ATAS
PERMOHONAN PENGUJIAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM
TERHADAP
Kepada Yth:
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Di Jakarta
Dengan hormat,
1
maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, untuk selanjutnya disebut ---------------DPR RI
Pasal 222
“Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling
sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh
25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu
Anggota DPR sebelumnya”
2
B. HAK DAN/ATAU KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG DIANGGAP
PEMOHON TELAH DIRUGIKAN OLEH BERLAKUNYA PASAL 222 UU
PEMILU
Pasal 27
(1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan Negara.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
3
manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
(2) Setiap oranag berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
4
C. KETERANGAN DPR RI
5
Mengenai batasan kerugian konstitusional, Mahkamah
Konstitusi telah memberikan pengertian dan batasan tentang
kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu
undang-undang harus memenuhi 5 (lima) syarat (vide Putusan
Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-
V/2007) yaitu sebagai berikut:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang
diberikan oleh UUD Tahun 1945;
b. bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon
tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu
undang-undang yang diuji;
c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang
dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya
bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat
dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian
dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan
maka kerugian dan/atau kewenangan konstitusional yang
didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
6
Terhadap pandangan Pemohon tersebut, DPR RI
berpandangan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6A ayat (2)
UUD Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan pemilihan umum. Sehingga berdasarkan ketentuan
Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 memang tidak terbuka bagi
calon mandiri untuk Presiden. Selain itu hak dan/atau
kewenangan konstitusional Pemohon sebagaimana Pasal 27,
Pasal 28, Pasal 28C dan Pasal 28D UUD Tahun 1945 tersebut
tidak tepat dan tidak memiliki relevansinya untuk dijadikan
sebagai batu uji dari pengujian ketentuan a quo. Karena
ketentuan a quo telah menegaskan bahwa yang memiliki
kedudukan hukum pada ketentuan tersebut adalah partai politik
atau gabungan partai politik sesuai dengan amanat konstitusi
Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945.
7
DPR RI berpandangan bahwa Pemohon jelas tidak memiliki
kerugian konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual
atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi. Selain karena dalam
ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 telah
mempersyaratkan pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden dari partai politik atau gabungan partai politik, Pemohon
juga tidak memenuhi syarat calon Presiden berdasarkan UU a
quo. Syarat menjadi Presiden menurut Pasal 169 huruf q UU a
quo harus berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun,
sementara Pemohon masih berusia 29 (dua puluh sembilan)
tahun. Sehingga dengan usia Pemohon tersebut, Pemohon tidak
memenuhi syarat usia untuk menjadi calon Presiden. Maka,
dapat dinyatakan bahwa kerugian konstitusional Pemohon hanya
berupa asumsi dan tidak ada kerugian konstitusional Pemohon
yang bersifat spesifik dan aktual.
8
Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut
DPR RI berpandangan bahwa Pemohon secara keseluruhan dari
kelima syarat tersebut tidak memenuhi kedudukan hukum (legal
standing). Sehingga DPR RI berpandangan mengacu pada Putusan
MK Nomor 22/PUU-XVI/2016 yang diucapkan dalam sidang Pleno
MK terbuka untuk umum pada hari tanggal 15 Juni 2016, yang pada
pertimbangan hukum [3.5.2] MK menyatakan bahwa:
a. Pandangan Umum
9
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Selanjutnya untuk memanifestasikan kedaulatan rakyat tersebut
dalam penyelenggaraan pemerintahan, rakyat memilih para
wakilnya (anggota DPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, dan
DPRD) untuk duduk dalam pemerintahan melalui suatu
pemilihan umum (Pemilu). Pemilihan umum dilaksanakan secara
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Pemilu tersebut diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum
yang bersifat nasional.
10
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 222 UU
Pemilu merupakan ketentuan organik dari Pasal 6A ayat (2) UUD
Tahun 1945. Dengan demikian, UU Pemilu (termasuk frasa
penjelasan pasal a quo) telah memenuhi unsur sinkronisasi dan
harmonisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011.
5) Bahwa Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 dengan jelas dan tegas
menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam
satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasangan Calon
Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik peserta pemilihan umum sebelum
pelaksanaan Pemilihan Umum.
11
“Vox Populei Vox Dei”. (Konsep Negara Demokrasi: Munir Fuady:
hlm.47). Rakyat memilih para wakilnya untuk menyelenggarakan
pemerintahan. Konsep negara demokrasi di Indonesia dinyatakan
dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 dinyatakan bahwa
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.”
12
b. memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan
mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
c. melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
d. melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.
13
menyatakan bahwa upaya untuk membentuk sebuah negara
demokratis bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi Lipjhart juga
menyatakan bahwa, dalam sistem pemerintahan presidensial di
mana terdapat Pemilu legislatif untuk memilih parlemen dan
Pemilu eksekutif untuk memilih Presiden, faktor waktu
penyelenggaraan berpengaruh besar terhadap keterpilihan
Presiden dan parlemen. Selama ini penyelenggaraan untuk
memilih eksekutif dan legislatif dilaksanakan secara terpisah,
walaupun di Pasal 22E ayat (2) UUD Tahun 1945 kedua jenis
Pemilu tersebut dinyatakan dalam satu pengaturan. Ketika
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dalan
Pasal 6A UUD Tahun 1945, maka untuk Pemilu legislatif diatur
langsung di Pasal 22E dan juga Pasal 19 ayat (1) UUD Tahun
1945. Dalam hal kaitannya dengan Pemilu legislatif juga
pesertanya pun jelas, yakni partai politik bagi Pemilu legislatif
untuk memilih anggota “Dewan Perwakilan Rakyat” dan ”Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah”, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
22E ayat (3) UUD Tahun 1945 dan pesertanya adalah
perseorangan untuk memilih “Dewan Perwakilan Daerah”.
14
gabungan partai politik”. Hal ini mengakibatkan Pemohon tidak
memperoleh haknya khususnya dalam hal kesamaan
kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana
yang telah dijamin dalam UUD Tahun 1945. Pemberlakuan
ketentuan a quo terkait pencalonan presiden sangat dipersulit
dan hal tersebut sangat berbeda dalam pemilihan Kepala
Daerah yang dapat mendapatkan pengumpulan suara melalui
jalur mandiri (perseorangan) tanpa harus dari partai politik atau
gabungan partai politik sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2015
tentang Pemilihan Umum Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,
Calon Wakil Walikota yang dalam pengaturannya disebutkan
dapat diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik atau
perseorangan.” (vide perbaikan permohonan hlm. 5-6)
15
b) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap
Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945 mengenai hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dalam permohonan ini,
Pemohon sama sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut
keterkaitan pengujian pasal a quo terhadap Pasal 27 ayat (2)
UUD Tahun 1945. DPR RI berpandangan bahwa pasal a quo
sama sekali tidak menghalangi hak Pemohon dalam
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Telah DPR
RI jelaskan bahwa Pemohon tidak memenuhi syarat menurut
peraturan perundang-undangan untuk saat ini mencalonkan
diri menjadi Presiden, namun tidak berarti Pemohon terhalangi
hak nya untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak di bidang lain. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak tidak terbatas hanya pada profesi menjadi Presiden saja.
16
berpandangan bahwa syarat menjadi Presiden sebagaimana
diatur dalam pasal a quo tidak ada kaitannya dengan hak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Pemohon tanpa menjadi Presiden pun, selalu dapat
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya
di berbagai bidang.
17
hubungan kerja. Dalam permohonan ini, Pemohon sama sekali
tidak mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan pengujian pasal a
quo terhadap Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945. DPR RI
berpandangan bahwa pasal a quo sama sekali tidak
menghalangi hak Pemohon untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja. Telah
DPR RI jelaskan bahwa Pemohon tidak memenuhi syarat
menurut peraturan perundang-undangan untuk saat ini
mencalonkan diri menjadi Presiden, namun tidak berarti
Pemohon terhalangi hak nya untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja. Hak
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam
hubungan kerja, tidak terbatas hanya pada profesi menjadi
Presiden saja.
18
sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan pengujian
pasal a quo terhadap Pasal 28D ayat (4) UUD Tahun 1945. DPR
RI berpandangan bahwa syarat menjadi Presiden sebagaimana
diatur dalam pasal a quo tidak ada kaitannya dengan hak atas
status kewarganegaraan. Pemohon tanpa menjadi Presiden pun,
sudah memiliki hak atas kewarganegaraan Indonesia sejak
kelahiran.
19
melainkan masuk dalam rezim Pemerintahan Daerah (Pemda)
sebagaimana dinyatakan dalam Pertimbangan Mahkamah angka
[3.12.5] huruf Putusan MK No 97/PUU-XI/2013. Oleh karena itu,
dikarenakan RUU Penyelenggaraan Pemilu juga termasuk
mengkodifikasikan pengaturan mengenai Penyelenggara Pemilu,
yang selama ini diatur dalam UU No. 15 Tahun 2011, maka
banyak hal yang perlu diubah karena terkait dengan Pilkada telah
memiliki pengaturan tersendiri yakni dalam UU Nomor 1 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada),
sebagaimana beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No. 10
Tahun 2016. Dengan demikian, tidak sepadan mengkomparasikan
pemilu Presiden dengan pilkada, karena mekanismenya pun
sudah berbeda.
20
formal maupun materill tidak mungkin UUD 1945 dapat
dilaksanakan tanpa partai politik. Bagaimana mungkin dapat
terbentuk DPR MPR dan terpilih Presiden tanpa ada partai
politik karena UUD mensyaratkan parpol yang
mempunyai hak untuk mencalonkan keanggotaan DPR
dan Calon Presiden. Kedaulatan di tangan rakyat yang
dilaksanakan menurut UUD saluran formal konstitusional
ada pada partai politik. Partai merupakan lembaga konstitusi
yang berdasar atas demokrasi. Kedaulatan berada di tangan
rakyat setiap lima tahun sekali akan dimandatkan kepada
partai politik melalui pemilu yang demokratis dan selama
lima tahun akan berlangsung proses demokrasi melalui
perwakilan. Pemilu diperlukan untuk memilih wakil rakyat
dalam sistem demokrasi sehingga calon wakil rakyat harus
berkompetisi. Persyaratan pendirian partai merupakan
saringan pertama untuk ikut berkompetisi dalam proses
demokrasi. Babak kualifikasi memang diperlukan dan hal
demikian sangat wajar dalam proses demokrasi perwakilan”
21
Wakil Presiden dengan partai politik merupakan hubungan yang
saling berhubungan satu sama lain. Ketentuan yang mengatur
hak parpol dalam pengusulan presiden dan wakil presiden ini
secara tidak langsung juga sebagai saringan pertama dalam
kontestasi politik.
22
konstitusional warga negara dan hak konstitusional partai politik.
Putusan diatas juga dipertegas di dalam Putusan Perkara Nomor
054/PUU-II/2004 dan Putusan Perkara Nomor 057/PUU-II/2004.
DPR RI berpandangan bahwa setiap warga negara berhak untuk
menjadi presiden dan wakil presiden namun untuk dapat
dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden maka harus
tunduk pada ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 yaitu
harus diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
23
- MK menyatakan bahwa pasal a quo merupakan
constitutional engineering
- MK menyatakan presidential threshold tidak menghilangkan
esensi pemilu.
- MK membantah argumentasi Pemohon bahwa pasal a quo
seharusnya tidak mengatur syarat capres karena Pasal 6A
ayat (5) hanya mendelegasikan tata caranya.
- MK membantah argumentasi Pemohon bahwa pasal a quo
tidak terkait pengusulan parpol, karena konstitusi secara
tegas memberikan peran kepada parpol untuk mengusulkan
capres dan cawapres.
- MK menyatakan bahwa konstitusi tidak membatasi warga
negara untuk mendirikan parpol sepanjang memenuhi
syarat, sehingga tetap akan lahir parpol baru yang nantinya
dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres.
- Pasal a quo tidak dapat ditafsir berbeda dan sudah
memberikan kepastian hukum.
24
f) Putusan MK No. 61/PUU-XVI/2018
MK menegaskan isi ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945 bahwa syarat capres dan cawapres harus
diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol. Vide Pendapat
Mahkamah, [3.5], halaman 32)
25
buruk dan lain sebagainya maka Pemohon juga bisa melihat
bahwa yang dikatakan buruk tersebut tidak selalu berarti
melanggar konstitusi, kecuali jika norma tersebut jelas-jelas
melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang
intolerable.
26
wakil presiden dan juga Anggota DPR RI, Provinsi,
Kabupaten/Kota, dia yang mencalonkan. Karena dia yang
mencalonkan itu maka dia punya kewenangan untuk menunjuk
kadernya. Ini sudah benar, sudah pas itu, menunjuk kadernya
siapa yang akan dicalonkan”
27
Demikian keterangan DPR ini kami sampaikan sebagai bahan
pertimbangan bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang Mulia untuk
mengambil keputusan.
Hormat Kami
Tim Kuasa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Dr. Ir. Sufmi Dasco Ahmad, SH.,MH Didik Mukrianto, SH., MH.
(No. Anggota A-377) (No. Anggota A-437)
28
Drs. Taufiqulhadi, M.Si. Samsudin Siregar, SH.
(No. Anggota A-19) (No. Anggota A-547)
29