Anda di halaman 1dari 47

PRESENTASI KASUS BANGSAL

Cauda Equina Syndrome ec Arachnoiditis Spinal Adhesif

Oleh :

Yudistira

Moderator :

dr.Yovita Andhitara, Sp.S (K), Msi.Med, FINS, FINA

PPDS I NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO / RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 3
I. Latar Belakang. ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I. ARACHNOIDITIS SPINAL.............................................................. 4
a. Definisi. ......................................................................................... 4
b. Epidemiologi… ............................................................................. 4
c. Anatomi ......................................................................................... 5
d. Etiologi .......................................................................................... 6
e. Patofisiologi ................................................................................... 7
f. Manifestasi klinis ......................................................................... 10
g. Klasifikasi .................................................................................... 14
h. Diagnosis Banding ....................................................................... 15
i. Penatalaksanaan ........................................................................... 15
j. Komplikasi .................................................................................. 18
k. Prognosis ..................................................................................... 18
II. CAUDA EQUINA SYNDROME ................................................................. 19
a. Definisi ........................................................................................ 19
b. Etiologi ........................................................................................ 19
c. Gejala Klinis ................................................................................ 20
BAB III. LAPORAN KASUS. ..................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 44
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Arachnoditis adalah proses inflamasi non spesifik, yang pertama kali
ditemukan oleh Victor Horsely tahun 1909. Arachnoiditis terdiri dari penebalan,
pembentukan jaringan parut, dan radang selaput arachnoid. Abnormalitas ini
mungkin dapat sembuh sendiri atau menyebabkan kompresi radiks saraf dan
sumsum tulang belakang. Selain nyeri, pasien dengan arachnoiditis dapat
mengalami anestesia, paresis, arefleksia, gejala saluran cerna dan saluran kemih.
Penyebab pasti arachnoiditis tidak diketahui, tetapi mungkin terkait dengan herniasi
diskus intervertebralis, infeksi, tumor, mielografi, operasi tulang belakang, atau
pemberian obat intratekal.8
Secara patofisiologi arachnoiditis adanya invasi eksudat fibrinosa dan
oligoseluler yang disebabkan oleh proses inflamasi pada lapisan pia arachnoid.
Bebrapa faktor risiko dari arahcnoditis seperti tuberkulosis (TB), sifilis, trauma
tulang belakang, neoplasma, pembedahan, lumbal pungsi, atau injeksi intratekal
pada tulang belakang. Ada laporan lain bahwa dapat juga disebabkan perdarahan
subarachnoid (PSA), degenerasi sumsum tulang belakang, kelainan fibrinolitik
genetik, dan jaringan parut.
Spinal adhesive arachnoiditis (SAA) disebabkan oleh peradangan
progresif dan peningkatan deposisi kolagen di arachnoid mater yang menyebakan
sempitnya rongga pada sumsum tulang belakang sehingga menghambat aliran
cairan serebrospinal (CSF). Arachnoiditis memiliki prevalensi yang cukup jarang
dan lebih sering mengenai wanita daripada pria. Peningkatan insiden pada populasi
wanita ini mungkin timbul dikarenakan pemberian anestesi spinal pada proses
persalinan sectio caesarea. Selain itu tingginya kejadian missdiagnosis sehingga
membuat data prevalensi kasus ini semakin sulit diperkirakan. Penatalaksanaan
SAA adalah dengan injeksi kortikosteroid yang berguna untuk mengurangi gejala
klinis seperti myelopati.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ARACHNOIDITIS
1. Definisi
Arachnoiditis adalah peradangan selaput arachnoid yang merupakan salah
satu bagian dari meningen yang mengelilingi dan melindungi sistem saraf
pusat, termasuk otak dan medula spinalis.2 Reaksi inflamasi pada arachnoid
dapat terjadi karena infeksi dari bakteri atau virus, sebagai akibat dari cedera
langsung pada tulang belakang, kompresi kronis saraf tulang belakang,
komplikasi dari operasi tulang belakang atau prosedur invasif tulang belakang
lainnya dan injeksi intratekal dengan menggunakan steroid yang ditujukan
untuk ruang epidural. Reaksi inflamasi dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut dan adhesi yang dapat membuat saraf tulang belakang
"menempel", suatu kondisi di mana jaringan tersebut berkembang di dalam
dan diantara leptomeninges. Kondisi ini sangat menimbulkan nyeri terutama
ketika berkembang menjadi arachnoiditis adesif. Bentuk lain dari kondisi ini
adalah arachnoiditis ossificans, di mana arachnoid menjadi keras, atau
berubah menjadi tulang, dan dianggap sebagai komplikasi tahap akhir dari
bentuk adhesif dari arachnoiditis.
2. Epidemiologi 2,3
Arachoniditis spinal adesif merupakan kasus yang cukup langka. umumnya
lebih banyak menyerang wanita daripada pria. Peningkatan insiden pada
populasi wanita ini mungkin timbul dari efek anestesi epidural selama
persalinan. Karena jarangnya kasus ini, insiden dan tingkat prevalensi yang
tepat sulit untuk diketahui. Selain itu, kondisi ini sering salah diagnosis atau
tidak terdiagnosis sehingga semakin sulit untuk memperkirakan prevalensi.
FDA mengindentifikasi 41 kasus dimana kasus-kasus yang ada tampaknya
merupakan laporan pertama arachnoiditis setelah injeksi steroid epidural
transforaminal dan interlaminar. Satu pengecualian adalah laporan kasus
pasien yang menjalani injeksi steroid epidural kaudal untuk radikulopati
lumbal dan berkembang menjadi arachnoiditis, dengan kelainan neurologis
progresif beberapa hari setelah injeksi.

4
3. Anatomi
Lapisan arachnoid adalah daerah avaskular yang terletak di antara dua
membran yaitu piamater dan duramater. Arachnoid melekat pada pia yang
mendasarinya dengan banyak trabekula, yang menciptakan ruang antara
arachnoid dan pia. Di dalam arachnoid terdapat ruang potensial disebut sebagai
ruang subaraknoid. Arachnoid terdiri dari lapisan sel skuamosa yang
disatukan oleh jaringan jaringan ikat. Arachnoid mengandung pori-pori antar
sel yang memungkinkan untuk lewatnya molekul-molekul.
Lapisan piamater merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringn otak dan mengikuti girus dari otak. Ruangan
diantara arachnoid dan piamater disebut subarachnoid. Pada reaksi inflamasi
ruangan ini berisi sel radang.16,29

Gambar 1. Anatomi Arakhnoidmater Medulla Spinalis

Gambar 2. Skema perlengketan pada arachnoditis

5
4. Etiologi
Manifestasi klinis arachnoiditis dapat bervariasi sesuai tingkat keparahan dari
penebalan ringan sampai adhesi ruang subarachnoid. Akibatnya, kista
arachnoid dapat terbentuk. Arachnoiditis spinal dapat terjadi karena trauma,
pembedahan tulang belakang, anestesi spinal, tumor dan berbagai infeksi.
Namun demikian, pembentukan kista arachnoid karena arachnoidtis spinal
simptomatik yang disebabkan oleh perdarahan subarakhnoid (SAH) adalah
kejadian yang jarang terjadi. Kista arachnoid tulang belakang adalah penyebab
langka kompresi radiks saraf.7 Penyebab arachnoiditis adhesif telah
dilaporkan dalam beberapa literatur, termasuk operasi vertebrae lumbal
(terutama jika diulang beberapa kali), riwayat mielografi kontras dalam
beberapa dekade terakhir, perdarahan atau infeksi di dalam canalis spinalis,
dan anestesi spinal. Setelah tindakan diatas, pia-arachnoid mengalami reaksi
peradangan menyebabkan jaringan parut intratekal dan mengakibatkan
penggumpalan elemen saraf. 5
Terdapat beberapa faktor etiologi yang berhubungan dengan terjadinya
arachnoiditis seperti :
1. Injeksi ke dalam ruang subarachnoid
a. Media kontras (terutama Patopaque)
b. Kemoterapi intratekal (amphoterisin B, metotreksat)
c. Anestesi lokal dengan vasokonstriksi
d. Kortikosteroid dengan polietilen glikol atau benzil alkohol
2. Pembedahan spinal atau trauma
a. Pembedahan intradural seperti laminektomi, diskektomi, dan fusi
3. Pembedahan intradural
a. Fraktur vertebrae
b. Perdarahan intratekal
c. Perdarahan subarachnoid
d. Bloody spinal tap
4. Infeksi
a. Diskitis, osteomyelitis corpus vertebrae
b. Tuberculosis vertebrae

6
5. Lain-lain
a. Stenosis spinal
b. Idiopatik 3
Pada paruh pertama abad ke-20, arachnoiditis paling sering dikaitkan dengan
penyebab infeksi. Lebih lanjut, arachnoiditis terutama mengenai daerah
servikal dan torakal. Sejak tahun 1950-an, ada kecenderungan peningkatan
insidensi lebih tinggi pada penyebab arachnoiditis bukan karena infeksi, yang
banyak mengenai daerah lumbal. Penyebab pasti arachnoiditis spinal tidak
1
diketahui. Arachnoiditis infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan
parasit. Bakteri penyebab tersering dalah Neisseria meningitidis,
Haemophillus influenzae, Viridans streptococci, Enterococcus faecalis,
Klebsiella, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
M.tuberculosis. Sedangkan virus yang paling sering menjadi etiologi
penyakit ini adalah Human Immunodeficiency Virus dan West Nile. Parasit
yang menjadi penyebab tersering adalah sistiserkosis, trikinosis, dan malaria.6
Arachnoiditis spinal merupakan komplikasi yang jarang terjadi dari
perdarahan subarakhnoid (SAH) yang berhubungan dengan aneurysm.
Etiologi arachnoiditis Spinal setelah SAH masih diperdebatkan. Beberapa
berspekulasi bahwa lingkungan mikro inflamasi yang meningkat dari ruang
subarachnoid setelah SAH memicu proses fibroproliferatif yang mengarah ke
arachnoiditis spinal. 30
5. Patofisiologi
Tahap-tahap terjadinya arachnoiditis spinal adesif dijelaskan oleh Burton
pada tahun 1978:
Tahap pertama:
Radikulitis : akar saraf tulang belakang meradang dan pembuluh darah yang
berdekatan tejadi distensi (hiperemia). Ruang subarachnoid dimasuki oleh
akar saraf yang membesar dan praktis menghilang. Deposisi fibril kolagen
(jaringan parut) dimulai.
Tahap kedua:
Arachnoiditis : jaringan parut meningkat, dan saraf menjadi melekat satu
sama lain dengan dura.

7
Tahap ketiga:
Arachnoiditis adesif : melibatkan enkapsulasi lengkap dari akar saraf.
Kompresi berikutnya menyebabkan mereka mengalami atrofi. Jaringan parut
mencegah kontak dengan cairan tulang belakang di daerah itu. Arachnoiditis
adhesif yang berat dapat bersifat obliteratif, menyebabkan aliran CSF
sepenuhnya terhambat di dalam area yang terkena. Mungkin ada kista yang
mengandung CSF atau pewarna mielogram. Mungkin juga ada kalsifikasi
atau osifikasi.

Gambar 3. Patofisiologi Arachnoiditis

Patofisiologi arachnoiditis melibatkan proses peradangan radiks (radiculitis)


ke perlengketan radiks (fibrosis). Pada kasus yang parah, fibrosis arakhnoid
dapat menyebabkan iskemia radiks, dan defisit neurologis progresif dapat
terjadi. Biasanya, arachnoiditis bersifat progresif dalam beberapa bulan
setelah cedera, meskipun mungkin terus berkembang selama bertahun-tahun,
mengakibatkan nyeri yang makin memburuk dan parestesia atau cedera
neurologis progresif. 29,31

8
Gambar 4. Model hipotesis patofisiologi arachnoiditis adhesiva yang melibatkan sistem saraf
pusat, imun, dan muskuloskeletal31

Biasanya kejadian cedera, seperti akibat anestesi neuroaksial, menghasilkan


reaksi jaringan lokal dan regional akut dari jenis inflamasi, yang tergantung
pada dosis obat yang disuntikkan, konsentrasinya mengacu pada pengencer
(larutan garam, anestesi lokal atau LCS), frekuensi, dan ke kompartemen apa
obat disuntikkan (peridural, subdural, atau intradural). Ini juga dapat
dipengaruhi oleh respon imun individu dan kecenderungan jaringan saraf
untuk berevolusi menjadi fase proliferasi akhir yang ditandai dengan fibrosis,
adhesi dan jaringan parut.

Gambar 5. Deskripsi progresi arachnoiditis. A. Lapisan arachnoid dan saraf spinal mengalami
inflamasi dan iritasi. B. Terjadi pembentukan jaringan parut dan adhesi ke arachnoid dan mulai
mengekapsulasi saraf spinal. C. Kalsifikasi dan pengerasan jaringan parut 20

9
6. Manifestasi klinis
Gejala klinis beraneka ragam dan sering kali sulit dibedakan dengan penyakit
lain, seperti radikulopati, stenosis spinal, sindrom cauda equina, dan
neuropati. Karena arachnoidtis biasanya iatrogenik akusita selama proses
evaluasi dan terapi, cenderung disertai gejala penyerta seperti nyeri punggung
mekanis atau nyeri miofasial sehingga gejalanya kompleks. Onset gejala
biasanya tiba-tiba dan bisa bermanifestasi bertahun-tahun setelah cedera.
Pasien yang menderita arachnoiditis seringkali mengeluh nyeri terbakar, mati
rasa, kebas, dan parestesia sesuai distribusi radik saraf atau saraf spinal yang
terkena, tetapi ada juga yang asimptomatis. Nyeri biasanya konstan dan
diperparah dengan gerakan. Intensitas nyeri bisa ringan (rasa sepeti tertusuk)
hingga berat (nyeri yang progresif yang menyebabkan deteriorasi neurologis).
Kelemahan dan kurangnya koordinasi pada ekstremitas yang terkena bisa
terjadi; spasme otot, nyeri punggung, dan nyeri yang berpusat di area gluteal
sering terjadi. Menurunnya sensibilitas, kelemahan, dan perubahan refleks
ditunjukkan pada pemeriksaan fisik. Kadang-kadang, pasien dengan
arachnoiditis mengalami kompresi sumsum tulang belakang lumbal, radiks
saraf, dan cauda equina, yang berakibat terjadinya myelopati lumbal atau
sindrom cauda equina. Pasien mengalami berbagai tingkat kelemahan
ekstremitas bawah dan gangguan buang air besar dan buang air kecil.27,8,29
Tabel 1. Gambaran klinis arachnoiditis

Radiks Nyeri Sensoris Kelemahan motorik Perubahan


saraf refleks
L4 Punggung, paha, area Kebas di area Dorsifleksor Knee jerk
tibia, tungkai tibia pergelangan kaki
L5 Punggung, belakang Kebas di telapak Ekstensor hllucis -
paha dan tungkai kaki atas longus
S1 Punggung, belakang Kebas di kaki Gastrocnemius dan Ankle jerk
betis, dan tungkai lateral soleus
bawah lateral

10
Gambar 6 Arachnoiditis dapat menyebabkan myelopati lumbar dan sindrom cauda equina
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan neurologis biasanya menunjukkan distribusi defisit neuron motorik
yang lebih rendah. Temuan pada pemeriksaan fisik dapat meliputi hilangnya
refleks, kelemahan otot, atrofi otot, anestesi, ketidakstabilan gaya berjalan, dan
penurunan tonus rektum. Lebih jarang, arachnoiditis dapat melibatkan medulla
spinalis. dalam hal ini hiperrefleksia dan munculnya refleks Babinski dapat
ditemukan pada pemeriksaan.
Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada saat diagnosis awal. Jika
gejalanya memburuk, pemeriksaan ini kemudian dapat digunakan sebagai
patokan untuk memastikan apakah terjadi defisit neurologis. Dalam keadaan
defisit neurologis progresif, berguna untuk menyingkirkan proses patologis
lainnya (seperti herniasi discus vertebralis baru) sebelum penurunan neurologis
menyatakan bahwa proses ini hanya disebabkan oleh fibrosis arachnoid
progresif.29
Pemeriksaan Penunjang
Magneitic Resonance Imaging (MRI) memberikan penjelasan yang detail dan
merupakan pemeriksaan Gold Standart pada pasien yang curiga arachnoiditis.
MRI sangat akurat dan dapat mengidentifikasi kelainan yang mungkin akan
menyebabkan myeolopati lumbal atau sindrom cauda equina. Pada pasien yang
tidak dapat diperiksa MRI (misalnya mereka yang menggunakan alat pacu
jantung), computed tomography (CT) atau myeolografi adalah alternatif yang
dapat dilakukan. Myelografi rutin digunakan untuk mendiagnosis arachnoiditis.
Gambaran khas pada pemeriksaan ini adalah ditemukannya radiks saraf
prominen dan beberapa pola variasi dan filling defect.

11
A B
Gambar 7. A : MRI Lumbal menunjukan karakteristik arachnoiditis , yaitu perlekatan
radiks. B : Tampak ada perlengketan ke meninges dan membentuk “kantong kosong”.
Temuan khas termasuk perlekatan radiks saraf yang terpusat di kantong tekal
(dianggap sebagai arachnoiditis ringan), “kantung kosong” (di mana radiksnya
melekat ke dinding kantung tekal), dan massa jaringan lunak mengganti ruang
subarachnoid (pada tahap lanjut). Temuan terlihat jelas pada gambar aksial
T2-weighted. Meskipun pemberian bahan kontras dengan MRI dapat
membantu menyingkirkan penyakit lain dalam diagnosis banding, seperti
tumor dan infeksi, penambahan kontras tidak diperlukan untuk
memvisualisasikan karakteristik arachnoiditis.3 Pada gambaran MRI,
terdapat 3 pola yang sering ditemui.
Pola yang pertama adalah terlihat gabungan radiks yang melekat di sentral
kantung tekal. Pola yang kedua adalah melekat di sisi perifer meninges,
gambaran ini mirip dengan “kantong kosong” pada mielografi. Pola yang
ketiga adalah peningkatan sinyal jaringan lunak di dalam kantong tekal
dengan penetrasi sentral di ruang subarachnoid.29

Gambar 8. CT scan aksial vertebrae lumbal 3 menunjukkan struktur cordlike (panah)


pada kasus arachnoiditis

12
Baik CT scan maupun MRI terkadang menunjukkan gambaran kalsifikasi atau
osifikasi pada arachnoid spinal, dan sering disebut sebagai arachnoiditis
osifikans. Terdapat 3 jenis arachnoiditis osifikans. Tipe 1 dalam susunan
semisirkuler, tipe 2 dalam susunan sirkuler, dan tipe 3 menunjukkan
perselubungan serabut kaudal.
Diagnosis dengan CT myelografi bahkan mielografi dengan radiografi
konvensional dapat digunakan jika instrumentasi spinal dari operasi fusi
sebelumnya menyebabkan terlalu banyak artefak pada MRI dan CT scan.
Media kontras myelografi yang larut dalam air yang digunakan saat ini
(seperti iohexol) jauh lebih aman daripada media berbasis minyak
sebelumnya (Pantopaque), dan reaksi efek samping yang melibatkan sistem
saraf pusat sangat jarang (<0,1%). Belum ada kasus arachnoiditis adhesif
3
yang didokumentasikan dengan penggunaan mielografi iohexol.
Berdasarkan pemeriksaan dengan mielografi, terdapat 2 jenis gambaran
arachnoiditis. Pada tipe 1, gambaran berupa adesi murni radisk saraf ke
meninges dengan pola kontras homogen. Tidak ada bayangan radiks saraf
yang tampak dan terdapat pemendekan bulat kantong radiks saraf. Pada tipe
2, proliferasi terjadi didalam kantong dura yang bersifat lokalisata maupun
difus serta terdapat filling defect, penyempitan, pemendekan, atau oklusi
canalis spinalis.

Gambar 9. Gambara MRI pada Arachnoiditis

13
Meskipun MRI, CT, dan myelografi dapat memberikan informasi
neuroanatomik, elektromiografi (EMG) tes kecepatan hantar saraf berguna
memberikan informasi neurofisiologis tentang status aktual setiap radiks
saraf dan pleksus lumbal. EMG dan somatosensory-evoked potentials juga
dapat membedakan pleksopati dari arachnoiditis dan dapat mengidentifikasi
neuropati entrapment yang mungkin membantu diagnosis. Jika diagnosisnya
masih belum bisa ditegakkan, tes laboratorium yang terdiri dari darah
lengkap, laju sedimentasi eritrosit, pengujian antibodi antinuklear, skrining
human leukocyte antigen (HLA)-B27, dan kimia darah harus dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab lain dari nyeri tersebut. 12
7. Klasfikasi
Berdasarkan Hoffman, arachnoiditis dibagi menjadi 4 tahap:
1. Perubahan inflamasi leptomeningeal, tidak ada adhesi;
2. Reaksi inflamasi leptomeningeal dengan adhesi ke struktur sekitar;
3. Adhesi parah antara radiks saraf dengan lapisan leptomeningeal;
4. Penyatuan leptomeningeal dengan jaringan saraf tanpa dapat
mengidentifikasi mana radiks saraf

A B

Gambar 10 A. Gambaran endoskopis arachnoiditis lumbar tahap 2. B. Gambaran


endoskopis arachnoidtis lumbar tahap 3.

14
Sedangkan berdasarkan Warnke, menggunakan penjelasan endoskopis,
deskripsi inflamasi arachnoid dibagi menjadi 4 tahap:4
1. Berubahnya refleksi cahaya
2. Adhesi antara radiks saraf dan lapisan arachnoid, hilangnya cahaya,
perubahan warna (gambar 9a)
3. Adhesi berat warna keabuan yang menutupi permukaan radiks (gambar
9b)
4. Gambaran biru hingga putih tanpa ada diferensiasi morfologis struktur
8. Diagnosis Banding
Arachnoiditis adalah diagnosis klinis yang didukung oleh kombinasi riwayat
klinis, pemeriksaan fisik, radiografi, dan MRI. Kondisi yang mungkin
menyerupai arachnoiditis:
- Spondylosis
- Klaudikasio neurogenik
- Hematom epidural
- Tumor spinal
- Infeksi spinal
- Kelainan pada medulla spinalis,radiks, pleksus, dan saraf lumbaris
- Fibrosis epidural pascaoperasi
9. Penatalaksanaan
Secara umum, beberapa konsensus yang menjelaskan mengenai tata laksana
arachnoiditis. sebagian besar upaya ditujukan untuk mendekompresi radiks
saraf dan medulla spinalis dan mengobati proses peradangan. Neurolisis
epidural atau pemberian steroid kaudal dapat mendekompresi radiks saraf jika
proses patologis terlokalisasi. Nyeri neuropatik yang terkait dengan
arachnoiditis dapat membaik dengan gabapentin. Analgesik opioid harus
digunakan dengan hati-hati.
1. Terapi awal
Analgesik, antidepresan atau antikonvulsan dianggap sebagai pilihan terapi
pada kasus arachnoiditis. Antidepresan dan antikonvulsan telah digunakan
selama bertahun-tahun untuk pengobatan nyeri neuropatik dengan efikasi
yang baik. Antidepresan trisiklik (seperti amitriptilin) adalah yang paling
umum digunakan.

15
Food and Drug Admininstration (FDA) merekomendasikan beberapa obat
baru untuk digunakan untuk nyeri neuropatik seperti ; duloksetin dan
pregabalin untuk neuropati diabetik, dan gabapentin dan pregabalin untuk
neuralgia postherpetik. Obat-obatan ini sering diberikan pada pasien
dengan arachnoiditis dengan efek yang bervariasi. Analgesik antidepresan
dan antikonvulsan biasanya dimulai dengan dosis yang relatif rendah dan
dititrasi naik. Dosis awal yang tepat dan dosis maksimal akhirnya biasanya
tergantung pada seberapa baik efek samping obat ditoleransi. Untuk
sebagian besar obat-obatan ini, seringkali diperlukan beberapa minggu
pada dosis berapa pun untuk mencapai efek analgesik yang optimal.3
Secara umum, nyeri neuropatik tampaknya kurang responsif terhadap
opioid. Beberapa menganjurkan penggunaan metadon karena aktivitas
antagonis reseptor N-metil-d-aspartat (NMDA), yang mungkin
membuatnya lebih efektif untuk sindrom nyeri neuropatik. Salah satu
keterbatasan utama opioid adalah kecenderungan untuk terjadinya
toleransi, yang membutuhkan peningkatan dosis.29
Tabel 2 Contoh dosis regimen untuk analgesik antidepresan dan
antikonvulsan

Medikasi Dosis awal Peningkatan dosis dan Dosis maksimal


interval
Antidepresan 10-25mg malam hari 10-25mg/ minggu 150mg/hari
trisiklik
Duloksetin 20-30mg per hari 20-30mg / minggu 60mg/hari

Gabapentin 100-300mg dua sampai 100-300mg / minggu 1800-3600mg


tiga kali sehari per hari

Pregabalin 50-75 mg dua sampai 50-75mg / minggu 600mg/hari


tiga kali sehari

2. Rehabilitasi
Intervensi rehabilitasi dapat terbagi menjadi modalitas untuk manajemen
nyeri dan latihan untuk meringankan gejala nyeri. Modalitas terapi panas
(TENS) dan terapi dingin adalah terapi efektif untuk nyeri punggung dan
miofasial yang sering menyertai arachnoiditis. Transcutaneois electrical
nerve stimulation (TMS) dapat diberikan pada level paraspinal atau pada
saraf perifer untuk meringankan gejala nyeri. 11,12

16
Fisoterapi biasanya hanya sedikit meringankan gejala terutama untuk nyeri
neuropatik yang parah, tetapi masih tetap penting dalam tata laksana.
Latihan peregangan, penguatan, dan aerobik, biasanya meringankan gejala
yang terkait dengan nyeri kronis. Pasien dengan nyeri yang berat membuat
pasien menghindari aktifitas karena ketakutan terhadap nyeri. Terapi
akuatik secara umum dapat diterima oleh pasien dan digunakan pada kasus
imobilitas jangka panjang utnuk memperbaiki gerakan sendi, fleksibilitas,
kapsitas aerobik, dan kekuatan otot.29

Gambar 11. Radiografi intraoperatif yang menunjukkan padel stimulator medulla


spinalis yang diletakkan di dorsal ruang epidural
3. Pembedahan
Tidak ada metode pembedahan yang sukses untuk memperbaiki radiks
saraf yang saling menempel. Indikasi untuk pembedahan meliputi
defisit neurologis progresif cepat, seperti mielopati karena
syringomyelia progresif atau sindrom cauda equina dari arachnoiditis
ossificans. Dalam hal ini, intervensi bedah (penempatan shunt atau
pembuangkan kalsifikasi) dapat dipertimbangkan. Penekanan pada
intervensi tersebut adalah untuk menghentikan atau untuk
memperlambat defisit neurologis lebih lanjut. Telah ada beberapa
dokumentasi endoskopi subarachnoidal untuk melakukan adhesiolisis,
tetapi manfaat jangka panjang belum diketahui.

17
10. Komplikasi
Pada kasus arachnoiditis yang parah, serabut fibrosa yang menyebabkan
penempelan radiks saraf dapat menjadi sangat produktif sehingga, cedera
radiks saraf progresif (radiklulopati, poliradikulopati) atau cedera medulla
spinalis (sindrom cauda equina, myelopati) dapat terjadi. Penyempitan
pembuluh darah medula spinalis menyebabkan iskemia dan demielinasi
medula spinalis fokal. Iskemia vaskular ini dan perubahan terkait dari aliran
cairan serebrospinal menyebabkan pembentukan kista arachnoid,
syringomyelia, dan bahkan hidrosefalus komunikans.
Kalsifikasi jaringan fibrotik menghasilkan kondisi yang disebut
arachnoiditis osifikan, yang dapat mengakibatkan kompresi radiks saraf
atau medulla spinalis progresif. Arachnoiditis osifikan adalah penyebab
myeolopati progresif kronis yang jarang. Pada kondisi ini terjadi pergantian
naian arachnoid spinal dengan tulang sebagai komplikasi tahap akhir
arachnoidits adhesif. Ini biasa disebabkan akibat trauma atau prosedur
intervensi.
Sindrom cauda equina dianggap sebagai gejala arachnoditis lanjut dengan
melibatkan disfungsi bowel dan kandung kemih, parestesia, dan paralisis
ekstremitas inferior. Jaringan parut menyebabkan ketidakmampuan kantong
kaudal untuk merespon terhadap tekanan cairan LCS dan menyebabkan
pelebaran divertikula arachnoid dan erosi tulang. Aliran cairan spinal dan
sirkulasi vaskuler terganggu.
11. Prognosis

Prognosis dan terapi tergantung pada lokasi dan derajat stenosis spinal
dengan keterlibatan thorakal biasanya lebih parah daripada lumbal10. Setelah
tahap proliferatif dimulai, arachnoiditis akan menjadi permanen dan
diperumit oleh proses penuaan tulang belakang. Operasi, suntikan atau
invasi tulang belakang lainnya dapat memperburuk penyakit secara
signifikan.17 Aldrete JA (2018) melaporkan 25% perkembangan dan dalam
pengalaman, mayoritas pasien arachnoiditis berkembang progresif.

18
Cara penyakit ini berkembang yaitu segala kondisi yang mendasarinya
dapat berkembang, gejala muskuloskeletal sekunder cenderung meningkat
dari waktu ke waktu, terutama dengan pengondisian, timbulnya sindrom
nyeri kronis dengan efek otonom dan sentralisasi rasa sakit menyebabkan
rasa sakit yang lebih luas. Ini semua bisa membuat seolah-olah arachnoiditis
itu sendiri berkembang sedangkan pada kenyataannya ini mungkin tidak
terjadi. Individu yang kelihatannya paling buruk adalah mereka yang
bergerak secara terbatas atau mereka yang membutuhkan obat dalam dosis
tinggi. Ini mungkin mencerminkan tingkat awal penyakit yang lebih parah
atau upaya yang salah arah untuk mengurangi gejala dengan intervensi lebih
lanjut.20

II. Cauda Equina Syndrome


II.1 Definisi 33,34
Cauda Equina Syndrome (CES) adalah kondisi neurologis serius yang
disebabkan oleh kerusakan atau gangguan di Cauda Equina yang
menyebabkan hilangnya fungsi plexus lumbalis (serabut saraf) di area
dibawah conus medullaris.
II.2 Etiologi 34
Tabel 3. Etiologi CES

19
III.3 Gejala Klinis 34
Kriteria Fraser et al :
• Disfungsi bladder / bowel
• Menurunnya sensasi di saddle area
• Sexual Dysfunction disertai defisit neurologi area tungkai (motor/sensory
loss, reflex change)
Kriteria Tandon dan Sakaran :
• Onset cepat, tanpa adanya riwayat nyeri belakang
• Acute bladder dysfunction dengan riwayat LBP dan siatika
• Chronic bacache dan siatika dengan progresif CES terkadang disertai
stenosis kanalis.

Gambar 12. Gejala klinis Cauda Equina Syndrome 35

20
BAB III
Laporan Kasus
Cauda Equina Syndrome ec Arachnoiditis Spinal Adhesif
Presentan : Yudistira
Moderator : dr. Yovita Andhitara Sp.S (K), MSi.Med, FINS, FINA

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. HK
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Semarang
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMA
Ruang rawat : Merak Dasar
No CM/Register : C842929
Tanggal MRS : 08 Februari 2021
Tanggal keluar RS : 20 Februari 2021

II. DAFTAR MASALAH

No Masalah aktif Tgl No Masalah inaktif Tgl


1. Paraparese inferior flaksid – 13/2/21
6
2. Low back pain -- 6 13/2/21
3 Parestesi sesuai dermatom 13/2/21
L3-4, L4-5, L5-S1 -- 6
4. Retensio urin – 6 13/2/21
5. Saddle Anestesi - 6 13/2/21
6. Cauda equina Syndrome ec 13/2/21
Arachonoiditis Spinal

21
III. SUBYEKTIF
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kelemahan kedua anggota gerak bawah
Onset : ± 1 tahun SMRS
Lokasi : Anggota gerak bawah
Kualitas : kedua tungkai masih bisa diangkat dan menahan
tahanan. Kedua telapak kaki hanya bisa digeser.
Kuantitas : ADL seluruhnya dibantu keluarga
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
± 6 tahun SMRS pasien mulai mengeluh nyeri pinggang, nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri menjalar kedua paha. Kesemutan (-), kelemahan anggota
gerak bawah (-), benjolan di sekitar punggung (-), demam (-), batuk lama (-),
penurunan berat badan (-). Riwayat tauma tulang belakang (-), operasi di
tulang belakang (-). BAB dan BAK normal
± 1 tahun SMRS pasien merasa kelemahan dirasakan di telapak kaki kanan
dan kiri. Pasien masih bisa berjalan sendiri namun suka terlepas saat memakai
sandal. nyeri pinggang makin sering muncul. Nyeri menjalar ke kedua paha.
Kesemutan di kedua anggota gerak (-), benjolan di sekitar punggung (-),
demam (-), batuk lama (-), penurunan berat badan (-). BAB dan BAK normal.
± 6 bulan SMRS kelemahan makin terasa berat, kelemahan dirasakan juga di
sekitar paha dan betis, pasien mulai sulit untuk berjalan. Nyeri pinggang (+),
kesemutan kedua tungkai (+). BAK dan BAB normal. pasien kemudian
berobat ke RS dan disarankan untuk rawat inap tapi pasien masih menolak.
± 2 hari SMRS kelemahan di kedua tungkai makin terasa berat, kedua telapak
kaki sulit untuk digerakkan. Nyeri pinggang (+), kesemutan di kedua tungkai
(+). Terasa tebal di daerah bokong (+), pasien mengaku masih bisa ereksi.
Pasien tidak bisa BAK namun BAB normal. pasien kemudian ke puskesmas
untuk memasang selang kencing dan disarankan ke RS. Lalu pasien pergi ke
IGD RSDK dan kemudian diminta untuk dirawat
Faktor memperberat :-
Faktor memperingan :-
Gejala Penyerta : Nyeri pinggang, kesemutan di kedua
tungkai, tebal di daerah bokong, tidak bisa
BAK

22
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat trauma tulang belakang (-)
- Riwayat batuk lama (-) kontak dengan penderita TB (-)
- Riwayat tumor, keganasan (-)
- Riwayat operasi tulang belakang (-)
- Riwayat suntik di daerah tulang belakang (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien seorang buruh di sebuah pabrik. Sudah bekerja selama 3 tahun. Pasien
belum menikah dan tinggal Bersama kedua orang tua. Kesan sosioekonomi
kurang

23
IV. OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 117/87 mmHg
Nadi : 72x / menit, reguler
Pernafasan : 20x/ menit
Suhu : 36,5o C
SpO2 : 99% room air
NPRS :3-4
BMI : BB : TB2 = 60 kg : (1.68 m)2 = 21,27 kg/m2
(Normoweight)
1. Status Internus
Kepala : Simetris, mesosefal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Mulut : Oral Thrush (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, JVP tidak
meningkat
Dada :
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
• Palpasi : Ictus cordis tak teraba
• Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi Jantung I-II normal, regular, murmur
(-), gallop (-)
Paru
• Inspeksi : Simetris statis dinamis.
• Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
• Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru.
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)
• Abdomen : Datar, supel, tidak ada nyeri tekan, BU (+)
• Ekstremitas : Oedem (-), Turgor cukup

24
2. Status Psikikus
• Cara berpikir : realistis
• Perasaan hati : hipothym
• Tingkah laku : normal
• Ingatan : kesan cukup
• Kecerdasan : kesan cukup
4. Status Neurologis
Kesadaran : GCS : E4M6V5
Mata : Pupil bulat, anisokor, Ø 3 mm / 3 mm, refleks
cahaya +/+ VODS > 3/60
Leher : Kaku kuduk (-)
Nn Cranialis : dalam batas normal
Motorik superior inferior
Pergerakan. : +/+ ↓/ ↓
Kekuatan : 555/555 442/442
Tonus : N/ N N/ N
Trofi : E/E E/E
Refleks Fisiologis : ++ / ++ + /+
Refleks Patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatom L3-4, L4-5, Saddle
Anestesi
Vegetatif : BAK terpasang DC (+) jernih; BAB (+)

25
Gerakan abnormal
• Tremor : (-)
• Athetose : (-)
• Mioklonik : (-)
• Khorea : (-)
Koordinasi, gait dan keseimbangan
• Cara berjalan : sulit dinilai
• Tes Romberg : sulit dinilai
• Disdiadokinesis : sulit dinilai
• Rebound phenomen : sulit dinilai
• Dismetri : sulit dinilai
Pemeriksaan Tambahan
• Laseque : > 70 / >70
• Kernig : >135 / >135
• Bragard : -/-
• Sicard : -/-

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 08 Februari 2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.6 g/dL 11,7-15,5
Hematokrit 43.8 % 32-63
Eritrosit 5.87 106/uL 4,4-5,9
MCH 24.9 pg 27-32
MCV 74.6 fL 76-96
MCHC 33.3 g/dL 29-36
Leukosit 9.300 103/uL 3,8-10,6
Trombosit 360.000 103/uL 150-400

HITUNG JENIS
Eosinofil % 1-3
2
Basofil % 0-2
0
Batang % 2-5
0
Segmen % 50-70
46
Limfosit % 25-40
4
Monosit % 2-10
2
Mielosit % 1
2

26
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 80 mg/dL 80-160
Ureum 20 mg/dL 15 - 40
Creatinin 1.03 mg/dL 0.5 – 1,5
Natrium 138 mmol/L 136-145
Kalium 4.0 mmol/L 3,5-5,1
Chlorida 108 mmol/L 98-107
Magnesium 0.78 mmol/L 0,74-0,90
Calsium 2.37 mmol/L 2,12-2,52
CRP kuantitaif 0.04 mg/dL 0-0.30

NLR 1 mOsm
Osmolaritas 291.7 L
Fluid Defisit -

Hasil Pemeriksaan EKG tanggal 08 Februari 2021


Kesan : Normo Sinus Rhytm

Hasil Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax tanggal 08 Februari 2021

Kesan : Cor tak membesar, pulmo tak tampak kelainan

27
V. RINGKASAN
SUBYEKTIF
Seorang laki-laki 43 tahun datang dengan paraparese inferior flaksid, low
back pain, parestesi pada kedua tungkai, Saddle Anestesi dan retensio uri.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS : E4M6V5
Tekanan darah : 117/87 mmHg
Nadi : 72x / menit, reguler
Pernafasan : 20x/ menit
Suhu : 36,5o C
SpO2 : 99% room air
NPRS : 3-4
a. Status generalis : dalam batas normal
b. Status Neurologis
Motorik : Paraparese inferior flaksid
Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5, Saddle
Anestesi
Otonom : Retensio uri
Pemeriksaan EKG : normo sinus rhytm
Pemeriksaan Laboratorium : dalam batas normal
Rontgen Thorax : dalam batas normal

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Low back pain,
Parestesi sesuai dermatom L3-4, L4-5,
Retensio uri, Saddle Anestesi
Diagnosis Topis : Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Spinal
Arachnoiditis dd/ Disc Herniantion Lumbal

28
VII. RENCANA PENGELOLAAN AWAL :
Cauda Equina Syndrome ec Spinal Arachnoiditis dd/ Disc Herniation
Lumbal
Px : MRI Lumbosakral kontras
Tx :
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Metilprednisolon 125 mg/8 jam IV
• Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv
• Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam
• Gabapentin 100 mg/12 jam PO
• Parasetamol 500 mg/8 jam PO
Mx : Keadaan umum, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan
pengelolaan lebih lanjut.

VIII. PROGNOSIS :
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia

29
IX. CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal 10 Februari 2021 (hari perawatan ke-2) :
S : Kelemahan anggota gerak bawah masih dirasakan, Kesemutan dari jari kaki.
baal di daerah bokong belakang. Nyeri pinggang perbaikan
O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99%, NPRS
2-3
• Kesadaran : GCS E4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+) nistagmus(-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
• Gerak : +/+ Turun/Turun
• Kekuatan : 555/555 442/442
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ +/+
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5,
Saddle Anestesi
• Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+)
A :
Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Low back pain,
Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5,
Retensio uri, Saddle Anestesi
Diagnosis Topis : Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Spinal
Arachnoiditis dd/ Disc Herniation Lumbal

30
P :
Px : MRI lumbosakral kontras 11/02/21
Konsul gigi dan mulut untuk mencari fokus infeksi
Konsul Rehab medik
Tx :
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Metilprednisolon 125 mg/8 jam IV (H2)
• Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv
• Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam
• Gabapentin 100 mg/12 jam PO
• Parasetamol 500 mg/8 jam PO
Mx : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit dan
program selanjutnya

Tanggal 12 Februari 2021 (hari perawatan ke-4) :


S : Kelemahan anggota gerak bawah terutama bagian pergelangan kaki, Kesemutan
dari jari kaki. Tebal di daerah bokong belakang perbaikan. Nyeri pinggang
berkurang. BAB (+) BAK dengan selang kencing
O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99%, NPRS
2-3
• Kesadaran : GCS E4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
• Gerak : +/+ Turun/Turun
• Kekuatan : 555/555 442/442
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ +/+

31
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5,
Saddle Anestesi
• Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+)
A :
Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Low back pain,
Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5,
Retensio uri, Saddle Anestesi
Diagnosis Topis : Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Spinal
Arachnoiditis dd/ Disc Herniation Lumbal
P :
Px :
MRI lumbosakral kontras (tunggu hasil)
EMG KHST Ekstremitas Inferior
Ts. Gigi dan Mulut : Foto panoramic
Ts. Rehab medik : FT dan ES 4x evaluasi
Tx :
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Metilprednisolon 125 mg/8 jam IV (H4)
• Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv
• Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam
• Gabapentin 100 mg/12 jam PO
• Parasetamol 500 mg/8 jam PO
• Oscal 0.5 mg/24 jam PO
Mx : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit dan
program selanjutnya

32
Tanggal 14 Februari 2021 (hari perawatan ke-6) :
S : Kelemahan anggota gerak bawah terutama bagian telapak kaki perbaikan,
Kesemutan dari jari kaki. Baal di daerah bokong (+). BAB normal
O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99%, NPRS
2-3
• Kesadaran : GCS E4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+) nistagmus (-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
• Gerak : +/+ Turun/Turun
• Kekuatan : 555/555 443/443
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ +/+
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5,
Saddle Anestesi
• Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+)

33
Hasil MRI Lumbosakral kontras 12/02/2021

Kesan :
• Penebalan diffuse nerve root cauda equina setinggi level vertebrae L1
hingga S1 curiga arachnoiditis
• Spondylosis lumbalis
• Bulging posterocentral dan posterolatetal kanan dan kiri diskus
intervertebralis L2-3, L3-4, L5-S1 yang menyebabkan pendesakan thecal
sac dan penyempitan foramen neuralis kanan dan kiri setinggi level
tersebut.
• Facet join effusion setinggi L1-2,L2-3, L4-5 kanan dan kiri
A :
Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Low back pain,
Retensio uri, Parestesi sesuai dermatome L3-
4, L4-5, Saddle Anestesi
Diagnosis Topis : Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina

34
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Arachonoiditis
Spinal
P :
Px :
Ts. Gigi dan Mulut : Foto panoramic
Ts. Rehab medik : FT dan ES 4x evaluasi
Tx :
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Metilprednisolon 125 mg/12 jam IV (H6) tapp off H1
• Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv
• Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam
• Gabapentin 100 mg/12 jam PO
• Parasetamol 500 mg/8 jam PO
• Oscal 0.5 mg/24 jam PO
Mx : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit dan
program selanjutnya

Tanggal 17 Februari 2021 (hari perawatan ke-9) :


S : Kelemahan anggota gerak bawah masih dirasakan, Kesemutan (+). Nyeri
pinggang (-)
O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99% NPRS
1-2
• Kesadaran : GCS E4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
• Gerak : +/+ Turun/Turun
• Kekuatan : 555/555 443/443
• Tonus : N/N N/N

35
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ +/+
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5
• Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+)
Hasil EMG KHST Ekstremitas Inferior 17/11/21
Kesan :
Pemeriksaan NCV Ekstremitas inferior : Dapat sesuai dengan
gambaran polineuropati motorik N. Peroneal bilateral dan Tibial kanan
lesi campuran derajat berat, N. Tibial kiri lesi aksonal
Pemeriksaan SCV Ekstremitas inferior : dalam batas normal
Pemeriksaan saraf tepi bagian proksimal : Dapat sesuai gambaran
poliradikulopati setinggi L4-5, L5-S1 bilateral derajat berat
Hasil Foto Panoramic 17/11/21

Kesan :
• Struktur mandibula baik
• Tampak caries cervical gigi 1.2/2.2/2.3
• Tampak caries coronal gigi 1.3/1.4
• Tampak sisa akar disertai caries gigi 2.4/4.7
• Tampak sisa akar disertai caries dan perapical lusensi gigi 4.6
• Tampak sisa akar 2.5/2.8/3.8/4.8
A :
1. Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Low back pain,
Retensio uri, Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5
Diagnosis Topis : Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina

36
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Arachonoiditis
Spinal
2. Multiple karies dentis + impaksi
P :
Px :
Ts. Gigi dan Mulut : Program Odontektomi (18/02/21), Konsul Ts. Anestesi
(GA anestesi)
Ts. Rehab medik : FT dan ES 4x evaluasi
Tx :
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Metilprednisolon 125 mg/24 jam IV (H9) tapp off H4
• Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv
• Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam
• Gabapentin 100 mg/12 jam PO
• Parasetamol 500 mg/8 jam PO
• Oscal 0.5 mg/24 jam PO
Mx : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit dan
program selanjutnya

Tanggal 19 Februari 2021 (hari perawatan ke-11) :


S : Kelemahan anggota gerak bawah perbaikan. Bisa berjalan namun rambatan.
Kesemutan (+). Nyeri pinggang (-)
O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99%, NPRS
1-2
• Kesadaran : GCS E4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+) nistagmus(-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
• Gerak : +/+ Turun/Turun

37
• Kekuatan : 555/555 4+4+3/4+4+3
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ +/+
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5
• Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+)
A :
1. Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Low back pain,
Retensio uri, Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5
Diagnosis Topis : Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Arachonoiditis
Spinal
2. Multiple karies dentis + impaksi post Odontektomi H1
P :
Px : Bladder Training dan Rencana rawat jalan
Tx :
• IVFD RL 20 tpm
• Inj Metilprednisolon 62.5 mg/24 jam IV (H11) tapp off H6
• Rantidin 50 mg/12 jam PO
• Gabapentin 100 mg/12 jam PO
• Parasetamol 500 mg/8 jam PO
• Oscal 0.5 mg/24 jam PO
Mx : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit dan
program selanjutnya

38
Tanggal 20 Februari 2021 (hari perawatan ke-12) :
S : Kelemahan anggota gerak bawah perbaikan. Sudah bisa berjalan ke kamar
mandi sendiri. Telapak kaki bisa diangkat, Kesemutan dari jari kaki sampai bokong
belakang berkurang. Nyeri pinggang (-)
O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99%
• Kesadaran : GCS E4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+) nistagmus(-)
• Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal

Motorik Superior Inferior


• Gerak : +/+ Turun/Turun
• Kekuatan : 555/555 4+4+3/4+4+3
• Tonus : N/N N/N
• Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis : ++/++ +/+
• R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5
• Vegetatif : BAK (+) jernih; BAB (+)
A :
1. Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Low back pain,
Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5
Diagnosis Topis : Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Arachonoiditis
Spinal
2. Multiple karies dentis + impaksi post Odontektomi H2
P :
Px : Rawat jalan hari ini
Ts. Gigi dan mulut : Acc Rawat jalan

39
Tx :
• Aff Infus
• Rantidin 50 mg/12 jam PO
• Gabapentin 100 mg/12 jam PO
• Parasetamol 500 mg/8 jam PO
• Oscal 0.5 mg/24 jam PO
Mx : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, defisit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit dan
program selanjutnya

40
BAGAN ALUR

Tanggal 10 Februari 2021 (hari perawatan ke-2) : Tanggal 12 Februari 2021 (hari perawatan ke-4) :

S: S:
Kelemahan anggota gerak bawah masih dirasakan, Kesemutan dari jari Kelemahan anggota gerak bawah masih dirasakan, Kesemutan dari jari
kaki sampai bokong belakang. kaki sampai bokong belakang.

O: O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99% TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99%
• Kesadaran : GCS E3M6V5 • Kesadaran : GCS 4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya • Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+) nistagmus(-) (+/+) nistagmus(-)
• Leher : kaku kuduk (-) • Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal • Nn.cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior Motorik Superior Inferior
• Gerak : +/+ Turun/Turun • Gerak : +/+ Turun/Turun
• Kekuatan :555/555 442/442 • Kekuatan :555/555 442/442
• Tonus :N/N N/N • Tonus :N/N N/N
• Trofi : E/E E/E • Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis :++/++ +/+ • R.Fisiologis :++/++ +/+
• R.Patologis : -/- -/- • R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/- • Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5. Saddle • Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5, Saddle
Anestesi Anestesi
• Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+) • Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+)
Hasil lumbal pungsi : dalam batas normal
A : A :
Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Parestesi sesuai Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Parestesi sesuai
dermatome L3-4, L4-5, Low back pain, Saddle Anestesi dermatome L3-4, L4-5,, Low back pain, Saddle Anestesi
Diagnosis Topis: Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina Diagnosis Topis: Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina
Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Susp Arachonoiditis Diagnosis Etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Susp Arachonoiditis
Spinal dd/ Disc Herniation lumbal Spinal dd/ Disc Herniation lumbal

P : P :
MRI Lumbosakral kontras Px : MRI lumbosakral kontras
Tx : Konsul gigi dan mulut untuk mencari fokus infeksi
• IVFD RL 20 tpm Konsul Rehab medik
Tx :
Inj Metilprednisolon 125 mg/8 jam IV (H2)
Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv • IVFD RL 20 tpm
Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam Inj Metilprednisolon 125 mg/8 jam IV (H4)
Gabapentin 100 mg/12 jam PO Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv
Parasetamol 500 mg/8 jam PO Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam
Gabapentin 100 mg/12 jam PO
Parasetamol 500 mg/8 jam PO

41
Tanggal 14 Februari 2021 (hari perawatan ke-6) : Tanggal 20 Februari 2021 (hari perawatan ke-12) :

S: S:
Kelemahan anggota gerak bawah masih perbaikan, Kesemutan dari jari Kelemahan anggota gerak bawah perbaikan sudah bisa ke kamar mandi
kaki sampai bokong belakang. sendiri, Kesemutan dari jari kaki sampai bokong belakang berkurang.

O: O:
TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99% TD : 120/70 mmHg, N :85x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,3oC SpO2:99%
• Kesadaran : GCS E4M6V5 • Kesadaran : GCS E4M6V5
• Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya • Mata : pupil bulat anisokor ø3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+) nistagmus(-) (+/+) nistagmus(-)
• Leher : kaku kuduk (-) • Leher : kaku kuduk (-)
• Nn.cranialis : dalam batas normal • Nn.cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior Motorik Superior Inferior
• Gerak : +/+ Turun/Turun • Gerak : +/+ Turun/Turun
• Kekuatan :555/555 443/443 • Kekuatan :555/555 4+4+3/4+4+3
• Tonus :N/N N/N • Tonus :N/N N/N
• Trofi : E/E E/E • Trofi : E/E E/E
• R.Fisiologis :++/++ +/+ • R.Fisiologis :++/++ +/+
• R.Patologis : -/- -/- • R.Patologis : -/- -/-
• Klonus : -/- • Klonus : -/-
• Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5, L5-S1 • Sensibilitas : Parestesi sesuai dermatome L3-4, L4-5, L5-S1
• Vegetatif : BAK dengan DC (+) jernih; BAB (+) • Vegetatif : BAK (+); BAB (+)
• Hasil MRI lumbosakral kontras : • Hasil EMG KHST Ekstremitas inferior 14/02/21
• Penebalan diffuse nerve root cauda equina setinggi level vertebrae • Pemeriksaan NCV Ekstremitas inferior : Dapat sesuai dengan
L1 hingga S1 curiga arachnoiditis gambaran polineuropati motorik N. Peroneal bilateral dan Tibial
• Spondylosis lumbalis kanan lesi campuran derajat berat, N. Tibial kiri lesi aksonal
• Bulging posterocentral dan posterolatetal kanan dan kiri diskus • Pemeriksaan SCV Ekstremitas inferior : dalam batas normal
intervertebralis L2-3, L3-4, L5-S1 yang menyebabkan pendesakan • Pemeriksaan saraf tepi bagian proksimal : Dapat sesuai gambaran
thecal sac dan penyempitan foramen neuralis kanan dan kiri poliradikulopati setinggi L4-5, L5-S1 bilateral derajat berat
setinggu level tersebut. Hasil Panoramic
• Facet join effusion setinggi L1-2,L2-3, L4-5 kanan dan kiri • Struktur mandibula baik
• • Tampak caries cervical gigi 1.2/2.2/2.3
A : • Tampak caries coronal gigi 1.3/1.4
Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Parestesi sesuai • Tampak sisa akar disertai caries gigi 2.4/4.7
dermatome L3-4, L4-5, Low back pain • Tampak sisa akar disertai caries dan perapical lusensi gigi 4.6
Diagnosis Topis: Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina • Tampak sisa akar 2.5/2.8/3.8/4.8
Diagnosis etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Arachonoiditis Spinal A :
1. Diagnosis Klinis : Paraparese inferior flaksid, Parestesi sesuai
P : dermatome L3-4, L4-5, Low back pain
Px Konsul Ts Gigi dan mulut Diagnosis Topis: Radiks Nn.Spinalis Lumbal + Cauda equina
Tx : Diagnosis Etiologis Diagnosis etiologis : Cauda Equina Syndrome ec Arachonoiditis Spinal
• IVFD RL 20 tpm 2. Multiple karies dentis post odotenktomi
Inj Metilprednisolon 125 mg/12 jam IV (H6) tap off H1
Inj. Ranitidin 50mg/12 jam iv P :
Drip Vit B12 1 ampul/ 24 jam Rawat jalan
Gabapentin 100 mg/12 jam PO Tx :
Parasetamol 500 mg/8 jam PO Gabapentin 100 mg/12 jam PO
Parasetamol 500 mg/8 jam PO
Oscal 0.5 mg/24 jam PO
Ranitidin 150 mg/12 jam PO

42
DECISSION MAKING

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ, Culebras A, et al.
An updated definition of stroke for the 21st century: A statement for healthcare
professionals from the American heart association/American stroke association.
Stroke. 2013;44(7):2064–89.
2. Rasyid Al, Hidayat Rachmat, Harris Salim KM. Buku Ajar neurologi.
Departemen neurologi FK UI. Jakarta 2017. Neurol FK UI Jakarta 2017.
3. Brisman JL. Neurosurgery for Cerebral Aneurysm: Background, Saccular
Aneurysms: Degenerative or Developmental, Saccular Aneurysms: Traumatic.
2016;1–50. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/252142-
overview
4. Allan H. Ropper, MD Martin A Samuels M, Joshua P. Klein, MD P. Principles
of neurology. Vol. 77, Journal of the Neurological Sciences. 1987. 361 p.
5. Krings T, Piske RL, Lasjaunias PL. Intracranial arterial aneurysm
vasculopathies: Targeting the outer vessel wall. Neuroradiology.
2005;47(12):931–7.
6. Grasso G, Alafaci C, MacDonald R. Management of aneurysmal subarachnoid
hemorrhage: State of the art and future perspectives. Surg Neurol Int. 2017;8(1).
7. de Oliveira Manoel AL, Goffi A, Marotta TR, Schweizer TA, Abrahamson S,
Macdonald RL. The critical care management of poor-grade subarachnoid
haemorrhage. Crit Care 2016;20(1):1–19. Available from:
http://dx.doi.org/10.1186/s13054-016- 1193-9
8. Nelson, D.A. and Landau W. Arachnoiditis. J Neurol Neurosurgery, Psychiatry,.
70:433-443.
9. Dossani RH, Patra DP, Sun H, Nanda A, Cuellar H. Delayed Spinal
Arachnoiditis Following Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: A Case
Report. Cureus. 2018;10(1):6–10.
10. Atallah E, Dang S, Rahm S, Feghali J, Nohra C, Tjoumakaris S, et al. Rare case
of diffuse spinal arachnoiditis following a complicated vertebral artery
dissection. J Clin Neurosci. 2018;52:132–4.
11. Perhimpunan Rheumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolan Rheumatoid
Arthritis. Perhimpunan Rheumatologi Indonesia. 2014. 2–22 p.

44
12. Meyer-Hermann M, Figge MT, Straub RH. Mathematical modeling of the
circadian rhythm of key neuroendocrine-immune system players in rheumatoid
arthritis: A systems biology approach. Arthritis Rheum. 2009;60(9):2585–94
13. Sastrodiningrat AG. Neurosurgery Lecture Notes. 2012; Available from:
http://usupress.usu.ac.id
14. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat KKR. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia riskesdas stroke 2018.
15. Connolly ES, Rabinstein AA, Carhuapoma JR, Derdeyn CP, Dion J, Higashida
RT, et al. Guidelines for the management of aneurysmal subarachnoid
hemorrhage: A guideline for healthcare professionals from the american heart
association/american stroke association. Stroke. 2012;43(6):1711–37.
16. Jacocks MA. Cerebral aneurysms. Curr Surg. 1999;56(4):258–62.
17. Patten J. Topical Diagnosis in Neurology Anatomy. Top Diagnosis Neurol Anat
· Physiol · Signs · Symptoms. 2010;48(1):95–95.
18. Williams LN, Brown RD. Management of unruptured intracranial aneurysms.
Neurol Clin Pract. 2013;3(2):99–108.
19. Jonathan L. Brisman, M.D., Joon K. Song, M.D., and David W. Newell MD.
Cerebral Aneurysms. Th e new engl J Med Rev Artic Med. 2013;928–39.
20. Saliou G, Sacho RH, Power S, Kostynskyy A, Willinsky RA, Tymianski M, et
al. Natural History and Management of Basilar Trunk Artery Aneurysms. Am
Hear Assoc Am Stroke Assoc Stroke. 2015;948–53.
21. Thompson BG, Brown RD, Amin-Hanjani S, Broderick JP, Cockroft KM,
Connolly ES, et al. Guidelines for the Management of Patients With Unruptured
Intracranial Aneurysms: A Guideline for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Association. Vol. 46, Stroke; a
journal of cerebral circulation. 2015. 2368–2400 p.
22. Malhotra A, Wu X, Gandhi D, Sanelli P, Matouk CC. Management of Small,
Unruptured Intracranial Aneurysms. World Neurosurg. 2020;135:379–80.
23. Adam A. Patobiologi aneurisma intrakranial. 2015;(iv):1–10. Available from:
http://repository.unpad.ac.id/21044/1/patobiologi-aneurisma-intrakranial.pdf
24. Lin BF, Kuo CY, Wu ZF. Review of aneurysmal subarachnoid hemorrhage -
Focus on treatment, anesthesia, cerebral vasospasm prophylaxis, and therapy.

45
Acta Anaesthesiol Taiwanica. 2014;52(2):77–84.
25. Hemphill JC, Greenberg SM, Anderson CS, Becker K, Bendok BR, Cushman M, et al.
Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline
for Healthcare Professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2015;46(7):2032–60.
26. Becske T. Subarachnoid hemorrhage. medscape. 26(1):148–9.
27. Guarda-Nardini L, Arboretti R, Manfredini D. Arachnoiditis : Diagnosis and
Treatment. 2014;33–54.
28. Tumialán LM, Cawley CM, Barrow DL. Arachnoid cyst with associated
arachnoiditis developing after subarachnoid hemorrhage: Case report. J
Neurosurg. 2005;103(6):1088–91.
29. Heary RF, Mammis A. Arachnoiditis. Benzel’s Spine Surgery Ed ke-4
Philadelphia Elsevier 2016. 2016;8–11.
30. Van Heerden J, McAuliffe W. Spinal arachnoiditis as a consequence of
aneurysm- related subarachnoid haemorrhage. J Med Imaging Radiat Oncol.
2013;57(1):61–4.
31. Idris Z, Ghazali FH, Abdullah JM. Fibromyalgia and arachnoiditis presented as
an acute spinal disorder. Surg Neurol Int. 2014;5(Supplement).
32. North RB, Kidd D, Shipley J, Taylor RS. Spinal cord stimulation versus reoperation for
failed back surgery syndrome: A cost effectiveness and cost utility analysis based on a
randomized, controlled trial. Neurosurgery. 2007;61(2):361–8.
33. Brust JCM. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. Lange Medical Books /
McGraw-Hill Medical Publishing Division. ISBN 13 :978-0-07-1105554-5.
34. Liporace J. Neurology Crash Course Neurology. Elsevier Mosby Inc. ISBN-13 : 978-1-
4160-2962-5
35. Delen E, Sahin S, Aydin HE, Atkinci AT, Arsiantas A. Degenerative Spine Diseases
Causing Cauda Equina Syndrome. World Spinal Column Journal.2015;6:3.

46
47

Anda mungkin juga menyukai