Anda di halaman 1dari 14

Journal Reading

Relation of infarction location and volume to vertigo in


vertebrobasilar stroke

Oleh:
Dr. Ghea Sugiharti
Pembimbing:
dr. Arinta Puspitawati Sp.S

BAGIAN/ KSM NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2021
Hubungan lokasi dan volume infark dengan vertigo pada stroke vertebrobasilar
Ahmed Mohamed Elhfnawy, Mervat Abd El-Raouf, Jens Volkmann,
Felix Fluri, Doaa Elsalamawy

Abstrak
Tujuan: Vertigo adalah gambaran umum dari stroke vertebrobasilar. Laporan anekdotal
telah menunjukkan bahwa vertigo lebih sering terjadi pada infark multipel dibandingkan
infark batang otak atau serebelum tunggal. Kami mengevaluasi hubungan antara lokasi
dan volume infark dan vertigo pada pasien dengan stroke vertebrobasilar.
Metode: Dilakukan rekrutmen pasien secara berturut-turut dengan stroke
vertebrobasilar secara prospektif. Lokasi dan volume infark dinilai dalam pencitraan
resonansi magnetik berbobot difusi.
Hasil: Lima puluh sembilan pasien diikutsertakan, 32 (54,2%) dengan vertigo dan 27
(45,8%) tanpa vertigo. Volume infark tidak berkorelasi dengan skor National Institute
of Health Stroke Scale (NIHSS) saat admisi (Spearman = .077, p = .56) namun
berkorelasi dengan Skala Rankin yang dimodifikasi (ρ = .37, p = .004) saat
dipulangkan. Pada kelompok vertigo, proporsi pria lebih rendah (53,1% vs 77,8%, p =
0,049), lebih sedikit pasien yang memiliki defisit neurologis fokal (65,6% vs 96,3%, p =
0,004), pasien cenderung datang terlambat (median [IQR] adalah 7,5 [4–46] vs. 4 [2-12]
jam, p = 0,052), secara numerik lebih sedikit pasien menerima trombolisis intravena
(15,6% vs 37%, p = 0,06), dan total volume infark lebih besar (5,6 vs 0,42 cm3, p =
0,008) dibandingkan kelompok nonvertigo. Dalam regresi logistik multivariat, lokasi
infark baik di serebelum atau di batang otak dorsal (rasio odds [OR] 16,97, 95% CI 3,1-
92,95, p = 0,001) dan total volume infark >0,48 cm3 (OR 4,4, 95 % CI 1,05-18,58, p =
0,043) berhubungan dengan vertigo. Dalam regresi logistik multivariat lain, setelah
disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, trombolisis intra vena, kadar serum sel darah
putih, dan fibrilasi atrium, vertigo secara independen memprediksi volume infark total
>0,48 cm3 (OR 5,75, 95% CI 1,43-23,08 , p = .01).
Kesimpulan: Lokasi infark di serebelum dan/atau batang otak dorsal merupakan
prediktor independen dari vertigo. Selanjutnya, volume infark yang lebih besar pada
struktur ini berhubungan dengan vertigo. Sebagian besar pasien dengan vertigo vaskular
datang tanpa defisit neurologis fokal yang menimbulkan tantangan diagnostik. Skor
National Institute of Health Stroke Scale tidak sensitif untuk stroke vertebrobasilar.
Kata kunci: batang otak, serebelum, volume infark, stroke, insufisiensi vertebrobasilar,
vertigo

1. Pendahuluan
Rasa pusing adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan
prediktor independen dari peningkatan kematian (Corrales & Bhattacharyya, 2016).
Pusing dan vertigo lebih sering terjadi pada wanita dan populasi lanjut usia (Neuhauser
et al., 2008; Rieger et al., 2014). Pasien yang terdampak biasanya tidak menerima
perhatian medis yang adekuat dan lebih mungkin untuk berkonsultasi dengan dokter
umum atau internis dibandingkan dokter spesialis saraf atau spesialis telinga, hidung,
dan tenggorokan (THT) (Neuhauser et al., 2008). Stroke adalah etiologi yang mendasari
pada masing-masing pada 17 -25% kasus dengan onset akut vertigo terisolasi, dan 4%
pasien (Norrving, Magnusson, & Holtas, 1995; Zuo et al., 2018) dengan pusing (Navi et
al., 2012). Sebagai catatan, 18,9% pasien dengan stroke vertebrobasilar menderita
vertigo dibandingkan dengan hanya 1,7% dari mereka yang mengalami stroke pada
sirkulasi anterior (Tao et al., 2012). Lesi yang mempengaruhi struktur berikut berkaitan
dengan perkembangan vertigo vaskular: nukleus vestibular di bagian dorsolateral
medula rostral, nukleus prepositus hypoglossi di batang otak dorsal, korteks insular
dorsal serta tonsil serebelar, flokulus, nodulus, dan inferior pedunkulus serebelum
(Kattah, Talkad, Wang, Hsieh, & Newman-Toker, 2009; Kerber, Brown, Lisabeth,
Smith, & Morgenstern, 2006; Kim, Kim, & Kim, 2017; Neuhauser et al., 2008; Rieger
et al. ., 2014; Saber Tehrani et al., 2014). Namun, satu penelitian menunjukkan bahwa
lebih dari seperlima pasien dengan infark meduler lateral terisolasi tidak memiliki
vertigo dan pasien dengan infark meduler lateral ditambah infark meduler ekstralateral
tambahan lebih sering dikaitkan dengan vertigo dibandingkan dengan infark meduler
lateral yang terisolasi. Kang dkk., 2018). Studi lain melaporkan vertigo pada semua
pasien dengan infark pons multipel unilateral dan kurang dari setengah dari pasien-
pasient tersebut mengalami infark pons tunggal (Kumral, Bayulkem, & Evyapan, 2002).
Selain itu, lesi kecil ≤ 10 mm dengan diameter aksial yang terdeteksi hanya pada 14%
pasien dengan vertigo vaskular akut (Saber Tehrani et al., 2014). Kami bertujuan untuk
menguji hubungan volume dan lokasi infark terhadap vertigo pada pasien yang
didiagnosis dengan stroke vertebrobasilar.

Metode
Desain studi
Pasien yang dirawat di Departemen Neurologi (Rumah Sakit Universitas Würzburg)
secara berturut-turut dengan diagnosis stroke vertebrobasilar secara prospektif direkrut
antara Februari dan Oktober 2018. Pasien diikutsertakan hanya jika mereka dapat
mengomunikasikan ada atau tidak adanya vertigo, dan pencitraan resonansi magnetik
(MRI) dapat dilakukan dalam waktu 4 hari setelah admisi dan menunjukkan infark otak.
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) saat admisi dan Skala Rankin
Modifikasi (mRS) dan indeks Barthel saat pasien dipulangkan digunakan sebagai skala
klinis. Pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok: kelompok 1 dengan vertigo
(vertigo +) dan kelompok 2 tanpa vertigo (vertigo). Vertigo didefinisikan menurut
definisi Bárány Society sebagai berikut: "perasaan gerak diri, ketika tidak ada gerak diri
yang terjadi" (Bisdorff, Von Brevern, Lempert, & Newman-Toker, 2009).

2.2. Pencitraan MRI


Pemindai pencitraan resonansi magnetik dengan kekuatan medan 3-Tesla digunakan
sesuai dengan protokol akuisisi stroke standar kami dengan ketebalan irisan 5 mm dan
celah antar irisan 0,5 mm. Lokasi dan volume infark dinilai dengan gambar berbobot
difusi (DWI) kuat (b = 1.000) dalam sistem pengarsipan dan komunikasi gambar
(picture
archiving and communication system - PACS) kami oleh seorang peneliti tunggal
(AME), yang tidak dibutakan terhadap data klinis. Infark secara manual digambarkan
dalam PACS kami untuk mendapatkan area infark di setiap irisan secara terpisah. Irisian
dikalikan dengan ketebalan irisan dan celah interslice. Akhirnya, jumlah semua irisan
dihitung untuk mendapatkan volume infark (Inaba et al., 2017; Jung, Kwon, Lee, &
Kang, 2010).

2.3. Analisis statistik


Data kualitatif dinyatakan dalam nilai absolut dan persentase, sedangkan data kuantitatif
dinyatakan dengan menggunakan median dan rentang. Untuk memeriksa normalitas,
kami menggunakan plot Q-Q, histogram, dan uji Shapiro-Wilk. Uji statistik univariat
dilakukan untuk data kategorik menggunakan uji chi-square, dan jika n < 5, uji eksak
Fisher digunakan. Untuk data kontinu, kami menggunakan uji Mann-Whitney U.
Koefisien spearman digunakan untuk menganalisis korelasi. Untuk menghitung nilai
cutoff volume infark untuk terjadinya vertigo, digunakan receiver operating curve
(ROC). Kami memilih titik yang paling dekat dengan sudut kiri atas untuk mendapatkan
nilai cutoff dengan sensitivitas tinggi. Area di bawah kurva (AUC) > 0,5 menunjukkan
prediksi yang lebih baik, dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan prediksi yang lebih
akurat. Analisis regresi logistik biner univariat dilakukan untuk mengukur kekuatan
asosiasi, diukur sebagai OR (95% CI), antara terjadinya vertigo dan variabel lain yang
mungkin terkait. Untuk menyesuaikan usia dan jenis kelamin, kami melakukan regresi
logistik multivariat dengan metode inklusi. Dalam model ini, kami memasukkan
variabel yang ditemukan dalam model univariat dengan p < .1. Kami menguji
kesesuaian model ini menggunakan uji “goodness of fit” Hosmer–Lemeshow. Data
dianalisis dalam paket perangkat lunak SPSS versi 25 (SPSS). Nilai p <.05 dianggap
signifikan secara statistik.

Hasil Penelitian
3.1. Karakteristik dasar
Lima puluh sembilan pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Karakteristik dasar
diilustrasikan pada Tabel 1. Proporsi pria lebih sedikit yang signifikan secara statistik di
antara pasien vertigo (+) dibandingkan dengan pasien vertigo (-) (masing-masing 53,1%
vs 77,8%, p = 0,049). Selain jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik pada karakteristik dasar antara kedua kelompok. Median (IQR) volume infark
di pada wanita adalah 3,99 (0,92-26,86) cm3 versus 2,32 (0,21-12,35) cm3 pada pria (p =
0,11, Gambar 1a).

Tabel 1. Karakteristik Dasar


Karakteristik Vertigo (−) Vertigo (+) Nilai p
n = 27 n = 32
Usia dalam tahun, median (IQR) 66 (55–77) 70 (54–79) .88
Perempuan, n (%) 6 (22.2) 15 (46.9) .049*
Merokok aktif, n (%) 6 (22.2) 6 (18.8) .74
Hipertensi, n (%) 22 (81.5) 26 (81.3) .98
Diabetes, n (%) 2 (7.4) 5 (15.6) .44
Fibrilasi atrium, n (%) 6 (22.2) 9 (28.1) .6
Riwayat stroke sebelumnya, n (%) 7 (25.9) 4 (12.5) .32
HbA1c%, median (IQR) 5.6 (5.3–6.2) 5.6 (5.3–5.8) .82
LDL-Kolesterol (mg/dl), median (IQR) 108 (83–121) 113.5 (84.8–147) .36
Sakit kepala, n (%) 6 (24) 14 (45.2) .1
Tidak adanya defisit neurologis fokal, n (%) 1 (3.7)c 11 (34.4) .004*
NIHSS saat masuk, median (IQR) 2 (1–5) 2 (0–4) .16
Luaran yang baik saat dipulangkan, n (%) 22 (81.5) 25 (78.1) .75
Onset gejala hingga datang dalam hitungan 4 (2–12) 7.5 (4–46) .052
jam, median (IQR)b
Infark bilateral, n (%) 5 (18.5) 7 (21.9) .75
Lokasi infark, n (%)
Serebelum atau batang otak 14 (51.9) 30 (93.8) <.001*
Serebelum atau batang otak dorsal 11 (40.7) 29 (90.6) <.001*
Serebelum 9 (33.3) 26 (81.3) <.001*
Tonsil serebelum 2 (7.4) 15 (46.9) .001*
Nodulus serebelum 1 (3.7) 7 (21.9) .06
Batang otak dorsal 3 (11.1) 7 (21.9) .32
Volume infark total dalam cm3, median 0.42 (0.14–8.4) 5.6 (0.98–25.5) .008*
(IQR)
Volume infark total >0,48 cm3, n (%) 12 (44.4) 27 (84.4) .002*
Volume infark yang terletak di serebelum 2/9 (22.2) 25/26 (96.2) <.001*
>0,36 cm3, n/N (%)
Volume infark yang terletak di serebelum 0.24 (0.11–0.38) 5.6 (0.77–24.01) <.001*
dan/atau batang otak, median (IQR) (n = 14) (n = 30)
Volume infark terletak di serebelum, 0.26 (0.12–4.92) 9.09 (2.4–25.26) .001*
median (IQR) (n = 9) (n = 26)
Volume infark yang terletak di batang otak, 0.11 (0.05–0.27) 0.10 (0.05–0.5) .92
median (IQR) (n = 7) (n = 9)
Trombolisis intravena, n (%) 10 (37) 5 (15.6) .06

Gambar 1 (a) Total volume infark antara pria dan wanita (p = 0,11). (b) Volume infark
total antara pasien vertigo (+) versus pasien vertigo (-) (p = 0,008)
Gambar 2. Pencitraan resonansi magnetik diffusion weighted menunjukkan contoh
pasien dengan stroke vertebrobasilar yang mengalami vertigo. (a) dan (b) afeksi nodulus
(panah tipis panjang), (c) afeksi pons dorsal, mungkin di nukleus prepositus hypoglossi
(panah tebal pendek), (d) sampai (f) afeksi tonsil serebelum (panah tipis panjang ganda).
Perhatikan ukuran infark yang besar dibandingkan dengan Gambar 3

3.2. Hubungan antara lokasi dan volume infark dengan ada tidaknya vertigo
Lokasi infark baik di serebelum atau di batang otak dorsal secara signifikan
lebih umum di antara pasien vertigo (+) dibandingkan dengan pasien vertigo (-)
(masing-masing 90,6% vs 40,7%, p <0,001). Volume infark total jauh lebih besar di
antara pasien vertigo (+) dengan median 5,6 cm3 dibandingkan 0,42 cm3 di antara pasien
vertigo (−) (p = 0,008, Gambar 1b). Perbedaan ini bahkan lebih jelas untuk infark yang
terletak di serebellum dengan masing-masing median 9,09 versus 0,26 cm3 untuk pasien
vertigo (+) dibandingkan dengan pasien vertigo (-). Gambar 2 dan 3 menunjukkan
contoh yang berbeda untuk pasien dengan vertigo (+) dan pasien vertigo (-) dengan
stroke vertebrobasilar. Dengan menggunakan kurva ROC, volume cutoff >0,48 cm 3
untuk semua infark ditemukan berhubungan dengan vertigo dengan sensitivitas 84%
dan spesifisitas 56%; AUC (95% CI) = 0,7 (0,57-0,84), p = 0,008 (Gambar 4a).
Selanjutnya, volume cutoff >0,36 cm3 untuk infark yang terletak di serebelum
ditemukan berhubungan dengan vertigo dengan sensitivitas 96% dan spesifisitas 78%;
AUC (95% CI) = 0,86 (0,69-1,0), p = 0,002 (Gambar 4b). Dalam analisis regresi
logistik biner multivariat berdasarkan usia dan jenis kelamin, lokasi infark baik di
serebelum atau di batang otak dorsal dan volume infark >0,48 cm 3 ditemukan memiliki
OR (95% CI) dari 16,97 (3,1-92,95), p = 0,001 dan 4,4 (1,05-18,58), p = 0,043, masing-
masing dengan vertigo seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Uji "goodness-of-fit"
Hosmer-Lemeshow menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara luaran yang
diamati dan yang diharapkan dengan p = 0,88. Dalam regresi logistik multivariat lain,
setelah disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, trombolisis intravena, kadar sel darah
putih serum, dan fibrilasi atrium, vertigo secara independen memprediksi volume infark
total >0,48 cm3 (OR 5,75, 95% CI 1,43-23,08, p = .01) seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3 (uji “goodness-of-fit” Hosmer-Lemeshow menunjukkan nilai-p .2).

Gambar 3. Pencitraan resonansi magnetik diffusion weighted yang menunjukkan contoh


pasien dengan stroke vertebrobasilar tanpa vertigo. (a) Infark kecil di vermis (panah
tipis panjang), (b) dan (c) infark kecil di hemisfer serebelum (panah tipis panjang), (d)
infark besar yang mempengaruhi hemisfer serebelum dan tonsil (panah tebal pendek),
(e) infark multipel yang mengenai pons ventral (panah kuning tipis panjang) dan
hemisfer serebelum (panah merah tipis panjang), (f) infark menit yang mengenai pons
dorsal (panah kuning tipis panjang). Perhatikan ukuran infark yang kecil dibandingkan
dengan Gambar 2.

a. Kurva ROC menunjukkan hubungan b. Kurva ROC menunjukkan hubungan


antara volume infark total dan antara volume infark di serebelum
vertigo dan vertigo

Gambar 4. (a). Receiver operating curve (ROC) menunjukkan hubungan antara total
volume infark dan vertigo: Volume cutoff >0,48 cm3 untuk total infark dikaitkan
dengan vertigo dengan sensitivitas 84% dan spesifisitas 56% (ditunjukkan dengan
lingkaran); AUC (95% CI) = 0,7 (0,57-0,84), p = 0,008, (b) Receiver operating curve
(ROC) menunjukkan hubungan antara volume infark yang terletak di serebelum dan
vertigo: Volume cutoff >0,36 cm3 untuk infark yang terletak di serebelum dikaitkan
dengan vertigo dengan sensitivitas 96% dan spesifisitas 78% (ditunjukkan dengan
lingkaran); AUC (95% CI) = 0,86 (0,69–1,0), p = 0,002

Tabel 2. Prediktor vertigo dalam model regresi logistik biner


Analisis regresi
Analisis regresi univariat
multivariat
Karakteristik OR 95% CI p OR 95% CI p
Usia di tahun ini 0.99 96–1.03 .72 0.96 0.9–1.02 .17
Perempyan 3.09 0.99–9.68 .053 3.8 0.79–18.47 .1
Merokok aktif 0.81 0.23–2.87 .74
Hipertensi 0.99 0.26–3.67 .98
Diabetes 2.32 0.41–13.03 .34
Fibrilasi atrium 1.37 0.42–4.5 .61
Stroke sebelumnya 0.41 0.11–1.58 .2
HbA1c (%) 1 0.55–1.8 1
Kolesterol LDL (mg/dl) 1.01 0.99–1.02 .51
Sel darah putih*1.000/µl 1.08 0.9–1.29 .41
CRP (mg/dl) 0.71 0.44 – 1.16 .17
LED dalam 1 jam per 0,99 0.96 – 1.02 .62
Volume infark total 6,75 1,99 – 22,85 .002 4.4 1.05–18.58 0,43
>0,48cm3
Infark yang 14,06 3,42 – 57,88 <.001 16.9 3.1-92,95 0.01
mempengaruhi serebelum 7
atau batang otak dorsal
Uji H-L 0.88

3.3. Vertigo dan defisit neurologis fokal


Pada kelompok vertigo, lebih sedikit pasien yang mengalami defisit neurologis
fokal (65,6% vs 96,3%, p = 0,004). Oleh karena itu, terdapat kecenderungan pasien
vertigo (+) memiliki presentasi terlambat dibandingkan dengan pasien vertigo (-);
median (IQR) masing-masing adalah 7,5 (4-46) jam dibandingkan dengan 4 (2-12) jam
(p = 0,052). Selain itu, hanya 5/32 (15,6%) pasien dalam kelompok vertigo (+) yang
menerima trombolisis intravena dibandingkan dengan 10/27 (37%) dari kelompok
vertigo (−) (p = 0,06).
Tabel 3. Faktor-faktor yang terkait dengan volume infark total >0,48 cm3 dalam
model regresi logistik biner

3.4. Hubungan antara skala klinis dan volume infark


Volume infark total tidak berkorelasi dengan skor NIHSS saat admisi (ρ = .077,
p = .56) tetapi berkorelasi dengan mRS (ρ = .37, p = .004) serta indeks Barthel saat
pasien dipulangkan (ρ = .33 , p = 0,011).

Pembahasan
4.1. Hubungan lokasi dan volume infark dengan vertigo
Pada kelompok vertigo (+), proporsi laki-laki lebih rendah, lebih sedikit pasien
yang mengalami defisit neurologis fokal, dan total volume infark lebih besar
dibandingkan kelompok nonvertigo. Serupa dengan penelitian sebelumnya (Kattah et
al., 2009; Kerber et al., 2006; Kim et al., 2017; Neuhauser et al., 2008; Rieger et al.,
2014; Saber Tehrani et al., 2014), kami menemukan bahwa lokasi infark di serebelum
atau batang otak dorsal secara signifikan terkait dengan perkembangan vertigo. Selain
itu, volume infark, terutama untuk infark serebelum, terkait dengan terjadinya vertigo
pada pasien kami. Sepengetahuan kami, belum ada laporan serupa dalam literatur. Kami
berspekulasi bahwa infark yang lebih besar, terutama di serebellum, memediasi
perkembangan vertigo vaskular melalui pengaruh beberapa struktur otak dan
interkoneksi. Di sisi lain, perkembangan tanda neurologis fokal dihasilkan dari infark
serebelum yang berlokasi strategis. Hal ini mungkin sebanding dengan pasien dengan
infark kapsular kecil yang mengalami hemiparesis sedang atau berat, meskipun volume
infark kecil. Serupa dengan hasil kami, penulis sebelumnya mengidentifikasi lesi kecil
dengan diameter aksial ≤ 10 mm hanya pada 14% pasien dengan vertigo vaskular
(Saber Tehrani et al., 2014). Para penulis tersebut menemukan tanda-tanda neurologis
fokal di antara 27% pasien mereka dengan lesi kecil, di mana pedunkulus serebelar
inferior dan medula lateral paling sering terlibat. Studi lain melaporkan vertigo pada
92% pasien dengan infark meduler lateral ditambah lesi meduler ekstralateral tambahan
dibandingkan dengan 78,9% pasien dengan infark medula lateral murni (p = 0,008),
yang sejalan dengan temuan kami (Kang et al., 2018). Selain itu, dalam satu seri kasus,
vertigo ditemukan pada semua pasien dengan beberapa lesi pons unilateral dan kurang
dari setengah dari mereka dengan lesi pontin tunggal (Kumral et al., 2002).

4.2. Vertigo dapat menutupi stroke vertebrobasilar yang mendasarinya


Pada kelompok vertigo (+) kami, lebih sedikit pasien yang memiliki defisit
neurologis fokal, dan oleh karena itu, pasien cenderung datang lebih lambat
dibandingkan kelompok vertigo (-). Oleh karena itu, secara numerik lebih sedikit pasien
dalam kelompok vertigo (+) menerima trombolisis intravena dibandingkan dengan
kelompok vertigo (-) (15,6% vs 37%, p = 0,06). Sesuai dengan temuan kami, penulis
lain menunjukkan bahwa 37% pasien dengan stroke vertebrobasilar versus 16% pasien
dengan stroke di sirkulasi anterior salah didiagnosis (p <0,001) dan adanya tanda-tanda
neurologis fokal membantu membuka jalan untuk diagnosis yang akurat. diagnosis
(Arch et al., 2016). Dalam kohort sebelumnya, hanya 42% pasien dengan stroke
vertebrobasilar yang mengalami vertigo memiliki tanda neurologis yang jelas (Kattah et
al., 2009). Vertigo sering ditemukan berhubungan dengan kesalahan diagnosis stroke
iskemik (Arch et al., 2016; Newman-Toker, 2016; Savitz, Caplan, & Edlow, 2007).
4.3. Skala klinis dan volume infark
Skor NIHSS lebih rendah pada pasien dengan stroke vertebrobasilar dibandingkan
dengan stroke pada sirkulasi anterior (Inoa, Aron, Staff, Fortunato, & Sansing, 2014;
Sarraj et al., 2015; Sato et al., 2008). Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa beberapa
manifestasi klinis yang berhubungan dengan sirkulasi posterior seperti vertigo,
nistagmus, mual, atau muntah tidak dipertimbangkan dalam NIHSS (Zuo et al., 2018),
namun dapat menyebabkan skor yang lebih buruk pada mRS atau Barthel indeks.
Sebagai contoh, seorang pasien dengan stroke vertebrobasilar dengan gejala vertigo
berat mungkin memiliki skor NIHSS 0 tetapi skor mRS 3, jika ia memerlukan bantuan
dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Dalam kohort kami, volume infark tidak
berkorelasi dengan skor NIHSS saat admisi tetapi berkorelasi dengan mRS dan indeks
Barthel saat pasien dipulangkan.

4.4. Jenis kelamin pasien, vertigo, dan infark otak


Angka kejadian stroke, baik pada sirkulasi anterior maupun posterior, pada pria sekitar
32% lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Giroud et al., 2017). Lebih lanjut, rasio
odds untuk perkembangan stroke vertebrobasilar dibandingkan stroke pada sirkulasi
anterior bahkan ditemukan lebih tinggi pada pria (Subramanian et al., 2009).
Sebaliknya, laki-laki menyumbang sekitar sepertiga dari populasi vertigo (Neuhauser et
al., 2008; Rieger et al., 2014). Dalam kohort kami, kami menemukan lebih sedikit
proporsi pria di antara pasien stroke vertigo (+) dibandingkan dengan pasien stroke
vertigo (-). Dapat dispekulasikan bahwa wanita lebih rentan untuk mengalami vertigo
vaskular, dan karenanya, proporsi pria di antara pasien stroke vertigo (+) kami
mengalami dilusi. Sejalan dengan temuan kami, studi sebelumnya menemukan proporsi
laki-laki 55% -57% di antara pasien dengan vertigo vaskular akut (Kerber et al., 2006;
Zuo et al., 2018). Dalam studi saat ini, volume infark secara signifikan lebih besar pada
wanita. Dalam istilah lain, jenis kelamin perempuan merupakan predisposisi untuk
vertigo vaskular dan mungkin berhubungan dengan perkembangan infark yang lebih
besar. Demikian pula dengan penelitian lain juga menunjukkan hubungan negatif yang
tidak signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan volume infark di sirkulasi anterior (p
= 0,15) (Sun et al., 2016).
4.5. Seperlima pasien kami memenuhi definisi TIA lama dari WHO dan pada saat
yang sama definisi stroke AHA/ASA modern
Secara historis, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan serangan
iskemik transien (TIA) sebagai defisit neurologis fokal sementara yang berlangsung <24
jam (Albers et al., 2002). Pada tahun 2009, American Heart Association/American
Stroke Association (AHA/ASA) merevisi definisi ini, menyatakan bahwa TIA adalah
“episode transien disfungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemia otak fokal, medula
spinalis, atau retina, tanpa infark akut” (Easton et al., 2009). Implementasi definisi
AHA/ASA ini “memindahkan” sebagian besar pasien dari TIA ke kategori stroke
(Kvistad et al., 2013). Dalam studi saat ini, 12/59 (20,3%) pasien tidak memiliki defisit
neurologis fokal, namun mereka memiliki infark otak pada MRI. Dengan kata lain,
pasien tersebut memenuhi definisi TIA lama dari WHO dan definisi stroke AHA/ASA
modern.

4.6. Pentingnya klinis


Studi kami memiliki beberapa implikasi klinis. Tidak adanya defisit neurologis
fokal pada pasien dengan vertigo tidak boleh dijadikan sebagai kriteria diferensiasi
antara vertigo sentral dan perifer. Karena tidak adanya defisit neurologis fokal dan
presentasi yang terlambat, hanya 15,6% pasien stroke pada kelompok vertigo yang
menerima trombolisis intravena dibandingkan dengan 37% pasien pada kelompok
nonvertigo. Dalam studi saat ini, kami telah menunjukkan bahwa volume infark lebih
besar pada pasien dengan vertigo dibandingkan dengan mereka yang tanpa vertigo.
Salah satu skenario yang biasa ditemui dalam praktik klinis adalah pasien dengan atrial
fibrilasi pada antikoagulasi, yang datang dengan onset akut vertigo. Dokter harus hati-
hati dalam menyingkirkan vertigo vaskular dengan kemungkinan infark besar yang
mendasari, sebelum melanjutkan antikoagulasi pada fase akut. Jika tidak, transformasi
hemoragik dapat terjadi.
Hampir sepertiga dari stroke nondisabilitas, terutama pada infark serebelum,
infark pada sirkulasi posterior atau dengan infark yang menyebabkan defisit perfusi
ringan yang tidak menyebabkan lesi difusi-weighted imaging (DWI) terlewatkan pada
otak MRI awal, yang disebut MRI stroke negatif (Makin, Doubal, Dennis, & Wardlaw,
2015; Saber Tehrani et al., 2014; Sylaja, Coutts, Krol, Hill, & Demchuk, 2008). Kami
berspekulasi bahwa tidak adanya vertigo pada pasien dengan dugaan stroke
vertebrobasilar mungkin merupakan tanda peringatan adanya stroke negatif MRI.
Apakah pasien dengan stroke yang disertai vertigo vertebrobasilar atau yang
tidak memiliki vertigo lebih mungkin memperoleh manfaat dari trombolisis intravena
tetap menjadi masalah penelitian di masa depan. Adanya infark besar atau kecil
mungkin memainkan peran dalam hal ini. Selain itu, pada pasien dengan stroke
vertebrobasilar saat bangun (sadar), volume infark dapat mempengaruhi keputusan
klinisi untuk memberikan atau menunda trombolisis intravena.

4.7. Keterbatasan studi


Ada keterbatasan dalam penelitian ini. Sifat non-acak dari kohort senter tunggal
ini harus diingat sebelum kesimpulan dapat ditarik dari hasil kami. Kami
merekomendasikan pelaksanaan studi multisenter acak besar dalam hal ini.
Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah bahwa volume dan lokasi infark dinilai oleh
peneliti non-blinded tunggal (AME). Namun, metode penilaian yang digunakan dalam
penelitian ini kurang lebih objektif.

5. Kesimpulan
Infark serebelum atau batang otak dorsal merupakan prediktor kuat dari vertigo
pada stroke vertebrobasilar. Volume infark yang lebih besar pada struktur ini mungkin
juga berhubungan dengan vertigo vaskular. Vertigo tanpa defisit neurologis fokal tidak
jarang ditemukan pada pasien dengan stroke vertebrobasilar dan merupakan tantangan
diagnostik. National Institute of Health Stroke Scale memiliki nilai yang terbatas dalam
menilai stroke vertebrobasilar dibandingkan dengan stroke sirkulasi anterior.

Anda mungkin juga menyukai