Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN PRODUKSI TERNAK

REVIEW TERNAK KERBAU (Buballus buballis)


DI PROVINSI JAWA BARAT

Oleh :
1. Ahmad Rizky Ramadhani (191510501001)
2. Fatkhur Rohman Ngindana Zulfa (191510501026)
3. Tunjung Puspita Sari (191510501043)

Dosen Pengampu:
Desy Cahya Widianingrum (760018057)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
ABSTRAK

Peternakan salah satu yang termasuk pada pertanian secara luas. Salah satu
kebutuhan yang ada dimasyarakat Indonesia yaitu kebutuhan konsumsi protein hewani.
Protein hewani didapat dari ternak ruminansia besar yang berpotensi sebagai sumber
penghasil daging adalah kerbau. Tujuan dari review ini yaitu untuk mengetahui wilayah
potensial di Jawa dan tren peternakan kerbau saat ini. Wilayah potensial di Indonesia
untuk peternakan kerbau yaitu Aceh, Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Tren ternakan
kerbau dibagi menjadi dua yaitu tren konvensional dan tren komersial. Pada tren
konvensional ternak kerbau sebagai budaya warisan atau adat istiadat, sebagai perantara
melakukan ritual, sebagai konsumsi dan juga untuk meningkatkan perekonomian.
Sedangkan tren ternak kerbau komersial sebagai penghasil daging dan juga susu yang
bertujuan untuk mengarah kepada target pasar dan bisnis dengan tujuan untuk
meningkatkan penghasilan dan memperbaiki perekonomian
Kata Kunci: Kerbau, Wilayah Potensial, Tren Peternakan Kerbau
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan kegiatan produksi yang dilakukan manusia dengan
memanfaatkan sumber daya hayati menjadi bahan pangan, sumber energi, bahan baku
industri serta tetap memperhatikan pengelolaan lingkungan. Pertanian sendiri dapat
diartikan dalam arti terbatas dan luas. Pertanian dalam arti terbatas adalah pengelolahan
tanaman yang menghasilkan suatu produk yang nantinya dapat mencukupi kebutuhan
manusia dalam bentuk hasil pertanian, sedangkan pertanian dalam arti luas yakni
kegiatan pengelolahan pertanian yang mencakup peternakan, perikanan, perkebunan
serta kehutanan menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk kehidupan manusia
(Soetriono dan Suwandari, 2016). Peternakan salah satu yang termasuk pada pertanian
secara luas. Salah satu kebutuhan yang ada dimasyarakat Indonesia yaitu kebutuhan
konsumsi protein hewani. Kebutuhan protein hewani salah satunya dari tenak
ruminansia besar. Salah satu ternak ruminansia besar yang berpotensi sebagai sumber
penghasil daging adalah kerbau.
Kerbau (Buballus buballis) tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya di
daerah Jawa Barat. Populasi kerbau yang berada di Jawa Barat di tahun 2020 yaitu
sebesar 85.972 ekor (BPS, 2020). Kerbau domestik atau kerbau lokal yang berada di
Indonesia kerbau lumpur sebagai kerbau pekerja dan ada kerbau sungai yang
merupakan kerbau penghasil susu. Kerbau lumpur selain menjadi kerbau pekerja juga
dapat sebagai penghasil daging. Kerbau lumpur juga merupakan kerbau yang dapat
berkembang dalam lingkungan yang luas dan bertahan hidup pada kawasan yang relatif
sulit pakan, sehingga ditemukan hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Kerbau lumpur
merupakan salah satu hewan yang diternakkan di Indonesia. Ternak kerbau lumpur
sangat potensial dalam menghasilkan daging dan susu seperti yang dijelaskan di atas.
Namun, dalam memenuhi kebutuhan protein hewani secara nasional sampai saat ini
kerbau lumpur masih memberikan sumbangan yang kecil. Keberadaan kerbau lumpur di
Indonesia tidak hanya untuk diternakkan namun juga digunakan dalam aktivitas sosial
budaya seperti sarana untuk kematian, pernikahan dan lain-lain (Komariah dkk., 2018).
Produksi daging kerbau di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 24.875,16 ton
dimana hanya meningkat sekitar 1% dari tahun sebelumnya. Berikut ini beberapa tabel
yang menunjukan produksi daging ternak kerbau di Indonesia.
Tabel 1.1 Produksi daging kerbau di beberapa daerah di Indoensia pada tahun 2018-
2020
Produksi Daging Kerbau (ton)
No. Provinsi 2018 2019 2020
1. DKI JAKARTA 29,03 54,22 54,22
2. JAWA BARAT 1 632,43 1 226,31 1 552,90
3. JAWA TENGAH 1 642,74 1 611,17 1 714,39
4. DI YOGYAKARTA 4,84 0,97 0,19
5. JAWA TIMUR 46,71 84,10 86,20
6. ACEH 4 217,06 2 517,38 2 593,88
Sumber: Badan Pusat Statistik (2020)
Berdasarkan tabel diatas, menunjukan bahwa produktivitas daging kerbau pada
masing-masing provinsi itu berbeda-beda. Produksi daging kerbau di Provinsi Aceh
termasuk dalam penghasil daging kerbau terbesar di Indonesia. Salah satu faktor yang
meningkatnya produksi daging kerbau yaitu karena daging kerbau memiliki tekstur
lebih kasar dan liat, warna daging lebih gelap, dan aroma kurang tajam apabila dipotong
pada umur yang sudah tua dan siap di potong. Daging kerbau juga memiliki kandungan
rendah lemak dan kolestrol (Permata dkk, 2018).
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Wilayah Potensi Ternak Kerbau di Jawa


Kerbau merupakan salah satu hewan ternak yang dibudidayakan di Indonesia
selain sapi dan kambing. Kerbau memiliki jenis yang beragam. Populasi kerbau di
Indonesia mencapai 1,4 juta ekor pada tahun 2013 dengan 95% kerbau berjenis kerbau
rawa dan 5% kerbau perah(Matondang dan Talib, 2015). Kerbau rawa dan kerbau perah
banyak dibudayakan di Indonesia, namun banyak juga yang membudidayakan jenis
kerbau lain seperti kerbau saleko dan Bonga di Sulawesi, kerbau sumbawa di Pulau
Sumbawa, dan kerbau moa di Kepulauan Maluku. Kerbau dengan jenis yang beragam
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti sumber tenaga kerja
multiguna, penghasil daging, susu, pupuk kandang dan bahan kerajinan(Yulna,2015).
Tabel 2.1 Populasi Kerbau Menurut Provinsi di Pulau Jawa 2018-2019
Populasi Kerbau menurut Provinsi (Ekor)
Provinsi
2016 2017 2018 2019
DKI JAKARTA 120 53 18 85
JAWA BARAT 102 571 102 743 42 850 85 405
JAWA TENGAH 63 973 62 996 50 507 59 478
DI YOGYAKARTA 1 124 646 616 510
JAWA TIMUR 27 304 26 622 24 364 23 994
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan
Berdasarkan data dari dinas peternakan Pulau Jawa pada tahun 2016 hingga
tahun 2018, populasi ternak kerbau yang ada pada berbagai provinsi di Pulau Jawa
mengalami penurunan yang cukup signifikan. Populasi kerbau Provinsi Jakarta di tahun
2016 yang awalnya meiliki populasi sebanyak 120 ekor, di tahun 2018 mengalami
penurunan menjadi 18 ekor. Populasi kerbau Provinsi Jawa Barat di tahun 2016 yang
awalnya meiliki populasi sebanyak 102.571 ekor, di tahun 2018 populasinya menurun
menjadi 42.850 ekor. Pada tahun 2016 populasi kerbau di Provinsi Jawa Tengah dapat
mencapai 63.973 ekor, namum mengalami penurunan menjadi 50.507 ekor di tahun
2018. Populasi di Yogyakarta juga mengalami penurunan dari 1.124 ekor di tahun 2016
menjadi 616 ekor di tahun 2018. Populasi kerbau di Jawa timur pada tahun 2016
mengalami penurunan dari 27.304 ekor menjadi 24.364 ekor di tahun 2018.
Menurut Dahlan(2019), Penyebab penurunan populasi kerbau dapat disebabkan
karena semakin sempitnya lahan penggembalaan, alih fungsi kerbau dengan mesin
pertanian serta turunnya prefensi peternak terhadap kerbau. Penyebab lain yang dapat
mnyebabkan terjadinya penurunan populasi yaitu sulitnya mencari bibit kerbau. Disisi
lain, Pada tahun 2018 ke 2019 beberapa provinsi di Jawa mengalami kenaikan populasi
kerbau, meskipun ada juga daerah yang masih mengalami penurunan populasi.
Beberapa daerah yang mengalami kenaikan populasi kerbau dari tahun 2018 ke 2019
adalah Provinsi DKI Jakarta dengan populasi 85 ekor, Jawa Barat dengan populasi
85.405 ekor, dan Jawa Tengah dengan populasi 59.478 ekor. Beberapa daerah juga
mengalami penurunan populasi kerbau yaitu Provinsi Yogyakarta dengan populasi
kerbau 510 ekor dan Jawa Timur dengan populasi kerbau 23.994 ekor. Berdasarkan dari
beberapa data BPS yang di Wilayah Jawa, daerah Jawa Barat merupakan salah satu
wilayah potensial untuk dilakukannya ternak kerbau di Pulau Jawa.
Tabel 2.2 produksi daging kerbau menurut Provinsi di Indonesia
Produksi Daging Kerbau menurut Provinsi (Ton)
Provinsi
2016 2017 2018 2019
ACEH 3132.94 3162.64 4217.06 2517.38
SUMATERA UTARA 4659.19 4664.65 1651.42 1738.61
SUMATERA BARAT 2557.66 2528.32 2225.71 2161.46
RIAU 2074.97 1579.99 1868.53 1689.40
JAMBI 1691.59 1366.84 1483.54 1798.91
JAWA BARAT 3381.49 1906.67 1632.43 1226.31
JAWA TENGAH 1791.98 1577.26 1642.74 1611.17
BANTEN 3339.09 3440.51 2878.71 4002.32
NUSA TENGGARA BARAT 1420.58 970.97 942.18 1028.21
NUSA TENGGARA TIMUR 1503.68 1474.88 1467.98 1624.51
KALIMANTAN SELATAN 822.13 1142.39 584.36 570.65
SULAWESI SELATAN 2969.16 3598.78 3243.05 3107.54
INDONESIA 31904.91 29379.59 25346.23 24789.11
Sumber: Badan Pusat Statistika
Berdasarkan data BPS, produksi daging kerbau di Indonesia pada tahun 2016
hingga 2019 terus mengalami penurunan. Tahun 2016 produksi daging kerbau dapat
mencapai 31904.91ton, namun di tahun 2019 produksi daging kerbau menurun menjadi
24789.11ton. Daerah penyumbang produksi daging kerbau terbesar di Indonesia adalah
daerah Aceh, Banten, dan Sulawesi Selatan. Daerah Aceh, Banten dan Sulawesi Selatan
dapat dikatakan sebagai daerah yang berpotensi untuk menghasilkan produksi daging
kerbau di tahun 2019. Produksi daging tertinggi di tahun 2019 terdapat di Daerah
Banten dengan total produksi daging sebesar 4002.32 ton. Produksi daging kerbau di
Daerah Aceh pada tahun 2019 dapat mencapai 2517.38 ton, sedangkan pada Daerah
Sulawesi Selatan produksi daging kerbau mencapai 3107.54 ton.

2.2 Tren Peternak Kerbau di Jawa Barat


Pengalaman petani dalam beternak kerbau di Kabupaten Jawa Barat sudah tidak
diragukan lagi, keberhasilan melakukan ternak kerbau merupakan buah dari pengalaman
dan proses panjang yang pasti dilalui oleh para peternak. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Arfiani dkk., (2015) Peternak Kerbau Desa Cibarani Kecamatan Cisata
rata-rata memiliki pengalaman beternak diatas enam tahun. Para petani mendapatkan
ilmu dan keterampilan dalam memelihara kerbau berasal dari tradisi yang turun
menurun dari generasi ke generasi. Menurut Rusdiana dkk., (2020) Dahulu para petani
melakukan ternak kerbau hanya sebagai pekerjaan sampingan, atau melakukan ternak
dianggap sebagai tabungan dengan skala rumahan atau kelompok kecil dan masih
menerapkan sistem beternak secara tradisional. Tren peternakan saat ini sudah mulai
berubah ke arah yang positif, dari taun ke taun target peternak semakin mengarah pada
tingkat kebutuhan komersil. Tentu tidak mudah untuk mengarahkan perubahan dari
usaha beternak tradisional menjadi usaha tingkat komersil. Hal tersebut sangat
dibutuhkan berbagai faktor pendukung diantaranya yaitu peningkatan pengetahuan atau
SDM, pemahaman pelaku ternak terhadap sistem kelembagaan, kerja sama antaranggota
kelompok, peningkatan pengetahuan terkait bibit, pakan dan bisnis, serta teknologi
terapan dan mengoptimalkan pemanfaatan SDA sekitarnya. (Rusdiana dkk., 2020)
a. Sistem Peternakan Kerbau Konvensional
Menurut Bamualim dan Muhammad, (2007) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa produksi ternak kerbau masih mengarah pada “Zero cost” dan
belum mengarah pada efisiensi usaha dan belum berorientasi pada kebutuhan pasar,
sehingga ternak kerbau tradisional belum dapat menunjang pembangunan sistem
pertanian berkelanjutan. Tujuan peternak membudidayakan kerbau secara
konvensional yakni sebagai budaya warisan atau adat istiadat, sebagai perantara
melakukan ritual, sebagai konsumsi dan juga untuk meningkatkan perekonomian.
Ternak kerbau di beberapa daerah beberapa tahun ini telah mengalami penurunan
populasi. Populasi kerbau yang mengalami penurunan ini disebabkan oleh adanya
pakan yang sedikit, modal sedikit, tidak adanya tenaga kerja, pejantan sedikit dan
kelahiran rendah. Rendahnya populasi ternak kerbau di Indonseia juga disebabkan
oleh faktor internal seperti birahi diam serta lamanya masa kebuntingan (Subiyanto
dalam Nurcholis, 2020)
Beternak kerbau secara tradisional umumnya memiliki nilai kearifan lokal
tersendiri. Ternak kerbau dengan kearifan lokal dilakukan secara turun temurun
dari generasi ke generasi. Setiap daerah memiliki nilai-nilai kearifan lokal tersendiri.
Pada Kabupaten Tana Toraja ternak kerbau mempunyai nilai kearifan lokal
diantaranya mengolah kotoran kerbau menjadi pupuk kandang, bahan api unggun
dari bahan organik, menggunakan makanan ternak bebas pestisida, mengembala
berjalan kaki dan bergiliran serta adanya pertemuan secara rutin
kelompok/masyarakat dan kegiatan gotong-royong (Asriany,2017). Berbeda dengan
daerah Kabupaten Kuantan Singingi, ternak kerbau dilakukan dengan berdasarkan
budaya perkandangan. Budaya perkandangan juga memiliki nilai kearifan lokal
yang berbeda yakni kubangan kerbau, pohon pelindung sebagai tempat berteduh
kerbau, penggunaan kayu tore untuk pagar api unggun sebagai preventif kerbau
tidak cedera atau terbakar kakinya, penggunaan kotoran kerbau yang masih basah
untuk api unggun dan mendawai (Saam, 2011).
Budidaya ternak kerbau selain dimanfaatkan dalam adat istiadat juga
dimanfaatkan dalam hal lain. Beberapa daerah memanfaatkan ternak kerbau baik
dari daging, kulit serta kotorannya yang dijadikan sebagai pupuk. Ada pula yang
dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dalam pengolahan lahan atau untuk membajak
sawah (Anshar,2013). Adanya populasi ternak kerbau yang semakin menurun tiap
tahun disebabkan oleh penggunaan alat dan mesin pertanian yang menggantikan
fungsi dari kerbau. Turunnya minat petani menggunakan kerbau sebagai tenaga
kerja pembajakan sawah menyebabkan peternak mengalami kesulitan dalam
ekonominya, sehingga peternak memilih untuk membudidayakan hewan lain
seperti kambing. Disisi lain populasi ternak yang menurun dikarenakan kurangnya
minat untuk beternak akibat banyak terjadi alih fungsi lahan sehingga sulit untuk
mencari padang penggembalaan (Ikun, 2018). Trend ternak secara tradisional saat
ini cukup menurun dan banyak yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan secra
komersiil.
b. Sistem Peternakan Kerbau Komersil
Perkembangan dan kemajuan teknologi pada bidang pertanian saat ini sudah
mengalami peningkatan, hal ini juga berpengaruh pada para peternak kerbau lokal,
walaupun belum merata tetapi pola pikir para peternak kerbau sudah mulai
mengarah kepada target pasar dan bisnis dengan tujuan untuk meningkatkan
penghasilan dan memperbaiki perekonomian. Menurut Widyastuti dkk. (2018),
para peternak di kabupaten Cirebon Jawa Barat sudah mulai sadar akan pentingnya
peningkatan kuantitas dan kualitas ternak kerbau demi menunjang nilai jual dan
permintaan pasar, hal tersebut ditandai dengan antusias para peternak pada saat
adanya pembentukan kelompok dan sosialisasi mengenai peternak berkelanjutan.
Adanya manajemen atau kelompok organisasi pada peternak kerbau merupakan
langkah awal yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan
peternak yang sudah diterapkan pada saat ini.
Pemanfaatan daging dan susu kerbau merupakan produk unggul yang
dikembangkan oleh para peternak kerbau dengan target pasar komersil. Menurut
Mantondang dan Talib (2015), Produk susu yang dihasilkan oleh kerbau tidak kalah
dengan produk susu dari ternak sapi, karena susu kerbau memiliki kandungan
lemak dan protein yang lebih ungul dari susu sapi, selain itu juga kaya akan
kandungan mineral penting seperti kalsium, besi, dan fosfor, kolesterol rendah, dan
vitamin A tinggi. Susu kerbau juga dapat membantu menyehatkan tubuh dengan
kandungan yang dimiliki berupa zat bioprotektif, yang terdiri dari imunoglobulin,
laktoferin, lisozim, laktoperoksidase, dan bifidogenik. Keunggulan tersebut
ditunjang dengan daya tahan kerbau yang dapat beradaptasi pada kondisi iklim
yang kurang mendukung dan lebih tahan dibandingkan dengan ternak sapi
merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan pada tren peternak
kerbau pada beberapa tahun terakhir. Peningkatan produk susu kerbau dapat
dilakukan dengan cara menyilangkan jenis kerbau lokal dengan kerbau unggul
sehingga didapat kerbau dengan populasi dan hasil susu yang lebih banyak di
banding sebelumnya.
BAB 3. KESIMPULAN

Berdasarkan review tentang peternakan kerbau diatas dapat disimpulkan


bahwa, peternakan kerbau pada saat ini sedikit mengalami peningkatan untuk di
Indonesia. bayak sekali daerah-daerah potensial yang menghasilkan produksi
kerbau yang lumayan besar salah satunya yaitu Aceh. Ternak kerbau pada era saat
itu digunakan sebagai bisnis untuk mulai mengarah kepada target pasar dan bisnis
dengan tujuan untuk meningkatkan penghasilan dan memperbaiki perekonomian
peternak kerbau sendiri. Hal tersebut dilihat dari tren peternakan pada beberapa
tahun lalu yang masih mengandalkan kerbau hanya sebagai warisan dan sebagai
adat istiadat di suatu daerah serta sebagai pembantu petani dalam membajak
sawahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anshar, M. (2013). Pemetaan potensi pengembangan ternak kerbau di selatan.


TEKNOSAINS: MEDIA INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI, 7(1): 33-39.

Arfiani, A.M., Fuah, Salundik, dan B.P Purwanto. 2015. Motivasi dan Partisipasi
Peternak dalam Pengembangan Ternak Kerbau di Kabupaten Pandeglang (Studi
Kasus: Desa Cibarani Kecamatan Cisata). Sains terapan edisi iv, 5(1): 1-7.

Asriany, A. (2017). Kearifan Lokal Dalam Pemeliharaan Kerbau Lokal di Desa Randan
Batu Kabupaten Tana Toraja. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak, 12(2): 64-72.

Badan Pusat Statistika. 2020. Populasi Kerbau Menurut Provinsi. Indonesia: Badan
Pusat Statistika Indonesia.

Bamualim, A.M., dan Z. Muhammad. 2007. Situasi dan Keberadaan Ternak Kerbau di
Indonesia 1(2): 32-39.

BPS, 2018. Populasi Hewan Ternak(ekor)2018-2020. BPS Provinsi Jawa Barat.


https://www.bps.go.id/indicator/24/471/1/populasi-kerbau-menurutprovinsi.html
diakses pada tanggal 11 maret 2021,10:13WIB.

Dahlan, R., dan A. S. Aku. (2019). Korelasi Antara Ukuran-Ukuran Tubuh Dan Bobot
Badan Ternak Kerbau Di Pulau Kabaena Kabupaten Bombana. Indonesian
Journal Of Animal Agricultural Science (IJAAS) 1.(1): 21-27.

http://www.disnak.jatimprov.go.id/web/data/datastatistik diakses pada tanggal 11 maret


2021 pada jam 09:18 WIB.

https://www.bps.go.id/indicator/24/471/1/populasi-kerbau-menurut-provinsi.html
diakses pada tanggal 11 maret 2021,10:13WIB

Ikun, A. (2018). Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Populasi Ternak Kerbau di


Kecamatan Biboki Anleu Kabupaten Timor Tengah Utara. JAS, 3 (3): 38-42.

Komariah, B., dan N. Permatasari. 2018. Analisis Potensi dan Pengembangan Kerbau
Lumpur di Kabupaten Serang. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 6 (3): 90-97.

Matondang, R. H. dan C. Talib. 2015. "Pemanfaatan Ternak Kerbau untuk Mendukung


Peningkatan Produksi Susu." Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
34(1): 41-49.

Nurcholis, N., Muchlis, D., Salamony, S. M., & Andari, G. (2020). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Respon Petani Ternak dalam Budidaya Kerbau sebagai Usaha
Tetap. Musamus Journal of Agribusiness, 2(2): 48-55.
Permata, A. M., Komariah, dan L. Cyrilla. 2018. Persepsi Konsumen terhadap Daging
Kerbau dan Daging Sapi di Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang. Jurnal
Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 6 (1): 27-35.

Rusdiana S., C. Talib, dan A. Anggraeni. 2020. Dukungan Dan Penguatan Peternak
Dalam Usaha Ternak Kerbau Di Provinsi Banten. Forum Penelitian Agro
Ekonomi. 37 (2): 95-113.

Saam, Z., & Arlizon, R. (2011). Kearifan lokal dalam budaya pekandangan di
Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal Ilmu Lingkungan, 5(1), 10-20.

Soetriono dan A. Suwandari. 2016. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang: Intimedia

Widyastuti, R., D.R. Indika, Ma.Rizky, A.A. Syamsunarno dan D.C. Budinuryanto.
2018. Penguatan Kelompok dan Introduksi Teknologi Reproduksi di Kelompok
Tani Ternak Kerbau Warnasari Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon. Aplikasi
Ipteks untuk Masyarakat. 7(3): 167-170.

Yulna, Y., Muhmmad, I., Muhammad, R., dan Cece, S. (2015). Kerbau, Ternak
Potensial yang Terlupakan. Jakarta: Edu Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai