PELAYANAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
PADA MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU
ISBN 000-000-000-000-0
Diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Pengarah
Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL (K), MARS (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan)
Pembina
drg. Saraswati, MPH (Direktur Pelayanan Kesehatan Primer)
Koordinator
dr. Upik Rukmini, MKM (Koordinator Praktik Perorangan)
Penyusun
drg. Iwan Dewanto, MMR., Ph.D; drg. Kartika Andari Wulan, Sp.Pros; drg. Melissa
Adiatman, Ph.D; drg. Grace Monica, MKM; dr. Upik Rukmini, MKM; drg. Indra Rachmad
Dharmawan, MKM; drg Renta Yulfa Zaini.
Kontributor
Dr. drg. R. M. Sri Hananto Seno, Sp.BM (K)., MM. (Ketua PB PDGI); Prof. Dr. dr. Hindra
Irawan Satari, Sp.A(K), M.TropPaed (Ketua Tim Pokja Nasional PPI); drg. Tritarayati, SH.,
MH.Kes (Ketua Komite Kesehatan Gigi dan Mulut); drg. Farichah Hanum, M.Kes (Direktur
Mutu dan Akreditasi); Prof. Dr. Drg Tri Erri Astoeti, M.Kes, Prof. Dr. Drg. Anton Rahardjo,
MKM, Dr. drg. Laksmi Dwiati, MM., MHA., FICD., drg. Naniek Isnaini, M.Kes., drg. Nuzulisa
Zulkifli, Dr. Drg. Sri Susilawati, M.Kes., Epi Nopiah, S.Pd., M.AP., drg. Harry Agung Tjahyadi,
M.Kes, drg. Rudi Kurniawan, M.Kes. (Komite Kesehatan Gigi dan Mulut); drg. Erry Indriana,
MM; drg. Sinta Prabawati; drg. Faizal Prabowo Kaliman (drg. Puskesmas….); drg. Budi
Rukhiyat (Dinas Kesehatan Tanah Laut); drg. Fachmi Muzaqi (Puskesmas Tomiya,
Wakatobi); drg. Asteria Illa (Puskesmas Rowosari, Kota Semarang); drg. Dewa Pandega Putra
(Puskesmas Ponjong 2, Gunung Kidul); drg. Deni Andriani (Puskesmas Depok II, Kabupaten
Sleman); drg. Fatimah R. Gita, MKM (Puskesmas Kec. Cempaka Putih, DKI Jakarta); drg
Gustian Pamungkas (Puskesmas Singosari, Kabupaten Malang); drg. Dimaz Aryo Nugroho
Bandriananto, drg. Fadhil Rahman, drg. Ardisa Primananda Nugraha, drg. Deddy Dwi Septian,
drg Amanda Andika Sari, drg. Rio Suryantoro, Sp.KG., drg. M.Furqon, Sp.KG (Praktik Mandiri
Dokter Gigi); drg. Ratih Susila, MPH (PDGI Cabang Kabupaten Sleman); drg. Rahma
Defi, MKM (Kabid Yankes Kota Semarang); drg. Iwany Amalliah, M. Epid, drg. Gita Sjarkawi,
Kita ketahui bahwa Dokter Gigi dan Terapis Gigi dan Mulut sebagai tenaga kesehatan
sangat rentan tertular Covid-19 pada saat melakukan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut. Untuk mencegah penularan dan melindungi petugas dan masyarakat, diperlukan
penyesuaian tata laksana pelayanan kesehatan gigi dan mulut baik di Puskesmas, Klinik
Pratama maupun Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Untuk itu dibutuhkan Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada masa
pandemi dan masa adaptasi kebiasaan baru, sebagai pedoman bagi semua pihak yang
terkait dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP. Juknis ini
diharapkan menjadi acuan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP dalam masa
pandemi COVID-19 dan pada masa adaptasi kebiasaan baru serta sebagai acuan bagi Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam memberikan pembinaan dan pendampingan
supaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat terselenggara dengan baik dan
bermutu.
Saya sampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan Petunjuk Teknis ini dan semoga Allah SWT senantiasa menuntun langkah
kita untuk dapat bersama sama berkontribusi menuju tatanan normal baru, masyarakat
sehat, aman dan produktif.
Jakarta, April
2021 Direktur Jenderal Pelayanan
Kesehatan
Menyikapi kondisi tersebut, maka perlu disusun suatu pedoman tatalaksana pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dengan mengutamakan protokol kesehatan sebagai acuan bagi
tenaga kesehatan gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Sehingga diharapkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masa pandemi dan
adaptasi kebiasaan baru tetap dapat terlaksana dengan menjaga mutu/kualitas
pelayanan dan patient safety. Dengan demikian diharapkan dapat menurunkan angka
kesakitan gigi dan mulut di masyarakat.
Akhir kata, saya ucapkan apresiasi dan terima kasih kepada Tim Penyusun dan teman
sejawat yang telah bahu membahu menyusunnya, semoga buku Petunjuk Teknis ini dapat
memberikan manfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas, Klinik
Pratama, Praktik Mandiri Dokter Gigi dan pihak-pihak lain yang terkait pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di FKTP. Semoga Allah SWT selalu memberikan kita kekuatan
dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dan untuk bersama – sama berkontribusi
mewujudkan masyarakat yang sehat.
Jakarta, April
2021 Ketua Komite Kesehatan Gigi dan
Mulut
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas,
Klinik Pratama, Dokter Gigi Praktik Mandiri) merupakan pelayanan terdepan dalam
penanganan kesehatan gigi dan mulut pada masa pandemi COVID-19 dan Adaptasi
Kebiasaan Baru. Dalam menghadapi masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru pelayanan
kesehatan gigi di FKTP perlu mempersiapkan protokol pelayanan dalam rangka melayani
masyarakat tanpa mengabaikan keselamatan dan kesehatan pasien dan tenaga kesehatan
dari resiko penularan COVID-19.
Dengan adanya buku Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada
Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, diharapkan dapat memberikan panduan bagi tenaga
kesehatan di FKTP dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Saya
menyampaikan terima kasih kepada tim penyusun buku ini, semoga hasil kerja kita
bersama dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara dalam upaya menurunkan angka
kesakitan gigi dan mulut.
Jakarta, April
2021 Direktur Pelayanan Kesehatan
Primer
A. Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 atau (SARS-CoV-2), yang diidentifikasi
pertama kali di kota Wuhan, Cina pada akhir bulan Desember 2019. Penyakit ini
menular dari orang ke orang dan berkembang menjadi wabah di seluruh dunia
sehingga pada tanggal 30 Januari 2020, World Health Organization (WHO)
menetapkan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) atau Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) lalu pada tanggal 11 Maret 2020 ditetapkan sebagai
pandemi dunia. Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai penyakit yang
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di Indonesia melalui Keputusan
Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat COVID-19, yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19
Sebagai Bencana Nasional. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 9A Tahun 2020, yang diperbaharui dengan
Keputusan nomor 13A Tahun 2020, mengenai ketetapan Status Keadaan Tertentu
Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia, maka wajib
dilakukan langkah tanggap darurat COVID-19 serta upaya pencegahan dan
pengendalian penyebaran COVID-19.
Mengingat akhir pandemi COVID-19 tidak dapat dipastikan, Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) harus mampu beradaptasi memenuhi kebutuhan masyarakat di
tengah pandemi COVID-19, baik dalam bentuk pemenuhan sumber daya dan
pengaturan sistem/alur pelayanan. Setiap penanggung jawab FKTP harus
memastikan bahwa semua pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan gigi dan
mulut, tersedia untuk masyarakat secara optimal tanpa mengabaikan keselamatan
petugas kesehatan dan masyarakat yang dilayani.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya petunjuk teknis sebagai acuan FKTP dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masa
adaptasi kebiasaan baru.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan acuan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
di FKTP pada masa adaptasi kebiasaan baru sebagai upaya perlindungan
kepada tenaga kesehatan gigi dan mulut serta masyarakat.
b. Memberikan acuan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) pada pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di FKTP
c. Memberikan acuan bagi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
dalam melakukan pembinaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
FKTP.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada
masa pandemi COVID-19 dan adaptasi kebiasaan baru ini meliputi:
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
02 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
1. Konsep Transmisi SARS-CoV-2 dan Dampak Infeksi COVID-19 pada Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut
D. Sasaran
1. FKTP yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
3. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
4. Lintas Kementerian/Lembaga
5. Lintas Program di Kementerian Kesehatan
Sejak World Health Organization (WHO) mendeklarasikan pandemik global penyakit COVID-
19 di bulan Maret 2020, FKTP yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memerlukan beberapa perubahan
signifikan dalam pelaksanaan pelayanannya untuk mencegah dan memutus mata rantai
penularan virus SARS-CoV-2. Studi menunjukkan reseptor Angiotensin-Converting Enzyme 2
(ACE2) terdeteksi di kelenjar saliva dan mukosa lidah, artinya virus SARS-CoV-2 masuk
melalui saluran pernafasan menuju rongga mulut dan dapat terdistribusi melalui paparan
droplets dan aerosol pada tubuh atau wajah tenaga kesehatan gigi dan mulut serta pasien.1
Selain batuk, bersin atau bernafas cepat, aktivitas berbicara saat konsultasi tatap muka
dokter dengan pasien dan tindakan perawatan gigi dinyatakan sebagai salah satu cara
transmisi infeksi.2 Oleh karena itu, dokter gigi merupakan salah satu profesi yang berisiko
tinggi untuk tertular dan menyebarkan virus SARS- CoV-2 karena berkontak erat (jarak
intim radius 0-45 cm) dengan pasien dan terpapar droplets atau aerosol dari tindakan
yang dilakukan.3
Tindakan kedokteran gigi yang dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan gigi dan
mulut berpotensi menularkan virus SARS-CoV-2 kepada dokter gigi, tenaga pelaksana
lainnya, pasien atau pengunjung. Tingkat resiko tertular virus SARS-CoV-2 pada
dokter gigi termasuk dalam kategori resiko sangat tinggi, karena pekerjaan dokter
gigi berkontak erat dengan pasien dan banyak menggunakan peralatan yang
berpotensi menimbulkan aerosol dalam beberapa tindakan seperti preparasi gigi,
pembersihan kalkulus (scaling) dan tindakan bedah mulut.2 Ketika aerosol menyatu
dengan cairan darah dan saliva dalam rongga mulut maka akan menghasilkan
bioaerosol, yaitu aerosol infeksius yang mengandung bakteri, jamur dan virus dan
mampu melayang di udara dalam kurun waktu tertentu. Bioaerosol yang dihasilkan
dari pasien yang terinfeksi COVID-19 dapat menjadi sumber penularan infeksi jika
terhirup oleh tenaga kesehatan gigi dan mulut dan atau pasien lain (Tabel 2.1).12, 13
Tindakan lain yang juga menghasilkan bioaerosol adalah penggunaan
Gambar 2.2 Ilustrasi Rute Transmisi Bioaerosol di Ruang Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut 7, 18, 19
Demam, batuk dan fatigue/kelelahan merupakan gejala yang paling umum terjadi
pada orang yang terinfeksi COVID-19. Gejala penyerta lainnya adalah nyeri kepala,
diare, hidung tersumbat, hilang penciuman dan pembauan, nyeri abdominal, mual
muntah, nyeri dada, pilek (rhinorrhoea) nyeri tenggorakan (pharyngalgia) atau ruam
kulit. Kurang lebih 90% pasien COVID-19, menunjukkan lebih dari satu gejala klinis
utama dan penyerta (merujuk pada KMK No. HK.01.07/MENKES/413/20).
Rongga mulut merupakan salah satu reservoir berbagai mikroorganisme patogen dan
dapat memperlihatkan manifestasi oral berbagai penyakit.20 Reseptor ACE2 yang
terdapat di sel epitel kelenjar saliva dan lidah merupakan reseptor utama virus SARS-
CoV-2, dimana ekspresi ACE2 pada kelenjar saliva minor lebih tinggi dibandingkan
pada organ paru.21,22 Akan tetapi hingga saat ini, keberadaan lesi di rongga mulut
belum dapat dipastikan sebagai indikator awal gejala klinis infeksi COVID-19.23
Kajian lebih lanjut masih sangat diperlukan untuk memastikan apakah lesi pada
rongga mulut pasien diakibatkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 (direct viral
infection) atau akibat dari memburuknya kondisi sistemik pasien (infeksi
oportunistik), ataukah sebagai efek samping pengobatan infeksi COVID-19.24 Dokter
gigi tetap harus mewaspadai keberadaan lesi di rongga mulut dan disarankan untuk
berkonsultasi kepada Spesialis Penyakit Mulut, apabila menemukan kondisi
mukosa mulut yang meragukan.
ITPH juga terjadi karena risiko pekerjaan, khususnya pada tenaga kesehatan gigi
dan mulut yang melaksanakan proses pelayanan kesehatan di FKTP. Tindakan
medis/invasif sederhana yang dilakukan kepada pasien, berisiko menimbulkan
infeksi apabila standar prosedur pelayanan kesehatan diabaikan. Berbagai
permasalahan yang timbul selama masa pandemi COVID-19, antara lain:27, 28
1. Meningkatnya jumlah dokter gigi yang terpapar virus SARS-CoV-2, akibat
penggunaan alat pelindung diri (APD) tidak sesuai standar dan ketersediaan
infrastruktur yang kurang memadai.
2. Meningkatnya potensi transmisi nosokomial virus SARS-CoV-2 terhadap dokter gigi,
pasien dan petugas lainnya saat pelayanan berlangsung.
3. Menurunnya status kesehatan gigi dan mulut masyarakat karena
meningkatnya insidens penyakit/kelainan gigi dan mulut yang tidak
dirawat.
4. FKTP hanya memberikan pelayanan untuk kasus emergensi sehingga permasalahan
kesehatan gigi dan mulut pasien tidak tertangani, menyebabkan produktifitas
pasien menurun dan pasien tidak mampu bekerja secara optimal.
5. Menurunnya produktifitas sumber daya dan kemampuan pembiayaan fasilitas
kesehatan karena membatasi pelayanan yang diberikan.
6. Memicu timbulnya permasalahan finansial akibat penurunan produktifitas kerja
tenaga kesehatan gigi dan mulut.
7. Memicu timbulnya masalah kesehatan mental tenaga kesehatan gigi dan mulut
seperti ansietas atau cemas berlebih dll.
8. Memberikan citra buruk bagi fasilitas pelayanan kesehatan bahkan kerugian
materiil akibat ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang tidak optimal
yang disertai penuntutan ke ranah hukum .
INOCOVID
#1 K1
K2
Keterangan:
1 Nomer Indeks kasus konfirmasi misal INOCOVID#1
2 Nomer Identifikasi kontakmisalnya K1 merujuk pada kontak nomer 1
3 Kategori kontak: kontak rumah tangga, rumah sakit, puskesmas, klinik, rekan kerja, sosial (di restoran
misalnya), sekolah, satu kendaraan
4 Jika menggunakan APD terutama kategori kontak fasilitas layanan kesehatan (rumah sakit, IGD, puskesmas,
klinik): masker, bedah, sarung tangan, masker N95, dll
5 Perkiraan lama kontak misalnya 5 menit, 1 jam dsb
** Tambahan informasi: Nomor indeks kasus konfirmasi adalah nomor pasien terkonfirmasi positif COVID-19 melalui
RT- Antigen atau RT-PCR (INOCOVID); K1 atau K2 dan seterusnya adalah kode orang dengan riwayat berkontak
dengan pasien positif COVID-19 (INOCOVID); APD yang dipakai adalah yang digunakaan oleh K1 atau K2 dan
seterusnya saat berkontak dengan INOCOVID.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terutama pada masa adaptasi kebiasaan
baru merupakan salah satu upaya mitigasi klinis untuk memutus mata rantai penularan virus
SARS- CoV-2, melindungi dan meminimalkan terjadinya infeksi COVID-19 ataupun ITPH pada
tenaga kesehatan, pasien/pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan, serta
masyarakat di sekitarnya. Profesi dokter gigi dinilai berisiko tinggi untuk terinfeksi dan
dapat menjadi agen transmisi silang (cross infection) mikroorganisme patogen kepada
pasien, terapis gigi dan mulut (TGM), teknisi laboratorium teknik kedokteran gigi dan
tenaga kesehatan lainnya, terutama saat melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut. Oleh karena itu, PPI wajib dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan di
setiap FKTP yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Selama masa adaptasi kebiasaan baru, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat
dilakukan setelah mempertimbangkan secara seksama kondisi pasien dan risiko yang
dihadapi baik oleh pasien maupun tenaga kesehatan gigi dan mulut, menyesuaikan
dengan ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan sarana penunjang PPI lainnya serta
tingkat penyebaran infeksi COVID-19 di komunitas setempat. 29 Apabila terdapat
keterbatasan pemenuhan APD dan sarana prasarana di FKTP, maka pelayanan
kesehatan gigi dan mulut diprioritaskan hanya untuk pasien kasus emergensi dan urgen
(khusus tindakan non-aerosol/invasif minimal).16
Tabel 3.1. Kerangka Kerja PPI Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru16, 29,
30
Pendidikan dan Pelatihan PPI untuk Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut
FKTP harus membuat tahapan perencanaan dan aksi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut selama masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru, mengingat
tindakan yang dilakukan berpotensi menghasilkan bioaerosol dan kemungkinan terjadi kontak
erat dengan pasien.
Tahap Persiapan Tahap Sebelum Tahap Saat Kunjungan Tahap Setelah Kunjungan
Kunjungan Pasien Pasien Pasien
TATA KELOLA
PASIEN DAN RUANGAN,
PENYEDIAAN SARANA
PRASARANA PPI, PENAPISAN/SKRINING
MANAJEMEN DAN KEDUA PASIEN, PROSEDUR PEMBERSIHAN LINGKUNGAN
PELATIHAN PPI UNTUK PERSIAPAN PASIEN KERJA, DESINFEKSI,
TELEDENTISTRY,
TENAGA KESEHATAN, SEBELUM DILAKUKAN STERILISASI,
PENAPISAN/ SKRINING
SISTEMATIKA ALUR KERJA TINDAKAN, FOUR- TELEDENTISTRY UNTUK
PERTAMA PASIEN,
DI FKTP, MONITORING HANDED DENTISTRY, FOLLOW UP KONDISI
PENGELOLAAN
PASIEN, MONITORING
KESEHATAN TENAGA PENJADWALAN KUNJUNGAN PENERAPAN KEWASPADAAN
KESEHATAN ISOLASI (STANDAR DAN KESEHATAN TENAGA
PASIEN KE FKTP
TRANSMISI) KESEHATAN
Gambar 3.1. Skema Perencanaan dan Aksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Masa Adaptasi Baru
Gambar 3.3. Ilustrasi Sistem Ventilasi Bangunan; (1) Alami Satu sisi, (2) Alami
Silang,
(3) Mekanik Silang (4) Campuran (Hybrid atau Mixed-mode)
Contoh :
Luas jendela terbuka : tinggi 1 m x Lebar 1 m = 1 m²
Kecepatan udara melalui jendela : 1 m/detik
Volume ruangan : panjang x lebar x tinggi = 5 x 4 x 3 m
= 60m³
Maka nilai ACH-nya adalah 1 m² x 1 m/detik x 3600
detik/jam = 60 ACH 60 m³
Area ACH
ruang tindakan yang tertutup (aerosol) 12
ruang tindakan bedah mulut 15
ruang tindakan non aerosol 8-12
ruang konsultasi 6
ruang untuk dekontaminasi peralatan
10
(desinfeksi dan sterilisasi)
ruang dental lab 6
(CDC, 2020)
Untuk mengurangi jumlah bioaerosol secara efisien, maka HEPA filter harus
selalu digunakan selama tindakan perawatan dan saat jeda waktu antar pasien.
HEPA filter diletakkan pada area yang dekat dengan pasien tetapi tidak
dibawah alat pendingin ruangan (AC) dan tidak berada di antara operator dan
pasien. Berikut merupakan durasi waktu kerja HEPA filter yang dibutuhkan
untuk menghilangkan kontaminan bioaerosol dalam ruangan dengan tingkat
ACH tertentu :
Gambar 3.11. Zona pelepasan APD dalam Ruang Pelepasan (doffing) APD31,
80
Berikut ini merupakan skema alur pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang
dapat diimplementasikan pada FKTP (gambar 3.13):
Pasien
membutuhkan
Pelayanan Kesgilut
Gambar 3.13. Skema Alur Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Masa Adaptasi
Baru34, 35
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
34 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Tata Laksana Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien melalui Teledentistry:
1. Sebelum memulai proses skrining pra-kunjungan (teledentistry), pastikan
isi pembicaraan (chat atau video conference call) dengan pasien terjaga
kerahasiaannya.
2. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan asal fasilitas
pelayanan kesehatan, lalu menanyakan identitas pasien, menjelaskan
tujuan dilakukan skrining pra-kunjungan (teledentistry) serta adanya
kemungkinan risiko kebocoran informasi sebagai akibat penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
3. Skrining pra-kunjungan (teledentistry) dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan atau kesediaan pasien secara verbal. Khusus pasien anak-anak atau
lansia yang berkebutuhan khusus, dapat dibantu oleh orang tua atau
walinya.
4. Ajukan berbagai pertanyaan yang tercantum pada formulir skrining pasien
COVID-19 (merujuk pada KMK 328) dan formulir skrining prioritas
kebutuhan perawatan kesehatan gigi dan mulut pasien (dilihat pada gambar
skema alur 3.14).
5. Anjurkan pasien melakukan uji deteksi virus SARS-CoV-2 (RT-Antigen dan
atau Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)) apabila pasien
menjawab “YA di sebagian besar pertanyaan skrining”, ataupun bila pasien
terindikasi paparan virus SARS-COV-2 risiko moderat/tinggi. Hasil tes
harus diinformasikan pada dokter gigi/FKTP sebelum jadwal kunjungan
pasien ke FKTP. Untuk sementara waktu, kondisi pasien ditangani dengan
pemberian resep obat sesuai dengan keluhannya.
6. Lanjutkan proses skrining pra-kunjungan (teledentistry), bila di sebagian
besar pertanyaan skrining pasien menjawab “TIDAK”. Lakukan anamnesis
(keluhan utama, riwayat kesehatan umum dan kesehatan gigi/mulutnya),
pemeriksaan fisik (melalui foto atau video/audiovisual) dan riwayat
penggunaan obat-obatan untuk penanganan keluhannya.
7. Berikan anjuran sesuai hasil pemeriksaan penunjang (bila perlu) atau hasil
pemeriksaan klinis, lalu lakukan penegakan diagnosis sementara/interim
pasien. Bila perlu, berikan resep obat/e-resep (terbatas hanya
analgetik, antibiotik, topical agents) dan atau surat rujukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut ke laboratorium atau penanganan lebih
lanjut di FKTP.
8. Tuliskan hasil skrining pra-kunjungan (teledentistry) pada rekam medik
(tertulis atau e-rekam medik) yang disediakan FKTP, dengan mencantumkan
tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan skrining. Perlu digaris
bawahi bahwa rekam medik pasien harus selalu terjaga kerahasiaannya.
9. Jelaskan kepada pasien bahwa proses skrining dan penapisan kembali akan
dilakukan saat pasien berkunjung ke FKTP, berikut pemberlakukan protokol
kesehatan lainnya (mis. penggunaan masker, pemeriksaan suhu badan, CTPS
dll).
10. Informasikan pada pasien tentang batasan jumlah pengantar
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 35
Kebiasaan Baru
(maksimal 1 orang) yang diperbolehkan menemani saat berkunjung ke
FKTP. Pengantar hanya diperbolehkan untuk menemani pasien anak-anak
dan pasien lansia yang membutuhkan pendampingan khusus.
* Jika ventilasi tidak baik (1-2 ACH) maka harus menggunakan HVE. Jika tidak
memungkinkan, berikan jeda 60 menit ke pasien berikutnya atau lakukan prosedur
alternatif dengan menggunakan low speed handpiece atau skeling manual.
Gambar 3.18 Skema Alur Penapisan (Skrining Kedua) Kunjungan Pasien di FKTP 2
Penerapan Kewaspadaan
Isolasi
Kewaspadaan Standar Kewaspadaan Transmisi
(Standard (Transmission-based Precautions)
Precautions)
1 Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)
3
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pengendalian Lingkungan
2
1 Kewaspadaan Transmisi Kontak
7Pengelolaan Linen
DUR 40 - 60 20 - 30 2
ASI detik detik menit
mematikan dan menghilangkanmematikan dan
menghilangkan kotoran, menghilangkan mikroorganisme transien
TUJU cairan tubuh dan
AN danmikroorganisme transien; mengurangi
mikroorganisme transien mengurangi flora normalsejumlah besar flora normal
6) Gunakan kertas tisu atau handuk kecil sekali pakai untuk pengering
tangan. Penggunaan mesin pengering tangan (jet/warm air dryer)
tidak disarankan karena berpotensi menyebarkan dan
meningkatkan jumlah mikroorganisme patogen. Sediakan tempat
sampah tertutup yang pembukaan tutupnya dioperasikan dengan kaki,
sebagai wadah handuk bekas pakai atau tempat sampah non-
infeksius untuk menampung tisu bekas pakai.
7) ABHR 70% digunakan bila tangan tidak terlihat kotor, tidak
terkontaminasi dan ketika pasokan air mengalir sulit untuk
dijangkau (misalkan sedang berada di dalam mobil ambulans,
melakukan kegiatan imunisasi dan skrining kesehatan di luar gedung
FKTP, kondisi pasokan air terputus).
Surgical scrub
Gown all-cover dan apron
Gambar 3.22. Rekomendasi APD untuk Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut16,
57
Macam
Perlu diperhatikan:
• fungsi face shield tidak dapat menggantikan fungsi masker;
• penggunaan kacamata resep dokter tidak memberikan
perlindungan maksimal terhadap percikan, droplets dan aerosol
karena memiliki sisi yang bercelah.
Cont
oh
MASKER/
RESPIRATORY
PROTECTIVE
EQUIPMENT
Masker (respiratory protective equipment) berperan penting untuk
melindungi saluran pernafasan dari mikroorganisme patogen yang
bertransmisi via droplets ataupun airborne, terutama saat melalukan
tindakan yang menghasilkan aerosol.
Perform mampu menyaring >95% bakteri tapi mampu menyaring min. >95% partikel
a Filter tidak mampu menyaring partikel airborne berukuran 300 nm (0,3 mikron),
berukuran kecil khususnya tipe FFP3
sekali pakai (disposable); pemakaian berulang
Batasansekali pakai (disposable); tidak dibenarkan
melakukan Pemakaiandekontaminasi) (reuseable) terbatas hanya bila ketersediaan
masker kurang dan prosesnya harus
menmenuhi ketentuan pabrik
tipe FFP2 (Europe EN 149-2001), N95 (US
Rekomen EN 14683 tipe IIR performance; NIOSH), FFP3 (UK),
dasi WHO ASTM F2100 level 2 atau level 3 atau KN 95 (China GB262-2006), P2 (Australia/New
yang setara Zealand), DS2 (Japan JMHLW-Notification 214-
2018), Korea 1st Class (Korea KMOEL-2017-64),
PFF2 (Brazil)
Gambar
Saat ini di pasaran banyak beredar tiruan dari masker respirator (N95)
yang dijual seolah-olah telah mendapat persetujuan NIOSH, namun
tidak efisien dalam memberikan perlindungan
(https://www.cdc.gov/niosh/npptl/ usernotices/counterfeitResp.html).
Oleh karena itu, penting memahami cara identifikasi keaslian masker
dengan memperhatikan petunjuk yang tertera pada permukaan
eksterior/terluar masker sebagai berikut:
Gambar Langkah-Langkah
Saat melepas masker, dilarang menyentuh permukaan
luar masker karena berpotensi terpapar kontaminan
(droplets dan aerosol yang mengandung
mikroorganisme)
PAKAIAN PELINDUNG/
ISOLATION GOWN
Ilustrasi
EN 13795 high performance level atau AAMI ISO 16603 class 3 exposure
level 3 performance agar resisten terhadap pressure atau minimal yang setara
penetrasi cairan; agar resisten terhadap penetrasi
cairan;
Standar WHO AAMI PB70 level 4 performance atau minimal yang
setara agar resisten terhadap mikroorganisme ISO 16604 class 2 exposure atau
patogen yang masuk melalui darah. minimal yang setara agar resisten
terhadap mikroorganisme patogen
yang masuk melalui darah
Dalam hal penanganan rekam medis pasien, maka perlu diperhatikan bahwa
rekam medis manual yang dibawa masuk ruang praktik dokter gigi (zona
merah dan oranye) harus diperlakukan sama dengan APD bekas pakai yang
terkontaminasi. Oleh karena virus SARS-CoV-2 mampu bertahan hidup pada
permukaan kertas selama 4-5 hari, maka dekontaminasi dengan merotasi rekam
medik merupakan alternatif cara untuk menginaktivasi virus SARS-CoV-2 dan
meminimalkan transmisi infeksi COVID-19. Berikut merupakan contoh
tahapan dekontaminasi rekam medik manual:
1. Ketika melakukan prosedur pelepasan (doffing) APD, rekam medik yang
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantung penyimpanan (misalnya
kantung plastik yang bersegel (zip lock) atau kantung kertas).
2. Menuliskan tanggal penggunaan rekam medik dan nomor rekam medik
manual pada label atau permukaan luar kantung penyimpanan.
3. Kantung penyimpanan berisikan rekam medik yang terkontaminasi,
disimpan dalam lemari atau ruangan khusus selama minimal 5 hari.
4. Petugas rekam medik yang melakukan penyimpanan dan pengarsipan
rekam medik, harus menggunakan APD (masker N95, goggles, face shield,
sarung tangan, isolation gown) dan melakukan CTPS.
5. Setelah penyimpanan minimal 5 hari, rekam medik manual dapat
digunakan kembali atau dilakukan pengarsipan.
Gambar 3.38. Tempat Sampah di Ruang Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut 31
Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau eksudat
Iuka pada permukaan lantai, dinding atau tirai pembatas maka dibersihkan
dengan menggunakan spill kit infeksius.
Saat ini banyak produk disinfektan di pasaran yang mengandung bahan dengan
kemampuan untuk mengatasi penyebaran virus SARS-CoV-2. Sodium hipoklorit
dan etanol adalah bahan yang paling mudah ditemukan di pasaran, untuk
pilihan bahan aktif lainnya dapat dilihat pada laman situs Environmental
Protection Agency (EPA) (https://www.epa.gov/pesticide-registration/list-n-
disinfectants-use-against- SARS-CoV-2-COVID-19)
Metode Dekontaminasi :
1. Desinfeksi Peralatan Non Kritikal
a. Cuci peralatan non kritikal dengan sabun detergen dan air mengalir
kemudian dikeringkan dengan cara ditiriskan atau dilap menggunakan
handuk bersih sekali pakai.
b. Lakukan desinfeksi peralatan dengan menggunakan alcohol wipes 70%.
c. Bersihkan permukaan benda atau area kerja dengan menggunakan
kain bersih yang sudah disemprot dengan cairan chlorine 0,05% atau
menggunakan alcohol wipes 70% kemudian digosokkan pada seluruh
permukaan yang terpapar kontaminan.
2. Desinfeksi Peralatan Semi Kritikal
a. Rendam peralatan dalam wadah yang berisi campuran air dan
detergen, atau sodium hipoklorit 5% dengan perbandingan 1:100
(konsentrasi final sebesar 0,05%) selama 1 menit, atau
menggunakan glutaraldehyde 2% , atau hidrogen peroksida 6% selama
15-20 menit. Untuk peralatan dengan permukaan yang kecil, dibersihkan
menggunakan etanol 70% atau detergen dan air selama 10 menit.
b. Apabila proses desinfeksi menggunakan cara perebusan dan
pengukusan maka harus dilakukan dalam kurun waktu 20 menit yang
dihitung setelah air mendidih (100⁰C), atau hingga terbentuknya uap
yang diakibatkan oleh air mendidih. Saat proses berlangsung, tidak
dibenarkan untuk menambah volume air atau cairan apapun ke dalam
wadah perebusan atau pengukusan bila proses belum selesai.
Untuk menghindari terpaparnya bahan-bahan dan alat-alat kedokteran gigi dari droplets
dan aerosol, sebaiknya bahan dan alat yang tidak diperlukan disimpan dalam tempat
penyimpanan yang tertutup atau disimpan di area yang berjarak aman dari cipratan
droplets atau aerosol. Bahan dan alat yang akan dipergunakan pada saat bekerja dapat
dipersiapkan pada meja tindakan dan dapat ditutup agar tetap terjaga kebersihannya.
Konsep pelayanan kesehatan gigi dan mulut diwajibkan menggunakan pola four handed
dentistry sehingga partikel aerosol dapat dihisap oleh intra/ekstra oral High Volume
Evacuator (HVE) yang terpasang di dental unit atau vacuum aerosol. Asisten dokter gigi
berada di posisi static zone, pastikan lemari penyimpanan ada di belakang posisi asisten
dokter gigi sehingga alat dan bahan lain yang diperlukan dapat diraih dengan mudah.
Pengelolaan alat dan bahan perlu dilakukan dengan manajemen yang baik. Sistem stok
barang dan inventarisasi dengan perhitungan yang matang menjadi kunci dalam
pengelolaan manajemen alat dan bahan yang dipergunakan. Perlu menjadi perhatian bahwa
alat pelindung diri (APD) merupakan bahan yang perlu dilakukan pengelolaan dalam
pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini diperlukan agar bahan-bahan kebutuhan
yang diperlukan bisa dipastikan tidak sampai kehabisan stok dan atau memerlukan
waktu untuk pembelian. Harus ada pencatatan laporan permintaan dan laporan
penggunaan barang, yang berisi tentang:
a. Tanggal pembelian, jumlah pembelian
b. Tanggal pemakaian, jumlah pemakaian
c. Sisa stok, pemakaian rata-rata penggunaan per-bulan
d. Usulan kebutuhan
e. Harga satuan
Tabel 4.1 merupakan contoh pengelolaan BMHP dengan asumsi belanja perbulan adalah
Rp. 10.000.000,-
Kebijakan yang menjadi dasar penggunaan metode dan analisis ABC adalah:
• Perkembangan sumber daya pembelian yang dibayarkan kepada pemasok harus
lebih tinggi untuk butir persediaan A dibanding C
• Keakuratan catatan persediaan harus lebih sering diverifikasi untuk persediaan
A
• Meramalkan butir persediaan A kemungkinan harus lebih berhati-hati daripada
meramalkan butir (kelas) persediaan yang lain
Kategori pengelolaan logistik menggunakan pola ABC tidak akan lengkap apabila tidak
menggunakan pola re-order point (ROP), yaitu metode mengidentifikasi bahan atau barang
yang perlu dilakukan order pembelian pada titik stok tertentu. Metode ini sangat
berguna bagi praktik dokter gigi yang berada jauh dari pusat penjualan distributor
BMHP. Pengiriman barang menjadi titik fokus dalam metode ini. Cara perhitungan re-
order poin adalah sebagai berikut:97
Sebagai contoh:
APD dapat kita hitung, misalkan kebutuhan bahan baju disposable surgical gown dalam waktu
1 tahun adalah 1000 pcs.
Hari kerja selama 1 tahun adalah 250 hari kerja
L = lead time yang dibutuhkan adalah 3 hari waktu pengiriman
Maka,
𝑑𝑑 = #
$
1000 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝
= 4
250 ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑝𝑝
Re-Order Point = 4 x 3 hari (lead time) = 12
Jadi apabila jumlah stok APD baju disposable surgical gown tinggal 12 buah maka wajib
melakukan order pembelian untuk item bahan ini.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyelenggaraan UKM pada
pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP terbagi dalam 2 (dua) kegiatan yaitu : Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dan Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM).
Karakteristik pelayanan UKM pada umumnya, termasuk UKGS dan UKGM yang dilaksanakan
di luar gedung dengan sasaran yang cenderung berkelompok atau membentuk
kerumunan, dinilai memiliki resiko tinggi terjadinya penularan COVID-19. Kebijakan
physical distancing dan penerapan kebijakan pembelajaran dari rumah secara daring bagi
semua peserta didik, cukup mempengaruhi optimalisasi kegiatan UKGS dan UKGM
pada masa pandemi.
Kebijakan pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat pada masa
pandemi dan adaptasi kebiasaan baru, memberi peluang bagi UKGS dan UKGM untuk
melaksanakan kegiatan secara optimal dengan melakukan penyesuaian atau modifikasi
dalam tata kelola dan tata laksana pelayanan. Berbagai penyesuaian atau modifikasi
pelayanan UKGS dan UKGM yang dilakukan tetap mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat, ketersediaan dan kemampuan sumber daya pelayanan, karakteristik sasaran,
perkembangan kasus COVID-19 dalam wilayah kerja Puskesmas dan perkembangan
teknologi informasi.
Tujuan penyesuaian atau modifikasi dalam pelaksanaan kegiatan UKGS dan UKGM
pada masa adapatasi kebiasaan baru dimaksudkan untuk membangun pola pelayanan
kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang aman bagi masyarakat, petugas dan
lingkungan sekitar dari resiko penularan COVID-19, tanpa mengabaikan hak
masyarakat mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
0 Baru
Dalam situasi dimana penyelenggaraan UKM pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dilakukan secara tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan, petugas kesehatan
yang memberikan pelayanan sebaiknya menggunakan masker medis. Jika jumlah masker
medis terbatas, dapat digunakan face shield bersama masker non-medis. Peserta kegiatan
UKGS dan UKGM diminta untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau hand
sanitizer.99, 100
Dalam rangka mencapai Indonesia bebas karies tahun 2030, kegiatan Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah perlu terus diupayakan untuk terselenggara walaupun dalam
masa pandemi COVID-19. Namun, perlu beberapa penyesuaian untuk memutus
rantai penularan COVID-19, tanpa mengubah tujuan, sasaran, dan kegiatan UKGS
yang telah ditetapkan. Petunjuk Teknis yang lebih rinci dan spesifik untuk
pelaksanaan UKGS di masa adaptasi kebiasaan baru akan tersedia dalam
pedoman dan juknis tersendiri.
b. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan secara online (daring)
Penyuluhan dengan metode ini dapat memanfaatkan teknologi informasi,
melalui pengiriman pesan video, dll.101
Beberapa media yang dapat digunakan :
1) Web-based
Website juga dapat dijadikan wadah dalam melakukan penyuluhan
melalui daring.
2) Pesan singkat berseri (dilengkapi dengan anjuran)
Salah satu cara yang efektif untuk melakukan edukasi adalah menggunakan
pesan singkat berseri sesuai dengan kelompok umur sasaran dan
menggunakan topik tertentu. Pesan dapat dibagi dalam beberapa sesi,
lalu disertai informasi berupa video atau infografis.
Contoh pelaksanaan penyuluhan menggunakan metode pesan berseri
menggunakan aplikasi Whatsapp tampak pada gambar 5.1
Kegiatan pemeriksaan dan penjaringan dapat dilakukan secara langsung atau dengan
pemanfaatan tekonologi informasi.
a. Pemeriksaan dan Penjaringan yang dilakukan secara langsung disekolah
Pelaksanaan penjaringan harus memperhatikan protokol kesehatan dan
memperhatikan kewaspadaan standar pencegahan pengendalian infeksi, antara
lain:
1) Petugas menggunakan APD sesuai standar, minimal menggunakan
masker,
face shield dan sarung tangan.
2) Pelaksanaan dengan mengatur jadwal dan pengaturan jumlah peserta
didik dalam satu kali pemeriksaan
3) Waktu pemeriksaan diupayakan sesingkat mungkin, dengan cara
peserta didik atau orang tua melakukan pengisian status kesehatan
anak pada formular cetak secara mandiri sebelum dilakukan
pemeriksaan secara langsung oleh petugas.
b. Pemeriksaaan dan Penjaringan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi
Pelaksanaan penjaringan dengan memanfaatkan teknologi informasi dapat
menggunakan telediagnosis/telesurvey dengan melibatkan orang tua murid,
guru sekolah dan tenaga kesehatan gigi dan mulut.
Gambar 5.2. Lima Posisi Foto Intra Oral yang Diperlukan untuk Telediagnosis/
Telesurvey. Diadaptasi dari Estai et al102
4) Asesmen
Untuk melengkapi data skrining kesehatan gigi dan mulut anak,
dilakukan asesmen dengan cara mengisi kuesioner tentang kesehatan
gigi dan mulut secara daring menggunakan kuesioner standar Oral
Health Survey 2013 dari WHO yang telah dikonversi ke dalam Bahasa
Indonesia sehingga anak dapat mengisi sendiri dengan pendampingan
orang tua. Asesmen ini dilengkapi dengan lembar persetujuan digital
dalam bentuk google forms, yang mudah diisi secara daring oleh orang
tua siswa.
Terdapat dua model utama yang telah digunakan untuk menyikat gigi
dengan pengawasan:
1) Cara kering di mana anak-anak menyikat gigi tanpa menggunakan air
atau bak cuci. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan anak-anak duduk atau
berdiri.
2) Cara basah dimana anak menggosok gigi menggunakan air, biasanya berdiri
di wastafel.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
8 Baru
Catatan: Cara basah tidak lagi direkomendasikan selama fase
pemulihan COVID-19 karena dianggap lebih berisiko terhadap tetesan dan
penularan kontak serta tidak memberikan manfaat tambahan
dibandingkan cara kering.
(a) (b)
Gambar 5.4. Cara Mengeluarkan Pasta Gigi (a) Pengawas atau guru
mengeluarkan pasta gigi pada permukaan yang bersih (contoh: tisu) dengan
tetap menjaga jarak dengan anak, (b) Anak mengambil pasta gigi yang
sudah dikeluarkan
Beberapa materi promosi kesehatan gigi dan mulut yang dapat digunakan
dalam penyuluhan pada UKGS dan UKGM terlampir pada tabel 5.3
A. Pembinaan
Pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP pada
masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru dilakukan secara periodik. Pembinaan
dilakukan secara berjenjang oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan
Provinsi serta berkolaborasi dengan stakeholder terkait yaitu organisasi profesi
salah satunya dalam melakukan pembinaan di FKTP klinik pratama dan tempat
praktik mandiri dokter gigi.
Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Provinsi serta Kementerian Kesehatan.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru disusun untuk membantu Puskesmas,
Klinik Pratama serta Praktik Mandiri dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut yang bermutu dan berkualitas bagi masyarakat dengan tetap mengutamakan
penerapan kewaspadaan standar dan transmisi sebagai upaya perlindungan kepada tenaga
kesehatan dan masyarakat dari risiko penularan infeksi COVID-19.
Penerapan PPI yang sesuai standar harus dilaksanakan agar pelaksanaan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dapat berjalan dengan baik dan bermutu. Mengingat
perkembangan ilmu pengetahuan terkait COVID-19 yang sangat cepat dan berlangsung
setiap saat, maka seluruh komponen FKTP dan Dinas Kesehatan wajib mengikuti
perkembangan perubahan dari sumber-sumber yang resmi dan terpercaya agar dapat
disesuaikan dengan protokol pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang akan
diberikan.
Harapannya dengan keterlibatan semua pihak maka rantai penularan dan penyebaran
COVID-19 dapat dikendalikan dengan baik. Semoga perjuangan kita bersama ini dapat
membawa negara Indonesia kembali kepada tatanan kehidupan yang normal dengan
sesungguhnya.
1. Wiersinga WJ, Rhodes A, Cheng AC, Peacock SJ, Prescott HC. Pathophysiology,
Transmission, Diagnosis, and Treatment of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A
Review. JAMA Intern Med. Aug 2020;324(8):782-793.
2. Peng X, Xu X, Li Y, Cheng L, Zhou X, Ren B. Transmission routes of 2019-nCoV and
controls in dental practice. Int J Oral Sci. 2020 3 Mar 2020;12(1).
3. Khanagar SB, Al-Ehaideb A, Vishwanathaiah S, Maganur PC, Naik S, Salman
Siddeeqh. Exposure Risks and Preventive Strategies Considered in Dental Care
Settings to Combat Coronavirus Disease (COVID-19). HERD. 2020.
4. Bhowmick GD, Dhar D, Nath D, Ghangrekar MM, Banerjee R, Das S, et al.
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak: some serious consequences with
urban and rural water cycle. npj Clean Water. July 2020;3(32).
5. Kotlyar AM, Grechukhina O, Chen A, Popkhadze S, Grimshaw A, Tal O, et al.
Vertical transmission of coronavirus disease 2019: a systematic review and meta-
analysis. Am J Obstet Gynecol. 2021;224(1):35-53.
6. Definition and categorization of the timing of mother-to-child transmission of SARS-CoV-2
[database on the Internet]2021. Available from: https://www.who.int/publications/i/
item/WHO-2019-nCoV-mother-to-child-transmission-2021.1.
7. Karia R, Gupta I, Khandait H, Yadav A, Yadav A. COVID-19 and its Modes of
Transmission. SN Compr Clin Med. 2020:1798-1801.
8. Food and Coronavirus Disease 2019 [database on the Internet]2019. Available from:
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/food-and-COVID-19.
html.
9. Transmission of SARS-CoV-2: implications for infection prevention precautions: scientific
brief [database on the Internet]July 2020. Available from: https://apps.who.int/iris/
handle/10665/333114. .
10. Dehghani R, Kassiri H. A brief review on the possible role of houseflies and
cockroaches in the mechanical transmission of Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19). Arch Clin Infect Dis. 2020.
11. Pankhurst C, Coulter W. Basic Guide to Infection Prevention and Control in Dentistry. 2
ed: Wiley Blackwell; 2017.
12. Harrel SK, Molinari J. Aerosols and splatter in dentistry: a brief review of the
literature and infection control implications. J Am Dent Assoc. 2004 April
2004;135(4):429-437.
13. Leung NHL, Chu DKW, Shiu EYC, Chan K-H, McDevitt JJ, Hau BJP, et al. Respiratory
virus shedding in exhaled breath and efficacy of face masks. Nature Medicine.
2020;26:676– 680.
14. Doremalen N, TrentonBushmaker, H.Morris D, G.Holbrook M, AmandineGamble,
N.Williamson B, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as Compared
with SARS-CoV-1. The new england journal of medicine. 2020;382(16):1564-