Anda di halaman 1dari 13

NAMA : RISNA

NIM : R011191125

REVIEW MATERI KELOMPOK 5 ANAFILAKSIS

 Anafilaksis merupakan salah satu bentuk reaksi alergi yang fatal dan memerlukan
penanganan gawat darurat. Reaksi anafilaksis adalah respon imunologi yang berlebihan
terhadap suatu bahan dimana seorang individu pernah tersensitasi oleh bahan tersebut.
 Etologi : antibiotic, obat-obatan, makanan dan lain-lain
 Manifestasi klinis
o Rasa takut
o Kelemahan
o Keringat dingin
o Bersin
o Rinorhea
o Asma
o Rasa tercekik
o Disfagia
o Mual dan muntah
o Nyeri abdomen
o Inkontinensia
o Kehilangan kesadaran
o Urtikaria
o Angiodema
o Obstruksi respirasi
o Kolaps pembuluh darah
 Diagnosis keperawatan :
o Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme
o Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
o Risiko syok berhubungan dengan reaksi anafilaksis
o Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal
o Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal
o Hipertermi berhubungan dengan sepsis
o Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan sepsis
o Risiko reaksi alergi berhubungan dengan pajanan pada alergen

REVIEW MATERI KELOMPOK 6 RHINITIS ALERGI

 Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membrane mukosadi hidung.


 Rhinitis Alergi didefinisikan sebagai suatu penyakit inflamasi yang dimediasi
immunoglobulin E (IgE) setelah terjadi suatu paparan terhadap membrane mukosa
hidung oleh allergen tertentu.
 Etiologi :
o Faktor genetic pada rhinitis alergi dapat dilihat dari hubungan fenotipik yang erat
antara pilek alergi dan asma bronchial (penyakit diturunkan). Penyakit alergi
bersifat diturunkan dalam keluarga.
o Faktor risiko rhinitis alergi dari lingkungan berupa paparan alergen. Berdasarkan
penelitian di RSCM, diperoleh data 59% sensitivitas terhadap allergen inhalan
dan 49% terhadap allergen makanan. Penelitian menunjukkan bahwa odd ratio
rhinitis alergi lebih tinggi pada anak yang memelihara hewan, terutama anjing.
 Rhinitis terbagi 2 berdasarkan sifatnya : rhinitis akut dan rhinitis kronis.
 Allergen : inhalan, ingestan, injektan, dan kontaktan.
 Fase reaksi alergi : immediate phase allergic reaction dan late phase allergic reaction.
 Manifestasi klinis:
o Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya
bersin lebih dari 6 kali).
o Hidung tersumbat.
o Hidung meler, biasanya bening dan encer.
o Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorokan.
o Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
 Terapi dan obat-obatan :
o Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari
kontak dengan allergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk allergen ingestan
(alergi makanan).

o Antihistamin, Efeksedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien


yang mengalami gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya

o Imunoterapi: Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan


hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang
gejalanya berat.
 DIAGNOSIS KEPERAWATAN
o Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d spasme jalan napas d.d batuk tidak efektif
o Gangguan Pola Tidur b.d kurang control tidur dibuktikan dengan keluhan istirahat
tidak cukup akibat penyumbatan pada hidung
o Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d anoreksia d.d
kurang minat pada makanan karena rhinore/keluar cairan encer pada hidung
o Gangguan Persepsi Sensori b.d gangguan penciuman d.d distorsi sensori
o Gangguan Identitas Diri b.d gangguan peran social dibuktikan dengan perasaan
yang fluktatif terhadap diri akibat rhinore (cairan bening encer pada hidung)

REVIEW MATERI KELOMPOK 7 DHERMATITIS CONTACT


 Dermatitis kontak (dermatitis venanata) merupakan respon reaksi hipersensivitas lambat
tipe IV. Penyakit ini adalah suatu inflamasi pada kulit yang sering bersifat ekzematosa
dan dapat disertai dengan adanya edema interseluler pada epidermis karena kulit
berinteraksi dengan bahan-bahan yang iritatif atau alergenik.
 Dermatitis kontak terbagi menjadi dua berdasarkan penyebabanya:
o Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah peradangan kulit yang terjadi setelah kulit
terpapar dengan bahan alergen melalui proses hipersensitivitas tipe lambat.
Terjadinya DKA sangat tergantung dari kemampuan suatu bahan untuk
mensensitisasi, tingkat paparan dan kemampuan masuknya bahan tersebut dalam
kulit, oleh karena itu seseorang dapat terkena DKA apabila terjadi sensitisasi
terlebih dahulu oleh bahan alergenik.
o Dermatitis kontak iritan terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi
atau fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontrak pertana
dengan iritan atau kontak ulang dengan iritan ringan selama waktu yang lama
dengan menunjukkan gejala seperti kekeringan kulit yang berlangsung beberapa
hari hingga bulan, Vesikula, fisura dan pecah-pecah, tangan dan lengan bawah
merupakan bagian yang paling sering terkena.
 Etiologi :
o Alkali : sabun, deterjen, , pembersih, insektisida
o Kosmetik : parfum, minyak-minyak
o Hydrokarbons : minyak bumi mentah, minyak pelumas, minyak mineral, aspal, tar
o Kain : wol, polyester, serat kaca
o Logam : kalsium klorida, merkuri, nikel, perak,
o Tanaman : getah pohon cemara, getah pohon karet, pinus
 Manifestasi klinis :
o Pruritus (gatal-gatal)
o Rasa terbakar (burning)
o Eritema (redness)
o Lesi kulit (vesikel)
o Ruam pada kulit(utikaria)
o Papula
o Goresan (scratches)
o Kulit kering atau bersisik
o Edema yang diikuti oleh pengeluaran secret, pembentukan krusta serta akhirnya
pengeringan dan pengelupasan kulit
o Pada respon yang berat dapat terbentuk bullae hemoragik.
o Reaksi yang berulang-ulang dapat diserta penebalan kulit dan perubahan
pigmentasi
o Invasi sekunder oleh bakteri dapat terjadi pada kulit yang mengalami ekskoriasi
karena digosok atau digaruk.
o Biasanya tidak terdapat gejala sistemik kecuali jika erupsinya tersebar luas
 Patofisiolgi : Berbagai agens endogen dan eksogen dapat menyebabkan respons inflamasi
kulit. Jenis erupsi kulit. Jenis erupsi kulit yang berbeda terjadi, sering kali spesifik
terhadap alergen penyebab, infeksi, atau penyakit. Dermatitis kontak alergi adalah
hipersensivitas lambat yang dimediasi sel terhadap berbagai macam alergen. Antigen
peka terhadap mikroorganisme, tanaman, bahan kimia, obat-obatan logam, atau protein
asing. Pada kontak awal dengan kulit allergen berkaitan dengan kulit, allergen berkaitan
dengan protein pembawa, membentuk kepekaan antigen. Antigen diproses dan dibawa ke
sel T, yang kembali menjadi antigen yang peka. Pada paparan pertama dengan kontak
kepekaan dan orang tersebut tidak mengalami gejala, kemudian terjadi pada paparan
berikutnya. Respons kulit awal terhadap agens atau penyakit ini meliputi eritema,
pembentukan vesikel dan sisik, dan kruritus terhadap bidang yang kontak dengan agens.
Reaksi hipersensitifitas tipe IV atau hipersensitifitas lambat adalah respons imun yang
disebabkan oleh antigen ekstrinsik (agens kontak) dan internal (sel) yang melibatkan
makrofag dan sel T.
 Penatalaksanaan : Terapi yang bisa dilakukan seperti menghindari bahan penyebab atau
kompres air dingin, identifikasi dan penghilangan sumber iritasi, pemberian krim
hidrofilik atau vaselin untuk mendinginkan kulit dan mengurangi iritasi. Pada
penanganan dermatitis kontak akan diberikan obat yang tergantung pada penyebab
dermatitis dan tingkat keperahan gejalanya. Pada kasus dermatitis kecil bisa diobati
dengan antipruritic sedangkan pada kasus yang lebih parah diobati dengan antihistamin
oral untuk mengurangi pruiritus, kortikosteroid sistemik (prednisone) selama 7-10 hari,
kortikosteroid oral dan atau kortikosteroid topical untuk kasus-kasus yang ringan serta
perban yang basah jika ada lesi pada kulit.
 Diagnosis keprawatan :
o Kerusakan integritas kulit b.d Agens cedera kimiawi. invasi struktur kulit oleh
organisme pathogen
o Risiko reaksi alergi b.d invasi struktur kulit oleh pajanan allergen
o Nyeri Akut b.d cedera biologis
o Risiko infeksi b.d penurunan imunitas dan fungsi barrier kulit hilang
o Hambatan rasa nyaman b.d kurang kontrol, situasi dengan meningkatnya rasa
gatal dan reaksi menggaruk berlebihan
o Gangguan pola tidur b.d kenyamanan yang terganggu akibat pruritus
o Defisiensi pengetahuan b.d perilaku yang tidak tepat terhadap respon alergi
o Diagnosa: Gangguan citra tubuh b.d perubahan persepsi diri

REVIEW MATERI KELOMPOK 8 DHERMATITIS ATOPIK


 Dermatitis atopic adalah suatu peradangan kulit kronik dan residif (atau sekelompok
gangguan yang berkaitan), yang sering ditemukan pada penderita rhinitis alergi dan asma
serta diantara para anggota keluarga mereka, yang ditandai dengan kelainan kulit berupa
papula gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
dilipatan (fleksural) tubuh, umumnya muncul pada waktu bayi, anak-anak, ataupun
dewasa.
 Etiologi: Etiologi dan pathogenesis dermatitis atopic sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas namun berbagai factor ikut berinteraksi dalam pathogenesis dermatitis
atopik. Faktor penyebab dermatitis atopic merupakan kombinasi factor genetic (turunan)
dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stres, dan lain-lain. Konsep dasar
terjadinya dermatitis atopic adalah melalui reaksi imunologi yang diperantarai oleh sel–
sel yang berasal dari sum-sum tulang. Keluhan utama pada dermatitis atopic yaitu rasa
gatal dan rasa sakit yang hebat pada kulit yang diperparah dengan garukan penderitanya.
Epidermis kulit yang terabrasi akibat garukan memudahkan agen infeksi untuk
menginfeksi kulit sehingga penyakit yang timbul dapat lebih berat.
 Faktor risiko: endogen (sawar kulit, genetic, hipersensitivitas, factor psikis) dan eksogen
(iritasi, allergen, lingkungan).
 Manifestasi klinis : Dermatitis atopic memiliki gejala klinis dan perjalanan penyakit yang
sangat bervariasi, dapat membentuk suatu sindrom yang terdiri atas kelompok gejala dan
tanda yang menggambarkan peradangan kulit sesuai dengan cerminan patogenesisnya.
Pada semua usia, manifestasi klinis dermatitis atopic biasanya berupa eritema, papula,
dan pruritus (gatal) yang hebat. Gambaran klinis pertama muncul pada kulit yang
terserang adalah terjadinya eritema yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah
(flushing) dan gatal yang diikuti dengan gangguan pada fungsi sawar kulit yang member
gambaran kulit tampak kering. Pruritus menyebabkan orang akan menggaruk, dengan
demikian akan menambah parah gambaran klinis, bahkan memperberat keadaan dengan
adanya infeksi sekunder.
 Patofisiologi : Dermatitis atopic ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residitif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopic pada
keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rhinitis alergik ,atau asma bronkhial).
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya dilipatan (fleksural). Berbagai factor ikut berinteraksi dalam pathogenesis
dermatitis atopic misalnya factor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan
imunologik, yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sum-sum tulang. Kadar IgE
dalam serum penderita dermatitis atopic dan jumlah eosinofil dalam darah perifer
umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara dermatitis
akut dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan dermatitis atopic mengalami
asma bronchial atau rhinitis salergik.
 Diagnosis keperawatan
o Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan respon peradangan
(hipersensitivitas terhadap alergen)
o Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal
o Gangguan citra tubuh berhubungan dengan iritasi yang terjadi pada kulit

REVIEW MATERI KELOMPOK 9 DHERMATITIS MEDIKAMENTOSA

 “Dermatitis Medikamentosa atau erupsi obat” adalah semua erupsi kulit yang disebabkan
oleh bermacam-macam bahan kimia yang digunakan untuk mendiagnosis, mencegah atau
mengobati penyakit dengan masuknya obat secara sistemik baik peroral, parenteral
maupun per-inhalasi.
 Dermatitis medikamentosa memiliki ciri :
o Bentuk lesi eritem dengan atau tanpa vesikula
o Berbatas tegas
o Dapat soliter atau multipel.
Terutama pada bibir, glans penis, telapak tangan atau kaki. Penyebabnya dari obat-
obatan yang masuk kedalam tubuh melalui mulut, suntikan atau anal. Untuk
lokalisasinya bisa mengenai seluruh tubuh.
 Etiologi : alergi sejati, reaksi yang dapaty diprediksi dan dapat dijelaskan oleh
farmakologi, intoleransi obat, dan pseudoalergi
 Manifestasi klinis : Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu
dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Mata gatal,
bersin-bersin, mengeluarkan ingus, batuk, gejala nafas sesak sampai terjadi serangan
asma. Sering pula muncul keluhan mual, muntah dan diare.
 Patofisiologi : Untuk sebuah ikatan obat dan makromolekul jaringan kompleks menjadi
imunogenik harzus diproses oleh antigen dan sel yang bersangkutan (seperti sel
Langerhans dari kulit). Bersama-sama dengan antigen histokompatibiliti ke sebuah
limfosit T sebagai hasil dari presentasi terjadi aktivasi dari populasi sel T . Kemudian sel
intraepidermal CD8+(citotoxic) T cell aktif, sel intraepidermal CD8+T didalam lesi
memiliki peran utama dalam pembangunan kerusakan jaringan. Sel mast berkontribusi
pada aktivitas sel intraepidermal CD8+T melalui induksi molekul adhesi sel pada
keratinosit. Lesi berkembang, kerasinoit dibunuh langsung oleh sel intraepidermal
CD8+T. Sel intraepidermal CD8+T membunuh keratinosit dan melepaskan sejumlah
besar sitokin seperti IFN-γ(interferon gamma). Kemudian IFN-γ mengakibatkan
kerusakan jaringan meningkat sehingga memberikan kontribusi untuk tahap akhir
perkembangan lesi.
 Diagnosis keperawatan :
o Resiko kerusakan integritas kulit b.d terpapar alergen d.d adanya fisura, krusta,
pustule, ada pengelupasan kulit, ada edema, kemerahan, rasa terbakar.
o Hambatan rasa nyaman b.d pruritus ditandai dengan pasien melaporkan gatal,
pasien terlihat menggaruk-garuk area alergi.
o Kerusakan integritas kulit b.d kekeringan pada kulit ditandai dengan kulit terlihat
kusam dan kering.

REVIEW MATERI KELOMPOK 10 URTIKARIA


 Urtikaria adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya edema kulit superficial
(epidermis) setempat dengan ukuran bervariasi sering disertai rasa gatal atau panas.
Ruam urtikaria cepat timbul dan hilang perlahan-lahan dalam 1-24 jam.
 Urtikari yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut urtikariaa kut.
 Jika proses tersebut menetap dan lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik.
 Urtikaria dapat terjadi secara:
o Imunologik →reaksi hipersensitivitas tipe1 →ex:alergi, obat dan makanan.
o Pada urtikaria nonimunologik, beberapa bahan kimia (golongan amin dan derivate
amidin) dan obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin dapat langsung
merangsang sel mast dan basofil untuk melepaskan histamin.
o Urtikaria idiopatik →penyakit autoimun
 Menurut European Academy of Allergology and Clinical Immunology (EAACI) tahun
2006 secara klinis urtikaria diklasifikasikan menjadi:
o Urtikaria spontan : urtikaria akut dan urtikaria kronis.
o Urtikaria fisik : dermografik, delayed pressure, panas, dingin, solar dan getaran.
o Urtikaria spesifik : kolinergik, adrenergik, kontak (alergi/nonalergi) dan
aquagenik
Urtikaria terjadi karena adanya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi transudasi cairan setempat yang mengakibatkan pengumpulan cairan
setempat, yang secara klinis tampak edema local disertai eritema (kemerahan pada kulit).
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator seperti histamin, leukotrien, sitokin dan kemokin yang juga mengakibatkan
peningkatan regulasi endothelial adhesion molecules (ELAMs) dan vascular adhesion
molecules (VCAMs) disertai migrasi sel transendotelial dan kemotaksis.
 Manifestasi klinis : edema, rasa gatal, cepat hilang.
 Diagnosis keperawatan :
o Nyeri akut b.d. edema diarea local
o Ansietas b.d. kurang pengetahuan tentang penyakitnya
o Gangguan pola tidur b.d. vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan sering
terbangun malam hari
o Gangguan rasa nyaman b.d. gatal berulang kali
o Kerusakan integritas kulit b.d adanya lesi akibat gatal berulang

REVIEW MATERI KELOMPOK 11 ALERGI MAKANAN


 Alergi makanan merupakan gejala yang mengenai banyak organ atau system organ
dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang sebagian besar diperantarai
reaksi hipersensitivitas tipe I.
 Alergi makanan adalah respons abnormal terhadap makanan yang diperantarai oleh reaksi
alergi imunologis.
 Etiologi : Alergi makanan terjadi ketika system kekebalan tubuh keliru menganggap
protein didalam makanan tertentu sebagai ancaman bagi tubuh. Guna meresponnya,
tubuh melepaskan antibody yang disebut immunoglobulin E (IgE), guna menetralisir
pemicu alergi (alergen) didalam makanan tersebut. Ketika seseorang kembali
mengonsumsi makanan tersebut meski hanya sedikit, IgE akan merangsang tubuh untuk
mengeluarkan senyawa kimia yang disebut histamine kealiran darah. Histamin inilah
yang menyebabkan timbulnya gejala alergi. Alergi makanan biasanya berlangsung sejak
masa kanak-kanak, tetapi kadang juga baru muncul ketika seseorang sudah dewasa.
Makanan yang menyebabkan alergi cenderung berbeda pada orang dewasa dan anak-
anak.
 Manifestasi klinis :
o Pada saluran cerna bias menimbulkan gejala kram perut, mual, muntah atau diare.
o Gejala pada saluran nafas adalah munculnya asma.
o Pada kulit menimbulkan gejala urtikaria, Angioedema, dermatitis, pruritus,
demam dan gatal.
o Pada mulut muncul rasa gatal dan pembengkakan bibir.
 Diagnosis keperawatan :
o Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen
o Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
o Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal, intradermal
sekunder

REVIEW MATERI KELOMPOK 12 ALERGI LATEKS

 Lateks adalah bahan yang sering digunakan pada beberapa produk peralatan medis dan
salah satunya adalah sarung tangan. Penyebabnya adalah karena sarung tangan lateks
sangat baik sebagai barier perlindungan dalam praktek perawatan kesehatan.
 The Center for disease Control (CDC) pada tahun 1987 memperkenalkan penggunaan
sarung tangan lateks untuk mencegah penularan penyakit yang berkaitan dengan
ditemukannya penyakit AIDS dan penyakit infeksi lainnya, sehingga menyebabkan
penggunaan sarung tangan lateks berkembang pesat.
 Lateks karet alam banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk-produk
kesehatan, seperti sarung tangan, alat kontrasepsi, silikon gigi pembuka mulut, kateter,
selang infus, dan tabung sengstaken-blakemore.
 Epidemiologi :
o Alergi lateks terjadi pada sekitar 1-5% dari populasi umum, dengan prevalensi
meningkat pada individu atopik.
o Prevalensi tertinggi alergi lateks (20-68%) ditemukan pada pasien dengan spina
bifida atau kelainan urogenital bawaan.
o Pasien lain dengan sejarah beberapa pembedahan juga berisiko meningkat relatif
terhadap populasi umum.
o Prevalensi alergi lateks meningkat pada orang dengan alergi terhadap alpukat,
pisang, coklat, kiwi, pepaya, peach, nectarine.
 Manifestasi klinis :
o Tipe I alergi telah terlibat jelas dalam intraoperatif dan intraprocedure anafilaksis,
dan dapat berakibat fatal tanpa pengobatan muncul.
o Gejala  hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV ) biasanya berkembang dalam waktu
1-2 hari setelah terpapar. Hipersensitivitas segera (tipe I) menyebabkan gejala
dalam beberapa menit setelah paparan.
o Gejala dermatitis kontak iritan dapat terlihat dalam waktu beberapa menit atau
beberapa jam setelah paparan (tergantung pada perorangan).
 Diagnosis keperawatan :
o Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d: Banyaknya mukus, dan adanya alergi di
jalan nafas ditandai dengan adanya mengi/wheezing, dispneu, dll.
o Risiko Infeksi b.d: Adanya peradangan (lesi) ditandai dengan adanya luka
terbuka.
o Kerusakan Integritas Kulit b.d: Adanya substansi kimia (alergen) yang ditandai
dengan adanya reaksi ingin menggaruk secara berlebihan.
o Gangguan Citra Tubuh b.d: Kognitif/persepsi yang ditandai dengan adanya
luka/lesi pada kulit.
 Evidenced based : Pada proses pembuatan sarung tangan karet ditambahkan powder yang
berfungsi sebagai pelican sehingga protein yang terdapat pada lateks karet alam akan
berikatan dengan powder tersebut. Powder tersebut bertindak sebagai protein carrier
lateks akret alam dan merupakan suatu airbone allergens (Tarlo dkk, 1994). Dengan
demikian, proses sensitisais terhadap lateks dapat terjadi melalui kontak dengan kulit atau
mukosa, kontak peritoneal selama pembedahan dan inhalasi airbone allergens.
Penggunaan lateks karet alam sebagai bahan baku sarung tangan menghadapi masalah
karena diketahui mengandung protein allergen (hypo allergenic protein) yang berpotensi
menyebabkan penyakit kanker (Marlina, 2008) saat direaksikan dengan senyawa
karbamat yang menimbulkan nitrosamine (Utamaet al, 1999), dan menyebabkan alergi
pada kulit (Prihatin et al, 2014).

Anda mungkin juga menyukai