USUL PENELITIAN
PERGURUAN TINGGI
Bulan dan Tahun
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN ANTAR KERJASAMA PERGURUAN TINGGI
Kota, tanggal-bulan-tahun
Mengetahui,
Dekan/Ketua Ketua Peneliti,
Tanda tangan Tanda tangan
(Nama Lengkap) (Nama Lengkap)
NIP/NIK NIP/NIK
Menyetujui,
Ketua LP/LPPM
Tanda tangan
(Nama Lengkap)
NIP/NIK
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
1. Judul Penelitian : Budaya Sedekah Bumi di Jawa Timur sebagai Representasi Islam
Nusantara dan Relevansinya Pada Era Milenial
2. Tim Peneliti
No Nama Jabatan Bidang Keahlian Instansi Asal Alokasi
Waktu
(jam/minggu)
1 ………………… Ketua …………… ………… …………………….. ………………
…
2 ………………… Anggota 1 …………… ………… …………………….. ………………
…
3 ………………… Anggota 2 …………… ………… …………………….. ………………
…
…. ………………… …………. …………… ………… …………………….. ………………
…
3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian):
Upacara adat sedekah bumi di Provinsi Jawa Timur
4. Masa Pelaksanaan
Mulai : bulan : Februari tahun: 2018
Berakhir : bulan : November tahun: 2019
7. Temuan yang ditargetkan (penjelasan gejala atau kaidah, metode, teori, atau
antisipasi yang dikontribusikan pada bidang ilmu)
Mendeskripsikan pelaksanaan syariat Islam dalam upacara sedakah bumi dan relevansinya
pada era milenial.
8. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu (uraikan tidak lebih dari 50 kata,
tekankan pada gagasan fundamental dan orisinal yang akan mendukung
pengembangan iptek)
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Aplikasi Syariat Islam dalam budaya sedekah bumi
Relevansinya Terhadap Pemahaman Nilai Islam pada Era Milenial di Provinsi Jawa Timur.
Penelitian ini menjadi penting untuk menambah khazanan dan pemahaman mengenai
kekayaan budaya Indonesia serta menepis anggapan bahwa budaya tidak dapat
bersinggungan dengan budaya
9. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran (tuliskan nama terbitan berkala ilmiah
internasional bereputasi, nasional terakreditasi, atau nasional tidak terakreditasi dan
tahun rencana publikasi)
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
10. Rencana luaran berupa buku, purwarupa atau luaran lainnya yang ditargetkan, tahun
rencana perolehan atau penyelesaiannya
………………………………………………………………………………………
DAFTAR ISI
Pendahuluan .................................................................................................................. 1
Tinjauan Pustaka............................................................................................................ 3
Lampiran ........................................................................................................................ 10
RINGKASAN
Sedekah bumi merupakan tradisi nenek moyang dari suku Jawa yang mengalami
akulturasi dengan budaya Islam. Hal ini dipengaruhi oleh persebaran agama Islam di tanah
Jawa yang mengalami penyesuaian dengan nilai nilai lokal dari budaya Jawa.
Menariknya, pelaksanaan sedekah bumi menjadi unik karena penerapan di
berpenerapan sedekah bumi sebagai daerah tidaklah sama. Menurut Geertz, Hal ini
dipengaruhi oleh sistem keagamaan di pedesaan Jawa pada umumnya terdiri dari suatu
perpaduan yang seimbang dari unsur-unsur animisme, Hindhu, dan Islam yang merupakan
suatu sinkretisme dasar yang merupakan tradisi rakyat yang sesungguhnya.
Dari latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan penelitian mengenai budaya
sedekah bumi sebagai salah satu representasi Islam Nusantara. Metode penelitian yang akan
digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosio-antropologi. Metode tersebut
juga memungkinkan peneliti untuk menggunakan model pendekatan etnosains.
Penelitian ini dimulai dari pemetaan wilayah yaitu seluruh kabupaten di Jawa Timur.
Tujuan dipilihnya lokasi penelitian tersebut adalah agar data yang diperoleh lebih
komperehensif dan valid. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik wawancara (simak,
cakap, catat, serta dokumentasi).
Luaran dari penelitian ini adalah artikel ilmiah yang akan dipublikasikan dalam jurnal
nasional atau internasional setiap tahunnya. Selain diterbitkan dalam bentuk jurnal, penelitian
ini akan dibukukan.
Penelitian ini menjadi penting karena hingga saat ini Islam Nusantara masih menjadi
perdebatan yang panjang. Penelitian ini berusaha menjawab keterkaitan antara nilai-nilai
Islam Nusantara dengan budaya Indonesia. Harapannya, penelitian ini dapat menambah
khazanah keilmuan tentang Islam Nusantara serta keterkaitannya dengan kekayaan budaya
Indonesia.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sedekah bumi merupakan salah satu budaya Indonesia yang masih dilestarikan hingga
saat ini. Upacara sedekah bumi berarti menyedekahi bumi atau niat bersedekah untuk
kesejahteraan bumi. Bersedekah ini digunakan sebagai bentuk dari ucapan syukur atas segala
nikmat yang telah di berikan Tuhan kepada manusia. Dengan kata lain, sedekah bumi sangat
dekat dengan bagian hal-hal berbau keagamaan dan kepercayaan.
Sedekah bumi sendiri telah ada sejak Indonesia belum mengenal agama dengan
konsep Theisme/ ketuhanan. Pada masa itu, sedekah bumi lebih dikenal dengan sesaji bumi
atau laut. Upacara ini dipercaya untuk menjaga kesejahteraan suatu wilayah tertentu dengan
memberikan sesaji kepada roh atau hal-hal berbau mistis lainnya. Namun ketika masyarakat
mulai mengenal theisme, upacara ini masih dipertahankan. Bahkan saat Walisongo masuk
dan menyebarkan ajaran Islam, ritual budaya sesaji bumi tersebut diadaptasi sebagai sarana
untuk mensyiarkan ajaran Allah, yaitu ajaran tentang iman dan takwa.
Sedekah bumi berasal dari dua kata yaitu shodaqoh (Arab) dan bumi. Kata Shodaqoh
ini merupakan salah satu idiom dalam Islam. Idiom ini erat diartikan sebagai derma atau
memberikan sesuatu kepada yang berhak menerima. Sedangkan kata bumi sendiri erat
kaitannya dengan agama Hindu. Hindu sendiri merupakan salah satu agama Ardhi atau
agama bumi. Dari gabungan kata tersebut saja sudah tercermin perpaduan budaya antara
Islam dan Hindu dalam tradisi ini.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tokoh yang menjadi sentral dalam
perpaduan budaya Islam dengan budaya Hindu (budaya lokal sebelumnya) adalah Walisongo.
Walisongo melakukan syiar Islam dengan cara-cara yang unik. Mereka melakukan syiar
dengan cara mengangkat kebudayaan lokal. Budaya lokal ini selanjutnya diselaraskan dengan
ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh para Wali. Hal ini dilakukan oleh para Wali agar Islam
lebih cepat diterima oleh masyarakat sekitar. Penggunaan budaya dan bahasa yang dimengerti
oleh masyarakat sekitar membuat Islam lebih dekat dengan warga.1
1
Salah satu contoh perpaduan budaya yang dilakukan oleh para Wali yang masih dipegang erat oleh
masyarakat Jawa adalah tradisi kupat (ketupat). Tradisi ini dilakukan pada hari raya Idul Fitri. Menurut para
Wali, kupat memiliki arti laku papat atau empat keadaan yang dianugerahkan Allah setelah kita berpuasa.
Keempat keadaan tersebut adalah lebaran, leburan, luberan, dan laburan. Kata lebaran berasal dari kata lebar
yang berarti selesai. Dengan kata lain, lebaran berarti telah selesai menuntaskan puasa atau ujian hawa nafsu.
Pada kata leburan berasal dari kata lebur yang berarti hancur atau luluh. Leburan berarti hancur atau luluhnya
dosa-dosa setelah menjalankan puasa sebulan penuh. Sedangkan kata luberan berasal dari kata luber yang
Pengangkatan budaya lokal sebagai salah satu cara untuk menyebarkan agama Islam
ternyata efektif. Perpaduan budaya ini akhirnya membuat Islam di Indonesia memiliki warna
khusus. Hal ini juga sering disebut dengan Islam Nusantara. Azyumardi Azra menyebutkan
bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang toleran terhadap budaya lain. Dengan kata lain,
embrio toleransi ini sudah ada sejak masa syiar Islam ala Walisongo dengan mengusung
akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal.
Salah satu daerah yang cukup kental terhadap akulturasi budaya ini adalah Jawa
Timur. Penyebabnya, provinsi ini tercatat dalam sejarah mendapat pengaruh dari 5 orang
Walisongo. Cara-cara syiar Islam yang menarik dan khas dari Walisongo ini cukup
mempengaruhi kebudayaan di Jawa Timur. Melalui peran Walisongo inilah Islam
berkembang dan melembaga di dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak tradisi yang
dinisbahkan sebagai kreasi dan hasil cipta rasa Walisongo yang hingga sekarang tetap
terpelihara di tengah-tengah masyarakat (Syam, 2005: 70).
Selain itu, persebaran Islam di Jawa Timur juga mempunyai pemetaan yang unik.
Menurut Syam (2005:69) Jawa Timur adalah pusat penyebaran Islam di Pulau Jawa. Di Jawa
Timur, Islam bersinggungan langsung dengan berbagai kebudayaan lokal. Setidaknya ada
lima budaya besar yang bersinggungan dengan ajaran agama Islam antara lain budaya
Madura, Pandalungan, Mataraman Daratan, Mataraman Pesisir, dan budaya Arek. Kelima
budaya ini menghasilkan akulturasi warna Islam yang berbeda-beda. Lima budaya tersebut
tercermin pada 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur. Pertama, budaya Madura yang
mempengaruhi 4 kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasa, dan Sumenep. Kedua,
Islam juga dipengaruhi oleh budaya Pandalungan. Budaya Pandalungan ini dihasilkan oleh
pertemuan budaya dari Madura, Jawa yang halus, serta budaya dari suku Oying (Islam) dan
Tengger (Hindu). Kabupaten yang mendapat pengaruh budaya Pandalungan adalah Pasuruan,
Probolinggo, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi.
Ketiga, Islam bertemu dengan budaya dari bekas kekuasaan kerajaan Majapahit
(Hindu), kerajaan Mataram Islam di Surakarta, dan budaya lokal masing-masing daerah.
Biasanya, akulturasi budaya ini disebut dengan Islam Daratan atau Pedalaman. Lokasi dari
Islam Daratan/Pedalaman adalah Mojokerto (kabupaten dan kota), Jombang, Nganjuk,
berarti berlimpah. Luberan memiliki makna berlimpah pahala setelah berpuasa penuh selama sebulan. Terakhir,
laburan yang berasal dari kata labur atau memoles sesuatu menjadi putih. Laburan memiliki makna menjadi
putih kembali atau menjadi suci kembali.
Madiun, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan, Ngawi, Blitar (kabupaten dan kota), Malang
(kabupaten dan kota), Kediri, dan beberapa kabupaten/kota lainnya.
Keempat, Islam bertemu dengan budaya pesisir. Pesisir utara Jawa sendiri menurut
sejarah merupakan salah satu pintu masuk Islam yang utama. Tak heran jika di sana terdapat
akulturasi budaya asli Islam yang di bawa dari tanah Arab dengan budaya lokal. Ditambah
lagi, setidaknya di pesisir Jawa terdapat tiga Wali yang bertugas yaitu Sunan Giri, Sunan
Drajat, dan Sunan Bonang. Islam yang bersinggungan dengan budaya ini lazim disebut Islam
Mataraman pesisir dan pegunungan. Daerah yang termasuk adalah Gresik, Lamongan, dan
Tuban.
Kelima, Islam berbasis budaya Arek. Kata budaya Arek sendiri merujuk pada satu
daerah, yaitu Surabaya. Budaya ini diberikan satu wilayah khusus karena Surabaya sejak
awal merupakan pusat pemerintahan administrasi. Akibatnya, berbagai etnis dari luar
Surabaya bercampur di kota ini. Selain itu, napas ajaran Walisongo masih kental di sini. Ini
membuat budaya Arek perlu mendapat perhatian khusus. Daerah yang termasuk kedalam
wilayah ini adalah Surabaya & Sidoarjo.
Dari beragam karakteristik budaya inilah, membuat seluruh wilayah kabupaten dan
kota di Jawa Timur perlu diteliti. Berbagai percampuran budaya yang terjadi bisa ditarik
sebagai bukti bahwa Jawa Timur merupakan miniatur dari Islam Nusantara itu sendiri.
Apalagi jika merujuk pada satu tradisi budaya tertentu yang memang dibawa oleh para Wali
sebagai cara dakwahnya, yaitu sedekah bumi.
Namun di era milenial saat ini, di mana budaya tidak mendapat banyak perhatian. Hal
ini disebabkan karena banyaknya gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama. Salah
satu cara untuk menangkal hal tersebut adalah memberikan pandangan Islam yang baru,
yakni Islam Nusantara. Paham mengambil sudut pandang kelokalan dianggap sebagai salah
satu alternatif sebagai penangkal radikalisme. Selain itu, berangkat dari budaya lokal pula,
Islam Nusantara dianggap sebagai salah satu pembentuk karakter bangsa.
B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas dan menguak asumsi dalam penelitian, maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana tradisi sedekah bumi di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Timur
berlangsung
2. Bagaimana penerapan nilai-nilai Islam dalam tradisi sedekah bumi di berbagai
kabupaten dan kota di Jawa Timur
3. Bagaimana keislaman, kelokalan, dan keindonesiaan berperan membentuk
identitas orang masyarakat Islam di Jawa Timur
4. Apa signifikansi Islam Nusantara yang tercermin dalam tradisi sedekah bumi di
Jawa Timur dalam membentuk karakter bangsa Indonesia
5. Bagaimana relevansi sedekah bumi di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Timur
sebagai representasi Islam Nusantara pada Era Milenial
C. Tujuan Penelitian
Bertolak dar latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini
difokuskan pada upaya untuk mendapatkan penjelasan mengenai :
1. Proses tradisi sedekah bumi di Jawa Timur
2. Proses penerapan nilai-nilai Islam yang dilakukan dalam upacara sedekah bumi di
Jawa Timur
3. Proses pembentukan identitas hibrida orang-orang muslim di Jawa Timur
4. Arti penting Islam Nusantara yang tercermin dalam sedekah bumi sebagai
pembentuk karakter bangsa
5. Kerelevanan akulturasi budaya lokal dan Islam dalam upacara sedekah bumi
untuk kalangan muda (era milenial)
D. Kegunaan Penelitian
Berpijak dari tujuan penelitian, maka penelitian ini diarahkan untuk dapat
memberikan manfaat secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis, studi ini
memberikan manfaat yang cukup besar, terutama dalam menyumbangkan fakta yang
lebih rinci, koreksi maupun memperkuat pandangan-pandangan terdahulu, atau
minimal memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan yang telah ada
misalnya kajian keberagamaan dan identitas hibrida dalam bidang sosiologi agama
dan cultural studies. Secara praktis, penelitian ini memberikan sejumlah fakta upacara
sedekah bumi di Jawa Timur sebagai informasi yang dapat dijadikan pertimbangan
dalam menentukan berbagai kebijakan kemasyarakatan dan sikap toleran terhadap dan
pemahaman karakter budaya yang memengaruhi pola keberagamaan dan penentuan
karakter bangsa.
Ada dua konsep yang akan dijelaskan dalam penelitian ini. Hal ini berguna untuk
mengurangi kesalahpahaman dan bias dalam memahami konsep-konsep itu yang
mempengaruhi “kerja” penelitian ini. Konsep-konsep penelitian itu sebagai berikut :
1. Keberagamaan
Dari segi bahasa, agama bukanlah kata sifat, keadaan, ataupun kata kerja. Kata yang
mengandung makna sifat atau keadaan adalah keberagamaan, yaitu suatu kata yang berasal
dari kata dasar agama yang kemudian dibentuk menjadi beragama, lalu diberi imbuhan ke-
dan–an sehingga menjadi keberagamaan.
Untuk mengetahui makna keberagamaan, maka perlu dipahami dulu makna kata
agama agar tidak terjadi kesalahpahaman. Agama dalam pandangan Roland Robertson2
dikatakan sebagai sebuah sistem keyakinan, berisikan ajaran dan petunjuk bagi para
penganutnya supaya selamat dalam kehidupan setelah mati. Karena itu, keyakinan
keagamaan dapat dilihat sebagai orientasi pada masa yang akan datang, dengan cara
mengikuti kewajiban-kewajiban keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan
agama yang dianut atau diyakininya.
Definisi yang disampaikan Roland Robertson secara tidak langsung memberikan
gambaran bahwa kata agama sejatinya tidak hanya berhubungan dengan idea saja (ajaran),
tetapi berhubungan juga dengan sistem perilaku manusia yang paling mendasar. Oleh karena
itu agama sebagaimana dinyatakan Parson3, merupakan suatu komitmen terhadap perilaku,
atau simbol yang menghubungkan manusia dengan kondisi tertinggi (ultimate condition)
daripada eksistensinya pada titik artikulasi antara sistem dan sosial, di mana nilai-nilai dan
sistem budaya terjalin dalam sistem sosial yang diwariskan, diinternalisasikan dari generasi
terdahulu ke generasi berikutnya. Ketika seseorang mengamalkan kewajiban-kewajiban yang
ada dalam agama tersebut, maka keberagamaannya akan berkaitan erat dengan dimensi
keyakinan, praktek agama, pengalaman dan pengetahuan agama seseorang dalam menjalani
dan menyikapi kehidupan.
2
Roland Robertson (ed), Agama : dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, terj. Achmad Fedyani Saifudin,
M.A., CV Rajawali, Jakarta, cet. I, 1988, hlm. VII
3
Djamari Agama Dalam Perspektif Sosiolologi. (Jakarta : Depdikbud P2LPTK, 1998), 73
2. Identitas dan Representasi Budaya
Kaplan4 menegaskan bahwa identitas memang bukan persoalan sederhana, apalagi
jika konsep bahkan proses identitas itu dikaitkan dan dilekatkan dengan konsep dan persoalan
etnisitas, maka banyak persoalan ketika sekolompok etnis (etnisitas) mengartikan dirinya
dalam konteks yang berbeda-beda yang biasanya diasosiasikan dengan perilaku kebudayaan,
contohnya, pada bahasa, adat istiadat, keyakinan, sejarah, pakaian dan budaya materi.
Kompleksitas identitas juga dinyatakan oleh Watson5, identitas merupakan suatu konsep yang
kompleks, di dalamnya terdapat identitas individu yang terhubung dengan identitas kelompok
sebagai bagian dari karakteristik-karakteristik umum seperti nasionalitas, gender, sosial-
ekonomi, keluarga, agama, etnis dan budaya yang bergantung pada tujuan apa konsep
identitas dugunakan.
Dalam Chris Barker6, identitas tidak hanya dipahami sebagai proses interaksi manusia
dalam “mendefinisikan dirinya” saja, namun identitas dikatakan sebagai produk kultural yang
spesifik dan tidak abadi. Identitas dipandang sebagai ekspresi yang dilakukan melalui
berbagai bentuk representasi yang dapat dikenali oleh orang lain dan diri sendiri. Identitas
merupakan suatu esensi yang dapat dimaknai melalui tanda-tanda selera, kepercayaan, sikap
dan hidup, karena itu identitas dianggap lebih bersifat personal sekaligus sosial dan menandai
bahwa kita sama atau berbeda dengan orang lain, namun yang terpenting dari pernyataan ini
adalah identitas harus dipahami sebagai sesuatu yang kita miliki atau sesuatu yang tetap dan
harus dicari.
Representasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu secara
bermakna, atau mempresentasikan pada orang lain. Representasi dapat berwujud kata,
gambar, sekuen, serta cerita yang ‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi
bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam
pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara
timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas
(Hartley,2010:265)
Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Menurut Stuart
Hall representasi adalah salah satu praktik penting memproduksi budaya. Kebudayaan
merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’.
4
Kaplan, Flora Edouwaye S. “Making and Remaking National Identities”, dalam A Companion to Museum
Studies. Sharon Macdonald (ed.). (Australia: Blackwell Publishing, 2006), 153
5
Watson, Sheila. “History Museum, Community Identities and A Sense Of Place: Rewriting Histories”,
Museum Revolutions: How Museums Change and Are Changed. Simon J. Knell, Susanne Macleod, and Sheila
watson (ed.), (London and New York: Rouledge, 2007), 269
6
Chris Barker. Cultural Studies….. 410
Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada
disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama,
berbicara dalam bahasa yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama (Hall dalam
Newsletter Kunci, 2000).
Untuk menelaah konsep-konsep penelitian itu bekerja, digunakan teori identitas
budaya milik Stuart Hall7 sebagai pisau analisis. Teori ini menyatakan bahwa identitas
budaya (identitas etnis) sedikitnya dapat dilihat dari dua cara pandang, yaitu identitas budaya
sebagai wujud (Identity as being), dan identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as
becoming).
Cara pandang kesatu menyatakan bahwa identitas budaya dilihat sebagai suatu
kesatuan yang dialami bersama, atau merupakan bentuk “dasar atau asli” seseorang dan
berada dalam diri banyak orang yang memiliki kesamaan sejarah dan leluhur. Cara pandang
kedua menyatakan bahwa identitas budaya adalah cerminan kesatuan sejarah dan kode-kode
budaya yang memberntuk sekelompok orang menjadi “satu” walaupun dari “luar” mereka
tanpak berbeda. Hal ini berarti juga bahwa kode-kode budaya mampu menyatukan mereka.
Dari sinilah proses negosiasi kultural dilakukan orang-orang di Jawa Timur dalam
memandang Islam terhadap keberagamaannya yang berujung pada terbentuknya identitas.
3. Sedekah Bumi
Sedekah bumi merupakan suatu upacara atau tradisi yang dilakukan oleh berbagai
masyarakat di Indonesia sebagai perwujudan rasa syukur. Sedekah bumi dianggap sebagai
ritual dan upacara yang dilakukan oleh agama atau kepercayaan tertentu, khususnya Islam.
Sebagai sebah upacara, kerangka teori mengenai sedekah bumi yang paling tepat adalah yang
dikemukakan oleh W. Robert Smith.
W. Robert Smith merupakan ahli telogi, ahli ilmu pasti, dan ahli ilmu bahasa dan
kesusastraan Semit. Atas segudang keahlian yang dimilikinya, ia menjadi Guru Besar dalam
Bahasa Arab dan Kesusatraan Arab di Universitas Cambridge. Dari berbagai buku yang
berhasil ia karang, sebuah buku yang berhubungan dengan teorinya adalah buku Lectures on
Religion of the Semites (1889).
Teori yang dikemukakan Smith ini tidak berpangkal pada analisa sistem keyakinan atau
pelajaran doktrin dari religi, tetapi berpangkal pada upacaranya (dalam Koentjaraningrat :
7
Stuart Hall. Cultural Identity anda Diaspora (London, 1990), 393
1987, 67-68). Mengutip pernyataan Smith yang termuat dalam bukunya Koentjaraningrat,
bahwa ada tiga gagasan penting yang menambah pengertian kita terhadap azas-azas religi dan
agama pada umumnya. Pertama, bahwa di samping sistem keyakinan dan doktrin, sistem
upacara merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan
analisa khusus.Menurut W.R. Smith dalam banyak agama upacaranya itu tetap, namun latar
belakang, keyakinan, maksud atau doktrin berubah.
Kedua, upacara religi atau agama yang bisanya dilaksanakan oleh banyak warga
masyarakat pemeluk agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial
untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Motivasi mereka tidak semata-mata untuk
berbakti kepada Tuhan atau dewa, atau untuk meraih kepuasan keagamaan secara pribadi,
melainkan juga karena adanya anggapan bahwa dengan melakukan upacara adat adalah suatu
kewajiban sosial.
Ketiga, bahwa dalam upacara sesaji memiliki fungsi yakni sebagai aktivitas untuk
mendorong rasa solidaritas dengan dewa. Sebab dalam hal ini dewa juga dipandang sebagai
anggota komunitas meskipun kedudukannya lebih istimewa bahkan kasat mata. Menurut
Smith upacara sesaji ini merupakan upacara yang gembira, meriah, dan keramat.
4. Islam Nusantara
Islam Nusantara (IN) terdiri dari dua kata, Islam dan Nusantara. Islam berarti
“penyerahan, kepatuhan, ketundukan, dan perdamaian” (nu.or.id). Agama ini memiliki lima
ajaran pokok sebagaimana diungkapkan Nabi Muhammad, yaitu “Islam adalah bersaksi
sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan
shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa dan menunaikan haji—bagi yang mampu.”
(nu.or.id). Selain itu Islam memiliki dua pedoman yang selalu dirujuk, Alquran dan Hadith.
Keduanya memuat ajaran yang membimbing umat manusia beserta alam raya ke arah yang
lebih baik dan teratur.
Berdasarkan pengertian di atas, IN adalah ajaran agama yang terdapat dalam Alquran
dan Hadith yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad yang diikuti oleh penduduk asli
Nusantara (Indonesia), atau orang yang bertempat tinggal di dalamnya. Namun jika dikaitkan
dengan pandangan setiap muslim atau organisasi Islam tertentu, konsep IN akan menjadi
kompleks. Misalnya saja melalui pendekatan historis-antropologis yang memunculkan dua
istilah, yaitu Islam Khas Indonesia dan islam budaya nusantara. Yang dimaksud IN sebagai
Islam khas Indonesia adalah:
Islam yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal,
budaya, dan adat istiadat di Tanah Air. Dalam konteks ini, budaya suatu daerah atau negara tertentu
menempati posisi yang setara dengan budaya Arab dalam menyerap dan menjalankan ajaran Islam.
Suatu tradisi Islam Nusantara menunjukkan suatu tradisi Islam dari berbagai daerah di Indonesia yang
melambangkan kebudayaan Islam dari daerah tersebut. (www.nu.or.id 2016).
Istilah ini dimunculkan Aqil Siradj, Ketua PBNU. Menurutnya, IN merupakan Islam
yang hanya dimiliki Indonesia, yakni corak Islam Nusantara yang heterogen. Satu daerah
dengan daerah lainnya memiliki ciri khas masing-masing, tetapi memiliki ruh yang sama.
Kesamaan nafas, merupakan saripati dan hikmah dari perjalanan panjang Islam berabad-abad
di Indonesia yang telah menghasilkan suatu karakteristik yang lebih mengedepankan aspek
esotoris hakikah, ketimbang eksoteris syariat.
METODE PENELITIAN
Objek material tulisan ini adalah prosesi budaya sedekah bumi di provinisi Jawa
Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian campuran atau
mixed method (kualitatif-kuantitatif) dengan pendekatan etnosains. Selain itu, metode
penelitian sosial budaya berhubungan erat dengan tujuan penelitian sosial budaya. Penelitian
sosial budaya bertujuan mengumpulkan dan mengkaji data, serta mempelajari fenomena
sosial budaya. Penelitian sosial budaya melibatkan kaidah-kaidah sebagai hasil deskriptif
dengan metode kajian berdasarkan teori-teori tertentu (Djajasudarma 2006: 4).
Merujuk dari metode sebelumnya, penelitian ini pun menggunakan mixed method
(kualitatif-kuantitatif). Sugiyono (2011:404) menyatakan bahwa metode penelitian kombinasi
adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan antara metode kuantitatif dengan
metode kualitatif secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh
data yang lebih kompeherensif, valid, reliable, dan obyektif.
Untuk memperkuat metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
etnosains. W.H Goodenough dalam Ahimsa (1964) berpendapat bahwa konsep etnosains
mengacu pada paradigma kebudayaan yang menyatakan bahwa kebudayaan tidak berwujud
fisik tapi berupa pengetahuan yang ada pada manah manusia. Etnosains banyak mengkaji
klasifikasi untuk mengetahui struktur yang digunakan untuk mengatur lingkungan dan apa
yang dianggap penting oleh suatu etnik, penduduk suatu kebudayaan. Setiap suku bangsa
membuat klasisfikasi yang beda atas lingkungan nya dan hal ini tercermin pula pada kata-
kata atau leksikon yang mengacu benda, hal, kegiatan bahkan juga struktur sintaksis yang
diperlukan untuk memprensentasikan pengalaman yang berbeda, unik.
Sumber data penelitian ini adalah tradisi sedekah bumi di provinsi Jawa Timur.
Penelitian ini akan dilaksanakan di provinsi Jawa Timur dengan membagi lima wilayah
cakupan. Lima wilayah tersebut adalah Madura, Pandalungan, Mataraman
Daratan/Pedalaman, Marataman Pesisir, dan Budaya Arek. Untuk mendapatkan data yang
lengkap dan komperehensif, maka kelima wilayah sosiologis tersebut akan diteliti. Kelima
jenis aliran Islam ini tercermin dalam 38 kabupaten dan kota yang ada di Jawa Timur.
Sebelum mulai mengamati, peneliti akan melakukan proses wawancara dan sosialisasi
awal. Selanjutnya, dilakukan studi pustaka untuk memperoleh data dasar atau data awal.
Kemudian, pembuatan angket dilakukan sebagai salah satu instrument penelitian. Setelah itu,
selama lima hari peneliti akan mengamati proses sedekah bumi di wilayah-wilayah tersebut.
Setelah didapatkan data, dilakukan proses Forum Group Discussion sebagai salah satu cara
menilai keabsahan data. Terakhir, dilakukan analisis data sebelum dilakukan penyusunan
laporan.
Responden atau informan obyek penelitian adalah para pelaku tradisi sedekah bumi di
provinsi Jawa Timur. Pelaku merupakan masyarakat asli dari ke-38 kabupaten di Jawa Timur.
Peneliti melakukan observasi dan simak libat cakap dengan informan yang ahli dalam
kegiatan sedekah bumi. Peneliti menyimak dan terlibat pada saat melakukan observasi dan
data yang diperoleh bersifat alamiah dan apa adanya tanpa melihat dan menilai benar atau
salah. Data tradisi sedekah bumi ini diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan
perekaman dari informan yang sekaligus pelaku sedekah bumi.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, dilakukan dengan a. metode
simak, b. metode cakap, c. metode catat, d. dokumentasi. Peneliti melakukan proses simak,
cakap, pencatatan dan perekaman sistematis semua data secara langsung sebagai observasi
partisipan yaitu peneliti ikut berperan aktif dalam kegiatan. Berikut teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini.
a. Metode Simak
Peneliti turun dan berhadapan langsung ke masyarakat untuk mendapatkan data dari informan
dengan cara menyimak, mencatat, dan merekam kegiatan upacara sedekah bumi di provinsi
Jawa Timur.
b. Metode Cakap
Peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh data dengan berhadapan langsung,
bercakap-cakap dengan informan yang ahli dan memahami wacana dalam upacara sedekah
bumi di provinsi Jawa Timur.
c. Metode Catat
Pada saat melakukan metode simak dan cakap, peneliti mencatat informasi yang
dikemukakan oleh informan dengan baik dan rinci.
d. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah hasil rekaman berupa rekaman kegiatan upacara
sedekah bumi yang dilakukan oleh masyarakat di Jawa Timur dan rekaman wawancara awal
dengan narasumber seputar penerapan syariat Islam dalam upacara sedekah bumi. Setelah
direkam dan dicatat kemudian ditranskripkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan tidak mengubah atau menghilangkan aslinya.
.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini berlangsung bersamaan dengan
proses pengumpulan data, yang dilakukan dengan cara mengelompokkan dan
mengkualifikasikannya menurut folk domain, yaitu kategorisasi kebudayaan menurut suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kategori yang terungkap dalam berbagai istilah itu kemudian
dicari makna kulturalnya sehingga diperoleh pemahaman mengenai fenomena kultural
tertentu.8
Folk domain yang diupayakan adalah yang berkait dengan sistem pengetahuan tentang
sistem nilai yang mendasari upacara sedekah bumi di masing-masing wilayah di Jawa Timur.
Untuk itu digunakan istilah semantik yang menyangkut sistem nilai kemudian dielaborasi
dari folk domain. Di sinilah akan terungkap makna yang merujuk pada nilai budaya yang
dimiliki oleh orang-orang muslim di Jawa Timur.9
Melalui teknik ini diharapkan tersaji data yang validitasnya terjaga, meski demikian
data yang telah terkumpul diinterpretasi dengan mempertimbangkan pemahaman para
informan, tak jarang terjadi perbedaan penafsiran terhadap data. Kenyataan itu dihadapi
dengan melakukan klarifikasi agar data yang didapat keabsahaannya tetap terjaga. Untuk itu
peneliti menggunakan teknik focus group discussion dengan cara melibatkan lebih banyak
informan, perpanjangan keikutsertaan, hingga diskusi dengan teman sejawat.
MANFAAT PENELITIAN
1. Menambah khazanah kajian pustaka tentang penerapan syariat Islam dalam budaya
sedekah bumi di provinsi Jawa Timur
8
James F Spradley. Metode Etnografi (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1997 ), 135 – 136)
9
Ibid, 141
2. Mengindentifikasi relevansi penerapan syariat Islam dalam budaya sedekah bumi di
era milenial.
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam
jurnal nasional dan internasional setiap tahunnya. Selain itu, pada akhir penelitian akan dibuat
sebuah buku sebagai hasil penelitian.
A. Anggaran biaya
Untuk melancarkan pelaksanaan penelitian ini ada dua skema pembiayaan yang
dilakukan yaitu usulan biaya ke DIKTI dan pembiayaan mandiri. Secara rinci
anggaran biaya terbagi dalam dua bagian, yaitu bagian pertama dalam bentuk
justifikasi anggaran dan bagian kedua rekapitulasi anggaran penelitian.
B. Justifikasi anggaran
Justifikasi anggaran meliputi biaya honor, peralatan penunjang, pembelian bahan
habis pakai, biaya perjalanan lokal dan antara kota/kabupaten serta biaya publikasi.
Secara lebih rinci besaran anggaran yang dibutuhkan terlihat pada lampiran 1.
Publikasi
Publikasi
Sosialisasi dan
Penetapan Pelaksanaan Studi
Lokasi
Pustaka
Pembuatan Angket