Anda di halaman 1dari 175

PETUNJUK TEKNIS

PELAYANAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
PADA MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU

DIREKTORAT PELAYANAN KESEHATAN PRIMER


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2021
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
i
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

000.00 Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat


Jenderal Ind Pelayanan Kesehatan
p Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa
Adaptasi Kebiasaan Baru.— Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
2021

ISBN 000-000-000-000-0

1. Judul I. HEALTH SERVICES


II. PREVENTIVE MEDICINE III. PREVENTIVEHEALTH SERVICES

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


ii di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
PETUNJUK TEKNIS
PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT
PERTAMA
PADA MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU

Diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Pengarah
Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL (K), MARS (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan)
Pembina
drg. Saraswati, MPH (Direktur Pelayanan Kesehatan Primer)
Koordinator
dr. Upik Rukmini, MKM (Koordinator Praktik Perorangan)
Penyusun
drg. Iwan Dewanto, MMR., Ph.D; drg. Kartika Andari Wulan, Sp.Pros; drg. Melissa
Adiatman, Ph.D; drg. Grace Monica, MKM; dr. Upik Rukmini, MKM; drg. Indra Rachmad
Dharmawan, MKM; drg Renta Yulfa Zaini.
Kontributor
Dr. drg. R. M. Sri Hananto Seno, Sp.BM (K)., MM. (Ketua PB PDGI); Prof. Dr. dr. Hindra
Irawan Satari, Sp.A(K), M.TropPaed (Ketua Tim Pokja Nasional PPI); drg. Tritarayati, SH.,
MH.Kes (Ketua Komite Kesehatan Gigi dan Mulut); drg. Farichah Hanum, M.Kes (Direktur
Mutu dan Akreditasi); Prof. Dr. Drg Tri Erri Astoeti, M.Kes, Prof. Dr. Drg. Anton Rahardjo,
MKM, Dr. drg. Laksmi Dwiati, MM., MHA., FICD., drg. Naniek Isnaini, M.Kes., drg. Nuzulisa
Zulkifli, Dr. Drg. Sri Susilawati, M.Kes., Epi Nopiah, S.Pd., M.AP., drg. Harry Agung Tjahyadi,
M.Kes, drg. Rudi Kurniawan, M.Kes. (Komite Kesehatan Gigi dan Mulut); drg. Erry Indriana,
MM; drg. Sinta Prabawati; drg. Faizal Prabowo Kaliman (drg. Puskesmas….); drg. Budi
Rukhiyat (Dinas Kesehatan Tanah Laut); drg. Fachmi Muzaqi (Puskesmas Tomiya,
Wakatobi); drg. Asteria Illa (Puskesmas Rowosari, Kota Semarang); drg. Dewa Pandega Putra
(Puskesmas Ponjong 2, Gunung Kidul); drg. Deni Andriani (Puskesmas Depok II, Kabupaten
Sleman); drg. Fatimah R. Gita, MKM (Puskesmas Kec. Cempaka Putih, DKI Jakarta); drg
Gustian Pamungkas (Puskesmas Singosari, Kabupaten Malang); drg. Dimaz Aryo Nugroho
Bandriananto, drg. Fadhil Rahman, drg. Ardisa Primananda Nugraha, drg. Deddy Dwi Septian,
drg Amanda Andika Sari, drg. Rio Suryantoro, Sp.KG., drg. M.Furqon, Sp.KG (Praktik Mandiri
Dokter Gigi); drg. Ratih Susila, MPH (PDGI Cabang Kabupaten Sleman); drg. Rahma
Defi, MKM (Kabid Yankes Kota Semarang); drg. Iwany Amalliah, M. Epid, drg. Gita Sjarkawi,

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi iii
Kebiasaan Baru
M. Kes, drg. Atik Ramadhani , PhD (Universitas Indonesia); drg. Tania Saskianti, Sp.KGA (K),
Ph.D

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


iv di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
(Universitas Airlangga); drg. Rochman Mujayanto, Sp.PM; (Universitas Islam Sultan Agung);
drg. Rudanton Sidharta, Sp.Perio (Universitas Brawijaya); drg. Zefry Zainal Abidin,
M.Ked. Klin, Sp.BM (Universitas Brawijaya/RSUD Kab. Kediri); drg. Ananda Dhea Soraya
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta); Anindyta Apkako Cahya Indrasetia, SKG
(Universitas Brawijaya); Fasely Mranani, Zakiah Dianah (Direktorat Kesehatan Keluarga);
(Anthoneta Paliama, SKp, dr. Titi Sundari (Pokja PPI); dr. Nani H. Widodo, Sp. M. (Kasubdit
Pelayanan Medik dan Keperawatan, Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan); dr.
Ferdinandus Ferry Kandou (Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan); dr. Ida Bagus Anom
(Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan); Meily Arrovi Qulsum, MKM (Direktorat Mutu dan
Akreditasi); drg. Rina Harini, drg. Enita Pardede, drg. Naneu Retna Arfani dr. Rizky
Rahayuningsih, dr. Adi Pamungkas, drg. Idawati Lina, M.Kes., drg. Diah Handaryati,
Saudatina Arum M, MKM (Dit. Pelayanan Kesehatan Primer)
Editor dan Layout Buku
drg. Grace Monica, MKM; drg. Kartika Andari Wulan, Sp.Pros;
drg. Indra Rachmad Dharmawan , MKM; drg Renta Yulfa Zaini
Sekretariat
Yuanita Rizky Inggarputri, SKM; Mediansyah Saleh, ST
Email
praktikperorangan@gmail.com

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi v
Kebiasaan Baru
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang


Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
penyusunan buku Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut Pada Adaptasi Kebiasaan Baru akhirnya dapat
diselesaikan.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut sangat berdekatan dengan


sumber droplets yang merupakan high risk transmission.
Beberapa tindakan medis juga dapat memicu terjadinya aerosol, dan
menimbulkan risiko penularan COVID-19 melalui airborne. Masa
pandemi COVID-19 pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) tetap menjadi kebutuhan masyarakat dalam upaya menurunkan angka
kesakitan gigi dan mulut.

Kita ketahui bahwa Dokter Gigi dan Terapis Gigi dan Mulut sebagai tenaga kesehatan
sangat rentan tertular Covid-19 pada saat melakukan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut. Untuk mencegah penularan dan melindungi petugas dan masyarakat, diperlukan
penyesuaian tata laksana pelayanan kesehatan gigi dan mulut baik di Puskesmas, Klinik
Pratama maupun Praktik Mandiri Dokter Gigi.

Untuk itu dibutuhkan Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada masa
pandemi dan masa adaptasi kebiasaan baru, sebagai pedoman bagi semua pihak yang
terkait dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP. Juknis ini
diharapkan menjadi acuan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP dalam masa
pandemi COVID-19 dan pada masa adaptasi kebiasaan baru serta sebagai acuan bagi Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam memberikan pembinaan dan pendampingan
supaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat terselenggara dengan baik dan
bermutu.

Saya sampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan Petunjuk Teknis ini dan semoga Allah SWT senantiasa menuntun langkah
kita untuk dapat bersama sama berkontribusi menuju tatanan normal baru, masyarakat
sehat, aman dan produktif.

Jakarta, April
2021 Direktur Jenderal Pelayanan
Kesehatan

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


vi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp. THT-KL(K ), MARS

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi vii
Kebiasaan Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
vi
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
KATA SAMBUTAN
KETUA KOMITE KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas karunia-Nya, Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan
Gigi dan Mulut Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru dapat
ditetapkan. Sebagaimana diketahui bahwa COVID-19 telah
menjadi masalah kesehatan global setelah ditetapkan
sebagai pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia/ World
Health Organization (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020.
COVID-19 sudah menyebar di hampir seluruh negara,
termasuk Indonesia. Selama 10 bulan terakhir sejak
pandemi ditetapkan, kita dihadapkan pada keseharian
untuk berdampingan dengan COVID-19 dan kondisi ini masih
terus berlanjut hingga beberapa waktu yang belum dapat
ditentukan kapan akan berakhir.

Menyikapi kondisi tersebut, maka perlu disusun suatu pedoman tatalaksana pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dengan mengutamakan protokol kesehatan sebagai acuan bagi
tenaga kesehatan gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Sehingga diharapkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masa pandemi dan
adaptasi kebiasaan baru tetap dapat terlaksana dengan menjaga mutu/kualitas
pelayanan dan patient safety. Dengan demikian diharapkan dapat menurunkan angka
kesakitan gigi dan mulut di masyarakat.

Akhir kata, saya ucapkan apresiasi dan terima kasih kepada Tim Penyusun dan teman
sejawat yang telah bahu membahu menyusunnya, semoga buku Petunjuk Teknis ini dapat
memberikan manfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas, Klinik
Pratama, Praktik Mandiri Dokter Gigi dan pihak-pihak lain yang terkait pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di FKTP. Semoga Allah SWT selalu memberikan kita kekuatan
dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dan untuk bersama – sama berkontribusi
mewujudkan masyarakat yang sehat.

Jakarta, April
2021 Ketua Komite Kesehatan Gigi dan
Mulut

drg. Tritarayati, SH, MH.Kes.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi vii
Kebiasaan Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
viii di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
KATA PENGANTAR
DIREKTUR PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,


karena berkat rahmatNya penyusunan buku Petunjuk Teknis
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama pada Adaptasi Kebiasaan Baru, akhirnya
dapat diselesaikan. Pedoman ini dibuat untuk memberikan
panduan bagi dokter gigi dan terapis gigi dan mulut dalam
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam
masa pandemi dan adapatasi kebiasaan baru pasca
pandemi COVID-19.

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah merubah


tatanan kehidupan masyarakat, karena ancaman virus
COVID-19 harus diwaspadai untuk mencegah meningkatnya
kembali jumlah kasus, sehingga kebiasaan baru perlu diimplementasikan. Adaptasi kebiasaan
baru adalah perubahan perilaku untuk menjalankan aktivitas normal namun dengan
tetap menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penularan COVID-19, menyesuaikan
dengan pola hidup normal namun mengurangi kontak fisik dengan orang lain, tetap
menerapkan protokol kesehatan.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas,
Klinik Pratama, Dokter Gigi Praktik Mandiri) merupakan pelayanan terdepan dalam
penanganan kesehatan gigi dan mulut pada masa pandemi COVID-19 dan Adaptasi
Kebiasaan Baru. Dalam menghadapi masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru pelayanan
kesehatan gigi di FKTP perlu mempersiapkan protokol pelayanan dalam rangka melayani
masyarakat tanpa mengabaikan keselamatan dan kesehatan pasien dan tenaga kesehatan
dari resiko penularan COVID-19.

Dengan adanya buku Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada
Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, diharapkan dapat memberikan panduan bagi tenaga
kesehatan di FKTP dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Saya
menyampaikan terima kasih kepada tim penyusun buku ini, semoga hasil kerja kita
bersama dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara dalam upaya menurunkan angka
kesakitan gigi dan mulut.

Salam Sehat Sehat Indonesia

Jakarta, April
2021 Direktur Pelayanan Kesehatan
Primer

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi ix
Kebiasaan Baru
drg. Saraswati, MPH

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


x di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
x Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
xi
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru
DAFTAR ISI

Sambutan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan ................................................................... v


Sambutan Ketua Komite Kesehatan Gigi dan Mulut .................................................................. vii
Kata Pengantar ......................................................................................................................................... ix
Daftar Isi ...................................................................................................................................................... xi
Daftar Singkatan ...................................................................................................................................... xiii
Daftar Tabel ................................................................................................................................................ xiv
Daftar Gambar .......................................................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 01


A. Latar Belakang .............................................................................................................. 01
B. Tujuan .............................................................................................................................. 02
C. Ruang Lingkup .............................................................................................................. 02
D. Sasaran ............................................................................................................................ 03
BAB II KONSEP TRANSMISI SARS-CoV-2 DAN DAMPAK INFEKSI COVID-19
PADA PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ............................................ 04
A. Rantai Penularan SARS-CoV-2 ............................................................................... 04
B. Potensi Penularan/Transmisi SARS-CoV-2 dalam Pelayanan
Kesehatan
Gigi dan Mulut .............................................................................................................. 05
C. Gejala Klinis Infeksi COVID-19 .............................................................................. 06
D. Dampak Infeksi COVID-19 pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan 08
Mulut .
E. Upaya Mitigasi Infeksi COVID-19 .......................................................................... 08
BAB III PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PADA PELAYANAN
KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT
PERTAMA ................................................................................................................................. 11
3.1. TAHAP PERSIAPAN .................................................................................................... 13
A. Pengaturan Aliran Udara dan Ventilasi ..................................................... 13
B. Pengelolaan Air Bersih ..................................................................................... 20
C. Pengaturan dan Pengelolaan Ruangan ..................................................... 20
3.2. TAHAP SEBELUM KUNJUNGAN PASIEN ............................................................. 23
A. Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien Pra-Kunjungan .................. 23
B. Pengelolaan Penjadwalan Perawatan Pasien ........................................ 27
3.3. TAHAP SAAT KUNJUNGAN PASIEN ..................................................................... 30
A. Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien Saat Kunjungan ................ 30
B. Penerapan Kewaspadaan Isolasi ................................................................. 31
1. Kewaspadaan Standar ............................................................................. 32

di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan


Baru
2. Kewaspadaan Transmisi ......................................................................... 50

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi xi
Kebiasaan Baru
3.4. TAHAP SETELAH KUNJUNGAN PASIEN ............................................................. 56
A. Pembersihan Lingkungan Kerja ................................................................... 56
B. Pengelolaan Peralatan Medis ........................................................................ 59
C. Pengelolaan Limbah Medis ............................................................................ 65
BAB IV MANAJEMEN PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
DI FKTP .................................................................................................................................... 69
BAB V PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) PADA
MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU .......................................................................... 72
A. USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS) ........................................................ 73
B. USAHA KESEHATAN GIGI MASYARAKAT (UKGM) ............................................ 81
BAB VI PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAYANAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT DI FKTP PADA MASA ADAPATASI KEBIASAAN BARU 85
..
A. Pembinaan ..................................................................................................................... 85
B. Pemantauan dan Evaluasi ....................................................................................... 85
BAB VII PENUTUP ................................................................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 87
LAMPIRAN ................................................................................................................................................ 97

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


xii di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
DAFTAR SINGKATAN

WHO World Health Organization


CDC Center for Disease Control
COVID-19 Corona Virus Disease 2019
KKMMD Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
PHEIC Public Health Emergency of International Concern
FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
PPI Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
APD Alat Pelindung Diri
HVE High Volume Evacuator
BMHP Bahan Medis Habis Pakai
ROP Re-Order Point
PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
SARS-CoV-2 Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
ASPAK Aplikasi Sarana Prasarana Alat Kesehatan
SIRANAP Sistem Rawat Inap
SIRAJAL Sistem Rawat Jalan
SIRS Sistem Informasi Rumah Sakit
NCC National Command Center
ITPH Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
ABHR Alcohol-Based Hand Rubs
TGM Terapis Gigi dan Mulut
ASTM Americans Standard Testing and Materials
CTPS Cuci Tangan Pakai Sabun
NIOSH The National Institute for Occupational Safety and Health
EPA Environmental Protection Agency
HEPA High Efficiency Particulate Air
CDRA Clean Air Delivery Rate
CFM Cubic Feet per Minute

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi xiii
Kebiasaan Baru
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Bioaerosol ............................................................................................ 06


Tabel 2.2 Formulir Pendataan Penulusuran Kontak Pasien COVID-19 ........................ 09
Tabel 3.1 Kerangka Kerja PPI Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut di Masa
Adaptasi Kebiasaan Baru ........................................................................................... 11
Tabel 3.2 Kategori Tingkat Risiko Pekerjaan dan Tindakan Dalam Pelayanan
Kesehatan gigi dan mulut .......................................................................................... 12
Tabel 3.3 Rekomendasi ACH untuk Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut .................. 16
Tabel 3.4 Durasi Waktu Kerja HEPA Filter berdasarkan ACH .......................................... 18
Tabel 3.5 Ruang Lingkup Teledentistry .................................................................................... 24
Tabel 3.6 Kategori Kebersihan Tangan (hand hygiene) ...................................................... 32
Tabel 3.7 Macam dan Indikasi Penggunaan Penutup Kepala (Head Cap) .................... 36
Tabel 3.8 Ketentuan dan Indikasi Penggunaan Goggles dan Face Shield ...................... 37
Tabel 3.9 Kategori Sarung Tangan Medis (Medical Gloves) .............................................. 39
Tabel 3.10 Kategori Masker dan Perbedaannya ...................................................................... 39
Tabel 3.11 Kategori Masker Respirator Tipe Particulate .................................................... 40
Tabel 3.12 Metode Dekontaminasi Masker N95 ..................................................................... 45
Tabel 3.13 Klasifikasi Pakaian Kerja menurut AAMI & FDA .............................................. 47
Tabel 3.14 Klasifikasi Sepatu Pelindung .................................................................................... 49
Tabel 3.15 Strategi Mengurangi Paparan Droplet di Kedokteran Gigi .............................. 51
Tabel 3.16 Spesifikasi High Vacuum Evacuator ....................................................................... 55
Tabel 3.17 Tahapan Dekontaminasi Peralatan Medis .......................................................... 60
Tabel 3.18 Klasifikasi Dekontaminasi berdasarkan macam barang yang
terkontaminasi ............................................................................................................... 61
Tabel 3.19 Daftar Disinfektan yang efektif untuk menginaktivasi virus SARS-CoV-2 62
Tabel 4.1 Contoh Pengelolaan BMHP ........................................................................................ 70
Tabel 5.1 Penyesuaian dan Penundaan Kegiatan UKGS ..................................................... 73
Tabel 5.2 Daftar Program Promosi Kesehatan Berbasis Web ......................................... 84

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


xiv di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rantai Transmisi Infeksi Sars-CoV-2 ............................................................... 05


Gambar 2.2 Ilustrasi Rute Transmisi Bioaerosol di Ruang Pelayanan Kesehatan
gigi dan mulut ........................................................................................................... 06
Gambar 2.3 Ilustrasi Gejala Klinis Infeksi COVID-19 ......................................................... 07
Gambar 2.4 Contoh Manifestasi Oral Infeksi COVID-19 ................................................... 07
Gambar 3.1 Skema Perencanaan dan Aksi Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
di Masa Adaptasi Baru .......................................................................................... 12
Gambar 3.2 Elemen Utama dari Prinsip Ventilasi yang mempengaruhi Transmisi
Airborne ...................................................................................................................... 13
Gambar 3.3 Ilustrasi Sistem Ventilasi Bangunan ................................................................ 14
Gambar 3.4 Rumus Perhitungan Ventilation Rate Minimal ............................................ 15
Gambar 3.5 Simulasi Perhitungan Pertukaran Udara per jam (ACH) ........................ 15
Gambar 3.6 Contoh Air Extractor atau Exhaust Fan ........................................................... 16
Gambar 3.7 Ilustrasi Penempatan Ventilasi Mekanik di Ruang Pelayanan
Kesehatan gigi dan mulut .................................................................................... 17
Gambar 3.8 Instalasi HEPA Filter .............................................................................................. 19
Gambar 3.9 Contoh Pemasangan Pembatas Meja Konsultasi Dokter Gigi-Pasien .... 21
Gambar 3.10 Pengaturan Zona dalam Ruang Pelepasan (Doffing) APD ....................... 23
Gambar 3.11 Zona pelepasan APD dalam Ruang Pelepasan (Doffing) APD .............. 23
Gambar 3.12 Contoh Media Teledentistry (sehatpedia, Kemenkes) .............................. 25
Gambar 3.13 Skema Alur Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut di Masa Adaptasi
Baru ............................................................................................................................... 25
Gambar 3.14 Skema Alur Seleksi Prioritas Kebutuhan Perawatan Pasien ................. 27
Gambar 3.15 Contoh Skema Alur Seleksi Prioritas Kebutuhan Perawatan Pasien ..... 28
Gambar 3.16 Kategori Tindakan Perawatan Kedokteran Gigi Berdasarkan
Kegawatdaruratan .................................................................................................. 29
Gambar 3.17 Skema Alur Penentuan Jeda Waktu Antarpasien - Tindakan Aerosol
Risiko Tinggi .............................................................................................................. 29
Gambar 3.18 Skema Alur Penapisan (Skrining Kedua) Kunjungan Pasien di FKTP ... 30
Gambar 3.19 Penerapan Kewaspadaan Isolasi ...................................................................... 31
Gambar 3.20 Lima Momen Kebersihan Tangan ..................................................................... 33
Gambar 3.21 Akses Sarana Kebersihan Tangan ..................................................................... 34
Gambar 3.22 Rekomendasi APD untuk Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut ................ 35
Gambar 3.23 Tata Cara Memakai (donning) dan melepas (doffing) goggles dan
face shields .................................................................................................................. 38
Gambar 3.24 Cara Identifikasi Keaslian Masker N95 ........................................................... 40

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi xv
Kebiasaan Baru
Gambar 3.25 Tahapan Pemakaian Masker N95 ..................................................................... 41
Gambar 3.26 Tahapan Pelepasan Masker N95 ....................................................................... 41
Gambar 3.27 Ilustrasi Tahapan Penyimpanan Masker N9 ................................................. 43
Gambar 3.28 Simulasi Rotasi Masker N95 ............................................................................... 43
Gambar 3.29 Evaluasi Kondisi Masker N95 ............................................................................. 44
Gambar 3.30 Dekontaminasi Masker N95 dengan Metode Dry Heat .............................. 46
Gambar 3.31 Dekontaminasi Masker N95 menggunakan Mesin Penghangat
Selimut Rumah Sakit .............................................................................................. 46
Gambar 3.32 Cara Meletakkan Masker N95 Untuk Persiapan Dekontaminasi
dengan UVGI .............................................................................................................. 47
Gambar 3.33 Rekomendasi Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ............................... 50
Gambar 3.34 Rubber Dam Kit ......................................................................................................... 52
Gambar 3.35 Contoh Manajemen Aerosol dan Air Menggunakan Teknologi HVE
Mirror System ........................................................................................................... 54
Gambar 3.36 Contoh Manajemen Aerosol Menggunakan Intra Oral HVE .................... 54
Gambar 3.37 Contoh Manajemen Aerosol Menggunakan Extra Oral HVE ..................... 55
Gambar 3.38 Tempat Sampah di Ruang Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut ........58
Gambar 3.39 Contoh Spill Kit ......................................................................................................... 59
Gambar 3.40 Skema Alur Dekontaminasi Peralatan Medis di FKTP ............................... 60
Gambar 3.41 Contoh Peralatan Desinfeksi Tingkat Tinggi ................................................ 62
Gambar 3.42 Contoh Pengemasan Peralatan Medis ............................................................. 63
Gambar 3.43 Contoh Alat Sterilisator Uap ............................................................................... 64
Gambar 3.44 Contoh Alat Sterilisator Panas Kering ............................................................ 64
Gambar 3.45 Desain Fasilitas/Unit Dekontaminasi Satu Kamar ................................... 65
Gambar 3.46 Ember bertutup Sebagai Tempat Merendam Linen atau APD Bekas
Pakai ............................................................................................................................. 68
Gambar 3.47 Kotak Tempat Pembuangan Limbah Tajam .................................................. 68
Gambar 4.1 Reorder Point Curve ................................................................................................ 71
Gambar 5.1 Implementasi Penyuluhan menggunakan metode Pesan Berseri ...... 74
Gambar 5.2 Lima Posisi Foto Intra Oral yang Diperlukan Utk Telediagnosis/
Telesurvey ................................................................................................................... 76
Gambar 5.3 Kuesioner Kesehatan gigi dan Mulut Anak yang Telah Diunggah
dalam Bentuk Formulir Daring .......................................................................... 78
Gambar 5.4 Cara Mengeluarkan Pasta Gigi ........................................................................... 79
Gambar 5.5 Setiap peserta perlu menjaga jarak selama kegiatan UKGS .................... 80

di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan


Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
xvi

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi xvii
Kebiasaan Baru
DISCLAIMER
Buku Petunjuk Teknis ini disusun mengacu pada beragam
informasi terkini yang didapatkan saat buku ini ditulis dan
diterbitkan. Namun mengingat perkembangan informasi
terkait COVID-19 di dunia setiap saat senantiasa
diperbaharui maka informasi yang tercantum dalam buku ini
dapat berbeda untuk menyesuaikan dengan informasi yang
terkini.

di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan


Baru
xviii Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
xvii
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 atau (SARS-CoV-2), yang diidentifikasi
pertama kali di kota Wuhan, Cina pada akhir bulan Desember 2019. Penyakit ini
menular dari orang ke orang dan berkembang menjadi wabah di seluruh dunia
sehingga pada tanggal 30 Januari 2020, World Health Organization (WHO)
menetapkan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) atau Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC) lalu pada tanggal 11 Maret 2020 ditetapkan sebagai
pandemi dunia. Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai penyakit yang
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di Indonesia melalui Keputusan
Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat COVID-19, yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19
Sebagai Bencana Nasional. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 9A Tahun 2020, yang diperbaharui dengan
Keputusan nomor 13A Tahun 2020, mengenai ketetapan Status Keadaan Tertentu
Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia, maka wajib
dilakukan langkah tanggap darurat COVID-19 serta upaya pencegahan dan
pengendalian penyebaran COVID-19.

Tingginya penambahan dan penyebaran kasus COVID-19 di Indonesia berdampak


pada semua aspek kehidupan masyarakat. Tidak hanya di bidang kesehatan, pandemi
COVID-19 juga mempengaruhi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
dan keamanan serta kesejahteraan masyarakat Indonesia. Beberapa langkah strategis
penanggulangan COVID-19 dilakukan untuk memutus rantai penularan melalui
penetapan berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya adalah adaptasi kebiasaan
baru. Masa adaptasi kebiasaan baru diartikan sebagai tatanan perilaku yang
memungkinkan masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas sehari-harinya
berdampingan dengan COVID-19.

Pelayanan kesehatan adalah bidang yang paling terdampak pandemi COVID-19.


Tingginya tingkat penularan dan jumlah kasus COVID-19 tidak sebanding dengan
tingkat kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan dalam merespon gelombang
pandemi secara cepat dan tepat. Survey WHO menyebutkan bahwa pandemi COVID-19
berimbas pada terganggunya akses pelayanan masyarakat yang membutuhkan
pemeriksaan dan pengobatan selain kasus COVID-19 di fasilitas pelayanan
kesehatan, terutama pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Tindakan medis dalam
pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat memicu terjadinya droplets dan aerosol,

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


02 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
contohnya penggunaan ultrasonic scaling dan high speed

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 01
Kebiasaan Baru
air driven handpiece, yang berpotensi meningkatkan risiko penularan COVID-19 melalui
udara. Oleh karena itu, diperlukan penyesuian penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP).

Mengingat akhir pandemi COVID-19 tidak dapat dipastikan, Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) harus mampu beradaptasi memenuhi kebutuhan masyarakat di
tengah pandemi COVID-19, baik dalam bentuk pemenuhan sumber daya dan
pengaturan sistem/alur pelayanan. Setiap penanggung jawab FKTP harus
memastikan bahwa semua pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan gigi dan
mulut, tersedia untuk masyarakat secara optimal tanpa mengabaikan keselamatan
petugas kesehatan dan masyarakat yang dilayani.

Dalam upaya mencegah penularan dan melindungi petugas dan masyarakat,


diperlukan penyesuaian tata laksana pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP
(Puskesmas, Klinik Pratama, Praktik Mandiri Dokter Gigi). Saat ini terdapat 10.166
Puskesmas (berdasarkan Kepmenkes 9853 tahun 2020 tentang Data Puskesmas
Terregistrasi Semester 1 Tahun 2020), 7920 Klinik Pratama serta 7504 Praktik
Mandiri Dokter Gigi (berdasarkan Risfaskes 2019) yang tersebar di berbagai
daerah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu disusun Petunjuk Teknis Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru,
sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Petunjuk
Teknis ini diharapkan juga menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di FKTP.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya petunjuk teknis sebagai acuan FKTP dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masa
adaptasi kebiasaan baru.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan acuan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
di FKTP pada masa adaptasi kebiasaan baru sebagai upaya perlindungan
kepada tenaga kesehatan gigi dan mulut serta masyarakat.
b. Memberikan acuan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) pada pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di FKTP
c. Memberikan acuan bagi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
dalam melakukan pembinaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
FKTP.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di FKTP pada
masa pandemi COVID-19 dan adaptasi kebiasaan baru ini meliputi:
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
02 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
1. Konsep Transmisi SARS-CoV-2 dan Dampak Infeksi COVID-19 pada Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 01
Kebiasaan Baru
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di FKTP.
3. Manajemen Logistik Bahan Kedokteran gigi.
4. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pada masa adaptasi
kebiasaan baru di FKTP.
5. 5.Pembinaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di FKTP pada masa Adapatasi Kebiasaan Baru

D. Sasaran
1. FKTP yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
3. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
4. Lintas Kementerian/Lembaga
5. Lintas Program di Kementerian Kesehatan

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


04 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
BAB II
KONSEP TRANSMISI SARS-CoV-2 DAN DAMPAK
INFEKSI COVID-19 PADA PELAYANAN
KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Sejak World Health Organization (WHO) mendeklarasikan pandemik global penyakit COVID-
19 di bulan Maret 2020, FKTP yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memerlukan beberapa perubahan
signifikan dalam pelaksanaan pelayanannya untuk mencegah dan memutus mata rantai
penularan virus SARS-CoV-2. Studi menunjukkan reseptor Angiotensin-Converting Enzyme 2
(ACE2) terdeteksi di kelenjar saliva dan mukosa lidah, artinya virus SARS-CoV-2 masuk
melalui saluran pernafasan menuju rongga mulut dan dapat terdistribusi melalui paparan
droplets dan aerosol pada tubuh atau wajah tenaga kesehatan gigi dan mulut serta pasien.1
Selain batuk, bersin atau bernafas cepat, aktivitas berbicara saat konsultasi tatap muka
dokter dengan pasien dan tindakan perawatan gigi dinyatakan sebagai salah satu cara
transmisi infeksi.2 Oleh karena itu, dokter gigi merupakan salah satu profesi yang berisiko
tinggi untuk tertular dan menyebarkan virus SARS- CoV-2 karena berkontak erat (jarak
intim radius 0-45 cm) dengan pasien dan terpapar droplets atau aerosol dari tindakan
yang dilakukan.3

A. Rantai Penularan SARS-CoV-2


Untuk memutus mata rantai penularan virus penyebab COVID-19, perlu dipahami 6
(enam) komponen rantai penularan atau rantai infeksi (chain of infection) COVID-19
agar upaya pencegahan dan pengendalian infeksi COVID-19 dapat dilaksanakan dengan
baik, yaitu :
1. Agen infeksi (infectious agent) COVID-19 adalah severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2).2
2. Wadah/sumber agen infeksi (reservoir) adalah habitat dimana agen infeksi
(SARS- CoV-2) dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak. Berdasarkan studi,
reservoir SARS-CoV-2 adalah manusia (saluran pernapasan atas dan bawah,
kelenjar saliva, saluran pencernaan), binatang dan lingkungan (permukaan
benda yang terpapar bioaerosol, air limbah).1, 2, 4
3. Pintu keluar (portal of exit) adalah lokasi agen infeksi (SARS-CoV-2)
meninggalkan reservoir, yaitu melalui saluran pernafasan (droplets yang
keluar dari hidung dan mulut saat berbicara/bersin/batuk, atau tindakan
yang menghasilkan aerosol), saluran pencernaan dan diduga
transplasenta.5, 6
4. Cara penularan (mode of transmission) adalah cara agen infeksi (SARS-
CoV-2) berpindah dari sumber agen infeksi (reservoir) ke pejamu rentan
(susceptible host), yaitu kontak langsung, kontak tidak langsung (melalui
tangan/peralatan medis/ permukaan benda yang terkontaminasi bioaerosol),

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 03
Kebiasaan Baru
vehikulum, vektor dan diduga melalui fecal-oral (bila kondisi sanitasi dan
lingkungan kurang baik).7-10

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


04 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
5. Pintu masuk (portal of entry) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang
rentan, dalam hal ini melalui mata (konjungtiva), mukosa hidung dan
mulut.
6. Pejamu rentan (susceptible host) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh
menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi (SARS-CoV-2). Pejamu
rentan infeksi COVID-19 adalah laki-laki dan perempuan segala usia yang
memiliki riwayat penyakit kronis (diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular,
hipertensi, kelainan pada hati dan ginjal), status gizi buruk, riwayat
pengobatan dengan imunosupresan dan kondisi lainnya yang mengakibatkan
kekebalan tubuh menurun.

Gambar 2.1. Rantai Transmisi Infeksi SARS-CoV-2 2, 9, 11

B. Potensi Penularan/Transmisi SARS-CoV-2 dalam Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut WHO-CDC (2020) menyatakan bahwa transmisi virus SARS-CoV-2 terjadi bila
seseorang sehat menghirup droplets atau aerosol secara langsung dalam jarak
dekat (berkontak erat) dari seseorang yang terkonfirmasi positif baik bergejala
maupun tidak, ataupun berkontak tidak langsung dengan permukaan yang
terkontaminasi virus.16, 17

Tindakan kedokteran gigi yang dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan gigi dan
mulut berpotensi menularkan virus SARS-CoV-2 kepada dokter gigi, tenaga pelaksana
lainnya, pasien atau pengunjung. Tingkat resiko tertular virus SARS-CoV-2 pada
dokter gigi termasuk dalam kategori resiko sangat tinggi, karena pekerjaan dokter
gigi berkontak erat dengan pasien dan banyak menggunakan peralatan yang
berpotensi menimbulkan aerosol dalam beberapa tindakan seperti preparasi gigi,
pembersihan kalkulus (scaling) dan tindakan bedah mulut.2 Ketika aerosol menyatu
dengan cairan darah dan saliva dalam rongga mulut maka akan menghasilkan
bioaerosol, yaitu aerosol infeksius yang mengandung bakteri, jamur dan virus dan
mampu melayang di udara dalam kurun waktu tertentu. Bioaerosol yang dihasilkan
dari pasien yang terinfeksi COVID-19 dapat menjadi sumber penularan infeksi jika
terhirup oleh tenaga kesehatan gigi dan mulut dan atau pasien lain (Tabel 2.1).12, 13
Tindakan lain yang juga menghasilkan bioaerosol adalah penggunaan

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 05
Kebiasaan Baru
air-water/three way syringe, prophylaxis cups, proses grinding model gipsum
menggunakan mesin trimmer, dan pemolesan gigi tiruan menggunakan mesin poles.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


06 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Tabel 2.1 Karakteristik Bioaerosol14, 15

Gambar 2.2 Ilustrasi Rute Transmisi Bioaerosol di Ruang Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut 7, 18, 19

C. Gejala Klinis Infeksi COVID-19


Gejala klinis COVID-19 dapat terjadi dari ringan, sedang, sampai berat, dan tidak
sedikit orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 tidak mengalami gejala apapun.
Setiap orang memiliki respon tubuh yang berbeda terhadap COVID-19. Penting bagi
dokter gigi untuk memahami periode inkubasi virus SARS-CoV-2 dan gejala klinis
infeksi COVID-19 agar mampu mendeteksi kondisi kesehatan pasien sedini
mungkin. CDC (2020) menyatakan bahwa periode inkubasi virus SARS-CoV-2
adalah rerata 5-6 hari dalam kurun waktu 1-14 hari, terhitung mulai terpapar virus
hingga timbul gejala klinis infeksi COVID-19. Pada beberapa kasus, dilaporkan
adanya penularan virus SARS-CoV-2 dari seseorang yang terinfeksi namun belum
menunjukkan gejala (presimtomatik) kepada orang lain yang sehat dikarenakan
tingginya konsentrasi virus pada sekret saluran pernafasan. Selain itu dilaporkan juga
bahwa seseorang asimtomatik dan simtomatik COVID-19, memiliki viral load yang
serupa sehingga keduanya sangat berpotensi untuk menularkan virus SARS- CoV-2.

Demam, batuk dan fatigue/kelelahan merupakan gejala yang paling umum terjadi
pada orang yang terinfeksi COVID-19. Gejala penyerta lainnya adalah nyeri kepala,
diare, hidung tersumbat, hilang penciuman dan pembauan, nyeri abdominal, mual
muntah, nyeri dada, pilek (rhinorrhoea) nyeri tenggorakan (pharyngalgia) atau ruam
kulit. Kurang lebih 90% pasien COVID-19, menunjukkan lebih dari satu gejala klinis
utama dan penyerta (merujuk pada KMK No. HK.01.07/MENKES/413/20).

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 05
Kebiasaan Baru
Gambar 2.3. Ilustrasi Gejala Klinis Infeksi COVID-1919

Rongga mulut merupakan salah satu reservoir berbagai mikroorganisme patogen dan
dapat memperlihatkan manifestasi oral berbagai penyakit.20 Reseptor ACE2 yang
terdapat di sel epitel kelenjar saliva dan lidah merupakan reseptor utama virus SARS-
CoV-2, dimana ekspresi ACE2 pada kelenjar saliva minor lebih tinggi dibandingkan
pada organ paru.21,22 Akan tetapi hingga saat ini, keberadaan lesi di rongga mulut
belum dapat dipastikan sebagai indikator awal gejala klinis infeksi COVID-19.23
Kajian lebih lanjut masih sangat diperlukan untuk memastikan apakah lesi pada
rongga mulut pasien diakibatkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 (direct viral
infection) atau akibat dari memburuknya kondisi sistemik pasien (infeksi
oportunistik), ataukah sebagai efek samping pengobatan infeksi COVID-19.24 Dokter
gigi tetap harus mewaspadai keberadaan lesi di rongga mulut dan disarankan untuk
berkonsultasi kepada Spesialis Penyakit Mulut, apabila menemukan kondisi
mukosa mulut yang meragukan.

Gambaran lesi enanthem pada mukosa labial dan palatal yang


disertai deskuamasi gingiva pada pasien terkonfirmasi positif
COVID-19

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


08 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 2.4. Contoh Manifestasi Oral Infeksi COVID-19 25

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 07
Kebiasaan Baru
D. Dampak Infeksi COVID-19 pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Infeksi yang didapat di fasilitas pelayanan kesehatan dapat berkembang dan
menciptakan serangkaian masalah baru bagi pasien dan tenaga kesehatan sehingga
menjadi risiko dan ancaman bagi kelangsungan hidup mereka. Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan/ ITPH (Healthcare Associated Infections) adalah infeksi yang
terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, dimana saat pasien datang tidak terdapat infeksi dan tidak
sedang dalam periode inkubasi (termasuk infeksi dalam rumah sakit), namun infeksi
timbul setelah pasien pulang. Menurut CDC sekitar satu dari 25 pasien memiliki
infeksi yang didapatkan di pelayanan kesehatan.

ITPH juga terjadi karena risiko pekerjaan, khususnya pada tenaga kesehatan gigi
dan mulut yang melaksanakan proses pelayanan kesehatan di FKTP. Tindakan
medis/invasif sederhana yang dilakukan kepada pasien, berisiko menimbulkan
infeksi apabila standar prosedur pelayanan kesehatan diabaikan. Berbagai
permasalahan yang timbul selama masa pandemi COVID-19, antara lain:27, 28
1. Meningkatnya jumlah dokter gigi yang terpapar virus SARS-CoV-2, akibat
penggunaan alat pelindung diri (APD) tidak sesuai standar dan ketersediaan
infrastruktur yang kurang memadai.
2. Meningkatnya potensi transmisi nosokomial virus SARS-CoV-2 terhadap dokter gigi,
pasien dan petugas lainnya saat pelayanan berlangsung.
3. Menurunnya status kesehatan gigi dan mulut masyarakat karena
meningkatnya insidens penyakit/kelainan gigi dan mulut yang tidak
dirawat.
4. FKTP hanya memberikan pelayanan untuk kasus emergensi sehingga permasalahan
kesehatan gigi dan mulut pasien tidak tertangani, menyebabkan produktifitas
pasien menurun dan pasien tidak mampu bekerja secara optimal.
5. Menurunnya produktifitas sumber daya dan kemampuan pembiayaan fasilitas
kesehatan karena membatasi pelayanan yang diberikan.
6. Memicu timbulnya permasalahan finansial akibat penurunan produktifitas kerja
tenaga kesehatan gigi dan mulut.
7. Memicu timbulnya masalah kesehatan mental tenaga kesehatan gigi dan mulut
seperti ansietas atau cemas berlebih dll.
8. Memberikan citra buruk bagi fasilitas pelayanan kesehatan bahkan kerugian
materiil akibat ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang tidak optimal
yang disertai penuntutan ke ranah hukum .

E. Upaya Mitigasi Infeksi COVID-19


Upaya mitigasi untuk memutus mata rantai infeksi dan mengurangi dampak
penyebaran infeksi COVID-19 dilakukan melalui beberapa strategi yaitu:52
1. Mitigasi Klinis (Clinical Mitigation)
Merupakan strategi mitigasi yang memastikan adanya penanganan
adekuat pada pasien yang terinfeksi COVID-19 dan membutuhkan perawatan
(baik kasus ringan hingga parah), serta memastikan keberlangsungan
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
08 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
pelayanan kesehatan non-COVID-19 tetap berjalan dengan optimal di masa
adaptasi kebiasaan baru.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 07
Kebiasaan Baru
Dalam hal ini perlu memperhatikan penerapan kewaspadaan isolasi yang
meliputi kewaspadaan standar dan transmisi.
2. Mitigasi Komunitas (Community Mitigation)
Merupakan aksi untuk memutus mata rantai penyebaran infeksi COVID-19
melalui berbagai program dan kegiatan yang dilakukan oleh individu perorangan,
komunitas masyarakat, petugas kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan secara
bersama-sama dengan dukungan dari Kementerian Kesehatan.
3. Pencatatan dan Pelaporan (Contact Tracing)
Merupakan upaya mitigasi untuk memperlambat dan memutus mata rantai
penyebaran infeksi COVID-19 melalui penelusuran kontak erat, melalui
langkah- langkah berikut:
a. Melakukan pelaporan hasil pemeriksaan pasien yang telah terkonfirmasi
positif COVID-19 (berdasar hasil RT-Antigen atau RT-PCR positif) maksimal
dalam kurun waktu 1x24 jam ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten agar
dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Tabel 2.2. Formulir Pendataan Penelusuran Kontak Pasien COVID-19 53


Nomer Alamat Lengkap
Nomer Jenis Tanggal Hubungan APD
Indek Nama No. Kategori
Identifikasi Kelami Usia Kontak/ dengan yang Durasi5
Kasus Lengkap HP Kontak3
Konfirmasi/ Kontak2 n (L/P) Jalan Desa Kecamatan Kabupaten Paparan kasus dipakai4
primer 1

INOCOVID
#1 K1

K2

Keterangan:
1 Nomer Indeks kasus konfirmasi misal INOCOVID#1
2 Nomer Identifikasi kontakmisalnya K1 merujuk pada kontak nomer 1
3 Kategori kontak: kontak rumah tangga, rumah sakit, puskesmas, klinik, rekan kerja, sosial (di restoran
misalnya), sekolah, satu kendaraan
4 Jika menggunakan APD terutama kategori kontak fasilitas layanan kesehatan (rumah sakit, IGD, puskesmas,
klinik): masker, bedah, sarung tangan, masker N95, dll
5 Perkiraan lama kontak misalnya 5 menit, 1 jam dsb

** Tambahan informasi: Nomor indeks kasus konfirmasi adalah nomor pasien terkonfirmasi positif COVID-19 melalui
RT- Antigen atau RT-PCR (INOCOVID); K1 atau K2 dan seterusnya adalah kode orang dengan riwayat berkontak
dengan pasien positif COVID-19 (INOCOVID); APD yang dipakai adalah yang digunakaan oleh K1 atau K2 dan
seterusnya saat berkontak dengan INOCOVID.

b. Melakukan monitoring pada pasien suspek/probabel COVID-19 melalui


aplikasi teknologi komunikasi digital, hingga pasien dinyatakan
negatif/positif infeksi COVID-19. Jika pasien dinyatakan negatif, maka
formulir yang telah diisi dapat diabaikan. Jika pasien dinyatakan positif,
maka laporkan isian formulir ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dalam
waktu 1x24 jam agar dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Mohon agar
para Dokter Gigi yang melakukan praktik untuk menyimpan nomor Call
Centre Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
c. Melakukan monitoring kondisi kesehatan petugas dan menerapkan
kebijakan kembali bekerja pada tenaga kesehatan pasca terkonfirmasi
positif infeksi COVID-19 yang mengacu pada KEPMENKES No. HK.01.07-
MENKES-413-2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
COVID-19.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 09
Kebiasaan Baru
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PADA
PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terutama pada masa adaptasi kebiasaan
baru merupakan salah satu upaya mitigasi klinis untuk memutus mata rantai penularan virus
SARS- CoV-2, melindungi dan meminimalkan terjadinya infeksi COVID-19 ataupun ITPH pada
tenaga kesehatan, pasien/pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan, serta
masyarakat di sekitarnya. Profesi dokter gigi dinilai berisiko tinggi untuk terinfeksi dan
dapat menjadi agen transmisi silang (cross infection) mikroorganisme patogen kepada
pasien, terapis gigi dan mulut (TGM), teknisi laboratorium teknik kedokteran gigi dan
tenaga kesehatan lainnya, terutama saat melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut. Oleh karena itu, PPI wajib dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan di
setiap FKTP yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Selama masa adaptasi kebiasaan baru, pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat
dilakukan setelah mempertimbangkan secara seksama kondisi pasien dan risiko yang
dihadapi baik oleh pasien maupun tenaga kesehatan gigi dan mulut, menyesuaikan
dengan ketersediaan alat pelindung diri (APD) dan sarana penunjang PPI lainnya serta
tingkat penyebaran infeksi COVID-19 di komunitas setempat. 29 Apabila terdapat
keterbatasan pemenuhan APD dan sarana prasarana di FKTP, maka pelayanan
kesehatan gigi dan mulut diprioritaskan hanya untuk pasien kasus emergensi dan urgen
(khusus tindakan non-aerosol/invasif minimal).16

Tabel 3.1. Kerangka Kerja PPI Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru16, 29,
30

KERANGKA KERJA PPI KESEHATAN GIGI DAN


MULUT DI FKTP - MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Seleksi Kasus dan
1 Status Kesehatan Pasien

Implementasi Skrining dan Triage saat Kunjungan Pasien

Administrasi Tata Kelola Pasien dan Lingkungan Kerja

Implementasi Kewaspadaan Isolasi (Standar dan Transmisi)

Pengendalian Infeksi di Lingkungan Kerja (Desinfeksi dan Sterilisasi)

Pendidikan dan Pelatihan PPI untuk Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut

Manajemen dan Monitoring Kesehatan Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 11
Kebiasaan Baru
Untuk menilai tingkatan risiko pekerjaan dan tindakan pada pelayanan kesehatan gigi
dan mulut, mengacu pada potensi kontak erat dan paparan virus SARS-CoV-2 dari
tindakan yang dilakukan di pelayanan kesehatan gigi dan mulut, sebagai berikut:

Tabel 3.2. Kategori Tingkat Risiko Pekerjaan dan Tindakan


dalam Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut 29, 31-33

Tidak berkontak langsung/erat dengan pasien,


RENDAHTidak terpapar droplets dan aerosol,
Tidak berkontak langsung/erat dengan staf FKTP lainnya
(physical distancing) terutama saat menyelesaikan tugas
administrasi.

Berkontak erat dengan pasien sehat/non COVID-19 saat


melakukan pelayanan kasus emergensi dan urgen,
SEDANGTidak terpapar aerosol, Berkontak erat dengan staf
FKTP lainnya
terutama saat menyelesaikan tugas administrasi,
Pelaksanaan kegiatan kesehatan gigi dan mulut masyarakat
dengan penerapan protokol kesehatan.

Berkontak erat dan melakukan tindakan non-aerosol, pada


pasien TINGGIsuspek/probabel/terkonfirmasi COVID-19,
Berkontak erat dan melakukan tindakan aerosol pada pasien
sehat/ non COVID-19

Berkontak erat dan melakukantindakan aerosol,


SANG Berkontak erat pada pasien
AT suspek/probabel/terkonfirmasi COVID-19,
TING
GI Menangani spesimen darah/cairan tubuh dari pasien
suspek/probabel/terkonfirmasi COVID-19,
Pelaksanaan kegiatan kesehatan gigi dan mulut
masyarakat tanpa penerapan protokol kesehatan.

FKTP harus membuat tahapan perencanaan dan aksi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut selama masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru, mengingat
tindakan yang dilakukan berpotensi menghasilkan bioaerosol dan kemungkinan terjadi kontak
erat dengan pasien.

Tahap Persiapan Tahap Sebelum Tahap Saat Kunjungan Tahap Setelah Kunjungan
Kunjungan Pasien Pasien Pasien

TATA KELOLA
PASIEN DAN RUANGAN,
PENYEDIAAN SARANA
PRASARANA PPI, PENAPISAN/SKRINING
MANAJEMEN DAN KEDUA PASIEN, PROSEDUR PEMBERSIHAN LINGKUNGAN
PELATIHAN PPI UNTUK PERSIAPAN PASIEN KERJA, DESINFEKSI,
TELEDENTISTRY,
TENAGA KESEHATAN, SEBELUM DILAKUKAN STERILISASI,
PENAPISAN/ SKRINING
SISTEMATIKA ALUR KERJA TINDAKAN, FOUR- TELEDENTISTRY UNTUK
PERTAMA PASIEN,
DI FKTP, MONITORING HANDED DENTISTRY, FOLLOW UP KONDISI
PENGELOLAAN
PASIEN, MONITORING
KESEHATAN TENAGA PENJADWALAN KUNJUNGAN PENERAPAN KEWASPADAAN
KESEHATAN ISOLASI (STANDAR DAN KESEHATAN TENAGA
PASIEN KE FKTP
TRANSMISI) KESEHATAN

Gambar 3.1. Skema Perencanaan dan Aksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
di Masa Adaptasi Baru

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


12 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
3.1. TAHAP PERSIAPAN
Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum FKTP menyelenggarakan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di masa adaptasi baru, antara lain:
A. Pengaturan Aliran Udara dan Ventilasi
Upaya yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi bioaerosol atau
kontaminan yang dihembuskan dari saluran pernafasan pasien terinfeksi COVID-19
dengan menyediakan sistem ventilasi yang adekuat di lingkungan kerja FKTP.
Sirkulasi udara mulai dari ruang tunggu pasien hingga ruang pelayanan
kesehatan gigi dan mulut harus diperhatikan dengan mengatur pergerakan
aliran udara, memperhatikan koneksi antar ruangan dan mengidentifikasi
tingkat risiko/potensi paparan infeksi COVID-19. Sistem ventilasi yang buruk
akan meningkatkan risiko penularan infeksi COVID-19 secara airborne,
khususnya pada ruang tindakan yang menimbulkan aerosol. Untuk
mendapatkan aliran udara yang terbebas dari mikroorganisme patogen,
bangunan FKTP harus memperhatikan konsep pengaturan aliran udara/ventilasi
sebagai berikut:
1. Tingkat ventilasi (ventilation rate), merupakan jumlah/volume dan
kualitas udara luar yang masuk ke dalam ruangan. Ventilasi harus mampu
mengatur agar sirkulasi udara menyejukkan ruangan, tidak menimbulkan
kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding maupun langit-langit
dalam waktu-waktu tertentu.
2. Arah aliran udara (airflow direction), merupakan arah pergerakan aliran
udara secara keseluruhan dalam suatu bangunan, dimana perlu
dikondisikan untuk mengalir dari area udara bersih menuju area udara
kotor. Untuk menguji arah aliran udara dalam ruangan, dapat dilakukan
dengan menyalakan lilin atau korek api (smoke test).
3. Distribusi udara atau pola aliran udara (airflow pattern), merupakan
pendistribusian aliran udara luar (bersih) masuk ke setiap bagian
ruangan secara efisien agar mampu menghilangkan polutan udara yang
terdapat dalam ruangan.

Gambar 3.2. Elemen Utama dari Prinsip Ventilasi yang mempengaruhi


Transmisi Airborne79
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 13
Kebiasaan Baru
Untuk memenuhi konsep pengaturan aliran udara tersebut maka terdapat 3
(tiga) model sistem ventilasi yang dapat digunakan yaitu:
1. Ventilasi alami (natural ventilation)
Pengaliran udara bergantung pada kekuatan tekanan angin, kemampuan udara
untuk terapung (buoyancy) dan desain ventilasi bangunan (posisi bukaan
jendela, pintu, kisi-kisi).
2. Ventilasi mekanik (mechanical ventilation)
Pengaliran udara bergantung pada penggunaan alat mekanik (misalnya
kipas angin, exhaust fan) yang diletakkan pada dinding ruangan atau di dekat
jendela atau pada instalasi saluran udara dalam ruangan (ducting supply),
sangat tidak disarankan untuk menggunakan kipas angin yang dipasang
pada langit-langit (ceiling fan).
3. Ventilasi campuran (mixed-mode/hybrid ventilation)
Untuk meningkatkan kuantitas ventilasi khususnya pada ruangan yang
berpotensi terjadi transmisi infeksi secara airborne, pengaliran udara
bergantung pada ventilasi alami yang dikombinasikan dengan ventilasi
mekanik (misalnya, kipas angin/exhaust fan).

Gambar 3.3. Ilustrasi Sistem Ventilasi Bangunan; (1) Alami Satu sisi, (2) Alami
Silang,
(3) Mekanik Silang (4) Campuran (Hybrid atau Mixed-mode)

WHO dan CDC (2020) merekomendasikan FKTP yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan gigi dan mulut agar menata ulang dan memperbaiki sistem ventilasi
ruangan praktik untuk mengurangi risiko penularan infeksi COVID-19 melalui udara
(airborne), dengan mengikuti panduan sebagai berikut:
1. Bangunan harus mempunyai desain ventilasi yang memperhitungkan perputaran
aliran udara meliputi ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik yang
optimal.
2. Memiliki pintu bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau
bukaan permanen (minimal 15% dari luas total lantai) untuk ventilasi
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
14 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
alami.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 15
Kebiasaan Baru
3. Desain ventilasi alami harus mampu mengalirkan udara yang berasal
dari sumber udara bersih masuk ke dalam ruangan dan mengalirkan udara
yang berasal dari sumber infeksi ke luar ruangan atau area yang membantu
terjadinya proses dilusi (pengenceran) udara.
4. Penerapan aliran udara dan desain ventilasi alami sangat tergantung pada
kondisi iklim di masing-masing daerah, sehingga memungkinkan adanya
fluktuasi pada ventilation rate, suhu ruangan serta tidak konsistennya arah
aliran udara.
5. FKTP yang menggunakan sistem ventilasi alami (terutama pada bangunan
baru dan FKTP yang melakukan renovasi bangunan) harus mengatur
ventilation rate sesuai ketentuan berikut:
a. ruang praktik tindakan aerosol, rata-rata 160 L/dt per pasien per jam.
b. ruang praktik tindakan non-aerosol, min. 80 L/dt per pasien per jam.
c. ruang konsultasi pasien atau bangsal pasien, min. 60 L/dt per pasien per
jam
d. ruang tunggu pasien atau koridor, min. per jamnya 2,5 L/dt/m3 per pasien
e. poin 1 dan 2 untuk ruangan berukuran 4x2x3 m3
6. WHO menggunakan istilah liter/detik/pasien (L/dtk/pasien) dibandingkan
istilah air changes per hour (ACH) karena dianggap lebih mampu
mengidentifikasi secara langsung hubungan antara tingkat paparan dan
kebutuhan ventilation rate untuk membantu perhitungan kapasitas jumlah
pasien dalam ruangan (dapat dihitung dengan Rumus Perhitungan ACH atau
menggunakan alat anemometer). CDC (2020) merekomendasikan sirkulasi
udara minimal 6 -12x ACH per jam dan khusus untuk kamar mandi/toilet
10xACH per jam.

Rumus Perhitungan Ventilation Rate (VR) Minimal :

VR (L/dtk) = k x kecepatan angin (m/dtk) x luas area bukaan


terkecil (m²) x 1000 (L/m³)

nilai k = 0,05 untuk ventilasi alami satu sisi (single-sided)


nilai k = 0,65 untuk ventilasi alami silang (cross-sided)
apabila bukaan jendela menggunakan jaring penghalang nyamuk maka nilai VR (L/dtk)
x 0,5

Gambar 3.4. Rumus Perhitungan Ventilation Rate Minimal110

Rumus Perhitungan ACH (Air Changes per


Hours) :

ACH = luas jendela x kecepatan udara x 3600 detik/jam


volume ruangan

Contoh :
Luas jendela terbuka : tinggi 1 m x Lebar 1 m = 1 m²
Kecepatan udara melalui jendela : 1 m/detik
Volume ruangan : panjang x lebar x tinggi = 5 x 4 x 3 m
= 60m³
Maka nilai ACH-nya adalah 1 m² x 1 m/detik x 3600
detik/jam = 60 ACH 60 m³

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


16 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 3.5. Simulasi Rumus Perhitungan Pertukaran Udara per jam (ACH);
(kiri) menggunakan rumus; (kanan) alat digital anemometer

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 17
Kebiasaan Baru
Tabel 3.3. Rekomendasi ACH untuk Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut

ACH Untuk Ruangan Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut

Area ACH
ruang tindakan yang tertutup (aerosol) 12
ruang tindakan bedah mulut 15
ruang tindakan non aerosol 8-12
ruang konsultasi 6
ruang untuk dekontaminasi peralatan
10
(desinfeksi dan sterilisasi)
ruang dental lab 6
(CDC, 2020)

7. Sistem ventilasi alami satu sisi (single-sided) tidak direkomendasikan


untuk mengatur sirkulasi udara terutama pada ruang tindakan aerosol.
Ventilation rate minimal pada ventilasi alami yang digunakan di ruang
tindakan aerosol harus lebih tinggi dari ventilasi mekanik, untuk
mengkompensasi fluktuasi ventilation rate, suhu ruangan serta arah aliran
udara yang tidak konsisten. Apabila sistem ventilasi alami kurang memenuhi
persyaratan, harus digunakan sistem ventilasi mekanik yaitu kipas angin
atau exhaust fan.

Gambar 3.6. Contoh Air Extractor atau Exhaust Fan109

8. Sistem ventilasi campuran (hybrid/mixed method) yang mengkombinasikan


bukaan jendela dan penggunaan penghisap udara kotor dengan tekanan
khusus (exhaust fan), lebih disarankan untuk digunakan pada ruang
tindakan aerosol. Exhaust fan berkekuatan 167 cfm (sebaiknya bagian hulu
dilengkapi oleh HEPA filter), diletakkan ± 20 cm dari permukaan lantai
agar mampu mengalirkan udara kotor ke luar ruangan (dapat dilihat pada

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


18 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
gambar 3.8). Disarankan untuk

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 19
Kebiasaan Baru
menyediakan suplai listrik darurat (emergency power generator) untuk tetap
menggerakkan kipas exhaust fan bilamana terjadi pemadaman listrik.
9. Sistem ventilasi alami dan atau mekanik yang menempatkan bukaan
jendela dan atau exhaust fan pada sisi dinding ruangan yang saling
berhadapan atau silang (cross-sided), lebih disarankan untuk digunakan
karena mampu menciptakan aliran udara silang.
10. Hindari penggunaan kipas angin yang dipasang pada langit-langit (ceiling
fan) atau meletakkan kipas angin (pedestal fan atau desk fan) di area depan
yang menghadap pasien karena selama perawatan dilakukan akan mengalirkan
udara dari pasien menuju dokter gigi.

Gambar 3.7. Ilustrasi Penempatan Ventilasi Mekanik di Ruang Pelayanan


Kesehatan gigi dan mulut

Penggunaan HEPA filter


HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter mampu menyaring udara dengan
efisiensi penyaringan 99,5% (standar Eropa) atau 99,97% (standar US) dan
dapat digunakan sebagai alat tambahan untuk menghilangkan partikel virus
SARS-CoV-2 yang airborne. Prinsip kerja HEPA filter adalah menangkap partikel
kontaminan dalam udara dalam sebuah jaring serabut kompleks, yang
kemampuan penyaringannya bergantung pada ukuran partikel yaitu:
1. Diffusion – untuk partikel berukuran kecil (< 0,3 microns)
2. Interception – untuk partikel berukuran medium
(antara 0,3 – 1 microns)
3. Inertial Impactian – untuk partikel berukuran
besar (>1 micron)
4. Sieving – untuk partikel berukuran besar (> 1 micron)

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


20 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Oleh karena hampir seluruh tindakan perawatan yang dilakukan pada
pelayanan kesehatan gigi dan mulut menghasilkan bioaerosol maka penggunaan
alat penyaring udara (air purifier) HEPA filter sangat direkomendasikan. Pada
saat memilih alat penyaring udara (air purifier) HEPA filter disarankan untuk
memperhatikan hal berikut:
1. Grade of HEPA berdasarkan efisiensi
HEPA – grade H10-H12 filter hanya mampu menangkap 85 – 99,5%
partikel berdiameter 0,1 micron, sedangkan HEPA – grade H13-H14
(medical grade) mempunyai kemampuan menangkap partikel berdiameter 0,1
micron antara 99,95% - 99,995%.
2. ACH (Air Change per Hours)
Untuk ruang tindakan aerosol, dibutuhkan alat penyaring udara (air
purifier)
HEPA filter yang mampu membersihkan udara sebesar 12 ACH.
3. CADR (Clean Air Delivery Rate)
CADR adalah kemampuan alat penyaring udara (air purifier) HEPA filter
untuk menampung sejumlah volume udara untuk difiltrasi dalam
periode waktu tertentu, diukur dalam satuan cubic meter per hours atau
cubic feet per minute (cfm). Penghitungannya dapat menggunakan rumus :
(ACH x panjang x lebar x tinggi ruangan)/60) cfm.

Untuk mengurangi jumlah bioaerosol secara efisien, maka HEPA filter harus
selalu digunakan selama tindakan perawatan dan saat jeda waktu antar pasien.
HEPA filter diletakkan pada area yang dekat dengan pasien tetapi tidak
dibawah alat pendingin ruangan (AC) dan tidak berada di antara operator dan
pasien. Berikut merupakan durasi waktu kerja HEPA filter yang dibutuhkan
untuk menghilangkan kontaminan bioaerosol dalam ruangan dengan tingkat
ACH tertentu :

Tabel. 3.4. Durasi Waktu Kerja HEPA Filter berdasarkan ACH

(CDC, 2020) Durasi Waktu (Menit) Filtrasi Udara

ACH Efisiensi Filtrasi 99% Efisiensi Filtrasi 99,95%


2 138 207
4 69 104
6 46 69
8 35 52
10 28 41
12 23 35
15 18 28
20 14 21

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 21
Kebiasaan Baru
50 6 8

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


22 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
HEPA filter secara rutin harus diganti dengan yang baru karena proses
pembersihannya berpotensi menyebarkan kontaminan airborne dan
menciptakan celah pada jaring serabut yang berukuran lebih besar dari
partikel kontaminan. Proses pembersihan jaring serabut HEPA filter harus
mengikuti anjuran pabrik dan sebaiknya dilakukan penggantian tiap 12-18
bulan; carbon filter diganti tiap 3-6 bulan dan pre-filter-nya dibersihkan tiap
30 hari dan diganti bila terlihat aus.

Pembuangan udara kotor sebaiknya langsung terhubung dengan area luar


gedung
/ruang praktik dokter gigi, tidak diarahkan ke ruang tunggu pasien atau area
lalu lalang orang. Apabila tidak memungkinkan maka udara kotor dapat
dihisap dengan exhaust fan yang bagian hulunya dilengkapi oleh HEPA filter
kemudian dialirkan melalui saluran udara (ducting supply) atau cerobong
udara (ducting exhaust) ke area luar.

Gambar 3.8. Instalasi HEPA Filter109

Apabila bangunan FKTP dan ruang pelayanan kurang memenuhi standar


desain ventilasi dan kualitas udara yang dihasilkan buruk, maka dapat diterapkan
beberapa hal berikut:
1. Mengatur pergantian udara yang masuk ke dalam ruangan minimal 6x ACH
dengan suhu ruangan 24-26⁰C dan kelembaban relatif 40-60%, untuk
mengoptimalkan proses dilusi/pengenceran udara dari kontaminan.
2. Mengelola pergerakan aliran udara antar ruangan dengan cara memasang
tirai pembatas atau dinding pemisah portabel agar aliran udara kotor
dapat diarahkan menuju exhaust fan atau bukaan jendela (mengacu pada
prinsip vertical laminar).
3. Melakukan penyaringan atau filtrasi udara yang masuk menggunakan
HEPA filter yang mampu memfiltrasi hingga 99% partikel berukuran
0,3 μm.
4. Menjaga suhu dan kelembaban ruangan untuk mempengaruhi atau menghambat
pertumbuhan bakteri dan inaktivasi virus.
5. Menggunakan lampu UV-C dan atau alat ozone generator untuk
membantu menginaktivasi virus SARS-CoV-2 dengan cara menempatkan lampu
UV-C di area atas ruang praktik pada ketinggian + 2 m. Studi menunjukkan

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 23
Kebiasaan Baru
bahwa inaktivasi virus SARS-CoV-2 dapat menggunakan lampu UV-C dengan
panjang gelombang 254nm (dosis 40 mJ/cm² ) selama 15 menit pada
jarak paparan 3 cm pada

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


24 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
permukaan datar. Pada saat menggunakan lampu UV-C dan ozone
generator harus memperhatikan upaya keselamatan dengan memastikan
ruangan tertutup rapat untuk mencegah kebocoran radiasi UV-C, memberi label
peringatan di pintu ruangan ketika lampu UV-C digunakan, menggunakan
masker saat disinfeksi ruangan dengan ozone generator agar terhindar dari
sesak nafas dan asma.

Keterbatasan dalam penggunaan lampu UV-C antara lain:


a. Semakin jauh jarak lampu UV-C dari permukaan benda maka
efektivitas desinfeksinya semakin menurun sehingga saat pemakaian
disarankan penempatannya mendekati dental unit
b. Radiasi UV-C tidak mampu mencapai seluruh area ruangan
c. Durasi pemakaian lampu UV-C yang panjang akan mengurangi ketahanan
komponen plastik dan diskolorisasi benda
d. Adanya bau menyengat yang tercium dalam ruangan pasca penggunaan
lampu UV-C.

B. Pengelolaan Air Bersih


Salah satu upaya untuk mengendalikan lingkungan dilaksanakan melalui perbaikan
kualitas air, udara dan permukaan lingkungan kerja di FKTP, yang bertujuan
untuk mencegah transmisi mikroorganisme dari pasien/pengguna pelayanan ke
petugas atau sebaliknya akibat pengelolaan dan pengendalian lingkungan yang
tidak sesuai standar PPI. Oleh karena itu sistem air bersih harus direncanakan
dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem
pengalirannya.

C. Pengaturan dan Pengelolaan Ruangan


Pada masa adaptasi kebiasaan baru, FKTP yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut perlu memperhatikan tata kelola dan zonasi ruangan
serta mengatur alur pergerakan pasien dan petugas kesehatan. Hal-hal yang
harus dipersiapkan oleh penanggung jawab FKTP sebelum kedatangan pasien,
yaitu:
1. Memberi penanda khusus untuk mengatur jalur pergerakan pasien/pengunjung/
petugas kesehatan yang dimulai dari pintu masuk hingga masuk ke
ruang pelayanan.
2. Mengidentifikasi ruangan berdasarkan risiko paparan infeksi yaitu35:
a. zona kuning untuk ruang resepsionis/loket penerimaan pasien,
ruang tunggu pasien dan ruang staf
b. zona merah untuk ruang tindakan yang menimbulkan aerosol dan
ruang dekontaminasi APD dan peralatan medis
c. zona oranye digunakan sebagai ruangan khusus konsultasi pasien
dengan dokter gigi atau tindakan non-aerosol yang terpisah dari
ruang tindakan yang menimbulkan aerosol (bila ketersediaan ruangan
memungkinkan).
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 25
Kebiasaan Baru
3. Menghilangkan keberadaan benda-benda yang berpotensi transmisi virus SARS-
CoV-2 (mis. koran/majalah, brosur, model gigi, alat bantu peraga, remote TV/
AC, penggunaan karpet di ruang praktik dokter gigi, bunga hidup/bunga
plastik,

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


26 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
akuarium dll). Bila memungkinkan, metode pembayaran dilakukan menggunakan
fasilitas non tunai (cashless/contactless).
4. Memberikan jarak antara kursi tunggu pasien 1-2 m agar pasien yang
datang dalam waktu bersamaan tidak berkontak antara satu dengan
lainnya.
5. Ruangan yang memiliki dental unit lebih dari satu harus disekat
hingga menjadi ruangan tertutup bagi masing-masing dental unit, atau
dapat juga memberikan jarak 2 (dua) meter antara dental unit yang satu
ke dental unit yang lain, dengan tetap memperhatikan ventilasi udara
di masing-masing dental unit. Jika keadaan tersebut tidak memungkinkan,
maka dalam satu waktu hanya 1 (satu) dental unit yang dapat digunakan
untuk merawat pasien.
6. Menyediakan ruangan khusus berganti baju kerja (donning APD) yang
terpisah dari ruang tindakan, agar risiko kontaminasi dan transmisi infeksi
minimal.59 Apabila ketersediaan ruangan tidak memungkinkan, dapat
menggunakan ruang tindakan yang telah didesinfeksi terlebih dahulu
sebelum memulai pelayanan pasien.
7. Menyediakan termometer suhu infrared, masker dan hand sanitizer yang dapat
digunakan oleh pasien dan pendampingnya.
8. Menyediakan sarana cuci tangan (seperti wastafel dengan air mengalir dan
sabun cair, kertas tisu atau handuk sekali pakai) agar setiap
pasien/pengunjung melakukan CTPS saat datang dan pulang, saat
berkontak langsung dengan sekresi saluran pernafasan dan benda-benda
yang diduga terkontaminasi.
9. Menempatkan poster edukasi atau gambar petunjuk langkah cuci
tangan yang benar dan 5 (lima) momen harus dilakukan cuci tangan, di
area sekitar fasilitas cuci tangan dan/atau area yang memudahkan
pasien/pengunjung untuk membaca informasi yang akurat.
10. Menyediakan tempat sampah dengan penutup di ruang tunggu pasien yang
diberi label “sampah organik” dan “sampah non-organik”.
11. Melakukan pemasangan kaca/plastik/fiber glass sebagai pembatas pada
meja penerima pasien (resepsionis) dan meja konsultasi dokter gigi-pasien.
Pastikan tersedia masker, ABHR 70%, kertas tisu dan tempat sampah di
area tersebut.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 27
Kebiasaan Baru
Gambar 3.9. Contoh Pemasangan Pembatas Meja Konsultasi Dokter Gigi-Pasien 31

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


28 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Pengelolaan ruang pemakaian (donning) APD mengikuti panduan sebagai
berikut:
1. Berikan penanda khusus/label stiker bertuliskan ruang donning APD
yang dilekatkan pada pintu/area ruangan.
2. Memasang petunjuk gambar tahapan pemakaian (donning) APD,
menyediakan ABHR 70% dan APD lengkap (sarung tangan disposable,
masker N95, masker bedah, pelindung wajah/face shields,
kacamata/goggles, baju kerja/scrubs, isolation gown/skort, head cap, cover
shoes/sepatu boots karet) di dalam ruangan.
3. Menyediakan kursi dan cermin untuk membantu petugas kesehatan
saat memakai APD serta lemari atau loker tertutup untuk menyimpan
baju dan barang milik pribadi petugas kesehatan yang terbungkus dalam
wadah plastik atau digantung dengan hanger.
4. Menyediakan rak untuk penyimpanan sepatu boot yang telah diberi
label penanda bertuliskan nama pengguna, tanggal desinfeksi dan paraf
petugas yang melakukan disinfeksi.
5. Menyediakan wadah (kantong kertas atau kontainer plastik) untuk tempat
APD yang digunakan berulang (mis. goggles, face shields, masker N95) dengan
diberi label bertuliskan nama pengguna, area kerja, tanggal pemakaian
awal, jumlah siklus dekontaminasi, tanggal desinfeksi dan paraf petugas
yang melakukan disinfeksi/sterilisasi.

Pengelolaan ruang pelepasan (doffing) APD mengikuti panduan sebagai berikut:


1. Berikan penanda khusus bertuliskan ruang doffing APD yang dilekatkan
pada pintu/area ruangan.
2. Menyediakan fasilitas cuci tangan, tisu pengering tangan, ABHR 70%,
cermin dan petunjuk gambar tahapan pelepasan (doffing) APD di dalam
ruangan yang terpasang di dinding ruangan.
3. Menempatkan kontainer penampungan limbah APD dengan cermat
agar meminimalkan kontak dengan peralatan dan memudahkan alur yang
benar saat proses pelepasan (doffing) APD. Perhatikan ukuran kontainer
limbah APD, disarankan untuk menggunakan kontainer yang berukuran
besar pada zona merah, agar limbah APD tidak meluap melebihi
kapasitas kontainer.
4. Khusus baju APD yang digunakan kembali, sediakan kontainer berisi
larutan sabun deterjen dan cairan pembersih yang mengandung bahan
aktif hidrogen peroksida 5% untuk direndam selama 10-60 menit.
Untuk meminimalkan resiko kontaminasi dari petugas cleaning, maka perlu
dibuat penjadwalan rutin pengambilan limbah APD (mis. 1-2 kali per hari
tergantung kebutuhan) agar tidak dilakukan berulang kali.
5. Mengurangi penempatan perabot di dalam ruang pelepasan (doffing) APD
untuk memudahkan dilakukan disinfeksi ruangan secara rutin dan
cermat.
6. Bila memungkinkan maka pada dinding ruangan dapat ditempatkan
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 29
Kebiasaan Baru
pegangan tangan logam (disarankan material tembaga), yang mudah
dibersihkan dan disinfeksi, bertujuan untuk meminimalkan penempatan
perabot dan membantu

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


30 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
petugas kesehatan menjaga keseimbangan saat melepas penutup
kaki/sepatu boots.
7. Membatasi pergerakan petugas kesehatan selama proses pelepasan (doffing)
APD dengan cara memberi penanda (berupa stiker berbeda warna) yang
membedakan zona infeksius dengan non-infeksius untuk meningkatkan
kewaspadaan petugas dalam mencegah kontaminasi di luar zona.
8. Apabila tidak tersedia ruangan khusus untuk melepas (doffing) APD, maka
dapat dilakukan di ruang tindakan, namun khusus pelepasan masker
N95/masker bedah, pelindung wajah/face shields, kacamata/goggles harus
dilakukan ketika berada di luar ruang tindakan.

Gambar 3.10. Pengaturan Zona dalam Ruang Pelepasan (doffing)


APD (warna: merah=infeksius; kuning=kehati-hatian; hijau=bersih) 31,
80, 81

Gambar 3.11. Zona pelepasan APD dalam Ruang Pelepasan (doffing) APD31,
80

3.2. TAHAP SEBELUM KUNJUNGAN PASIEN


A. Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien Pra-Kunjungan
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang ilmu
kedokteran gigi (teledentistry) merupakan alternatif solusi inovatif di saat
masa adaptasi kebiasaan baru untuk kelangsungan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut di FKTP. Teledentistry mampu meminimalkan risiko
penularan infeksi COVID-19 dan membantu pasien/masyarakat untuk tetap
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 31
Kebiasaan Baru
mendapatkan akses pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara jarak
jauh.30, 36, 37

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


32 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Tabel 3.5. Ruang Lingkup Teledentistry30, 36

RUANG LINGKUP TELEDENTISTRY


kegiatan konsultasi antara pasien dengan dokter
Telekonsultasi gigi atau konsultasi antar petugas kesehatan yang
memanfaatkan media telekomunikasi

pengumpulan informasi tambahan (gambaran


Telediagnosis lesi oral atau radiografik) melalui media teknologi
informasi untuk membantu menegakkan diagnosis

penentuan prioritas kebutuhan penanganan keluhan


Teletriage atau seleksi kasus pasien untuk mendapatkan
rujukan atau resep obat

Telemonitoring monitoring kondisi dan derajat keparahan keluhan


atau penyakit yang diderita pasien

Deteksi dan penapisan/skrining pasien pelayanan kesehatan gigi dan


mulut dilakukan secara bertahap, diawali dengan skrining dan triage pra-
kunjungan (teledentistry), kemudian kembali dilakukan skrining kedua saat
pasien berkunjung ke FKTP. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
informasi mengenai kondisi kesehatan pasien sebelum kunjungan ke FKTP
dan sebelum pasien menerima pelayanan, menyeleksi keluhan/kasus pasien
sesuai skala prioritas kebutuhan penanganannya dan tingkat risiko paparan
infeksi COVID-19 terhadap petugas kesehatan, serta memberikan
advis/rujukan dan resep obat (bila perlu).30,38 Jika ditemukan pasien yang
berstatus suspek/probable/terkonfirmasi positif COVID-19, sebaiknya dokter
gigi melakukan tindakan mitigasi untuk mencegah penularan lebih lanjut.16

Prosedur penapisan/skrining pra-kunjungan (teledentistry) dilakukan


dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang disediakan
oleh FKTP (misalnyamediateleponmelaluinomor hotline/callcenter FKTP,
livevideoconference/ call, aplikasi pesan instan, teknologi informasi berbasis
web (website FKTP)), dengan tetap memperhatikan prinsip komunikasi efektif dan
menjaga kerahasiaan pasien (merujuk pada Surat Edaran nomor
HK.02.01/MENKES/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka
Pencegahan Penyebaran Covid-19, dan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran
melalui Telemedicine pada masa Pandemi COVID-19 di Indonesia).

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 33
Kebiasaan Baru
Gambar 3.12. Contoh Media Teledentistry (sehatpedia, Kemenkes)

Berikut ini merupakan skema alur pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang
dapat diimplementasikan pada FKTP (gambar 3.13):

Pasien
membutuhkan
Pelayanan Kesgilut

Gambar 3.13. Skema Alur Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Masa Adaptasi
Baru34, 35
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
34 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Tata Laksana Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien melalui Teledentistry:
1. Sebelum memulai proses skrining pra-kunjungan (teledentistry), pastikan
isi pembicaraan (chat atau video conference call) dengan pasien terjaga
kerahasiaannya.
2. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan asal fasilitas
pelayanan kesehatan, lalu menanyakan identitas pasien, menjelaskan
tujuan dilakukan skrining pra-kunjungan (teledentistry) serta adanya
kemungkinan risiko kebocoran informasi sebagai akibat penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
3. Skrining pra-kunjungan (teledentistry) dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan atau kesediaan pasien secara verbal. Khusus pasien anak-anak atau
lansia yang berkebutuhan khusus, dapat dibantu oleh orang tua atau
walinya.
4. Ajukan berbagai pertanyaan yang tercantum pada formulir skrining pasien
COVID-19 (merujuk pada KMK 328) dan formulir skrining prioritas
kebutuhan perawatan kesehatan gigi dan mulut pasien (dilihat pada gambar
skema alur 3.14).
5. Anjurkan pasien melakukan uji deteksi virus SARS-CoV-2 (RT-Antigen dan
atau Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)) apabila pasien
menjawab “YA di sebagian besar pertanyaan skrining”, ataupun bila pasien
terindikasi paparan virus SARS-COV-2 risiko moderat/tinggi. Hasil tes
harus diinformasikan pada dokter gigi/FKTP sebelum jadwal kunjungan
pasien ke FKTP. Untuk sementara waktu, kondisi pasien ditangani dengan
pemberian resep obat sesuai dengan keluhannya.
6. Lanjutkan proses skrining pra-kunjungan (teledentistry), bila di sebagian
besar pertanyaan skrining pasien menjawab “TIDAK”. Lakukan anamnesis
(keluhan utama, riwayat kesehatan umum dan kesehatan gigi/mulutnya),
pemeriksaan fisik (melalui foto atau video/audiovisual) dan riwayat
penggunaan obat-obatan untuk penanganan keluhannya.
7. Berikan anjuran sesuai hasil pemeriksaan penunjang (bila perlu) atau hasil
pemeriksaan klinis, lalu lakukan penegakan diagnosis sementara/interim
pasien. Bila perlu, berikan resep obat/e-resep (terbatas hanya
analgetik, antibiotik, topical agents) dan atau surat rujukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut ke laboratorium atau penanganan lebih
lanjut di FKTP.
8. Tuliskan hasil skrining pra-kunjungan (teledentistry) pada rekam medik
(tertulis atau e-rekam medik) yang disediakan FKTP, dengan mencantumkan
tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan skrining. Perlu digaris
bawahi bahwa rekam medik pasien harus selalu terjaga kerahasiaannya.
9. Jelaskan kepada pasien bahwa proses skrining dan penapisan kembali akan
dilakukan saat pasien berkunjung ke FKTP, berikut pemberlakukan protokol
kesehatan lainnya (mis. penggunaan masker, pemeriksaan suhu badan, CTPS
dll).
10. Informasikan pada pasien tentang batasan jumlah pengantar
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 35
Kebiasaan Baru
(maksimal 1 orang) yang diperbolehkan menemani saat berkunjung ke
FKTP. Pengantar hanya diperbolehkan untuk menemani pasien anak-anak
dan pasien lansia yang membutuhkan pendampingan khusus.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


36 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
11. Edukasi pasien bahwa protokol kesehatan yang diterapkan bertujuan untuk
kesehatan dan keselamatan pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan
dan masyarakat yang berkontak atau berada di sekitar lingkungan
FKTP.

Gambar 3.14. Skema Alur Seleksi Prioritas Kebutuhan Perawatan Pasien 42

B. Pengelolaan Penjadwalan Perawatan Pasien


1. Berdasarkan hasil skrining pra-kunjungan (teledentistry), prioritas kebutuhan
pasien atas pelayanan kesehatan gigi dan mulut ditentukan dengan
mengacu pada kondisi kegawatdaruratan dan risiko paparan infeksi COVID-
19 (dapat dilihat pada gambar 3.15. dan 3.16).39,40
2. Tunda perawatan urgen dan elektif selama kurun waktu 2-3 minggu
terutama untuk pasien berstatus probabel dan terkonfirmasi
positif COVID-19, apabila ketersediaan sarana prasarana kurang
mendukung pelayanan. Untuk memastikan kembali kondisi kesehatan
pasien tersebut, maka pasien diminta melakukan RT-antigen/RT-PCR sebelum
dilakukan tindakan (terutama bila tindakan berpotensi menghasilkan
aerosol).
3. Lakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa atau acak pada pasien
yang terindikasi memiliki riwayat diabetes mellitus. Tunda perawatan
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 37
Kebiasaan Baru
pasien bila terindikasi riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol, hasil
tes kadar

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


38 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
gula darah puasa ≥ 240 mg/dl (13.3 mmol/l) atau kadar gula darah
acak
≥234 mg/dl (13 mmol/l). Oleh karena peningkatan kadar gula darah
memiliki efek negatif terhadap sistem imunitas (imunosupresif),
memperlambat proses penyembuhan luka dan berisiko tinggi terinfeksi
virus SARS-CoV-2.41
4. Jika pasien berstatus probabel atau positif COVID-19 sangat membutuhkan
perawatan (termasuk kategori tindakan emergensi atau urgen), upaya alternatif
yang dilakukan untuk mengurangi risiko transmisi virus SARS-CoV-2:
a. dijadwalkan pada hari ke-14 atau lebih (terutama untuk kasus
urgen tindakan aerosol).
b. diberikan jadwal (hari dan jam) khusus untuk penanganan pasien
tersebut yang tidak berdekatan dengan jadwal pasien lainnya.
c. ditempatkan pada nomor antrian paling terakhir di hari penjadwalannya.
d. mengurangi durasi perawatan dan memberikan interval waktu yang
lebih panjang untuk pertemuan berikutnya.
e. wajib menerapkan PPI melalui kewaspadaan isolasi (kewaspadaan
standar dan transmisi).
5. Penjadwalan pasien dengan kondisi kesehatan yang rentan (misalnya.
pasien geriatri usia di atas 60 tahun atau memiliki riwayat penyakit
kronis/ imunokompromais), adalah:43, 44
a. dijadwalkan sebagai pasien pertama yang dirawat pada
minggu/hari penjadwalannya.
b. dijadwalkan sebagai pasien pertama yang dirawat setelah jam
ishoma.
c. diberikan jadwal (hari dan jam) khusus yang terpisah dengan pasien
lainnya.
6. Penjadwalan pasien yang direncanakan akan dilakukan perawatan dengan
durasi waktu panjang dan berpotensi menghasilkan aerosol, adalah:
a. memberikan jadwal (hari dan jam) khusus untuk penanganan
pasien tersebut yang tidak berdekatan atau terpisah dengan jadwal
pasien lainnya.
b. dijadwalkan sebagai pasien terakhir yang dirawat pada hari
penjadwalannya.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 39
Kebiasaan Baru
Gambar 3.15. Contoh Skema Alur Seleksi Prioritas Kebutuhan Perawatan
Pasien40

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


40 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 3.16. Kategori Tindakan Perawatan Kedokteran Gigi
Berdasarkan Kegawatdaruratan42

7. Penjadwalan dan pengelolaan pasien anak-anak mengikuti ketentuan


dan alur skrining sesuai prioritas kebutuhan perawatannya (mengacu
pada gambar 3.15.dan 3.16).45,46 Lakukan KIE kepada orang tua/wali
pasien anak-anak mengenai upaya preventif kebersihan rongga mulut
yang dapat dilakukan di rumah.
8. Lakukan konfirmasi penjadwalan pasien terlebih dahulu dengan
memperhitungkan waktu jeda antarpasien, sesuai tindakan yang akan
dilakukan untuk memberi kesempatan terjadi pertukaran udara dalam
ruangan.

* Jika ventilasi tidak baik (1-2 ACH) maka harus menggunakan HVE. Jika tidak
memungkinkan, berikan jeda 60 menit ke pasien berikutnya atau lakukan prosedur
alternatif dengan menggunakan low speed handpiece atau skeling manual.

Gambar 3.17. Skema Alur Penentuan Jeda Waktu Antarpasien-


Tindakan Aerosol Risiko Tinggi47

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 41
Kebiasaan Baru
3.3. TAHAP SAAT KUNJUNGAN PASIEN
A. Deteksi dan Penapisan (Skrining) Pasien Saat Kunjungan
1. Deteksi dan penapisan (skrining) pasien kembali dilakukan saat pasien
berkunjung di FKTP berupa pengukuran suhu tubuh (< 37,3⁰C) dan
pengisian formulir potensi risiko COVID-19 untuk menentukan pasien yang
diperbolehkan masuk dan mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut.
2. Deteksi dan penapisan (skrining) pasien juga dilakukan selama pasien
berada di ruang pelayanan kesehatan gigi dan mulut menggunakan
termometer suhu badan. Bila pasien menunjukkan gejala peningkatan suhu
tubuh selama perawatan berlangsung maka:
a. Hentikan perawatan pada pasien suspek/probabel COVID-19 untuk
kasus non-emergensi (urgen dan elektif).
b. Untuk kasus emergensi, lakukan penatalaksanaan terapi kedokteran
gigi sesuai dengan ketentuan.

Gambar 3.18 Skema Alur Penapisan (Skrining Kedua) Kunjungan Pasien di FKTP 2

3. Skrining pasien dengan pengukuran kadar saturasi oksigen dalam darah


(SpO2%) menggunakan fingertip pulse oximeter, dengan memperhatikan
rekomendasi berikut: 50, 51
a. Wajib menggunakan fingertip pulse oximeter yang terstandar internasional
(ISO 80601-2-61 dan Food and Drug Administration (FDA-US).48,49 dan
dapat menunjukkan data kekuatan sinyal denyut (pulse signal strength).
Nilai kadar saturasi oksigen yang diakui adalah nilai yang menunjukkan
sinyal denyut yang kuat dan stabil.
b. Saat melakukan pengukuran, pasien harus berada dalam ruangan,
posisi relaks dan nafas normal. Pengukuran menggunakan jari telunjuk
atau jari tengah tangan yang bersih dari pewarna kuku.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
42 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
c. Amati pembacaan data selama 30-60 detik untuk mengidentifikasi nilai
kadar yang paling sering muncul. Bila hasil meragukan, lakukan
pengukuran berulang hingga 2-3 kali.
d. Nilai normal kadar saturasi oksigen (SpO2) adalah 95-100%. Kadar
saturasi penderita COVID-19 beragam, namun kebanyakan pasien
penderita COVID-19 memiliki kadar saturasi oksigen rendah <90%.
4. Disarankan untuk menyediakan APD yang dapat digunakan oleh pasien
selama perawatan dilakukan yaitu kacamata pelindung (goggles), pelindung
kepala (head cap) dan isolation gown.

B. Penerapan Kewaspadaan Isolasi


Upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit infeksi, baik
untuk pelayanan yang diberikan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan
maupun di luar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan secara paralel.
Adapun penyesuaian- penyesuaian dilakukan bila terdapat keterbatasan sarana
prasarana, alat kesehatan, SDM, obat dan sumber daya lainnya namun
pelaksanaannya wajib memenuhi kewaspadaan isolasi dalam ruang lingkup
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).

Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang


harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan, dimaksudkan untuk
menurunkan risiko transmisi penyakit dari pasien kepada petugas kesehatan,
pengunjung, masyarakat sekitarnya atau sebaliknya.

Kewaspadaan Isolasi terbagi menjadi 2 (dua) lapis yaitu (1) Kewaspadaan


Standar (standard precautions) dan (2) Kewaspadaan Transmisi (transmission
based- precautions)

Penerapan Kewaspadaan
Isolasi
Kewaspadaan Standar Kewaspadaan Transmisi
(Standard (Transmission-based Precautions)
Precautions)
1 Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)

3
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Pengendalian Lingkungan
2
1 Kewaspadaan Transmisi Kontak

Pengelolaan Perlatan Medis4

5Keamanan Prosedur Penyuntikan Pengelolaan


Limbah Medis 6 2 Kewaspadaan Transmisi Droplets

7Pengelolaan Linen

Pengelolaan & Penempatan Pasien8

9Etika Batuk & Bersin 3 Kewaspadaan Transmisi Udara


(Airborne)

Perlindungan Kesehatan Petugas Kesehatan10

Gambar 3.19. Penerapan Kewaspadaan Isolasi54

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 43
Kebiasaan Baru
1. Kewaspadaan Standar (Standard Precautions)54
Kewaspadaan Standar merupakan upaya minimal PPI yang harus
dilaksanakan di semua fasilitas pelayanan kesehatan secara rutin,
berkelanjutan dan diberlakukan untuk semua prosedur perawatan pasien
tanpa membedakan tingkatan status infeksi pasien
(suspek/probabel/konfirmasi positif). Peran kewaspadaan standar sebagai
dasar upaya PPI sangatlah penting dalam memutus rantai penularan
infeksi COVID-19 kepada pasien, petugas kesehatan, atau pengguna
pelayanan. Bila dilakukan dengan benar, akan mencegah risiko
kontaminasi melalui cairan tubuh, darah, kulit atau mukosa yang
terbuka.

Kewaspadaan standar yang harus diterapkan di FKTP meliputi:


a. Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)
Tangan yang terkontaminasi mikroorganisme patogen merupakan salah
satu media penularan infeksi di FKTP. Upaya menjaga kebersihan
tangan (hand hygiene) merupakan salah satu elemen terpenting dari
PPI yaitu dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS) dan air mengalir,
terutama bila tangan telah berkontak dengan cairan tubuh, darah, kulit
atau mukosa yang terbuka, maupun permukaan benda di lingkungan
kerja yang terkontaminasi.

Tabel 3.6. Kategori Kebersihan Tangan (hand hygiene)11


hand washing desinfeksi surgical scrub
HAND hand CTPS gical hand
(social/ tangan (sur
HYGIENE hygiene) hygiene)
(hand
PRODUK desinfection) aqueous antimicrobial
YANG sabun alcohol-based hand
DIGUNAK desinfektan;
dan air rub (ABHR)
AN alcohol-based hand rub

DUR 40 - 60 20 - 30 2
ASI detik detik menit
mematikan dan menghilangkanmematikan dan
menghilangkan kotoran, menghilangkan mikroorganisme transien
TUJU cairan tubuh dan
AN danmikroorganisme transien; mengurangi
mikroorganisme transien mengurangi flora normalsejumlah besar flora normal

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam upaya menjaga kebersihan


tangan yaitu:11, 55
1) Pastikan sebelum melakukan prosedur kebersihan tangan,
untuk menjaga kuku jari tetap pendek, bersih dan bebas dari
pewarna kimia atau kuku artifisial, melepas seluruh asesoris yang
melekat di tangan (misalkan jam tangan, cincin, gelang) serta
menutup luka terbuka atau lecet dengan menggunakan pembalut
luka tahan air.
2) Tersedianya sarana mencuci tangan yang bersih dan dapat diakses
dengan sensor/siku tangan/kaki untuk mengurangi risiko
kontaminasi tidak langsung melalui kran air.
3) Tersedia sabun cair dan ABHR 70% dalam wadah disposable pump

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


44 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
applicator yang terpasang di dinding atau diletakkan pada area
wastafel yang mudah diakses dengan siku tangan. ABHR dapat
menggunakan

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 45
Kebiasaan Baru
kemasan pabrik siap pakai atau memproduksi sendiri dengan
cara mencampurkan cairan alkohol 70% sebanyak 97 ml ke
dalam 3 ml gliserin untuk mendapatkan total 100 ml ABHR.
4) Bila menggunakan baju kerja berlengan panjang maka sebelum mencuci
tangan, gulung dan naikkan lengan baju kerja hingga 2/3 panjang
tangan atau mencapai bagian siku tangan.
5) Lakukan prosedur cuci tangan dengan benar (dapat dilihat pada
lampiran) terutama saat tangan terlihat kotor dan di 5 (lima)
momen (waktu) yang dianjurkan WHO, dengan menggunakan sabun
cuci tangan cair yang tersimpan dalam dispenser disposabel atau
sabun batangan yang dipotong kecil-kecil untuk memudahkan
pemakaian sekali pakai.

Gambar 3.20. Lima Momen Kebersihan Tangan56

6) Gunakan kertas tisu atau handuk kecil sekali pakai untuk pengering
tangan. Penggunaan mesin pengering tangan (jet/warm air dryer)
tidak disarankan karena berpotensi menyebarkan dan
meningkatkan jumlah mikroorganisme patogen. Sediakan tempat
sampah tertutup yang pembukaan tutupnya dioperasikan dengan kaki,
sebagai wadah handuk bekas pakai atau tempat sampah non-
infeksius untuk menampung tisu bekas pakai.
7) ABHR 70% digunakan bila tangan tidak terlihat kotor, tidak
terkontaminasi dan ketika pasokan air mengalir sulit untuk
dijangkau (misalkan sedang berada di dalam mobil ambulans,
melakukan kegiatan imunisasi dan skrining kesehatan di luar gedung
FKTP, kondisi pasokan air terputus).

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


46 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 3.21. Akses Sarana Kebersihan Tangan11, 16

b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Saat melakukan prosedur pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada
pasien, bagian tubuh (kulit, hidung, mata, wajah) dan baju kerja yang
digunakan oleh tenaga kesehatan serta pasien akan rentan terpapar
percikan dan terkontaminasi oleh patogen nosokomial yang dapat
menjadi sumber infeksi transmisi silang. APD berperan sebagai
penghalang paparan bahan infeksius dan kontaminan dari darah, cairan
tubuh, atau sekresi saluran pernapasan pasien kepada petugas
kesehatan. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam tata laksana
manajemen penggunaan APD : 57
1) Tenaga kesehatan memahami tata cara pemakaian (donning) dan
pelepasan (doffing) APD, karena kesalahan saat melakukan prosedur
tersebut akan meningkatkan risiko kontaminasi.
2) Pemilihan APD harus sesuai dengan asesmen tingkat risiko paparan
terhadap darah, cairan tubuh, ekskresi atau sekresi atau
kontaminan lainnya.
3) APD yang digunakan tidak berpotensi menimbulkan bahaya
tambahan, tidak membatasi gerak penggunanya, tidak mudah rusak
dan memenuhi ketentuan standar yang ditetapkan.
4) Hindari kontak langsung antara APD yang terkontaminasi (bekas
pakai) dengan permukaan benda-benda atau baju ganti petugas di
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
5) Tidak dibenarkan untuk berbagi APD yang sama antar petugas kesehatan.
6) APD yang berlabel “reusable” (dipakai ulang) harus segera
dibersihkan dan didesinfeksi setelah pemakaian, kemudian
pemakaian ulangnya harus mengikuti aturan pabrik.
7) APD yang digunakan sekali pakai (disposable), harus segera dibuang
di tempat penampungan limbah infeksius.
8) Tenaga kesehatan harus menggunakan APD (minimal kacamata
pelindung mata dan atau pelindung wajah, masker bedah atau
masker/ respirator N95) ketika menangani pasien
9) Selalu lakukan langkah-langkah cuci tangan WHO di ke-5 (lima)
momen yang dianjurkan.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 47
Kebiasaan Baru
Penutup kepala (Head Cap)

Pelindung mata atau pelindung wajah

Surgical scrub
Gown all-cover dan apron

Masker N95 atau ekuivalen

Sarung Tangan (Gloves)


Sepatu boot atau sepatu tertutup
dengan penutup sekali pakai

Gambar 3.22. Rekomendasi APD untuk Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut16,
57

Penggunaan APD pada pelayanan kesehatan gigi dan


mulut mengikuti perkembangan rekomendasi dari WHO
dan CDC.17

PENUTUP KEPALA/HEAD CAP

1) Gunakan penutup kepala yang terbuat dari bahan sekali pakai


maupun bahan kain yang dapat digunakan berulang, tahan
terhadap cairan dan tidak mudah robek, untuk melindungi area
kepala dan rambut petugas kesehatan dari paparan kontaminan
infeksius selama melakukan tindakan perawatan.
2) Apabila petugas kesehatan menggunakan hijab maka:
a) Ujung hijab yang terjulur panjang dimasukkan ke dalam baju
kerja atau diikat ke bagian belakang leher.
b) Disarankan menggunakan coverall agar area kepala (hijab) dapat
terlindungi sepenuhnya. Apabila tidak menggunakan coverall
maka gunakan penutup kepala (disposable atau reusable) untuk
menutupi hijab dan harus selalu diganti setiap pergantian
pasien.
c) Hijab yang digunakan harus diganti pada saat selesai pelayanan
pasien.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


48 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Tabel. 3.7. Macam dan Indikasi Penggunaan Penutup Kepala (Head
Cap)

PENUTUP KEPALA (HEAD CAP)

Macam

tindakan yang berpotensi menghasilkan droplets dan


aerosol; pembersihan dan desinfeksi area kerja; proses
Indikasi dekontaminasi peralatan medis yang digunakan
Penggunaan pasien; pengelolaan limbah medis

KACAMATA PELINDUNG MATA


(GOGGLES)
PELINDUNG WAJAH (VISOR/FACE
SHIELD)
1) Gunakan kacamata pelindung mata (goggles) dan pelindung wajah
(visor/face shield) terutama saat:
a) melakukan tindakan berpotensi droplets dan aerosol;
b) melakukan konsultasi tatap muka atau berkontak erat >15
menit-2 jam di dalam ruangan tertutup dengan pasien yang
terduga/ probabel/terkonfirmasi COVID-19.

Perlu diperhatikan:
• fungsi face shield tidak dapat menggantikan fungsi masker;
• penggunaan kacamata resep dokter tidak memberikan
perlindungan maksimal terhadap percikan, droplets dan aerosol
karena memiliki sisi yang bercelah.

2) Selalu lakukan prosedur kebersihan tangan (CTPS, AHBR) sebelum


menggunakan kacamata pelindung mata (goggles) dan pelindung
wajah (visor/face shield).
3) Pastikan posisi kacamata pelindung mata (goggles) dan masker yang
digunakan sudah sesuai di saat sebelum melakukan tindakan.
Namun bila kondisi terpaksa, maka penyesuaian saat proses
perawatan dapat dilakukan setelah operator melepas sarung tangan
dan melakukan CTPS.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 49
Kebiasaan Baru
Tabel. 3.8. Ketentuan dan Indikasi Penggunaan Goggles dan Face Shield

Kacamata Pelindung Pelindung Wajah


Mata (Visor/Face Shields)
(Goggles)
nyaman digunakan;
Sisi sampingnya tertutup lapang pandang area
Ketent rapat/tidak bercelah; kerja jelas; mudah
uan nyaman digunakan; lapang dibersihkan; tidak
pandang area kerja jelas; berubah dimensi saat
mudah dibersihkan; tidak proses dekontaminasi
tindakan yang berpotensi
Indikasi berubah
tindakandimensi saat proses
yang berpotensi menghasilkan droplets
Penggu dekontaminasi
menghasilkan dan aerosol; penggunaan
naan droplets dan aerosol loupes

Cont
oh

4) Lakukan prosedur dekontaminasi secara rutin pada kacamata pelindung


mata (goggles) dan pelindung wajah (visor/face shield) khususnya
untuk yang reusable sebagai berikut:
(1) Bersihkan seluruh permukaan kacamata pelindung dan
pelindung wajah (dimulai dari permukaan dalam terlebih dahulu
berlanjut ke permukaan terluar, termasuk karet pengikat
elastisnya) dengan menggunakan alcohol-based surface disinfectant
wipes atau kertas tisu yang dibasahi oleh alkohol 70%.
(2) Bilas seluruh permukaan (dalam dan terluar) menggunakan air
mengalir untuk menghilangkan residu dan kotoran.
(3) Keringkan kacamata pelindung dan pelindung wajah dengan
cara diangin-anginkan (letakkan pada meja yang telah
didisinfeksi atau wadah terbuka dengan posisi diberdirikan)
ataupun langsung dilap dengan kain bersih.
(4) Simpan kacamata pelindung dan pelindung wajah di wadah tertutup
untuk melindungi dari kontaminasi.
5) Lakukan pemeriksaan permukaan lensa kacamata dan
pelindung wajah serta elastisitas tali pengikat di kepala secara
rutin. Ganti dengan yang baru, bila pada permukaannya
terdapat guratan/ retakan atau memburam akibat pemakaian
berulang; elastisitas tali pengikat di kepala berkurang.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


50 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
MEMAKAI MELEPAS
(DONNING) (DOFFING)

Gambar 3.23. Tata cara memakai (donning) dan melepas (doffing)


goggles dan face shields16, 57

SARUNG TANGAN MEDIS


(MEDICAL GLOVES)

1) Selalu melakukan prosedur kebersihan tangan (CTPS, ABHR)


sebelum dan sesudah pemakaian sarung tangan, karena
penggunaan sarung tangan bukanlah alternatif untuk menjaga
kebersihan tangan.
2) Gunakan sarung tangan (steril atau non-steril powder-free)
dengan teknik single gloving (1 lapis sarung tangan)57, kecuali
pada tindakan bedah digunakan teknik double gloving (2 lapis
sarung tangan) untuk melindungi tangan pengguna bila terjadi
kerusakan di sarung tangan terluar.58,59 Untuk teknik double gloving,
pastikan sarung tangan pertama tertutup oleh bagian
pergelangan tangan isolation gown, sedangkan sarung tangan
terluar memiliki panjang yang mencapai bagian tengah lengan
bawah isolation gown.
3) Batasi durasi penggunaan sarung tangan dengan menggunakannya
sesaat sebelum melakukan perawatan, dan setelah aktivitas selesai
harus segera dilepas lalu dibuang di tempat limbah infeksius.
4) Lakukan penggantian sarung tangan apabila terdapat perforasi/lubang,
robekan atau saat melakukan prosedur perawatan dalam durasi
yang panjang untuk mencegah kontaminasi.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 51
Kebiasaan Baru
Tabel 3.9. Kategori Sarung Tangan Medis (Medical Gloves)16, 57
Examination Surgical
Macam
Gloves Gloves
& steril dan non-steril; steril; sekali
Batasan sekali pakai pakai
Pemakai
an
nitril, lateks,
Baha polychloropene, nitril, lateks,
n polyvinylchloride polychloropene
panjang
(PVC)min. 230 mm, tebal
Ukur min. 0,05 mm (variasi ukuran variasi ukuran
an XS s/d XL) 5.0 - 9.0
pemeriksaan klinis dan prosedur non bedah
yang berkontak dengan darah dan cairan
Indikasi tubuh; pemeriksaan vital sign (tekanan prosedur bedah;
Penggun darah, denyut nadi, suhu tubuh); prosedur radiologi yang
aan pembersihan dan desinfeksi permukaan invasif
benda yang terkontaminasi; dekontaminasi
peralatan medis yang digunakan pasien;
penanganan
RekomendasiNon-Steril limbah
: Tipe non-infeksius/infeksius
EN 455, EN 374 ataupun yang memenuhi tandar ASTM
D6319, D3578, D5250, D6977
WHOSteril: EN 455, ASTM D3577, EN ISO 11607

MASKER/
RESPIRATORY
PROTECTIVE
EQUIPMENT
Masker (respiratory protective equipment) berperan penting untuk
melindungi saluran pernafasan dari mikroorganisme patogen yang
bertransmisi via droplets ataupun airborne, terutama saat melalukan
tindakan yang menghasilkan aerosol.

Tabel 3.10. Kategori Masker dan Perbedaannya60, 61


Masker Bedah (Surgical Masker Respirator ( Particulate
Mask) Respirator Mask)
penahan cairan (fluid-repellent) atau
penghalang terlontarnya percikan/droplets dari melindungi saluran nafas pengguna dari
Manfa pengguna ke orang lain atau lingkungannya paparan kontaminan (droplets, airborne)
at penghalang fisik dari partikel droplets darah karena mampu menyaring min. 95% partikel
atau cairan tubuh untuk melindungi pengguna airborne berukuran 300 nm (0,3 mikron)

tindakan yang berpotensi menghasilkan splatter


Indikasitindakan yang berpotensi menghasilkan droplets
dan Penggunaanaerosol dan aerosol (mis. nasopharyngeal swab,
preparasi gigi, ekstraksi gigi, pemolesan gigi
tiruan)
Bentuk
& moulded atau non-moulded; cup-shaped; duck bill; cone-shaped; flat-fold
Fitting fitting; longgar fitting; ketat

Perform mampu menyaring >95% bakteri tapi mampu menyaring min. >95% partikel
a Filter tidak mampu menyaring partikel airborne berukuran 300 nm (0,3 mikron),
berukuran kecil khususnya tipe FFP3
sekali pakai (disposable); pemakaian berulang
Batasansekali pakai (disposable); tidak dibenarkan
melakukan Pemakaiandekontaminasi) (reuseable) terbatas hanya bila ketersediaan
masker kurang dan prosesnya harus
menmenuhi ketentuan pabrik
tipe FFP2 (Europe EN 149-2001), N95 (US
Rekomen EN 14683 tipe IIR performance; NIOSH), FFP3 (UK),
dasi WHO ASTM F2100 level 2 atau level 3 atau KN 95 (China GB262-2006), P2 (Australia/New
yang setara Zealand), DS2 (Japan JMHLW-Notification 214-
2018), Korea 1st Class (Korea KMOEL-2017-64),
PFF2 (Brazil)

Masker respirator tipe particulate dapat memberikan perlindungan lebih


ekstra karena disain filternya mampu menahan partikel airborne
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
52 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
berukuran
<5μm, yang bila terhirup akan masuk ke bagian terdalam paru-paru,
alveoli dan menyebabkan infeksi saluran pernafasan.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 53
Kebiasaan Baru
Tabel 3.11. Kategori Masker Respirator Tipe Particulate
Disposable Reusable (elastometric Powered Air Purifying
particulate (filtering respirator) Respirators
faceplace respirator) (PAPRs)
bagian facepiece dapat
seluruh bagian masker aliran udaranya dapat
dibersihkan untuk
Karakteri respirator harus dibuang digerakkan melewati filter
digunakan kembali dan
stik ketika terjadi kerusakan dengan menggunakan
hanya perlu mengganti filter
akibat pemakaian tenaga baterai
cartridges dengan yang baru
Fit TestPengguna harus selalu melakukan positive fit test dan memeriksa seal masker di wajah
saat inhalasi ekshalasi
sekali pakai; kondisi darurat
Dekontam dapat didekontaminasi untuk prosedur pembersihan, desinfeksi dan penyimpanan
inasi pemakaian berulang mengacu pada petunjuk pabrik
Seri N (Not Resisten to Oil, N95/N99/N100), Seri R (Resisten to Oil, R95/R99/R100),
Tipe FilterSeri P (Oil Proof, P95/P99/P100) P1 (low efficiency filters); P2 (medium
efficiency filters);
P3 (high efficiency filters) biasanya pada reusable respirator

Gambar

Saat ini di pasaran banyak beredar tiruan dari masker respirator (N95)
yang dijual seolah-olah telah mendapat persetujuan NIOSH, namun
tidak efisien dalam memberikan perlindungan
(https://www.cdc.gov/niosh/npptl/ usernotices/counterfeitResp.html).
Oleh karena itu, penting memahami cara identifikasi keaslian masker
dengan memperhatikan petunjuk yang tertera pada permukaan
eksterior/terluar masker sebagai berikut:

Gambar 3.24. Cara Identifikasi Keaslian Masker N95 62

Penggunaan masker respirator tipe


particulate dengan katup ekshalasi (exhalation
valves) tidak disarankan karena didisain dengan
katup yang akan terbuka saat pengguna
berekshalasi sehingga mampu melindungi
penggunanya dari partikel virus yang airborne
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
54 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
tetapi tidak mampu mencegah

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 55
Kebiasaan Baru
transmisi virus dari pengguna ke lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu
bila menggunakan masker jenis ini, katup ekshalasi harus ditutup lebih
dulu dengan masker bedah dengan tetap mengupayakan agar tidak
mengganggu fit dan seal maskernya.
Gambar Langkah-Langkah
Lakukan CTPS dan atau AHBR sebelum pemakaian
Letakkan masker tertangkup pada telapak tangan dengan
ujung jari berada di area nosepiece dan biarkan karet
pengikat masker tergantung bebas.

Posisikan masker dibawah dagu dengan area nosepiece


berada di atas.
Tahan posisi masker N95, lalu tarik karet pengikat
bagian atas hingga melewati area kepala dan
diletakkan pada bagian belakang kepala yang
tertinggi.
Sembari tetap menahan posisi masker N95, tarik karet
pengikat bagian bawah hingga melewati area kepala untuk
diposisikan pada area leher dibawah telinga.

Kemudian posisikan nosepiece masker N95 pada hidung


Gunakan jari-jaripada kedua tangan untuk menekan area
di kedua sisi nosepiece mengikuti bentuk hidung dengan
gerakan ke atas - ke bawah.

Tidak dibenarkan menjepit area nosepiece


menggunakan hanya satu tangan karena
mempengaruhi fitting masker dan menurunkan
efektivitasnya.
Selalu lakukan fit check sebelum merawat pasien, dengan
cara menangkupkan kedua telapak tangan hingga menutupi
seluruh permukaan masker, hati-hati agar tidak terlampau
menekan dan mengubah bentuk dan posisi masker.

Lalu lakukan ekshalasi (menghembuskan nafas) secara


perlahan dan keras (Positive Pressure Fit Check) dan
inhalasi (menarik nafas) (Negative Pressure Fit Check)

Positive Pressure Fit Check Negative Pressure Fit Check

Perbaiki posisi nosepiece, bila terasa kebocoran udara


di area nosepiece posisinya. Perbaiki posisi karet
pengikat di bagian kepala, bila terasa ada kebocoran
udara di tepi masker.

Tidak dibenarkan untuk melanjutkan tindakan perawatan


dengan masker yang tidak lolos fit check.

Gambar 3.25. Tahapan Pemakaian Masker N9563

Gambar Langkah-Langkah
Saat melepas masker, dilarang menyentuh permukaan
luar masker karena berpotensi terpapar kontaminan
(droplets dan aerosol yang mengandung
mikroorganisme)

Pastikan tangan hanya memegang bagian karet pengikat


di kepala
Tanpa memegang masker, perlahan angkat dan
lepaskan karet pengikat bagian bawah dari area
leher hingga melewati kepala.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


56 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar Langkah-Langkah
Kemudian masih dengan tanpa memegang masker,
perlahan angkat dan lepaskan karet pengikat bagian
atas di atas kepala.

Buang masker pada wadah penampungan limbah


infeksius

Kemudian lakukan prosedur CTPS dan atau ABHR


70%

Gambar 3.26. Tahapan Pelepasan Masker N9563

Masker respirator tipe particulate disposable (P2/N95) merupakan


komponen penting APD dalam melindungi petugas kesehatan dan
idealnya tidak disarankan untuk digunakan berulang kali. Namun karena
kelangkaan di pasaran, diperlukan suatu strategi manajemen penyediaan
masker selama masa adaptasi kebiasaan baru yaitu :61, 64, 65
1) Memperpanjang durasi pemakaian masker (extended use).
Lama pemakaian masker diperpanjang hingga maksimal 6-8 jam
per hari (tanpa doffing) dengan tetap memperhatikan rekomendasi
dari pabrik dan tergantung kondisi masker.
2) Menggunakan berulang kali (reuse).
CDC merekomendasikan untuk menggantung lalu menjemur
masker atau menyimpan masker dalam wadah tertutup berlubang
ventilasi, di setiap jeda waktu pemakaian dengan syarat: masker
dalam kondisi baik (tidak basah, tidak berbau, tidak robek, tidak
berubah bentuk, tidak terkontaminasi oleh darah/saliva/cairan
tubuh) dan permukaan terluar masker tidak berkontak/kontak
minimal dengan kontaminan/ mikroorganisme patogen (dapat
dilihat pada gambar 3.27). Viabilitas virus SARS-CoV-2 akan hilang
secara signifikan setelah 72 jam, namun tetap tidak dibenarkan
masker reuse ini digunakan oleh pengguna yang berbeda. Perlu
diperhatikan, pengguna harus berhati-hati saat melepas (doffing)
masker agar bagian dalamnya tidak tersentuh/terkontaminasi,
begitu juga saat memasang (donning) kembali. Reuse masker
hanya direkomendasikan maksimal untuk 3-5 kali pemakaian atau
dapat berkurang bila masker tidak lolos positive fit check.
3) Melakukan rotasi masker (mask rotation), dengan cara:
a) Menyediakan 4-7 set masker N95 dan merotasi penggunaannya
untuk memberi kesempatan virus SARS-CoV-2 inaktif. Tiap
masker digunakan bergantian dengan jeda penggunaan minimal
3-4 hari per masker.
b) Masker N95 disimpan dalam wadah tertutup (dapat berupa
kantong kertas yang diberi lubang-lubang ventilasi udara),
diberi identitas nama dan lingkup kerja pengguna, tanggal
pertama pemakaian, tanda turus (tally marks) untuk

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 57
Kebiasaan Baru
penghitungan siklus dekontaminasi.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


58 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 3.27. Ilustrasi Tahapan Penyimpanan Masker N95

c) Kantong kertas berisi masker N95 diletakkan dalam suhu


ruangan (21-23⁰C) dengan kelembaban 40% agar viabilitas
virus SARS- CoV-2 berkurang setelah 3-4 hari masa
penyimpanan.66

Gambar 3.28. Simulasi Rotasi Masker N95

4) Melakukan dekontaminasi masker


(reprocessing/decontamination) Upaya dekontaminasi masker
N95 harus memperhatikan prinsip- prinsip berikut:64
a) Prosedur dekontaminasi dan reuse masker N95 hanya dilakukan
pada kondisi krisis kelangkaan masker dengan mempertimbangkan
rekomendasi pabrik dan tidak berdampak negatif pada
performa efektifitas filtrasi masker.
b) Metode dekontaminasi yang dipilih harus mampu
menginaktivasi atau menurunkan viral load SARS-CoV-2 dan
mikrorganisme patogen lain yang melekat pada permukaan
masker, tetapi tetap dapat mempertahankan fungsi dan
kemampuan filtrasi masker, tidak mengakibatkan deformasi
masker, dan tidak meninggalkan residu bahan kimia toksik
berbahaya.
c) Masker N95 yang akan didekontaminasi dan dipakai berulang harus
sesuai standar (NIOSH), tanpa katup terbuka, dalam kondisi
baik dan tidak mengalami deformasi atau degradasi.
d) Proses dekontaminasi dan pemakaian berulang masker N95
akan menurunkan performa fitting dan filtrasinya, seiring
dengan meningkatnya durasi pemakaian dan jumlah pemakaian
berulang. Level dari performa fitting berpotensi menurun

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 59
Kebiasaan Baru
terutama pada area headstraps dan adjustable nocepiece setelah
pemakaian berulang >5 kali.67

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


60 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
e) Lakukan inspeksi kondisi masker N95 secara rutin (merujuk
gambar 3.27). Bila terlihat adanya kerusakan pada area
headstraps dan adjustable nocepiece, atau terdeteksi potensi
kontaminasi tinggi, maka masker harus segera dibuang.
f) Pastikan masker N95 hasil dekontaminasi dalam kondisi baik,
serta lakukan positive dan negative pressure user seal check
sebelum merawat pasien.
g) Prosedur disinfeksi dan sterilisasi masker N95 yang kurang
efektif, akan meningkatkan risiko kontaminasi, transmisi dan
inokulasi membran mukosa virus SARS-CoV-2 yang berakibat
timbulnya infeksi COVID-19 pada pengguna (re-user).

Gambar 3.29. Evaluasi Kondisi Masker N95

5) Menggunakan masker tipe particulate reusable (elastomeric


respirator, PAPR)
Masker tipe ini biasanya digunakan di lingkungan industri dan
pertambangan. Penggunaan masker ini dapat menjadi alternatif
solusi di saat terjadi kelangkaan masker N95, dengan
mempertimbangkan hal- hal berikut:68, 69
a) Terbuat dari bahan artifisial (silicone, neoprene, ethylene propylene
diene monomer rubber atau proprietary elastomer) yang mudah
dibersihkan, didisinfeksi dan tidak menimbulkan reaksi
alergi lateks.
b) Memiliki efektifitas seal yang baik karena bahan masker
fleksibel dan mampu menyesuaikan dengan wajah pengguna.
Disarankan untuk tidak menggunakan make up wajah,
membersihkan kumis/ jenggot wajah dan melepas asesoris
(anting hidung/telinga) saat menggunakan masker untuk
menjaga efektifitas sealnya.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 61
Kebiasaan Baru
c) Penyaringan (filtrasi) udara menggunakan cartridges lepasan
yang terdiri dari sebuah filter dan atau medium adsorbent.
Kemampuan cartridges menyaring minyak (oil) dan partikel
lainnya diidentifikasi oleh kode N, P atau R yang diikuti oleh
angka 95/99/100. Semakin besar angkanya maka semakin tinggi
kemampuan filter masker dalam penyaringan partikel udara.
d) Masker elastomeric respirator memiliki katup ekshalasi yang
terpisah sehingga udara yang diekshalasi oleh pengguna tidak
akan melewati filter dan membuat partikel aerosol infeksius
terperangkap sehingga risiko transmisi infeksi minimal saat
digunakan berulang. Hal ini yang membedakan dengan masker
N95, dimana partikel aerosol infeksius akan terperangkap pada
filter, sehingga bila proses dekontaminasi kurang baik dan
masker digunakan berulang maka risiko transmisi infeksi
antara pasien yang satu dengan pasien lainnya akan
meningkat.
e) Keunggulan: masker tipe ini dapat didisinfeksi dan
digunakan berulang kali, selama pemakaian cukup hanya
mengganti cartridges filter lepasan (per bulan atau per tahun
sesuai anjuran pabrik) dengan biaya yang ekonomis, masker
dapat digunakan hingga maksimal 8 jam (untuk tipe
elastomeric respirator).
f) Kekurangan: ada kemungkinan pengguna merasa kurang nyaman
saat menggunakan facepiece (terasa pengap, iritasi pada kulit);
kesulitan berkomunikasi verbal karena seal yang ketat
mengakibatkan suara pengguna kurang terdengar jelas; biaya
pembelian 1 set masker cukup mahal; masker ini tidak dapat
digunakan oleh seseorang yang terinfeksi COVID-19 karena
partikel aerosol infeksius akan keluar melalui exhale vent (kecuali
bila ditutup dengan masker bedah).

Metode dekontaminasi yang direkomendasikan:

Tabel 3.12. Metode Dekontaminasi Masker N9566, 70, 71 72

Dekontaminasi Cara Keunggulan Kekurangan


pemanasan dilakukan mampu mempertahankan belum jelas perlu tidak
pada suhu 70°C selama integritas filter masker adanya pengaturan
30-60 menit dengan (98,5%) bila pemanasan kelembaban untuk
menggantung masker di menggunakan mesin menginaktivasi virus
Heat
dalam oven atau mesin penghangat selimut SARS-CoV-2; penggunaan
(Pemanasan) penghangat selimut rumah sakit oven/microwave oven
RS (pengaturan jarak berpotensi merubah
masker >15cm terhadap bentuk masker
dinding logam)

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


62 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
pemanasan kering metode sederhana, tidak disebutkan namun
selama 50 menit mampu menginaktivasi perlu studi lebih lanjut
pada suhu 100°C virus SARS-CoV-2 tanpa
Dry heat
menggunakan alat mengurangi performa
(pemanasan
penanak nasi elektronik/ efisiensi filter, tidak
kering)
oven elektrik meninggalkan residu
kimiawi dari bahan
toksik.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 63
Kebiasaan Baru
Dekontaminasi Cara Keunggulan Kekurangan
masker di steam pada mampu mempertahankan tidak disebutkan namun
suhu 125°C selama 5 efektifitas filter masker perlu studi lebih lanjut
Steam Cleaned/ menit (91,7 – 98%) pasca
Steam Sterilization penguapan; mampu
menginaktivasi virus
SARS-CoV-2
menggunakan lampu mampu menginaktivasi gelombang UV-C dapat
Ultraviolet UV-C dengan kisaran virus SARS-CoV-2 dengan mengiritasi mukosa
Germicidal panjang gelombang 202- minimal degradasi pada kulit, mata sehingga
Irradiation (UVGI) 280 nm selama 10-15 masker penggunaannya harus
menit memenuhi dosis khusus.
penguapan mampu menginaktivasi fragmentasi material
menggunakan cairan virus SARS-CoV-2 dengan elastik pada karet
Hydrogen Peroxide
hidrogen peroksida minimal degradasi pada pengikat masker,
Vaporization
masker; dapat dilakukan perubahan warna pada
(HPV)
berkali-kali (multiple logam bagian nosepiece
cycles) masker

Gambar 3.30. Dekontaminasi Masker N95 dengan Metode Dry Heat 70

Gambar 3.31. Dekontaminasi Masker N95


dengan Mesin Penghangat Selimut Rumah Sakit66

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


64 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 3.32. Cara Meletakkan Masker N95
Untuk Persiapan Dekontaminasi dengan UVGI;
(Atas) Taut Strap Approach; (Bawah) Side Mounting Approach73, 74

PAKAIAN PELINDUNG/
ISOLATION GOWN

Setelah bekerja melakukan tindakan perawatan pasien di ruang


pelayanan, seluruh permukaan pakaian kerja yang digunakan oleh tenaga
kesehatan gigi dan mulut akan terkontaminasi oleh mikroorganisme
patogen yang berasal dari pasien, lingkungan kerja ataupun dari
petugas kesehatan itu sendiri.75

Tabel 3.13. Klasifikasi Pakaian Kerja menurut


Association for the Advancement of Medical Instrumentation
(AAMI) & FDA (2020)76

Kriteria Isolation Gown Surgical gown Coverall


prosedur perawatan tindakan bedah atau prosedur perawatan yang
yang berpotensi terjadi tindakan lain yang berpotensi terjadi kontak
kontak langsung dengan membutuhkan asepsis langsung dengan darah dan cairan
Indikasi darah dan cairan tubuh. dan berpotensi terjadi tubuh atau kontaminan lainnya,
kontak langsung dengan tindakan bedah atau tindakan lain
darah dan cairan tubuh. yang membutuhkan asepsis.
material kain material kain material disposable (polyethrine,
Bahan disposable/reusable disposable/reusable polypreprine), kain reusable
steril
perlindungan minimal perlindungan minimal perlindungan optimal pada
pada area tubuh bagian pada area tubuh bagian seluruh tubuh penggunanya,
Kelebihan depan. depan. mulai dari kepala, tangan serta
punggung dan kaki bagian bawah.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 65
Kebiasaan Baru
Kriteria Isolation Gown Surgical gown Coverall
hanya melindungi tubuh hanya bagian lengan bila desain coverall dibuat dengan
bagian depan hingga tangan dan dada saja zipper di depan, berpotensi
lutut kaki saja karena yang terbuat dari terjadi kebocoran terutama bila
area punggungnya bahan dengan proteksi bahan coverall terbuat dari kain
terbuka; kurang mampu tinggi sehingga kurang dan zipper terbuat dari plastik
Kekurangan menahan kontaminasi mampu untuk menahan sehingga perlu dibuat pelapis/
cairan atau bahan toksik kontaminasi cairan flap yang dapat dilekatkan pada
dari berbagai arah atau bahan toksik dari bahan coverall untuk mencegah
karena tidak terbuat berbagai arah. kebocoran tersebut.
dari bahan dengan
proteksi tinggi.

Ilustrasi

EN 13795 high performance level atau AAMI ISO 16603 class 3 exposure
level 3 performance agar resisten terhadap pressure atau minimal yang setara
penetrasi cairan; agar resisten terhadap penetrasi
cairan;
Standar WHO AAMI PB70 level 4 performance atau minimal yang
setara agar resisten terhadap mikroorganisme ISO 16604 class 2 exposure atau
patogen yang masuk melalui darah. minimal yang setara agar resisten
terhadap mikroorganisme patogen
yang masuk melalui darah

Dalam upaya mencegah transmisi silang selama penggunaan pakaian


kerja harus diperhatikan beberapa hal antara lain:
1) Mengganti pakaian dengan pakaian kerja (scrubs berupa setelan baju
dan celana panjang) sebelum melakukan tindakan dan kembali
mengganti pakaian saat akan pulang.
2) Gunakan pakaian kerja yang efektif melindungi dari cairan dan
penetrasi mikroorganisme, nyaman digunakan, tidak menghalangi
gerakan operator, biokompatibel, durasi waktu untuk proses
penggunaan dan pelepasannya singkat, tidak mudah terbakar, tidak
berbau dan terbuat dari material dengan ukuran serabut
mikro/microfibers.
3) Bila sistem ventilasi ruangan dan peralatan pendukung di FKTP
kurang tersedia, disarankan untuk menggunakan coverall dan
melapisinya dengan isolation gown atau apron, untuk perlindungan
yang optimal terhadap bioaerosol.
4) Gunakan isolation gown yang berkerah leher tinggi, menutupi seluruh
bagian dada operator dan berlengan panjang agar terlindung
dari percikan dan aerosol selama tindakan. Disarankan untuk
menggunakan warna terang dan hindari warna gelap atau motif
yang ramai, untuk memudahkan mendeteksi adanya kebocoran
dan kontaminasi.
5) Isolation gown dan atau apron yang digunakan operator, harus
diganti di setiap pergantian pasien terutama untuk apron terluar.
Apron terbuat dari bahan polyester dengan dilapisi PVC atau bahan
pelapis anti-air lainnya agar resisten terhadap cairan untuk dapat
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
66 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
digunakan sekali

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 67
Kebiasaan Baru
pakai atau berulang setelah disinfeksi. Rekomendasi dimensi apron:
minimal berat 250-300 gr/m²; panjang 120-150 cm; lebar 70-90
cm, dengan kancing perekat mulai dari sisi leher hingga dibawah
isolation gown atau lutut.

SEPATU PELINDUNG (SEPATU


BOOTS ATAU COVER
SHOES)

Kegunaan sepatu pelindung adalah memberikan perlindungan pada


kaki petugas kesehatan dari tumpahan atau percikan darah, cairan tubuh
lain dan bahan toksik, mencegah kemungkinan tertusuk benda tajam
atau tertimpa alat medis yang berisiko mencederai.
1) Gunakan sepatu pelindung (sepatu boots atau covershoes) yang
tingginya mencapai lutut pengguna atau lebih tinggi daripada
bagian bawah isolation gown atau apron, terutama saat prosedur
perawatan pasien, penanganan limbah medis, tindakan operasi,
penanganan linen, dan penanganan peralatan medis dokter gigi
di ruang sterilisasi.
2) Segera lepaskan sepatu jika terkena percikan darah atau cairan
tubuh untuk dilakukan pembersihan dan proses dekontaminasi.

Tabel 3.14. Klasifikasi Sepatu Pelindung

SEPATU BOOTS COVER SHOES


nyaman digunakan; warna cerah
bahan karet, warna cerah untuk untuk memudahkan deteksi
Ketent memudahkan deteksi kontaminan; terbuat dari bahan
uan kontaminasi, sol sepatu yang tidak mudah robek; resisten
memenuhi standar EN13287 terhadap cairan
Batasan
SRA/SATRA TM144 (anti selip)
Pemakaian berulang/reusable
Pemakaian sekali pakai/disposable
tertutup, resisten terhadap
cairan kimiawi, benda tajam
Keunggulan dan panas; tidak licin; tertutup; ringan dan mudah
mudah desinfeksinya
direndam dalam larutan
hypochlorite 0,5% selama 30 pemakaiannya dibuang sebagai
menit lalu bilas dengan air dan limbah medis infeksius
Alternatif dikeringkan di bawah sinar
Cara matahari;
Dekontam permukaan sol sepatu boots
inasi dicelupkan dalam wadah berisi
larutan hypochlorite 0,5% dan
disikat bila terdapat kotoran yang
menempel
seluruh permukaan sepatu
disemprot dan dibasuh dengan
alkohol 70% lalu diangin
anginkan.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


68 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
PASIEN TIDAK TERINDIKASI/ PASIEN SUSPEK/PROBABEL/ PASIEN NEGATIF/SUSPEK/
NEGATIF COVID-19 POSITIF COVID-19 PROBABEL/ POSITIF COVID-19

TINDAKAN NON AEROSOL TINDAKAN NON AEROSOL TINDAKAN AEROSOL

KAPAN ? KAPAN ? KAPAN ?


• Pasien sehat, tidak terindikasi • Pasien memiliki gejala COVID-19 • Operator melakukan tindakan
COVID-19 atau menunggu hasil tes atau perawatan berpotensi menghasilkan
• Operator berada di jarak < 2m hasil tes terkonfirmasi positif aerosol
dengan pasien selama> 1 menit • Pasien positif COVID-19: • Pasien positif COVID-19:
kasus Emergensi kasus Emergensi
DIMANA ?
• Loket Penerimaan Pasien DIMANA ? DIMANA ?
• Ruang Praktik Dokter Gigi • Loket Penerimaan Pasien • Ruang Praktik Dokter Gigi
• Ruang Praktik Dokter Gigi
APD ? APD ?
• Masker Bedah APD ? • Masker N95
• Kacamata Pelindung/Goggles • Masker N95 • Kacamata Pelindung/Goggles
atau Pelindung Wajah/Face • Kacamata Pelindung/Goggles • Pelindung Wajah/Face Shields
Shields • Pelindung Wajah/Face Shields • Pelindung Kepala/Head Cap
• Pelindung Kepala/Head Cap • Coverall atau Isolation Gown
• Isolation Gown • Apron
• Apron • Sarung Tangan (Double Gloving)
• Sarung Tangan (Double Gloving) • Sepatu Boots/Covershoes
• Sepatu Boots/Covershoes

SELALU LAKUKAN KEWASPADAAN STANDAR DENGAN CTPS

Gambar 3.33. Rekomendasi Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut


mengikuti perkembangan rekomendasi dari WHO dan
CDC.17

2. Kewaspadaan Transmisi (transmission based precautions)


Kewaspadaan transmisi (transmission based precautions) merupakan lapis
kedua dari kewaspadaan isolasi, yaitu tindakan pencegahan atau
pengendalian infeksi yang dilakukan pada saat memberikan pelayanan baik
pada kasus yang belum maupun yang sudah terdiagnosis penyakit
infeksinya. Kewaspadaan ini diterapkan untuk mencegah dan memutus
rantai penularan penyakit melalui kontak (langsung dan tidak langsung),
droplets, udara (airborne), vehikulum dan vektor (serangga dan binatang
pengerat).

a) Kewaspadaan Transmisi Kontak


Tindakan kewaspadaan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi yang ditularkan melalui kontak baik secara langsung
(menyentuh kulit, lesi, sekresi atau cairan tubuh yang terinfeksi)
ataupun tidak langsung (melalui tangan petugas atau orang lain saat
menyentuh peralatan, air, makanan atau sarana lain). Bertujuan
untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab
infeksi, yang terjadi melalui transmisi kontak. Pembatasan jumlah
orang yang berada di dalam ruang praktik dokter gigi saat dilakukan
perawatan dengan menerapkan prinsip four-handed dentistry serta
penatalaksanaan desinfeksi permukaan lingkungan kerja merupakan salah
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 69
Kebiasaan Baru
satu upaya kewaspadaan transmisi kontak.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


70 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
b. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Tindakan kewaspadaan yang dilakukan untuk menghindari penularan
penyakit infeksi melalui paparan droplet saat batuk, bersin atau
berbicara. Kewaspadaan ini bertujuan untuk memutus mata rantai
penularan mikroorganisme penyebab infeksi, yang mungkin terjadi
melalui transmisi droplet. Penerapan CTPS/ABHR, memberi jarak
(physical distancing), penggunaan masker dan etika batuk-bersin
merupakan salah satu upaya kewaspadaan transmisi droplet.

Tabel 3.15. Strategi Mengurangi Paparan Droplet di Kedokteran Gigi18


Disiplin Ilmu Kewaspadaan Khusus
Rubber dam harus digunakan selama perawatan endodontik. Perawatan saluran
akar biasanya memerlukan banyak alat dan bahan, perlu dilakukan
Endodontik minimalisasi kontak dengan permukaan benda dan alat-alat pada ruangan
perawatan untuk menghindari kemungkinan terjadinya transmisi penyakit.
Konservasi Hindari penggunaan rotary instruments selama preparasi kavitas. Pada kasus-
Gigi dan kasus khusus dapat dipertimbangkan untuk menggunakan preparasi kimiawi
Kedokteran atau teknik ART (atraumatic restoration). Jika diperlukan menggunakan rotary
Gigi Anak instrument, maka harus digunakan rubber dam
Instrumen manual maupun ultrasonik sama-sama efektif untuk mengangkat plak
Periodontik dan kalkulus. Jika diperlukan, direkomendasikan untuk melakukan scaling dan
polishing manual
Penyedot saliva harus digunakan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya
muntah. Pilih dan sesuaikan ukuran sendok cetak saat melakukan pencetakan untuk
mencegah refleks batuk. Untuk pasien yang sangat sensitif, dapat digunakan
anestesi mukosa oral hingga ke tenggorokan sebelum dilakukan pencetakan. Saat
preparasi mahkota maupun fixed partial denture, pertimbangkan alternatif rencana
Prostodontik perawatan lain jika terdapat kesulitan memasang rubber dam (misal. membuat
disain supra-gingival margin untuk GTJ posterior atau gunakan split-dam
technique. Saat uji coba gigi tiruan lepasan, hindari menyentuh benda lain setelah
berkontak dengan saliva pasien. Setelah mengeluarkan benda dari mulut pasien
(misal. gigi tiruan, hasil cetakan, bite record/tanggul gigitan) harus didisinfeksi,
minimal dengan disinfektan tingkat sedang (intermediate).
Saat melakukan tindakan pencabutan sederhana, tempatkan pasien pada posisi supine
Bedah Mulut untuk menghindari bekerja pada jalur napas pasien

c. Kewaspadaan Transmisi Udara (Airborne)


Tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran
infeksi melalui udara dengan menghirup atau mengeluarkan
mikroorganisme dari saluran napas. Partikel bioaerosol yang berukuran
< 5 µm dikeluarkan dari saluran pernapasan dan dihasilkan dari
tindakan yang menghasilkan aerosol, kemudian dapat melayang di
udara untuk beberapa waktu. Tujuan kewaspadaan ini adalah untuk
mencegah penularan infeksi akibat mikroorganisme patogen yang
beredar di udara dan dapat bertahan lebih lama serta kemungkinan
melayang keluar ruang tindakan aerosol dengan jarak lebih jauh.

Penggunaan APD, pengaturan ventilasi dengan tekanan negatif,


dekontaminasi permukaan lingkungan kerja merupakan salah satu
upaya kewaspadaan transmisi udara. Pada masa adaptasi baru, untuk
mencegah transmisi infeksi virus SARS-CoV-2 melalui udara,
direkomendasikan beberapa upaya tambahan sebagai berikut:

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 71
Kebiasaan Baru
1) Penggunaan Peralatan Tambahan untuk Isolasi Daerah Kerja
Saat ini banyak dikenal beberapa alat isolasi daerah kerja antara
lain high volume evacuator (HVE), saliva ejector, absorbent (cotton roll),
pelindung kerongkongan (throat shield), rubber dam (isolasi karet),
benang retraksi gingiva dan mouth prop/bite block yang digunakan
untuk mengganjal rongga mulut.

Tujuan dari prosedur isolasi daerah kerja antara lain:


a) Mencegah masuknya cairan sulkus gingiva, saliva dan darah.
b) Membantu retraksi jaringan lunak untuk memberikan
lapang pandang yang jelas.
c) Mencegah terjadinya trauma mekanik selama prosedur
perawatan.
d) Melindungi operator dari percikan droplet dan aerosol.
e) Membantu efisiensi kerja operator.

Peralatan tambahan yang digunakan untuk isolasi daerah kerja :


a) Penggunaan Rubber Dam (Isolasi Karet)
Untuk mencegah transmisi partikel virus SARS-CoV-2 yang
terkandung dalam aerosol saat dilakukan tindakan preparasi
menggunakan high speed handpiece, sangat disarankan untuk
menggunakan rubber dam (isolator karet) karena terbukti
efektif mencegah penularan mikroorganisme sebanyak 95-99%.
Namun penggunaan alat tersebut merupakan kontra indikasi
pada kondisi:
(1) gigi yang telah direstorasi dengan mahkota porselen/ceramik
(2) gigi yang belum erupsi sempurna
(3) pasien menderita penyakit asma dan parkinson
(4) pasien alergi pada bahan karet (rubber)

Gambar 3.34. Rubber dam kit


(Sumber: koleksi pribadi drg. Rio Suryantoro, Sp.KG)
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
72 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
b) Penggunaan High Volume Evacuator (HVE)
High-Volume Evacuator (HVE) adalah suatu alat yang
berkemampuan menghisap (suction) sejumlah besar volume
udara dalam beberapa saat kemudian dialirkan ke sistem
evakuasi yang mampu mengeliminasi volume udara hingga
100 kubik per minute (cfm).87 Terdapat referensi lain yang
menyebutkan bahwa 100 kubik per menit (cfm) merupakan
kekuatan yang terlampau besar, diibaratkan seperti menarik lebih
dari 100 kantong kertas belanjaan (kira-kira 3/4 cuft) udara per
menit melalui alat HVE. Dicontohkan bahwa bila dibutuhkan 10
detik untuk mengeluarkan 1 kaki kubik udara, maka nilai cfm
yang dibutuhkan adalah 10 x 6 = 60 detik = 1 menit = 6
cfm. Rata-rata kemampuan HVE pada dental unit berkisar 9-10
kaki kubik per menit (cfm) dengan pembacaan statis 12 InHg di
akhir pembukaan katup.

Perlu diketahui bahwa 100 kubik per menit (cfm) yang


dimaksud merupakan kapasitas motor evakuasi saat keluar dari
kompresor utama. Kapasitas motor evakuasi ini sangat
dipengaruhi ketika aliran udara dari kompresor tersebut
mengalir melalui jalur pipa yang panjang dan mencapai ujung
terminal perangkat di dental unit. Daya hisap akan menjadi
sangat berbeda dan sangat tergantung kondisi keadaan
setempat terutama bila jalur saluran yang ada tersumbat
oleh kotoran-kotoran.88 Saat menggunakan HVE, dokter gigi
perlu memeriksa kekuatan dan volume aliran udara HVE
secara berkala. Oleh karena kemungkinan dapat dijumpai
adanya sistem yang memiliki jalur bersih dan menunjukkan
aliran udara yang cukup tetapi memiliki pengukuran statis
tekanan vakum yang sangat rendah (mmHg). Pada kondisi
pemasangan dental unit yang banyak jumlahnya dengan hanya
menggunakan 1 buah kompresor, maka perlu diperhatikan
bahwa pada saat operator melakukan tindakan dengan
menggunakan sistem hisap HVE, akan terjadi penurunan
volume dan tekanan.89 HVE mampu mengurangi volume
partikel aerosol tetapi spesifikasi teknis dari pabrik tetap
harus dipertimbangkan dalam penggunaan HVE.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan


HVE :
(1) Lakukan pemeriksaan sumber daya (power) dan volume
aliran udara HVE secara berkala untuk memastikan sistem
terbebas dari sumbatan pada saluran yang akan
mengakibatkan performa penghisapan menurun sehingga

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 73
Kebiasaan Baru
volume udara di sistem evakuasi rendah, terutama pada
ruang praktik yang memiliki lebih dari satu dental unit
dimana sejumlah operator bekerja secara
berkesinambungan (suction system loop).

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


74 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
(2) Perhatikan jarak antara HVE dengan peralatan lainnya saat
digunakan pada pasien. Operator harus memegang alat
HVE
+6-15 mm menjauhi ujung alat ultrasonik atau alat
preparasi/ pemoles.
(3) Pastikan bahwa saat menggunakan HVE, operator mudah
mengakses rongga mulut pasien dan lapang pandang area
kerja yang cukup.
(4) Sudut angulasi peralatan HVE yang diletakkan dalam mulut
pasien harus diatur sedemikian rupa agar tidak
berkontak dengan mukosa pipi dan lidah pasien. Namun ada
kemungkinan keterbatasan ergonomik yang terjadi saat
penggunaan HVE yaitu kesulitan memegang HVE karena
alat terasa berat dan lapang pandang terbatas.

Gambar 3.35. Contoh Manajemen Aerosol dan Air Menggunakan Teknologi


HVE Mirror System90

Gambar 3.36. Contoh Manajemen Aerosol dengan menggunakan (A)


Intra Oral HVE; (B) low volume evacuator (Sumber: koleksi pribadi drg.
Rio Suryantoro, Sp.KG)

(5) Alat suction pada dental unit mempunyai saluran


pembuangan yang menyatu dengan pembuangan dental
unit. Suction dental unit sebagai HVE intra oral menjadi
syarat wajib yang harus dipenuhi dan harus selalu
digunakan saat praktik pada tindakan yang menghasilkan
aerosol. Bilamana HVE intra oral memiliki kekuatan
vakum yang melebihi dari 100 cfm, sudah mencukupi
untuk mengurangi partikel aerosol selama tindakan,
namun perlu diingat untuk melakukan tera ukur ulang
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 75
Kebiasaan Baru
secara rutin 1 kali sebulan.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


76 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
(6) Penggunaan HVE ekstra oral/portabel harus
memastikan terdapat HEPA filter pada HVE tersebut
serta merancang proses pembuangan air keluar produk HVE
langsung ke saluran pembuangan limbah cair/lingkungan
luar yang membantu proses dilusi (pengenceran). Pastikan
juga bahwa udara yang keluar sudah melalui tahap
pemusnahan virus SARS-CoV-2.
(7) Penggunaan unit HVE ekstra oral/portabel terbukti mampu
membantu mengurangi jumlah partikel bioaerosol di dalam
ruangan dan akan mengurangi jumlah waktu pertukaran
udara, dibandingkan bila hanya mengandalkan kapasitas
pengaturan aliran udara di dalam gedung (sistem HVAC).
Namun penggunaan unit HVE ekstra oral/portabel
memerlukan pembiayaan yang cukup tinggi sehingga
pengadaannya adalah opsional.
(8) Apabila menggunakan unit HVE ekstra oral/portabel,
tempatkan unit tersebut di sekitar kursi pasien dan
tidak berada di belakang dokter gigi. Pastikan dokter gigi
dan asisten tidak berada di antara unit HVE dan mulut
pasien. Posisikan unit HVE tidak menarik udara ke dalam
atau melewati zona pernafasan tenaga kesehatan gigi
dan mulut.

Tabel 3.16. Spesifikasi High Vacuum Evacuator31


Keterangan Diluar dental unit Menyatu dental unit
Voltage 220/50Hz 220/50Hz
Power 500-1000 KW 250-500 KW
Kekuatan vakum 10-35 Kpa 10-35 Kpa
Kekuatan aliran udara minimal 3000 ltr/menit lebih besar dari 100
cfm
HEPA Grade 13 NA
HEPA Filter Efisiensi 99.9% NA
HEPA Filter element's use life 6-12 bulan NA
Kebisingan kurang dari 65 kurang dari 65
Diameter pipa suction (mm) 40-60 25-50
Panjang pipa suction/arm length 150-200 150-200
(cm)

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 77
Kebiasaan Baru
Gambar 3.37. Contoh Manajemen Bioaerosol
Menggunakan HVE Ekstra Oral Portabel91

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


78 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
2) Berkumur dengan Obat Kumur Antiseptik
Berkumur dengan menggunakan antiseptik atau obat kumur merupakan
salah satu upaya untuk pencegahan penyebaran virus COVID-19, karena
saliva mengandung konsentrasi tinggi virus SARS-CoV-2. Beberapa obat
kumur atau mouthwash yang disarankan untuk digunakan:
a) Hydrogen peroxide (H2O2)
Virus SARS-CoV-2 rentan terhadap oksidasi, maka
dianjurkan agar pasien berkumur sebelum perawatan dengan
agen oksidatif semacam H2O2 1% untuk mengurangi viral load
dalam saliva.
b) Cetylpyridinium chloride (CPC)
Ada dugaan bahwa CPC mampu menginaktifkan virus SARS-
CoV-2 karena memiliki mekanisme lisosomotropic dan mampu
menghancurkan kapsul virus. Temuan ini mengindikasikan
bahwa CPC dapat efektif melawan enveloped viruses seperti SARS-
CoV-2.
c) Iodopovidone Povidone-iodine (PVP-I)92
Studi yang terbaru menunjukkan bahwa penggunaan obat
kumur 0.23% PVP-I selama 30 detik sebelum perawatan mampu
mengurangi viral load virus SARS-CoV-2 pada pasien yang
terkonfirmasi positif COVID-19.
Cara pemakaian antiseptik sebelum tindakan kedokteran gigi.
a) Larutan antiseptik dikumurkan di area depan (rongga mulut)
selama 30 detik
b) Selanjutnya memiringkan kepala ke arah belakang sekitar
45 derajat lalu berkumur selama 30 detik hingga mengeluarkan
suara (“RRRRR”) kemudian dibuang.
c) Untuk pasien terkonfirmasi COVID-19, disarankan penggunaan
sebanyak 5-6 kali per hari. Untuk tenaga kesehatan yang
memiliki riwayat berkontak dengan pasien yang dicurigai
COVID-19, disarankan berkumur 3-4 kali per hari.

3.4. TAHAP SETELAH KUNJUNGAN PASIEN


A. Pembersihan Lingkungan Kerja
Virus SARS-CoV-2 mampu bertahan hidup dalam aerosol pada suhu ruangan
(22⁰C) dan kelembaban relatif 65% selama 3 jam, dan juga pada permukaan
benda yaitu aluminium (2-8 jam), stainless steel (48 jam), plastik (5 hari), gelas
kaca (4 hari), kertas (4-5 hari), baju (2 hari) dan kayu (4 hari).82 Oleh
karena itu selama masa adaptasi baru, protokol disinfeksi dan sterilisasi
ruang praktik dokter gigi harus dilakukan secara rutin dan seksama, terutama
setelah pasien keluar dari ruangan dengan memanfaatkan waktu jeda antar
pasien, untuk memastikan bahwa seluruh permukaan benda di lingkungan
kerja terbebas dari kontaminasi. Beberapa hal-hal yang dapat dijadikan
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 79
Kebiasaan Baru
pertimbangan antara lain:

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


80 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
1. Metode disinfeksi berbasis teknologi terbaru seperti iradiasi UV-C (ultra
violet-C), kabut ozon (stabilized ozon mist), hidrogen peroksida yang
diuapkan, dapat menjadi salah satu solusi disinfeksi ruangan untuk
inaktivasi virus SARS- CoV-2.
2. Tidak disarankan untuk eradikasi bakteri, dengan melakukan disinfeksi
ruang kerja dokter gigi menggunakan fogging dengan bahan kimia seperti
formaldehida, agen berbasis fenol, atau senyawa ammonium quartineri.
3. Ozon nanobubble water dapat menjadi salah satu pilihan untuk proses
disinfeksi ruangan dengan keamanan yang tinggi.
4. Paparan UV-C dapat menyebabkan inaktivasi parsial virus SARS-CoV-2
dalam waktu 1 menit paparan, dan semakin meningkat efektivitasnya dalam
kurun waktu 6 menit paparan, sehingga jumlah virus (viral load) akan
berkurang hingga 400 kali lipat dan virus menjadi mati seluruhnya
setelah 15 menit paparan. Namun sinar UV-C juga sangat berbahaya jika
terpapar ke sel tubuh manusia, sehingga operator wajib keluar dari
ruangan selama paparan sinar dijalankan.
5. Penggunaan simulasi sinar matahari secara in vitro juga efektif dalam
membunuh virus SARS-CoV-2 dalam waktu 6,8-14,3 menit dengan panjang
gelombang UV-B sebesar 0,3-1,6 W/m2.86

Dalam hal penanganan rekam medis pasien, maka perlu diperhatikan bahwa
rekam medis manual yang dibawa masuk ruang praktik dokter gigi (zona
merah dan oranye) harus diperlakukan sama dengan APD bekas pakai yang
terkontaminasi. Oleh karena virus SARS-CoV-2 mampu bertahan hidup pada
permukaan kertas selama 4-5 hari, maka dekontaminasi dengan merotasi rekam
medik merupakan alternatif cara untuk menginaktivasi virus SARS-CoV-2 dan
meminimalkan transmisi infeksi COVID-19. Berikut merupakan contoh
tahapan dekontaminasi rekam medik manual:
1. Ketika melakukan prosedur pelepasan (doffing) APD, rekam medik yang
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantung penyimpanan (misalnya
kantung plastik yang bersegel (zip lock) atau kantung kertas).
2. Menuliskan tanggal penggunaan rekam medik dan nomor rekam medik
manual pada label atau permukaan luar kantung penyimpanan.
3. Kantung penyimpanan berisikan rekam medik yang terkontaminasi,
disimpan dalam lemari atau ruangan khusus selama minimal 5 hari.
4. Petugas rekam medik yang melakukan penyimpanan dan pengarsipan
rekam medik, harus menggunakan APD (masker N95, goggles, face shield,
sarung tangan, isolation gown) dan melakukan CTPS.
5. Setelah penyimpanan minimal 5 hari, rekam medik manual dapat
digunakan kembali atau dilakukan pengarsipan.

FKTP harus melakukan prosedur rutin pembersihan dan desinfeksi permukaan


lingkungan kerja termasuk dental unit dan permukaan yang sering tersentuh. Selain
itu juga melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 81
Kebiasaan Baru
1. Menyediakan tempat sampah dengan penutup yang diberi label
“sampah infeksius” dengan bagian dalam tempat sampah dilapisi oleh
kantong plastik berwarna kuning; sedangkan untuk label “sampah non-
infeksius” dilapisi oleh kantong plastik berwarna hitam atau warna
lainnya.

Gambar 3.38. Tempat Sampah di Ruang Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut 31

2. Wadah infeksius digunakan untuk pembuangan masker sekali pakai, sarung


tangan bekas, tisu/kain yang mengandung cairan tubuh. Sedangkan wadah
non infeksius digunakan untuk pembuangan barang yang tidak berkontak
dengan pasien atau cairan tubuh lainnya.
3. Mengatur pergerakan kontainer limbah APD menuju ke tempat pembuangan
atau ruangan disinfeksi/sterilisasi dengan memberi penanda khusus alur
pergerakan dan label kontainer yang membedakan limbah APD disposable
dengan limbah APD pemakaian ulang.
4. Di dalam ruang pelayanan kesehatan gigi dan mulut, semua peralatan
dan bahan medis termasuk model gigi alat bantu peraga, harus
disimpan di dalam laci atau lemari tertutup dan tidak dibiarkan
terbuka. Instrumen kedokteran gigi (termasuk cotton roll, cotton
pellet, tampon) harus berada dalam wadah penyimpanan steril yang
disimpan di dalam lemari atau lemari sterilisasi dan hanya dikeluarkan
sesuai kebutuhan.
5. Peralatan atau bahan medis yang tidak dipergunakan, namun diduga
atau terkonfirmasi terpapar oleh aerosol saat prosedur perawatan
pasien, maka dianggap terkontaminasi dan harus dilakukan proses
disinfeksi/sterilisasi atau bahkan pembuangan.
6. Melakukan prosedur pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi di area resepsionis/
loket penerimaan pasien dan ruang tunggu pasien secara rutin di
setiap pergantian pasien dan shift jaga karyawan.
7. Pembersihan lingkungan pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan cara:
a. menggunakan troli kebersihan khusus, minimal menggunakan 2 (dua)
buah ember yang memiliki alat pemerasan kain lap pel secara otomatis
tanpa bersentuhan langsung dengan tangan. Kain lap pel dan ember
selalu dicuci agar tetap dalam kondisi bersih, begitu juga dengan
cairan pembersih yang digunakan harus selalu diganti dengan yang
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
82 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
baru.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 83
Kebiasaan Baru
b. menggunakan vacuum cleaner (bila memungkinkan) yang dilengkapi dengan
high-efficiency particulate air (HEPA) filter
8. Melakukan edukasi dan perlindungan kepada petugas kesehatan yang
melakukan pembersihan lingkungan yaitu harus mengenakan APD untuk
melindungi risiko terpajan benda-benda infeksius, benda tajam, cairan
infeksius. APD yang digunakan yaitu: sarung tangan karet (rumah tangga);
gaun pelindung dan celemek karet; dan sepatu yang rapat dan kuat
(mis. sepatu boot/sepatu tertutup).

Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau eksudat
Iuka pada permukaan lantai, dinding atau tirai pembatas maka dibersihkan
dengan menggunakan spill kit infeksius.

Cara pembersihan tumpahan cairan infeksius, yaitu:


1. Petugas menggunakan APD.
2. Serap cairan yang tumpah dengan tisu/koran bekas penyerap bersih yang
dapat menyerap sampai bersih kemudian buang ke kantong warna
kuning/tempat sampah infeksius.
3. Tuangkan cairan detergen kemudian serap dengan tisu/koran bekas
lalu dimasukkan ke kantong warna kuning.
4. Semprot dengan cairan klorin 0.5 % kemudian serap dengan tisu/koran
bekas dan buang ke kantong warna kuning/tempat sampah infeksius.

Gambar 3.39. Contoh Spill Kit

B. Pengelolaan Peralatan Medis


Pengelolaan peralatan yang digunakan untuk merawat pasien dan alat
medis lainnya terdiri atas proses pengelolaan, dekontaminasi dan pengemasan
yang dibagi berdasarkan kategori kritikal, semi kritikal dan non kritikal.
Bertujuan untuk mencegah terjadi kerusakan peralatan, menjaga peralatan
tetap dalam keadaan terdekontaminasi sesuai kategorinya, menetapkan produk
akhir reusable yang sudah

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


84 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
steril dan aman, menjaga ketersediaan peralatan medis dalam kondisi bersih
dan steril serta meminimalkan risiko transmisi silang atau infeksi dari pasien-
dokter gigi atau petugas kesehatan lainnya.

Protokol pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi pada ruang pelayanan


kesehatan gigi dan mulut selama masa adaptasi baru harus dilakukan
secara rutin, serta selalu memastikan bahwa seluruh permukaan area
lingkungan kerja terbebas dari kontaminasi melalui tahapan seperti pada
tabel 3.18.

Tabel 3.17. Tahapan Dekontaminasi Peralatan Medis

TAHA DEFI CARA DAN


PAN NISI merendam BAHAN
peralatan ke dalam cairan
enzymatik 0,8% atau detergen atau
Pr pembersihan awal pada seluruh peralatan glutaraldehyde 2% atau sesuai
Pembers
a medis yang telah digunakan, untuk anjuran pabrik, dalam kurun waktu
menghilangkan noda darah, saliva dan 10-15 menit
ihan cairan tubuh lainnya
proses untuk menghilangkan
Pembersihan secara Manual
Pembers debris/darah/cairan tubuh yang
melekat pada permukaan alat, namun
Pembersihan secara mekanik
ihan tidak mampu untuk mengeliminasi
mikroorganisme patogen
perendaman peralatan
menggunakan desinfektan, swab
Desinf proses untuk mengurangi jumlah atau spray (semprot)
mikroorganisme menggunakan bahan menggunakan desinfektan,
eksi kimiawi hingga mencapai tingkatan fogging (drymist/ kabut)
dimana peralatan aman digunakan,
namun kurang mampu menghilangkan menggunakan cairan kimiawi,
spora bakteri dry heat, Ethylene Oxide gas,
Sterili steam sterilization (autoclave),
sasi proses untuk membunuh dan
hydrogen peroxide gas plasma,
microwave, ozone, filtrasi dan
menghilangkan mikroorganisme (non- iradiasi
patogen & patogen) termasuk spora
bakteri

Gambar 3.40. Skema Alur Dekontaminasi Peralatan Medis di FKTP

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 85
Kebiasaan Baru
Tabel. 3.18. Klasifikasi Dekontaminasi berdasarkan macam barang
yang terkontaminasi16, 83
Kritikal Semi Kritikal Non Kritikal
benda yang benda yang telah benda yang telah
memberikan risiko berkontak dengan mukosa bersentuhan dengan kulit
Pengertian tinggi terjadinya infeksi atau kulit yang tidak utuh utuh tetapi bukan mukosa.
jika terkontaminasi (terjadi perlukaan atau
mikroorganisme kontak pada mukosa)
instrumen bedah, sendok cetak, handpiece barang perawatan
implan, dan probe bur, alat diagnostik dental, untuk pasien non-kritis;
ultrasonik (scaler, mata bur, dll. barang yang terdapat di
Macam handpiece, bur tulang, permukaan lingkungan
probe dll) non-kritis (mis. manset
pengukur tekanan darah,
stetoskop dan komputer).
sterilisasi desinfeksi menggunakan desinfeksi menggunakan
disinfektan tingkat tinggi. disinfektan yang
Dekontaminasi mengandung bahan
detergen atau alkohol.

Pada proses desinfeksi, bahan kimia yang digunakan untuk membunuh


mikroorganisme pada permukaan benda mati disebut disinfektan. Sedangkan bahan
kimia yang digunakan pada permukaan kulit atau jaringan hidup disebut
Antiseptik. Klasifikasi tingkatan disinfektan:16
1. Disinfektan tingkat rendah, dapat membunuh sebagian besar bakteri
vegetatif, beberapa jamur, dan beberapa virus dalam periode waktu yang
singkat (kurang dari 10 menit).
2. Disinfektan tingkat menengah, dapat membunuh mikroorganisme, bakteri
vegetatif, sebagian besar virus, dan sebagian besar jamur, tetapi tidak
membunuh spora bakteri.
3. Disinfektan tingkat tinggi, merupakan disinfektan yang pada konsentrasi
yang sama tetapi dengan periode paparan yang lebih pendek mampu
membunuh semua mikroorganisme kecuali sejumlah besar spora
bakteri. Jika ingin membunuh spora, maka diperlukan paparan waktu yang
lebih lama 3-12 jam.

Saat ini banyak produk disinfektan di pasaran yang mengandung bahan dengan
kemampuan untuk mengatasi penyebaran virus SARS-CoV-2. Sodium hipoklorit
dan etanol adalah bahan yang paling mudah ditemukan di pasaran, untuk
pilihan bahan aktif lainnya dapat dilihat pada laman situs Environmental
Protection Agency (EPA) (https://www.epa.gov/pesticide-registration/list-n-
disinfectants-use-against- SARS-CoV-2-COVID-19)

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


86 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Tabel. 3.19. Daftar Disinfektan yang efektif untuk menginaktivasi virus SARS-CoV-
284
No Bahan Aktif Desinfektan Kemasan Lama Kontak
1 Ethanol (Ethyl alcohol); Phenolic Semprotan 10 menit
2 Ethanol (Ethyl alcohol); Quaternary ammonium Wipes 1 menit
3 Hydrogen peroxide Larutan 5 - 10 menit
4 Sodium hypochlorite Larutan 5 - 10 menit
5 Iodine Larutan 10 menit
6 Hypochlorus Acid Semprotan 10 menit
7 Thymol Larutan 5 menit
8 Peroxyacetic Acid Larutan 1 menit

Metode Dekontaminasi :
1. Desinfeksi Peralatan Non Kritikal
a. Cuci peralatan non kritikal dengan sabun detergen dan air mengalir
kemudian dikeringkan dengan cara ditiriskan atau dilap menggunakan
handuk bersih sekali pakai.
b. Lakukan desinfeksi peralatan dengan menggunakan alcohol wipes 70%.
c. Bersihkan permukaan benda atau area kerja dengan menggunakan
kain bersih yang sudah disemprot dengan cairan chlorine 0,05% atau
menggunakan alcohol wipes 70% kemudian digosokkan pada seluruh
permukaan yang terpapar kontaminan.
2. Desinfeksi Peralatan Semi Kritikal
a. Rendam peralatan dalam wadah yang berisi campuran air dan
detergen, atau sodium hipoklorit 5% dengan perbandingan 1:100
(konsentrasi final sebesar 0,05%) selama 1 menit, atau
menggunakan glutaraldehyde 2% , atau hidrogen peroksida 6% selama
15-20 menit. Untuk peralatan dengan permukaan yang kecil, dibersihkan
menggunakan etanol 70% atau detergen dan air selama 10 menit.
b. Apabila proses desinfeksi menggunakan cara perebusan dan
pengukusan maka harus dilakukan dalam kurun waktu 20 menit yang
dihitung setelah air mendidih (100⁰C), atau hingga terbentuknya uap
yang diakibatkan oleh air mendidih. Saat proses berlangsung, tidak
dibenarkan untuk menambah volume air atau cairan apapun ke dalam
wadah perebusan atau pengukusan bila proses belum selesai.

Gambar 3.41. Contoh Peralatan Desinfeksi Tingkat Tinggi85

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 87
Kebiasaan Baru
3. Sterilisasi Peralatan Kritikal
Sterilisasi peralatan kritikal merupakan proses menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora
dengan menggunakan uap tekanan tinggi atau panas kering (oven). Proses
sterilisasi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Proses Pengemasan
Peralatan medis yang akan disterilisasi harus dikemas terlebih dahulu
dengan cara membungkus semua alat-alat menggunakan pembungkus
kertas khusus atau kain (linen) atau plastik kemasan khusus, bertujuan
untuk menjaga keamanan dan efektivitas sterilisasi dengan mengacu prinsip
sebagai berikut:
1) Kemasan diberi label nama alat, tanggal pengemasan, metode
sterilisasi, menyesuaikan tipe dan ukuran alat yang dikemas,
memperhatikan penempatan alat dalam kemasan, dan penempatan
indikator kimia eksternal dan internal (untuk memastikan bahwa
alat tersebut sudah dilakukan sterilisasi).
2) Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil saat
akan digunakan tanpa menyebabkan kontaminasi mikroorganisme,
bahan yang digunakan untuk mengemas kuat, tahan lama, mudah
digunakan, tidak mengandung bahan toksik dan mempunyai
segel yang baik.
3) Kemasan mampu menjaga isinya tetap steril hingga kemasan dibuka
dan dilengkapi masa kadaluwarsa.

Gambar 3.42. Contoh Pengemasan Peralatan Medis85

b. Jika menggunakan sterilisasi dengan pemanasan uap (steam sterilization


atau autoklaf), maka:
1) Pastikan temperatur uap maksimal, yaitu sekitar 250 ⁰F (121 ⁰C)
dengan tekanan 15 Psi (Pounds per Square Inch) dalam waktu 15-20
menit atau dalam suhu 273 ⁰F (134 ⁰C) dengan tekanan 30 Psi
dalam waktu 3-5 menit.
2) Proses sterilisasi dengan autoklaf membutuhkan waktu 30 menit
yang dihitung mulai suhu mencapai 121⁰C.
3) Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka dan
tidak terkunci selama proses sterilisasi dengan autoklaf
4) Menuliskan tanggal sterilisasi dan kadaluwarsa pada kemasan
pasca proses sterilisasi.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
88 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 3.43. Contoh Alat Sterilisator Uap (Kiri); Uap bertekanan tinggi
(Kanan)85

c. Jika menggunakan proses sterilisasi panas kering (dry heat sterilization),


maka:
1) Pastikan semua instrumen kritikal sudah dibersihkan awal (pre-
cleaning) sebelum dilakukan proses sterilisasi.
2) Penggunaan sterilisasi pemanasan kering pada temperatur 340 ⁰F
(170
⁰C) dalam waktu 1 jam atau temperatur 320 ⁰F (160 ⁰C) dalam waktu
2 jam.

Gambar. 3.44. Contoh Alat Sterilisator Panas Kering 85

Sebagai upaya untuk melaksanakan siklus dekontaminasi yang efektif,


maka perlu memperhatikan tata kelola pemisahan proses dekontaminasi -
desinfeksi - sterilisasi instrumen melalui:
1. Tersedia fasilitas/ruangan dekontaminasi satu kamar dengan alur instrumen
satu arah dan pengaturan pola kerja pencucian instrumen kotor ke
yang bersih.
2. Untuk mencegah kontaminasi silang aerosol, maka ventilasi ruangan
diatur dengan mengalirkan udara ke arah yang berlawanan dari alur
kerja dekontaminasi instrumen yaitu dari bersih ke kotor.
3. Sangat direkomendasikan untuk menggunakan ventilasi berupa exhaust
fan untuk membantu aliran udara agar tidak terganggu oleh pembukaan
pintu atau jendela atau pergerakan petugas kesehatan di dalam
ruangan.
4. Dilarang menggunakan kipas angin pada area dekontaminasi karena
akan membuat kontaminan tersirkulasi ke sekeliling ruangan dan
mengganggu aliran udara bersih ke kotor.
5. Penempatan wastafel dalam ruangan merupakan opsional.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 89
Kebiasaan Baru
6. Mengatur alur pergerakan petugas kesehatan di dalam ruangan
dekontaminasi dengan tetap mempertahankan zoning.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


90 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
7. Perlu dilakukan pelatihan dan kedisiplinan petugas yang melakukan
proses dekontaminasi untuk mempertahankan alur kerja dalam unit
dekontaminasi satu kamar.

Gambar 3.45. Desain Fasilitas/Unit Dekontaminasi Satu Kamar 11

C. Pengelolaan Limbah Medis


Limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berpotensi menimbulkan
risiko bagi pasien, tenaga kesehatan, masyarakat umum, dan lingkungan.
Setiap limbah yang dihasilkan selama diagnosis, pengobatan atau imunisasi
manusia atau hewan atau dalam kegiatan penelitian yang berkaitan dengannya
atau dalam produksi atau pengujian biologis diartikan sebagai Limbah
Biomedis, termasuk limbah pelayanan kesehatan yang berbahaya dan dapat
menyebabkan penyakit atau cedera.

Tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa limbah


biomedis ditangani dan dibuang dengan cara yang aman melalui tahapan
penyortiran, pemisahan, penggunaan kode warna kantong pembuangan
limbah, pengumpulan, penyimpanan, pengemasan, memuat, transportasi,
bongkar, pemrosesan, perawatan, penghancuran, konversi, atau penawaran untuk
dijual, transfer, pembuangan limbah tersebut. Limbah biomedis yang dihasilkan
di tempat pelayanan kesehatan gigi dan mulut termasuk plastik, lateks, kapas,
gelas, Xray larutan pemrosesan, foil timbal, desinfektan, bahan kimia, cetakan
gigi, limbah benda tajam seperti jarum bedah, pisau, gigi yang dicabut, tisu,
obat kadaluarsa dan semua bahan gigi yang dibuang yang berisiko tinggi
terkontaminasi mikroorganisme patogen.77

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 91
Kebiasaan Baru
1. Limbah Cair
Air limbah yang harus diolah adalah semua air buangan yang berasal
dari kegiatan penanganan pasien yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme khususnya virus SARS-CoV-2, bahan kimia beracun, darah dan
cairan tubuh lain, serta cairan yang digunakan dalam perawatan pasien
meliputi cairan dari mulut dan/atau hidung atau air kumur pasien.
Pengelolaan limbah cair dalam praktik dokter gigi, harus dipastikan
mengikuti proses instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) yang sesuai. Unit
proses IPAL sekurang-kurangnya terdiri atas proses sedimentasi awal,
proses biologis (aerob dan/atau anaerob), sedimentasi akhir, penanganan
lumpur, dan disinfeksi dengan klorinasi (dosis disesuaikan agar mencapai
sisa klor 0,1-0,2 mg/I). Setelah proses klorinasi, pastikan air berkontak
dengan udara untuk menghilangkan kandungan klor di dalam air sebelum
dibuang ke badan air penerima

2. Limbah Padat Domestik


Limbah padat domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan
kerumahtanggaan atau sampah sejenis, seperti sisa makanan, kardus,
kertas, dan sebagainya baik organik maupun anorganik. Pengelolaan
limbah padat khusus (meliputi masker sekali pakai, sarung tangan bekas,
tisu/kain yang mengandung cairan/droplet hidung dan mulut), harus
diperlakukan seperti limbah B3 infeksius dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Sediakan tiga wadah limbah padat domestik di lokasi yang mudah
dijangkau orang, yaitu wadah untuk limbah padat organik, non organik,
dan limbah padat khusus.
b. Wadah tersebut dilapisi dengan kantong plastik berbeda warna
sehingga mudah untuk pengangkutan limbah dan pembersihan
wadah
c. Pengumpulan limbah dari wadah dilakukan bila sudah ¾ penuh
atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam atau sekurang-kurangnya
dalam 6 jam (khusus untuk limbah padat dalam wadah khusus)
d. Petugas pengumpulan limbah harus dilengkapi dengan masker, sarung
tangan, sepatu boot, apron, kacamata pelindung (goggle), dan
penutup kepala.

Langkah-langkah pengumpulan limbah padat domestik sebagai berikut:


a. Buka tutup tempat sampah, ikat kantong pelapis dengan membuat satu
simpul dan masukkan kantong tersebut ke wadah lain untuk
diangkut
b. Setelah melakukan pengumpulan, petugas wajib membersihkan seluruh
badan atau sekurang-kurangnya mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir.
c. APD yang digunakan (goggle, sepatu boots, apron) agar didisinfeksi
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
92 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
sesegera mungkin pada larutan disinfektan, sedangkan masker, sarung
tangan dan penutup kepala sekali pakai dibuang ke wadah limbah
padat khusus.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 93
Kebiasaan Baru
d. Limbah padat organik dan anorganik disimpan di tempat penyimpanan
sementara untuk limbah padat domestik (maksimal 1 x 24 jam),
sedangkan limbah padat khusus/ infeksius disimpan di tempat
penyimpanan sementara sampah/limbah B3.

3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Medis Padat


Limbah B3 medis padat adalah bahan sisa hasil kegiatan yang tidak
digunakan kembali dan berpotensi terkontaminasi oleh zat bersifat
infeksius atau kontaminan dari pasien dan/atau petugas, meliputi: masker
bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas
minuman dan makanan, alat suntik bekas, alat pelindung diri bekas, dan
lain-lain, yang berasal dari kegiatan di ruang pelayanan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan:78
a. Limbah B3 medis berbentuk padat dimasukkan ke dalam wadah
bersimbol “biohazard”, yang dilapisi kantong plastik warna kuning atau
berikan simbol infeksius dan label, serta keterangan “Limbah Sangat
Infeksius - Infeksius Khusus”
b. Bila di dalamnya terdapat cairan, maka cairan harus dibuang ke tempat
penampungan air limbah yang disediakan atau lubang di wastafel atau
WC yang mengalirkan ke dalam IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah)
c. Setelah wadah ¾ penuh atau maksimal waktu penyimpanan 12 jam,
maka sampah/limbah B3 dikemas dan diikat rapat. Lakukan
disinfeksi menggunakan disinfektan berbasis klorin konsentrasi
0,5% bila akan diangkut pengolah.
d. Limbah Padat B3 Medis yang telah diikat, setiap 12-24 jam harus
diangkut, dicatat dan disimpan pada TPS Limbah B3 atau tempat
yang khusus menggunakan alat transportasi khusus limbah infeksius
dan petugas harus menggunakan APD.
e. Pada TPS Limbah B3, kemasan sampah/limbah B3 Covid-19
dilakukan disinfeksi dengan menyemprotkan disinfektan klorin 0,5%
pada plastik sampah yang telah terikat serta pada TPS Limbah B3
secara menyeluruh, minimal sekali sehari.
f. Setelah selesai digunakan, wadah/bin didisinfeksi dengan
disinfektan seperti klorin 0,5%, lysol, karbol, dan lain-lain
g. Petugas pengangkut yang telah selesai bekerja melepas APD dan
segera mandi dengan menggunakan sabun antiseptik dan air
mengalir
h. Bila tidak dapat langsung dilakukan pengolahan, maka limbah disimpan
dengan menggunakan freezer/cold-storage yang diatur suhunya di
bawah 0⁰C di dalam TPS

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


94 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 3.46.
Ember Bertutup Sebagai Tempat Merendam Linen atau APD Bekas Pakai 31

i. Pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan autoklaf/gelombang


mikro. Dalam kondisi darurat, penggunaan peralatan tersebut dikecualikan
untuk memiliki izin
j. Pengolahan Limbah B3 dapat menggunakan jasa perusahaan
pengolahan yang berizin dengan melakukan perjanjian kerjasama
pengolahan dan pemusnahan yang mempunyai legalitas

Gambar 3.47. Kotak Tempat Pembuangan Limbah Tajam31

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 95
Kebiasaan Baru
BAB IV
MANAJEMEN PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT DI FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA

Untuk menghindari terpaparnya bahan-bahan dan alat-alat kedokteran gigi dari droplets
dan aerosol, sebaiknya bahan dan alat yang tidak diperlukan disimpan dalam tempat
penyimpanan yang tertutup atau disimpan di area yang berjarak aman dari cipratan
droplets atau aerosol. Bahan dan alat yang akan dipergunakan pada saat bekerja dapat
dipersiapkan pada meja tindakan dan dapat ditutup agar tetap terjaga kebersihannya.
Konsep pelayanan kesehatan gigi dan mulut diwajibkan menggunakan pola four handed
dentistry sehingga partikel aerosol dapat dihisap oleh intra/ekstra oral High Volume
Evacuator (HVE) yang terpasang di dental unit atau vacuum aerosol. Asisten dokter gigi
berada di posisi static zone, pastikan lemari penyimpanan ada di belakang posisi asisten
dokter gigi sehingga alat dan bahan lain yang diperlukan dapat diraih dengan mudah.

Pengelolaan alat dan bahan perlu dilakukan dengan manajemen yang baik. Sistem stok
barang dan inventarisasi dengan perhitungan yang matang menjadi kunci dalam
pengelolaan manajemen alat dan bahan yang dipergunakan. Perlu menjadi perhatian bahwa
alat pelindung diri (APD) merupakan bahan yang perlu dilakukan pengelolaan dalam
pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini diperlukan agar bahan-bahan kebutuhan
yang diperlukan bisa dipastikan tidak sampai kehabisan stok dan atau memerlukan
waktu untuk pembelian. Harus ada pencatatan laporan permintaan dan laporan
penggunaan barang, yang berisi tentang:
a. Tanggal pembelian, jumlah pembelian
b. Tanggal pemakaian, jumlah pemakaian
c. Sisa stok, pemakaian rata-rata penggunaan per-bulan
d. Usulan kebutuhan
e. Harga satuan

Pengelolaan bahan-bahan medis habis pakai (BMHP) dianjurkan menggunakan


pengelolaan terstandar baik. Salah satu yang dapat dipergunakan adalah menggunakan
pola pengelolaan metode ABC. Metode ini membagi persediaan ke dalam tiga kelompok
berdasarkan penggunaan bulanan/tahunan pada tiap volume bahan. Metode ini digunakan
agar dapat memfokuskan sumber daya (uang dan tenaga) pada bagian persediaan
penting yang sedikit dan bukan pada bagian persediaan yang banyak namun tidak
dianggap penting. BMHP dilakukan pengkategorian berdasarkan:
• Kelas A – merupakan bahan yang mempunyai harga pembelian yang menghabiskan
anggaran belanja besar/tinggi (menghabiskan anggaran 50% - 70% dari total
belanja perbulan/tahun) dan sedangkan volume jumlah persediaan bahan
sebenarnya sedikit (kecil) sekitar 15% dari persediaan total persediaan. Contoh bahan
yang bisa dimasukkan dalam kelompok ini adalah bahan bonding, masker N95
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
96 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
dan sebagainya.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 97
Kebiasaan Baru
• Kelas B – mewakili pengelompokkan bahan yang mempunyai harga pembelian yang
menghabiskan anggaran belanja medium/sedang (menghabiskan anggaran 25% -
40% dari total belanja perbulan/tahun) dan sedangkan volume jumlah persediaan
bahan juga sedang sekitar 30% - 45% dari total persediaan. Contoh bahan yang bisa
dimasukkan dalam kelompok ini adalah baju hazmat, lidocaine dan sebagainya.
• Kelas C – mewakili pengelompokkan bahan yang mempunyai harga pembelian yang
menghabiskan anggaran belanja sedikit/kecil (menghabiskan anggaran 5% - 10%
dari total belanja perbulan/tahun) dan sedangkan volume jumlah persediaan bahan juga
besar/ banyak sekitar 45% - 55% dari total persediaan. Contoh bahan yang bisa
dimasukkan dalam kelompok ini adalah kapas, cotton roll, dan sebagainya.

Tabel 4.1 merupakan contoh pengelolaan BMHP dengan asumsi belanja perbulan adalah
Rp. 10.000.000,-

Tabel 4.1. Contoh Pengelolaan BMHP


Item nomor Volume Total Harga satuan Kebutuhan per Prosentase Total Katego
Kategori
per % bulan dalam dari % dr rikelas
klas
bulan stok rupiah anggaran angga bahan
bahan
bahan belanja ran
# bonding 2 botol 10% Rp. 1,500,000 Rp. 3,000,000 30% 52% A
# N95 2 box Rp. 1,200,000 Rp. 2,400,000 22% A
#lidocaine 40 35% Rp. 850,000/box Rp. 1,700,000 15% 45% B
ampul
#disposible 30 set Rp. 100,000/set Rp. 3,000,000 30% B
surgical
gown
#kapas ¼ kg 50% Rp. 25,000 Rp. 25,000 0,25% 3% C
#cotton roll 300 Rp. 150,000/set Rp. 450,000 3% C
buah

Kebijakan yang menjadi dasar penggunaan metode dan analisis ABC adalah:
• Perkembangan sumber daya pembelian yang dibayarkan kepada pemasok harus
lebih tinggi untuk butir persediaan A dibanding C
• Keakuratan catatan persediaan harus lebih sering diverifikasi untuk persediaan
A
• Meramalkan butir persediaan A kemungkinan harus lebih berhati-hati daripada
meramalkan butir (kelas) persediaan yang lain

Kategori pengelolaan logistik menggunakan pola ABC tidak akan lengkap apabila tidak
menggunakan pola re-order point (ROP), yaitu metode mengidentifikasi bahan atau barang
yang perlu dilakukan order pembelian pada titik stok tertentu. Metode ini sangat
berguna bagi praktik dokter gigi yang berada jauh dari pusat penjualan distributor
BMHP. Pengiriman barang menjadi titik fokus dalam metode ini. Cara perhitungan re-
order poin adalah sebagai berikut:97

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


98 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Gambar 4.1. Reorder Point Curve. Penggunaan suatu bahan dalam suatu jumlah kuantitas(Q)
yang dapat di asumsikan sebagai jumlah kebutuhan bahan(D), setelah digunakan akan
mengalami penurunan jumlah (garis ungu) yang dinamakan slope (units/day=d). Pembelian akan
bahan ini dapat dihitung pada titik tertentu (ROP) dengan perhitungan penentuan titik ini
dipengaruhi oleh waktu pengiriman barang dari distributor sampai ke tempat kita(lead
time=L).97

d = Jumlah stok bahan saat kita harus melakukan order pembelian


L = lead time, adalah waktu yang diperlukan untuk pengiriman barang dari tempat
pembelian sampai ke tempat kita
D = jumlah total kebutuhan bahan selama
pertahun/bulan T = total hari kerja selama
pertahun/bulan

Sebagai contoh:
APD dapat kita hitung, misalkan kebutuhan bahan baju disposable surgical gown dalam waktu
1 tahun adalah 1000 pcs.
Hari kerja selama 1 tahun adalah 250 hari kerja
L = lead time yang dibutuhkan adalah 3 hari waktu pengiriman
Maka,
𝑑𝑑 = #
$

1000 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝
= 4
250 ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑝𝑝
Re-Order Point = 4 x 3 hari (lead time) = 12

Jadi apabila jumlah stok APD baju disposable surgical gown tinggal 12 buah maka wajib
melakukan order pembelian untuk item bahan ini.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 99
Kebiasaan Baru
BAB V
PENYELENGGARAAN
UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)
PADA MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyelenggaraan UKM pada
pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP terbagi dalam 2 (dua) kegiatan yaitu : Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dan Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM).

Dampak pandemi COVID-19 terhadap pelayanan kesehatan adalah terganggunya akses


pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan dalam upaya kesehatan
masyarakat (UKM) di FKTP. Tingginya resiko penularan COVID-19 mengharuskan FKTP
meninjau ulang kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan dan sudah terjadwal, apakah
tetap dilaksanakan seperti biasa, dilakukan penyesuaian atau modifikasi pelayanan
dengan merubah metoda, atau ditunda pelaksanaannya. Jika pelayanan dapat
dilaksanakan dengan menjalankan protokol kesehatan, tetap harus
mempertimbangkan skala prioritas.

Karakteristik pelayanan UKM pada umumnya, termasuk UKGS dan UKGM yang dilaksanakan
di luar gedung dengan sasaran yang cenderung berkelompok atau membentuk
kerumunan, dinilai memiliki resiko tinggi terjadinya penularan COVID-19. Kebijakan
physical distancing dan penerapan kebijakan pembelajaran dari rumah secara daring bagi
semua peserta didik, cukup mempengaruhi optimalisasi kegiatan UKGS dan UKGM
pada masa pandemi.

Kebijakan pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat pada masa
pandemi dan adaptasi kebiasaan baru, memberi peluang bagi UKGS dan UKGM untuk
melaksanakan kegiatan secara optimal dengan melakukan penyesuaian atau modifikasi
dalam tata kelola dan tata laksana pelayanan. Berbagai penyesuaian atau modifikasi
pelayanan UKGS dan UKGM yang dilakukan tetap mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat, ketersediaan dan kemampuan sumber daya pelayanan, karakteristik sasaran,
perkembangan kasus COVID-19 dalam wilayah kerja Puskesmas dan perkembangan
teknologi informasi.

Tujuan penyesuaian atau modifikasi dalam pelaksanaan kegiatan UKGS dan UKGM
pada masa adapatasi kebiasaan baru dimaksudkan untuk membangun pola pelayanan
kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang aman bagi masyarakat, petugas dan
lingkungan sekitar dari resiko penularan COVID-19, tanpa mengabaikan hak
masyarakat mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
0 Baru
Dalam situasi dimana penyelenggaraan UKM pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dilakukan secara tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan, petugas kesehatan
yang memberikan pelayanan sebaiknya menggunakan masker medis. Jika jumlah masker
medis terbatas, dapat digunakan face shield bersama masker non-medis. Peserta kegiatan
UKGS dan UKGM diminta untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau hand
sanitizer.99, 100

A. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)


Usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan pada anak usia sekolah di Puskesmas, dilaksanakan di lingkup SD/MI
hingga SMA/ sederajat melalui kegiatan yang terencana, dalam waktu tertentu dan
berkesinambungan. Kegiatan – kegiatan UKGS yang dilaksanakan dalam bentuk :
1. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut;
2. Pencegahan penyakit gigi dan mulut;
3. Pemeriksaan dan penjaringan kesehatan gigi dan mulut;
4. Perawatan kesehatan gigi dan mulut;
5. Rujukan kesehatan gigi dan mulut

Dalam rangka mencapai Indonesia bebas karies tahun 2030, kegiatan Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah perlu terus diupayakan untuk terselenggara walaupun dalam
masa pandemi COVID-19. Namun, perlu beberapa penyesuaian untuk memutus
rantai penularan COVID-19, tanpa mengubah tujuan, sasaran, dan kegiatan UKGS
yang telah ditetapkan. Petunjuk Teknis yang lebih rinci dan spesifik untuk
pelaksanaan UKGS di masa adaptasi kebiasaan baru akan tersedia dalam
pedoman dan juknis tersendiri.

Tabel 5.1. Penyesuaian dan Penundaan Kegiatan UKGS

Kegiatan yang menyesuaikan Kegiatan yang ditunda


• Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut • Perawatan kesehatan gigi
• Pemeriksaan dan penjaringan kesehatan dan mulut
gigi dan mulut
• Pencegahan penyakit gigi dan mulut
• Rujukan kesehatan gigi dan mulut

Penyesuaian Kegiatan UKGS :


1. Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut
Kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dapat dilakukan secara tatap
muka (luring) atau online (daring). Materi penyuluhan dapat menambahkan
informasi tentang COVID-19 selain materi tentang kebiasaan menyikat gigi,
diet yang baik untuk kesehatan gigi, serta pentingnya menjaga kebersihan gigi
dan mulut pada masa pandemi COVID-19.
a. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan secara tatap muka

(luring) dilakukan pada daerah yang tidak memungkinkan melakukan UKGS


secara daring. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat penyuluhan
secara tatap muka :
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 10
Kebiasaan Baru 1
1) Petugas, sasaran peserta didik dan guru dan semua yang terlibat dalam
kondisi sehat
2) Ruangan dengan luas yang mencukupi untuk menerapkan physical
distancing
dan memiliki ventilasi yang baik
3) Sekolah memiliki sarana cuci tangan yang memadai
4) Sekolah menerapkan protokol kesehatan dan menyediakan sarana
pendukung seperti thermo gun dan hand sanitizer
5) Mengatur jadwal kegiatan yang tidak mengganggu proses belajar dan
tidak mengundang kerumunan
6) Media edukasi dapat disampaikan menggunakan media cetak berupa
buku informasi kesehatan atau Buku Rapor Kesehatanku

b. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan secara online (daring)
Penyuluhan dengan metode ini dapat memanfaatkan teknologi informasi,
melalui pengiriman pesan video, dll.101
Beberapa media yang dapat digunakan :
1) Web-based
Website juga dapat dijadikan wadah dalam melakukan penyuluhan
melalui daring.
2) Pesan singkat berseri (dilengkapi dengan anjuran)
Salah satu cara yang efektif untuk melakukan edukasi adalah menggunakan
pesan singkat berseri sesuai dengan kelompok umur sasaran dan
menggunakan topik tertentu. Pesan dapat dibagi dalam beberapa sesi,
lalu disertai informasi berupa video atau infografis.
Contoh pelaksanaan penyuluhan menggunakan metode pesan berseri
menggunakan aplikasi Whatsapp tampak pada gambar 5.1

Implementasi Program WA Binaan

Gambar 5.1. Implementasi penyuluhan menggunakan metode pesan berseri


(Gambar tutorial kontribusi kelompok mahasiswa Puskesmas Makasar Putaran 2,

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
2 Baru
Tim Profesi IKGMP FKGUI)

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 10
Kebiasaan Baru 3
3) Social Media
Penggunaan social media seperti Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube
adalah contoh media yang dapat digunakan untuk membangun
komunikasi dua arah
4) Gaming /Aplikasi
Untuk meningkatkan daya tarik pesan kesehatan gigi dan mulut bagi
anak usia sekolah, petugas maupun guru sekolah dapat mengunduh
beberapa permainan yang terkait topik kesehatan gigi dan mulut, lalu
di akhir sesi ditekankan pesan yang harus mereka pahami dengan
baik.

2. Pemeriksaan dan Penjaringan Kesehatan gigi dan mulut


Pemeriksaan dan penjaringan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu
kegiatan promotif UKGS yang rutin dilaksanakan di awal tahun ajaran baru,
sebagai langkah deteksi dini penyakit gigi dan mulut serta menilai status
kesehatan gigi dan mulut peserta didik. Pelaksanaannya tidak berdiri sendiri,
tapi menjadi bagian dari team work penjaringan kesehatan yang dilaksanakan
UKS di Puskesmas.

Kegiatan pemeriksaan dan penjaringan dapat dilakukan secara langsung atau dengan
pemanfaatan tekonologi informasi.
a. Pemeriksaan dan Penjaringan yang dilakukan secara langsung disekolah
Pelaksanaan penjaringan harus memperhatikan protokol kesehatan dan
memperhatikan kewaspadaan standar pencegahan pengendalian infeksi, antara
lain:
1) Petugas menggunakan APD sesuai standar, minimal menggunakan
masker,
face shield dan sarung tangan.
2) Pelaksanaan dengan mengatur jadwal dan pengaturan jumlah peserta
didik dalam satu kali pemeriksaan
3) Waktu pemeriksaan diupayakan sesingkat mungkin, dengan cara
peserta didik atau orang tua melakukan pengisian status kesehatan
anak pada formular cetak secara mandiri sebelum dilakukan
pemeriksaan secara langsung oleh petugas.
b. Pemeriksaaan dan Penjaringan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi
Pelaksanaan penjaringan dengan memanfaatkan teknologi informasi dapat
menggunakan telediagnosis/telesurvey dengan melibatkan orang tua murid,
guru sekolah dan tenaga kesehatan gigi dan mulut.

Tahapan pelaksanaan penjaringan dengan sistem telediagnosis/telesurvey:


1) Teknis Pelaksanaan
a) Guru sekolah mengirimkan informasi dan meminta persetujuan
digital untuk menggunakan data foto gigi anak dan membagikan

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
4 Baru
tautan kuesioner daring kesehatan gigi anak ke orang tua anak.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 10
Kebiasaan Baru 5
b) Guru sekolah dibekali dengan materi video dan tutorial bagaimana
melakukan foto intra oral yang tepat dalam lima posisi berbeda.
Guru juga diberikan tutorial untuk menggunakan aplikasi google
photos.
c) Orang tua murid mengirimkan foto pada guru dengan 5 posisi
yang berbeda seperti pada gambar 5.1 (dapat dikirimkan via
Whatsapp atau channel lain).
d) Guru mengunggah foto dari orang tua murid menggunakan aplikasi
google photos atau aplikasi pintar lain dan membagikan link album
kepada tenaga kesehatan penanggung jawab UKGS (penjaringan).
e) Tenaga kesehatan penanggung jawab UKGS (penjaringan)
melakukan diagnosis dari foto yang dikumpulkan dan menginput
data klinis melalui Microsoft Access (contoh terlampir) dan
merekapitulasi data kuesioner dari google form (lihat gambar 5.2)

Gambar 5.2. Lima Posisi Foto Intra Oral yang Diperlukan untuk Telediagnosis/
Telesurvey. Diadaptasi dari Estai et al102

2) Tatalaksana Pengambilan Gambar Intraoral


Pengambilan foto atau pemotretan intraoral peserta didik dilaksanakan oleh
orang tua peserta didik di rumah masing-masing. Orang tua
menggunakan masker dan sebelum memulai pemotretan, cuci tangan
dengan sabun dan air mengalir, lalu keringkan dan gunakan sarung
tangan sekali pakai bila perlu. Teknis pengambilan foto dapat dilihat
pada lampiran.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
6 Baru
Kriteria hasil foto yang baik:
a) Kualitas foto baik, gambar tidak buram, pencahayaan bagus dan
fokus
b) Gambaran gigi depan dan kondisi gusi nampak jelas terlihat,
tidak tertutup bibir dan pipi,
c) Gambaran semua permukaan palatal/lingual gigi depan atas/bawah dan
permukaan kunyah seluruh gigi posterior atas dan bawah pada
posisi oklusal atas dan bawah jelas terlihat
d) Gambaran semua permukaan gigi depan sampai gigi posterior
paling belakang atas dan bawa pada posisi lateral kiri dan lateral
kanan jelas terlihat

3) Modifikasi data klinis pemeriksaan:


a) Status gigi geligi berdasarkan pemeriksaan tidak langsung melalui foto.
Ditulis menggunakan kriteria panduan WHO Oral Health Survey
2013, pada semua gigi yang tampak (gambar 5.2). Nilai DMFT
Individual merupakan penjumlahan dari jumlah komponen D
(Decayed), M (Missing) akibat karies, dan F (Filled) pada gigi
permanen. Komponen D mencakup semua gigi dengan kode 1, 2,
B, dan C. Komponen M terdiri dari gigi dengan kode 4 atau E.
Komponen F hanya mencakup gigi dengan kode 3 atau D. Gigi dengan
kode 6 (fissure sealant) atau 7 atau H (protesa gigi cekat/penyangga
jembatan, mahkota atau veneer/implan khusus) tidak termasuk
dalam perhitungan DMFT.103, 104
b) Status kebersihan mulut
Dievaluasi berdasarkan visual foto, dievaluasi dengan skor Debris
Index Simplified (DI-S), pada 6 gigi perwakilan yang tampak
c) Rangkuman status kesehatan gigi dan mulut anak untuk orang
tua (narasi singkat).
d) Rekomendasi (narasi singkat).

4) Asesmen
Untuk melengkapi data skrining kesehatan gigi dan mulut anak,
dilakukan asesmen dengan cara mengisi kuesioner tentang kesehatan
gigi dan mulut secara daring menggunakan kuesioner standar Oral
Health Survey 2013 dari WHO yang telah dikonversi ke dalam Bahasa
Indonesia sehingga anak dapat mengisi sendiri dengan pendampingan
orang tua. Asesmen ini dilengkapi dengan lembar persetujuan digital
dalam bentuk google forms, yang mudah diisi secara daring oleh orang
tua siswa.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 10
Kebiasaan Baru 7
Gambar 5.3. Kuesioner Kesehatan gigi dan mulut Anak yang Telah Diunggah
dalam Bentuk Formulir Daring

3. Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut


Selain deteksi dini penyakit gigi dan mulut melalui skrining, juga dilakukan
sikat gigi bersama di sekolah minimal 1 kali sebulan sebelum proses belajar
mengajar, kumur- kumur dengan larutan fluor dan aplikasi topikal fluor sebagai
upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut. Kegiatan yang dapat dilakukan
adalah sikat gigi bersama dan kumur-kumur fluor. Untuk kegiatan pencegahan
lain seperti Aplikasi topikal fluor, pit dan fissure sealant ditunda
pelaksanaannya.
a. Penyesuaian kegiatan sikat gigi bersama di sekolah107
Beberapa ketentuan penyesuaian yang harus menjadi perhatian :
1) Memastikan peserta didik dalam keadaan sehat saat mengikuti
kegiatan sikat gigi Bersama
2) Peserta didik diwajibkan membawa peralatan sendiri, sikat gigi, pasta
gigi, gelas kumur dan kertas tissu dari rumah.
3) Lakukan prosedur protokol kesehatan pada anak sebelum kegiatan
dimulai meliputi pengecekan suhu tubuh dan mencuci tangan
dengan sabun
4) Guru dan pendamping UKGS menggunakan masker, face shield dan
sarung tangan

Terdapat dua model utama yang telah digunakan untuk menyikat gigi
dengan pengawasan:
1) Cara kering di mana anak-anak menyikat gigi tanpa menggunakan air
atau bak cuci. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan anak-anak duduk atau
berdiri.
2) Cara basah dimana anak menggosok gigi menggunakan air, biasanya berdiri
di wastafel.
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
8 Baru
Catatan: Cara basah tidak lagi direkomendasikan selama fase
pemulihan COVID-19 karena dianggap lebih berisiko terhadap tetesan dan
penularan kontak serta tidak memberikan manfaat tambahan
dibandingkan cara kering.

Tahap melakukan sikat gigi dengan cara kering: 107


1) Guru atau penanggung jawab UKGS dan anak-anak (dibawah supervisi)
harus mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer sebelum dan
sesudah sesi sikat gigi.
2) Jika terdapat luka, pengawas harus menutupi luka, lecet atau
kerusakan pada kulit dengan balutan tahan air sebelum memulai.
3) Guru atau penanggung jawab UKGS mengeluarkan pasta gigi ke permukaan
yang bersih (jika tidak terdapat pasta gigi individu) seperti tisu
persegi yang memungkinkan masing-masing anak mengoleskan pasta
gigi ke sikat mereka.

(a) (b)

Gambar 5.4. Cara Mengeluarkan Pasta Gigi (a) Pengawas atau guru
mengeluarkan pasta gigi pada permukaan yang bersih (contoh: tisu) dengan
tetap menjaga jarak dengan anak, (b) Anak mengambil pasta gigi yang
sudah dikeluarkan

4) Setiap sikat gigi harus dapat diidentifikasi secara individual


sehingga memungkinkan setiap anak mengenali sikat mereka
sendiri.
5) Anak-anak boleh berdiri atau duduk sambil menyikat gigi, namun area
di sekitarnya harus mudah dibersihkan.
6) Setelah menyikat, anak-anak dapat mengeluarkan/membuang sisa pasta gigi
ke dalam tisu (instruksikan anak untuk mengangkat tisu ke mulut
mereka untuk melakukannya) dan menyeka mulut mereka.
7) Tisu bekas pasta gigi dibuang di kantong sampah.
8) Setelah menyikat gigi, guru membersihkan area tempat menyikat
gigi dengan deterjen.
9) Setiap anak yang secara bergantian membilas sikat gigi dan pegangannya di
wastafel di bawah air yang mengalir dibawah pengawasan guru. Air
harus dibiarkan mengalir untuk menghindari setiap anak

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 10
Kebiasaan Baru 9
menyentuh keran.
10) Sikat gigi tidak boleh bersentuhan dengan wastafel atau keran.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


11 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
0 Baru
11) Di bawah pengawasan, setiap anak kemudian mengembalikan sikat
giginya sendiri ke tempat penyimpanan.

Gambar 5.5. Setiap peserta perlu menjaga jarak selama kegiatan


UKGS

12) Setelah kegiatan sikat gigi, guru bertanggung jawab untuk


membersihkan bak cuci dan permukaan mengikuti pedoman nasional
dan menggunakan produk pembersih standar seperti deterjen.
13) Setelah kegiatan menyikat gigi selesai, anak-anak dan guru harus
mencuci tangan.

b. Kumur – kumur Fluor


Pelaksanaan kumur-kumur fluor dapat dilakukan di sekolah ataupun di
rumah dengan pengawasan dari penanggung jawab UKGS.
Hal yang perlu diperhatikan jika kumur-kumur fluor dilaksanakan di sekolah:
1) Pastikan sekolah mempunyai fasilitas yang menunjang untuk
pelaksanaan kegiatan tersebut diantaranya tersedia wastafel dan
pembuangan limbah tidak terbuka.
2) Pelaksanaan kegiatan ini tidak dilakukan secara berkelompok tapi
perorangan dengan tetap memperhatikan jarak.
3) Setiap siswa menggunakan gelas kumur yang sekali buang, dan gelas
kumur tersebut dibuang pada tempat sampah medis yang telah
disiapkan.
4) Sebelum dan sesudah kumur-kumur fluor siswa menjaga kebersihan
tangan yaitu mencuci tangan dengan 6 langkah cuci tangan.
5) Pada saat pelaksanaan kumur-kumur fluor guru atau penanggung jawab
UKGS menggunakan APD : masker, pelindung wajah, gown, sarung
tangan dan sepatu.
6) Setelah selesai kegiatan guru atau penanggung jawab UKGS melakukan
desinfeksi area kumur-kumur.
Pelaksanaan kumur-kumur fluor di rumah dapat dipantau dengan memanfaatkan
teknologi yaitu dengan video call yang dilakukan oleh guru atau
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 11
Kebiasaan Baru 1
penanggung jawab UKGS berdasarkan permintaan orang tua siswa.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


11 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
2 Baru
c. Topikal Aplikasi Fluor
Topikal aplikasi fluor merupakan bagian dari upaya pencegahan primer
karies gigi melalui pemberian suplemen fluor secara topikal pada anak usia
di atas 6 tahun dengan resiko karies tinggi dan tidak efektif dengan metoda
lain. Larutan fluor yang sering digunakan adalah NaF, dengan konsentrasi
2% (0,2 gram bubuk fluor dilarutkan dalam 10 ml air minum)

Pemberian cukup satu kali setiap enam bulan dengan cara


mengoleskan langsung larutan fluor pada email gigi yang sudah
dibersihkan, dan dibiarkan kering selama 5 menit, dan hindari makan,
minum atau berkumur selama 1 jam. Topikal aplikasi fluor hanya diberikan
sesuai indikasi, yaitu pada anak dengan resiko karies tinggi, yang disaring
dari hasil skrining kesehatan gigi dan mulut.

Pelaksanaan topikal aplikasi fluor dalam masa adaptasi kebiasaan baru


dapat ditunda, atau jika dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme
janji temu orang tua anak dengan petugas kesehatan. Pemberian fluor
dilakukan di fasilitas kesehatan dengan penerapan kewaspadaan standar PPI
dan protokol kesehatan yang ketat.

4. Rujukan Kesehatan Gigi dan Mulut


Rujukan kesehatan gigi dan mulut dilakukan jika siswa membutuhkan
perawatan lebih lanjut di fasilitas kesehatan.

B. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM)


Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) adalah kegiatan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut di Puskesmas yang dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan peran serta
masyarakat/ keluarga dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (self care).
UKGM dilaksanakan oleh masyarakat dengan bimbingan Puskesmas melalui UKBM
yang ada yaitu Posyandu Balita, Posyandu Lansia, PAUD atau kelompok masyarakat
lainnya di wilayah kerja Puskesmas kepada kelompok masyarakat yang rawan
terhadap penyakit gigi dan mulut (ibu hamil, balita, anak pra sekolah, sekolah
dasar dan lansia).108

Kegiatan UKGM meliputi kegiatan promotif, preventif dan rujukan yang


dilaksanakan dalam bentuk :
1. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
2. Pelatihan kesehatan gigi dan mulut untuk kader
3. Pencegahan penyakit gigi dan mulut
4. Rujukan Kesehatan gigi dan mulut

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 11
Kebiasaan Baru 3
Penyesuaian /Modifikasi Kegiatan UKGM
Kondisi pandemi COVID-19 mengharuskan banyak Puskesmas menunda kegiatan-
kegiatan yang berpotensi meningkatkan resiko penyebaran COVID-19, seperti
kegiatan posyandu balita, posyandu lansia, termasuk UKGM yang pada aktifitas normal
menjadikan posyandu sebagai salah satu tempat kegiatan promosi kesehatan gigi dan
mulut. Data dari kajian cepat peran Puskesmas dalam penanganan COVID-19
menyebutkan hanya 19,2% Puskesmas yang tetap menjalankan Posyandu.

Sesuai dengan aturan dalam Surat Edaran Kemendagri tentang Operasional


Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam Pencegahan Penyebaran COVID-19,
bahwa buka atau tidaknya Posyandu sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan daerah
masing-masing dengan memperhatikan situasi dan kondisi setempat. Sejalan dengan
ketentuan tersebut kegiatan UKGM di Posyandu pun harus menyesuaikan.

Beberapa bentuk penyesuaian/modifikasi dalam pelaksanaan kegiatan UKGM antara lain:


1. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
Penyesuaian pelaksanaan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dapat
berupa:
a. Memindahkan tempat kegiatan penyuluhan ke dalam gedung Puskesmas.
Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas Puskesmas secara tatap muka
langsung atau secara luring dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
media televisi yang tersedia di Puskesmas. Sasaran kegiatan adalah
pengunjung Puskesmas sesuai karakterisik sasaran UKGM, yaitu ibu hamil,
ibu dan balita, lansia atau masyarakat lainnya. Sebelum pelaksanaan,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1) melakukan koordinasi dengan lintas program, menyusun rencana
kegiatan penjadwalan dan pengorganisasian
2) memastikan sarana prasarana di Puskesmas mendukung kegiatan,
antara lain tersedia komputer/laptop, media televisi atau proyektor
dan layar, ruangan penyuluhan yang cukup luas dan memiliki
ventilasi yang baik

3) menentukan cara/metoda penyampaian materi sesuai karakteristik


sasaran
4) menentukan jumlah maksimal sasaran penyuluhan dalam satu kali
kegiatan untuk penerapan physical distancing
5) memastikan penerapan kewaspadaan standar PPI dan protokol
kesehatan dari awal hingga akhir kegiatan
b. Memberdayakan kader posyandu yang terlatih untuk melakukan
penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara individu sesuai kelompok
sasaran/group (ibu hamil, ibu dan balita/apras dan lansia) melalui aplikasi
komunikasi Whatsapp dan media sosial lainnya
c. Memfasilitasi sasaran UKGM/masyarakat lainnya konsultasi kesehatan gigi dan
mulut melalui telekonseling dengan aplikasi komunikasi/media sosial atau

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


11 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
4 Baru
platform lainnya yang tersedia dan dapat membuat janji temu bila kasus
sasaran memerlukan tindak lanjut.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 11
Kebiasaan Baru 5
2. Pelatihan kesehatan gigi dan mulut untuk kader
Jika bukan merupakan kegiatan prioritas, pelatihan kader secara umum
atau khusus kader UKGM di Puskesmas, perlu dipertimbangkan untuk ditunda,
karena pelaksanaannya membentuk kumpulan orang yang meningkatkan resiko
penyebaran COVID-19. Bila tetap dilaksanakan, pilihan metoda pembelajaran yang
aman adalah dengan metoda secara online/daring.

Untuk itu perlu dipastikan beberapa hal berikut:


a. ketersediaan dan kemudahan akses internet di wilayah kerja Puskesmas
b. ketersediaan sarana belajar/perangkat komputer pada setiap kader peserta
latih
c. tingkat kemampuan kader dalam menguasai teknik/metoda belajar
daring

3. Kegiatan pencegahan penyakit gigi dan mulut


a. Sikat gigi bersama
Kegiatan sikat gigi bersama dilaksanakan oleh kader di Taman Kanak-
Kanak, Pendidikan Anak Usia Dini atau taman bermain anak yang ada di
wilayah kerja Puskesmas. Dengan penerapan kebijakan anak belajar di
rumah, maka kegiatan dapat dialihkan ke rumah dengan pengawasan orang
tua dan bimbingan kader. Kader memfasilitasi orang tua yang memiliki
anak balita atau anak prasekolah dengan pengetahuan tentang
pemeliharaan kesehatan gigi dan cara menyikat gigi, yang dapat dibagi
lewat komunikasi melalui pesan singkat atau whatsapp, berupa artikel,
gambar atau video. Untuk memantau kegiatan anak menyikat gigi kader bisa
mengetahuinya lewat komunikasi dengan orang tua anak atau melalui buku
bantu.
b. Kampanye Sikat Gigi
Kampanye sikat gigi adalah bagian dari pemberdayaan masyarakat dalam
UKGM melalui pendekatan kemitraan, dengan organisasi profesi dan institusi
pendidikan terkait, perusahaan atau organisasi masyarakat yang memiliki
concern pada kesehatan gigi dan mulut. Kampanye sikat gigi umumya
dilaksanakan pada momen tertentu dalam bentuk kegiatan luar ruang dan
melibatkan banyak orang. Dengan kondisi pandemi saat ini, penyesuaian
kegiatan kampanye sikat gigi dilakukan untuk menghindari kumpulan
orang, dengan mengalihkan kegiatan kampanye melalui media elekronik,
media online, media sosial, atau platform lainnya yang tersedia.

4. Rujukan Kesehatan gigi dan mulut


Rujukan UKGM adalah langkah tindak lanjut dari kasus-kasus kesehatan gigi
dan mulut yang ditemukan kader dan memerlukan penanganan tenaga
kesehatan gigi dan mulut. Rujukan oleh kader perlu disesuaikan dengan
kondisi saat ini, antara lain:
a. kader merujuk sasaran kepada tenaga kesehatan melalui aplikasi

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


11 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
6 Baru
komunikasi, agar sasaran dapat berkonsultasi langsung dengan petugas
kesehatan melalui telekonseling atau menggunakan aplikasi komunikasi
yang ada

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 11
Kebiasaan Baru 7
b. kader merujuk sasaran ke Puskesmas bila kasus memerlukan penanganan
medis, menggunakan mekanisme janji temu dengan petugas kesehatan

Beberapa materi promosi kesehatan gigi dan mulut yang dapat digunakan
dalam penyuluhan pada UKGS dan UKGM terlampir pada tabel 5.3

Tabel 5.2. Daftar Program Promosi Kesehatan Berbasis Web

NO URL TARGET USIA


1 http://www.e-dentalez.com/sitio/oral-health- Lansia (>55 tahun)
promotion/
2 https://cavityfreekids.org/ Anak sejak lahir hingga usia 5
tahun serta keluarganya
3 https://www.cdc.gov/oralhealth/basics/adult- Dewasa
oral-health/tips.html
4 https://www.simplestepsdental.com/ Seluruh kelompok umur
5 https://www.mouthhealthy.org/en Seluruh kelompok umur
6 http://media.dent.umich.edu/teachoralhealth/ Materi pelatihan untuk guru sekolah/
index.html. kader mengajarkan topik
kesehatan gigi pada anak TK dan
SD
7 https://www.e-bug.eu/ Materi untuk guru sekolah
mengajarkan pada siswa tentang
topik PHBS
8 https://www.dentalhealth.org/how-to-clean- Seluruh kelompok umur
your-teeth
9 https://www.dental.wa.gov.au/ Seluruh kelompok umur
10 https://www.mchoralhealth.org/index.php Ibu dan anak

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


11 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
8 Baru
BAB VI
PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI
PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
DI FKTP PADA MASA PANDEMI DAN ADAPTASI
KEBIASAAN BARU

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP perlu dilakukan


pembinaan, pemantauan dan evaluasi, hal ini bertujuan agar pelayanan yang diberikan
sudah sesuai dengan protokol-protokol kesehatan yang telah ditetapkan dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Kegiatan pembinaan, pemantauan dan pengawasan ini melibatkan Dinas Kesehatan


Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi, Kementerian Kesehatan dan stake holder
terkait yaitu organisaasi profesi.

A. Pembinaan
Pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di FKTP pada
masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru dilakukan secara periodik. Pembinaan
dilakukan secara berjenjang oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan
Provinsi serta berkolaborasi dengan stakeholder terkait yaitu organisasi profesi
salah satunya dalam melakukan pembinaan di FKTP klinik pratama dan tempat
praktik mandiri dokter gigi.

B. Pemantauan dan Evaluasi


Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut di FKTP pada masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru dilakukan secara
periodik dengan menggunakan instrument yang telah ditetapkan.

Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Provinsi serta Kementerian Kesehatan.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 11
Kebiasaan Baru 9
BAB VII
PENUTUP

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru disusun untuk membantu Puskesmas,
Klinik Pratama serta Praktik Mandiri dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut yang bermutu dan berkualitas bagi masyarakat dengan tetap mengutamakan
penerapan kewaspadaan standar dan transmisi sebagai upaya perlindungan kepada tenaga
kesehatan dan masyarakat dari risiko penularan infeksi COVID-19.

Penerapan PPI yang sesuai standar harus dilaksanakan agar pelaksanaan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dapat berjalan dengan baik dan bermutu. Mengingat
perkembangan ilmu pengetahuan terkait COVID-19 yang sangat cepat dan berlangsung
setiap saat, maka seluruh komponen FKTP dan Dinas Kesehatan wajib mengikuti
perkembangan perubahan dari sumber-sumber yang resmi dan terpercaya agar dapat
disesuaikan dengan protokol pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang akan
diberikan.

Harapannya dengan keterlibatan semua pihak maka rantai penularan dan penyebaran
COVID-19 dapat dikendalikan dengan baik. Semoga perjuangan kita bersama ini dapat
membawa negara Indonesia kembali kepada tatanan kehidupan yang normal dengan
sesungguhnya.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


12 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
0 Baru
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiersinga WJ, Rhodes A, Cheng AC, Peacock SJ, Prescott HC. Pathophysiology,
Transmission, Diagnosis, and Treatment of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A
Review. JAMA Intern Med. Aug 2020;324(8):782-793.
2. Peng X, Xu X, Li Y, Cheng L, Zhou X, Ren B. Transmission routes of 2019-nCoV and
controls in dental practice. Int J Oral Sci. 2020 3 Mar 2020;12(1).
3. Khanagar SB, Al-Ehaideb A, Vishwanathaiah S, Maganur PC, Naik S, Salman
Siddeeqh. Exposure Risks and Preventive Strategies Considered in Dental Care
Settings to Combat Coronavirus Disease (COVID-19). HERD. 2020.
4. Bhowmick GD, Dhar D, Nath D, Ghangrekar MM, Banerjee R, Das S, et al.
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak: some serious consequences with
urban and rural water cycle. npj Clean Water. July 2020;3(32).
5. Kotlyar AM, Grechukhina O, Chen A, Popkhadze S, Grimshaw A, Tal O, et al.
Vertical transmission of coronavirus disease 2019: a systematic review and meta-
analysis. Am J Obstet Gynecol. 2021;224(1):35-53.
6. Definition and categorization of the timing of mother-to-child transmission of SARS-CoV-2
[database on the Internet]2021. Available from: https://www.who.int/publications/i/
item/WHO-2019-nCoV-mother-to-child-transmission-2021.1.
7. Karia R, Gupta I, Khandait H, Yadav A, Yadav A. COVID-19 and its Modes of
Transmission. SN Compr Clin Med. 2020:1798-1801.
8. Food and Coronavirus Disease 2019 [database on the Internet]2019. Available from:
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/food-and-COVID-19.
html.
9. Transmission of SARS-CoV-2: implications for infection prevention precautions: scientific
brief [database on the Internet]July 2020. Available from: https://apps.who.int/iris/
handle/10665/333114. .
10. Dehghani R, Kassiri H. A brief review on the possible role of houseflies and
cockroaches in the mechanical transmission of Coronavirus Disease 2019 (COVID-
19). Arch Clin Infect Dis. 2020.
11. Pankhurst C, Coulter W. Basic Guide to Infection Prevention and Control in Dentistry. 2
ed: Wiley Blackwell; 2017.
12. Harrel SK, Molinari J. Aerosols and splatter in dentistry: a brief review of the
literature and infection control implications. J Am Dent Assoc. 2004 April
2004;135(4):429-437.
13. Leung NHL, Chu DKW, Shiu EYC, Chan K-H, McDevitt JJ, Hau BJP, et al. Respiratory
virus shedding in exhaled breath and efficacy of face masks. Nature Medicine.
2020;26:676– 680.
14. Doremalen N, TrentonBushmaker, H.Morris D, G.Holbrook M, AmandineGamble,
N.Williamson B, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as Compared
with SARS-CoV-1. The new england journal of medicine. 2020;382(16):1564-

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 12
Kebiasaan Baru 1
1567.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


12 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
2 Baru
15. Gallagher JE, C SK, Johnson IG, Al-Yaseen W, Jones R, McGregor S, et al. A systematic
review of contamination (aerosol, splatter and droplet generation) associated with
oral surgery and its relevance to COVID-19. BDJ Open. 2020;25(6).
16. Guidance for Dental Settings: Centres for Disease Control and Prevention [database
on the Internet]2020. Available from:
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/ dental-settings.html
17. Modes of Transmission of Virus Causing COVID-19: Implications for IPC Precaution
Recommendations [database on the Internet]2019. Available from:
https://www.who. int/news-room/commentaries/detail/modes-of-transmission-of-virus-
causing-covid- 19-implications-for-ipc-precaution-recommendations.
18. Ge Z-y, Yang L-m, Xia J-j, Fu X-h, Zhang Y-z. Possible aerosol transmission of COVID-
19 and special precautions in dentistry. J Zhejiang Univ Sci B. 2020;21(5):361-
368.
19. Harrison AG, Lin T, Wang P. Mechanisms of SARS-CoV-2 Transmission and Pathogenesis.
[December]. 2020;41(12):1100-1115.
20. WHO. Clinical Management of severe acute respiratory infection when novel coronavirus
(2019-nCoV) infection is suspected. 2020; Available from: https://www.who.int/
publications/i/item/clinical-management-of-covid-19.
21. Spinato G, Fabbris C, Jerry Polesel. Alterations in Smell or Taste in Mildly
Symptomatic Outpatients With SARS-CoV-2 Infection. JAMA Intern Med.
2020;323(20):2089-2090.
22. Giacomelli A, Pezzati L, Conti F, Bernacchia D, Siano M, Oreni L. Self-reported olfactory
and taste disorders in SARS-CoV-2 patients: a cross- sectional study. Clin Infect Dis
2020.
23. Tong JY, Wong A, Zhu D, Fastenberg JH, Tham T. The Prevalence of Olfactory and
Gustatory Dysfunction in COVID-19 Patients: A Systematic Review and Meta-
analysis. Otolaryngol Head Neck Surg. 2020.
24. Mortazavi H, Rezaeifar K, Nasrabadi N. Oral Manifestations of Coronavirus Disease-19: A
Mini-review. Open Access Maced J Med Sci. 2020;8(T1):286-289.
25. Sabino-Silva R, Jardim ACG, Siqueira WL. Coronavirus COVID-19 impacts to dentistry
and potential salivary diagnosis. Clin Oral Investig. 2020.
26. Xu H, Zhong L, Deng J, Peng J, H HD, Zeng X. High expression of ACE2 receptor of
2019- nCoV on the epithelial cells of oral mucosa. Int J Oral Sci. 2020;12(1):8.
27. Riad A, Klugar M, Krsek M. Related Oral Manifestations: Early Disease Features? . Oral
Dis. 2020.
28. Brandão TB, Gueiros LA, Melo TS, Prado-Ribeiro AC, Nesrallah ACFA, Prado GVB, et al.
Oral lesions in patients with SARS-CoV-2 infection: could the oral cavity be a target
organ? Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol. 2020;131(2):45-51.
29. Mujayanto R, Indraswary R. Differential Diagnosis of COVID-19 Enanthema. Eur J
Dent. 2020;14(S 01):S179-S181.
30. Vieira AR. Oral manifestations in coronavirus disease 2019 (COVID-19). Oral Dis.
2020.
31. Coulthard P, Thomson P, Dave M, Coulthard FP, Seoudi N, Hill M. The COVID-19
pandemic and dentistry: the clinical, legal and economic consequences - part 1:

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 12
Kebiasaan Baru 3
clinical. Br Dent J. 2020.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


12 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
4 Baru
32. Coulthard P, Thomson P, Dave M, Coulthard FP, Seoudi N, Hill M. The COVID-19
pandemic and dentistry: the clinical, legal and economic consequences - part 2:
consequences of withholding dental care. Br Dent J. 2020.
33. COVID-19 Control and Prevention: Dentistry Workers and Employer [database on
the Internet]2020. Available from: https://www.osha.gov/coronavirus/control-
prevention/ dentistry.
34. Astoeti TE, Widyarman AS. Teledentistry. 1 ed: FKG Universitas Trisakti; 2020.
35. Amtha R, Gunardi I, Dewanto I, Widyarman AS, Theodorea CF. Panduan Dokter Gigi
dalam Era New Normal: PB PDGI; 2020.
36. OSAP, DQP. Best Practices for Infection Control in Dental Clinics During The
COVID-19 Pandemic. 2020. 2020.
37. COVID-19: Occupational health and safety for health workers: interim guidance
[database on the Internet]2021. Available from:
https://apps.who.int/iris/handle/10665/339151.
38. Bhanushali P, Katge F, Deshpande S, Chimata VK, Shetty S, Pradhan D. COVID-19:
Changing Trends and Its Impact on Future of Dentistry. Int J Dent. 2020.
39. Lee YL, Chu D, Chou SY, Hu HY, Huang SJ, Yen YF. Dental Care and Infection-
Control Procedures During The COVID-19 Pandemic: The Experience in Taipei City
Hospital, Taiwan. Journal of Dental Sciences. 2020;15(3):369-372.
40. Ghai S. Teledentistry during COVID-19 pandemic. Diabetes Metab Syndr. 2020
Sept-Oct 2020;14(5):933-935.
41. Jampani ND, Nutalapati R, Dontula BS, Boyapati R. Applications of teledentistry: A
literature review and update. J Int Soc Prev Community Dent. 2011;1(2):37-44.
42. Lurie N, Carr BG. The Role of Telehealth in the Medical Response to Disasters. JAMA
Intern Med. 2018 June 1;178(6):745-746.
43. Guo H, Zhou Y, Liu X, Tan J. The impact of the COVID-19 epidemic on the utilization
of emergency dental services. J Dent Sci. 2020;15(4):564-567. .
44. Lucaciu O, Tarczali D, Petrescu N. Oral Healthcare During the COVID-19 Pandemic.
Journal of Dental Sciences. 2020 December 2020;15(4):399-402.
45. Gazal G. Management of an emergency tooth extraction in diabetic patients on the
dental chair. Saudi Dental Journal. 2019.
46. ADA. What Constitutes a Dental Emergency? 2020 [updated 19 March 2020].
47. Mattoo KA, Jain S. Managing Prosthodontic (Geriatric) Patients During the SARS-
CoV-2 Pandemic. J Int Oral Health. 2020;12(Suppl S2):69-75.
48. Sivaraman K, Chopra A, Narayana A, Radhakrishnan RA. A five-step risk
management process for geriatric dental practice during SARS-CoV-2 pandemic.
Gerodontology. 2020.
49. Luzzi V, Ierardo G, Bossù M, Polimeni A. Paediatric Oral Health during and
after the COVID-19 Pandemic. Int J Paediatr Dent. 2021;31(1):20-26.
50. Wang Y, Zhou CC, Shu R, Zou J. Oral Health Management of Children during the
Epidemic Period of Coronavirus Disease 2019. Sichuan Da Xue Xue Bao Yi Xue
Ban. 2020 Mar 2020;51(2):151-154.
51. Implications of COVID-19 for the safe management of general dental practice: A
practical guide [database on the Internet]2020.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 12
Kebiasaan Baru 5
52. Luks AM, Swenson ER. Pulse oximetry for monitoring patients with COVID19 at
home: potential pitfalls and practical guidance. Ann Am Thorac Soc. 2020.
53. Quaresima V, Ferrari M. COVID-19: efficacy of prehospital pulse oximetry for early
detection of silent hypoxemia. Crit Care. 2020;24(501).
54. CDC In Action: Global COVID-19 [database on the Internet]2020. Available from:
https:// www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/global-covid-19/index.html.
55. Djalante R, Lassa J, Setiamarga D, Sudjatma A, Indrawan M, Haryanto B, et al.
Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Period of
January to March 2020. Progress in Disaster Science. 2020 6 Apr 2020.
56. Infection Control Basics [database on the Internet]2016. Available from:
https://www. cdc.gov/infectioncontrol/basics/index.html.
57. Guidelines on Hand Hygiene in Healthcare [database on the Internet]2009.
Available from: https://www.who.int/publications/i/item/9789241597906.
58. Your 5 Moments for Hand Hygiene: Dental Care [database on the Internet]2012.
Available from: https://www.who.int/gpsc/5may/dental-care.pdf.
59. Rational Use Of Personal Protective Equipment For Coronavirus Disease (COVID-
19) and Considerations During Severe Shortages: Interim Guidance, [database on
the Internet]2020. Available from:
https://apps.who.int/iris/handle/10665/331695.
60. 2014. NIOSH Guide to the Selection and Use of Particulate Respirators.
61. Ippolito M, Vitale F, Accurso G, Iozzo P, Gregoretti C, Giarratano A, et al. Medical masks
and Respirators for the Protection of Healthcare Workers from SARS-CoV-2 and other
viruses. Pulmonology. 2020;26(4):204-212.
62. Counterfeit Respirators/Misrepresentation of NIOSH-Approval [database on the
Internet]2021. Available from: https://www.cdc.gov/niosh/npptl/usernotices/
counterfeitResp.html.
63. How to Properly Put on and Take off a Disposable Respirator [database on
the Internet]2010. Available from:
https://www.cdc.gov/niosh/docs/2010-133/pdfs/2010- 133.pdf.
64. Decontamination and Reuse of Filtering Facepiece Respirators [database on
the Internet]2020. Available from: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/
ppe- strategy/decontamination-reuse-respirators.html.
65. Fisher EM, Shaffer RE. Considerations for Recommending Extended Use and
Limited Reuse of Filtering Facepiece Respirators in Health Care Settings. J Occup
Environ Hyg. 2014;11(8):37-41.
66. Pascal SC, Juang MD, Tsai P. N95 Respirator Cleaning and Reuse Methods Proposed By
The Inventor of The N95 Mask Material. The Journal of Emergency Medicine.
2020;58(5):817- 820.
67. Bergman MS, Viscusi DJ, Zhuang Z, Palmiero AJ, Powell JB, Shaffer RE. Impact
of multiple consecutive donnings on filtering facepiece respirator fit. Am J Infect
Control. 2012;40(4):375-380.
68. Reusable Elastomeric Respirators in Health Care: Considerations for Routine and
Surge Use. 2019. 2019.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


12 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
6 Baru
69. Chiang J, Hanna A, Lebowitz D. Elastomeric respirators are safer and more
sustainable alternatives to disposable N95 masks during the coronavirus outbreak.
Int J Emerg Med. 2020;13(39).
70. Oh C, Araud E, Puthussery JV, Bai H, Verma V, Nguyen TH. Dry Heat as a
Decontamination Method for N95 Face Respirator Reuse. ChemRxiv. 2020.
71. Rodriguez-Martinez CE, Sossa-Briceno MP, Cortes JA. Decontamination and reuse of N95
filtering facemask respirators: A systematic review of the literature. American
Journal of Infection Control. 2020;48:1520-1532.
72. Critical shortage or lack of personal protective equipment in the context of COVID-
19 : considerations for health-care settings. [database on the Internet]2020.
Available from: https://apps.who.int/iris/handle/10665/333631.
73. Optimization, Validation, and Implementation of a UV Disinfection Method for N95
Face Masks [database on the Internet]. University of Chicago Medical Center. 2020.
Available from: https://www.n95decon.org/s/UCMC-Surfacide-Mask-UVGI-
ProcessValidation- and-Process-v6.pdf.
74. Smullin SJ, Tarlow BD, Consortium ND. Applied Biosafety.2020. 2020.
75. Nejatidanesh F, Khosravi Z, Goroohi H, Badrian H, Savabi O. Risk of Contamination
of Different Areas of Dentist's Face During Dental Practices. Int J Prev Med.
2013;4(5):611- 615.
76. Medical Gowns [database on the Internet]2021. Available from:
https://www.fda.gov/ medical-devices/personal-protective-equipment-infection-
control/medical-gowns.
77. Qian H, Zheng X. Ventilation control for airborne transmission of human exhaled
bio- aerosols in buildings. J Thorac Dis. 2018;10 (Suppl 19):S2295-S2304.
78. Osei-Bonsu K, Masroor N, Cooper K, Doern C, Je.erson KK, Major Y. Alternative
doffing strategies of personal protective equipment to prevent self-contamination in
the health care setting. American Journal of Infection Control. 2019;47(5):534-
539.
79. Tang JW, Y YL, I IE, Chan PK, Ridgway GL. Factors involved in the aerosol
transmission of infection and control of ventilation in healthcare premises. J Hosp
Infect. 2006;64(2):100- 114.
80. Wundavalli L, Singh S, Singh AR, S SS. How to rapidly design and operationalise
PPE donning and doffing areas for a COVID-19 care facility: quality improvement
initiative. BMJ Open Qual. 2020;9(3).
81. Bordea IR, Xhajanka E, Candrea S, Bran S, Onișor F, Inchingolo AD, et al.
Coronavirus (SARS-CoV-2) Pandemic: Future Challenges for Dental Practitioners
Microorganisms. 2020;8(11):1704.
82. Cleaning, Disinfecting and Ventilation [database on the Internet]2020. Available
from: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/community/clean-disinfect/
index.html.
83. List N: Disinfectants for Coronavirus (COVID-19) [database on the
Internet]2020. Available from: https://www.epa.gov/pesticide-registration/list-n-
disinfectants-use- against-SARS-CoV-2-COVID-19.
84. Kemenkes. PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI FASILITAS

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 12
Kebiasaan Baru 7
PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA. In: KESEHATAN DMDAP, editor. Jakarta
2020.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


12 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
8 Baru
85. Ratnesar-Shumate S, Williams G, Green B, Krause M, Holland B, Wood S, et al.
Simulated Sunlight Rapidly Inactivates SARS-CoV-2 on Surfaces. The Journal of
Infectious Diseases. July 2020;222(2):214-222.
86. Benakatti VB, Kanathila H. BIOMEDICAL WASTE MANAGEMENT IN DENTAL OFFICE-A
REVIEW. WORLD JOURNAL OF ADVANCEHEALTHCARE RESEARCH. 2018;2(4):177-
181.
87. Tajrin A, Jusily M, Indratoto MP, editors. Pedoman Tatalaksana Praktik Rumah Sakit
Gigi dan Mulut di Masa dan Pasca Pandemi COVID-19: Asosiasi Rumah Sakit Gigi
dan Mulut Pendidikan Indonesia; 2020.
88. Suryantoro R. Rubber Dam Kit. 2020.
89. Avasth A. High Volume Evacuator (HVE) in reducing aerosol- an exploration worth
by clinicians. Journal of Dental Health Oral Disorders & Therapy. 2018;9(3):165-
166.
90. High volume, high port velocity and wide air pathway in dental evacuation is
needed for proper management of water and aerosol [database on the
Internet]2019 [cited 9th February 2021]. Available from: https://www.nu-
bird.com/dentistry-technology-and- hv-evolution.
91. Rajeev K, Kuthiala P, Ahmad FN, Tafadar MN, Ganorkar OK, Voulligonda D, et al.
Aerosol Suction Device: Mandatory Armamentarium in Dentistry Post Lock Down.
Journal of Advanced Medical and Dental Sciences Research. 2020;8(4):81-83.
92. Avasth A. High Volume Evacuator (HVE) in reducing aerosol- an exploration worth
by clinicians Journal of Dental Health, Oral Disorders & Therapy.9(3).
93. Suryantoro R. Contoh Manajemen Aerosol 2020.
94. Shahdad S, Patel T, Hindocha A, Cagney N, Mueller J-D, Seoudi N, et al. The
efficacy of an extraoral scavenging device on reduction of splatter contamination
during dental aerosol generating procedures: an exploratory study. British
Dental Journal. 2020.
95. Seneviratne CJ, Balan P, Ko KKK, Udawatte NS, Lai D, Ng DHL, et al. Efficacy of
commercial mouth-rinses on SARS-CoV-2 viral load in saliva: randomized control
trial in Singapore. Infection 2020.
96. Bidra AS, Pelletier JS, Westover JB, Frank S, Brown SM, Tessema B. Rapid In-
Vitro Inactivation of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-Cov-
2) Using Povidone Iodine Oral Antiseptic Rinse. Journal of Prosthodontics.
2020;29:529-533.
97. Kirk-Bayley J, Sunkaraneni S, Challacombe S. The Use of Povidone Iodine Nasal
Spray and Mouthwash During the Current COVID-19 Pandemic May Reduce Cross
Infection and Protect Healthcare Workers. 2020.
98. Operations Management: Sustainability and Supply Chain Management [database
on the Internet]. Pearson Education. Pearson Education. 2017 [cited 7 Feb
2021]. Available from:
https://www.pearson.com/us/higher-education/product/Heizer- Operations-
Management-Sustainability-and-Supply-Chain-Management-12th-
Edition/9780134130422.html.
99. Penggunaan Masker dan Penyediaan Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 12
Kebiasaan Baru 9
untuk Mencegah Penularan Corona Virus Disease 19 (COVID 19), Surat Edaran
No. HK. 02.02/I/385/2020 (2020).

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


13 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
0 Baru
100. Considerations for the provision of essential oral health services in the context
of COVID-19: interim guidance [database on the Internet]. IRIS (Institutional
Repository for Information Sharing). 2020. Available from: https://apps.who.int/
iris/bitstream/handle/10665/333625/WHO-2019-nCoV-Oral_health-2020.1-eng.
pdf?sequence=1&isAllowed=y.
101. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat,
PMK No 67 Tahun 2015 (2015).
102. Estai M, Kanagasingam Y, Huang B, Checker H, Steele L, Kruger E, et al. The
efficacy of remote screening for dental caries by mid-level dental providers
using a mobile teledentistry model. Community Dentistry and Oral Epidemiology.
2016;44(5):435-441.
103. Varenne B. Mean number of Decayed, Missing, and Filled Permanent Teeth (mean
DMFT) among the 12-year-old age group. WHO; [cited 2021 9 Feb 2021]; Available
from: https:// www.who.int/data/gho/indicator-metadata-registry/imr-
details/3812.
104. Cavalcante NV, Oliveira AH, Sá BVCd, Botelho G, Moreira TR, Costa GDd, et al.
Computing and Oral Health: Mobile Solution for Collecting, Data Analysis, Managing and
Reproducing Epidemiological Research in Population Groups. International Journal
of Environmental Research and Public Health. 2020;17(1076):1-21.
105. Kemenkes. Petunjuk Teknis Penjaringan Kesehatan dan Pemeriksaan Berkala Anak
Usia Sekolah dan Remaja. In: Keluarga DK, editor. Jakarta2019.
106. Estai M, Kanagasingam Y, Huang B, Shiikha J, Kruger E, Bunt S, et al. Comparison
of a Smartphone-Based Photographic Method with Face-to-Face Caries Assessment: A
Mobile Teledentistry Model. TELEMEDICINE and e-HEALTH. 2016;23(5):1-6.
107. Public Health England. COVID-19: guidance for supervised toothbrushing programmes
in early years and school settings. 2020.
108. Kemenkes. Pedoman Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM). Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik; 2004.
109. World Health Organization (2021). Severe Acute Respiratory Infections Treatment
Centre. Maret2021.Availablefrom:https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/
10665/331603/ WHO-2019-nCoV-SARI_treatment_center-2020.1-eng.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
110. World Health Organization. (2021). Roadmap to improve and ensure good
indoor ventilation in the context of COVID-19. Available from
https://apps.who.int/iris/ handle/10665/339857.

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 13
Kebiasaan Baru 1
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
94 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
LAMPIRAN

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan 95
Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
96 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
LAMPIRAN

Road Map Strategi Perbaikan Sistem Ventilasi Alami 110

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan


Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 97
Kebiasaan Baru
Road Map Strategi Perbaikan Sistem Ventilasi Mekanik 110

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


98 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 99
Kebiasaan Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
0 Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 101
Kebiasaan Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
2 Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 103
Kebiasaan Baru
TATALAKSANA PENGAMBILAN GAMBAR INTRAORAL
Posisi Anak dan Jari Operator Ketika Mengambil Gambar
untuk Telediagnosis/Telesurvey

POSISI FOTO KETERANGAN GAMBAR

Posisi pasien duduk tegak dengan


gigi sejajar kamera operator.
GIGI DEPAN
Jari operator membantu membuka
bibir atas dan bawah pasien

Posisi pasien duduk tegak dengan


kepala menengadah sekitar 45'
GIGI ATAS dari posisi awal. Jari telunjuk
dan ibu jari operator
membebaskan bibir atas Pasien

Posisi pasien duduk tegak


dengan kepala menunduk ke
GIGI BAWAH bawah. Jari telunjuk dan ibu
jari operator membantu
membebaskan bibir bawah
pasien

Posisi pasien duduk tegak


dengan mempertahankan
gigitan awal dan sedikit
GIGI SISI KIRI
menoleh ke kanan. Jari telunjuk
dan ibu jari dari operator
membantu membebaskan bibir
atas dan bawah pasien

Posisi pasien duduk tegak


dengan mempertahankan
gigitan awal dan sedikit
GIGI SISI KANAN
menoleh ke kiri. Jari telunjuk
dan ibu jari dari operator
membantu membebaskan bibir
atas dan bawah pasien

Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
4 Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 105
Kebiasaan Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
6 Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi 107
Kebiasaan Baru
Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
10 di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
8 Baru

Anda mungkin juga menyukai