Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

“ANAK DENGAN MALARIA”

DOSEN PENGAMPU

Dwi Sulistyawati, S.SiT, M. Kes

RESTU

191101058

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG

PRODI DIII TINGKAT 2B

TAHUN 2020/2021
A. Pengertian

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
(Sudoyo Aru, dkk 2009).
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yangditularkan oleh
nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anopheles
dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria.Penyakit malaria
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoadari genus plasmodium yang
berada di dalam sel darah merah, atau sel hati.Sampai saat ini dikenal cukup banyak
spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau, sapi, binatang
melata.
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yangdisebabkan oleh
protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam,anemia dan splenomegali
(Mansjoer, 2001, hal 406).Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang
disebabkanoleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles
(Tjay&Raharja,2000).
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh parasit sporotozoa plasmodium yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina infektif. Sebagaian besar nyamuk anopheles akan
menggigit pada waktu senja atau malam hari. Pada beberapa jenis nyamuk puncak
gigitannya adalah tengah malam sampai dengan fajar (Widoyono,2005).
Penyebab malaria dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde Coccdiiae
penyebab malaria di indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat
plasmodium, yaitu:
a. Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika
b. Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana
c. Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana
d. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika

Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan
menculnya gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya.
a. Plasmodium Falsiparum antara 12 hari
b. Plasmodium Vivax antara 13-17 hari
c. Plasmodium Ovale antaran13-17 hari
d. Plasmodium Malariae antara 28-30 hari
Masa inkubasi malaria juga tergantung dari intensitas infeksi, pengobatan yang sudah
pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu (Soegijanto,2004:6)
Malaria pada manusia disebabkan oleh empat jenis plasmodium, yaitu plasmodium
vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malaria, plasmodium ovale. jenis malaria
yang ditimbulkan oleh empat jenis plasmodium tersebut menimbulkan malaria yang
berbeda pola demammaupun gejala-gejala klinik yang ditimbulkannya. Plasmodium
vivix menimbulkan malaria vivax disebut juga malaria tertian benigna (jinak),
sedangkan plasmodium falciparum menimbulkan malaria falciparum atau malaria
tertianan maligna (ganas). dan plasmodium malariae menimbulkan malaria malariae,
serta plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale (Soedarto, 2008 dalam Harahap,
2012).

C. Patofisiologi

Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:


a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat
berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak
berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung
nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang
kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam
waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay &
Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten,
sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan
hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam
peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-
eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan
menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu
merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam
darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.
Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di
hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses
kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan
bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan
berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan disebut “ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48
-72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki
siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan
dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan.
Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap
sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
D. Pathway

Nyamuk betina

Sporozoit masuk peredaran darah dan jaringan

Membelah menjadiMerozoit

Hb mengangkut O2 permulaan infeksi

sel darah di hancurkan di limfa

merezoid berkembang menjadi trofozoit terdiam di hati (ekso-eritrosit


sekunder)

sel darah merah pecah

kedinginan Demam hipertermia

Hipotermia berkeringat berlebih

kelelahan haus positif

dehidrasi

Kekurangan vol. Cairan


E. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan sebelum terjadinya demam : kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit
belakang, merasa dingin dipunggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,
anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin
2. Gejala klasik : triase malaria
 Periode dingin (15-60 menit) : menggigil, badan bergetar, gigi-gigi saling
terantuk, temperature mulai naik, pada anak sering terjadi kejang
 Periode panas : muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti
rasa terbakar, nyeri kepala, nadi cepat, panas badan tetap tinggi 2-12 jam
 Periode berkeringat : berkeringat banyak dan temperature turun, dan
merasa sehat
(Sumarmo, 2002)
Manifestasi klinis infeksi plasmodium

Plasmodium Masa Tipe panas Manifestasi klinis


inkubasi (jam)
(Hari)
Falciparum 12 (9-14) 24,36,48 Gejala gastrointestinal :
hemolisis, anemia, ikterus,
hemoglobinuria, syok, algid
maligna, gejala cerebral,
edema paru, gangguan
kehamilan, kelainan retina,
hipoglikemia, kematian
Vivax 13 (12-17) 12 48 Anemia kronik, splenomegali,
bln rupture limpa
Ovale 17 (16-18) 48 Anemia kronik, splenomegali,
rupture limpa
Malariae 28 (18-40) 72 Rekrudensi sampai 50 tahun,
splenomegali menetap, limpa
jarang rupture, sindroma
nefrotik
Malaria berat (Sumarmo, herry, dkk 2002)
1. Malaria selebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)
2. Anemia berat, kadar hemoglobin <5g/dl
3. Dehidrasi, gangguan asam basa ( asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit
4. Hepoglikemia berat
5. Gagal ginjal
6. Edema paru akut
7. Kegagalan sirkulasi (Algid nalaria)
8. Kecenderungan terjadi perdarahan
9. Hipereksia / hyperthermia
10. Hemoglobinuria / balck water fever
11. Ikterus
12. Hiperparasitemia

Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum
menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a.        Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi).
Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam
maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P.
Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap
serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm)
secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus
diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
2) Periode panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi
sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital,
muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium
sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat
3) Periode
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria
Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena
timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal.
571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3
kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior.
Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan
jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan,
mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
a. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah
anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang
berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time).
Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum
tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
b. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan
bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah.
Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik : Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah
yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang
berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler : Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati
terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif : Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati
atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000,
hal. 571).
F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah penderita.
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan
tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sampel
harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat, karena
pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi mencapai maksimal dan cukup
matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Volume darah yang diambil
sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat harus baik untuk menjamin
identifikasi spesies Plasmodium yang tepat (Purwaningsih, 2000). Diagnosa malaria
dibagi dua (Departemen Kesehatan RI., 2000), yaitu :
a. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Darah Lengkap dilakukan guna mengetahui kadar eritrosit, leukosit, dan
trombosit. Biasanya pada kasus-kasus malaria, dijumpai kadar eritrosit dan
hemoglobin yang menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusakan eritrosit oleh
parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh
proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada
sumsum tulang, dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses
koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat
menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya
koagulasi intravskuler.

b. Tes Antigen : p-f test


Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II).
Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,
sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks
sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi
laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal
dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah
infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah
lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat
(Rapid test).
c). Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik
indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes
ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi
antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques,
ELISA test, radio-immunoassay.
d). Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan
hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk
pemeriksaan rutin.
G. Penatalaksanaan Medis/Terapi
a. Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal
berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria:
1. Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
2. Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
3. Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi
nyamuk mendekat
4. Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat
lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

b. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun
tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik
serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
1. Pemberian obat anti malaria
a. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu
proguanil, pirimetamin
b. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu
primakuin
c. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina,
klorokuin, dan amodiakuin
d. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah
gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax,
P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin
e. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista
dan sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
2. Pemberian obat anti malaria berat
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit
atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular
direkomendasikan untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan.
Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria
berat.
Kemasan dan cara pemberian artesunatArtesunat parenteral tersedia dalam
vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul
yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat
dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml
natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5
ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv
selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama.
Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai
penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara
intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama.
Bila penderitasudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan
lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter. Artemeter intramuskular tersedia
dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak Artemeter
diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan
dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.
3. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu
yang lama, sebaiknya menggunakan personaI protection seperti pemakaian
kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb
selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada
anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan
dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum
masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak
menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinston Judith M. 2007. Buku saku Diagnosa Keperawatan.jakarta. ECG.


http://praktek/klinik/02012/anak/laporan-pendahuluan-malaria.html
Mansjoer. A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media aesculapius
http://praktek/klinik/202012/anak/laporan-pendahuluan-askep-malaria.html
Anon. 2007. Plasmodium falciparum. [Online] Available at: HYPERLINK
www.kalbe.co.id www.kalbe.co.id [Accessed 18 Mei 2014] Combes
Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada Anak Sekolah Dasar di
Daerah Endemik Malaria 1 2 3 4 5 Khairunnisa , Rostika Flora , Haerawati
Idris , Nurlaili , Ikhsan 1 Universitas Sriwijaya 2,3 Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya 4,5 Prodi Keperawatan Fakultas MIPA
Universitas Bengkulu aniskhairunnisa20@yahoo.co.id
Diajukan 16 Juli 2019 Diperbaiki 30 Januari 2020 Diterima 24 Februari
2020 Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada Anak Sekolah
Dasar di Daerah Endemik Malaria 1 2 3 4 5 Khairunnisa , Rostika Flora ,
Haerawati Idris , Nurlaili , Ikhsan 1 Universitas Sriwijaya 2,3 Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya 4,5 Prodi Keperawatan
Fakultas MIPA Universitas Bengkulu aniskhairunnisa20@yahoo.co.id1
Jurnal Kesehatan Vokasional, Vol. 5 No. 1 (Februari 2020) ISSN 2541-0644
(print), ISSN 2599-3275 (online) DOI hps://doi.org/10.22146/jkesvo.47741
ABSTRAK Latar Belakang: Usia yang rawan terkena penyakit terjadi pada
anak-anak dan remaja. Pemerintah berusaha menciptakan lingkungan sehat,
menyebarkan pengetahuan kesehatan dan menyediakan fasilitas layanan
kesehatan melalui UKS. Di daerah endemik malaria, anak sekolah dasar
rentan mengalami anemia. Kondisi lingkungan endemik dan kurangnya
asupan nutrisi meningkatkan terjadinya anemia. Di Kabupaten Seluma tahun
2019 didapatkan 21,08% dari 137 anak sekolah dasar menderita anemia.
Tujuan: Melakukan analisis pemanfaatan UKS dalam pencegahan anemia
pada anak sekolah dasar di daerah endemik malaria. Metode: Penelitian
kualitatif, pemilihan informan secara purposive. Pengambilan data dengan
wawancara mendalam kepada 10 informan, observasi dan telaah dokumen.
Triangulasi sumber, metode dan data. Analisis data dengan cara mereduksi,
menyajikan, menarik kesimpulan dan memverifikasi. Hasil: Pemanfaatan
UKS melalui pendidikan kesehatan dilakukan dengan memberikan informasi
kesehatan oleh guru dan petugas kesehatan. Pemanfaatan UKS dalam
pelayanan kesehatan untuk mencegah anemia dengan memantau status gizi
anak sekolah dasar dan pemeriksaan konjungtiva, namun belum maksimal
karena hanya dilakukan sekali setahun dan belum ada pengecekan kadar
hemoglobin. Sarana dan prasarana program UKS untuk pemantauan anemia
belum lengkap dan pemanfaatannya terbatas. Kesimpulan: Pemanfaatan
UKS dalam pencegahan anemia belum optimal. Sekolah diharapkan
meningkatkan pemahaman guru t entang pencegahan anemia melalui
kerjasama dengan Puskesmas. ABSTRACT Kata Kunci: UKS; Sekolah
Dasar; Guru; Puskesmas Keywords: School Health Program; primary school;
teacher; Community Health Center Background: The susceptible age to the
disease occurs in childhood and adolescence. The government creates a
healthy environment, disseminate health knowledge and provide health care
facilities through the UKS. In malariaendemic areas, primary school children
are anemia susceptible. Environmental conditions and malnutrition increase
anemia. In Seluma District in 2019 it was 21.08% anemia of 137 primary
school children. Objective: To analyze the UKS utilization in preventing
primary school children anemia in malaria-endemic areas. Methods:
Qualitative research, purposive informants selection. Data retrieval by in-
depth interviews with 10 informants, observation, and documents study.
Data analysis was done by reducing, presenting, drawing conclusions and
verifying. Results: UKS Utilization was done by giving health information
by teachers and health workers, monitoring the student nutritional status and
examining the conjunctiva but has not run optimally because it was done
once a year, there is no checking hemoglobin. The UKS program facilities
and infrastructure for anemia monitoring are incomplete and their use is also
limited. Conclusion: UKS Utilization in anemia prevention is not optimal.
Schools are expected to increase teacher knowledge of anemia through
collaboration with the Community Health Center. 35
hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 29 February, 2020
PENDAHULUAN Perkembangan sumber daya manusia dipengaruhi oleh
dua aspek yang sangat penting, yaitu pendidikan dan kesehatan. Usia yang
mudah terkena risiko penyakit dalam masa tumbuh kembang terjadi diusia
kanakkanak dan remaja. WHO mengikutsertakan tenaga pengajar, anak
sekolah, petugas kesehatan dan pemberi layanan kesehatan serta orang tua
dalam upaya untuk menciptakan lingkungan sehat, menyebarkan
pengetahuan tentang kesehatan dan menyediakan fasilitas layanan kesehatan
yang baik melalui suatu program Health Promoting School (WHO dan
UNESCO, 2018). Pelaksanaan program tersebut dikenal dengan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) di Indonesia. UKS adalah suatu upaya
peningkatan kesehatan anak sekolah yang dilakukan pemerintah sehingga
anak berkualitas dan berprestasi. Bentuk usaha yang dilakukan antara lain
dengan kegiatan promosi kesehatan yang bertujuan untuk memberikan
edukasi kesehatan. Upaya peningkatan pengetahuan hidup sehat kepada
mereka dilakukan melalui kegiatan intrakulikuler, ekstrakulikuler dan
kegiatan lainnya dalam rangka pembinaan dan p e m e l i h a r a a n k e s e h
a t a n s e j a k d i n i (Kemendikbud, 2014). UKS sebagai bentuk strategi
peningkatan layanan kesehatan primer di sekolah perlu dilakukan supaya
kesehatan anak sekolah bisa ditingkatkan secara optimal (Juniarti et al.,
2017). Permasalahan kesehatan yang dijumpai pada anak usia sekolah sangat
kompleks dan beragam. Pada usia ini anak cenderung rawan terserang
penyakit, baik yang dari lingkungan sekitar ataupun dirinya sendiri. Faktor
perilaku yang berisiko pada anak usia sekolah antara lain tidak mencuci
tangan dengan benar, sedikit konsumsi buah-buahan dan sayur serta aktifitas
fisik yang kurang. Anemia merupakan permasalahan kesehatan yang
berkaitan dengan perilaku tidak sehat anak usia sekolah (Salama dan Labib,
2016). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah sebagai pembawa
oksigen tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Apabila
konsentrasi hemoglobin dalam darah seseorang lebih rendah dari batasan
yang sudah ditentukan maka orang tersebut dikatakan menderita anemia.
Batasan hemoglobin dalam darah untuk anak berusia 5 sampai 11 tahun
yaitu 11,5 g/dl (WHO, 2011). W H O m e l a p o r k a n b a h w a t e r d a p a
t permasalahan gizi secara global, salah satunya anemia. Penderita anemia di
seluruh dunia mencapai 1,622 miliar penduduk. Dari jumlah angka tersebut
25% merupakan anak-anak sekolah. Di Indonesia angka kejadian anemia
pada anak berusia 5 sampai 14 tahun sebanyak 26,4% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013). Anemia yang terjadi di usia sekolah dasar
berdampak terhadap gangguan pertumbuhan fisik, penurunan daya tahan
tubuh, kecerdasan menurun, prestasi dan konsentrasi belajar berkurang dan
selalu tampak lesu, pucat serta tidak bersemangat (Devi, 2012). Indeks
massa tubuh rendah, imunitas menurun, sering sakit, m u d a h t e ri n f e k s
i d a n p e r u b a h a n psikomotorik yang lambat merupakan manifestasi dari
anemia anak. Hal ini dikarenakan pentingnya peranan zat besi dalam upaya
mempertahankan daya tahan tubuh dengan proses biokimia dan cellular
(Soliman et al., 2014). Kabupaten Seluma berada di Provinsi Bengkulu dan
berdasarkan Perpres No. 131 Tahun 2015 termasuk dalam wilayah yang
tertinggal dimana kriteria penetapannya dilihat dari ekonomi masyarakatnya.
M i n i m n ya p e n g h a s i l a n m a s ya r a k a t b e r p e n g a r u h t e r h
a d a p k e m a m p u a n pemenuhan kebutuhan nutrisi yang baik bagi
keluarganya, terutama untuk anak dalam masa usia sekolah karena akan
berpengaruh terhadap gizi anak. Anak usia sekolah juga termasuk golongan
yang rentan terhadap malaria. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi penyebab
terjadinya anemia anak di usia sekolah sehingga mengganggu kegiatan
proses belajar pada anak sekolah. Oleh sebab itu untuk memantau kerjadian
tersebut maka sangat Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada
Anak Sekolah Dasar... hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 29
February, 2020 36 diperlukankan keberadaan UKS. Kegiatan UKS sudah
dilaksanakan di sekolah dasar Kabupaten Seluma. Beberapa sekolah dasar
dengan pelaksanaan UKS aktif pernah diikutsertakan dalam lomba sekolah
sehat. Namun, penerapan UKS masih kurang optima l, contohnya ada yang
be lum mempunyai ruangan UKS dan sarana prasarana UKS masih belum
sesuai standar. Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa di
Kabupaten Seluma pada tahun 2019 anak SD yang mengalami anemia
sebesar 21,08 % dari 137 orang yang diperiksa. Dari uraian di atas, penulis
tertarik me l akukan pene liti an dengan judul “Pemanfaatan UKS Dalam
Memantau Kejadian Anemia pada Anak Usia Sekolah di Daerah Endemik
Malaria”. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in-dept
interview), telaah dokumen dan observasi pada siswa dan lingkungan
sekolah. Pemberi informasi di penelitian ini yaitu guru penanggung jawab
UKS, petugas dari Puskesmas dan anak SD. Informan diambil dari 5 SDN di
5 Kecamatan Kabupaten Seluma. Informan keseluruhan penelitian ini terdiri
5 orang guru yang bertanggung jawab terhadap UKS dari SD tersebut (key
informan), 5 petugas puskesmas yang melakukan pembinaan UKS pada 5
SD tersebut serta 20 anak SD yang berasal dari SD tersebut. Teknik analisis
data kualitatif dalam penelitian dengan cara mereduksi, menyajikan,
penarikan kesimpulan dan memverifikasi data yang ada. Peneliti melakukan
metode triangulasi (gabungan), yaitu triangulasi untuk melakukan pengujian
validitas data kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemanfaatan
UKS Melalui Pendidikan Kesehatan Dalam upaya peningkatan kesehatan
siswa di sekolah, UKS berperan memberikan pendidikan tentang kesehatan
untuk siswa sekolah. Pada Kabupaten Seluma pendidikan kesehatan untuk
memantau kejadian anemia terhadap siswa di sekolah melalui peran UKS
belum diajarkan secara khusus mengenai anemia. Berikut kutipan
wawancara mendalam dari informan guru UKS : “..kalau masalah anemia
belum Bu karena kami tidak terlalu faham dan kita gak punya bukunya,
kadang orang Puskesmas ke sini untuk beri penyuluhan tapi kalo anemia
belum ada secara khusus. Kami menyampaikan tentang pentingnya makan
pagi dan manfaatnya sebelum pergi ke sekolah, mengajarkan tentang
makanan-makanan sehat, bergizi, olahraga teratur supaya anak-anak tidak
mudah sakit. Biasa disampaikan dalam ruangan kelas bisa juga di luar kelas.
Pada saat jam pelajaran sekolah, bisa juga pada saat upacara..” (BB)
Pendidikan kesehatan untuk anemia belum diberikan secara khusus di
sekolah karena belum ada panduan khusus anemia yang disediakan sehingga
guru belum terlalu mengerti tentang anemia. Pemanfaatan UKS melalui
pendidikan kesehatan yang sudah di a j a rkan guru kepada s i swa di SD,
berdasarkan hasil wawancara mendalam antara lain diajarkan tentang makan
bergizi, pentingnya sarapan pagi, olahraga secara teratur, dan kebersihan diri
dapat membantu mencegah terjadinya anemia. Peran guru melalui UKS ini
sebagai pemberi informasi dan mengedukasi siswa di sekolah dengan
pendidikan kesehatan, sehingga siswa akan terbiasa untuk menjaga
kesehatan agar dapat terhindar dari anemia melalui konsumsi makanan
bergizi, kebersihan diri dan olahraga. Selain peran guru, ada juga peran
petugas Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan UKS melalui pendidikan
kesehatan sekolah. Petugas Puskesmas berperan dalam memberikan
penyuluhan kepada siswa ketika kegiatan UKS ke sekolah. Pemberian
pendidikan kesehatan kepada siswa juga bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan siswa agar dapat berperan aktif dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada Anak
Sekolah Dasar... 37 hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 29
February, 2020 Upaya meningkatkan kemampuan siswa untuk berperan aktif
melalui kegiatan UKS ini yang dilakukan adalah melatih kader kesehatan di
sekolah yang biasa disebut dokter kecil. Ketersediaan dokter kecil pada
sekolah dasar Kabupaten Seluma sudah ada 2 - 12 orang, namun jumlah
tersebut belum mencukupi untuk melaksanakan peran. Pembinaan dokter
kecil diberikan bagi siswa terpilih oleh petugas Puskesmas untuk nantinya
membantu guru dalam kegiatan UKS. Namun pembinaaan dokter kecil untuk
mencegah anemia belum dilakukan. B. Pemanfaatan UKS Melalui Pelayanan
Kesehatan Berdasarkan wawancara mendalam, peran UKS sebagai pemantau
kejadian anemia di sekolah dilakukan dengan memberikan layanan
kesehatan pada siswa. Salah satu upaya pelayanan kesehatan bagi siswa di
sekolah dengan melakukan penjaringan kesehatan dan pemeriksaan
kesehatan pada siswa secara berkala. Penjaringan kesehatan siswa di sekolah
dilakukan satu kali dalam setahun yang pelaksanaannya biasanya di awal t
ahun a j a r an ba ru. S i swa dil akukan pengukuran tinggi badan dan
penimbangan berat badan untuk mengetahui status dari gizinya. Kegiatan
melibatkan peran guru dan peran petugas kesehatan dari Puskesmas yang
diadakan di sekolah. Petugas dari Puskesmas datang ke s ekolah untuk me
lakukan penjaringan dan pemeriksaan kesehatan siswa sebagai upaya
mencegah anemia melalui peran UKS, namum belum melakukan
pemeriksaan kadar hemoglobin siswa. Penentuan siswa anemia atau tidak
hanya dilakukan melalui pemeriksaan konjungtiva siswa saja. Hasil
pemeriksaan kesehatan siswa hanya dicatat dalam laporan kegiatan
Puskesmas saja. Sementara petugas Puskesmas belum memberikan laporan
hasil pemeriksaan kesehatan pada guru. Begitu juga dengan siswa, belum
diberikan laporan kesehatan berupa buku rapor kesehatan. Hasil telaah
dokumen yang dilakukan peneliti, di sekolah belum ada laporan kegiatan
UKS dalam pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan melalui
penjaringan dan pemeriksaan kesehatan berkala pada siswa. Dalam hal ini,
peneliti mendapatkan laporan kegiatan UKS dalam pemberian pelayanan
kesehatan penjaringan dan pemeriksaan kesehatan berkala siswa sebagai
upaya memantau kejadian anemia melalui laporanlaporan kegiatan UKS
yang ada di Puskesmas. Dari Puskesmas, peneliti juga menemukan
dokumentasi penjaringan dan pemeriksaan kesehatan berkala pada siswa di
sekolah tersebut. H a s i l o b s e r va s i p e n e l iti h a n ya mendapatkan
buku rapor kesehatan pada satu sekolah saja, namun buku rapor kesehatan
tersebut tidak mencatat hasil dari pemeriksaan kesehatan siswa yang
dilakukan di sekolah. Peneliti juga mendapatkan bahwa buku rapor
kesehatan siswa belum mencukupi sesuai jumlah siswa yang ada, sehingga
buku rapor kesehatan tersebut hanya disimpan dalam lemari di ruang guru.
C. Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Penunjang UKS Keterlaksanaan
program UKS secara optimal dapat membantu dalam pendidikan dan
pelayanan kesehatan di sekolah. Keberhasilan pelaksanaan program UKS di
sekolah harus diberikan dukungan dengan tersedianya sarana dan prasarana
yang menunjang UKS. Prasarana utama dari program UKS di sekolah adalah
adanya ruang UKS di sekolah. H a s i l w a w a n c a r a m e n d a l a m
menunjukkan masih terdapat sekolah yang belum mempunyai ruang UKS.
Keterbatasan ruangan yang ada di sekolah sehingga sekolah belum bisa
menyediakan ruangan khusus UKS. Sekolah yang sudah memiliki ruang
UKS tetapi dalam pemanfaatan hanya sebatas digunakan ketika ada anak
sakit sedangkan untuk sekolah yang belum memiliki ruang UKS hanya
menggunakan ruang guru bila ada anak sakit. Selain itu, sarana program
UKS yang dapat Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada Anak
Sekolah Dasar... hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 29 February,
2020 38 menunjang dalam memberi informasi pendidikan kesehatan pada
siswa sekolah adalah media promosi kesehatan. Media ini digunakan untuk
memberi pesan-pesan kesehatan dengan tujuan agar membiasakan siswa
hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit dan anemia. Dari hasil
observasi didapatkan bahwa dari sekolah-sekolah tersebut hanya ada dua
sekolah yang memiliki ruangan UKS. Alat-alat UKS yang tersedia yaitu alat
pengukur tinggi badan, timbangan, termometer dan contoh model organ
tubuh hanya ada satu sekolah yang memilikinya. Hasil penelitian kegiatan
UKS di sekolah memperlihatkan bahwa sekolah menyediakan foto-foto
contoh cara cuci tangan, menjaga kebersihan diri dan makanan bergizi
sebagai media promosi kesehatan. Berdasarkan triangulasi dengan petugas
Puskesmas bahwa petugas Puskesmas membawa alat promosi kesehatan
berupa poster saat melakukan penyuluhan ke sekolah. PEMBAHASAN A.
Pemanfaatan UKS Melalui Pendidikan Kesehatan Pemberian pengetahuan
mengenai kesehatan pribadi bagi anak sekolah agar mereka bisa tumbuh
sehat secara fisik, mental dan sosial yang diajarkan disaat jam pelajaran
maupun kegiatan ekstra kurikuler merupakan wujud pendidikan kesehatan
(Kemendikbud, 2014). Peningkatan pengetahuan anak sekolah dan
masyarakat lingkungan sekolah dilakukan melalui pemberian pengetahuan
kesehatan yang termasuk dalam kurikulum pelajaran di sekolah, dan hal ini
dapat membantu meningkatkan kesehatan anak. Kualitas penyampaian
materi pendidikan kesehatan yang baik oleh guru yang telah terlatih dan
kompeten akan berdampak positif terhadap kesehatan (Kusmintardjo dan
Gunawan, 2017). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pemanfaatan
UKS dalam pencegahan anemia bagi siswa di sekolah dengan pendidikan
kesehatan belum dilakukan secara k husus un tuk a n emi a . Pada n e g a r a
berkembang, anemia adalah salah satu permasalahan kesehatan yang paling
luas dan lebih berisiko terhadap siswa. Anemia yang terjadi saat anak usia
sekolah menyebabkan daya tahan tubuh menurun, semakin rentan terhadap
infeksi, buruknya perkembangan kognitif, terganggunya perkembangan fisik,
buruknya kinerja sekolah hingga menurunnya kapasitas kerja dan gangguan
perkembangan sosial serta ekonomi negara. Prevalensi anemia diusia
sekolah diperkirakan mencapai 9% di beberapa negara industri maju.
Namun, anakanak usia sekolah kurang mendapat perhatian dibandingkan
dengan anak-anak prasekolah dan wanita usia subur (Soliman et al., 2014). A
n e m i a d a p a t d i c e g a h d e n g a n melakukan pemberian pendidikan
kesehatan untuk memperbaiki gizi siswa, seperti tentang makanan bergizi
ataupun sarapan pagi. Gizi seimbang dan kebiasan pola konsumsi makanan
sehat dapat mengoptimalkan tumbuh kembang siswa. Pemenuhan asupan
gizi yang baik akan dapat menghindari siswa dari berbagai penyakit dan
anemia(Ruel, 2008). Guru memiliki peran untuk mengajarkan s i swa tentang
makanan bergizi, bi sa memberikan informasi secara jelas makanan yang
sebaiknya dikonsumsi siswa untuk mencegah anemia, baik itu yang
bersumber dari protein nabati ataupun hewani. Guru juga dapat menjelaskan
asupan yang dapat memperlambat proses penyerapan zat besi bagi tubuh,
sehingga pendidikan kesehatan tentang gizi yang diberikan oleh guru
menjadi baik dalam penyampaiannya. Begitu pula tentang penyampaian
pentingnya sarapan, guru tidak hanya sebatas mengingatkan siswa saja
sebelum berangkat sekolah sebaiknya terlebih dahulu sarapan, tetapi juga
menerangkan bagaimana sarapan pagi sebaiknya dikonsumsi oleh siswa.
Guru juga menjelaskan pentingnya sarapan pagi dan manfaatnya bagi tubuh,
yang mana dengan sarapan pagi yang sehat bisa membantu mengoptimalkan
siswa dalam menerima pelajaran di sekolah. Namun, hal ini belum
Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada Anak Sekolah Dasar...
39 hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 29 February, 2020
dilakukan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan guru tentang
anemia. Bukubuku ke s ehatan t entang anemia dan pencegahannya di
sekolah untuk menambah pengetahuan juga belum ada, sehingga
pengetahuan guru sendiri tentang anemia masih kurang. Guru memiliki
peran penting dalam mengajarkan kebersihan diri kepada anak. Guru
berperan sebagai pengajar, mediator, evaluator dan motivator seperti yang di
kemukakan oleh (Sardiman, 2011) dan (Melati, 2012). Peran guru terhadap
kebersihan anak dapat dilatih melalui kegiatan sehari-hari seperti kebersihan
kuku dan membiasakan anak mencuci tangan sesudah melakukan kegiatan
dan sebelum makan. Peran petugas Puskesmas dalam pendidikan kesehtan
ini dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada siswa pada saat
kegiatan UKS di sekolah mengenai makanan yang baik dikonsumsi untuk
mencegah anemia, seperti sayur-sayur yang berwarna hijau. Sumber protein
yang berasal dari protein hewan seperti daging dan ikan. Petugas Puskesmas
menjelaskan apa saja yang menjadi penghambat proses penyerapan besi
yang terjadi di tubuh manusia, sehingga siswa bisa berusaha untuk tidak
mengkonsumsi makanan/minuman ter sebut. Petugas Puskesmas juga dapat
memberikan arahan kepada guru tentang anemia sehingga guru di sekolah
dapat melanjutkan pemberian pendidikan kesehatan anemia bagi siswa di
sekolah. Dalam pemberian pendidikan kesehatan pencegahan anemia pada
siswa di sekolah juga melibatkan peran siswa yang dijadikan kader
kesehatan, yang dinamakan dokter kecil. Siswa ditunjuk agar dapat ikut
melaksanakan sebagian usaha kesehatan baik itu terhadap dirinya sendiri,
keluarganya dan temannya (Handr awan, 2 0 0 7 ). Ha s il pene liti an
menunjukkan di sekolah dasar Kabupaten Seluma, dokter kecilnya sudah ada
sebanyak 2- 12 siswa. Menurut buku panduan pelaksanaan UKS idealnya
jumlah dokter kecil untuk tiap sekolah adalah 10 % dari jumlah siswanya,
sehingga peran dokter kecil sebagai kader kesehatan akan seimbang. Dari
jumlah dokter kecil yang ada menunjukkan bahwa dokter kecil masih belum
ideal. Jumlah dokter kecil yang tidak sesuai dengan perbandingan jumlah
siswa di sekolah menyebakan pelaksanaan kegiatan UKS tidak terlaksana
dengan baik sehingga diperlukan pembinaan dan penambahan dokter kecil
sekolah. Selain itu dalam pembinaan dokter kecil diberikan materi tentang
anemia dan bagaimana cara pencegahan anemia yang dapat dilakukan,
sehingga dokter kecil dapat berperan dalam membantu guru dan petugas
kesehatan dalam memberikan informasi pada teman-teman sebayanya agar
seluruh siswa mendapatkan informasi tentang anemia dan bagaimana cara
pencegahan anemia tersebut. B. Pemanfaatan UKS Melalui Pelayanan
Kesehatan Pelayanan kesehatan s i swa yang dilakukan melalui peran UKS
adalah suatu bentuk upaya dalam pecegahan, peningkatan derajat kesehatan,
pengobatan serta pemulihan yang dilakukan pada siswa di sekolah yang
pelaksanaannya melibatkan guru dan petugas kesehatan (Kemendikbud,
2012). Menurut pedoman pelayanan UKS di sekolah, pelayanan kesehatan
pada siswa di sekolah meliputi kegiatan imunisasi, pemberantasan sarang
penyakit, upaya alih teknologi kesehatan, pengetahuan kemungkinan adanya
penyakit melalui penjaringan dan pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan
tinggi badan dan pelaksanaan pemeriksaan berat badan, serta melakukan
perawatan ke ruang UKS jika ada siswa yang sakit dan dilanjutkan rujukan
ke Puskesmas (Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Anak, 2011).
Peran UKS melalui pemberian layanan kesehatan akan bisa dilaksanakan di
sekolah apabila dilakukan bersama dengan Puskesmas terdekat, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan dengan petugas kesehatan lain (Sayoga,
2015). Pe n i m b a n g a n b e r a t b a d a n d a n Pemanfaatan UKS dalam
Pencegahan Anemia pada Anak Sekolah Dasar...
hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 29 February, 2020 40
pengukuran tinggi badan secara periodik merupakan suatu kegiatan yang bi
sa memantau status gizi terutama pada anak. Pada anak yang memiliki
gangguan status gizi biasanya akan berbanding lurus dengan kurangnya berat
dan tinggi badan sesuai ketentuan berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Kekurangan gizi merupakan faktor yang dapat m e n y e b a b k a n a n e m i
a (Ru e l , 2 0 0 8 ). Pemeriksaan kesehatan berkala hanya dil akukan s a tu
ka li da l am s e t ahun, dikarenakan kurangnya SDM kesehatan yang ada di
Puskesmas karena pelayanan kesehatan tidak hanya dilakukan pada siswa
sekolah tetapi untuk seluruh lapisan masyarakat, sehingga pelayanan
kesehatan pada siswa di sekolah hanya bisa dilakukan satu tahun sekali. Pada
pemeriksaan kesehatan berkala siswa juga belum dilakukan pengambilan
darah untuk pemeriksaan kadar hemoglobin. Petugas Puskesmas hanya
memeriksa konjungtiva siswa saja untuk menentukan anemia atau tidaknya.
Pemeriksaan sampel darah untuk mengukur kadar hemoglobin merupakan
standar penentuan yang tepat untuk mengetahui anemia (WHO, 2011).
Berdasarkan telaah dokumen di sekolah yang berhubungan dengan
pencatatan hasil kegiatan penjaringan dan pemeriksaan kesahatan berkala di
sekolah dasar Kabupaten Seluma, belum terdapat laporan yang dibuat dari
guru sekolah untuk kegiatan tersebut, namun di Puskesmas sudah ada
laporan tentang penjaringan dan pemeriksaan kesehatan berkala di
Puskemas, juga foto-foto pelaksanaan kegiatan tersebut sudah ada untuk
melengkapi laporan yang dibuat. Guru sekolah tidak membuat laporan
kegiatan tersebut karena petugas Puskesmas juga tidak meneruskan hasil
pemeriksaan kesehatan seluruh siswa kepada guru di sekolah. Petugas
Puskesmas hanya melaporkan bila ada siswa yang perlu dirujuk ke
Puskesmas saja. C. Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Suatu lembaga
pendidikan yang menjadi t e m p a t p e n y a l u r a n s e g a l a b e n t u k
pembaharuan merupakan pengertian dari sekolah. Adapun faktor yang tidak
dapat diabaikan keberadaan dan peranannya sebagai p e n d u k u n g k e b e
r h a s i l a n k e g i a t a n pembelajaran di sekolah untuk memberikan s u a t
u p e m b a h a r u a n y a i t u s a r a n a prasarananya. Sarana dan prasarana
pembe lajaran sangatlah membe rikan dukungan yang nyata terhadap
perubahan sikap yang positif pada siswa. Dimana perubahan itu kelak akan
memberikan efek yang berarti bagi perilaku dan sikap mereka (Jannah dan
Sontani, 2018). B e r d a s a r k a n b u k u p e d o m a n
pembinaan/pengembangan UKS di sekolah, bahwa sarana prasarana UKS
yang ideal di sekolah antara lain adanya ruang UKS yang tidak menyatu
dengan ruangan lain, tempat tidur, penimbang badan, pengukur tinggi badan,
snellen chart, kotak P3K dan obat-obatan, buku catatan rujukan, rapor
kesehatan, gambar berupa poster, tempat cuci tangan/wastafel, d a n c o n t o
h m o d e l o r g a n t u b u h (Kemendi k bud, 2 0 1 2 ). Da l am upa ya
pemantauan kejadian anemia pada siswa, sarana prasana UKS yang dapat
menunjang antara lain ruang UKS, media promosi kesehatan yang
berhubungan dengan anemia, buku-buku kesehatan tentang anemia,
timbangan, alat ukur tinggi badan dan ketersediaan tempat untuk mencuci
tangan. Pemenuhan kelengkapan sarana dan prasarana UKS memerlukan
dukungan dari semua pihak sehingga akan menunjang terciptanya kesehatan
masyarakat melalui sekolah. Apabila sarana dan prasarana UKS terutama
perihal alat penunjang untuk kegiatan terpenuhi, maka UKS di sekolah dapat
terselenggara dengan optimal (Lohrmann, 2008). Berdasarkan hasil
pengamatan, sekolah yang sudah mempunyai timbangan dan p e n g u k u r t
i n g g i b a d a n b e l u m memanfaatkannya dengan baik karena alat
tersebut tampak berdebu ataupun ada juga yang tersimpan di lemari.
Semestinya, menurut buku panduan berat dan tinggi badan siswa dapat
dilakukan pengukuran minimal enam Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan
Anemia pada Anak Sekolah Dasar... 41 hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo
Published online 29 February, 2020 bulan sekali. Sejalan dengan penelitian
(Fatmawati et al., 2019), penggunaan peralatan UKS digunakan secara
insidental saja dan peralatan yang ada belum terpelihara dengan baik,
kalibrasi alat tidak pernah dilakukan dan kebersihannya pun tidak terjaga.
Pemanfaatan sarana prasarana harus ditingkatkan dalam pelaksanaan UKS
agar mutu layanan yang diberikan dapat meningkat secara terus menerus
(Firmansyah et al., 2018). Promosi kesehatan merupakan salah satu yang
dapat meningkatkan mutu dalam pemberian pendidikan kesehatan maupun
pelayanan kesehatan disekolah, dilakukan melalui media-media promosi
kesehatan m i s a l n ya p o s t e r, p amfl et da n le a fl et (Kemendikbud,
2012). Pemberian pendidikan k e s e h a t a n t e n t a n g a n e m i a d e n g a
n menggunakan leaflet membuat siswa lebih tertarik. Akan lebih mudah bagi
siswa untuk menerima dan memahami informasi yang disampaikan sehingga
penggunaan media kesehatan efektif dalam meningkatkan pengetahuan
siswa terhadap anemia dan cara pencegahannya (Haryono et al., 2014). Hasil
penelitian dengan wawancara menunjukkan bahwa guru tidak pernah
menggunakan media kesehatan dalam menyampaikan atau mengajarkan
kesehatan sebagai upaya pencegahan anemia di sekolah, hal ini disebabkan
karena tidak tersedianya media kesehatan di sekolah. Petugas Puskesmas
yang memberikan penyuluhan kepada siswa di sekolah juga tidak selalu
menyampaikan dengan menggunakan media promosi kesehatan. Pemberian
penyuluhan oleh petugas Puskesmas hanya kadang-kadang saja
menggunakan media yang dibawa dari Puskesmas. Hasil observasi di
sekolah, hanya satu sekolah yang mempunyai media promosi kesehatan
dalam bentuk poster dan leaflet. Tetapi tidak ada sekolah yang memiliki
poster atau media promosi kesehatan lainnya tentang pencegahan anemia.
Seharusnya melalui pemanfaatan UKS untuk memantau kejadian anemia
pada siswa, sekolah memiliki media penyuluhan sehingga dapat digunakan
ketika memberikan informasi tentang pendidikan kesehatan kepada siswa.
Keterbatasan media promosi kesehatan yang disediakan Puskesmas
seharusnya dapat diatasi oleh sekolah dengan cara yang sederhana. Pamflet
dan leaflet dapat diadopsi d a ri i n t e r n e t d a n d i c e t a k d e n g a n
menggunakan printer. Selain itu juga sekolah bisa membuat poster kesehatan
sendiri dengan mencari gambar-gambar yang bisa dijadikan sebagai poster
dengan diberi keterangan tentang tujuan yang ingin disampaikan. Guru
semestinya lebih bisa berinovasi dalam menyampaikan pendidikan kesehatan
t e r h adap s i s wa di s e k o l a h . Ada n ya keterbatasan media promosi
kesehatan yang digunakan dalam kegiatan penyampaian pendidikan
kesehatan ini seharusnya sebisa mungkin diantisipasi, sehingga satu tujuan
dari UKS untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan meningkatkan
derajat kesehatan siswa dapat tercapai. L i m a S D p a d a p e n e l i t i a n i
n i menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarananya masih sangat
kurang. Untuk melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pihak
sekolah bisa membuat perencanaan untuk kelengkapan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan. Selanjutnya menyampaikan kepada dinas terkait dengan
membuat proposal untuk permintaan bantuan pengadaan sarana dan
pembuatan prasarana penunjang UKS sehingga dapat dimanfaatkan dengan
baik dalam upaya pencegahan anemia pada siswa melalui pelaksanaan UKS
di sekolah. PENUTUP Berdasarkan hasil dan pembahasan pada pe n e l iti a
n b i s a di s i mpul k a n b a h wa pemanfaatan UKS masih belum maksimal
pada anak sekolah dasar dalam hal mencegah a n e m i a , p e l a k s a n a a n
U K S b e l u m memfokuskan pada anemia, peran UKS dalam pendidikan
kesehatan belum mengajarkan tentang anemia dan pencegahannya secara
Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada Anak Sekolah Dasar...
hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 29 February, 2020 42 khusus,
peranan UKS dalam pelayanan kesehatan dilakukan dengan pemantauan
status gizi yaitu dengan dilakukannya ukur tinggi badan dan timbang berat
badan. Keterbatasan sarana dan prasarana UKS membuat pemanfaatannya
pun belum maksimal. Pemanfaatan UKS dalam pencegahan anemia pada
anak sekolah dasar di daerah endemik ma l a ri a , diha r apkan Dina s
Pendidikan memberikan pelatihan kepada guru yang ditunjuk untuk
bertanggung jawab terhadap kegiatan UKS dan sekolah juga diharapkan
dapat meningkatkan kerjasama dengan Puskesmas setempat dalam
pemberian pelayanan kesehatan pada siswa, serta m e l e n g k a p i s a r a n a
p r a s a r a n a ya n g dibutuhkan. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.
Devi, N. (2012). Gizi Anak Sekolah. Jakarta: Kompas. Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Anak. (2011). Usaha Kesehatan Sekolah di Tingkat
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Pondok Pesantren. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Anak. Fatmawati, F., Sutrisno,
S., & Firdhaushy, H. S. (2019). Penerapan Fungsi Manajemen Pada Program
Usaha Kesehatan Sekolah di Sekolah Menengah Pertama. HIGEIA (Journal
of Public Health Research and Development), 3(2), 179–189. Firmansyah,
T., Supriyanto, A., & Timan, A. (2018). Efektivitas Pemanfaatan Sarana dan
Prasarana dalam Meningkatkan Mutu Layanan di SMA Laboratorium. Jurna
l Mana jemen Dan Sup er v isi P e n d i d i k a n , 2 ( 3 ) , 1 7 9 – 1 8 4 .
hps://doi.org/10.17977/um025v2i32018 p179 Handrawan, N. (2007). Buku
Panduan Untuk Kader Kesehatan Untuk Guru, Masyarakat, Murid. Jakarta:
Indonesia. Haryono, D., Hanim, D., & Kusnandar, K. (2014). Pengaruh
Pendidikan Anemia Gizi Audio Visual dan Leaflet terhadap Tingkat
Pengetahuan dan Perilaku Mengkonsumsi Tablet Fe Serta Kadar
Hemoglobin pada Remaja Putri. Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 1(2). Jannah, S.
N., & Sontani, U. T. (2018). Sarana dan Prasarana Pembelajaran Sebagai
Faktor Determinan Terhadap Motivasi Belajar. Jurnal Pendidikan
Manajemen P e r k a n t o r a n , 3 ( 1 ) , 2 1 0 .
hps://doi.org/10.17509/jpm.v3i1.9457 Juniarti, N., Haroen, H., & Yani, D. I.
(2017). Upaya Penguatan Pelayanan Kesehatan P ri m e r Pa d a A n a k S e
k o l a h D i Pangandaran. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (JPKM),
1(4), 232–235. Kemendikbud. (2012). Pedoman Pembinaan d a n P e n g e m
b a n g a n U K S . Hp://Www.Mebermutu.Org/Admin/Lamp iran/Pedoman-
Pembinaan-Uks.Pdf. Kemendikbud. (2014). Pedoman Pelaksanaan UKS di
Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Kusmintardjo, & Gunawan, I. (2017).
Manajemen Layanan Khusus (D. E. Kusumaning rum, ed.). Ma l ang :
Universitas Negeri Malang. Lohrmann, D. K. (2008). A Complementary
Ecological Model of the Coordinated School Health Program. Public Health
R e p o r t s , 1 2 3 ( 6 ) , 6 9 5 – 7 0 3 .
hps://doi.org/10.1177/003335490812300 605 Melati, R. (2012). Kiat Sukses
Menjadi Guru Paud yang Disukai Anak-Anak. Yogyakarta: Araska. Ruel, M.
T. (2008). Addressing the underlying de t e rminant s of unde rnutrition:
Examples of successful integration of nutrition in poverty-reduction and
agriculture strategies. In SCN News: Accelerating the reduction of maternal
and child nutrition. United Kingdom: Lavenham Press. Pemanfaatan UKS
dalam Pencegahan Anemia pada Anak Sekolah Dasar... 43
hps://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo Published online 19 February, 2020 Salama, R.
A., & Labib, M. R. (2016). Prevalence of Anemia Among Informal Primary
School Children: A Community Based Study in Rural Upper Egypt.
Epidemiology Biostatistics and Public Health, 13(1), 1–7.
hps://doi.org/10.2427/11567 Sardiman, A. M. (2011). Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sayoga. (2015).
Pendidikan Kesehatan untuk Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Soliman, A., Kalra, S., & Sanctis, V. De. (2014). Anemia and
growth. Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, 18(7), 1–5.
hps://doi.org/10.4103/2230-8210.145038 WHO. (2011). Haemoglobin
concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of severity.
Vitamin and Mineral Nutrition Information System (VMNIS), p. 6. R e t r i e
v e d f r o m hps://www.who.int/vmnis/indicators/h aemoglobin.pdf WHO,
& UNESCO. (2018). Global Standards for Health Promoting Schools (p.
12). p. 12. Geneva. Pemanfaatan UKS dalam Pencegahan Anemia pada
Anak Sekolah Dasar... Khairunnisa, dkk 44

Anda mungkin juga menyukai