Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

“PEMEBERIAN OBAT CACING PADA ANAK”

DOSEN PENGAMPU :
DWI SULISTYAWATI, S.SiT, M. Kes.

DISUSUN OLEH :
RESTU
191101058

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PRODI D-III KEPERAWATAN SINGKAWANG
TAHUN 2020/2021
A. Pengertian
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing.Cacingan adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh adanya
cacing di dalam usus manusia. Penyakit ini mudah menular dari satu orang ke orang
lain. Walaupun banyak dijumpai pada anak- anak, cacingan juga menginfeksi orang
dewasa, terutama yang tidak begitu mempedulikan kebersihan (Mufidah, 2009).
Helmintiasis (kecacingan) menurut World Health Organization (WHO) adalah infestasi
satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usuS. Diantara
nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah atau biasa disebut
dengan cacing jenis Soil Transmitted Helminths(STH) yaitu Ascaris lumbricoides,
Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura (Gandahusada,
2016).
B. Faktor Yang Mempengaruhi Atau Penyebab Terjadinya Kecacingan
a. Personal Hygiene
Personal hygiene merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Personal hygiene
adalah kebersihan dan kesehatan perorangan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya
penyakit pada diri sendiri maupun orang lain (Tarwoto dan Wartonah, 2016). Personal
hygiene menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu
masuk (Portal Of Entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya
mencegah seseorang terkena penyakit. Personal hygiene yang tidak baik akan
mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit, seperti penyakit infeksi(misalnya
cacingan), penyakit saluran cerna dan pnyakit kulit (Nurjannah, 2012).
b. Sanitasi Lingkungan
Kondisi sanitasi lingkungan sangat erat hubungannya dengan infestasi cacing. Hal ini
dikarenakan sanitasi lingkungan yang tidak memadai dapat menjadi sumber penularan
cacing pada tubuh manusia (Mardiana dan Djarismawati, 2008). Penyakit cacingan
biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh terutama di daerah kota atau daerah
pinggiran. Jumlah prevalensi Ascaris lumbricoidesbanyak ditemukan di daerah
perkotaan dan jumlah prevalensi tertinggi ditemukan di daerah pinggiran atau pedesaan
yang masyarakatnya sebagian besar masih hidup dalam kekurangan (Dachi, 2005).
C. Patofisiologi

Telur Akaris yang infektif di dalam tanah tertelan lewat makanan yang terkontaminasi.
Masuk ke lambung dan duodenum kemudian menetas. Larva menembus dinding usu.
Via sirkulasi alergi. Tembus kapiler masuk alveoli dan bronchi. Pelepasan histami.
Secara ascenden ke trakhea, faring, epiglotis, esofagus peningkatan permiabilitas kapiler
dan sensasi gatal.
D. Manisfestasi klinis
Manisfestasi klinis menurut soegijanto (2015), tergantung pada intensitas infeksi dan
organ yang terlihat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi rendah sampai
dengan gejalanya asymtomatis. Gejala klinis paling sering ditemui berkaitan dengan
penyakit paru atau sumbatan pada usus saluran empedu. Ascaris dapat menyebabkan
pulmonali ascariasis ketika memasuki alveoli dan bermigrasi ke bronki dan trakea.
Cacingan dewasa dapat menimbulkan penyakit dengan menyumbat usus atau
cabang- cabang saluran empedu sehingga mempengaruhi nutrisi hospes. Cacingan
dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host. Anak-anak terinfeksi
yang memiliki pola makan yang tidak baik dapat mengalami kekurangan protein,
kalori, atau vitamin A yang akhirnya akan mengalami pertumbuhan lambat.
Adanya cacingan dalam usu halus menyebabkan keluhan tidak jelas seperti nyeri
perut, dan kembung. Obstruksi usus juga dapat terjadi walaupun jarang yang
dikarenakan oleh massa cacing pada anak yang terinfeksi berat, insiden puncak
terjadi pada umur 1-6 tahun.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium merupakan diagnosa pasti dari askariasis. Diagnosa
askariasis ditegakkan dengan pemeriksaan feses pasien dimana dijumpai telur cacing
askaris. Setiap satu ekor pemeriksaan pertama bisa langsung ditemui.
Saat cacing bermigrasi masuk ke paru biasanya berhubungan dengan eosinophilia
dan ditemui gambaran infirat pada foto dada. Bahkan pada kasus obstruksi tidak
jarang diperlukan foto polos abdomen, USG atau pemeriksaan lainnya.
F. Tanda dan gejala
Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang kosentrasi
belajar (Umar, 2008). Hal tersebut dikarenakan penderita penyakit cacingan
mengalami anemia atau kondisi kekurangan darah (Sumanto, 2011). Anemia yang
terjadi dikarenakan cacing dalam usus menghisap darah penderitanya, sehingga
dalam kondisi yang parah menyebabkan kekurangan darah (Ginting, 2018).
G. Upaya Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutuskan rantai
daur hidup dengan cara: berdefekasi di kakus, menjaga kebersihan, cukup air di kakus,
mandi dan cuci tangan secara teratur. Melakukan Penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara
menghindari infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, tidak menggunakan
tinja sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan sebelum makan,
membiasakan menggunting kuku secara teratur, membiasakan diri buang air besar di
jamban, membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar,
membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah, membiasakan diri mencuci
semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih (Anderson, 2016).
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan memeriksakan diri secara
teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta menganjurkan makan obat cacing 6 bulan
sekali khususnya masyarakat yang rentan terinfeksi cacing (Anderson, 2016).
F. Komplikasi
Selama larva sedang bemigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi yang berat
dan pneumonitis. Dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.
Konsep keperawatan
Pengkajian
A.Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.

B. Aktivitas dan istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur


semalaman karena diare

Tanda : Merasa gelisah dan ansietas

C. Sirkulasi

Tanda : takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri).

D. Nutrisi

Gejala : mual, muntah, anoreksia

Tanda : Hipoglikemia, perut buncit, dehidrasi, berat badan turun.

E. Eliminasi

Tanda : diare, penurunan haluaran urine.

F. Nyeri

Gejala : Nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, colik

G. Integritas ego

Gejala : Ansietas

Tanda : Gelisah, ketakutan

H. Keamanan

Tanda : kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat


Diagnosa dan intervensi keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare.

Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan kriteria


tidak ditemukannya tanda tanda dehidrasi dan pasien mampu memperlihatkan
tanda – tanda rehidrasi dan pemeliharaan hidrasi yang adekuat.

Intervensi

- Monitor intake dan out put cairan

- Observasi tanda-tanda dehidrasi ( hipertermi, turgor kulit turun, membran


mukosa kering)

- Berikan oral rehidrasi solution sedikit membantu hidrasi yang adekuat

- Observasi tanda-tanda dehidrasi

- Observasi pemberian cairan intra vena

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot polos sekunder
akibat migrasi parasit di lambung.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang atau


berkurang dengan kriteria hasil, pasien tidak menunjukkan kesakitan.

Intervensi:

- Kaji tingkat dan karakteristik nyeri

- Beri kompres hangat di perut

- Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut

- Atau posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri

- Kolaborasi untuk pemberian analgetik


3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan muntah

Tujuan : nutrisi terpenuhi dengan kriteria pasien menunjukkan nasfsu makan


meningkat, berat badan sesuai usia

Intervensi :

- Beri diit makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi

- Timbang BB setiap hari

- Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

- Pertahankan kebersihan mulut


DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih, 2011, tumbuh kembang anak, EGC Jakarta


Price, S.A., Wilson, L.M 2012, Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses penyakit
Edisi 4, EGC, Jakarta
Hidayat, A. Aziz Alimut. 2008. Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kesehatan.
Jakarta. Salemba mesika. Hal: 8-23
Suparti,yupi. 2007. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa keperawatan, edisi 8, EGC, Jakarta.
Ngastiyah, , 2011, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jbmi/article/download/1667/876

Anda mungkin juga menyukai