Anda di halaman 1dari 13

TEKNIK GEOFISIKA INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

MODUL II PRAKTIKUM
GEOLISTRIK
PENGOLAHAN DATA VES

Disusun oleh:

Andri Yadi Paembonan, S.Si., M.Sc. 2022

1
2

BAB II PENGOLAHAN DATA VES ..................................................................................................... 3

Latar Belakang ..................................................................................................................................... 3

Tujuan .................................................................................................................................................. 3

Dasar Teori ........................................................................................................................................... 4

Pemrosesan Data dan Interpretasi ........................................................................................................ 7

Insterpretasi ........................................................................................................................................ 12

http://tg.itera.ac.id/
3

BAB II
PENGOLAHAN DATA VES

LATAR BELAKANG
Geofisika adalah ilmu yang mempelajari bumi dengan menggunakan metode fisika dan logika
geologi untuk mempelajari struktur bawah permukaan bumi (Pujomiarto, DW. 2013). Dalam
pengaplikasiannya, metode geofisika dapat menggunakan sumber-sumber pengukuran yang berbeda.
Salah satu sumber yang digunakan dapat berupa sumber kelistrikan. Metode yang menggunakan
kelistrikan ini salah satunya adalah metode resistivitas konfigurasi schlumberger (Supriyadi. dkk. 2012).
Metode resistivitas merupakan salah satu metode aktif geolistrik yang dapat digunakan untuk
mengetahui nilai resistivitas dari lapisan atau batuan, juga berguna untuk mengetahui kemungkinan
adanya lapisan akuifer (Sultan. 2009). Metode ini memanfaatkan sifat resistivitas listrik batuan untuk
mendeteksi dan memetakan formasi bawah permukaan bumi. Metode ini dilakukan dengan pengukuran
beda potensial yang ditimbulkan akibat injeksi arus listrik ke dalam bumi. Sifat-sifat suatu formasi dapat
digambarkan oleh tiga parameter dasar, yaitu konduktivitas listrik, permaebilitas magnet dan permitifitas
dielektrik (Andriyani, S. dkk. 2010). Metode ini juga dapat mendeteksi adanya panas bumi yang ada di
bawah permukaan. Dalam percobaan ini yaitu simulasi akuisisi mengunakan metode Vertical Electrical
Sounding (VES) konfigurasi Schlumberger pada tanah sembarang dengan kedalaman 0.5 meter.
Resistivitas batuan bervariasi menurut jenis batuan, porositas, dan kandungan fluida (minyak, air
, gas). Resistivitas atau tahanan jenis suatu bahan adalah besaran / parameter yang menunjukkan tingkat
hambatannya terhadap arus listrik. Bahan yang mempunyai resistivitas makin besar, berarti makin sukar
untuk dilalui arus listrik. Biasanya tahanan jenis diberi simbol . Tahanan jenis adalah kebalikan dari
daya hantar jenis yang diberi simbol . Jadi,  = 1/. Satuan  adalah ohm meter (Ωm). Dalam
pengukuran adapun data yang diperoleh berupa arus (I dalam satuan ampere) dan beda potensial (∆V
dalam satuan volt), dengan mengetahui nilai beda potensial dan arus listrik maka nilai tahanan jenis
perlapisan batuan bawah permukaan dapat diprediksi.

TUJUAN
Tujuan yang dicapai setelah mempelajari dan mempraktikkan metode yang dilakukan:

1. Memahami cara dan langkah-langkah pengolahan data VES


2. Mampu melakukan pemodelan secara 1D dari data yang didapatkan.
3. Mampu melakukan interpretasi lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas batuan

http://tg.itera.ac.id/
4

DASAR TEORI
RESISTIVITAS SEMU

Dalam eksplorasi geolistrik, untuk mengukur resistivitas di lapangan digunakan persamaan yang
diturunkan dari arus listrik pada medium homogen setengah tak berhingga. Karena jarak
elektroda jauh lebih kecil dari pada jari-jari bumi, maka bumi dapat dianggap sebagai medium
setengah tak berhingga. Akan tetapi karena sifat bumi yang pada umumnya berlapis (terutama di
dekat permukaan) perandaian bahwa mediumnya adalah homogen tidak dipenuhi.

Oleh karena itu resistivitas yang diperoleh dengan menggunakan persamaan di atas bukan
merupakan resistivitas yang sebenarnya. Biasanya resistivitas yang terukur tersebut dikenal
sebagai resistivitas semu atau apparent resistivity yang biasanya dituliskan dengan simbol  a .

Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi akan berbeda walaupun jarak antar
elektrodanya sama, maka akan dikenal  aw yaitu resistivitas semu untuk konfigurasi Wenner
dan  as yaitu resistivitas semu untuk konfigurasi Schlumberger. Pada umumnya  as   aw .

Untuk medium berlapis, harga resistivitas semu ini akan merupakan fungsi jarak bentangan (jarak
antar elektroda arus). Untuk jarak antar elektroda arus kecil akan memberikan  a yang harganya
mendekati  batuan di dekat permukaan. Sedang untuk jarak bentangan yang besar,  a yang
diperoleh akan mewakili harga  batuan yang lebih dalam.

SIFAT KELSTRIKAN BATUAN

Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik suatu batuan bila dialirkan arus listrik ke dalamnya.
Arus listrik tersebut dapat berasal dari alam itu sendiri atau akibat dari injeksi arus listrik yang
dimasukkan ke dalam tanah. Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat di golongkan
menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Konduksi secara elektronik


Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus
listrik dialirkan ke dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut.

2. Konduksi secara elektrolitik


Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat
tinggi yang di pengaruhi oleh sifat fisis suatu batuan. Pada kenyataannya batuan tersebut
biasanya memiliki sifat porous dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.
Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik
dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Nilai konduktivitas dan resistivitas batuan yang
berpori bergantung pada volume dan susunan pori-pori suatu batuan. Konduktivitas akan
semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas
akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

http://tg.itera.ac.id/
5

3. Konduksi secara dielektrik


Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik,
artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama
sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya
pengaruh medan listrik di luar, sehingga akan terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada
konduksi dielektrik batuan.

TAHANAN JENIS

Setiap batuan memiliki karakteristik tersendiri tak terkecuali dalam hal sifat kelistrikannya. Salah
satu sifat batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan
bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan
maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya
Berdasarkan harga resistivitasnya, batuan digolongkan dalam 3 kategori yakni :
Konduktor baik : 10^-6 < ρ < 1 Ωm
Konduktor sedang : 1 < ρ < 10^7 Ωm

Isolator : ρ > 10^7 Ωm


Tabel 1 Nilai resistivitas beberapa jenis batuan (Dimodifikasi dari Telford et al., 2010)

Jenis batuan Resistivitas (ohm meter)


Granite (batuan beku) 3 x 102 - 106
Andesite (batuan beku) 1.7 x 102 (dry) – 4.5 x 104 (wet)
Slates (metamorf) 6 x 102 – 4 x 107
Marble (metamorf) 102 – 2.5 x 108
Limestone (sediment) 50 – 107
Sandstone (sediment) 1 – 6.4 x 108
Alluvim and sands (sediment) 10 – 800
Oil sands (sediment) 4 - 800

Pada praktikum ini, pengukuran nilai tahanan jenis batuan bawah permukaan dapat dilakukan
secara sounding atau dikenal sebagai vertical electrical sounding (VES) merupakan pengukuran
perubahan resistivitas bawah permukaan pada arah vertikal. Konfigurasi elektroda yang umum
digunakan adalah konfigurasi Schlumberger.

http://tg.itera.ac.id/
6

KONFIGURASI ELEKTRODA
Berbagai konfigurasi elektroda yang di gunakan dalam pengukuran geolistrik, dan yang
digunakan pada praktikum ini yaitu konfigurasi schlumberger, seperti gambar di bawah ini:

Gambar 1 Susunan elektroda konfigurasi Schlumberger

Konfigurasi Schlumberger adalah konfigurasi dengan 4 eletkroda dimana jarak atara elektroda A
dan elektroda M tidak sama dengan jarak antara elektroda M dan elektroda N. Jarak antara
elektroda A dan elektroda M sama dengan jarak antara elektroda N dan elektroda B yaitu sebesar
b.dan a adalah jarak antara elektroda M dan elektroda N. Sedangkan jarak antara elektroda M
dan elektroda B adalah sebesar b. Konfigurasi schlumberger memiliki keunggulan untuk
meminimalkan noise permukaan dan memiliki respon sinyal yang cukup baik serta kuat. Faktor
geometri Konfigurasi Schlumberger : K = a (n + n2) .

http://tg.itera.ac.id/
7

PEMROSESAN DATA DAN INTERPRETASI


Pemrosesan data yang diperoleh melingkupi:

1. Software yang digunakan adalah Microsoft Excel, IP2WIN


2. Hasil pengolahan data berupa gambar yang diperoleh dan deskripsinya

Sebelum analisis dan interpretasi data yang diukur, buatlah tabel berikut untuk setiap titik pengukuran:
1. Nomor titik pengukuran;
2. Metode survei (konfigurasi elektroda);
3. Jarak elektroda;
4. Pengukuran arus;
5. Potensial yang diukur;
6. Resistivitas semu, dan
7. Koreksi.

PENENTUAN NILAI RESISTIVITAS SEMU (Ρ A P P A RE NT )


Hasil data lapangan yang didapatkan setelah akuisisi dilakukan adalah berupa nilai Self Potential (SP),
Arus (I) dan Beda Potensial (V), sehingga perlu dilakukan pengolahan data lanjutan untuk mendapatkan
output yang diinginkan. Pengolahan data pertama dilakukan menggunakan software Microsoft Excel,
dimana pada proses ini dilakukan pengolahan data untuk menghitung nilai ∆V dan Faktor Geometri (k),
kemudian digunakan untuk menentukan nilai Resistivitas Semu (ρapparent). Perhitungan dilakukan
menggunakan rumus antara lain:

dimana ∆V merupakan selisih nilai potensial (V) yang dikurangi dengan nilai potensial diri (self potential
SP), k yaitu faktor geometri sesuai dengan konfigurasi (m) ρapp adalah resistivitas semu (Ωm), dan dari
perhitungan tersebut, dapat diimput seperti pada Tabel 2.

KONSEP INVERSI DATA VES


Permasalahan yang kompleks terjadi dalam inversi geolistrik sehingga diketahui bahwa setiap perubahan
dalam data akan memberikan dampak pada model. Untuk mendekati model sebenarnya, diperlukan
model awal dengan menggunakan faktor damping ke dalam persamaan inversi (Roy, 1999). Dengan
optimasi kuadrat terkecil, model awal dapat dimodifikasi ketika jumlah kuadrat kesalahan (E) diperkecil:
𝐸 = 𝑔𝑇 𝑔
dimana, 𝑔 sebagai vektor ketidaksesuaian. Untuk mengurangi jumlah kuadrat kesalahan, penentuan
perubahan dalam parameter model akan menggunakan persamaan Gauss-Newton sehingga:
𝐽 𝑇 𝐽𝛥𝑚 = 𝐽 𝑇 𝑔 → 𝛥𝑚 = (𝐽 𝑇 𝐽)−1 𝐽 𝑇 𝑔
diketahui bahwa 𝛥𝑞 sebagai vektor perubahan parameter model dan 𝐽 adalah matriks Jacobian. Elemen
matriks Jacobian terdiri dari:

http://tg.itera.ac.id/
8

𝜕𝑔𝑖
𝐽𝑖𝑗 =
𝜕𝑚𝑖
setelah dilakukan perhitungan vektor perubahan parameter, didapatkan model baru dari persamaan
elemen matriks Jacobian:
𝑚𝑗+1 = 𝑚𝑗 + 𝛥𝑚𝑗
dilakukan modifikasi Marquardt-Levenberg untuk persamaan Gauss-Newton dalam persamaan:
(𝐽 𝑇 𝐽 + 𝜆𝐼)𝛥𝑚𝑗 = 𝐽 𝑇 𝑔 → 𝛥𝑚 = [𝐽 𝑇 𝐽 + 𝜆𝐼]−1 𝐽 𝑇 𝑔
dimana, I sebagai matriks identitas dan 𝜆 sebagai faktor damping atau faktor Marquardt. Karena jumlah
parameter model yang besar yang dapat dilihat dari banyaknya sel-sel dalam model inversi 2 dimensi,
maka model yang dihasilkan memiliki distribusi resistivitas yang tidak merepresentasi kondisi
sebenarnya. Dilakukan modifikasi kembali pada persamaan sehingga variasi spasial di parameter model
minimum. Modifikasi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil smoothness-constraint:
(𝐽 𝑇 𝐽 + 𝜆𝐹)𝛥𝑚𝑗 = 𝐽 𝑇 𝑔 − 𝜆𝐹𝑚𝐽 → 𝛥𝑚
= [𝐽 𝑇 𝐽 + 𝜆𝐹]−1 𝐽 𝑇 𝑔 − 𝜆𝐹𝑚𝐽
dimana,
𝐹 = 𝑎𝑥 𝐶𝑥𝑇 𝐶𝑥 + 𝑎𝑦 𝐶𝑦𝑇 𝐶𝑦 + 𝑎𝑧 𝐶𝑧𝑇 𝐶𝑧
didefinisikan 𝐶𝑥 𝐶𝑦 dan 𝐶𝑧 sebagai smoothing matrices. Solusi persamaan yang didapatkan
berdasarkan persamaan (2.16) adalah
∆𝑚𝑖 = (𝐽 𝑇 𝑊𝑑𝑇 𝑊𝑑 𝐽 + 𝜆𝐶)−1 (𝐽 𝑇 𝑊𝑑𝑇 𝑊𝑑 ∆𝑔 − 𝜆𝐶𝑚𝑖−1 )
dimana, ∆𝑚𝑖 sebagai model, i sebagai iterasi, 𝑊𝑑 sebagai matriks pembobotan data, dan 𝐶 adalah
persamaan lima titik Laplacian beda hingga. Model yang baru akan dikoreksi sesuai parameter model
lalu dibandingkan respons model dengan data terukur dengan menghitung RMS, dapat dilihat pada
diagram Gambar 2 berikut ( Pasa’Bi, 2021).

Gambar 2 Diagram pemodelan inversi

http://tg.itera.ac.id/
9

Tabel 2 Contoh Hasil Pengolahan Data Observasi Pada Microsoft Excel.

Schlumberger

No. AB/2 (m) MN/2 (m) MN SP (mV) IAB (mV) VMN (mV) ∆V (mV) k ρ app (Ωm)

1 2 0.5 1 -339 152.2 749

2 3 0.5 1 -350.7 199.3 168.6

3 4 0.5 1 -351.2 194.5 -102.6

4 5 0.5 1 -354.7 258.4 -169.5

5 6 0.5 1 -357.1 221.1 -256.9

6 6 1 2 -126.8 209 73

7 8 1 2 -212 274.6 -84.3

8 10 1 2 -213.3 310.5 -1.25

9 12 1 2 -273 279.3 -215.6

10 12 2.5 5 -204.8 286.5 -22.3

11 15 2.5 5 0.2 428 -163.9

12 18 2.5 5 -4.3 350 -98.8

13 21 2.5 5 28 366 -40.5

14 21 5 10 -23.5 366 -166.7

15 27 5 10 331.2 323 267.7

16 33 5 10 203.8 335 165.9

17 39 5 10 47.8 412 19.4

18 45 5 10 36.1 453 20.9

19 54 5 10 22.3 254 14.3

20 54 20 40 -284.8 253 -336.9

21 63 20 40 -130.3 308.6 -162.9

22 72 20 40 146 196.4 153.6

23 81 20 40 162 163.1 167

24 90 20 40 8.4 159.1 3.4

25 105 20 40 194.9 182 199.1

http://tg.itera.ac.id/
10

26 120 20 40 201.1 294 206.7

27 135 20 40 204.1 332 208.5

28 135 40 80 -32.7 330 -23.2

29 150 40 80 -26.1 374 -17.9

30 165 40 80 -24.5 290 -19.6

PLOTING KURVA VES (VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING)


Setelah didapatkan nilai resistivitas semu dari data lapangan, selanjutnya dilakukan plot data AB/2
terhadap resistivitas semu sebagai kurva VES (Gambar 2).

PROSEDUR PENGOLAHAN DATA PENGUKURAN DENGAN IP2WIN


Untuk memasukkan data pengukuran, langkah yang dilakukan adalah:
1. File → New VES Point. Maka akan terlihat seperti pada Gambar 3 . Masukkan data pada tabel
dengan header yaitu AB/2 (jarak elektroda arus dengan sentral), MN (jarak antar elektroda
potensial), V (beda potensial, satuan volt), I (arus, satuan ampere), K (faktor geometri), Ro_a (r
apparent esistivity) dan di sebelah kanan akan ditampilkan grafik antara Ro_a dengan AB/2.

Gambar 3 Tampilan Window IP2win untuk mengimput (Kiri) dan kurva apparent resistivity (Kanan)

2. Memilih konfigurasi elektroda penting sebelum memasukkan data, sebagai contoh konfigurasi
elektroda Schlumberger dipilih.

http://tg.itera.ac.id/
11

3. Selanjutnya adalah dengan menyimpan data. Jendela Save as akan keluar kemudian tentukan di
mana data akan disimpan sebagai file data VES. Beri nama, misalnya "Tes", dan kemudian klik
Tombol Save. Kemudian hasilnya akan ditampilkan pada tampilan grafik pada Gambar 4.
4. Nilai error yaitu menunjukkan tingkat ketidakcocokan antara kurva merah (hasil kalkulasi)
dengan kurva hitam (hasil pengukuran). Error dapat diperbaiki secara otomatis dengan
mengeklik Point> Inversion. Koreksi data manual dapat dilakukan dengan menyeret kurva
(warna biru). Nilai eror menjadi salah satu indikator apakah hasil inversi merepresentasikan
keadaan lapisan bawah permukaan sesungguhnya atau tidak. Semakin besar nilai eror-Nya maka
semakin jauh hasil pengukuran geofisika dengan keadaan sebenarnya lapisan bumi.

Gambar 4 Window yang menampilkan data yang telah diimput (Kurniawan, 2009).

http://tg.itera.ac.id/
12

INSTERPRETASI
Setelah dikakukan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan interpretasi
untuk mengetahui target yang akan dicari lain seperti penentuan groundwater atau struktur geologi,
dengan melakukan korelasi dengan informasi lainnya seperti informasi geologi setempat atau data bor
atau hasil dari metode geofisika yang (Gambar 5).

Gambar 5 Contoh interpretasi yang dilakukan dengan metode geolistrik VES (Araffa, 2017)

http://tg.itera.ac.id/
13

http://tg.itera.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai