Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL PKn

PEREBUTAN SIPADAN-LIGITAN HINGGA


AMBALAT, REFLEKSI CACATNYA KETAHANAN
NASIONAL BANGSA INDONESIA

Oleh :

Nama : Ranum Wanudya Yunas

NIM : 16307144014

Prodi / Kelas : Kimia / E

Dosen : Budi Mulyono, M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2016
PEREBUTAN SIPADAN-LIGITAN HINGGA AMBALAT, REFLEKSI
CACATNYA KETAHANAN NASIONAL BANGSA INDONESIA

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pasti tak luput dari suatu
kesalahan yang dapat menimbulkan konflik dan ancaman bagi suatu negeri.
Seperti halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara
kepulauan terbesar dengan sumber daya alam melimpah, tentunya telah sejak lama
memiliki berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri. Wilayah
Indonesia dimana wilayah perairan adalah wilayah yang “menguasai”, menjadikan
Indonesia punya banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara
lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan
disintegrasi bangsa Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak pulau.
Sehingga perlu adanya kekuatan dan pengawasan yang cukup ketat. Kekuatan
serta pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh TNI/Polri saja, tetapi juga
semua lapisan masyarakat diseluruh Indonesia.
Kekuatan untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
tersebut dikenal dengan istilah Ketahanan Nasional. Menurut Lembaga
Pertahanan Nasional, yang dimaksud Ketahanan Nasional Indonesia ialah kondisi
dinamis bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang
terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari luar maupun
dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan
kehidupan nasional untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan mencapai Tujuan Nasionalnya.

Persoalan Batas Wilayah NKRI

Posisi atau letak geografis suatu negara dapat menentukan peran negara
tersebut dalam menghadapi berbagai macam ancaman yang berbeda. Dapat
dikatakan pula bahwa letak geografis suatu negara akan sangat berpengaruh
terhadap ketahanan nasional suatu bangsa.
Kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengamankan daerah perbatasan
belum sesuai harapan, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya persoalan-
persoalan yang terjadi seperti yang diungkapkan oleh Siswono (2005:4) “Tahun-
tahun ini kita dirisaukan oleh berita tentang rapuhnya batas-batas wilayah NKRI.
Setelah Pulau Pasir di Wilayah Timor diakui milik Australia dan kita
menerimanya, Sipadan dan Ligitan yang diputuskan Mahkamah Internasional
menjadi milik Malaysia. Lalu lintas batas yang bebas, nelayan-nelayan asing yang
mencuri ikan hingga merapat ke pantai-pantai Sumatra. Semua itu menunjukkan
betapa lemahnya negara kita dalam menjaga batas luar wilayah NKRI” (Kompas,
20 April 2005:4). Pada tahun 2005 juga telah terjadi persengketaan mengenai blok
Ambalat yang memperkuat bukti bahwa ketahanan nasional negara kita guna
menjaga batas wilayah NKRI masih lemah.

Peliknya Sengketa Sipadan-Ligitan

Sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia ini, bermula dari


pertemuan kedua delegasi dalam penetapan batas landas kontinen antara Indonesia
dan Malaysia di Kuala Lumpur pada tanggal 22 September 1969. Pada waktu
pembicaraan landas kontinen di laut Sulawesi, kedua delegasi sama-sama
mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai miliknya.
Sehubungan dengan masalah ini, kedua negara menyetujui Memorandum
of Understanding (MOU) yang menetapkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
dalam status quo yang berarti tidak boleh ditempati, diduduki maupun
dimanfaatkan baik oleh Indonesia maupun Malaysia. Namun, mulai tahun 1979
Malaysia berubah sikap dan mengambil langkah-langkah secara unilateral dengan
menerbitkan peta-peta yang menunjukkan kedua pulau tersebut sebagai bagian
dari Malaysia, memberikan sejumlah izin kepada perusahaan swastanya untuk
menyelenggarakan kegiatan pariwisata serta mendirikan instalansi-instalansi
listrik di Pulau Sipadan. Indonesia menganggap bahwa kegiatan-kegiatan tersebut
melanggar kesepakatan yang telah dicapai dalam status quo.
Kemudian sengketa ini akhirnya dibawa ke Mahkamah Internasional untuk
diselesaikan. Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke
ICJ (International Court of Justice), kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002
ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-
Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasil berdasarkan voting lembaga
tersebut, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara itu hanya 1 orang yang
berpihak kepada Indonesia. Kemenangan Malaysia didapatkan berdasarkan
pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan dari segi perairan teritorial dan batas-
batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan
tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan
satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun
1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata
yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan.
Berdasarkan uraian kasus diatas, dapat dilihat bahwa sebenarnya dalam
menyelesaikan kasus tersebut Indonesia telah menerapkan 2 poin Asas
Kebijaksanaan Trigatra Gatra Geografi dalam konsepsi Ketahanan Nasional yang
disebutkan oleh LEMHANNAS dalam buku Ketahanan Nasional yaitu :
1. Perbatasan wilayah kedaulatan dan yurisdiksi ditetapkan melalui perjanjian
dengan negara tetangga yang berbatasan langsung.
2. Indonesia menjamin kepentingan bangsa-bangsa di dunia bagi kepentingan
lintas damai, baik melalui laut maupun udara sesuai ketentuan.
Namun, bila dilihat dari sudut kondisi serta permasalahannya hal ini jelas
menunjukkan bahwa ketahanan nasional negara kita masih dapat dikatakan sangat
lemah dengan kalahnya diplomasi kita di Mahkamah Internasional sehingga kedua
pulau tersebut menjadi milik Malaysia. Karena berdasarkan Aspek Trigtra yaitu
tiga aspek alamiah yang memang sudah melekat pada suatu negara dengan unsur-
unsurnya tidak pernah sama untuk setiap negara, Gatra Geografi Indonesia
mempunyai unsur antara lain letak geografi, luas dan bentuk wilayah dengan salah
satu parameternya yaitu topografi (LEMHAMNAS, 1989:15). Dimana Topografi
Indonesia meliputi Wilayah NKRI yang berbentuk kepulauan, terdiri dari kurang
lebih 17.508 buah pulau. Luas seluruh wilayah kurang lebih 7,3 juta km 2, dengan
wilayah daratan sekitar 1.919.170 km2 dan luas wilayah perairan meliputi kurang
lebih 5,4 juta km2. (LEMHAMNAS, 1997:32).
Nasib Ambalat, Jangan seperti Sipadan-Ligitan

Perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadikan blok Ambalat sebagai


bagian dari kadaulatan NKRI nampaknya masih akan memakan waktu yang lama.
Meskipun peristiwanya sudah terjadi beberapa tahun silam, namun kasus Ambalat
ini belum juga terselesaikan.
Dikutip dari nationalgeographic.co.id, Kronologi perebutan blok Ambalat
adalah sebagi berikut. Pada 8 April 2005, kapal perang RI, KRI Tedong Naga,
menyerempet Kapal Diraja Rencong milik Malaysia sampai tiga kali, namun tak
sampai terjadi hantam meriam antarkedua kapal. Untuk mencegah pecahnya
peperangan antara armada tempur dua negara di perairan sekitar Ambalat,
Panglima TNI pada 21 April menerbitkan Surat Keputusan yang menyatakan TNI
AL hanya boleh melepaskan tembakan jika Malaysia lebih dulu menembak
mereka. Di masa tegang kala itu, Indonesia mengklaim telah terjadi 35 kali
pelanggaran perbatasan oleh Malaysia.
Tahun berganti, ketegangan tak jua surut. Pada 24 Februari 2007, kapal
perang milik Malaysia memasuki perairan Indonesia hingga satu mil laut. Sore
harinya, kapal perang Malaysia yang lain, bahkan ikut memasuki wilayah RI
hingga dua mil laut. Kedua kapal perang Malaysia itu kemudian diusir keluar dari
perairan Indonesia oleh kapal perang RI. Namun Malaysia tak berhenti begitu
saja. Keesokannya, 25 Februari 2007, kembali memasuki perairan Indonesia
sejauh 3 ribu yard. Kapal itu segera diusir keluar wilayah RI. Meski demikian,
ketegangan berlanjut dua jam kemudian. Jelang tengah hari, pesawat patroli
Malaysia melintas di wilayah udara RI sejauh 3 ribu yard. ‘Kebandelan’ Malaysia
ini membuat Indonesia menyiagakan empat kapal perangnya sekaligus.
Dua tahun kemudian, 2009, Indonesia kembali mengingatkan Malaysia
untuk tak melakukan provokasi militer di Ambalat. Indonesia pun terus
memperketat penjagaannya di Ambalat dengan mengerahkan 130 pasukan marinir
ke wilayah itu. Penjagaan keamanan di Ambalat menjadi prioritas, sebab sejak
Januari hingga Juni 2009, sudah 13 kali kapal dan pesawat tempur Malaysia
memasuki Ambalat.
Malaysia, ditiap perundingan dengan Indonesia, kerap menyebut dan
meyakini Ambalat sebagai bagian dari teritorial mereka. Malaysia bahkan
memprotes kehadiran TNI di Blok Ambalat. Hingga tahun 2015, Ambalat belum
bertemu damai. TNI meminta pemerintah RI untuk kembali melayangkan protes
diplomatik ke Malaysia karena sembilan kali pelanggaran sepanjang tahun 2015
yang dilakukan militer Malaysia di Ambalat. Berbagai perundingan tingkat
regional dan internasional masih harus dihadapi para diplomat dan perunding kita.
Belajar dari kasus Sipadan-Ligitan yang juga dengan Malaysia, Indonesia
tidak boleh terlena dengan janji serta upaya hukum dari Malaysia. Menurut para
ahli perminyakan, memperkirakan nilai cadangan minyak dan gas yang
terkandung di Ambalat mencapai Rp 4.200 triliun atau tiga kali hutang Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia jangan sekali-kali menganggap enteng kasus Ambalat
ini. Sudah sepatutunya blok Ambalat ini dipertahankan sesuai dengan hakikat
ketahanan nasional yaitu kemampuan dan kekuatan bangsa untuk dapat menjamin
kelangsungan hidupnya, dengan penyelenggaraan kesejahteran dan keamanan
secara seimbang dalam kehidupan nasional. Menurut Sunarso (2013:226)
Keamanan dalam hakikat ketahanan nasional adalah kemampuan melindungi
keberadaan bangsa, serta melindungi nilai-nilai luhur bangsa terhadap segala
ancaman dari dalam maupun dari luar.
Sebenarnya tidak hanya itu saja persoalan mengenai batas wilayah NKRI
yang merupakan refleksi atau cerminan bahwa ketahanan nasional negara kita
masih kurang baik. Masalah-masalah ketahanan nasional yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia sudah selayaknya menjadi sorotan utama bagi seluruh warga
negara Indonesia. Upaya untuk mempertahankan wilayah Indonesia merupakan
tanggung jawab kita semua. Selama ini kita mungkin memandang bahwa
penanggung jawab upaya mempertahankan kedaulatan wilayah RI adalah TNI.
Hal tersebut tidak tepat. Kita semua bertanggung jawab untuk membantu negara
dalam mempertahankan kedaulatan wilayah RI. Hal ini dijelaskan dalam Undang
Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 ayat 1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Kerjasama dan sinergi antar instansi pemerintah, pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, pemerintah dengan swasta, dan pemerintah dengan
masyarakat harus lebih diperkuat guna mengatasi “kecacatan” ketahanan nasional
di negara Indonesia tercinta kita ini.
DAFTAR PUSTAKA

Kahar, Jounil. 2004. Penyelesaian Batas Maritim NKRI . Pikiran Rakyat. Diakses
pada tanggal 3 Januari 2004.

Lembaga Pertahanan Nasional. 1989. Tolok Ukur Kondisi Ketahanan Nasional.


Jakarta : PT Aries Lima.

Lembaga Pertahanan Nasional. 1997. Ketahanan Nasional. Jakarta : PT Balai


Pustaka.

Sunarso, Kus Eddy Sartono, Sigit Dwikusrahmadi, Nany Sutarini. 2013.


Pendidikan Kewarganegaraan PKn untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta :
UNY Press.

Tongo, Ritchie B. 2015. Sejarah Panjang Kemelut RI-Malaysia di Ambalat. CNN


Indonesia. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2016 di : http://national
geographic.co.id/berita/2015/06/sejarah-panjang-kemelut-ri-malaysia-di-
ambalat.

Nama : Ranum Wanudya Yunas

NIM : 16307144014

Prodi : Kimia E 2016

Anda mungkin juga menyukai