Anda di halaman 1dari 3

Jejak Asi Kalende, Istana Wangsa Bilmana

Ai asi..... asi kalende

Di sakanta.. saraka ake

Ra wara kai ba ompu ro waro

Londo ra nu’u ba dou ma na’e

Ai asi..... asi kalende

Na wa’u ra mbora.. wa’a oro ba mbere

Ba mbere mbuda, ba mbere mpako

Ma da ntau ade ro loko

Lirik diatas adalah lirik lagu berjudul Asi kalende dinyanyikan oleh grup Kapenta Wadu, ciptaan seorang
musisi asal Kota Bima bernama Iksan AD Talu. Dimana sang musisi menggambarkan bagaimana kondisi
Asi Kalende yang telah dilupakan di negerinya sendiri terhanyut dalam ingatan generasi.

Potret Asi Kalende sekarang, beberapa bagian rusak seperti atap dan dinding.

Tertutup auranya di antara bangunan yang menyembunyikan keelokan sejarahnya. Asi Kalende terletak
di kelurahan Pane yang dahulunya di kenal sebagai Kampo Nae pemukiman para Rato (bangsawan),
pada tahun 2017 diajukan untuk menjadi cagar budaya namun hingga kini belum ada keputusan.
Terlihat tidak terawat namun istana tua tersebut sudah menjadi tempat berteduh dan rumah para Tureli
Nggampo atau Raja Bicara yang menjadi nafas roda pemerintahan Kerajaan dan Kesultanan Bima
dahulunya.

Asi kalende rumah panggung yang mempunyai 30 tiang penyanggah, dan di depannya terdapat
Sampana tempat ruang bersantai sekaligus juga tempat menerima tamu, seperti tradisi rumah di Bima
pada umumnya, pintu utama Asi Kalende menghadap utara lalu ada empat jendela dengan ukuran besar
yang terdapat di samping rumah, dua jendela bagian timur dan dua jendela bagian barat, diatas jendela
masih terlihat suluran atau ornament bunga satako. Bagian atas pintu masuk Sampana terdapat Wanga
(hiasan atap) yang berbentuk hewan mitologi yaitu Naga sebuah simbol penjaga keseimbangan Bumi.
Bisa dibayangkan bagaimana megah dan indahnya istana ini dahulunya.

Kita kembali lagi pada ratusan tahun yang lalu mengenai Asi Kalende, tempat dimana awal mula sejarah
Bima ditulis turun temurun, mengenai catatan Asi Kalende tersebut Bram Morris pernah melihat catatan
Raja Bicara mengenai sejarah Bima (Chambert-Loir : 2004). Saat seorang Botany bernama Prof. Casper
Georg Karl Reinwardt mengunjungi Bima tahun 1821 di undang oleh Raja Bicara Abdul Nabi untuk
mengunjungi istananya yang tidak lain adalah Asi Kalende, tempat yang sangat rapi dan bersih di hiasi
berbagai hiasan dari eropa, tulis Reinwardt dalam bukunya Reis Naar Het Oostelijk Gedeelte Van Den
Indischen Archipel.

Awal berdirinya Asi Kalende sekitar tahun 1350 ketika Raja Matra Indratarati naik tahta, seperti yang
tertulis dalam manuskrip Kerajaan Bima ‘Cerita Turunan Sang Bima’ dimana anaknya diberi gelar wazir
atau Raja Bicara dan orang Bima menyebutnya Ruma Bicara tempat duduk pada Asi Kalende (lihta
naskah Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa).

Dalam lingkungan istana Asi kalende sendiri mempunyai para pengawal yang disebut Bata Kangonga,
dan pesuruh (pegawai) khusus Raja Bicara yaitu disebut Mboda. Dalam terminology Asi Kalende
mempunyai makna dimana Kalende dalam bahasa Bima adalah Loko artinya perut. Tempat pusat atau
tengah semua bagian tubuh berada dan Asi sendiri artinya mengeluarkan yang identik disebut istana.
Hingga Asi Kalende bermakna pusat segala kebijakan pemerintahan dikeluarkan.
Dijadikan sebagai pusat pemerintahan dimulai dari Manggampo Jawa memindahkan istana kerajaan dari
Bolo ke Rasanae kemudian dilanjutkan oleh Raja Bilmana yang dikukuhkan sekitar tahun 1480
menggantikan saudaranya Indra Mbojo. Setelah itu dijadikan sebagai istana khusus Ruma Bicara ketika
Raja Tureli Nggampo I atau Makapiri Solor yang mengembalikan lagi jabatan raja kepada anak pamannya
Raja Ma Wa`a Ndapa tahun 1530.

Mulai dari Makapiri Solor konsep pemerintahan mulai digagasan dalam ruang Asi Kalende tersebut,
dilanjutkan oleh Ma Ana Lima Dai dan diwariskan kepada Jalaluddin Manuru Suntu paska kepulanganya
dari Gowa tahun 1640. Setelah itu diwariskan lagi kepada Mantau Dana Ntori anak dari Jalaluddin hingga
Abdul Nabi yang merancang dan memperbaharui Undang-undang Bandar Bima di Asi Kalende. Sekitar
tahun 1840 direnovasi oleh Raja Bicara Kapenta Wadu Muhammad Yakub. Raja Bicara yang menempati
Asi kalende terakhir adalah Muhammad Qurais.

Kini Asi Kalende masih tidur terlelap dalam kedamaiannya di selimuti oleh rumput dan semak belukar
yang tumbuh liar. Sesekali tidurnya terganggu dengan gonggongan anjing di bawah kakinya yang setia
menjaganya dari tangan usil. Paku-paku baja abad 19 masih kuat memegang sendi-sendi tiang
penyanggah istana itu, semoga suatu saat Asi kalende terbangun lagi dengan gempita dan kejayaan
tanah Bima.

Oleh : Fahrurizki

Anda mungkin juga menyukai