laporan Imam at-Thabari dari dokumen Islam generasi awal, ternyata sepadan dengan laporan Theodoret
dari Cyrus, Bapa gereja awal dari kalangan Kristen Ortodoks Byzantium.

Kedua laporan tersebut itu dapat diakui kebenarannya karena 2 hal. Pertama, Theodoret menulis
laporannya tersebut bukan berniat untuk mendukung eksistensi agama Islam, sebab Theodoret sendiri
menulis laporan tersebut pada tahun 450 M., atau 121 tahun sebelum kemunculan Islam, atau sebelum Nabi
bani Kedar dilahirkan pada tahun 571 M. Dengan kata lain, laporan Theodoret itu dianggap sahih sebab
beliau menulis laporannya itu pada abad ke-5 M., sedangkan Islam baru muncul pada abad ke-6 M. Kedua,

4
Theodoret dari Cyrus menulis laporan dari hasil wawancara dengan orang-orang Arab badui di Syria pada
tahun 450 M., sedangkan Qushai bin Kilab hidup pada pertengahan abad ke-5 M.

Jadi orang-orang Arab Syria dan Qushai bin Kilab dari kalangan suku Quraysh tersebut hidup pada era yang
sezaman. Dengan demikian laporan Theodoret dan Imam at-Thabari tidak ada perbedaan berkaitan
dengan "Ansab" dari kalangan bangsa Arab Musta'ribah, keturunan Ismail.

Bila Theodoret dari Cyrus, Bapa gereja dari kalangan Kristen Ortodoks Byzantium melaporkan pelacakan
nasab bangsa Arab hingga kepada Ismail, maka Theophanes, Bapa gereja dari kalangan Kristen Ortodoks
Byzantium justru melaporkan pelacakan nasab Nabi Islam dari Quraysh hingga kepada Ismail.

Sementara itu, Imam at-Thabari dari kalangan sejarawan Muslim generasi awal melaporkan pelacakan
nasab Qushai bin Kilab hingga kepada Kedar, maka RAMBAM dari kalangan Yahudi juga melaporkan
pelacakan nasab Nabi Islam dari Kedar hingga Ismail. Dalam konteks ini, nasab Nabi Islam berdasar pada
dokumen-dokumen kuno tersebut, ternyata terkait dengan ke-4 nama penting, yakni nama Qushai bin
Kilab, nama Quraysh, nama Kedar, dan nama Ismail.

Dengan demikian, dokumen-dokumen tersebut ternyata sangat valid dan saling mengukuhkan. Dokumen-
dokumen itu ternyata juga melintas batas zaman, melintas batas bahasa, dan melintas batas agama.

Saya sangat bersyukur mendapatkan data baru terkait dokumen kuno berbahasa Yunani dan Latin
tersebut, dan saya mendapatkannya tatkala saya berada di kota Tokyo, Jepang pada tahun 2019 yang lalu.
Dokumen berbahasa Latin ini sangat penting sebagai bukti pendukung atas karya RAMBAM yang ditulis
dalam bahasa Judeo-Arabic. Dengan demikian, pembuktian mengenai nasab Sang Nabi Islam tersebut
dapat diakui validitasnya berdasar sumber-sumber eksternal, sebagaimana yang terdokumentasi dalam
tradisi Yahudi dan Kristen.

Anda mungkin juga menyukai