Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PEMODELAN GEOFISIKA

FORWARD MODELLING MENGGUNAKAN SOFTWARE


RES2DMOD

DISUSUN OLEH:

MUJIBUSSALIM 1804107010037

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemodelan Geofisika. Laporan ini dapat
digunakan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan, sebagai teman belajar, dan
sebagai referensi tambahan dalam belajar tentang pemodelan geofisika. Makalah ini
dibuat sedemikian rupa agar pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan memahami
pemodelan geofisika secara lebih lanjut. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada
semua pihak yang namanya tidak bisa kami sebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan laporan ini. Segala
upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan laporan ini, namun tidak mustahil apabila
dalam laporan ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam menyempurnaan
laporan selanjutnya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang pemodelan geofisika. Semoga keberhasilan selalu berpihak pada kita
semua.

Banda Aceh, 25 Mei 2021

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Metode Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan


menggunakan pengukuran fisis di atas permukaan. Dari sisi lain, geofisika mempelajari
semua isi bumi baik yang terlihat maupun tidak terlihat langsung oleh pengukuran sifat
fisis dengan penyesuaian pada umumnya pada permukaan. Saat ini geofisika telah
menjadi alat (tool) dari berbagai ilmu lain yang bertujuan untuk mengetahui kondisi
bawah permukaan bumi. Di dalam ilmu geofisika sangat kental dengan berbagai metode
yang diimplementasikan untuk melakukan eksplorasi objek penelitian. Secara umum
metode yang saat ini sering digunakan dalam upaya penelitian fenomena alam.

Bumi merupakan suatu planet yang memiliki komposisi batuan yang berbeda-
beda. Batuan-batuan tersebut tersebar diseluruh kerak bumi yang memiliki karakteristik
sangat keras. Tentunya, berbagai jenis batuan akan memiliki sifat yang berbeda-beda.
Dengan pengukuran geolistrik, variasi nilai resistivitas batuan bawah permukaan yang
berasosiasi dengan keberadaan benda-benda megalitik di situs purbakala dapat diketahui.
Metode geolistrik merupakan metode yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi
dan cara untuk mendeteksi aliran di permukaan bumi. Hal ini meliputi pengukuran
potensial dan pengukuran arus yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi
arus kedalam bumi. Oleh karena itu metode geolistrik mempunyai banyak macam, salah
satunya adalah metode geolistrik tahanan jenis (resistivitas).

Model adalah representasi keadaan geologi oleh besaran fisika agar permasalahan
dapat disederhanakan dan responya dapat diperkirakan atau dihitung secara teoritis.
Besaran atau variabel yang digunakan untuk mengkarakterisasi model disebut parameter
model yang secara umum terdiri dari parameter fisika serta variasinya terhadap posisi
(Widodo, 2009). Forward modeling (pemodelan kedepan) adalah suatu metode
interpretasi yang

1
memperkirakan densitas bawah permukaan dengan membuat terlebih dahulu benda
geologi bawah permukaan.

Salah satu sifat batuan adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan
kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Perbedaan sifat kelistrikan
pada masing-masing batuan memberikan respon berbeda terhadap arus yang diberikan.
Perbedaan respon ini nantinya dapat dipakai sebagai data rujukan untuk menentukan
lapisan yang ada di bawah permukaan dan pendekatan kondisi bawah permukaan melalui
harga resistivitas yang didapatkan. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka
semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan harga resistivitasnya, batuan digolongkan dalam 3 kategori yakni:
konduktor baik, konduktor sedang, dan isolator. Terdapat jangkauan nilai kelistrikan dari
setiap batuan yang ada dan hal ini akan membantu dalam penentuan jenis batuan
berdasarkan harga resistivitasnya atau sebaliknya.

2
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Resistivitas
Resistivitas/Tahanan jenis merupakan sifat fisika yang menunjukkan
kemampuannya dalam menghambat aliran arus listrik. Harga resistivitas batuan
ditentukan oleh banyak sekali faktor yg saling berinteraksi secara cukup kompleks. Suatu
jenis batuan yg sama pun belum tentu memiliki harga resistivitas yg sama persis,
melainkan ada rentang / interval harga tertentu. Metode Geolistrik adalah salah satu cara
yang dapat memperkirakan distribusi resistivitas bawah-permukaan (setelah melalui
pemodelan), baru kita dapat mengasosiasikan harga resistivitas tersebut dengan suatu
jenis batuan tertentu. Resistivitas keseluruhan dari suatu media tertentu bergantung pada
sifat listrik (kemampuan untuk menghantarkan arusnya) dan pada ukuran medianya.
Resistansi (hambatan) juga bergantung pada diameter materialnya. Semakin tebal
materialnya, maka semakin banyak elektron yang dapat melewatinya. Oleh karena itu,
resistivitas didefinisikan sebagai:
𝑆
𝜌=𝑅
𝑙

Dimana S adalah luas penampang material dan l adalah panjang materialnya.


Satuan dari resistivitas adalah Ohmmeter (Ω𝑚).
Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan variasi
harga yang sangat banyak. Pada mineral logam, harganya berkisar antara 10-8 hingga 107
Ωm. Hal yang sama juga berlaku pada jenis batuan yang lain, bergantung pada
komposisi yang bermacam-macam, maka akan menghasilkan range resistivitas yang
bermacam pula. Range resistivitas maksimum paling mungkin adalah dari 1.6 x 10-8 Ωm
(perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni). Konduktor didefinisikan sebagai bahan
yang memiliki resistivitas kurang dari 10-8 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas
lebih dari 107 Ωm. Sedangkan nilai resistivitas yang berada pada range diantara
keduanya disebut semikonduktor.

3
Sebagian besar mineral pembentuk batuan adalah isolator walaupun beberapa
logam asli dan grafit menghantarkan listrik. Namun karena struktur batuan yang
mengandung pori-pori, patahan, retakan, mineral lempung, dan lain-lain dapat membuat
batuan menjadi lebih konduktif ataupun malah kurang konduktif. Resistivitas yang
terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion bermuatan
dalam pori-pori fluida. Air tanah secara umum berisi campuran terlarut yang dapat
menambah kemampuannya untuk menghantarkan listrik, meskipun air tanah bukan
konduktor listrik yang baik. Nilai resistivitas / tahanan jenis sangat bergantung pada
macam-macam materialnya, densitas. Porositas, ukuran, bentuk pori batuan, kandungan
air, kualitas dan juga suhu.

Tabel 1. Nilai resistivitas pada material

2.2. Metode Resistivitas

Metode resistivitas adalah metode yang memanfaatkan perbedaan sifat kelistrikan di


dalam bumi berupa tahanan jenis dalam batuan. Tahanan jenis atau resistivitas adalah
kemampuan suatu bahan untuk menghambat arus listrik yang melaluinya. Suatu bahan
yang memiliki resistivitas besar akan menjadikan arus listrik semakin sulit mengalir.
Batuan, sebagai suatu medium juga memiliki sifat resistivitas yang beragam sesuai
dengan jenis-jenis batuan. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan perbedaan - perbedaan
4
sifat resistivitas batuan tersebut, dengan metode geofisika ini kemudian dapat diselidiki
bagaimana kondisi geologi bawah permukaan. Variasi resistivitas batuan tersebut
tergantung pada jenis batuan, mineral, porositas dan kandungan fluida dalam pori-pori
batuan.

Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode ini dibagi menjadi dua yaitu
mapping dan sounding. Metode resistivitas mapping merupakan metode yang bertujuan
mempelajari resistivitas bawah permukaan secara horizontal, sedangkan metode
resistivitas sounding mempelajari resisitivitas batuan secara vertikal. Terdapat banyak
macam bentuk konfigurasi elektroda pada metode resistivitas, dimana masing-masing
dari konfigurasi ini memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri dalam perhitungan untuk
mengetahui resistivitas batuan di bawah permukaan. Sehingga pilihan konfigurasi yang
tepat akan menentukan kualitas dan efisiensi survey yang akan dilakukan.
Penyusunan elektroda dalam geolistrik (konfigurasi elektroda) dapat menggunakan
beberapa aturan seperti:

 Konfigurasi Wenner merupakan salah satu konfigurasi yang sering digunakan


dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan r2
= r3 = 2a). Jarak antara elektroda arus adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak
potensial dengan titik souding-nya adalah a/2, maka jarak masing elektroda arus dengan
titik soundingnya adalah 3a/2. Target kedalaman yang mampu dicapai pada metode ini
adalah a/2. Dalam akuisisi data lapangan susunan elektroda arus dan potensial diletakkan
simetri dengan titik sounding. Pada konfigurasi Wenner jarak antara elektroda arus dan
elektroda potensial adalah sama. Seperti yang tertera pada gambar dibawah.

5
Gambar 1. Konfigurasi Wenner Faktor geometri dari Konfigurasi Wenner adalah:
𝐾 = 2𝜋𝑎

 Konfigurasi Schlumberger merupakan teknik sounding, jarak antar arus dan


elektrode bervariasi, sehingga yang di pindah-pindahkan hanya bentangan arus.
Konfigurasi ini paling sering digunakan untuk mencari sumber air. menggunakan 4
elektroda, masing-masing 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial.

Gambar 2. Konfigurasi Schlumberger

Tahanan jenis semu medium yang terukur dihitung berdasarkan persamaan:


 Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan sistem aturan
spasi yang konstan dengan catatan factor pembanding “n” untuk konfigurasi ini adalah
perbandingan jarak antara elektroda AM dengan jarak antara MN seperti pada Gambar
dibawah.

Gambar 3. Konfigurasi Wenner-Schlumberger

Jika jarak antara elektroda potensial MN adalah a, maka jarak antar elektroda arus (A
dan B) adalah 2na+a. Faktor geometri dari konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah:

𝑘 = 𝑛(𝑛 + 1)𝜋𝑎
Dengan a = jarak antara elektroda M dan N.

 Konfigurasi Pole-Dipole yang dapat gunakan jika ingin melakukan pendugaan


atau investigasi geologi bawah permukaan yang kurang dari 500m dibawah permukaan
tanah. Konfigurasi pole dipole jarak antar arus dan antar electrode berada dalam satu
garis dimana jarak antar elektrode arus tidak terbatas. Pada konfigurasi pole ipole
digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial.
Gambar 4. konfigurasi pole-dipole
Faktor geometri adalah besaran koreksi posisi kedua elektrode potensial terhadap letak
kedua elektroda arus. Berdasarkan letak elektrode maka factor geometri untuk
konfigurasi pole dipole adalah:

2𝜋𝑛(𝑛2 + 𝑛)
 Konfigurasi Dipole-Dipole dilakukan dengan kedua elektroda arus dan elektroda
potensial terpisah dengan jarak a. Elektroda arus dan elektroda potensial pada bagian
dalam system konfigurasi terpisah sejauh na, dengan n adalah bilangan bulat.

Skema posisi elektroda pada konfigurasi dipole-dipole dapat dilihat pada


Gambar dibawah.

Gambar 5. Konfigurasi Dipole-Dipole Faktor geometri pada konfigurasi


Dipole-dipole (kdd) adalah:
𝐾𝑑𝑑 = 𝜋𝑎𝑛 (1 + 𝑛)(2 + 𝑛)
2.3. Contoh Metode Pengukuran Resistivitas

2.3.1. Metode VES (Vertical Electrical Sounding

Metode VES adalah salah satu metode pengukuran resistivitas


yaitu resistivitas 1D untuk memperoleh variasi resistivitas bawah
permukaan secara vertikal. Metode VES memanfaatkan sifat penjalaran
arus listrik yang diinjeksikan ke dalam tanah melalui dua buah elektroda
kemudian diukur respon beda potensial yang terjadi antara dua buah
elektroda yang ditancapkan di permukaan. Dari informasi nilai arus listrik
yang diinjeksikan dan besarnya respon beda potensial yang terukur,
selanjutnya dapat dihitung resistivitas semu batuan. Skema pengukuran
dengan Metode VES ditunjukkan pada Gambar dibawah ini.

Gambar 6. Skema pengukuran Metode VES

Skema diatas menunjukkan pengukuran menggunakan metode


Vertical Electrical Sounding (VES). Simbol C menunjukkan elektrode arus
dan simbol P menunjukkan elektroda potensial.

Nantinya berdasarkan nilai aris listrik (I) yang diinjeksikan dan


beda potensial (ΔV) yang ditimbulkan ini kita dapat menghitung besarnya
resistivitas 𝜌 dengan rumus yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu :

Parameter K disebut faktor geometri. Faktor geometri merupakan


besaran koreksi terhadap perbedaan letak susunan elektroda arus dan
potensial. Oleh karena itu, nilai faktor geometri ini sangat ditentukan oleh
jenis konfigurasi pengukuran yang digunakan. Konfigurasi elektroda yang
digunakan untuk pengukuran VES menggunakan Konfigurasi
Schlumberger.

Data resistivitas yang diperoleh dari hasil metode VES ini masih
merupakan nilai resistivitas semu. Untuk memperoleh nilai resistivitas
sebenarnya, perlu dilakukan pengolahan data menggunakan metode inversi
dengan bantuan beberapa software untuk pengolahan data VES ini.

2.3.2. Profiling Resistivity

Berbeda dengan metode sounding yang mencari distribusi resistivitas


kedalaman, profiling resistivity ini memetakan distribusi lateral dari
resistivitas. Metode ini sangat berguna untuk mencari skala dan kedalaman.
Kedalaman dari investigasi ditentukan oleh jarak elektroda arus dengan
karakter anomaly yang diukur, dan bergantung juga pada konfigurasi
elektrodanya. Pemilihan susunan elektroda ditentukan oleh struktur target
ataupun output yang diinginkan. Jika struktur tipis ditemukan, disarankan
untuk menggunakan konfigurasi beresolusi tinggi seperti konfigurasi pole-
dipole atau dipole-dipole. Namun, jika distribusi resistivitas akan dipetakan
untuk prospek arkeologi, lebih baik menggunakan konfigurasi yang
sederhana, seperti konfigurasi Wenner atau Schlumberger.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tahapan Pelaksanaan

Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam menghasilkan penampang model


data resistivitas dengan menggunakan software RES2DMOD.
1. Buka aplikasi RES2DMOD, lalu buka file forward model dengan memilih file
model yang sudah tersedia pada aplikasi RES2DMOD.
2. Aplikasi kemudian me-load data dan data akan ditampilkan.
3. Data dapat dirubah dengan menggunakan tool display model.
4. Untuk membuat rentang nilai resistivitas yang berbeda dapat menggunakan tool Add
New Model Resistivity.
5. Untuk mengedit anomali pada model, dapat dilakukan dengan meng-klik langsung
pada blok-blok model. Tool Editing Keys dapat digunakan untuk memudahkan
dalam meng-klik blok-blok model.
6. Nilai resistivitas anomali pada blok dapat diganti dengan mengklik warna
interpretasi nilai resistivitas yang diinginkan pada bagian kiri atas profil model.
7. Kemudian klik tool Calculate potential values yang digunakan untuk
mengkalkulasi/ membaca hasil dari forward modeling yang telah dibuat.
8. Untuk menghasilkan penampang dari model, klik pada tool Display model, lalu pilih
Logarithmic contour intervals. Maka penampang akan muncul dan dapat dilakukan
tahapan selanjutnya, yaitu interpretasi model.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Forward Modelling Fault/Sesar

4.1.1 Faults model menggunakan konfigurasi schlumberger

Pada gambar diatas, telah dilakukan pemodelan patahan menggunakan software


res2dinv dengan menggunakan spasi 1 m. kemudian diperoleh kedalaman 10.4 meter dengan
bentangan 48 meter. Diperoleh nilai resistivitas yang bervariasi mulai dari yang paling rendah
dicirikan dengan warna biru gelap yaitu sebesar 10 ohm meter hingga yang paling tinggi
dicirikan dengan warna ungu sebesar 48.7 ohm meter.

4.1.2 Faults model menggunakan konfigurasi pole dipole


Dengan menggunakan konfigurasi pole dipole diperoleh kedalaman 16.2 meter dengan
bentangan 48 meter dan menghasilkan nilai resistivitas terendah sebesar 10 ohm meter yang
dicirikan dengan warna biru tua dan nilai resistivitas tertinggi sebesar 82.9 ohm meter yang
ditandai dengan warna ungu. Konfiguras ini memperoleh kedalaman yang lebih besar
dibandingkan dengan menggunakan konfigurasi schlumberger.

4.1.3 Faults model menggunakan konfigurasi wenner alpha

Dengan menggunakan konfigurasi wenner alpha diperoleh kedalaman sebesar 7.7 ohm
meter dengan nilai resistivitas terendah sebesar 10.5 yang ditandai denagn warna biru gelap dan
nilai resistivitas tertinggi yaitu sebesar 43.3 yang ditandai dengan warna ungu. Menggunakan
konfigurasi ini tidak memperoleh kedalaman yang dalam.

4.1.4 Faults model menggunakan konfigurasi Pole-Pole


D
engan menggunakan konfigurasi pole-pole diperoleh kedalaman sebesar 13 meter dengan
nilai resistivitas yang paling terendah yaitu sebesar 10 ohm meter yang ditandai oleh warna
biru gelap dan nilai resistivitas tertinggi yaitu 48 ohm meter yang ditandai dnegan warna
ungu. Menggunakan konfigurasi pole pole menghasilkan kedalaman yang cukup dalam
dibandingkan dengan konfigurasi schlumberger.

4.1.5 Faults model menggunakan konfigurasi Dipole-dipole

Pada gambar diatas, telah dilakukan pemodelan patahan menggunakan


software res2dinv dengan menggunakan spasi 1 m. kemudian diperoleh
kedalaman 11.2 meter dengan bentangan 48 meter. Diperoleh nilai resistivitas
yang bervariasi mulai dari yang paling rendah dicirikan dengan warna biru
gelap yaitu sebesar 7.69 ohm meter hingga yang paling tinggi dicirikan dengan
warna ungu sebesar 66.8 ohm meter. Nilai porositas yang diperoleh sangat
dipengaruhi oleh porositas, permeabilitas, saturasi fuida, jenis fluida serta
keadaan fasa air pori suatu batuan dibawah permukaan.

4.2 Forward Modelling Dyke


4.2.1 Forward modelling konfigurasi schlumberger

Pada gambar diatas menunjukkan nilai sebaran resistivitasnya pada rentan 300 ohm
sampai 700 ohm dan bentangan sepanjang 320 m dengan kedalaman penetrasinya 48,7 m.
pada kedalaman sekitar 41,5 sampai 48,7 terdapat nilai resistivitas yang tinggi ditandai
dengan spektrum warna ungu.

4.2.2 Forward modeling konfigurasi pole-pole


Pada gambar diatas menunjukkan sebaran nilai resistivitas nya berada pada rentan 300
ohm sampai 600 ohm dan bentangannya sepanjang 320 m dengan kedalaman penetrasinya
82,4 m. pada kedalaman sekitar 39 m sampai 82,4 m di sisi kiri dan kanan terdapat nilai
resistivitas yang tinggi dengan ditandai oleh spektrum yang berwarna ungu dan di tengahnya
terdapat rentan nilai resistivitas 333 ohm sampai 398 ohm dengan ditandai spektrum warna
biru muda hingga hijau muda.

4.2.3 Forward modeling konfigurasi wenner beta

Pada gambar diatas menunjukkan sebaran nilai resistivitasnya berada pada rentan 200
ohm sampai 500 ohm dan bentangan sepanjang 320 m dengan kedalaman penetrasinya 37,4
m. pada kedalaman sekitar 22,9 m sampai 33,3 m disisi kiri dan kanan terdapat nilai
resistivitas yang tinggi yang ditandai dengan spektrum yang berwarna ungu dan di tengahnya
terdapat nilai resististivitas sekitar 200 ohm sampai268 ohm yang ditandai dengan spekrum
warna biru tua hingga biru muda.

4.2.4 Forward modeling konfigurasi dipole-dipole

Pada gambar diatas menunjukan sebaran nilai resistivitasnya berada pada rentan 200
ohm sampai 800 ohm dan bentangannya sepanjang 320 m dengan kedalaman penetrasinya
mencapai 94,2 m. pada kedalaman sekitar 39,5 m sampai 57,3 m disisi kiri dan kanan
terdapat nilai resistivitas yang tinggi dengan ditandai spektru berwarna ungu dan ditengahnya
terdapat nilai resistivitas sekitar 200 ohm sampai 269 ohm dengan ditandai oleh spektrum
warna biru tua hingga biru muda. Gambar diatas tidak terlihat rata dikarenakan kemungkinan
adanya error yang disebabkan oleh sistem atau manusia.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari laporan ini adalah Resistivitas/Tahanan jenis
merupakan sifat fisika yang menunjukkan kemampuannya dalam menghambat aliran arus
listrik. Hasil penampang menunjukkan bahwa dengan adanya penampang forward modeling,
kita dapat melihat gambaran bawah permukaan dan menduga dimana letak anomali.
Terdapat nilai sebaran dan kedalaman yang berbeda-beda di setiap konfigurasi, baik forward
modelling Fault maupun dyke. Pada forward modeling fault dan dyke, bentangan yang
didapat akan sama pada setiap konfigurasi. Pada forward modeling fault konfigurasi dipole-
dipole dan forward modeling dyke dipole-dipole terdapat kemungkinan error yang
disebabkan oleh sistem atau manusia (human error).
DAFTAR PUSTAKA

Ramadhan, M.L; Prawita, S.M; & Fatmasari, N.W. 2017. Identifikasi Bidang Patahan
Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk
Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor.

Santoso, B., Wijatmoko, B., Supriyana, E., & Harja, A. (2016). Penentuan
Resistivitas Batubara Menggunakan Metode Electrical Resistivity Tomography
dan Vertical Electrical Sounding. Jurnal Material Dan Energi Indonesia,
06(01), 8–14.

Shiska, P.; Prasetyo, Y.; & Suprayogi, A. 2017. Analisis Identifikasi Kawasan Karst
Menggunakan Metode Polarimetrik Sar (Synthetic Aperture Radar) Dan
Klasifikasi Supervised. Jurnal Geodesi Undip 6(1): 66-7.

Anda mungkin juga menyukai