58
Ind
p
PELAYANAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
PADA MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU
Diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Pengarah
Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL (K), MARS (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan)
Pembina
drg. Saraswati, MPH (Direktur Pelayanan Kesehatan Primer)
Koordinator
dr. Upik Rukmini, MKM (Koordinator Praktik Perorangan)
Penyusun
drg. Iwan Dewanto, MMR., Ph.D; drg. Kartika Andari Wulan, Sp.Pros; drg. Melissa Adiatman,
Ph.D; drg. Grace Monica, MKM; dr. Upik Rukmini, MKM; drg. Indra Rachmad Dharmawan,
MKM; drg Renta Yulfa Zaini.
Kontributor
Kontributor
Dr. drg. R. M. Sri Hananto Seno, Sp.BM (K)., MM. (Ketua PB PDGI); Prof. Dr. dr. Hindra Irawan
Satari, Sp.A(K), M.TropPaed (Ketua Tim Pokja Nasional PPI); drg. Tritarayati, SH., MH.Kes
(Ketua Komite Kesehatan Gigi dan Mulut); drg. Farichah Hanum, M.Kes (Direktur Mutu dan
Akreditasi); Prof. Dr. Drg Tri Erri Astoeti, M.Kes, Prof. Dr. Drg. Anton Rahardjo, MKM, Dr. drg.
Laksmi Dwiati, MM., MHA., FICD., drg. Naniek Isnaini, M.Kes., drg. Nuzulisa Zulkifli, Dr. Drg.
Sri Susilawati, M.Kes., Epi Nopiah, S.Pd., M.AP., drg. Harry Agung Tjahyadi, M.Kes, drg. Rudi
Kurniawan, M.Kes. Dr. drg. Masagus Zainuri, M.BioMed, drg. Tince Jovina, M.Epid (Komite
Kesehatan Gigi Dan Mulut); drg. Erry Indriana, MM; drg. Sinta Prabawati; drg. Faizal Prabowo
Kaliman (Puskesmas); drg. Budi Rukhiyat (Dinas Kesehatan Tanah Laut); drg. Fachmi Muzaqi
(Puskesmas Tomiya, Wakatobi); drg. Asteria Illa (Puskesmas Rowosari, Kota Semarang); drg.
Dewa Pandega Putra (Puskesmas Ponjong 2, Gunung Kidul); drg. Deni Andriani (Puskesmas
Depok II, Kabupaten Sleman); drg. Fatimah R. Gita, MKM (Puskesmas Kec. Cempaka Putih,
DKI Jakarta); drg Gustian Pamungkas (Puskesmas Singosari, Kabupaten Malang); drg. Dimaz
Aryo Nugroho Bandriananto, drg. Fadhil Rahman, drg. Deddy Dwi Septian, drg Amanda
Andika Sari, drg. Rio Suryantoro, Sp.KG., drg. M.Furqon, Sp.KG (Praktik Mandiri Dokter
Gigi); drg. Ratih Susila, MPH (PDGI Cabang Kabupaten Sleman); drg. Rahma Defi, MKM
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusunan buku
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Adaptasi
Kebiasaan Baru akhirnya dapat diselesaikan.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut sangat berdekatan dengan sumber
droplets yang merupakan high risk transmission. Beberapa tindakan
medis juga dapat memicu terjadinya aerosol, dan menimbulkan risiko
penularan COVID-19 melalui airborne. Masa pandemi COVID-19
pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) tetap menjadi kebutuhan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kesakitan
gigi dan mulut.
Kita ketahui bahwa Dokter Gigi dan Terapis Gigi dan Mulut sebagai tenaga kesehatan sangat
rentan tertular COVID-19 pada saat melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Untuk
mencegah penularan dan melindungi petugas dan masyarakat, diperlukan penyesuaian tata
laksana pelayanan kesehatan gigi dan mulut baik di Puskesmas, Klinik Pratama maupun Praktik
Mandiri Dokter Gigi.
Untuk itu dibutuhkan Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada masa pandemi
dan masa adaptasi kebiasaan baru, sebagai pedoman bagi semua pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP. Juknis ini diharapkan menjadi
acuan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP dalam masa pandemi COVID-19 dan pada
masa adaptasi kebiasaan baru serta sebagai acuan bagi Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/
Kota dalam memberikan pembinaan dan pendampingan supaya pelayanan kesehatan gigi dan
mulut dapat terselenggara dengan baik dan bermutu.
Saya sampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
Petunjuk Teknis ini dan semoga Allah SWT senantiasa menuntun langkah kita untuk dapat
bersama sama berkontribusi menuju tatanan normal baru, masyarakat sehat, aman dan produktif.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas karunia-Nya, Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru dapat ditetapkan.
Sebagaimana diketahui bahwa COVID-19 telah menjadi masalah
kesehatan global setelah ditetapkan sebagai pandemi oleh
Badan Kesehatan Dunia/ World Health Organization (WHO)
pada tanggal 11 Maret 2020. COVID-19 sudah menyebar di
hampir seluruh negara, termasuk Indonesia. Selama 10 bulan
terakhir sejak pandemi ditetapkan, kita dihadapkan pada
keseharian untuk berdampingan dengan COVID-19 dan kondisi
ini masih terus berlanjut hingga beberapa waktu yang belum
dapat ditentukan kapan akan berakhir.
Menyikapi kondisi tersebut, maka perlu disusun suatu pedoman tatalaksana pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dengan mengutamakan protokol kesehatan sebagai acuan bagi
tenaga kesehatan gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Sehingga diharapkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masa pandemi dan adaptasi
kebiasaan baru tetap dapat terlaksana dengan menjaga mutu/kualitas pelayanan dan patient
safety. Dengan demikian diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan gigi dan mulut di
masyarakat.
Akhir kata, saya ucapkan apresiasi dan terima kasih kepada Tim Penyusun dan teman sejawat
yang telah bahu membahu menyusunnya, semoga buku Petunjuk Teknis ini dapat memberikan
manfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas, Klinik Pratama, Praktik
Mandiri Dokter Gigi dan pihak-pihak lain yang terkait pelayanan kesehatan gigi dan mulut
di FKTP. Semoga Allah SWT selalu memberikan kita kekuatan dalam menghadapi Pandemi
COVID-19 dan untuk bersama – sama berkontribusi mewujudkan masyarakat yang sehat.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, Klinik
Pratama, Dokter Gigi Praktik Mandiri) merupakan pelayanan terdepan dalam penanganan
kesehatan gigi dan mulut pada masa pandemi COVID-19 dan Adaptasi Kebiasaan Baru.
Dalam menghadapi masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru pelayanan kesehatan gigi di
FKTP perlu mempersiapkan protokol pelayanan dalam rangka melayani masyarakat tanpa
mengabaikan keselamatan dan kesehatan pasien dan tenaga kesehatan dari risiko penularan
COVID-19.
Dengan adanya buku Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada Masa
Adaptasi Kebiasaan Baru, diharapkan dapat memberikan panduan bagi tenaga kesehatan di
FKTP dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Saya menyampaikan terima
kasih kepada tim penyusun buku ini, semoga hasil kerja kita bersama dapat bermanfaat bagi
bangsa dan negara dalam upaya menurunkan angka kesakitan gigi dan mulut.
A. Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 atau (SARS-CoV-2), yang diidentifikasi
pertama kali di kota Wuhan, Cina pada akhir bulan Desember 2019. Penyakit ini menular
dari orang ke orang dan berkembang menjadi wabah di seluruh dunia sehingga pada
tanggal 30 Januari 2020, World Health Organization (WHO) menetapkan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan
Dunia (KKMMD) atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) lalu
pada tanggal 11 Maret 2020 ditetapkan sebagai pandemi dunia. Pemerintah telah
menetapkan COVID-19 sebagai penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat di Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19, yang kemudian diperbaharui
dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-
Alam Penyebaran COVID-19 Sebagai Bencana Nasional. Berdasarkan Keputusan Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9A Tahun 2020, yang diperbaharui
dengan Keputusan nomor 13A Tahun 2020, mengenai ketetapan Status Keadaan
Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia, maka
wajib dilakukan langkah tanggap darurat COVID-19 serta upaya pencegahan dan
pengendalian penyebaran COVID-19.
Mengingat akhir pandemi COVID-19 tidak dapat dipastikan, Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) harus mampu beradaptasi memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah
pandemi COVID-19, baik dalam bentuk pemenuhan sumber daya dan pengaturan
sistem/alur pelayanan. Setiap penanggung jawab FKTP harus memastikan bahwa semua
pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut, tersedia untuk masyarakat
secara optimal tanpa mengabaikan keselamatan petugas kesehatan dan masyarakat yang
dilayani.
Dalam upaya mencegah penularan dan melindungi petugas dan masyarakat, diperlukan
penyesuaian tata laksana pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP (Puskesmas, Klinik
Pratama, Praktik Mandiri Dokter Gigi). Saat ini terdapat 10.166 Puskesmas (berdasarkan
Kepmenkes 9853 tahun 2020 tentang Data Puskesmas Terregistrasi Semester 1 Tahun
2020), 7920 Klinik Pratama serta 7504 Praktik Mandiri Dokter Gigi (berdasarkan
Risfaskes 2019) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu
disusun Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada masa pandemi
dan adaptasi kebiasaan baru, sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut. Petunjuk Teknis ini diharapkan juga menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di FKTP.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya petunjuk teknis sebagai acuan FKTP dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masa adaptasi kebiasaan baru.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan acuan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
FKTP pada masa adaptasi kebiasaan baru sebagai upaya perlindungan kepada
tenaga kesehatan gigi dan mulut serta masyarakat.
b. Memberikan acuan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) pada pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di FKTP.
c. Memberikan acuan bagi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam
melakukan pembinaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada masa
pandemi COVID-19 dan adaptasi kebiasaan baru ini meliputi:
1. Konsep Transmisi SARS-CoV-2 dan Dampak Infeksi COVID-19 pada Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut .
D. Sasaran
1. FKTP yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
3. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
4. Lintas Kementerian/Lembaga.
5. Lintas Program di Kementerian Kesehatan.
Gambar 2.1. Rantai Transmisi Infeksi SARS-CoV-2
Gambar 2.1. Rantai Transmisi Infeksi SARS-CoV-22, 9, 11 2, 9, 11
B. Potensi Penularan/Transmisi SARS-CoV-2 dalam Pelayanan Kesehatan Gigi
B. Potensi Penularan/Transmisi SARS-CoV-2 dalam Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
dan Mulut
WHO-CDC (2020) menyatakan bahwa transmisi virus SARS-CoV-2 terjadi bila seseorang
WHO-CDC (2020) menyatakan bahwa transmisi virus SARS-CoV-2 terjadi bila seseorang
sehat menghirup droplets atau aerosol secara langsung dalam jarak dekat (berkontak
sehat menghirup droplets atau aerosol secara langsung dalam jarak dekat (berkontak erat) dari
erat) dari seseorang yang terkonfirmasi positif baik bergejala maupun tidak, ataupun
seseorang yang terkonfirmasi positif baik bergejala maupun tidak, ataupun berkontak tidak
berkontak tidak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi virus16,17
langsung dengan permukaan yang terkontaminasi virus.16 17
Tindakan kedokteran gigi yang dilaksanakan dalam pelayanan kesgilut berpotensi
Tindakanmenularkan
kedokteran gigi yang dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut
virus SARS-CoV-2 kepada dokter gigi, tenaga pelaksana lainnya, pasien atau
berpotensi menularkan virus SARS-CoV-2 kepada dokter gigi, tenaga pelaksana lainnya,
pengunjung. Tingkat resiko tertular virus SARS-CoV-2 pada dokter gigi termasuk dalam kategori
pasien atau
resiko pengunjung. Tingkat
sangat tinggi, karena risiko
pekerjaan dokter tertular virus
gigi berkontak SARS-CoV-2
erat dengan pasien dan pada
banyak dokter gigi
termasukmenggunakan peralatan yang berpotensi menimbulkan aerosol dalam beberapa tindakan seperti
dalam kategori risiko sangat tinggi, karena pekerjaan dokter gigi berkontak
erat dengan pasien
preparasi dan banyak
gigi, pembersihan menggunakan
kalkulus (scaling) dan peralatan yang
tindakan bedah berpotensi
mulut. menimbulkan
2 Ketika aerosol
aerosol dalam
menyatu dengan cairan darah dan saliva dalam rongga mulut maka akan menghasilkan (scaling)
beberapa tindakan seperti preparasi gigi, pembersihan kalkulus
dan tindakan bedah mulut.2 Ketika aerosol menyatu dengan cairan darah dan saliva
17
dalam rongga mulut maka akan menghasilkan bioaerosol, yaitu aerosol infeksius yang
mengandung bakteri, jamur dan virus dan mampu melayang di udara dalam kurun waktu
tertentu. Bioaerosol yang dihasilkan dari pasien yang terinfeksi COVID-19 dapat menjadi
sumber penularan infeksi jika terhirup oleh tenaga kesehatan gigi dan mulut dan atau
pasien lain (Tabel 2.1).12,13 Tindakan lain yang juga menghasilkan bioaerosol adalah
penggunaan air-water/three way syringe, prophylaxis cups, proses grinding model gipsum
menggunakan mesin trimmer, dan pemolesan gigi tiruan menggunakan mesin poles.
jarak > 1m - 2m transmisi aerosol
Aerosol
(<5 μm)
Droplets
pejamu rentan
(>5 μm) pejamu rentan
Pasien positif COVID-19
dilakukan tindakan
perawatan berpotensi
menghasilkan droplets
transmisi tidak
dan aerosol
langsung
Demam, batuk dan fatigue/kelelahan merupakan gejala yang paling umum terjadi pada
orang yang terinfeksi COVID-19. Gejala penyerta lainnya adalah nyeri kepala, diare, hidung
tersumbat, hilang penciuman dan pembauan, nyeri abdominal, mual muntah, nyeri dada,
pilek (rhinorrhoea) nyeri tenggorakan (pharyngalgia) atau ruam kulit. Kurang lebih 90%
pasien COVID-19, menunjukkan lebih dari satu gejala klinis utama dan penyerta (merujuk
pada KMK No. HK.01.07/MENKES/413/20).
Gambar 2.3. Ilustrasi Gejala Klinis Infeksi COVID-1919
Gambar 2.3. Ilustrasi Gejala Klinis Infeksi COVID-1919
Rongga mulut merupakan salah satu reservoir berbagai mikroorganisme patogen dan dapat
Rongga mulut merupakan salah satu reservoir berbagai mikroorganisme patogen dan
memperlihatkan manifestasi oral berbagai penyakit.20 Reseptor ACE2 yang terdapat di sel epitel
dapat memperlihatkan manifestasi oral berbagai penyakit.20 Reseptor ACE2 yang
kelenjar saliva dan lidah merupakan reseptor utama virus SARS-CoV-2, dimana ekspresi ACE2
terdapat di sel epitel kelenjar saliva dan lidah merupakan reseptor utama virus SARS-
CoV-2, dimana ekspresi ACE2 pada kelenjar saliva minor lebih tinggi21,
pada kelenjar saliva minor lebih tinggi dibandingkan pada organ paru. dibandingkan pada
22 Akan tetapi hingga
organ paru. 21,22,25 Akan tetapi hingga saat ini, keberadaan lesi di rongga mulut belum
saat ini, keberadaan lesi di rongga mulut belum dapat dipastikan sebagai indikator awal gejala
dapat dipastikan sebagai indikator awal gejala klinis infeksi COVID-19.23,30 Kajian lebih
klinis infeksi COVID-19.23 Kajian lebih lanjut masih sangat diperlukan untuk memastikan apakah
lanjut masih sangat diperlukan untuk memastikan apakah lesi pada rongga mulut
lesi pada rongga mulut pasien diakibatkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 (direct viral infection)
pasien diakibatkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 (direct viral infection) atau akibat
atau akibat dari memburuknya kondisi sistemik pasien (infeksi oportunistik), ataukah sebagai
dari memburuknya kondisi sistemik pasien (infeksi oportunistik), ataukah sebagai efek
samping pengobatan infeksi COVID-19.24,26,27,28
efek samping pengobatan infeksi COVID-19. Dokter gigi tetap harus mewaspadai
24 Dokter gigi tetap harus mewaspadai keberadaan
keberadaan lesi di rongga mulut dan disarankan untuk berkonsultasi kepada Spesialis
Penyakit Mulut, apabila menemukan kondisi mukosa mulut yang meragukan.
19
Gambaran lesi enanthem pada mukosa labial dan palatal yang disertai
deskuamasi gingiva pada pasien terkonfirmasi positif COVID-19
ITPH juga terjadi karena risiko pekerjaan, khususnya pada tenaga kesehatan gigi dan
mulut yang melaksanakan proses pelayanan kesehatan di FKTP. Tindakan medis/invasif
sederhana yang dilakukan kepada pasien, berisiko menimbulkan infeksi apabila standar
prosedur pelayanan kesehatan diabaikan. Berbagai permasalahan yang timbul selama
masa pandemi COVID-19, antara lain:31,32
1. Meningkatnya jumlah dokter gigi yang terpapar virus SARS-CoV-2, akibat penggunaan
alat pelindung diri (APD) tidak sesuai standar dan ketersediaan infrastruktur yang
kurang memadai.
2. Meningkatnya potensi transmisi nosokomial virus SARS-CoV-2 terhadap dokter gigi,
pasien dan petugas lainnya saat pelayanan berlangsung
3. Menurunnya status kesehatan gigi dan mulut masyarakat karena meningkatnya
insidens penyakit/kelainan gigi dan mulut yang tidak dirawat
4. FKTP hanya memberikan pelayanan untuk kasus emergensi sehingga permasalahan
kesehatan gigi dan mulut pasien tidak tertangani, menyebabkan produktifitas pasien
menurun dan pasien tidak mampu bekerja secara optimal.
5. Menurunnya produktifitas sumber daya dan kemampuan pembiayaan fasilitas
kesehatan karena membatasi pelayanan yang diberikan.
6. Memicu timbulnya permasalahan finansial akibat penurunan produktifitas kerja
tenaga kesehatan gigi dan mulut.
7. Memicu timbulnya masalah kesehatan mental tenaga kesehaan gigi dan mulut
seperti ansietas atau cemas berlebih dll.
8. Memberikan citra buruk bagi fasilitas pelayanan kesehatan bahkan kerugian materiil
akibat ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang tidak optimal yang disertai
penuntutan ke ranah hukum.
INOCOVID
K1
#1
K2
Keterangan:
1 Nomer Indeks kasus konfirmasi misal INOCOVID#1
2 Nomer Identifikasi kontak misalnya K1 merujuk pada kontak nomor 1
3 Kategori kontak: kontak rumah tangga, rumah sakit, puskesmas, klinik, rekan kerja, sosial (di restoran misalnya),
sekolah, satu kendaraan
4 Jika menggunakan APD terutama kategori kontak fasilitas layanan kesehatan (rumah sakit, IGD, puskesmas, klinik):
masker, bedah, sarung tangan, masker N95, dll
5 Perkiraan lama kontak misalnya 5 menit, 1 jam dsb
** Tambahan informasi: Nomor indeks kasus konfirmasi adalah nomor pasien terkonfirmasi positif COVID-19 melalui RT-
Antigen atau RT-PCR (INOCOVID); K1 atau K2 dan seterusnya adalah kode orang dengan riwayat berkontak dengan
pasien positif COVID-19 (INOCOVID); APD yang dipakai adalah yang digunakaan oleh K1 atau K2 dan seterusnya saat
berkontak dengan INOCOVID.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terutama pada masa adaptasi kebiasaan baru
merupakan salah satu upaya mitigasi klinis untuk memutus mata rantai penularan virus
SARS-CoV-2, melindungi dan meminimalkan terjadinya infeksi COVID-19 ataupun ITPH pada
tenaga kesehatan, pasien/pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan, serta masyarakat
di sekitarnya. Profesi dokter gigi dinilai berisiko tinggi untuk terinfeksi dan dapat menjadi
agen transmisi silang (cross infection) mikroorganisme patogen kepada pasien, terapis gigi
dan mulut (TGM), teknisi laboratorium teknik kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya,
terutama saat melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, PPI wajib
dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan di setiap FKTP yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Selama masa adaptasi kebiasaan baru, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat dilakukan
setelah mempertimbangkan secara seksama kondisi pasien dan risiko yang dihadapi baik
oleh pasien maupun tenaga kesehatan gigi dan mulut, menyesuaikan dengan ketersediaan
alat pelindung diri (APD) dan sarana penunjang PPI lainnya serta tingkat penyebaran infeksi
COVID-19 di komunitas setempat.29 Apabila terdapat keterbatasan pemenuhan APD dan
sarana prasarana di FKTP, maka pelayanan kesehatan gigi dan mulut diprioritaskan hanya
untuk pasien kasus emergensi dan urgen (khusus tindakan non-aerosol/invasif minimal).16
Tabel 3.1.
Kerangka Kerja PPI Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru16,33,35
6 Pendidikan dan Pelatihan PPI untuk Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut
FKTP harus membuat tahapan perencanaan dan aksi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut selama masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru, mengingat
tindakan yang dilakukan berpotensi menghasilkan bioaerosol dan kemungkinan terjadi kontak
erat dengan pasien.
TATA
KELOLA
PASIEN DAN RUANGAN, PENAPISAN/SKRINING
PEMBERSIHAN LINGKUNGAN
PENYEDIAAN SARANA KEDUA PASIEN, PROSEDUR
TELEDENTISTRY, PENAPISAN/ KERJA, DESINFEKSI,
PRASARANA PPI, MANAJEMEN DAN PERSIAPAN PASIEN SEBELUM
SKRINING PERTAMA PASIEN, STERILISASI, TELEDENTISTRY
PELATIHAN PPI UNTUK TENAGA DILAKUKAN TINDAKAN, FOUR-
PENGELOLAAN PENJADWALAN UNTUK FOLLOW UP KONDISI
KESEHATAN, SISTEMATIKA ALUR HANDED DENTISTRY, PENERAPAN
KUNJUNGAN PASIEN KE FKTP PASIEN, MONITORING KESEHATAN
KERJA DI FKTP, MONITORING KEWASPADAAN ISOLASI
TENAGA KESEHATAN
KESEHATAN TENAGA (STANDAR DAN TRANSMISI)
KESEHATAN
Gambar 3.1. Skema Perencanaan dan Aksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Masa Adaptasi Baru
Gambar 3.2. Elemen Utama dari Prinsip Ventilasi yang mempengaruhi
Gambar 3.2. Elemen Utama dari Prinsip Ventilasi yang mempengaruhi Transmisi Airborne 7
Transmisi Airborne37
Untuk memenuhi konsep pengaturan aliran udara tersebut maka terdapat 3 (tiga) model sistem
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
ventilasi yang dapat digunakan yaitu:
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru 13
Untuk memenuhi konsep pengaturan aliran udara tersebut maka terdapat 3 (tiga)
model sistem ventilasi yang dapat digunakan yaitu:37
1. Ventilasi alami (natural ventilation)
Pengaliran udara bergantung pada kekuatan tekanan angin, kemampuan udara
untuk terapung (buoyancy) dan desain ventilasi bangunan (posisi bukaan
jendela, pintu, kisi-kisi).
2. Ventilasi mekanik (mechanical ventilation)
Pengaliran udara bergantung pada penggunaan alat mekanik (misalnya kipas
angin, exhaust fan) yang diletakkan pada dinding ruangan atau di dekat jendela
atau pada instalasi saluran udara dalam ruangan (ducting supply), sangat tidak
disarankan untuk menggunakan kipas angin yang dipasang pada langit-langit
(ceiling fan).
3. Ventilasi campuran (mixed-mode/hybrid ventilation)
Untuk meningkatkan kuantitas ventilasi khususnya pada ruangan yang
berpotensi terjadi transmisi infeksi secara airborne. pengaliran udara
bergantung pada ventilasi alami yang dikombinasikan dengan ventilasi
mekanik (misalnya, kipas angin/exhaust fan).
Gambar 3.3. Ilustrasi Sistem Ventilasi Bangunan; (1) Alami Satu sisi, (2) Alami Silang,
(3) Mekanik Silang (4) Campuran (Hybrid atau Mixed-mode)
VR (L/dtk) = k x kecepatan angin (m/dtk) x luas area bukaan terkecil (m²) x 1000 (L/m³)
Contoh :
Luas jendela terbuka : tinggi 1 m x Lebar 1 m = 1 m²
Kecepatan udara melalui jendela : 1 m/detik
Volume ruangan : panjang x lebar x tinggi = 5 x 4 x 3 m = 60m³
Maka nilai ACH-nya adalah 1 m² x 1 m/detik x 3600 detik/jam = 60 ACH
60 m³
Gambar 3.5. Simulasi Rumus Perhitungan Pertukaran Udara per jam (ACH);
(kiri) menggunakan rumus; (kanan) alat digital anemometer
Area ACH
ruang tindakan yang tertutup (aerosol) 12
ruang tindakan bedah mulut 15
ruang tindakan non aerosol 8-12
ruang konsultasi 6
ruang untuk dekontaminasi peralatan
10
(desinfeksi dan sterilisasi)
ruang dental lab 6
Air purifier atau air cleansers adalah alat yang digunakan untuk memfiltrasi udara
dari bioaerosol yang kontaminan. EPA-US menyatakan bahwa penggunaan air
purifier portabel berpotensi membantu menjernihkan udara apabila ruangan tidak
memungkinkan untuk dibuatkan ventilasi alami atau mekanik tambahan yang dapat
mengalirkan udara bersih dari luar (outdoors) dan pada kondisi dimana udara luar
terindikasi tingkat polusinya tinggi. Akan tetapi, penggunaan air purifier portabel
2. HEPA Filter
HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter mampu menyaring udara dengan
efisiensi penyaringan 99,5% (standar Eropa) atau 99,97% (standar US) dan
dapat digunakan sebagai alat tambahan untuk menghilangkan partikel virus
SARS-CoV-2 yang airborne. Prinsip kerja HEPA filter adalah menangkap partikel
kontaminan/bioaerosol dalam udara melalui sebuah jaring serabut kompleks
dengan kemampuan penyaringannya bergantung pada ukuran partikel yaitu:
1. Diffusion – untuk partikel berukuran kecil (< 0,3 microns)
2. Interception – untuk partikel berukuran medium (antara
0,3 – 1 microns)
3. Inertial Impactian – untuk partikel berukuran besar
(>1 micron)
4. Sieving – untuk partikel berukuran besar (> 1 micron)
Pada saat memilih HEPA filter disarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut:
1. Grade of HEPA berdasarkan efisiensi
HEPA – grade H10-H12 filter hanya mampu menangkap 85 – 99,5% partikel
berdiameter 0,1 micron, sedangkan HEPA – grade H13-H14 (medical grade)
mempunyai kemampuan menangkap partikel berdiameter 0,1 micron antara
99,95% - 99,995%.
Untuk mengurangi jumlah bioaerosol secara efisien, maka HEPA filter harus selalu
digunakan selama tindakan perawatan dan saat jeda waktu antar pasien. HEPA filter
diletakkan pada area yang dekat dengan pasien tetapi tidak dibawah alat pendingin
ruangan (AC) dan tidak berada di antara operator dan pasien. Berikut merupakan
durasi waktu kerja HEPA filter yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontaminan
bioaerosol dalam ruangan dengan tingkat ACH tertentu :
Tabel. 3.4. Durasi Waktu Kerja HEPA Filter berdasarkan ACH Ruangan40
HEPA filter secara rutin harus diganti dengan yang baru karena proses
pembersihannya berpotensi menyebarkan kontaminan airborne dan menciptakan
celah pada jaring serabut yang berukuran lebih besar dari partikel kontaminan.
Proses pembersihan jaring serabut HEPA filter harus mengikuti anjuran pabrik dan
sebaiknya dilakukan penggantian tiap 12-18 bulan; carbon filter diganti tiap 3-6
bulan dan pre-filter-nya dibersihkan tiap 30 hari dan diganti bila terlihat aus.
Pembuangan udara kotor sebaiknya langsung terhubung dengan area luar gedung
/ruang praktik dokter gigi, tidak diarahkan ke ruang tunggu pasien atau area lalu
lalang orang. Apabila tidak memungkinkan maka udara kotor dapat dihisap dengan
exhaust fan yang bagian hulunya dilengkapi oleh HEPA filter, kemudian dialirkan
melalui saluran udara (ducting supply) atau cerobong udara (ducting exhaust) ke
area luar (ilustrasi gambar 3.8).
Apabila bangunan FKTP dan ruang pelayanan kurang memenuhi standar desain
ventilasi dan kualitas udara yang dihasilkan buruk, maka dapat diterapkan beberapa
hal berikut:
1. Mengatur pergantian udara yang masuk ke dalam ruangan minimal 6x ACH
dengan menjaga suhu ruangan 24-26⁰C dan kelembaban relatif 40-60%, untuk
mengoptimalkan proses dilusi/pengenceran udara dari kontaminan.
2. Mengelola pergerakan aliran udara antar ruangan dengan cara memasang
tirai pembatas atau dinding pemisah portabel agar aliran udara kotor dapat
diarahkan menuju exhaust fan atau bukaan jendela (mengacu pada prinsip
vertical laminar). Proses disinfeksi tirai pembatas berbahan kain/linen
mengikuti petunjuk teknis PPI.
3. Melakukan penyaringan atau filtrasi udara yang masuk menggunakan air purifier
dengan HEPA filter berkemampuan filtrasi partikel berukuran 0,3 μm hingga
99%.
4. Menjaga suhu dan kelembaban ruangan untuk mempengaruhi atau menghambat
pertumbuhan bakteri dan inaktivasi virus.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
20 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
5. Menggunakan UVGI (Ultraviolet Germicidal Irradiation) untuk membantu
menginaktivasi virus SARS-CoV-2 dengan cara menempatkan lampu UV-C di area
atas ruang praktik pada ketinggian + 2 m. Studi menunjukkan bahwa inaktivasi
virus SARS-CoV-2 dapat menggunakan lampu UV-C dengan panjang gelombang
254nm (dosis 40 mJ/cm²) selama 15 menit pada jarak paparan 3 cm pada
permukaan datar. Namun perlu diperhatikan bahwa saat menggunakan lampu
UV-C dan atau ozone generator untuk disinfeksi ruangan, harus memastikan
bahwa ruangan dalam kondisi kosong/tidak berpenghuni dan tertutup rapat
untuk mencegah kebocoran radiasi UV-C, memberi label peringatan di pintu
ruangan ketika lampu UV-C digunakan, serta selalu menggunakan masker saat
disinfeksi ruangan dengan ozone generator agar terhindar dari sesak nafas dan
asma. Keterbatasan dalam penggunaan lampu UV-C antara lain:
a. semakin jauh jarak lampu UV-C dari permukaan benda maka efektivitas
desinfeksinya semakin menurun sehingga saat pemakaian disarankan
penempatannya mendekati dental unit
b. radiasi UV-C tidak mampu mencapai seluruh area ruangan
c. durasi pemakaian lampu UV-C yang panjang akan mengurangi ketahanan
komponen plastik dan diskolorisasi benda
d. adanya bau menyengat yang tercium dalam ruangan pasca penggunaan
lampu UV-C.
Gambar 3.10.Pengaturan Zona dalam Ruang Pelepasan (doffing) APD
Gambar 3.10. Pengaturan Zona dalam Ruang Pelepasan (doffing) APD
(warna: merah=infeksius; kuning=kehati-hatian; hijau=bersih) 42,43,44
31, 80, 81
(warna: merah=infeksius; kuning=kehati-hatian; hijau=bersih)
Gambar 3.11. Zona pelepasan APD dalam Ruang Pelepasan (doffing) APD
Gambar 3.11. Zona pelepasan APD dalam Ruang Pelepasan (doffing) APD42,44 31, 80
3.2. TAHAP SEBELUM KUNJUNGAN PASIEN
3.2. TAHAP SEBELUM KUNJUNGAN PASIEN
A. Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien Pra-Kunjungan
A. Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien Pra-Kunjungan
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang ilmu kedokteran
gigi (teledentistry) merupakan alternatif solusi inovatif di saat masa adaptasi
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang ilmu kedokteran
kebiasaan baru untuk kelangsungan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
(teledentistry) merupakan alternatif solusi inovatif di saat masa adaptasi kebiasaan baru
FKTP. Teledentistry mampu meminimalkan risiko penularan infeksi COVID-19
dan membantu pasien/masyarakat untuk tetap mendapatkan akses pelayanan
kelangsungan pelayanan kesgilut di FKTP. Teledentistry mampu meminimalkan risiko penu
kesehatan gigi dan mulut secara jarak jauh.16,36,45
infeksi COVID-19 dan membantu pasien/masyarakat untuk tetap mendapatkan akses pelay
Tabel 3.5.
kesgilut secara jarak jauh.30, 36, 37 Ruang Lingkup Teledentistry46,48,49
Tabel 3.5. Ruang Lingkup Teledentistry
RUANG LINGKUP TELEDENTISTRY
30, 36
Deteksi dan penapisan/skrining pasien pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dilakukan secara bertahap, diawali dengan skrining dan triage pra-kunjungan,
kemudian kembali dilakukan skrining kedua saat pasien berkunjung ke FKTP.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi kesehatan
pasien sebelum kunjungan ke FKTP dan sebelum pasien menerima pelayanan,
menyeleksi keluhan/kasus pasien sesuai skala prioritas kebutuhan penanganannya
Gambar 3.12. Contoh Media Teledentistry (sehatpedia, Kemenkes)
Gambar 3.12. Contoh Media Teledentistry (sehatpedia, Kemenkes)
Berikut ini merupakan skema alur pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dapat
diimplementasikan pada FKTP (gambar 3.13):
Pasien
Pasien
membutuhkan
membutuhkan
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan
Gigi danKesgilut
Mulut
Gambar 3.13. Skema Alur Pelayanan Kesgilut di Masa Adaptasi Baru
Gambar 3.13.
34, 35
Skema Alur Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Masa Adaptasi Baru
B. Pengelolaan Penjadwalan Perawatan Pasien
B. Pengelolaan Penjadwalan Perawatan Pasien
1. Berdasarkan hasil skrining pra-kunjungan (teledentistry), prioritas kebutuhan pasien ata
1. Berdasarkan hasil skrining pra-kunjungan, prioritas kebutuhan pasien atas
pelayanan kesgilut
pelayananditentukan dengan
kesehatan gigi mengacu
dan mulut pada kondisi
ditentukan kegawatdaruratan
dengan mengacu pada kondisidan risik
kegawatdaruratan dan risiko paparan infeksi COVID-19 (dapat dilihat pada
paparan infeksi COVID-19 (dapat dilihat pada gambar 3.15. dan 3.16). 39, 40
gambar 3.15. dan 3.16).
39, 40
2. Tunda perawatan urgen dan elektif selama kurun waktu 2-3 minggu terutama untu
2. Tunda perawatan urgen dan elektif selama kurun waktu 2-3 minggu
terutama
pasien berstatus untuk pasien
probabel berstatus probabel
dan terkonfirmasi positif dan terkonfirmasi
COVID-19, positif
apabila ketersediaa
COVID-19, apabila ketersediaan sarana prasarana kurang mendukung
sarana prasarana kurang mendukung pelayanan. Untuk memastikan kembali kondi
pelayanan.53 Untuk memastikan kembali kondisi kesehatan pasien tersebut,
kesehatan pasien tersebut,
maka pasien dimintamaka pasien
melakukan diminta melakukan
RT-antigen/RT-PCR sebelumRT-antigen/RT-PCR
dilakukan tindakan sebelum
(terutama bila tindakan berpotensi menghasilkan aerosol).
dilakukan tindakan (terutama bila tindakan berpotensi menghasilkan aerosol).
3. Lakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa atau acak pada pasien yang terindika
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
29
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
memiliki riwayat diabetes mellitus. Tunda perawatan pasien bila terindikasi riwaya
3. Lakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa atau sewaktu pada pasien
yang terindikasi memiliki riwayat diabetes mellitus. Tunda perawatan
pasien bila terindikasi riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol, hasil tes
kadar gula darah puasa ≥ 240 mg/dl (13.3 mmol/l) atau kadar gula darah
sewaktu ≥234 mg/dl (13 mmol/l). Oleh karena peningkatan kadar gula darah
memiliki efek negatif terhadap sistem imunitas (imunosupresif), memperlambat
proses penyembuhan luka dan berisiko tinggi terinfeksi virus SARS-CoV-2.4
4. Jika pasien berstatus probabel atau positif COVID-19 sangat membutuhkan
perawatan (termasuk kategori tindakan emergensi atau urgen), upaya alternatif
yang dilakukan untuk mengurangi risiko transmisi virus SARS-CoV-2:
a. dijadwalkan pada hari ke-14 atau lebih (terutama untuk kasus urgen
tindakan aerosol).
b. diberikan jadwal (hari dan jam) khusus untuk penanganan pasien tersebut
yang tidak berdekatan dengan jadwal pasien lainnya.
c. ditempatkan pada nomor antrian paling terakhir di hari penjadwalannya.
d. mengurangi durasi perawatan dan memberikan interval waktu yang lebih
panjang untuk pertemuan berikutnya.
e. wajib menerapkan PPI melalui kewaspadaan isolasi (kewaspadaan standar
dan transmisi).
5. Penjadwalan pasien dengan kondisi kesehatan yang rentan (misalnya.
pasien geriatri usia di atas 60 tahun atau memiliki riwayat penyakit kronis/
imunokompromais), adalah:55,56
a. dijadwalkan sebagai pasien pertama yang dirawat pada minggu/hari
penjadwalannya.
b. dijadwalkan sebagai pasien pertama yang dirawat setelah jam ishoma.
c. diberikan jadwal (hari dan jam) khusus yang terpisah dengan pasien lainnya.
6. Penjadwalan pasien yang direncanakan akan dilakukan perawatan dengan durasi
waktu panjang dan berpotensi menghasilkan aerosol, adalah:
a. memberikan jadwal (hari dan jam) khusus untuk penanganan pasien
tersebut yang tidak berdekatan atau terpisah dengan jadwal pasien lainnya.
b. dijadwalkan sebagai pasien terakhir yang dirawat pada hari penjadwalannya.
Gambar 3.17. Contoh Skema Alur Seleksi Prioritas Kebutuhan Perawatan Pasien40
Gambar 3.15.
Contoh Skema Alur Seleksi Prioritas Kebutuhan Perawatan Pasien52
40
Ya Ya Ya
* Jika ventilasi tidak baik (1-2 ACH) maka harus menggunakan HVE. Jika tidak memungkinkan,
berikan jeda 60 menit ke pasien berikutnya atau lakukan prosedur alternatif dengan
menggunakan low speed handpiece atau skeling manual.
Gambar 3.18 Skema Alur Penapisan (Skrining Kedua) Kunjungan Pasien di FKTP2
3
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pengendalian Lingkungan
2
1 Kewaspadaan Transmisi Kontak
7 Pengelolaan Linen
6) Gunakan kertas tisu atau handuk kecil sekali pakai untuk pengering
pengering tangan (jet/warm air dryer) tidak disarankan karena berpotensi menyebar
6) Gunakan kertas tisu atau handuk kecil sekali pakai untuk pengering tangan. Penggunaan mesi
tangan. Penggunaan mesin pengering tangan (jet/warm air dryer) tidak
meningkatkan jumlah mikroorganisme patogen. Sediakan tempat sampah tertutu
pengering tangan (jet/warm air dryer) tidak disarankan karena berpotensi menyebarkan da
disarankan karena berpotensi menyebarkan dan meningkatkan jumlah
pembukaan tutupnya
meningkatkan dioperasikan
mikroorganisme
jumlah patogen. dengan
mikroorganisme Sediakankaki,
patogen. sebagai
tempat wadah
sampah
Sediakan tempat handuk
tertutup
sampah yang bekas yan
tertutup pak
pembukaan tutupnya dioperasikan dengan kaki, sebagai wadah handuk
tempat sampah non-infeksius untuk menampung tisu bekas pakai.
pembukaan tutupnya dioperasikan dengan kaki, sebagai wadah handuk bekas pakai ata
bekas pakai atau
7) ABHR 70% digunakan bila tempat
tangan sampah non-infeksius
tidak terlihat untuk
kotor, menampung
tidak tisu
terkontaminasi dan
tempat sampah non-infeksius untuk menampung tisu bekas pakai.
bekas pakai.
pasokan air mengalir sulit untuk dijangkau (misalkan sedang berada di dalam
7) ABHR 7) ABHR
70% digunakan
70% bila tangan tidak
digunakan bila terlihat
tangan kotor,
tidak tidak terkontaminasi
terlihat kotor, tidak dan ketika
ambulans, melakukan kegiatan imunisasi dan skrining kesehatan di luar gedung
terkontaminasi
pasokan air danuntuk
mengalir sulit ketikadijangkau
pasokan air mengalirsedang
(misalkan sulit untuk dijangkau
berada di dalam mobil
kondisi pasokan air terputus).
(misalkan sedang berada di dalam mobil ambulans, melakukan kegiatan
ambulans, melakukan kegiatan imunisasi dan skrining kesehatan di luar gedung FKTP,
imunisasi dan skrining kesehatan di luar gedung FKTP, kondisi pasokan
kondisi pasokan air terputus).
air terputus).
Gambar 3.21. Akses Sarana Kebersihan Tangan11, 16
Gambar 3.21. Akses Sarana Kebersihan Tangan
Gambar 3.22. Akses Sarana Kebersihan Tangan11,16 11, 16
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
b. Penggunaan
Saat melakukan Alat
prosedur Pelindungkesgilut
pelayanan Diri (APD)
pada pasien, bagian tubuh (kulit, hidung
b. Saat melakukan prosedur pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada pasien,
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
wajah) dan baju kerja yang digunakan oleh tenaga kesehatan serta pasien akan rentan te
bagian tubuh (kulit, hidung, mata, wajah) dan baju kerja yang digunakan
percikan dan olehterkontaminasi
tenaga oleh
kesehatan patogen
serta nosokomial
pasien pada
akanpasien, yang
rentan bagian dapat
terpapar menjadi sumber
percikan
Saat melakukan prosedur pelayanan kesgilut tubuh (kulit, dan
hidung, mata
transmisi silang. APD berperan
terkontaminasi sebagai
oleh patogen penghalang
nosokomial yang paparan bahan
dapat menjadi infeksius
sumber infeksidan kont
wajah) dan baju kerja yang digunakan oleh tenaga kesehatan serta pasien akan rentan terpapa
transmisi
dari darah, cairan silang.atau
tubuh, APD berperan sebagai penghalang
sekresi saluran pernapasan paparan bahan
pasien infeksius
kepada petugas kes
percikan dan
dan kontaminan
terkontaminasi oleh patogen nosokomial yang dapat menjadi sumber infeks
dari darah, cairan tubuh, atau sekresi saluran pernapasan
transmisi pasien
silang. kepada
APD berperan
petugas sebagai penghalang paparan bahan infeksius dan kontaminan
kesehatan.
dari darah, cairan tubuh, atau sekresi saluran pernapasan pasien kepada petugas kesehatan
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru 37
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam manajemen penggunaan
APD :69
1) Tenaga kesehatan memahami tata cara pemakaian (donning) dan
pelepasan (doffing) APD, karena kesalahan saat melakukan prosedur
tersebut akan meningkatkan risiko kontaminasi.
2) Pemilihan APD harus sesuai dengan asesmen tingkat risiko paparan
terhadap darah, cairan tubuh, ekskresi atau sekresi atau kontaminan
lainnya.
3) APD yang digunakan tidak berpotensi menimbulkan bahaya tambahan,
tidak membatasi gerak penggunanya, tidak mudah rusak dan memenuhi
ketentuan standar yang ditetapkan.
4) Hindari kontak langsung antara APD yang terkontaminasi (bekas pakai)
dengan permukaan benda-benda atau baju ganti petugas di lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan.
5) Tidak dibenarkan untuk berbagi APD yang sama antar petugas kesehatan.
6) APD yang berlabel “reusable” (dipakai ulang) harus segera dibersihkan
dan didesinfeksi setelah pemakaian, kemudian pemakaian ulangnya
harus mengikuti aturan pabrik.
7) APD yang digunakan sekali pakai (disposable), harus segera dibuang di
tempat penampungan limbah infeksius.
8) Tenaga kesehatan harus menggunakan APD (minimal kacamata
pelindung mata dan atau pelindung wajah, masker bedah atau masker/
respirator N95) ketika menangani pasien
9) Selalu lakukan langkah-langkah cuci tangan di ke-5 (lima) momen yang
dianjurkan WHO.
Surgical scrub
Gown all-cover dan apron
Gambar 3.23. Rekomendasi APD untuk Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut16, 69
Macam
Contoh
4) 4) Lakukan prosedur dekontaminasi secara rutin pada kacamata pelindung mata (goggles)
Lakukan prosedur dekontaminasi secara rutin pada kacamata pelindung mata (goggles) dan
pelindung wajah (visor/face shield) khususnya untuk yang reusable sebagai berikut:
pelindung wajah (visor/face shield) khususnya untuk yang reusable sebagai berikut:
(1) (1) Bersihkan seluruh permukaan kacamata pelindung dan pelindung wajah (dimulai d
Bersihkan seluruh permukaan kacamata pelindung dan pelindung wajah (dimulai dari
permukaan
permukaan dalam
dalam terlebih
terlebih dahulu
dahulu berlanjut
berlanjut ke ke permukaan
permukaan terluar,
terluar, termasuk
termasuk ka
karet
pengikat elastisnya) dengan menggunakan alcohol-based surface disinfectant wipes a
pengikat elastisnya) dengan menggunakan alcohol-based surface disinfectant wipes atau
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
40 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
kertas tisu yang dibasahi oleh alkohol 70%.
kertas tisu yang dibasahi oleh alkohol 70%.
4) Lakukan prosedur dekontaminasi secara rutin pada kacamata pelindung
mata (goggles) dan pelindung wajah (visor/face shield) khususnya untuk
yang reusable sebagai berikut:
(a) Bersihkan seluruh permukaan kacamata pelindung dan pelindung
wajah (dimulai dari permukaan dalam terlebih dahulu berlanjut
ke permukaan terluar, termasuk karet pengikat elastisnya) dengan
menggunakan alcohol-based surface disinfectant wipes atau kertas
tisu yang dibasahi oleh alkohol 70%.
(b) Bilas seluruh permukaan (dalam dan terluar) menggunakan air
mengalir untuk menghilangkan residu dan kotoran.
(c) Keringkan kacamata pelindung dan pelindung wajah dengan cara
diangin-anginkan (letakkan pada meja yang telah didisinfeksi atau
wadah terbuka dengan posisi diberdirikan) ataupun langsung dilap
dengan kain bersih.
(d) Simpan kacamata pelindung dan pelindung wajah di wadah tertutup
untuk melindungi dari kontaminasi.
5) Lakukan pemeriksaan permukaan lensa kacamata dan pelindung wajah
serta elastisitas tali pengikat di kepala secara rutin. Ganti dengan
yang baru, bila pada permukaannya terdapat guratan/retakan atau
memburam akibat pemakaian berulang; elastisitas tali pengikat di
kepala berkurang.
Gambar 3.24. Tata cara memakai (donning)
Gambar 3.23. Tata cara memakai (donning) dan melepas (doffing) goggles dan face
dan melepas (doffing) goggles dan face shields16,69
Rekomendasi Non-Steril : Tipe EN 455, EN 374 ataupun yang memenuhi tandar ASTM D6319, D3578, D5250, D6977
WHO Steril : EN 455, ASTM D3577, EN ISO 11607
Fit Test Pengguna harus selalu melakukan positive fit test dan memeriksa seal masker di wajah saat inhalasi ekshalasi
Gambar
51 51 51
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru 43
Saat ini di pasaran banyak beredar tiruan dari masker respirator (N95) yang
dijual seolah-olah telah mendapat persetujuan NIOSH, namun tidak efisien
dalam memberikan perlindungan (https://www.cdc.gov/niosh/npptl/
usernotices/counterfeitResp.html). Oleh karena itu, penting memahami
cara identifikasi keaslian masker dengan memperhatikan petunjuk yang
tertera pada permukaan eksterior/terluar masker sebagai berikut:
Gambar Langkah-Langkah
Saat melepas masker, dilarang menyentuh permukaan luar
masker karena berpotensi terpapar kontaminan (droplets
dan aerosol yang mengandung mikroorganisme)
Gambar 3.27. Ilustrasi Tahapan Penyimpanan Masker N95
Gambar 3.28. Ilustrasi Tahapan Penyimpanan Masker N95
c) Kantong kertas berisi masker N95 diletakkan dalam suhu ruangan (21-23°C) den
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
46 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
kelembaban 40% agar viabilitas virus SARS-CoV-2 berkurang setelah 3-4 hari m
c) Kantong kertas berisi masker N95 diletakkan dalam suhu ruangan
(21-23⁰C) dengan kelembaban 40% agar viabilitas virus SARS-
CoV-2 berkurang setelah 3-4 hari masa penyimpanan.75
Gambar 3.28. Simulasi Rotasi Masker N95
Gambar 3.29. Simulasi
Rotasi Masker N95
4) Melakukan dekontaminasi masker (reprocessing/decontamination)
4) Melakukan dekontaminasi masker (reprocessing/decontamination)
Upaya dekontaminasi masker N95 harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:64
Upaya dekontaminasi masker N95 harus memperhatikan prinsip-
a) Prosedur dekontaminasi dan reuse masker N95 hanya dilakukan pada kondisi krisis
prinsip berikut:74,75,76
kelangkaan masker dengan mempertimbangkan rekomendasi pabrik dan tidak
a) Prosedur dekontaminasi dan reuse masker N95 hanya dilakukan
berdampak negatif pada performa efektifitas filtrasi masker.
pada kondisi krisis kelangkaan masker dengan mempertimbangkan
b) Metode rekomendasi
dekontaminasi pabrikyang dipilih harus berdampak
dan tidak mampu menginaktivasi atau performa
negatif pada menurunkan
viral load SARS-CoV-2 dan mikrorganisme patogen lain yang melekat pada permukaan
efektifitas filtrasi masker.
b) Metode
masker, dekontaminasi
tetapi tetap yang dipilih
dapat mempertahankan harus
fungsi dan mampu menginaktivasi
kemampuan filtrasi masker,
atau menurunkan
tidak mengakibatkan deformasi viral loaddan SARS-CoV-2
masker, dan mikrorganisme
tidak meninggalkan residu bahan kimia
patogen
toksik berbahaya. lain yang melekat pada permukaan masker, tetapi tetap
dapat mempertahankan fungsi dan kemampuan filtrasi masker,
c) Masker N95 yang akan didekontaminasi dan dipakai berulang harus sesuai standar
tidak mengakibatkan deformasi masker, dan tidak meninggalkan
(NIOSH), tanpa katup terbuka, dalam kondisi baik dan tidak mengalami deformasi atau
residu bahan kimia toksik berbahaya.
degradasi.
c) Masker N95 yang akan didekontaminasi dan dipakai berulang harus
d) Proses dekontaminasi dan pemakaian berulang masker N95 akan menurunkan
sesuai standar (NIOSH), tanpa katup terbuka, dalam kondisi baik
performa danfitting
tidakdan filtrasinya, deformasi
mengalami seiring dengan
atau meningkatnya
degradasi. durasi pemakaian dan
jumlah pemakaian berulang. Level dari performa fitting berpotensi menurun terutama
d) Proses dekontaminasi dan pemakaian berulang masker N95 akan
menurunkan performa fitting dan filtrasinya, seiring dengan
pada area headstraps dan adjustable nocepiece setelah pemakaian berulang >5 kali. 67
A A
Outside
Gambar 3.30. Dekontaminasi Masker N95 dengan Metode Dry Heat70
Dry Heat Filtration Fit-test
(100 ⁰C for 50 min) Decontamination performance
Gambar 3.30. Dekontaminasi Masker N95 dengan Metode Dry Heat
Gambar 3.31. Dekontaminasi Masker N95 dengan Metode Dry Heat80 70
Gambar 3.30. Dekontaminasi Masker N95 dengan Metode Dry Heat
Gambar 3.30. Dekontaminasi Masker N95 dengan Metode Dry Heat
70 70
Gambar 3.31. Dekontaminasi Masker N95 dengan Mesin Penghangat Selimut Rumah Sakit
Gambar 3.31. Dekontaminasi Masker N95 dengan Mesin P
Gambar 3.31. Dekontaminasi Masker N95 dengan Mesin Penghangat Selimut Rum
Gambar 3.32. Dekontaminasi Masker
N95
Gambar 3.31. Dekontaminasi Masker N95 dengan Mesin Penghangat Selimut Rumah Sakit
Gambar 3.31. Dekontaminasi Masker N95 dengan Mesin Penghangat Selimut Rumah Sakit
66 66
dengan Mesin Penghangat Selimut Rumah Sakit81
Gambar 3.32. Cara Meletakkan Masker N95 Untuk Persiapan Dekontaminasi dengan UVG
(Atas) Taut Strap Approach; (Bawah) Side Mounting Approach73, 74
EN 13795 performance level
high atau AAMI level 3 ISO 16603 class 3 exposur
EN 13795 high performance level atau AAMI ISO 16603 class 3 exposure
EN 13795 high performance level agar
atau AAMI terhadap
level 3 ISO pressure
performance agar resisten terhadap penetrasi cairan;
level 3 performance resisten 16603 class
pressure
atau minimal 3 yang
exposure
atau minimal yan
performance agar resisten terhadap penetrasi cairan;
penetrasi cairan; pressure atau
setara
setara agar resistenminimal
agar
terhadap yang terhada
resisten
Standar
AAMI PB70 level 4 performance atau minimal penetrasi
yang
setara agar cairan;
penetrasi cairan;
resisten terhadap
AAMI PB70 setara
level AAMI
4 PB70
agar level 4 performance
resisten
performance terhadap
atau atau mikroorganisme
minimal yang ISO 16604 class 2 exposure ata
penetrasi cairan;
Standar WHO Standar WHO minimal yang setara agar
patogen yang masuk melalui darah. resisten terhadap ISO 16604 class
minimal 2 exposure
yang setara aga
setara agar resisten terhadap mikroorganisme ISO 16604 class 2 exposure atau
WHO mikroorganisme patogen yang masuk melalui atau minimal yang setara
resisten terhada
patogen yang masuk melalui darah.
darah. minimal yang
agar resisten terhadapsetara agar
mikroorganisme patogen yan
resisten
mikroorganisme patogen terhadap
masuk melalui darah yang
masuk melalui darah
mikroorganisme patogen yang
masuk melalui darah
Dalam upaya mencegah transmisi silang selama penggunaan pakaian kerja harus diperhatik
beberapa hal antara lain:
Dalam upaya mencegah transmisi silang selama penggunaan pakaian kerja harus diperhatikan
1) Mengganti pakaian dengan pakaian kerja (scrubs berupa setelan baju dan celana panjan
beberapa hal antara lain:
sebelum melakukan tindakan dan kembali mengganti pakaian saat akan pulang.
1) Mengganti pakaian dengan pakaian kerja (scrubs
Petunjukberupa setelan
Teknis Pelayanan baju
Kesehatan Gigi dan celana
dan Mulut
51panjang)
2) Gunakan pakaian kerja yang
di Fasilitas efektif
Kesehatan melindungi
Tingkat dari
Pertama Pada Masa cairan
Adaptasi dan Baru
Kebiasaan penetrasi mikroorganism
sebelum melakukan tindakan dan kembali mengganti pakaian saat akan pulang.
nyaman digunakan, tidak menghalangi gerakan operator, biokompatibel, durasi waktu unt
Dalam upaya mencegah transmisi silang selama penggunaan pakaian kerja
harus diperhatikan beberapa hal antara lain:
1) Mengganti pakaian dengan pakaian kerja (scrubs berupa setelan baju dan
celana panjang) sebelum melakukan tindakan dan kembali mengganti
pakaian saat akan pulang.
2) Gunakan pakaian kerja yang efektif melindungi dari cairan dan penetrasi
mikroorganisme, nyaman digunakan, tidak menghalangi gerakan
operator, biokompatibel, durasi waktu untuk proses penggunaan dan
pelepasannya singkat, tidak mudah terbakar, tidak berbau dan terbuat
dari material dengan ukuran serabut mikro/microfibers.
3) Bila sistem ventilasi ruangan dan peralatan pendukung di FKTP kurang
tersedia, disarankan untuk menggunakan coverall dan melapisinya
dengan isolation gown atau apron, untuk perlindungan yang optimal
terhadap bioaerosol.
4) Gunakan isolation gown yang berkerah leher tinggi, menutupi seluruh
bagian dada operator dan berlengan panjang agar terlindung dari
percikan dan aerosol selama tindakan. Disarankan untuk menggunakan
warna terang dan hindari warna gelap atau motif yang ramai, untuk
memudahkan mendeteksi adanya kebocoran dan kontaminasi.
5) Isolation gown dan atau apron yang digunakan operator, harus diganti
di setiap pergantian pasien terutama untuk apron terluar. Apron terbuat
dari bahan polyester dengan dilapisi PVC atau bahan pelapis anti-air
lainnya agar resisten terhadap cairan untuk dapat digunakan sekali
pakai atau berulang setelah disinfeksi. Rekomendasi dimensi apron:
minimal berat 250-300 gr/m2; panjang 120-150 cm; lebar 70-90 cm,
dengan kancing perekat mulai dari sisi leher hingga dibawah isolation
gown atau lutut.
Gambar 3.35. Rubber dam kit99
Gambar 3.34. Rubber dam kit (Sumber: koleksi pribadi drg. Rio Suryantoro, Sp.KG)
b) Penggunaan High Volume Evacuator (HVE)
b) Penggunaan High Volume Evacuator (HVE)
High-Volume Evacuator (HVE) adalah suatu alat yang berkemampuan
menghisap
High-Volume (suction) (HVE)
Evacuator sejumlah besar volume
adalah udara
suatu alat dalam
yang beberapa
berkemampuan me
saat kemudian dialirkan ke sistem evakuasi yang mampu
(suction) sejumlah besar volume udara dalam beberapa saat kemudian diali
mengeliminasi volume udara hingga 100 kubik per minute (cfm).87
sistem evakuasi yang mampu mengeliminasi volume udara hingga 100 kubik per
Terdapat referensi lain yang menyebutkan bahwa 100 kubik per
(cfm).87menit (cfm) merupakan kekuatan yang terlampau besar, diibaratkan
. Terdapat referensi lain yang menyebutkan bahwa 100 kubik per men
seperti menarik lebih dari 100 kantong kertas belanjaan (kira-
merupakan kekuatan yang terlampau besar, diibaratkan seperti menarik lebih d
kira 3/4 cuft) udara per menit melalui ujung kecil/tip alat HVE.
kantong kertas belanjaan (kira-kira 3/4 cuft) udara per menit melalui ujung kecil
Dicontohkan bahwa bila dibutuhkan 10 detik untuk mengeluarkan
1 kaki kubik udara, maka nilai cfm yang dibutuhkan adalah 10 x 6 =
HVE. Dicontohkan bahwa bila dibutuhkan 10 detik untuk mengeluarkan 1 ka
60 detik = 1 menit = 6 cfm. Rata-rata kemampuan HVE pada dental
udara, maka nilai cfm yang dibutuhkan adalah 10 x 6 = 60 detik = 1 menit = 6 cf
unit berkisar 9-10 kaki kubik per menit (cfm) dengan pembacaan
rata kemampuan HVE pada dental unit berkisar 9-10 kaki kubik per menit (cfm)
statis 12 InHg di akhir pembukaan katup.
pembacaan statis 12 InHg di akhir pembukaan katup.
Perlu diketahui bahwa 100 kubik per menit (cfm) yang dimaksud merupakan k
56 motor evakuasi saat keluar dari kompresor utama. Kapasitas motor evakuasi in
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
Gambar 3.37. Contoh Manajemen Bioaerosol Menggunakan HVE Ekstra Oral Portabel
Gambar 3.38. Contoh Manajemen Bioaerosol 91
Dalam hal penanganan rekam medis pasien, maka perlu diperhatikan bahwa rekam
medis manual yang dibawa masuk ruang praktik dokter gigi (zona merah dan oranye)
harus diperlakukan sama dengan APD bekas pakai yang terkontaminasi. Oleh karena
virus SARS-CoV-2 mampu bertahan hidup pada permukaan kertas selama 4-5 hari,
maka dekontaminasi dengan merotasi rekam medik merupakan alternatif cara untuk
menginaktivasi virus SARS-CoV-2 dan meminimalkan transmisi infeksi COVID-19.
Berikut merupakan contoh tahapan dekontaminasi rekam medik manual:
1. Ketika melakukan prosedur pelepasan (doffing) APD, rekam medik yang
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantung penyimpanan (misalnya. kantung
plastik yang bersegel (zip lock) atau kantung kertas).
2. Menuliskan tanggal penggunaan rekam medik dan nomor rekam medik manual
pada label atau permukaan luar kantung penyimpanan.
3. Kantung penyimpanan berisikan rekam medik yang terkontaminasi, disimpan
dalam lemari atau ruangan khusus selama minimal 5 hari.
4. Petugas rekam medik yang melakukan penyimpanan dan pengarsipan rekam
medik, harus menggunakan APD (masker N95, goggles, face shield, sarung
tangan, isolation gown) dan melakukan CTPS.
5. Setelah penyimpanan minimal 5 hari, rekam medik manual dapat digunakan
kembali atau dilakukan pengarsipan.
Gambar 3.39. Tempat Sampah di Ruang Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Gambar 3.38. Tempat Sampah di Ruang Pelayanan Kesgilut Mulut31
31
2. Wadah infeksius digunakan untuk pembuangan masker sekali pakai, sarung tangan
2. Wadah infeksius digunakan untuk pembuangan masker sekali pakai, sarung
tisu/kain yang mengandung cairan tubuh. Sedangkan wadah non infeksius digunaka
tangan bekas, tisu/kain yang mengandung cairan tubuh. Sedangkan wadah non
infeksius digunakan untuk pembuangan barang yang tidak berkontak dengan
pembuangan barang yang tidak berkontak dengan pasien atau cairan tubuh lainnya.
pasien atau cairan tubuh lainnya.
3. Mengatur pergerakan kontainer limbah APD menuju ke tempat pembuangan atau r
3. Mengatur pergerakan kontainer limbah APD menuju ke tempat pembuangan atau
ruangan disinfeksi/sterilisasi dengan memberi penanda khusus alur pergerakan
disinfeksi/sterilisasi dengan memberi penanda khusus alur pergerakan dan label ko
dan label kontainer yang membedakan limbah APD disposable dengan limbah
yang membedakan limbah APD disposable dengan limbah APD pemakaian ulang.
APD pemakaian ulang.
4. Di dalam ruang pelayanan kesehatan gigi dan mulut, semua peralatan dan
4. Di dalam ruang pelayanan kesgilut, semua peralatan dan bahan medis ter
bahan medis termasuk model gigi alat bantu peraga, harus disimpan di
model gigi alat bantu peraga, harus disimpan di dalam laci atau lemari tertut
dalam laci atau lemari tertutup dan tidak dibiarkan terbuka. Instrumen
kedokteran gigi (termasuk cotton roll, cotton pellet, tampon) harus berada
tidak dibiarkan terbuka. Instrumen kedokteran gigi (termasuk cotton roll,
dalam wadah penyimpanan steril yang disimpan di dalam lemari atau
lemari sterilisasi dan hanya dikeluarkan sesuai kebutuhan.
5. Peralatan atau bahan medis yang tidak dipergunakan, namun diduga atau
terkonfirmasi terpapar oleh aerosol saat prosedur perawatan pasien, maka
dianggap terkontaminasi dan harus dilakukan proses disinfeksi/sterilisasi atau
bahkan pembuangan.
6. Melakukan prosedur pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi di area resepsionis/
loket penerimaan pasien dan ruang tunggu pasien secara rutin di setiap
pergantian pasien dan shift jaga karyawan.
7. Pembersihan lingkungan pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan cara:
a. menggunakan troli kebersihan khusus, minimal menggunakan 2 (dua) buah
ember yang memiliki alat pemerasan kain lap pel secara otomatis tanpa
bersentuhan langsung dengan tangan. Kain lap pel dan ember selalu dicuci
agar tetap dalam kondisi bersih, begitu juga dengan cairan pembersih yang
digunakan harus selalu diganti dengan yang baru.
b. menggunakan vacuum cleaner (bila memungkinkan) yang dilengkapi dengan
high-efficiency particulate air (HEPA) filter
Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau eksudat Iuka
pada permukaan lantai, dinding atau tirai pembatas maka dibersihkan dengan
menggunakan spill kit infeksius.
Gambar 3.40. Contoh Spill Kit
Gambar 3.39. Contoh Spill Kit
B. Pengelolaan Peralatan Medis
Pengelolaan peralatan yang digunakan untuk merawat pasien dan alat medis
B. Pengelolaan Peralatan Medis
lainnya terdiri atas proses pengelolaan, dekontaminasi dan pengemasan yang
dibagi berdasarkan kategori kritikal, semi kritikal dan non kritikal. Bertujuan untuk
mencegah terjadi kerusakan peralatan, menjaga peralatan tetap dalam keadaan
Pengelolaan peralatan yang digunakan untuk merawat pasien
terdekontaminasi sesuai kategorinya, menetapkan produk akhir reusable yang sudah
steril dan aman, menjaga ketersediaan peralatan medis dalam kondisi bersih dan
atas proses pengelolaan,
steril serta meminimalkan risikodekontaminasi dan
transmisi silang atau infeksi daripengemasan
pasien-dokter gigi yang
atau petugas kesehatan lainnya.
kritikal, semi kritikal dan non kritikal. Bertujuan untuk mencega
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
menjaga peralatan tetap
di Fasilitas dalam
Kesehatan Tingkat keadaan terdekontaminasi
Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru 63
ses
Protokol pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi pada ruang pelayanan kesehatan
gigi dan mulut selama masa adaptasi baru harus dilakukan secara rutin, serta
selalu memastikan bahwa seluruh permukaan area lingkungan kerja terbebas dari
kontaminasi melalui tahapan seperti pada tabel 3.18.
proses untuk membunuh dan menghilangkan menggunakan cairan kimiawi, dry heat, Ethylene
Oxide gas, steam sterilization (autoclave),
Sterilisasi mikroorganisme (non-patogen & patogen) termasuk spora hydrogen peroxide gas plasma, microwave, ozone,
bakteri filtrasi dan iradiasi
Desinfeksi Sterilisasi
Desinfeksi Tk. Rendah Desinfeksi Tk. Tinggi Steam Sterilization Dry Heat
Saat ini banyak produk disinfektan di pasaran yang mengandung bahan dengan
kemampuan untuk mengatasi penyebaran virus SARS-CoV-2. Sodium hipoklorit dan
etanol adalah bahan yang paling mudah ditemukan di pasaran, untuk pilihan bahan
aktif lainnya dapat dilihat pada laman situs Environmental Protection Agency (EPA)
(https://www.epa.gov/pesticide-registration/list-n-disinfectants-use-against-
SARS-CoV-2-COVID-19)
Metode Dekontaminasi :
1. Desinfeksi Peralatan Non Kritikal
a. Cuci peralatan non kritikal dengan sabun detergen dan air mengalir kemudian
dikeringkan dengan cara ditiriskan atau dilap menggunakan handuk bersih
sekali pakai.
b. Lakukan desinfeksi peralatan dengan menggunakan alcohol wipes 70%.
c. Bersihkan permukaan benda atau area kerja dengan menggunakan
kain bersih yang sudah disemprot dengan cairan chlorine 0,05% atau
menggunakan alcohol wipes 70% kemudian digosokkan pada seluruh
permukaan yang terpapar kontaminan.
2. Desinfeksi Peralatan Semi Kritikal
a. Rendam peralatan dalam wadah yang berisi campuran air dan detergen,
atau sodium hipoklorit 5% dengan perbandingan 1:100 (konsentrasi final
sebesar 0,05%) selama 1 menit, atau menggunakan glutaraldehyde 2%,
atau hidrogen peroksida 6% selama 15-20 menit. Untuk peralatan dengan
permukaan yang kecil, dibersihkan menggunakan etanol 70% atau detergen
dan air selama 10 menit.
b. Apabila proses desinfeksi menggunakan cara perebusan dan pengukusan
maka harus dilakukan dalam kurun waktu 20 menit yang dihitung setelah
air mendidih (100⁰C), atau hingga terbentuknya uap yang diakibatkan oleh
air mendidih. Saat proses berlangsung, tidak dibenarkan untuk menambah
volume air atau cairan apapun ke dalam wadah perebusan atau pengukusan
bila proses belum selesai.
Alur Peralatan
V
Aliran Udara
C. Pengelolaan Limbah Medis
C. C.
C.C. Pengelolaan Limbah Medis
Pengelolaan Limbah Medis
Pengelolaan Limbah Medis
Pengelolaan Limbah Medis
Limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berpotensi menimbulkan
Limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berpotensi menimbulkan risik
asilitas risiko bagipelayanan
pasien, tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan lingkungan. Setiap
Limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berpotensi menimbulkan risiko
Limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berpotensi menimbulkan risik
kesehata
Limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berpotensi menimbulkan risik
bagi pasien, tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan lingkungan. Setiap limbah yang dihasilka
limbah yang dihasilkan selama diagnosis, pengobatan atau imunisasi manusia
yarakat umum, dan lingkung
bagi pasien, tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan lingkungan. Setiap limbah yang dihasilkan
bagi pasien, tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan lingkungan. Setiap limbah yang dihasilka
bagi pasien, tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan lingkungan. Setiap limbah yang dihasilka
selama diagnosis, pengobatan atau imunisasi manusia atau hewan atau dalam kegiatan penelitia
atau hewan atau dalam kegiatan penelitian yang berkaitan dengannya atau dalam
munisasi manusia atau hew
selama diagnosis, pengobatan atau imunisasi manusia atau hewan atau dalam kegiatan penelitian
selama diagnosis, pengobatan atau imunisasi manusia atau hewan atau dalam kegiatan penelitia
selama diagnosis, pengobatan atau imunisasi manusia atau hewan atau dalam kegiatan penelitia
produksi atau pengujian biologis diartikan sebagai Limbah Biomedis, termasuk
yang berkaitan dengannya atau dalam produksi atau pengujian biologis diartikan sebagai Limba
limbah pelayanan kesehatan yang berbahaya dan dapat menyebabkan penyakit atau
am produksi atau pengujian
yang berkaitan dengannya atau dalam produksi atau pengujian biologis diartikan sebagai Limbah
yang berkaitan dengannya atau dalam produksi atau pengujian biologis diartikan sebagai Limba
yang berkaitan dengannya atau dalam produksi atau pengujian biologis diartikan sebagai Limba
Biomedis, termasuk limbah pelayanan kesehatan yang berbahaya dan dapat menyebabka
cedera.
anan
Biomedis,
Biomedis,
Biomedis, termasuk
termasuk
kesehatan
termasuk limbah
penyakit atau cedera. limbah pelayanan
limbah pelayanan kesehatan
pelayanan kesehatan yang
kesehatan yang
yang
yang berbahaya
berbahaya dan
berbahaya dan dapat
dan dapat
berb
dapat menyebabkan
menyebabka
menyebabka
penyakit atau cedera.
penyakit atau cedera.
penyakit atau cedera.
Tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa limbah biomedis
ditangani dan dibuang dengan cara yang aman melalui tahapan penyortiran,
pemisahan, penggunaan kode warna kantong pembuangan limbah, pengumpulan,
penyimpanan, pengemasan, memuat, transportasi, bongkar, pemrosesan, perawatan, 76
7
penghancuran, konversi, atau penawaran untuk dijual, transfer, pembuangan limbah
tersebut. Limbah biomedis yang dihasilkan di tempat pelayanan kesehatan gigi dan
mulut termasuk plastik, lateks, kapas, gelas, Xray larutan pemrosesan, foil timbal,
desinfektan, bahan kimia, cetakan gigi, limbah benda tajam seperti jarum bedah,
pisau, gigi yang dicabut, tisu, obat kadaluarsa dan semua bahan gigi yang dibuang
yang berisiko tinggi terkontaminasi mikroorganisme patogen.35,97
Gambar 3.46.
Gambar 3.46. Ember Bertut
atau APD Bek
Ember Bertutup Sebagai Tempat Merendam
atau APD Bekas Pakai31
Gambar 3.47.
i. Bertutup
Ember Pengolahan limbah
Sebagai Tempat B3 atau
Merendam Linen medis dapat
APD Bekas Pakai42 menggu
Pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan autoklaf/gelombang m
kondisi darurat, penggunaan peralatan terseb
kondisi darurat, penggunaan peralatan tersebut dikecualikan untuk memil
i. Pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan autoklaf/gelombang
j. DalamPengolahan Limbah B3 dapat menggunakan
Pengolahan Limbah B3 dapat menggunakan jasa perusahaan pengolahan
mikro. kondisi darurat, penggunaan peralatan tersebut dikecualikan
untuk memiliki izin
j. Pengolahan dengan melakukan perjanjian kerjasama peng
dengan melakukan perjanjian kerjasama pengolahan dan pemusnahan yan
Limbah B3 dapat menggunakan jasa perusahaan pengolahan
yang berizin dengan melakukan perjanjian kerjasama pengolahan dan
legalitas pemusnahanlegalitas
yang mempunyai legalitas
Untuk menghindari terpaparnya bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dari droplets dan aerosol, sebaiknya alat dan bahan yang tidak
diperlukan disimpan dalam tempat penyimpanan yang tertutup atau disimpan di area yang
berjarak aman dari cipratan droplets atau aerosol. Alat dan bahan yang akan dipergunakan
pada saat bekerja dapat dipersiapkan pada meja tindakan dan dapat ditutup agar tetap terjaga
kebersihannya. Konsep pelayanan kesehatan gigi dan mulut diwajibkan menggunakan pola four
handed dentistry sehingga partikel aerosol dapat dihisap oleh intra/ekstra oral High Volume
Evacuator (HVE) yang terpasang di dental unit atau vacuum aerosol. Asisten dokter gigi berada
di posisi static zone, pastikan lemari penyimpanan ada di belakang posisi asisten dokter gigi
sehingga alat dan bahan lain yang diperlukan dapat diraih dengan mudah.
Pengelolaan alat dan bahan dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut perlu dilakukan
dengan manajemen yang baik. Sistem stok barang dan inventarisasi dengan perhitungan yang
matang menjadi kunci dalam pengelolaan manajemen alat dan bahan yang dipergunakan. Hal
ini diperlukan agar bahan-bahan kebutuhan yang diperlukan bisa dipastikan tidak sampai
kehabisan stok dan atau memerlukan waktu untuk pembelian. Pada manajemen pembiayaan ini
hal yang harus diperhatikan adalah pencatatan, pelaporan dan perhitungan kebutuhan alat dan
bahan dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan memperhatikan hal-hal dibawah ini :
a. Tanggal pembelian, jumlah pembelian
b. Tanggal pemakaian, jumlah pemakaian
c. Sisa stok, pemakaian rata-rata penggunaan per-bulan
d. Usulan kebutuhan
e. Harga satuan
81
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat adalah bagian dari kegiatan Upaya Kesehatan
Masyarakat di FKTP, meliputi setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
gigi dan mulut serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan gigi dan
mulut dengan sasaran masyarakat atau kelompok masyarakat seperti anak usia sekolah
dan remaja, kelompok ibu dan balita dan kelompok lanjut usia. Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut masyarakat di FKTP dilaksanakan melalui kegiatan Usaha Kesehatan
Gigi Sekolah (UKGS) dan Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM).
Kegiatan UKGS dan UKGM pada masa pandemi COVID-19 umumnya tidak berjalan optimal
sebagaimana kegiatan UKM lainnya, banyak kegiatan ditunda pelaksanaannya. Namun
memasuki adaptasi kebiasaan baru, kegiatan UKM dapat dilaksanakan dengan berbagai
penyesuaian dalam bentuk penerapan protokol kesehatan secara ketat atau dilaksanakan
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Penyesuaian kegiatan UKGS dan UKGM pada masa adaptasi kebiasaan dilakukan bertujuan
untuk membangun pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman bagi masyarakat,
petugas dan lingkungan sekitar dari resiko penularan COVID-19, tanpa mengabaikan hak
masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang berkualitas. Agar
kegiatan berjalan optimal diperlukan persiapan untuk memastikan ketersediaan sumber
daya kegiatan dalam rangka penerapan kewaspadaan standar PPI dan penerapan protokol
kesehatan selama kegiatan berlangsung termasuk upaya koordinasi lintas program dan lintas
sektor terkait.
Dalam situasi dimana penyelenggaraan UKM pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dilakukan secara tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan, petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan sebaiknya menggunakan masker medis. Jika jumlah masker medis
terbatas, dapat digunakan face shield bersama masker non-medis. Peserta kegiatan UKGS dan
UKGM diminta untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau hand sanitizer.109,110
Dalam rangka mencapai Indonesia bebas karies tahun 2030, kegiatan UKGS perlu terus
diupayakan untuk terselenggara walaupun dalam masa pandemi COVID-19. Namun, perlu
beberapa penyesuaian untuk memutus rantai penularan COVID-19, tanpa mengubah
tujuan, sasaran, dan kegiatan UKGS yang telah ditetapkan. Pilihan untuk menunda atau
melaksanakan kegiatan UKGS dengan penyesuaian dilakukan dengan pertimbangan skala
prioritas kegiatan, kebutuhan masyarakat, perkembangan kasus dan resiko penularan
COVID-19 serta ketersediaan sarana prasarana yang dibutuhkan. Petunjuk Teknis yang
lebih rinci dan spesifik untuk pelaksanaan UKGS di masa adaptasi kebiasaan baru akan
tersedia dalam pedoman dan juknis tersendiri.
b. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan secara online (daring)
Penyuluhan dengan metode ini dilaksanakan di wilayah yang menerapkan
pembelajaran dari rumah dan didukung kemudahan akses internet dengan
memanfaatkan teknologi informasi, melalui pengiriman pesan video, dll.111
Beberapa media yang dapat digunakan :
1) Web-based
Website juga dapat dijadikan wadah dalam melakukan penyuluhan melalui
daring.
2) Pesan singkat berseri (dilengkapi dengan anjuran)
Salah satu cara yang efektif untuk melakukan edukasi adalah menggunakan
pesan singkat berseri sesuai dengan kelompok umur sasaran dan
menggunakan topik tertentu. Pesan dapat dibagi dalam beberapa sesi, lalu
disertai informasi berupa video atau infografis.
Contoh pelaksanaan penyuluhan menggunakan metode pesan berseri
menggunakan aplikasi Whatsapp tampak pada gambar 5.1
3) Social Media
Penggunaan social media seperti Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube
adalah contoh media yang dapat digunakan untuk membangun komunikasi
dua arah
gambar 5.2) google photos atau aplikasi pintar lain dan membagikan link album
penanggung jawab UKGS (penjaringan).
gambar 5.2) kepadakesehatan
e) Tenaga tenaga kesehatan penanggung
penanggung jawab jawab
UKGS UKGS (penjaringan).
(penjaringan) melakukan diagnos
e) Tenaga
dari kesehatan
foto yang penanggung
dikumpulkan dan jawab UKGS melakukan
menginput data klinis diagnosis dari
melalui Microsoft Acce
foto yang dikumpulkan dan menginput data klinis melalui Microsoft
(contoh terlampir)
Access (contoh dan merekapitulasi
terlampir) data data
dan merekapitulasi kuesioner
kuesioner darigoogle
dari googleform (lih
gambar 5.2)
form (lihat gambar 5.2)
Gambar 5.2. Lima Posisi Foto Intra Oral yang Diperlukan untuk Telediagnosis/
Gambar 5.2. Lima Posisi
Telesurvey. Foto Intra
Diadaptasi Oral
dari Estai et yang
al112 Diperlukan untuk
102
Telediagnosis/Telesurvey. Diadaptasi dari Estai et al
2) Tatalaksana Pengambilan Gambar Intraoral
2) Tatalaksana Pengambilan Gambar Intraoral
Pengambilan foto atau pemotretan intraoral peserta didik dilaksanakan oleh
Gambar 5.2. Lima Posisi Foto
Foto Intra Oral yang
orang tua peserta didik di rumah masing-masing. Orang tua menggunakan
Gambar 5.2. Lima Posisi Intra Oral yang Diperlukan
sabunDiperlukan
Pengambilan foto atau pemotretan intraoral peserta didik dilaksanakan oleh orang tu
masker dan sebelum memulai pemotretan, cuci tangan dengan dan air
102
Telediagnosis/Telesurvey.
Telediagnosis/Telesurvey. Diadaptasi
Diadaptasi dari
sarung tangandari
peserta didik di rumah masing-masing.
mengalir, lalu keringkan dan gunakan Estai
sekaliEstai
Tabel 5.2. menunjukkan et al 102 dan ja
etperlu.
alanak
posisi
pakai bila
operator ketika mengambil gambar untuk telediagnosis/telesurvey.
Teknis pengambilan foto dapat dilihat pada lampiran. Tutorial pengambilan
foto dapat diakses pada link youtube di bawah ini:
Tatalaksana Pengambilan Gambar Intraoral
Tatalaksana Pengambilan Gambar Intraoral
https://youtu.be/XBElcu8_4uQ (4-6 tahun)
https://youtu.be/2RdscabmXL8 (7-9 tahun)
Pengambilan foto atau pemotretan intraoral peserta didik dilaksanaka
Pengambilan foto atau pemotretan intraoral peserta didik dilaksanaka
https://youtu.be/zb9vgedVVQc (7-9 tahun)
peserta didik di https://youtu.be/3Asm09CYB-0
rumah masing-masing. (10-12Tabel
tahun) 5.2. menunjukkan pos
peserta didik di https://youtu.be/N-PGaIGW2y4
rumah masing-masing. Tabel
(13 tahun) 5.2. menunjukkan pos
operator ketika mengambil gambar untuk telediagnosis/telesurvey.
https://youtu.be/LbOXX_gLpXQ (16-18 tahun)
operator ketika mengambil gambar untuk telediagnosis/telesurvey.
8
Kriteria hasil foto yang baik:
a) Kualitas foto baik, gambar tidak buram, pencahayaan bagus dan fokus
b) Gambaran gigi depan dan kondisi gusi nampak jelas terlihat, tidak
tertutup bibir dan pipi,
80 Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
c) Gambaran semua permukaan palatal/lingual gigi depan atas/bawah dan
permukaan kunyah seluruh gigi posterior atas dan bawah pada posisi
oklusal atas dan bawah jelas terlihat
d) Gambaran semua permukaan gigi depan sampai gigi posterior paling
belakang atas dan bawa pada posisi lateral kiri dan lateral kanan jelas
terlihat
4) Asesmen
Anak didampingi orang tua mengisi mengisi kuesioner tentang kesehatan
gigi dan mulut secara daring menggunakan kuesioner standar Oral
Health Survey 2013 dari WHO. Kuesioner ini sudah dikonversi ke dalam
Bahasa Indonesia sehingga memudahkan sasaran untuk mengisinya (lihat
lampiran). Asesmen ini dilengkapi dengan lembar persetujuan digital dalam
bentuk google forms.
Gambar 5.3. Kuesioner Kesehatan gigi dan mulut Anak yang Telah Diunggah
dalam Bentuk Formulir Daring
Terdapat dua model utama yang telah digunakan untuk menyikat gigi dengan
pengawasan:
1) Cara kering di mana anak-anak menyikat gigi tanpa menggunakan air atau
bak cuci. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan anak-anak duduk atau berdiri.
2) Cara basah dimana anak menggosok gigi menggunakan air, biasanya berdiri
di wastafel.
Gambar 5.4. Cara Mengeluarkan Pasta Gigi (a) Pengawas atau guru mengeluarkan
pasta gigi pada permukaan yang bersih (contoh: tisu) dengan tetap menjaga jarak
dengan anak, (b) Anak mengambil pasta gigi yang sudah dikeluarkan
2 meter
Gambar 5.5. Setiap peserta perlu menjaga jarak selama kegiatan UKGS
Gambar 5.7. Setiap peserta perlu menjaga jarak selama kegiatan UKGS
Pemberian cukup satu kali setiap enam bulan dengan cara mengoleskan
langsung larutan fluor pada email gigi yang sudah dibersihkan, dan dibiarkan
kering selama 5 menit, dan hindari makan, minum atau berkumur selama 1 jam.
Topikal aplikasi fluor hanya diberikan sesuai indikasi, yaitu pada anak dengan
risiko karies tinggi, yang disaring dari hasil skrining kesehatan gigi dan mulut.
Pelaksanaan topikal aplikasi fluor dalam masa adaptasi kebiasaan baru dapat
ditunda, atau jika dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme janji temu
orang tua anak dengan petugas kesehatan. Pemberian fluor dilakukan di fasilitas
Kegiatan UKGM meliputi kegiatan promotif, preventif dan rujukan yang dilaksanakan
dalam bentuk :
1. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
2. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut
3. Pencegahan penyakit gigi dan mulut
4. Rujukan kesehatan gigi dan mulut
Sesuai dengan aturan dalam Surat Edaran Kemendagri tentang Operasional Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam Pencegahan Penyebaran COVID-19, bahwa buka
atau tidaknya Posyandu sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan daerah masing-masing
dengan memperhatikan situasi dan kondisi setempat. Sejalan dengan ketentuan tersebut
kegiatan UKGM di Posyandu perlu dilakukan penyesuaian berdasarkan skala prioritas
kegiatan, kemampuan logistik puskesmas dalam pelaksanaan kewaspadaan standar PPI
dan penerapan protokol kesehatan.
Beberapa materi promosi kesehatan gigi dan mulut yang dapat digunakan dalam
penyuluhan pada UKGS dan UKGM terlampir pada tabel 5.2
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP perlu dilakukan pembinaan,
pemantauan dan evaluasi, hal ini bertujuan agar pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan
protokol-protokol kesehatan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut.
Kegiatan pembinaan, pemantauan dan pengawasan ini melibatkan Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota dan Provinsi, Kementerian Kesehatan dan stakeholder terkait yaitu
organisaasi profesi.
A. Pembinaan
Pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP pada masa
adaptasi kebiasaan baru dilakukan secara periodik. Pembinaan dilakukan secara berjenjang
oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi serta berkolaborasi dengan
stakeholder terkait yaitu organisasi profesi salah satunya dalam melakukan pembinaan di
FKTP klinik pratama dan tempat praktik mandiri dokter gigi.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru disusun untuk membantu Puskesmas,
Klinik Pratama serta Praktik Mandiri dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut yang bermutu dan berkualitas bagi masyarakat dengan tetap mengutamakan
penerapan kewaspadaan standar dan transmisi sebagai upaya perlindungan kepada tenaga
kesehatan dan masyarakat dari risiko penularan infeksi COVID-19.
Penerapan PPI yang sesuai standar harus dilaksanakan agar pelaksanaan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dapat berjalan dengan baik dan bermutu. Mengingat perkembangan
ilmu pengetahuan terkait COVID-19 yang sangat cepat dan berlangsung setiap saat, maka
seluruh komponen FKTP dan Dinas Kesehatan wajib mengikuti perkembangan perubahan
dari sumber-sumber yang resmi dan terpercaya agar dapat disesuaikan dengan protokol
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang akan diberikan.
Harapannya dengan keterlibatan semua pihak maka rantai penularan dan penyebaran
COVID-19 dapat dikendalikan dengan baik. Semoga perjuangan kita bersama ini dapat
membawa negara Indonesia kembali kepada tatanan kehidupan yang normal dengan
sesungguhnya.
1. Wiersinga WJ, Rhodes A, Cheng AC, Peacock SJ, Prescott HC. Pathophysiology, Transmission,
Diagnosis, and Treatment of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A Review. JAMA
Intern Med. Aug 2020;324(8):782-793.
2. Peng X, Xu X, Li Y, Cheng L, Zhou X, Ren B. Transmission routes of 2019-nCoV and controls
in dental practice. Int J Oral Sci. 2020 3 Mar 2020;12(1).
3. Khanagar SB, Al-Ehaideb A, Vishwanathaiah S, Maganur PC, Naik S, Salman Siddeeqh.
Exposure Risks and Preventive Strategies Considered in Dental Care Settings to Combat
Coronavirus Disease (COVID-19). HERD. 2020.
4. Bhowmick GD, Dhar D, Nath D, Ghangrekar MM, Banerjee R, Das S, et al. Coronavirus
disease 2019 (COVID-19) outbreak: some serious consequences with urban and rural
water cycle. npj Clean Water. July 2020;3(32).
5. Kotlyar AM, Grechukhina O, Chen A, Popkhadze S, Grimshaw A, Tal O, et al. Vertical
transmission of coronavirus disease 2019: a systematic review and meta-analysis. Am J
Obstet Gynecol. 2021;224(1):35-53.
6. Definition and categorization of the timing of mother-to-child transmission of SARS-CoV-2
[database on the Internet]2021. Available from: https://www.who.int/publications/i/
item/WHO-2019-nCoV-mother-to-child-transmission-2021.1.
7. Karia R, Gupta I, Khandait H, Yadav A, Yadav A. COVID-19 and its Modes of Transmission.
SN Compr Clin Med. 2020:1798-1801.
8. Food and Coronavirus Disease 2019 [database on the Internet]2019. Available from:
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/food-and-COVID-19.
html.
9. Transmission of SARS-CoV-2: implications for infection prevention precautions: scientific
brief [database on the Internet]July 2020. Available from: https://apps.who.int/iris/
handle/10665/333114. .
10. Dehghani R, Kassiri H. A brief review on the possible role of houseflies and cockroaches
in the mechanical transmission of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Arch Clin Infect
Dis. 2020.
11. Pankhurst C, Coulter W. Basic Guide to Infection Prevention and Control in Dentistry. 2 ed:
Wiley Blackwell; 2017.
12. Harrel SK, Molinari J. Aerosols and splatter in dentistry: a brief review of the literature
and infection control implications. J Am Dent Assoc. 2004 April 2004;135(4):429-437.
13. Leung NHL, Chu DKW, Shiu EYC, Chan K-H, McDevitt JJ, Hau BJP, et al. Respiratory virus
shedding in exhaled breath and efficacy of face masks. Nature Medicine. 2020;26:676–
680.
14. Doremalen N, TrentonBushmaker, H.Morris D, G.Holbrook M, AmandineGamble,
N.Williamson B, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as Compared with
SARS-CoV-1. The new england journal of medicine. 2020;382(16):1564-1567.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru 99
i
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
100 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Road Map Strategi Perbaikan Sistem Ventilasi Alami
Road Map Strategi Perbaikan Sistem Ventilasi Alami37
110
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
105
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
Jawablah beberapa pertanyaan tentang diri kalian dan kondisi gigi kalian
1. Nomor Responden Jenis Kelamin Lokasi
L P Kota Desa
1 4 1 2 1 2
4. Seberapa sering kalian merasakan sakit gigi atau merasa tidak nyaman pada gigi kalian selama 12
bulan terakhir ini?
Sering 1
Kadang-kadang 2
Jarang 3
Tidak pernah 4
Tidak tahu 9
Silakan menjawab pertanyaan mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut kalian
5. Seberapa sering kalian pergi ke dokter gigi dalam 12 bulan terakhir ?
(berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban saja)
Sekali 1
Dua kali 2
Tiga kali 3
Empat kali 4
Lebih dari empat kali 5
Saya tidak pernah berkunjung ke dokter gigi selama 12 bulan terakhir ini 6
Saya tidak pernah menerima perawatan gigi dari dokter gigi 7
Saya tidak tahu / tidak ingat 9
Jika kalian tidak pernah ke dokter gigi dalam waktu 1 tahun terakhir ini, lanjutkan ke pertanyaan No. 7
6. Apa alasan kalian datang ke dokter gigi pada kunjungan terakhir kalian?
Sakit atau terdapat masalah pada gigi, gusi atau mulut 1
Perawatan atau perawatan lanjutan 2
Kontrol rutin gigi 3
Saya tidak tahu / tidak ingat 9
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru 111
117
7. Seberapa sering kalian menyikat gigi ? (beri tanda silang (X) pada salah satu jawaban saja
Tidak pernah 1
Beberapa kali dalam sebulan (2-3 kali) 2
Seminggu sekali 3
Beberapa kali dalam seminggu (2-6 kali) 4
Sekali dalam sehari 5
Dua atau lebih dalam sehari 6
8. Apakah kalian menggunakan salah satu alat bantu dibawah ini untuk mebersihkan gigi atau gusi kalian ?
(baca setiap pilihan jawaban)
Ya Tidak
1 2
Sikat Gigi
Tusuk gigi kayu
Benang gigi
Arang
Siwak
Lain-lain, sebutkan ......................................................................................
9.
Ya Tidak
a) Apakah kalian menggunakan pasta gigi pada saat menyikat gigi ? 1 2
Ya Tidak Tidak tahu
b) Apakah pasta gigi yang kalian gunakan mengandung fluor? 1 2 9
10. Akibat kondisi gigi dan mulut kalian, apakah kalian sering mengalami masalah di bawah ini selama satu
tahun ini ?
Ya Tidak Tidak tahu
(a) Saya tidak menyukai penampilan gigi saya 1 2 0
(b) Saya kadang menghindari tersenyum dan tertawa karena kondisi gigi saya 1 2 0
(c) Anak-anak lain mengejek gigi saya 1 2 0
(d) Sakit gigi dan tidak nyaman pada gigi membuat saya tidak masuk sekolah 1 2 0
(e) Saya kesulitan menggigit makanan yang keras 1 2 0
(f) Saya kesulitan mengunyah 1 2 0
11. Seberapa sering kalian makan atau minum jenis makanan/minuman dibawah ini, meskipun dalam
jumlah yang kecil ? (Baca setiap pilihan jawaban)
(6) Beberapa kali dalam sehari (5) Setiap hari
(4) Beberapa kali dalam seminggu (3) Sekali dalam seminggu
(2) Beberapa kali dalam sebulan (1) Tidak pernah
6 5 4 3 2 1
Buah segar
Biskuit, kue, kue manis, roti, dll
Minuman soda
Selai/madu
Permen karet yang mengandung gula
Permen/Gula-gula
12. Seberapa sering kalian menggunakan produk tembakau dibawah ini ? (Baca setiap pilihan jawaban)
(6) Setiap hari (5) Beberapa kali dalam seminggu
(4) Sekali dalam seminggu (3) Beberapa kali dalam sebulan
(2) Jarang-jarang (1) Tidak pernah
6 5 4 3 2 1
Rokok, pipa, atau cerutu
Mengunyah atau menghirup tembakau
13. Apa pendidikan terakhir Ayah kalian ? (atau ayah tiri, wali/laki-laki dewasa yang tinggal bersama kalian)
Tidak sekolah 1
Tidak lulus SD 2
Lulus SD/sederajat 3
Lulus SMP/sederajat 4
Lulus SMA/sederajat 5
Lulus Perguruan Tinggi (Diploma, S1, S2, S3) 6
Tidak ada laki-laki dewasa di rumah 7
Tidak tahu 9
Tidak sekolah 1
Tidak lulus SD 2
Lulus SD/sederajat 3
Lulus SMP/sederajat 4
Lulus SMA/sederajat 5
Lulus Perguruan Tinggi (Diploma, S1, S2, S3) 6
Tidak ada perempuan dewasa di rumah 7
Tidak tahu 9
614.58
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Pelayanan Kesehatan
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama pada Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru.— Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.2021
ISBN 978-623-301-166-2