Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 huruf a Pasal 10 Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (“MK”) adalah menguji undang- undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemohon judicial review adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu (Pasal 51 ayat (1) UU MK): 1) perorangan warga negara Indonesia; 2) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; 3) badan hukum publik atau privat; atau 4) lembaga negara. Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (lihat Pasal 30 ayat huruf a UU MK). Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya dalam 12 rangkap (lihat Pasal 29 UU MK) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat: (Pasal 31 UU MK) 1) nama dan alamat pemohon; 2) uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan 3) hal-hal yang diminta untuk diputus. Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut. Alat Bukti ialah (Pasal 36 UU MK): 1) surat atau tulisan 2) keterangan saksi 3) keterangan ahli 4) keterangan para pihak 5) petunjuk; dan 6) alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu Di samping diajukan dalam bentuk tertulis permohonan juga diajukan dalam format digital yang disimpan secara elektronik dalam media penyimpanan berupa disket, cakram padat (compact disk) atau yang serupa dengan itu (lihat Pasal 5 ayat (2) Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang).